BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit - Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

  Kulit adalah bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang terluas yaitu sekitar 2 m² dengan berat kira-kira 16% dari berat badan (Tortora dan Derrickson, 2014). Sebagai bagian tubuh yang paling kelihatan, kulit menjadi sumber kecantikan dan daya pikat dari seseorang. Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai pengaruh buruk yang datang dari luar (Tranggono and Latifah, 2007).

  Hal mengagumkan lain dari kulit adalah kemampuannya untuk terus melakukan regenerasi, mengganti sel-sel kulit mati dengan sel-sel kulit baru. Dengan peran yang begitu penting, sudah selayaknya kulit senantiasa dijaga dan dipelihara kesehatannya (Achroni, 2012).

2.1.1 Anatomi kulit

Gambar 2.1 Penampang kulit (Misra, 2011) Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan hipodermis (Washington, et al., 2003).

2.1.1.1 Lapisan epidermis

  Lapisan kulit yang paling luar disebut epidermis. Pada berbagai bagian tubuh, epidermis memiliki ketebalan yang berbeda, paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut (Tranggono and Latifah, 2007). Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (Tortora dan Derrickson, 2014).

  Stratum korneum merupakan lapisan paling luar di permukaan kulit, terdiri atas sel pipih, mengalami keratinisasi sempurna dan tak berinti (korneosit) yang secara terus-menerus terlepas dalam bentuk sisik-sisik kecil. Lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung lembab tipis bersifat asam disebut mantel asam kulit (Tranggono and Latifah, 2007). Lapisan stratum lusidum berada tepat di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Lapisan stratum granulosum terdiri atas sel-sel bergranula yang lama-kelamaan akan mati, kemudian terdorong ke atas menjadi bagian lapisan tanduk. Lapisan stratum spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar (Achroni, 2012). Lapisan stratum basale merupakan lapisan yang mengandung sel-sel yang aktif membelah diri untuk membentuk sel-sel kulit baru, menggantikan sel-sel mati pada lapisan korneum, pada lapisan ini juga terdapat melanosit yang menghasilkan pigmen melanin (Tortora dan Derrickson, 2014).

  2.1.1.2 Lapisan dermis

  Dermis (corium) merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3 - 5 mm. Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak (Tranggono and Latifah, 2007).

  a) Kolagen

  Merupakan komponen serat utama dari kulit yang memberikan ketahanan dan daya lentur pada kulit (Bauman and Saghari, 2009). Kolagen merupakan protein fibrous, 70 - 80% dari berat dermis kering, dan merupakan komponen terpenting dari dermis (Jain, 2012). Kolagen disintesa dalam fibroblas dalam bentuk prekursor kolagen yaitu prokolagen. Kolagen dihancurkan oleh metalloproteinase, sintesisnya dirangsang oleh asam retinoat, dihambat oleh radiasi ultraviolet (Jain, 2012 ).

  b) Elastin

  Elastin merupakan komponen yang membentuk serat elastis, sehingga bagian dermis dapat meregang dengan mudah ketika diberi tekanan dan dapat kembali ke bentuk awal ketika tekanan dihilangkan (Washington, et al., 2003). Radiasi ultraviolet pada dermis akan menyebabkan terjadinya dermal elastosis, yaitu serabut elastin kulit menjadi kasar, menebal dan kaku (Jain, 2012 ).

  2.1.1.3 Lapisan hipodermis

  Lapisan hipodermis terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah, dan serabut saraf. Lapisan ini berfungsi untuk menjaga suhu tubuh, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi (Achroni, 2012).

2.1.2 Fungsi kulit

  Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

  Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari kulit, yaitu: a.

  Proteksi Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh.

  Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, dapat berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Selain itu, mantel asam kulit dapat berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.

  b.

  Termoregulasi kulit Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.

  c.

