Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.)

(1)

FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL

ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL DAUN

PEPAYA (Carica papaya L.)

SKRIPSI

OLEH:

CANDRA PRASETIA GINTING

NIM 091501164

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL

ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL DAUN

PEPAYA (Carica papaya L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CANDRA PRASETIA GINTING

NIM 091501164

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL ANTIOKSIDAN

DARI EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA

(Carica papaya

L.)

OLEH:

CANDRA PRASETIA GINTING

NIM 091501164

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 19 Desember 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001 NIP 195111021977102001

Pembimbing II

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001

Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. NIP 195011171980022001

Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. NIP 195112231980032002

Medan, Januari 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi Masker Gel Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan semua fasilitas sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi penulis dengan penuh tanggung jawab, kasih sayang, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Serta kepada Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., sebagai dosen penasihat akademik yang memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.


(5)

Bertinius Ginting dan Ibunda Saber Br Sembiring tercinta atas doa, dukungan, dan perhatian yang tiada hentinya kepada penulis. Ucapan terima kasih kepada teman-teman Farmasi S1 stambuk 2009 dan adik-adik stambuk 2010 serta 2011 yang selalu menyemangati penulis dalam melakukan penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini.

Medan, 19 Desember 2014

Penulis,

Candra Prasetia Ginting NIM 091501164


(6)

FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.)

ABSTRAK

Pepaya memiliki kandungan antioksidan yang tinggi seperti senyawa

flavonoid, α-tokoferol, dan asam askorbat yang dapat digunakan untuk mencegah

penuaan dini akibat radikal bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pepaya dan untuk memformulasi serta mengevaluasi efektifitas masker gel antioksidan dari ekstrak etanol daun pepaya sebagai antiaging.

Ekstrak etanol daun pepaya dibuat dengan cara maserasi, dipekatkan dengan alat penguap berputar (rotary evaporator), dan kemudian dikeringkan dengan pengering beku (freeze dryer). Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH . Formulasi masker gel dibuat dengan basis polivinil alkohol dengan konsentrasi 10% dan ekstrak etanol daun pepaya dengan konsentrasi 0,020; 0,059; 0,119; dan 0,178%. Evaluasi sediaan masker gel meliputi uji iritasi, aktivitas antioksidan, efektifitas masker gel sebagai anti aging, dan pengamatan perubahan konsistensi, warna, bau, pH, lama sediaan mengering, dan daya sebar selama penyimpanan 60 hari pada suhu kamar (30 ± 2oC). Pengukuran efektifitas anti aging dilakukan terhadap kulit 18 sukarelawan wanita umur 20-30 tahun sebelum dan setelah 15 menit penggunaan masker gel 1 kali seminggu selama 4 minggu.

Nilai IC50 dari ekstrak etanol daun pepaya sebesar 88,91 ppm. Hasil

evaluasi stabilitas sediaan menunjukkan bahwa semua sediaan masker gel stabil, pH masker gel mengalami penurunan tetapi masih berada pada rentang persyaratan pH untuk sediaan topikal. Daya sebar dan waktu yang dibutuhkan sediaan masker gel untuk mengering mengalami peningkatan. Hasil uji aktivitas antioksidan dan uji efektivitas antiaging menunjukkan bahwa sediaan masker gel dengan konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya 0,178% paling efektif. Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa sediaan masker gel tidak mengiritasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa masker gel dari ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan efek anti aging yang ditunjukkan dengan kadar air kulit yang meningkat, kulit semakin halus, pori semakin kecil, jumlah noda dan kerutan berkurang, serta kedalaman keriput semakin kecil.


(7)

FORMULATION OF ANTIOXIDANT GEL MASK

FROM ETHANOL EXTRACT OF PAPAYA LEAVES (Carica papaya L.) ABSTRACT

Papaya have a high content of antioxidants such as flavonoids, α- tocopherol, and ascorbic acid which can be used to prevent premature aging that is caused by free radicals. The aim of this study was to determine the antioxidant activity of ethanol extract of papaya leaves and formulated to evaluate the anti aging effect of a gel mask contains ethanol extract of papaya leaves.

Ethanol extract of papaya leaves was made by maceration, concentrated with a rotary evaporator, and then dried with a freeze dryer. Antioxidant activity assays performed with DPPH methode. Gel mask formulations was prepared with 10% polyvinyl alcohol and with the variation consentration of ethanol extract of the papaya leaves at level 0.020, 0.059, 0.119, and 0.178%. Evaluation of gel mask preparations included irritation test, antioxidant activity test, effectiveness gel mask as anti aging, and stability test of gel mask preparations covering changes in consistency, color, odor, pH, drying time, and spreadability during 60 days was determined at room temperature (30 ± 2oC). The measurement of anti aging activity was carried out on 18 women volunteer (20-30 years old) before and after 15 minute used gel mask once a week application for 4 weeks.

The IC50 values of ethanol extract of papaya leaves was 88.91 ppm. The

result showed that all gel mask preparation was stable in terms consistency, color, odor. pH gel mask was decreased but remained in the range of pH requirements for topical preparations. The spreadability and the drying time of gel mask was increased. The antioxidant activity and effectiveness of anti aging showed that the gel mask contains 0.178% ethanol extract of papaya leaves was the most effective. The irritation test results showed that the gel mask preparation was not irritating. The results concluded that gel mask from ethanol extract of papaya leaves was able to provide anti aging effects as indicated by increased the moisture, smoother the skin, smaller the pores, decreased the amount of spots and wrinkles, and reduced the depth of wrinkles.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit ... 5

2.1.1 Anatomi kulit ... 5

2.1.1.1 Lapisan epidermis ... 6

2.1.1.2 Lapisan dermis ... 7

2.1.1.3 Lapisan hipodermis ... 7

2.1.2 Fungsi kulit ... 8

2.1.3 Jenis kulit ... 9

2.2 Penuaan Dini (Premature aging) ... 10


(9)

2.2.2 Proses penuaan pada kulit ... 10

2.2.3 Tanda-tanda penuaan dini ... 11

2.3 Photoaging ... 13

2.4 Masker ... 15

2.4.1 Jenis-jenis masker ... 15

2.4.2 Mekanisme kerja masker ... 17

2.5 Skin Analyzer ... 18

2.6 Radikal Bebas dan Antioksidan ... 19

2.6.1 Radikal bebas ... 19

2.6.2 Antioksidan ... 20

2.6.2.1 Antioksidan primer ... 20

2.6.2.2 Antioksidan sekunder ... 21

2.6.2.3 Antioksidan tersier ... 21

2.6.3 Pengukuran Aktivitas Antioksidan secara in vitro ... 22

2.6.3.1 Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ... 22

2.6.3.2 Pelarut ... 24

2.6.3.3 Pengukuran absorbansi - panjang gelombang .... 24

2.6.3.4 Waktu pengukuran ... 24

2.7 Tanaman Pepaya ... 25

2.7.1 Taksonomi tanaman pepaya ... 25

2.7.2 Nama daerah ... 25

2.7.3 Ekologi dan penyebaran ... 25

2.7.4 Morfologi tanaman ... 26

2.7.5 Kandungan kimia ... 26

2.7.6 Khasiat tanaman ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 28


(10)

3.1.1 Alat-alat ... 28

3.1.2 Bahan-bahan ... 29

3.2 Sukarelawan ... 29

3.3 Sampel Tumbuhan ... 30

3.3.1 Pengambilan sampel ... 30

3.3.2 Identifikasi sampel ... 30

3.3.3 Pengolahan sampel ... 30

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 30

3.4.1 Besi (III) Klorida ... 30

3.4.2 Larutan HCl 2N ... 30

3.4.3 Timbal (II) asetat ... 31

3.4.4 Pereaksi Mayer ... 31

3.4.5 Perekasi Molish ... 31

3.4.6 Pereaksi Dragendorff ... 31

3.4.7 Larutan Kloralhidrat 70% ... 31

3.4.8 Larutan Pereaksi Asam Sulfat 2N ... 31

3.4.9 Pereaksi Bouchardat ... 31

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Bouchard ... 32

3.5 Pemeriksaan Karakterisitik Simplisia ... 32

3.5.1 Makroskopik ... 32

3.5.2 Mikroskopik ... 32

3.5.3 Penetapan kadar air ... 32

3.5.3.1 Penjenuhan toluen ... 32

3.5.3.2 Penetapan kadar air simplisia ... 33

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 33

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 34

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 34


(11)

3.6 Skrining Fitokimia ... 35

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida ... 35

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida ... 35

3.6.3 Pemeriksaan glikosida ... 35

3.6.4 Pemeriksaan saponin ... 36

3.6.5 Pemeriksaan tanin ... 36

3.6.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida ... 36

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol ... 37

3.8 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode Peredaman DPPH ... 37

3.8.1 Prinsip metode penangkapan radikal bebas DPPH ... 37

3.8.2 Pembuatan larutan induk DPPH (0,5 mM) ... 37

3.8.3 Pembuatan larutan blanko ... 38

3.8.4 Penetapan panjang gelombang maksimum DPPH ... 38

3.8.5 Pembuatan larutan induk sampel ... 38

3.8.6 Pembuatan larutan uji sampel ... 38

3.8.7 Pembuatan larutan induk vitamin C ... 38

3.8.8 Pembuatan larutan uji vitamin C ... 39

3.8.9 Penentuan persen peredaman ... 39

3.8.10 Penentuan nilai IC50 ... 39

3.9 Formulasi Sediaan Gel ... 40

3.9.1 Formula standar masker gel ... 40

3.9.2 Rancangan formula basis masker gel ... 40

3.9.3 Formulasi sediaan masker gel ... 41

3.10 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 42

3.10.1 Uji homogenitas ... 42

3.10.2 Pengamatan organoleptis ... 42


(12)

3.10.4 Pengujian waktu sediaan mengering ... 42

3.10.5 Pengujian daya sebar ... 43

3.10.6 Pengujian viskositas ... 43

3.10.7 Pengamatan stabilitas sediaan ... 43

3.11 Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Masker Gel ... 43

3.11.1 Pembuatan larutan induk DPPH (0,5 mM) ... 44

3.11.2 Pembuatan larutan uji ... 44

3.11.3 Uji peredaman radikal bebas terhadap DPPH ... 44

3.12 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 45

3.13 Pengujian Efektivitas Anti-aging ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Bahan Tumbuhan ... 47

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia ... 47

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik ... 47

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 47

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 47

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... 48

4.4 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia ... 49

4.5 Hasil aPengujian aAktivitas Antioksidan adengan aMetode Peredaman DPPH ... 49

4.5.1 Penetapan panjang gelombang maksimum DPPH ... 49

4.5.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan sampel ... 50

4.5.3 Hasil analisis peredaman DPPH oleh sampel uji dan vitamin C ... 51

4.5.4 Analisis nilai IC50 (Inhibitory Concentration) sampel uji dan vitamin C ... 52

4.6 Pembuatan Sediaan Masker Gel ... 53

4.7 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 54


(13)

4.7.2 Evaluasi stabilitas sediaan ... 54

4.8 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 57

4.9 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-Aging ... 57

4.9.1 Kadar air (Moisture) ... 58

4.9.2 Kehalusan (Evenness) ... 61

4.9.3 Besar pori (Pore) ... 65

4.9.4 Banyaknya noda (Spot) ... 68

4.9.5 Keriput (Wrinkle) ... 72

4.6.6 Kedalaman keriput (Wrinkle’s Depth ) ... 75

4.10 Hasil Analisis Nilai IC50 (Inhibitory Concentration) Sediaan Masker Gel ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan anatomi pada epidermis ... 14

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada dermis ... 15

Tabel 2.3 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 18

Tabel 2.4 Kandungan dan komposisi gizi buah, biji, dan daun pepaya dalam tiap 100 gram bahan ... 27

Tabel 3.1 Formula sediaan masker gel ... 41

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun pepaya 48

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia daun pepaya ... 48

Tabel 4.3 Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh ekstrak etanol daunpepaya ... 51

Tabel 4.4 Hasil analisis peredaman radikal bebas oleh vitamin C ... 51

Tabel 4.5 Hasil persamaan regresi linier yang diperoleh dari ekstrak etanoldaun pepaya dan vitamin C ... 52

Tabel 4.6 Nilai IC50 ekstrak etanol daun pepaya dan vitamin C ... 52

Tabel 4.7 Hasil pengamatan sediaan masker gel secara visual ... 53

Tabel 4.8 Hasil evaluasi stabilitas sediaan masker gel ... 56

Tabel 4.9 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 57

Tabel 4.10 Tabel hasil pengukuran kadar air pada kulit sukarelawan ... 58

Tabel 4.11 Data hasil pengukuran kehalusan pada kulit sukarelawan ... 61

Tabel 4.12 Data hasil pengukuran besar pori pada kulit sukarelawan ... 65

Tabel 4.13 Data hasil pengukuran noda pada kulit sukarelawan ... 69

Tabel 4.14 Data hasil pengukuran keriput pada kulit sukarelawan ... 72

Tabel 4.15 Data hasil pengukuran kedalaman keriput pada kulit sukarelawan ... 75


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Penampang kulit ... 5 Gambar 2.2 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal

dari antioksidan ... 23 Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam

metanol secara spektrofotometri visibel ... 49 Gambar 4.2 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun

pepaya ... 50 Gambar 4.3 Grafik pengaruh pemakaian masker gel terhadap kadar air

kulit sukarelawan ... 59 Gambar 4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kadar air

kulit sukarelawan ... 60 Gambar 4.5 Grafik pengaruh pemakaian masker gel terhadap

persentase kadar air kulit sukarelawan ... 63 Gambar 4.6 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap peningkatan

kehalusan kulit sukarelawan ... 63 Gambar 4.7 Grafik pengaruh pemakaian masker gel terhadap besar

pori-pori kulit sukarelawan ... 66 Gambar 4.8 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap

pengurangan ukuran pori-pori kulit sukarelawan ... 67 Gambar 4.9 Grafik pengaruh pemakaian masker gel terhadap jumlah

noda kulit sukarelawan ... 70 Gambar 4.10 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah noda

kulit sukarelawan ... 70 Gambar 4.11 Grafik pengaruh pemakaian masker gel terhadap jumlah

keriput kulit sukarelawan ... 73 Gambar 4.12 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah

keriput kulit sukarelawan ... 74 Gambar 4.13 Grafik pengaruh pemakaian masker gel terhadap

kedalaman keriput kulit sukarelawan ... 76 Gambar 4.14 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kedalaman

keriput kulit sukarelawan ... 77 Gambar 4.15 Grafik pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai IC50 .... 79


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat hasil identifikasi sampel ... 89

Lampiran 2 Gambar tumbuhan pepaya ... 90

Lampiran 3 Gambar makroskopik daun pepaya ... 91

Lampiran 4 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun pepaya ... 92

Lampiran 5 Gambar sediaan masker gel ekstrak etanol daun pepaya ... 93

Lampiran 6 Gambar hasil uji homogenitas ... 94

Lampiran 7 Gambar alat ... 95

Lampiran 8 Bagan penyiapan sampel ... 99

Lampiran 9 Bagan ekstraksi daun pepaya (Carica papaya L.) ... 100

Lampiran 10 Perhitungan pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun pepaya ... 101

Lampiran 11 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pepaya 105

Lampiran 12 Hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C ... 108

Lampiran 13 Hasil uji aktivitas antioksidan sediaan masker gel ekstrak etanol daun pepaya ... 111

Lampiran 14 Perhitungan persentase ekstrak etanol daun pepaya untuk pembuatan masker gel berdasarkan IC100 ... 115

Lampiran 15 Surat pernyataan persetujuan (Informed Consent) ... 116

Lampiran 16 Gambar hasil uji efektivitas anti-aging ... 117

Lampiran 17 Data hasil uji efektivitas anti-aging ... 120


(17)

FORMULASI SEDIAAN MASKER GEL ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.)

ABSTRAK

Pepaya memiliki kandungan antioksidan yang tinggi seperti senyawa

flavonoid, α-tokoferol, dan asam askorbat yang dapat digunakan untuk mencegah

penuaan dini akibat radikal bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun pepaya dan untuk memformulasi serta mengevaluasi efektifitas masker gel antioksidan dari ekstrak etanol daun pepaya sebagai antiaging.

Ekstrak etanol daun pepaya dibuat dengan cara maserasi, dipekatkan dengan alat penguap berputar (rotary evaporator), dan kemudian dikeringkan dengan pengering beku (freeze dryer). Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH . Formulasi masker gel dibuat dengan basis polivinil alkohol dengan konsentrasi 10% dan ekstrak etanol daun pepaya dengan konsentrasi 0,020; 0,059; 0,119; dan 0,178%. Evaluasi sediaan masker gel meliputi uji iritasi, aktivitas antioksidan, efektifitas masker gel sebagai anti aging, dan pengamatan perubahan konsistensi, warna, bau, pH, lama sediaan mengering, dan daya sebar selama penyimpanan 60 hari pada suhu kamar (30 ± 2oC). Pengukuran efektifitas anti aging dilakukan terhadap kulit 18 sukarelawan wanita umur 20-30 tahun sebelum dan setelah 15 menit penggunaan masker gel 1 kali seminggu selama 4 minggu.

Nilai IC50 dari ekstrak etanol daun pepaya sebesar 88,91 ppm. Hasil

evaluasi stabilitas sediaan menunjukkan bahwa semua sediaan masker gel stabil, pH masker gel mengalami penurunan tetapi masih berada pada rentang persyaratan pH untuk sediaan topikal. Daya sebar dan waktu yang dibutuhkan sediaan masker gel untuk mengering mengalami peningkatan. Hasil uji aktivitas antioksidan dan uji efektivitas antiaging menunjukkan bahwa sediaan masker gel dengan konsentrasi ekstrak etanol daun pepaya 0,178% paling efektif. Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa sediaan masker gel tidak mengiritasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa masker gel dari ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan efek anti aging yang ditunjukkan dengan kadar air kulit yang meningkat, kulit semakin halus, pori semakin kecil, jumlah noda dan kerutan berkurang, serta kedalaman keriput semakin kecil.