  Persepsi sensoris Kulit bertanggung jawab sebagai indra terhadap adanya rangsangan dari luar. Rangsangan tersebut kemudian diterima oleh reseptor-reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat yang selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri. Reseptor-reseptor yang bertanggung jawab terhadap adanya rangsangan tersebut antara lain Meissner sebagai reseptor raba,

  Pacini sebagai reseptor tekanan, Ruffini dan Krauss sebagai reseptor suhu, dan Nerveus End Plate sebagai reseptor nyeri.

  d.

  Absorbsi Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur, yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam air.

2.1.3 Jenis kulit

  Pada umumnya, keadaan kulit dibagi menjadi 3 jenis (Tranggono dan Latifah, 2007):

  a) Kulit normal

  Kulit normal merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup.

  b) Kulit berminyak

  Kulit berminyak adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya pori-pori kulit besar sehingga kesannya kasar dan lengket.

  c) Kulit kering

  Kulit kering adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat kerutan.

2.2 Penuaan Dini (Premature Aging)

  Menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya (Cunningham, 2003). Setiap manusia tentu ingin terlihat muda tetapi proses menua secara perlahan-lahan berjalan terus dan kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara langsung memperlihatkan terjadinya proses menua. Proses menua ini antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda (Tranggono dan latifah, 2007).

  2.2.1 Pengertian penuaan dini

  Penuaan dini merupakan proses penuaan kulit yang lebih cepat dari seharusnya (Bogadenta, 2012). Proses penuaan dini dapat terjadi saat memasuki usia 20 – 30 tahun. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28 – 30 hari. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari. Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia (Noormindhawati, 2013).

  2.2.2 Proses penuaan pada kulit

  Proses menua atau aging merupakan proses biologis yang terjadi secara alami dan mengenai semua makhluk hidup, meliputi seluruh organ tubuh seperti jantung, paru, otak, ginjal, termasuk kulit (Cunningham, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2007). Perubahan-perubahan yang terjadi pada penuaan kulit seperti kulit menjadi kering, kasar, kendor, dan keriput akan sangat mempengaruhi penampilan seseorang dan secara langsung akan memperlihatkan gambaran bahwa seseorang telah memasuki usia senja. Saat mulai terjadinya proses penuaan kulit tidak sama pada setiap orang. Pada orang tertentu dapat terjadi sesuai dengan usianya, tetapi pada sebagian orang proses penuaan pada kulit dapat terjadi lebih cepat dan dapat juga terjadi lebih lambat dibandingkan dengan usianya (Bauman dan Saghari, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa proses penuaan pada setiap individu bergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut. Penuaan kulit terjadi karena dua proses yang saling berkaitan, yaitu: a.

  Proses menua intrinsik (intrinsic aging; true aging; chronologic aging) Proses menua intrinsik merupakan proses menua yang berlangsung secara alamiah, disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik, hormonal, dan rasial. Perubahan kulit terjadi secara menyeluruh dan perlahan-lahan sejalan dengan bertambahnya usia dan proses ini tidak dapat dihindari (Bauman dan Saghari, 2009; Yaar dan Gilchrest, 2007).

  b.

  Proses menua ekstrinsik (extrinsic aging; photoaging; premature aging) Proses menua ekstrinsik merupakan proses menua yang terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh atau faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban udara, suhu, polusi, dan berbagai faktor eksternal lain yang dapat mempercepat proses penuaan kulit (Bauman dan Saghari, 2009). Perubahan kulit yang terjadi tidak menyeluruh dan tidak sesuai dengan usia sebenarnya.

2.2.3 Tanda-tanda penuaan dini

  Proses menua menyebabkan perubahan fisiologik kulit yang dapat terlihat tandanya terutama pada wajah, ini dapat dipakai sebagai tanda klinis penuaan: a.

  Kulit kering Kulit menjadi kering disebabkan berkurangnya kadar air di dalam lapisan atas kulit dan menurunnya fungsi kelenjar minyak dan kelenjar keringat, serta terjadinya penguapan air yang berlebihan (Yaar dan Gilchrest, 2007). b.

  Kulit kasar dan bersisik Permukaan kulit yang kasar dan kusam terjadi karena berkurangnya kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit mati untuk diganti dengan sel kulit baru. Selain itu terjadi kelainan proses keratinisasi dan perubahan ukuran serta bentuk sel lapisan tanduk, sebagian berkelompok dan mudah lepas sehingga terlihat sebagai sisik yang kasar (Yaar dan Gilchrest, 2007).

  c.

  Keriput Kulit kendur, timbul kerutan, dan lipatan kulit disebabkan oleh perubahan serabut kolagen dan serabut elastin yang menjaga kelenturan kulit menjadi kaku, tidak lentur sehingga kehilangan elastisitasnya. Selain itu, terjadi atrofi tulang dan otot, jaringan lemak subkutan berkurang disertai lapisan kulit yang tipis, menyokong terbentuknya kerutan-kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang nyata (Yaar dan Gilchrest, 2007).

  d.

  Bercak pigmentasi Bercak pigmentasi yang tidak merata di permukaan kulit disebabkan oleh penimbunan pigmen melanin yang tidak teratur di dalam sel basal. Hal ini akibat perubahan pada distribusi pigmen melanin serta berkurangnya proliferasi dan fungsi melanosit (Ebanks, et al., 2009). Bercak pigmentasi seringkali terlihat di wajah atau bagian tubuh lain yang paling sering terpajan sinar matahari (Darmawan, 2013).

  e.

  Pori-pori kulit membesar Pembesaran pori-pori juga terkait dengan penuaan dini. Seiring dengan bertambahnya usia, pori-pori akan semakin besar akibat penumpukan sel kulit mati (Bogadenta, 2012).

2.3 Photoaging

  Kulit merupakan organ tubuh yang secara langsung terpajan sinar ultraviolet dari matahari. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar ultraviolet dibagi menjadi UVA (320 - 400 nm), UVB (290 - 320 nm) dan UVC (200 - 290 nm). Radiasi UVC tidak mencapai permukaan bumi karena seluruhnya diserap oleh lapisan ozon. Lapisan ozon di permukaan bumi juga menghambat sekitar 95% sinar UVB. Sebanyak 95 - 98% radiasi ultraviolet yang mencapai permukaan bumi terdiri dari UVA, sedangkan sisanya sekitar 2 - 5% adalah sinar UVB (Wang, et al., 2010).

  2-

  Sinar UVB terutama memicu produksi anion superoksida (+O ) melalui aktivasi nicotinamide adenin dinucleotide phosphate (NADPH) oksidase dan rantai reaksi pernafasan di mitokondria. Sedangkan UVA terutama memicu terbentuknya 1O

  

2 . Selain melalui aktivasi NADPH oksidase, 1O

2 juga dibentuk melalui reaksi fotokimiawi saat UVA diabsorpsi oleh riboflavin dan porfirin.

  Kromofor adalah berbagai substansi pada kulit yang mampu menyerap UV. Sinar UVB yang diserap oleh DNA, akan menyebabkan kerusakan langsung, sedangkan kromofor penyerap UVA akan menimbulkan kerusakan melalui pembentukan

  Reactive Oxygen Species (ROS). Oksigen tunggal yang merupakan ROS utama di

  permukaan kulit ini, dapat menyerang membran sel dan selanjutnya membentuk ROS yang baru (Masaki, 2010).

  ROS berperan penting pada metabolisme kolagen, tidak saja langsung menghancurkan kolagen, tetapi juga menginduksi sekelompok enzim yang bertanggung jawab dalam degradasi kolagen, sehingga mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Fisher, 2002). ROS juga dapat menyebabkan efek paradoksikal

  karena dapat menimbulkan depigmentasi maupun hiperpigmentasi. Di sisi lain, kerusakan DNA yang menstimulasi produksi pigmen pada sel melanosit melalui peningkatan kadar tirosinase akan memicu pigmentasi (Masaki, 2010).