(18)

FORMULATION OF ANTIOXIDANT GEL MASK

FROM ETHANOL EXTRACT OF PAPAYA LEAVES (Carica papaya L.) ABSTRACT

Papaya have a high content of antioxidants such as flavonoids, α- tocopherol, and ascorbic acid which can be used to prevent premature aging that is caused by free radicals. The aim of this study was to determine the antioxidant activity of ethanol extract of papaya leaves and formulated to evaluate the anti aging effect of a gel mask contains ethanol extract of papaya leaves.

Ethanol extract of papaya leaves was made by maceration, concentrated with a rotary evaporator, and then dried with a freeze dryer. Antioxidant activity assays performed with DPPH methode. Gel mask formulations was prepared with 10% polyvinyl alcohol and with the variation consentration of ethanol extract of the papaya leaves at level 0.020, 0.059, 0.119, and 0.178%. Evaluation of gel mask preparations included irritation test, antioxidant activity test, effectiveness gel mask as anti aging, and stability test of gel mask preparations covering changes in consistency, color, odor, pH, drying time, and spreadability during 60 days was determined at room temperature (30 ± 2oC). The measurement of anti aging activity was carried out on 18 women volunteer (20-30 years old) before and after 15 minute used gel mask once a week application for 4 weeks.

The IC50 values of ethanol extract of papaya leaves was 88.91 ppm. The

result showed that all gel mask preparation was stable in terms consistency, color, odor. pH gel mask was decreased but remained in the range of pH requirements for topical preparations. The spreadability and the drying time of gel mask was increased. The antioxidant activity and effectiveness of anti aging showed that the gel mask contains 0.178% ethanol extract of papaya leaves was the most effective. The irritation test results showed that the gel mask preparation was not irritating. The results concluded that gel mask from ethanol extract of papaya leaves was able to provide anti aging effects as indicated by increased the moisture, smoother the skin, smaller the pores, decreased the amount of spots and wrinkles, and reduced the depth of wrinkles.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat terbebas dari senyawa radikal bebas. Asap rokok, makanan yang dibakar, paparan sinar matahari berlebih, obat-obatan tertentu, pestisida, dan polusi udara merupakan beberapa sumber pembentuk senyawa radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Elektron-elektron yang tidak berpasangan ini menyebabkan radikal bebas menjadi senyawa yang sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh (Pietta, 2000). Radikal bebas akan berikatan dengan komponen sel untuk menjadi stabil, sehingga akan merusak komponen sel seperti lemak, protein, dan asam nukleat. Kerusakan komponen sel menyebabkan penuaan dini pada kulit yang ditandai dengan kulit kering, keriput, kusam, dan

muncul flek-flek hitam (Elsner dan Maibach, 2000).

Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering

dilakukan untuk mengatasi proses penuaan kulit (anti-aging) (Ardhie, 2011).

Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menetralkan dan meredam radikal bebas dan menghambat terjadinya oksidasi pada sel sehingga mengurangi

terjadinya kerusakan sel (Hernani dan Raharjo, 2005). Tubuh manusia tidak

mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas yang berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan dari luar. Berdasarkan sumber perolehannya, antioksidan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami


(20)

lebih banyak diamati dibandingkan dengan antioksidan sintetik, karena antioksidan sintetik dikhawatirkan memiliki efek samping, sehingga antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Panjaitan, et al., 2014).

Antioksidan alami bisa diperoleh dari sayuran, buah-buahan, dan sumber

lainnya salah satunya adalah daun pepaya (Carica papaya L.). Tanaman pepaya

terkenal sebagai tanaman obat di berbagai belahan dunia. Manfaatnya sebagai obat alami bisa diperoleh dari hampir seluruh bagian tanaman pepaya. Daun

pepaya telah terbukti mengandung α- tokoferol, asam askorbat, dan flavonoid

yang berpotensi sebagai antioksidan yang bekerja dengan cara menangkap radikal

bebas (free radical scavenger), kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya

(Otsuki, et al., 2010).

Pemanfaatan efek antioksidan pada sediaan yang ditujukan untuk kulit wajah lebih baik bila diformulasikan dalam bentuk sediaan kosmetika topikal dibandingkan oral (Draelos, et al., 2006; Pouillot, et al., 2011). Kosmetika wajah tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker. Bentuk sediaan masker yang banyak terdapat di pasaran adalah bentuk pasta atau serbuk, sedangkan sediaan masker bentuk gel masih jarang dijumpai, padahal masker bentuk gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya penggunaan yang mudah, serta mudah untuk dibilas dan dibersihkan. Selain itu, dapat juga diangkat atau dilepaskan seperti membran elastis (Rieger, 2000).

Berdasarkan informasi di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan ekstrak etanol daun pepaya dalam formulasi


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktivitas antioksidan secara in vitro?

b. Apakah ekstrak etanol daun pepaya dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan masker gel?

c. Apakah masker gel ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktivitas antioksidan secara in-vitro?

d. Apakah masker gel ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan efek anti-aging pada kulit sukarelawan?

e. Apakah masker gel ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan perubahan kondisi kulit setelah digunakan?

1.3 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ekstrak etanol daun pepaya dapat bertindak sebagai antioksidan secara in-vitro.

b. Ekstrak etanol daun pepaya dapat diformulasi dalam sediaan masker gel. c. Masker gel ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktifitas antioksidan

secara in-vitro.

d. Masker gel ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan efek anti -aging pada kulit sukarelawan.


(22)

e. Masker gel ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan perubahan kondisi kulit setelah digunakan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun pepaya dapat bertindak sebagai antioksidan.

b. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun pepaya dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan masker gel.

c. Untuk mengetahui apakah masker gel ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktifitas antioksidan secara in-vitro.

d. Untuk mengetahui apakah masker gel ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan efek anti-aging pada kulit sukarelawan.

e. Untuk mengetahui apakah masker gel ekstrak etanol daun pepaya mampu memberikan perubahan kondisi kulit setelah digunakan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi tentang kegunaan ekstrak etanol daun pepaya sebagai antioksidan sehingga dapat memberi kontribusi dalam mengatasi penuaan dini akibat radikal bebas melalui pemanfaatan daun pepaya (Carica papaya L) yang diformulasi dalam sediaan masker gel sehingga penggunaannya menjadi lebih praktis.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit adalah bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang terluas yaitu sekitar 2 m² dengan berat kira-kira 16% dari berat badan (Tortora dan Derrickson, 2014). Sebagai bagian tubuh yang paling kelihatan, kulit menjadi sumber kecantikan dan daya pikat dari seseorang. Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai pengaruh buruk yang datang dari luar (Tranggono and Latifah, 2007). Hal mengagumkan lain dari kulit adalah kemampuannya untuk terus melakukan regenerasi, mengganti sel-sel kulit mati dengan sel-sel kulit baru. Dengan peran yang begitu penting, sudah selayaknya kulit senantiasa dijaga dan dipelihara kesehatannya (Achroni, 2012).

2.1.1 Anatomi kulit


(24)

Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan hipodermis (Washington, et al., 2003).

2.1.1.1 Lapisan epidermis

Lapisan kulit yang paling luar disebut epidermis. Pada berbagai bagian tubuh, epidermis memiliki ketebalan yang berbeda, paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut (Tranggono and Latifah, 2007). Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (Tortora dan Derrickson, 2014).

Stratum korneum merupakan lapisan paling luar di permukaan kulit, terdiri atas sel pipih, mengalami keratinisasi sempurna dan tak berinti (korneosit) yang secara terus-menerus terlepas dalam bentuk sisik-sisik kecil. Lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung lembab tipis bersifat asam disebut mantel asam kulit (Tranggono and Latifah, 2007). Lapisan stratum lusidum berada tepat di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Lapisan stratum granulosum terdiri atas sel-sel bergranula yang lama-kelamaan akan mati, kemudian terdorong ke atas menjadi bagian lapisan tanduk. Lapisan stratum spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar (Achroni, 2012). Lapisan stratum basale merupakan lapisan yang mengandung sel-sel yang aktif membelah diri untuk membentuk sel-sel kulit baru, menggantikan sel-sel mati pada lapisan korneum, pada lapisan ini juga terdapat melanosit yang menghasilkan pigmen melanin (Tortora dan Derrickson, 2014).