  Paparan sinar matahari, terutama sinar UVB dapat menghambat proliferasi fibroblas, menghambat sintesis kolagen, merusak kolagen menjadi patahan- patahan serabut kolagen akibat meningkatnya aktifitas matrix metalloproteinase. Patahan serabut kolagen tersebut terbukti dapat menghambat sintesis kolagen lebih lanjut. Menurunnya aktivitas fibroblas dan kerusakan pada serabut kolagen menyebabkan penuaan dini pada kulit yang terpapar sinar matahari (Brennan, et al., 2003; Ichihashi, et al., 2009).

  Perubahan karakteristik dalam photoaging dan Instrinsic aging yang timbul pada epidermis dan dermis dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Perbedaan anatomi pada epidermis

  Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat instrinsic aging Lapisan Dermis -

  Tebal

  • Tipis Sel-sel epidermis (keratonosit)
  • Sel-sel tidak seragam
  • Sel-sel seragam
  • Sel-sel terdistribusi tidak merata
  • Sel-sel terdistribusi secara merata
  • Pembesaran berkala
  • Pembesaran sel mendadak

  Stratum korneum - Peningkatan lapisan sel

  • Lapisan sel normal
  • Ukuran serta bentuk korneosit bervariasi
  • Ukuran dan bentuk korneosit seragam

  Melanosit - Peningkatan jumlah sel

  • Pengurangan jumlah sel
  • Sel-sel bervariasi
  • Sel-sel seragam
  • Peningkatan produksi melanosom
  • Penurunan produksi melanosom

  Sel-sel langerhans - Pengurangan sel dalam jumlah yang besar

  • Pengurangan sel dalam jumlah yang kecil
  • Sel-sel bervariasi
  • Sel-sel seragam Sumber: Mitsui (1997).

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada dermis

  Bagian Kulit Photoaging Instrinsik aging

  Meningkat tetapi masih dalam keadaan normal Berubah menjadi massa

  • Jaringan elastis Meningkat secara drastis
  • yang tidak berbentuk

  Kolagen - - Serat kolagen dan jaringan Serat kolagen tidak ikat menurun jumlahnya beraturan, jaringan ikat menebal

  Retikular dermis : - - Semakin tebal Semakin tipis

  • Sel mast
  • Fibroblast Meningkat dan aktif Menurun dan tidak aktif

  Meningkat Menurun Sel inflamasi - -

  Berperan Tidak berperan

  • Pembuluh kapiler
  • Sumber: Mitsui (1997).

  Abnormal Normal

2.4 Masker

  Masker merupakan salah satu pembersih kulit wajah yang efektif. Masker termasuk kosmetik depth cleansing yaitu kosmetik yang bekerja secara mendalam karena dapat mengangkat sel-sel kulit mati. Masker memiliki banyak kegunaan, terutama untuk mengencangkan kulit, mengangkat sel-sel tanduk yang sudah siap mengelupas, memberi kelembaban dan nutrisi pada kulit, memperbaiki tekstur wajah, meremajakan kulit, mencerahkan warna kulit, mengecilkan pori-pori, membersihkan pori-pori kulit wajah yang tersumbat kotoran, menyegarkan wajah karena akan memberi efek rileks otot-otot wajah (Septiari, 2014). Sebaiknya, penggunaan masker dilakukan 1 minggu sekali (Wirakusumah, 2007).

2.4.1 Jenis-jenis masker

  Banyak jenis masker yang saat ini beredar di pasaran, diantaranya: a. Masker bubuk

  Masker ini berupa bubuk yang harus dicampur dengan air terlebih dulu hingga kental, sebelum diaplikasikan pada wajah yang kulitnya normal.

  Masker bubuk memiliki tingkat kerapatan yang tinggi, sehingga tidak cocok digunakan untuk kulit sensitif atau yang sedang mengalami iritasi (Basuki, 2003).

  b.

  Masker krim Masker krim adalah gabungan untuk perawatan tertentu seperti facial.

  Masker krim baik untuk kulit kering, karena fungsi masker ini bisa mengangkat kulit mati dan melembabkan kulit (I & D creative, 2010).

  c.