(25)

2.1.1.2 Lapisan dermis

Dermis (corium) merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3 - 5 mm. Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak (Tranggono and Latifah, 2007).

a) Kolagen

Merupakan komponen serat utama dari kulit yang memberikan ketahanan dan daya lentur pada kulit (Bauman and Saghari, 2009). Kolagen merupakan protein fibrous, 70 - 80% dari berat dermis kering, dan merupakan komponen terpenting dari dermis (Jain, 2012). Kolagen disintesa dalam fibroblas dalam bentuk prekursor kolagen yaitu prokolagen. Kolagen dihancurkan oleh metalloproteinase, sintesisnya dirangsang oleh asam retinoat, dihambat oleh radiasi ultraviolet (Jain, 2012 ).

b) Elastin

Elastin merupakan komponen yang membentuk serat elastis, sehingga bagian dermis dapat meregang dengan mudah ketika diberi tekanan dan dapat kembali ke bentuk awal ketika tekanan dihilangkan (Washington, et al., 2003). Radiasi ultraviolet pada dermis akan menyebabkan terjadinya dermal elastosis, yaitu serabut elastin kulit menjadi kasar, menebal dan kaku (Jain, 2012 ).

2.1.1.3 Lapisan hipodermis

Lapisan hipodermis terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah, dan serabut saraf. Lapisan ini berfungsi untuk menjaga suhu tubuh, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi (Achroni, 2012).


(26)

2.1.2 Fungsi kulit

Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari kulit, yaitu: a. Proteksi

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, dapat berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Selain itu, mantel asam kulit dapat berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri di kulit. b. Termoregulasi kulit

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas. c. Persepsi sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indra terhadap adanya rangsangan dari luar. Rangsangan tersebut kemudian diterima oleh reseptor-reseptor dan


(27)

diteruskan ke sistem saraf pusat yang selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri. Reseptor-reseptor yang bertanggung jawab terhadap adanya rangsangan tersebut antara lain Meissner sebagai reseptor raba, Pacini sebagai reseptor tekanan, Ruffini dan Krauss sebagai reseptor suhu, dan Nerveus End Plate sebagai reseptor nyeri.

d. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur, yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam air.

2.1.3 Jenis kulit

Pada umumnya, keadaan kulit dibagi menjadi 3 jenis (Tranggono dan Latifah, 2007):

a) Kulit normal

Kulit normal merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup. b) Kulit berminyak

Kulit berminyak adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya pori-pori kulit besar sehingga kesannya kasar dan lengket.

c) Kulit kering

Kulit kering adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat kerutan.


(28)

2.2 Penuaan Dini (Premature Aging)

Menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya (Cunningham, 2003). Setiap manusia tentu ingin terlihat muda tetapi proses menua secara perlahan-lahan berjalan terus dan kulit merupakan salah satu jaringan tubuh yang secara langsung memperlihatkan terjadinya proses menua. Proses menua ini antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda (Tranggono dan latifah, 2007).

2.2.1 Pengertian penuaan dini

Penuaan dini merupakan proses penuaan kulit yang lebih cepat dari seharusnya (Bogadenta, 2012). Proses penuaan dini dapat terjadi saat memasuki usia 20 – 30 tahun. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28 – 30 hari. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari. Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia (Noormindhawati, 2013). 2.2.2 Proses penuaan pada kulit

Proses menua atau aging merupakan proses biologis yang terjadi secara alami dan mengenai semua makhluk hidup, meliputi seluruh organ tubuh seperti jantung, paru, otak, ginjal, termasuk kulit (Cunningham, 2003; Yaar dan Gilchrest, 2007). Perubahan-perubahan yang terjadi pada penuaan kulit seperti kulit menjadi kering, kasar, kendor, dan keriput akan sangat mempengaruhi penampilan seseorang dan secara langsung akan memperlihatkan gambaran bahwa seseorang telah memasuki usia senja. Saat mulai terjadinya proses penuaan kulit tidak sama pada setiap orang. Pada orang tertentu dapat terjadi sesuai dengan


(29)

usianya, tetapi pada sebagian orang proses penuaan pada kulit dapat terjadi lebih cepat dan dapat juga terjadi lebih lambat dibandingkan dengan usianya (Bauman dan Saghari, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa proses penuaan pada setiap individu bergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi proses penuaan tersebut. Penuaan kulit terjadi karena dua proses yang saling berkaitan, yaitu:

a. Proses menua intrinsik (intrinsic aging; true aging; chronologic aging)

Proses menua intrinsik merupakan proses menua yang berlangsung secara alamiah, disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik, hormonal, dan rasial. Perubahan kulit terjadi secara menyeluruh dan perlahan-lahan sejalan dengan bertambahnya usia dan proses ini tidak dapat dihindari (Bauman dan Saghari, 2009; Yaar dan Gilchrest, 2007).

b. Proses menua ekstrinsik (extrinsic aging; photoaging; premature aging) Proses menua ekstrinsik merupakan proses menua yang terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh atau faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban udara, suhu, polusi, dan berbagai faktor eksternal lain yang dapat mempercepat proses penuaan kulit (Bauman dan Saghari, 2009). Perubahan kulit yang terjadi tidak menyeluruh dan tidak sesuai dengan usia sebenarnya. 2.2.3 Tanda-tanda penuaan dini

Proses menua menyebabkan perubahan fisiologik kulit yang dapat terlihat tandanya terutama pada wajah, ini dapat dipakai sebagai tanda klinis penuaan:

a. Kulit kering

Kulit menjadi kering disebabkan berkurangnya kadar air di dalam lapisan atas kulit dan menurunnya fungsi kelenjar minyak dan kelenjar keringat, serta terjadinya penguapan air yang berlebihan (Yaar dan Gilchrest, 2007).


(30)

b. Kulit kasar dan bersisik

Permukaan kulit yang kasar dan kusam terjadi karena berkurangnya kemampuan kulit untuk melepaskan sel kulit mati untuk diganti dengan sel kulit baru. Selain itu terjadi kelainan proses keratinisasi dan perubahan ukuran serta bentuk sel lapisan tanduk, sebagian berkelompok dan mudah lepas sehingga terlihat sebagai sisik yang kasar (Yaar dan Gilchrest, 2007). c. Keriput

Kulit kendur, timbul kerutan, dan lipatan kulit disebabkan oleh perubahan serabut kolagen dan serabut elastin yang menjaga kelenturan kulit menjadi kaku, tidak lentur sehingga kehilangan elastisitasnya. Selain itu, terjadi atrofi tulang dan otot, jaringan lemak subkutan berkurang disertai lapisan kulit yang tipis, menyokong terbentuknya kerutan-kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang nyata (Yaar dan Gilchrest, 2007).

d. Bercak pigmentasi

Bercak pigmentasi yang tidak merata di permukaan kulit disebabkan oleh penimbunan pigmen melanin yang tidak teratur di dalam sel basal. Hal ini akibat perubahan pada distribusi pigmen melanin serta berkurangnya proliferasi dan fungsi melanosit (Ebanks, et al., 2009). Bercak pigmentasi seringkali terlihat di wajah atau bagian tubuh lain yang paling sering terpajan sinar matahari (Darmawan, 2013).

e. Pori-pori kulit membesar

Pembesaran pori-pori juga terkait dengan penuaan dini. Seiring dengan bertambahnya usia, pori-pori akan semakin besar akibat penumpukan sel kulit mati (Bogadenta, 2012).


(31)

2.3 Photoaging

Kulit merupakan organ tubuh yang secara langsung terpajan sinar ultraviolet dari matahari. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar ultraviolet dibagi menjadi UVA (320 - 400 nm), UVB (290 - 320 nm) dan UVC (200 - 290 nm). Radiasi UVC tidak mencapai permukaan bumi karena seluruhnya diserap oleh lapisan ozon. Lapisan ozon di permukaan bumi juga menghambat sekitar 95% sinar UVB. Sebanyak 95 - 98% radiasi ultraviolet yang mencapai permukaan bumi terdiri dari UVA, sedangkan sisanya sekitar 2 - 5% adalah sinar UVB (Wang, et al., 2010).

Sinar UVB terutama memicu produksi anion superoksida (+O2-) melalui aktivasi nicotinamide adenin dinucleotide phosphate (NADPH) oksidase dan rantai reaksi pernafasan di mitokondria. Sedangkan UVA terutama memicu terbentuknya 1O2. Selain melalui aktivasi NADPH oksidase, 1O2 juga dibentuk

melalui reaksi fotokimiawi saat UVA diabsorpsi oleh riboflavin dan porfirin. Kromofor adalah berbagai substansi pada kulit yang mampu menyerap UV. Sinar UVB yang diserap oleh DNA, akan menyebabkan kerusakan langsung, sedangkan kromofor penyerap UVA akan menimbulkan kerusakan melalui pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS). Oksigen tunggal yang merupakan ROS utama di permukaan kulit ini, dapat menyerang membran sel dan selanjutnya membentuk ROS yang baru (Masaki, 2010).

ROS berperan penting pada metabolisme kolagen, tidak saja langsung menghancurkan kolagen, tetapi juga menginduksi sekelompok enzim yang bertanggung jawab dalam degradasi kolagen, sehingga mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Fisher, 2002). ROS juga dapat menyebabkan efek paradoksikal


(32)

karena dapat menimbulkan depigmentasi maupun hiperpigmentasi. Di sisi lain, kerusakan DNA yang menstimulasi produksi pigmen pada sel melanosit melalui peningkatan kadar tirosinase akan memicu pigmentasi (Masaki, 2010).