  Masker gel Masker gel termasuk salah satu masker yang praktis, karena setelah kering masker tersebut bisa langsung diangkat tanpa perlu dibilas Masker ini biasa dikenal dengan masker peel off. Manfaat masker gel antara lain dapat mengangkat kotoran dan sel kulit mati agar kulit bersih dan segar. Masker ini juga dapat mengembalikan kesegaran dan kelembutan kulit, bahkan dengan pemakaian teratur dapat mengurangi kerutan halus pada kulit wajah. Cara kerja masker peel off ini berbeda dengan masker jenis lain. Ketika dilepaskan, biasanya kotoran serta sel-sel kulit mati akan ikut terangkat (Basuki, 2003).

  d.

  Masker kertas/ kain Masker kertas biasanya berbentuk lembaran menyerupai wajah dengan beberapa lubang di bagian mata, lubang hidung, dan mulut. Sedangkan masker kain berupa gulungan kecil yang harus diuraikan. Masker kertas maupun kain harus dicelup atau dibasahi dengan cairan tertentu sesuai dengan kebutuhan kulit, antara lain berupa minyak esensial, pelembab berbentuk cairan, dan serum khusus untuk wajah yang dapat mengangkat kotoran, menghaluskan kulit serta mencerahkan kulit (Basuki, 2003).

  e.

  Masker topeng Masker topeng berlubang dibagian mata dan mulut. Tekstur masker topeng juga lentur sehingga dapat menyesuaikan dengan lekuk-lekuk wajah (Basuki, 2003).

  f.

  Masker clay Masker clay dikenal sebagai produk perawatan wajah yang ampuh untuk membersihkan pori-pori tersumbat. Masker ini cocok untuk kulit berminyak karena kemampuannya menyerap kandungan minyak pada wajah sekaligus mengencangkan permukaan kulit (Gayatri, 2010)

2.4.2 Mekanisme kerja masker

  Masker yang diaplikasikan pada wajah menyebabkan suhu kulit wajah meningkat sehingga peredaran darah menjadi lebih lancar dan pengantaran zat-zat gizi ke lapisan permukaan kulit dipercepat, sehingga kulit muka terlihat lebih segar. Karena terjadinya peningkatan suhu dan peredaran darah yang lebih lancar, maka fungsi kelenjar kulit meningkat, kotoran dan sisa metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit untuk kemudian diserap oleh lapisan masker yang mengering.

  Cairan yang berasal dari keringat dan sebagian cairan masker diserap oleh lapisan tanduk, meskipun masker mengering, lapisan tanduk tetap kenyal, bahkan sifat ini menjadi lebih baik setelah masker diangkat, terlihat keriput kulit berkurang, sehingga kulit muka tidak saja halus tetapi juga kencang. Setelah masker diangkat, bagian cairan yang telah diserap oleh lapisan tanduk akan menguap akibatnya terjadi penurunan suhu kulit sehingga menyegarkan kulit.

2.5 Skin Analyzer

  Perawatan kulit sedini mungkin dapat mencegah efek penuaan, pada analisa konvensional diagnose dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami (Aramo, 2012).

  Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

  mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo, 2012). Pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer yaitu

  

moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle

  (keriput), dan kedalam keriput (Aramo, 2012). Parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

  Parameter Interpretasi Hasil Moisture Dehidrasi Normal Hidrasi (% kadar air) 0 – 29 30 – 50 51- 100 Evenness Halus Normal Kasar (Kehalusan) 0 – 31 32 – 51 52 – 100 Pore Kecil Beberapa besar Sangat besar (Pori) 0 – 19 20 – 39 40 – 100 Spot Sedikit Beberapa noda Banyak noda (Noda) 0 – 19 20 – 39 40 – 100 Wrinkle Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput (Keriput) 0 – 19 20 – 52 53 – 100

  Sumber: (Aramo, 2012)

2.6 Radikal Bebas dan Antioksidan

  Kulit secara alami memiliki kemampuan untuk membatasi kerusakan yang disebabkan oleh pajanan sinar ultraviolet seperti melalui penghamburan cahaya oleh stratum korneum, penyerapan cahaya oleh melanin, perbaikan DNA (DNA

  

repair ), dan melalui sistem antioksidan yang berfungsi mempertahankan

keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan (Yin dan Hamblin, 2013).

2.6.1 Radikal bebas

  Radikal bebas adalah senyawa kimia yang reaktif dan tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada molekul tubuh (Pangkahila, 2007).

  Radikal bebas menyebabkan kerusakan pada kulit, seperti menurunkan kinerja zat-zat dalam tubuh, misalnya enzim yang bekerja mempertahankan fungsi sel (enzim protektif), menimbulkan kerusakan protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan jaringan elastin, dan mengganggu distribusi melanin. Kerusakan-kerusakan tersebut menyebabkan kulit menebal, kaku, tidak elastis, keriput, pucat, dan kering, serta timbulnya bercak kehitaman atau kecoklatan (Fisher, 2002; Elsner dan Maibach, 2000).

  Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) dan juga dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen berasal dari proses biokimia yang berlangsung di dalam mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Ketika sel membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi, timbul radikal bebas sebagai akibat dari produksi adenosine triphosphate (ATP) oleh mitokondria. Hasil akhirnya berupa ROS, yang mempunyai dua sifat yang berlawanan, racun dan komponen yang berguna (Huy, et al., 2008). Pembentukan ROS terjadi pada rantai respirasi, fagositosis, sintesa prostaglandin, dan sistem sitokrom P 450 (Huy, et al., 2008).

  Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari polusi udara dan air, asap rokok, alkohol, logam berat (Cd, Hg, Pb, Fe, As), radiasi ultraviolet, obat-obatan tertentu (cyclosporine, tacrolimus, gentamycin, bleomycin), pestisida, dan proses memasak (daging asap, penggunaan minyak, lemak) (Huy, et al., 2008).

2.6.2 Antioksidan

  Antioksidan adalah zat atau senyawa alami yang dapat melindungi sel tubuh dari kerusakan dan penuaaan yang disebabkan oleh radikal bebas (Lingga, 2012). Secara alami tubuh kita memiliki antioksidan endogen yang dihasilkan sendiri oleh tubuh. Kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, tergantung pola hidup yang dijalani masing-masing individu, serta faktor usia. Sistem pertahanan tubuh yang utama dilakukan oleh antioksidan endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau disebut pula sebagai antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas antioksidan sekunder, tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger), dan pengikat logam (chelator atau sequestrans) (Lingga, 2012).

2.6.2.1 Antioksidan primer

  Antioksidan primer berbentuk enzim sehingga disebut juga sebagai antioksidan enzimatis. Antioksidan primer bekerja secara cepat memberikan atom hidrogen kepada senyawa radikal, sehingga berubah menjadi stabil (Lingga, 2012). Antioksidan primer seperti superoxide dismutase (SOD), catalase,

  

glutathion peroksidase (GPx) merupakan antioksidan enzimatik utama yang

terlibat langsung dalam menetralkan ROS (Huy, et al., 2008).

  Radikal bebas oksigen atau superoksid dinetralkan oleh SOD menjadi H O . Enzim catalase menetralkan H O dengan menguraikannya menjadi air dan

  2

  2

  2

  2

  oksigen. Sedangkan glutathion peroksidase berfungsi seperti katalase menguraikan H

2 O 2 menjadi air dan oksigen (Huy, et al., 2008).

  2.6.2.2 Antioksidan sekunder

  Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan non-enzimatis, berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga menghindari kerusakan sel yang lebih parah (Lingga, 2012). Antioksidan ini dibagi menjadi antioksidan metabolik dan antioksidan nutrient.