Paparan sinar matahari, terutama sinar UVB dapat menghambat proliferasi fibroblas, menghambat sintesis kolagen, merusak kolagen menjadi patahan-patahan serabut kolagen akibat meningkatnya aktifitas matrix metalloproteinase. Patahan serabut kolagen tersebut terbukti dapat menghambat sintesis kolagen lebih lanjut. Menurunnya aktivitas fibroblas dan kerusakan pada serabut kolagen menyebabkan penuaan dini pada kulit yang terpapar sinar matahari (Brennan, et al., 2003; Ichihashi, et al., 2009).

Perubahan karakteristik dalam photoaging dan Instrinsic aging yang timbul pada epidermis dan dermis dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 Perbedaan anatomi pada epidermis

Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat instrinsic aging

Lapisan Dermis -Tebal -Tipis

Sel-sel epidermis (keratonosit)

-Sel-sel tidak seragam -Sel-sel terdistribusi tidak

merata

-Pembesaran berkala

-Sel-sel seragam

-Sel-sel terdistribusi secara merata

-Pembesaran sel mendadak Stratum korneum -Peningkatan lapisan sel

-Ukuran serta bentuk korneosit bervariasi

-Lapisan sel normal -Ukuran dan bentuk

korneosit seragam Melanosit -Peningkatan jumlah sel

-Sel-sel bervariasi -Peningkatan produksi

melanosom

-Pengurangan jumlah sel -Sel-sel seragam

-Penurunan produksi melanosom

Sel-sel langerhans -Pengurangan sel dalam jumlah yang besar -Sel-sel bervariasi

-Pengurangan sel dalam jumlah yang kecil -Sel-sel seragam


(33)

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada dermis

Bagian Kulit Photoaging Instrinsik aging

Jaringan elastis -Meningkat secara drastis -Berubah menjadi massa

yang tidak berbentuk

- Meningkat tetapi masih dalam keadaan normal Kolagen -Serat kolagen dan jaringan

ikat menurun jumlahnya

- Serat kolagen tidak beraturan, jaringan ikat menebal

Retikular dermis : Fibroblast

Sel mast Sel inflamasi

-Semakin tebal -Meningkat dan aktif -Meningkat

-Berperan

- Semakin tipis

- Menurun dan tidak aktif - Menurun

- Tidak berperan

Pembuluh kapiler -Abnormal - Normal

Sumber: Mitsui (1997). 2.4 Masker

Masker merupakan salah satu pembersih kulit wajah yang efektif. Masker termasuk kosmetik depth cleansing yaitu kosmetik yang bekerja secara mendalam karena dapat mengangkat sel-sel kulit mati. Masker memiliki banyak kegunaan, terutama untuk mengencangkan kulit, mengangkat sel-sel tanduk yang sudah siap mengelupas, memberi kelembaban dan nutrisi pada kulit, memperbaiki tekstur wajah, meremajakan kulit, mencerahkan warna kulit, mengecilkan pori-pori, membersihkan pori-pori kulit wajah yang tersumbat kotoran, menyegarkan wajah karena akan memberi efek rileks otot-otot wajah (Septiari, 2014). Sebaiknya, penggunaan masker dilakukan 1 minggu sekali (Wirakusumah, 2007).

2.4.1 Jenis-jenis masker

Banyak jenis masker yang saat ini beredar di pasaran, diantaranya: a. Masker bubuk

Masker ini berupa bubuk yang harus dicampur dengan air terlebih dulu hingga kental, sebelum diaplikasikan pada wajah yang kulitnya normal.


(34)

Masker bubuk memiliki tingkat kerapatan yang tinggi, sehingga tidak cocok digunakan untuk kulit sensitif atau yang sedang mengalami iritasi (Basuki, 2003).

b. Masker krim

Masker krim adalah gabungan untuk perawatan tertentu seperti facial. Masker krim baik untuk kulit kering, karena fungsi masker ini bisa mengangkat kulit mati dan melembabkan kulit (I & D creative, 2010). c. Masker gel

Masker gel termasuk salah satu masker yang praktis, karena setelah kering masker tersebut bisa langsung diangkat tanpa perlu dibilas Masker ini biasa dikenal dengan masker peel off. Manfaat masker gel antara lain dapat mengangkat kotoran dan sel kulit mati agar kulit bersih dan segar. Masker ini juga dapat mengembalikan kesegaran dan kelembutan kulit, bahkan dengan pemakaian teratur dapat mengurangi kerutan halus pada kulit wajah. Cara kerja masker peel off ini berbeda dengan masker jenis lain. Ketika dilepaskan, biasanya kotoran serta sel-sel kulit mati akan ikut terangkat (Basuki, 2003).

d. Masker kertas/ kain

Masker kertas biasanya berbentuk lembaran menyerupai wajah dengan beberapa lubang di bagian mata, lubang hidung, dan mulut. Sedangkan masker kain berupa gulungan kecil yang harus diuraikan. Masker kertas maupun kain harus dicelup atau dibasahi dengan cairan tertentu sesuai dengan kebutuhan kulit, antara lain berupa minyak esensial, pelembab


(35)

berbentuk cairan, dan serum khusus untuk wajah yang dapat mengangkat kotoran, menghaluskan kulit serta mencerahkan kulit (Basuki, 2003). e. Masker topeng

Masker topeng berlubang dibagian mata dan mulut. Tekstur masker topeng juga lentur sehingga dapat menyesuaikan dengan lekuk-lekuk wajah (Basuki, 2003).

f. Masker clay

Masker clay dikenal sebagai produk perawatan wajah yang ampuh untuk membersihkan pori-pori tersumbat. Masker ini cocok untuk kulit berminyak karena kemampuannya menyerap kandungan minyak pada wajah sekaligus mengencangkan permukaan kulit (Gayatri, 2010)

2.4.2 Mekanisme kerja masker

Masker yang diaplikasikan pada wajah menyebabkan suhu kulit wajah meningkat sehingga peredaran darah menjadi lebih lancar dan pengantaran zat-zat gizi ke lapisan permukaan kulit dipercepat, sehingga kulit muka terlihat lebih segar. Karena terjadinya peningkatan suhu dan peredaran darah yang lebih lancar, maka fungsi kelenjar kulit meningkat, kotoran dan sisa metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit untuk kemudian diserap oleh lapisan masker yang mengering. Cairan yang berasal dari keringat dan sebagian cairan masker diserap oleh lapisan tanduk, meskipun masker mengering, lapisan tanduk tetap kenyal, bahkan sifat ini menjadi lebih baik setelah masker diangkat, terlihat keriput kulit berkurang, sehingga kulit muka tidak saja halus tetapi juga kencang. Setelah masker diangkat, bagian cairan yang telah diserap oleh lapisan tanduk akan menguap akibatnya terjadi penurunan suhu kulit sehingga menyegarkan kulit.


(36)

2.5 Skin Analyzer

Perawatan kulit sedini mungkin dapat mencegah efek penuaan, pada analisa konvensional diagnose dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo, 2012). Pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer yaitu moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), dan kedalam keriput (Aramo, 2012). Parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Parameter Interpretasi Hasil

Moisture (% kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0 – 29 30 – 50 51- 100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0 – 31 32 – 51 52 – 100

Pore (Pori)

Kecil Beberapa besar Sangat besar

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Spot (Noda)

Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0 – 19 20 – 39 40 – 100

Wrinkle (Keriput)

Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput

0 – 19 20 – 52 53 – 100


(37)

2.6 Radikal Bebas dan Antioksidan

Kulit secara alami memiliki kemampuan untuk membatasi kerusakan yang disebabkan oleh pajanan sinar ultraviolet seperti melalui penghamburan cahaya oleh stratum korneum, penyerapan cahaya oleh melanin, perbaikan DNA (DNA repair), dan melalui sistem antioksidan yang berfungsi mempertahankan keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan (Yin dan Hamblin, 2013). 2.6.1 Radikal bebas

Radikal bebas adalah senyawa kimia yang reaktif dan tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada molekul tubuh (Pangkahila, 2007).

Radikal bebas menyebabkan kerusakan pada kulit, seperti menurunkan kinerja zat-zat dalam tubuh, misalnya enzim yang bekerja mempertahankan fungsi sel (enzim protektif), menimbulkan kerusakan protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan jaringan elastin, dan mengganggu distribusi melanin. Kerusakan-kerusakan tersebut menyebabkan kulit menebal, kaku, tidak elastis, keriput, pucat, dan kering, serta timbulnya bercak kehitaman atau kecoklatan (Fisher, 2002; Elsner dan Maibach, 2000).

Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) dan juga dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen berasal dari proses biokimia yang berlangsung di dalam mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Ketika sel membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi, timbul radikal bebas sebagai akibat dari produksi adenosine triphosphate (ATP) oleh mitokondria. Hasil akhirnya berupa ROS, yang mempunyai dua sifat yang berlawanan, racun dan komponen yang berguna (Huy, et al., 2008).