  Antioksidan metabolik yang termasuk antioksidan endogen diproduksi oleh metabolisme tubuh, seperti asam lipoid, glutation, L-arginin, coenzim Q10,

  

melatonin, uric acid, bilirubin, metal-chelating protein, transferrin (Huy, et al.,

  2008). Sedangkan antioksidan nutrient yang termasuk antioksidan eksogen adalah komponen yang tidak dapat diproduksi tubuh dan hanya didapat dari makanan atau suplemen, misalnya vitamin A, C, dan E, serta beberapa macam zat nirgizi antara lain karotenoid, flavonoid, tanin dan sejumlah fitokimia lainnya (Lingga, 2012).

  2.6.2.3 Antioksidan tersier

  Antioksidan kelompok ini adalah enzim DNA-repair. Enzim ini memperbaiki biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Suwardi, 2011). Antioksidan tersier berupa enzim metionin sulfoksida (Lingga, 2012). Cara kerjanya memperbaiki kerusakan DNA melalui proses metilasi, yakni terbentuknya sadenosylmetionin (SAMe) dari asam amino metionin yang bereaksi dengan ATP. Kekurangan metilasi ini salah satunya dapat menimbulkan penuaan dini (Suwardi, 2011).

2.6.3 Pengukuran aktivitas antioksidan secara in vitro

  Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat ditetapkan melalui metode Transfer Atom Hidrogen (HAT) atau Transfer Elektron (ET). Prinsip metode HAT adalah dengan memanfaatkan kontrol kinetik, termasuk kompetisi yang terjadi antara antioksidan dan substrat memperebutkan peroksil radikal yang akhirnya akan mendekomposisi azo (Charles, 2012).

  Metode ET dilakukan berdasarkan reaksi reduksi yang dialami oleh oksidan sehingga akan mengubah warnanya. Metode analisis yang didasari atas reaksi HAT adalah ORAC, TRAP, dan TOCS, sedangkan metode analisis berdasarkan reaksi ET adalah FRAP, TEAC, dan DPPH (Charles, 2012).

2.6.3.1 Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

  DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang.

  Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004).

  Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan dan berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan sampel. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan.

  Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

  Molyneux (2004), menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC

  50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC 50 yang diperoleh

  berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan (Molyneux, 2004).

  Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC ) atau Inhibition

  50 Concentration (IC 50 ) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC

  50 atau IC 50 yang rendah (Molyneux, 2004).

  2.6.3.2 Pelarut

  Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH akan memberikan hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol karena pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

  2.6.3.3 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang

  Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm dan 520 nm. Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan di atas (Molyneux, 2004).

  2.6.3.4 Waktu pengukuran

  Pada metode sebelumnya waktu reaksi yang direkomendasikan adalah 60 menit, dan telah dilakukan pada beberapa penelitian. Waktu yang paling cepat yang pernah digunakan adalah 5 menit atau 10 menit. Kenyataannya waktu reaksi yang tepat adalah ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004).

2.7 Tanaman Pepaya

  2.7.1 Taksonomi tanaman pepaya

  Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya dapat diklasifkasikan sebagai berikut (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000): Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiosperma Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Cistales Famili : Caricaceae Genus : Carica Spesies : Carica papaya L.

  2.7.2 Nama daerah

  Pepaya disebut juga Pente (Aceh), Pertek (Gayo), Pastela (Batak), Embetik (Karo), Botik (Batak Toba), Bala (Nias), Sikailo (Mentawai), Kates (Palembang), Kalikih (Minangkabau), Gedang (Lampung), Gedang (Sunda), Kates (Jawa Tengah), Kates (Madura), Gedang (Bali), Kustela (Banjar), Papaya (Manado), Unti jawa (Makasar), Kaliki riaure (Bugis), Papai (Buru), Papaya (Halmahera), Papae (Ambon), Palaki (Seram), Kapaya (Tidore), Tapaya (Ternate) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000).

  Selain nama daerah, pepaya juga mempunyai nama asing yaitu: papaw tree, papaya, papayer, melonenbaum, fan mu gua (Muhlisah, 2001).