(38)

Pembentukan ROS terjadi pada rantai respirasi, fagositosis, sintesa prostaglandin, dan sistem sitokrom P450 (Huy, et al., 2008).

Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari polusi udara dan air, asap rokok, alkohol, logam berat (Cd, Hg, Pb, Fe, As), radiasi ultraviolet, obat-obatan tertentu (cyclosporine, tacrolimus, gentamycin, bleomycin), pestisida, dan proses memasak (daging asap, penggunaan minyak, lemak) (Huy, et al., 2008).

2.6.2 Antioksidan

Antioksidan adalah zat atau senyawa alami yang dapat melindungi sel tubuh dari kerusakan dan penuaaan yang disebabkan oleh radikal bebas (Lingga, 2012). Secara alami tubuh kita memiliki antioksidan endogen yang dihasilkan sendiri oleh tubuh. Kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, tergantung pola hidup yang dijalani masing-masing individu, serta faktor usia. Sistem pertahanan tubuh yang utama dilakukan oleh antioksidan endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan eksogen. Antioksidan endogen merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau disebut pula sebagai antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas antioksidan sekunder, tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger), dan pengikat logam (chelator atau sequestrans) (Lingga, 2012).

2.6.2.1 Antioksidan primer

Antioksidan primer berbentuk enzim sehingga disebut juga sebagai antioksidan enzimatis. Antioksidan primer bekerja secara cepat memberikan atom hidrogen kepada senyawa radikal, sehingga berubah menjadi stabil (Lingga, 2012). Antioksidan primer seperti superoxide dismutase (SOD), catalase,


(39)

glutathion peroksidase (GPx) merupakan antioksidan enzimatik utama yang terlibat langsung dalam menetralkan ROS (Huy, et al., 2008).

Radikal bebas oksigen atau superoksid dinetralkan oleh SOD menjadi H2O2. Enzim catalase menetralkan H2O2 dengan menguraikannya menjadi air dan

oksigen. Sedangkan glutathion peroksidase berfungsi seperti katalase menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen (Huy, et al., 2008).

2.6.2.2 Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan non-enzimatis, berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga menghindari kerusakan sel yang lebih parah (Lingga, 2012). Antioksidan ini dibagi menjadi antioksidan metabolik dan antioksidan nutrient.

Antioksidan metabolik yang termasuk antioksidan endogen diproduksi oleh metabolisme tubuh, seperti asam lipoid, glutation, L-arginin, coenzim Q10, melatonin, uric acid, bilirubin, metal-chelating protein, transferrin (Huy, et al., 2008). Sedangkan antioksidan nutrient yang termasuk antioksidan eksogen adalah komponen yang tidak dapat diproduksi tubuh dan hanya didapat dari makanan atau suplemen, misalnya vitamin A, C, dan E, serta beberapa macam zat nirgizi antara lain karotenoid, flavonoid, tanin dan sejumlah fitokimia lainnya (Lingga, 2012).

2.6.2.3 Antioksidan tersier

Antioksidan kelompok ini adalah enzim DNA-repair. Enzim ini memperbaiki biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Suwardi, 2011). Antioksidan tersier berupa enzim metionin sulfoksida (Lingga, 2012). Cara kerjanya memperbaiki kerusakan DNA melalui proses metilasi, yakni


(40)

terbentuknya sadenosylmetionin (SAMe) dari asam amino metionin yang bereaksi dengan ATP. Kekurangan metilasi ini salah satunya dapat menimbulkan penuaan dini (Suwardi, 2011).

2.6.3 Pengukuran aktivitas antioksidan secara in vitro

Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat ditetapkan melalui metode Transfer Atom Hidrogen (HAT) atau Transfer Elektron (ET). Prinsip metode HAT adalah dengan memanfaatkan kontrol kinetik, termasuk kompetisi yang terjadi antara antioksidan dan substrat memperebutkan peroksil radikal yang akhirnya akan mendekomposisi azo (Charles, 2012).

Metode ET dilakukan berdasarkan reaksi reduksi yang dialami oleh oksidan sehingga akan mengubah warnanya. Metode analisis yang didasari atas reaksi HAT adalah ORAC, TRAP, dan TOCS, sedangkan metode analisis berdasarkan reaksi ET adalah FRAP, TEAC, dan DPPH (Charles, 2012).

2.6.3.1 Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004).


(41)

Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan dan berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan sampel. Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu yang berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

Molyneux (2004), menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh

berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan (Molyneux, 2004).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat


(42)

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah

(Molyneux, 2004). 2.6.3.2 Pelarut

Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH akan memberikan hasil yang baik dengan menggunakan pelarut metanol atau etanol karena pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.6.3.3 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm dan 520 nm. Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan di atas (Molyneux, 2004).

2.6.3.4 Waktu pengukuran

Pada metode sebelumnya waktu reaksi yang direkomendasikan adalah 60 menit, dan telah dilakukan pada beberapa penelitian. Waktu yang paling cepat yang pernah digunakan adalah 5 menit atau 10 menit. Kenyataannya waktu reaksi yang tepat adalah ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004).


(43)

2.7 Tanaman Pepaya

2.7.1 Taksonomi tanaman pepaya

Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya dapat diklasifkasikan sebagai berikut (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000):

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiosperma Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Cistales

Famili : Caricaceae Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L. 2.7.2 Nama daerah

Pepaya disebut juga Pente (Aceh), Pertek (Gayo), Pastela (Batak), Embetik (Karo), Botik (Batak Toba), Bala (Nias), Sikailo (Mentawai), Kates (Palembang), Kalikih (Minangkabau), Gedang (Lampung), Gedang (Sunda), Kates (Jawa Tengah), Kates (Madura), Gedang (Bali), Kustela (Banjar), Papaya (Manado), Unti jawa (Makasar), Kaliki riaure (Bugis), Papai (Buru), Papaya (Halmahera), Papae (Ambon), Palaki (Seram), Kapaya (Tidore), Tapaya (Ternate) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000).

Selain nama daerah, pepaya juga mempunyai nama asing yaitu: papaw tree, papaya, papayer, melonenbaum, fan mu gua (Muhlisah, 2001).

2.7.3 Ekologi dan penyebaran

Pepaya berasal dari Amerika tengah. Tanaman pepaya tumbuh di daratan rendah hingga ketinggian 1000 m dpl, tumbuh subur di tanah yang kaya bahan organik dan tidak menyukai tempat tergenang. Syarat pepaya tumbuh di daerah


(44)

tropis dengan suhu udara 22 °C – 26 °C, kelembaban sedang sampai tinggi. Pepaya juga mentoleransi pH tanah sebasar 6,5 – 7 (Muhlisah, 2001).

2.7.4 Morfologi tanaman

Tanaman pepaya merupakan perdu tinggi kurang lebih 10 meter, tidak berkayu, silindris, berongga, putih, kotor. Daun tunggal, bulat, ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi bertoreh, tepi bergerigi, diameter 25-75 cm, pertulangan menjari, panjang tangkai 25-100 cm, hijau. Bunga tunggal, bertekuk bintang, di ketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan yang serupa malai, kelopak kecil, kapala sari bertangkai pendek atau duduk, kuning, mahkota bentuk terompet, tepi bertajuk lima, bertabung panjang, putih kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima, duduk, bakal buah beruang satu, putih kekuningan. Biji bulat atau bulat panjang, kecil, bagian luar dibungkus selaput tipis yang berisi cairan, masih muda putih, setelah tua hitam. Akarnya tunggang, bercabang bulat, putih kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000).

2.7.5 Kandungan kimia

Daun, akar dan kulit batang tanaman pepaya mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid. Daun dan akar juga mengandung polifenol dan biji mengandung saponin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 2000). Buah mengandung beta karotene, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain, papayotimin papain. Biji mengandung glukosida cacirin, karpain. Getah mengandung papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamine, dan siklotransferase (Muchlisah, 2004).

Pepaya memiliki komposisi gizi yang sangat beragam. Komposisi gizi buah, biji, dan daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 2.2


(45)

Tabel 2.4 Kandungan dan komposisi gizi buah, biji, dan daun pepaya dalam tiap 100 gram bahan

Komposisi Kandungan Gizi

Buah Mentah Buah Masak Biji Daun Pepaya

Energi (kalori) 26 32-45 - 74

Air (g) 92,1 87,1-90,8 - 77,5

Protein (g) 1,0 0,4-0,6 24,3 7,0

Lemak (g) 0,1 0,1 25,3 2,0

Karbohidrat (g) 6,2 8,3-11,8 32,5 11,3

Serat (g) 0,9 0,5-0,9 17,0 1,8

Mineral (mg) -Kalsium -Zat besi -Fosfor -Natrium -Kalium 38 0,3 20 7 215 20-24 0,3-0,7 15-24 3-4 221-234 - - - - - 344 0,8 142 16 652

β-karoten (μg) 15 710-1.050 - 11.565

Vitamin A (IU) 50,00 365,00 - 18250,00

Vitamin B (mg) 0,02 0,03-0,04 - 0,09

Vitamin B2 (mg) 0,03 0,03-0,05 - 0,48

Vitamin B3 (mg) 0,3 0,3-0,4 - 2,1

Vitamin C (mg) 40 52-73 - 140

Vitamin E (mg) - - - 136

Sumber: Roshan, et al. (2014) 2.7.6 Khasiat tanaman

Daun pepaya berkhasiat sebagai bahan obat malaria dan menambah nafsu makan. Akar dan biji berkhasiat sebagai obat cacing, getah buah berkhasiat untuk melancarkan pencernaan (Syamsuhidayat, dkk., 2000).

Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa tanaman pepaya berkhasiat sebagai anti inflamasi dari ekstrak etanol akar pepaya (Adjirni, dkk., 2000), anti kanker dari ekstrak daun pepaya (Sukardiman, dkk., 2006), anti kanker dan imunomodulator dari ekstrak air daun pepaya (Otsuki, 2010), Antihiperlipidemia dari ekstrak metanol biji pepaya (Radha, et al., 2014), dan antibakteri dari ekstrak buah pepaya (Akujobi, et al., 2010).


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara ekperimental. Penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia, pembuatan ekstrak, pengujian aktivitas antioksidan ekstrak dengan metode peredaman DPPH, pembuatan sediaan masker gel, pengujian aktivitas antioksidan sediaan, penentuan mutu fisik sediaan (pengamatan organoleptis, uji homogenitas, pengukuran pH, pengujian waktu sediaan mengering, pengujian daya sebar, dan pengukuran viskositas), uji iritasi, dan pengujian efektifitas anti-aging sediaan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi, Laboratorium Farmasi Fisik, Laboratorium Kosmetologi, dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, lumpang porselen, stamfer, cawan porselen, cawan berdasar rata, krus porselen, spatula, sudip, pot plastik, pipet tetes, alumunium foil, bola karet, blender (Philips), desikator, freeze dryer (Edward), neraca analitis (Boeco Germany), oven (Memmert), tanur (Nabertherm), mikroskop, penangas air (Yenaco), pH meter (Hanna Instrumen), rotary evaporator (Stuart), spektrofotometer UV/Vis (Shimadzu UV - 1800 Series), stopwatch, Viskometer Brookfield, skin analyzer,dan moisture checker (Aramo Huvis).


(47)

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pepaya muda (Carica papaya L). Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis produksi Sigma 1,1 – diphenyl – 2-picrylhydrazyl (DPPH), produksi E-Merck: asam klorida pekat, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrida, asam nitrat pekat, bismuth (III) nitrat, metanol, toluen, raksa (II) klorida, kalium iodida, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kloralhidrat, kloroform, isopropanol, natrium hidroksida, amil alkohol, α-naftol, iodida, n-heksana, etanol teknis (hasil destilasi), serbuk zink, vitamin C, polivinil alkohol (PVA), carbomer 940, sodium lauril sulfat, gliserin, air suling, metil paraben.

3.2 Sukarelawan

Pemilihan sukarelawan berdasarkan kriteria inklusi antara lain wanita berusia antara 20 - 30 tahun, memiliki pola hidup sehat (tidak dalam kondisi tegang, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol dan nikotin). Sukarelawan memiliki tanda-tanda penuaan dini, tidak sedang menderita dermatitis, serta tidak menderita penyakit kronis. Sukarelawan bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan uji iritasi dan uji efektifitas sediaan sebagai anti-aging selama penelitian berlangsung, serta bersedia mengisi dan menandatangani surat pernyataan(informed consent) yang telah disediakan.

Sedangkan kriteria eksklusi meliputi wanita dengan kelainan kulit pada daerah uji seperti luka dan penyakit kulit lainnya tidak dapat dimasukkan dalam penelitian. Selain itu, wanita dengan riwayat alergi terhadap salah satu zat yang terdapat dalam sediaan juga tidak dapat dimasukkan dalam penelitian.


(48)

3.3 Sampel Tumbuhan 3.3.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun pepaya yang diambil dari Jalan KL Yos Sudarso K.M. 11.3, Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli, Provinsi Sumatera Utara. 3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1.

3.3.3 Pengolahan sampel

Daun pepaya muda segar dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat, dicuci dengan air sampai bersih, ditiriskan, lalu ditimbang berat seluruhnya sebagai berat basah. Kemudian daun pepaya dikeringkan di lemari pengering dengan suhu ± 40°C sampai kering (kadar air < 10%). Setelah kering, daun pepaya diserbuk dengan menggunakan blender dan ditimbang berat serbuk sebagai berat kering. Serbuk simplisia sebelum digunakan disimpan dalam wadah plastik terlindung dari cahaya matahari.

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Besi (III) klorida

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml. 3.4.2 Larutan HCl 2N


(49)

3.4.3 Timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2

hingga 100 ml.

3.4.4 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodide lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml.

3.4.5 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α– naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml. 3.4.6 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodide sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml.

3.4.7 Larutan kloralhidrat 70%

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling (Ditjen POM, 1979).

3.4.8 Larutan pereaksi asam sulfat 2N

Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml.

3.4.9 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya, ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit cukupkan dengan air suling.


(50)

3.4.10 Pereaksi Liebermann–Burchard

Dicampur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrit dengan 5 ml asam sulfat pekat tambahkan etanol hingga 50 ml (Merck, 1978).

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, pemeriksaan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, dan penetapan kadar sari yang larut dalam air (Depkes RI, 1995; WHO, 1998).

3.5.1 Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap simplisia meliputi bentuk, bau, warna, rasa dan ukuran. Hasil dapat dilihat pada lampiran 3.

3.5.2 Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun pepaya. Serbuk simplisia diletakkan pada kaca objek yang berbeda yang telah ditetesi larutan kloralhidrat kemudian ditutup dengan kaca penutup, dipanaskan, dan diamati di bawah mikroskop. Hasil dapat dilihat pada lampiran 4.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluene). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, dan tabung penerima 10 ml.

3.5.3.1 Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2


(1)

6.

Kedalaman Keriput

(Wrinkle Depth)

Tests of Normality

Konsentrasi

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

M_0 Blanko (-) .203 3 . .994 3 .848

Formula I .183 3 . .999 3 .933

Formula II .260 3 . .958 3 .605

Formula III .362 3 . .805 3 .127

Formula IV .238 3 . .976 3 .702

Blanko (+) .320 3 . .883 3 .334

SB_M_1 Blanko (-) .178 3 . 1.000 3 .958

Formula I .184 3 . .999 3 .929

Formula II .267 3 . .951 3 .576

Formula III .362 3 . .805 3 .127

Formula IV .238 3 . .976 3 .702

Blanko (+) .335 3 . .858 3 .263

ST_M_1 Blanko (-) .178 3 . 1.000 3 .958

Formula I .185 3 . .998 3 .924

Formula II .285 3 . .932 3 .497

Formula III .314 3 . .893 3 .363

Formula IV .191 3 . .997 3 .900

Blanko (+) .345 3 . .839 3 .213

SB_M_2 Blanko (-) .249 3 . .968 3 .656

Formula I .206 3 . .993 3 .836

Formula II .292 3 . .923 3 .463

Formula III .292 3 . .923 3 .463

Formula IV .314 3 . .893 3 .363

Blanko (+) .229 3 . .981 3 .739

ST_M_2 Blanko (-) .217 3 . .988 3 .791

Formula I .243 3 . .972 3 .679

Formula II .184 3 . .999 3 .927

Formula III .292 3 . .923 3 .463

Formula IV .253 3 . .964 3 .637

Blanko (+) .182 3 . .999 3 .935

SB_M_3 Blanko (-) .211 3 . .991 3 .817

Formula I .196 3 . .996 3 .878

Formula II .385 3 . .750 3 .000

Formula III .292 3 . .923 3 .463

Formula IV .181 3 . .999 3 .942

Blanko (+) .337 3 . .855 3 .253

ST_M_3 Blanko (-) .211 3 . .991 3 .817

Formula I .229 3 . .981 3 .739

Formula II .385 3 . .750 3 .000

Formula III .292 3 . .923 3 .463

Formula IV .328 3 . .871 3 .298

Blanko (+) .349 3 . .832 3 .194

SB_M_4 Blanko (-) .238 3 . .976 3 .702

Formula I .201 3 . .994 3 .856

Formula II .310 3 . .900 3 .384

Formula III .225 3 . .984 3 .756

Formula IV .219 3 . .987 3 .780

Blanko (+) .186 3 . .998 3 .921

ST_M_4 Blanko (-) .245 3 . .970 3 .670

Formula I .218 3 . .988 3 .787

Formula II .385 3 . .750 3 .000

Formula III .285 3 . .932 3 .497

Formula IV .349 3 . .832 3 .194

Blanko (+) .189 3 . .998 3 .908


(2)

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Konsentrasi N Mean Rank

M_0 Blanko (-) 3 9.17

Formula I 3 6.17

Formula II 3 7.33

Formula III 3 10.83

Formula IV 3 13.33

Blanko (+) 3 10.17

SB_M_1 Blanko (-) 3 8.83

Formula I 3 6.17

Formula II 3 7.50

Formula III 3 11.17

Formula IV 3 13.00

Blanko (+) 3 10.33

ST_M_1 Blanko (-) 3 9.67

Formula I 3 6.33

Formula II 3 7.67

Formula III 3 9.33

Formula IV 3 12.00

Blanko (+) 3 12.00

SB_M_2 Blanko (-) 3 13.33

Formula I 3 8.67

Formula II 3 11.50

Formula III 3 11.50

Formula IV 3 3.00

Blanko (+) 3 9.00

ST_M_2 Blanko (-) 3 14.00

Formula I 3 8.33

Formula II 3 11.00

Formula III 3 12.50

Formula IV 3 3.00

Blanko (+) 3 8.17

SB_M_3 Blanko (-) 3 15.67

Formula I 3 8.33

Formula II 3 10.83

Formula III 3 10.67

Formula IV 3 2.50

Blanko (+) 3 9.00

ST_M_3 Blanko (-) 3 16.50

Formula I 3 8.50

Formula II 3 10.50

Formula III 3 8.67

Formula IV 3 2.17

Blanko (+) 3 10.67

SB_M_4 Blanko (-) 3 16.67

Formula I 3 10.17

Formula II 3 10.83

Formula III 3 8.00

Formula IV 3 2.00

Blanko (+) 3 9.33

ST_M_4 Blanko (-) 3 16.67

Formula I 3 10.17

Formula II 3 11.00

Formula III 3 8.17

Formula IV 3 2.00


(3)

Test Statistics

a,b

M_0 SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Chi-Square 3.485 3.330 2.745 7.030 8.169 9.896 11.446 11.838 11.911

df 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Asymp. Sig. .626 .649 .739 .218 .147 .078 .043 .037 .036

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Konsentrasi

Mann-Whitney Test

a. blanko (-) dengan formula I

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 3.000 3.000 2.500 2.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Wilcoxon W 9.000 9.000 8.500 8.000 7.000 7.000 7.000 7.000

Z -.655 -.655 -.886 -1.091 -1.528 -1.528 -1.528 -1.528

Asymp. Sig. (2-tailed) .513 .513 .376 .275 .127 .127 .127 .127

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.700a .700a .400a .400a .200a .200a .200a .200a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

b. blanko (-) dengan formula II

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 4.000 4.000 3.000 2.500 1.000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 10.000 10.000 9.000 8.500 7.000 6.000 6.000 6.000

Z -.218 -.218 -.655 -.886 -1.623 -1.993 -1.964 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .827 .827 .513 .376 .105 .046 .050 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

1.000a 1.000a .700a .400a .200a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

c. blanko (-) dengan formula III

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 3.000 4.000 3.000 3.000 1.500 .000 .000 .000

Wilcoxon W 9.000 10.000 9.000 9.000 7.500 6.000 6.000 6.000

Z -.674 -.218 -.655 -.655 -1.328 -1.964 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .500 .827 .513 .513 .184 .050 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.700a 1.000a .700a .700a .200a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

d. blanko (-) dengan formula IV

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 2.500 4.000 .500 .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 8.500 10.000 6.500 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -.886 -.218 -1.771 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .376 .827 .077 .050 .050 .050 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.400a 1.000a .100a .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi


(4)

e. blanko (-) dengan blanko (+)

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 4.000 4.000 2.000 1.500 .500 .500 .000 .000

Wilcoxon W 10.000 10.000 8.000 7.500 6.500 6.500 6.000 6.000

Z -.218 -.218 -1.091 -1.328 -1.771 -1.771 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .827 .827 .275 .184 .077 .077 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

1.000a 1.000a .400a .200a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

f. blanko (+) dengan formula I

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 2.500 1.500 4.000 4.000 3.500 3.500 4.000 4.000

Wilcoxon W 8.500 7.500 10.000 10.000 9.500 9.500 10.000 10.000

Z -.886 -1.328 -.218 -.218 -.443 -.443 -.218 -.218

Asymp. Sig. (2-tailed) .376 .184 .827 .827 .658 .658 .827 .827

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.400a .200a 1.000a 1.000a .700a .700a 1.000a 1.000a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

g. blanko (+) dengan formula II

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 3.000 2.000 3.000 2.500 2.500 4.000 3.500 3.000

Wilcoxon W 9.000 8.000 9.000 8.500 8.500 10.000 9.500 9.000

Z -.674 -1.091 -.674 -.886 -.943 -.232 -.443 -.696

Asymp. Sig. (2-tailed) .500 .275 .500 .376 .346 .817 .658 .487

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.700a .400a .700a .400a .400a 1.000a .700a .700a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

h. blanko (+) dengan formula III

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 4.000 3.000 3.000 1.500 3.500 3.000 3.500 4.000

Wilcoxon W 10.000 9.000 9.000 7.500 9.500 9.000 9.500 10.000

Z -.218 -.655 -.674 -1.328 -.443 -.674 -.443 -.225

Asymp. Sig. (2-tailed) .827 .513 .500 .184 .658 .500 .658 .822

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

1.000a .700a .700a .200a .700a .700a .700a 1.000a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

i. blanko (+) dengan formula IV

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 3.500 4.500 1.000 1.000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 9.500 10.500 7.000 7.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -.443 .000 -1.528 -1.528 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .658 1.000 .127 .127 .050 .050 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.700a 1.000a .200a .200a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi


(5)

j.formula I dengan formula II

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 3.000 3.500 3.000 3.000 3.000 3.000 4.000 4.000

Wilcoxon W 9.000 9.500 9.000 9.000 9.000 9.000 10.000 10.000

Z -.655 -.443 -.655 -.655 -.664 -.664 -.218 -.221

Asymp. Sig. (2-tailed) .513 .658 .513 .513 .507 .507 .827 .825

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.700a .700a .700a .700a .700a .700a 1.000a 1.000a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

k. formula I dengan formula III

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 2.000 3.000 3.000 3.000 4.000 3.500 3.500 3.500

Wilcoxon W 8.000 9.000 9.000 9.000 10.000 9.500 9.500 9.500

Z -1.091 -.655 -.655 -.655 -.218 -.443 -.443 -.443

Asymp. Sig. (2-tailed) .275 .513 .513 .513 .827 .658 .658 .658

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.400a .700a .700a .700a 1.000a .700a .700a .700a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

l. formula I dengan formula IV

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 2.000 2.000 1.500 2.000 1.500 .500 .000 .000

Wilcoxon W 8.000 8.000 7.500 8.000 7.500 6.500 6.000 6.000

Z -1.091 -1.091 -1.328 -1.124 -1.328 -1.771 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .275 .275 .184 .261 .184 .077 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.400a .400a .200a .400a .200a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

m. formula II dengan formula III

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 2.000 3.500 4.500 3.000 4.000 2.500 2.000 2.000

Wilcoxon W 8.000 9.500 10.500 9.000 10.000 8.500 8.000 8.000

Z -1.091 -.443 .000 -.674 -.232 -.943 -1.091 -1.107

Asymp. Sig. (2-tailed) .275 .658 1.000 .500 .817 .346 .275 .268

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.400a .700a 1.000a .700a 1.000a .400a .400a .400a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

n. formula II dengan formula IV

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 1.500 2.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 7.500 8.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -1.328 -1.091 -1.964 -1.964 -1.993 -1.993 -1.964 -1.993

Asymp. Sig. (2-tailed) .184 .275 .050 .050 .046 .046 .050 .046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.200a .400a .100a .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi


(6)

o. formula III dengan formula IV

Test Statistics

b

SB_M_1 ST_M_1 SB_M_2 ST_M_2 SB_M_3 ST_M_3 SB_M_4 ST_M_4

Mann-Whitney U 2.500 2.500 .000 .000 .000 .000 .000 .000

Wilcoxon W 8.500 8.500 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Z -.886 -.886 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964 -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .376 .376 .050 .050 .050 .050 .050 .050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

.400a .400a .100a .100a .100a .100a .100a .100a

a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Konsentrasi

Friedman Test

Test Statistics

a

N 18

Chi-Square 130.531

df 8

Asymp. Sig. .000

a. Friedman Test

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

ST_M_1 - SB_M_1 Negative Ranks 10a 5.50 55.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 8c

Total 18

ST_M_2 - SB_M_2 Negative Ranks 10d 6.90 69.00

Positive Ranks 2e 4.50 9.00

Ties 6f

Total 18

ST_M_3 - SB_M_3 Negative Ranks 9g 5.83 52.50

Positive Ranks 1h 2.50 2.50

Ties 8i

Total 18

ST_M_4 - SB_M_4 Negative Ranks 9j 5.94 53.50

Positive Ranks 1k 1.50 1.50

Ties 8l

Total 18

Test Statistics

b

ST_M_1 - SB_M_1 ST_M_2 - SB_M_2 ST_M_3 - SB_M_3 ST_M_4 - SB_M_4

Z -2.810a -2.368a -2.567a -2.666a

Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .018 .010 .008

a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test