  2.7.3 Ekologi dan penyebaran

  Pepaya berasal dari Amerika tengah. Tanaman pepaya tumbuh di daratan rendah hingga ketinggian 1000 m dpl, tumbuh subur di tanah yang kaya bahan organik dan tidak menyukai tempat tergenang. Syarat pepaya tumbuh di daerah tropis dengan suhu udara 22 °C – 26 °C, kelembaban sedang sampai tinggi. Pepaya juga mentoleransi pH tanah sebasar 6,5 – 7 (Muhlisah, 2001).

  2.7.4 Morfologi tanaman

  Tanaman pepaya merupakan perdu tinggi kurang lebih 10 meter, tidak berkayu, silindris, berongga, putih, kotor. Daun tunggal, bulat, ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi bertoreh, tepi bergerigi, diameter 25-75 cm, pertulangan menjari, panjang tangkai 25-100 cm, hijau. Bunga tunggal, bertekuk bintang, di ketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan yang serupa malai, kelopak kecil, kapala sari bertangkai pendek atau duduk, kuning, mahkota bentuk terompet, tepi bertajuk lima, bertabung panjang, putih kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima, duduk, bakal buah beruang satu, putih kekuningan. Biji bulat atau bulat panjang, kecil, bagian luar dibungkus selaput tipis yang berisi cairan, masih muda putih, setelah tua hitam. Akarnya tunggang, bercabang bulat, putih kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000).

  2.7.5 Kandungan kimia

  Daun, akar dan kulit batang tanaman pepaya mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid. Daun dan akar juga mengandung polifenol dan biji mengandung saponin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000). Buah mengandung beta karotene, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain, papayotimin papain. Biji mengandung glukosida cacirin, karpain. Getah mengandung papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamine, dan siklotransferase (Muchlisah, 2004).

  Pepaya memiliki komposisi gizi yang sangat beragam. Komposisi gizi buah, biji, dan daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 2.2

  15-24 3-4

  20-24 0,3-0,7

  0,8 142

Tabel 2.4 Kandungan dan komposisi gizi buah, biji, dan daun pepaya dalam tiap

  100 gram bahan Komposisi

  Kandungan Gizi Buah Mentah Buah Masak Biji Daun Pepaya

  Energi (kalori) 26 32-45 -

  74 Air (g) 92,1 87,1-90,8 - 77,5 Protein (g) 1,0 0,4-0,6 24,3 7,0 Lemak (g) 0,1 0,1 25,3 2,0 Karbohidrat (g) 6,2 8,3-11,8 32,5 11,3 Serat (g) 0,9 0,5-0,9 17,0 1,8 Mineral (mg)

  • Kalsium -

  Zat besi

  38 0,3

  20

  • Fosfor -

  7 215

  Natrium

  221-234

  16 652

  • 344
  • Kalium

  β-karoten (μg)

  15 710-1.050 - 11.565 Vitamin A (IU) 50,00 365,00 - 18250,00 Vitamin B (mg) 0,02 0,03-0,04 - 0,09 Vitamin B

  2 (mg) 0,03 0,03-0,05 - 0,48

  Vitamin B

  3 (mg) 0,3 0,3-0,4 - 2,1

  Vitamin C (mg) 40 52-73 - 140 Vitamin E (mg) - - - 136

  Sumber: Roshan, et al. (2014)

2.7.6 Khasiat tanaman

  Daun pepaya berkhasiat sebagai bahan obat malaria dan menambah nafsu makan. Akar dan biji berkhasiat sebagai obat cacing, getah buah berkhasiat untuk melancarkan pencernaan (Syamsuhidayat, dkk., 2000).

  Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa tanaman pepaya berkhasiat sebagai anti inflamasi dari ekstrak etanol akar pepaya (Adjirni, dkk., 2000), anti kanker dari ekstrak daun pepaya (Sukardiman, dkk., 2006), anti kanker dan imunomodulator dari ekstrak air daun pepaya (Otsuki, 2010), Antihiperlipidemia dari ekstrak metanol biji pepaya (Radha, et al., 2014), dan antibakteri dari ekstrak buah pepaya (Akujobi, et al., 2010).