BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propolis 2.1.1 Komposisi propolis - Formulasi Ekstrak Propolis Dalam Sediaan Gel Sebagai Anti-Aging

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propolis

2.1.1 Komposisi propolis

  Propolis atau lem lebah adalah suatu zat yang dihasilkan oleh lebah madu, mengandung resin dan lilin lebah, bersifat lengket yang dikumpulkan dari sumber tanaman, terutama dari bunga dan pucuk daun, untuk kemudian dicampur dengan air liur lebah (Nakajima, et al., 2009). Asal tanaman penghasil propolis belum dapat diketahui semuanya, yang saat ini diketahui adalah berasal dari getah resin tanaman kelompok pinus dan akasia. Propolis digunakan untuk menutup sel-sel atau ruang heksagonal pada sarang lebah. Biasanya, propolis menutup celah kecil berukuran 4 - 6 mm, sedangkan celah yang lebih besar diisi oleh lilin lebah (Salatino, et al., 2005). Salah satu jenis lebah yang mampu menghasilkan propolis dalam jumlah banyak yaitu jenis Trigona sp (Sabir, 2009).

  Warna propolis cukup bervariasi, mulai dari hitam hingga merah kekuningan. Oleh karena itu, bagi yang belum terbiasa mengenali propolis berdasarkan warna terasa menyulitkan karena terdapat bahan lain yang berwarna mirip. Cara paling mudah untuk mengenali, yaitu dengan mengenali karakteristik fisik padatannya. Karakteristik padatan propolis yaitu plastis, liat dan lengket. Sifat padatannya mirip lilin, keduanya lembek jika ditekan.

  Perbedaannya lilin tidak plastis, liat dan lengket. Warna dan keragaman fisik propolis Trigona sangat beragam. Keragaman ini dipengaruhi oleh jenis getah perbedaan varietas Trigona (Mahani, dkk., 2011).

  Propolis dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan. Menurut Wade (2005), propolis mengandung senyawa kompleks, vitamin, mineral, enzim, senyawa fenolik dan flavonoid. Tabel 2.1 di bawah ini menjelaskan mengenai komposisi kimia propolis.

Tabel 2.1 Komposisi kimia propolis (Krell, 1996)

  Komponen Konsentrasi Grup komponen Resin 45-55% Flavonoid, asam fenolat dan esternya Lilin dan asam lemak 25-53% Sebagian besar dari lilin lebah Minyak esensial 10% Senyawa volatile Protein 5% Protein kemungkinan berasal dari pollen dan amino bebas Senyawa organik lain dan mineral

  5% 14 macam mineral yang paling terkenal adalah Fe dan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Hg. Senyawa organic lain seperti keton, kuinon, asam benzoat, dan esternya, gula, vitamin.

  Komposisi propolis dapat berfungsi untuk memperbaiki kondisi patologi dari bagian tubuh yang sakit, bekerja sebagai antioksidan dan antibiotik serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun seluler karena mengandung flavonoid sekitar 15% (Krell, 1996). Flavonoid merupakan antioksidan dan antibiotik yang berfungsi menguatkan dan mengantisipasi kerusakan pada pembuluh darah serta bahan aktif yang berfungsi sebagai antiperadangan dan antivirus (Wade, 2005). hidroksi dan superoksida kemudian menetralkan radikal bebas sehingga melindungi sel dan mempertahankan keutuhan struktur sel dan jaringan serta dapat melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Bankova (2005), menambahkan bahwa ekstrak propolis berperan sebagai antioksidan karena mengandung asam kafeat dan asam fenolat beserta esternya. Menurut Masaharu dan Yong (1998), aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan dari ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol. Flavonoid yang terekstrak adalah kaemferida (flavonol), aksetin (flavon) dan isoramnetin.

  Biasanya untuk memanen propolis Trigona dilakukan dengan cara mengambil sarangnya. Sarang pembungkus madu yang kaya propolis, dipotong menjadi beberapa bagian kecil. Selanjutnya, masing-masing potongan diperas hati-hati agar madunya keluar. Madunya ditampung, sementara sarangnya (propolis) dikumpulkan. Propolis ini disebut dengan propolis mentah (raw

  propolis). Propolis yang diperoleh dengan cara ini memang tidak murni, masih

  tercampur dengan bahan lain, seperti sarang lebah, roti lebah, madu, royal jelly, dan polen. Pemurnian dengan cara dilarutkan menggunakan air panas dan disaring kain tidak dianjurkan. Cara ini dapat merusak komponen aktif propolis

  o karena propolis rusak pada suhu 70 C atau lebih (Mahani, dkk., 2011).

2.1.2 Kriteria mutu propolis mentah

  Hingga kini, Standar Nasional Indonesia (SNI) belum mengeluarkan standar mutu propolis mentah yang diperdagangkan di Indonesia. Namun berdasarkan transaksi di lapangan, kriteria mutu propolis mentah sangat penampung atau perusahaan pembeli propolis mentah memiliki kriteria tersendiri dalam penentuan mutu propolis. Termasuk soal harganya. Namun, untuk memperoleh propolis mentah yang murni dari Trigona sangat sulit. Pasti tercampur dengan bahan lainnya (Mahani, dkk., 2011).

2.1.3 Teknologi ekstraksi

  Propolis dalam bentuk mentah (raw propolis) belum bisa dimanfaatkan khasiatnya karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen aktifnya harus dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Hingga kini belum ada standarisasi tentang konsentrasi, metode ekstraksi, dan jenis pelarut yang akan dipakai. Cara ekstraksi yang paling umum adalah menggunakan pelarut organik. Berikut ini jenis pelarut organik yang biasa digunakan untuk mengekstrak propolis (Mahani, dkk., 2011).

  Proses ekstraksi yang baik adalah polaritas pelarut sesuai dengan polaritas propolis, pelarut mudah diuapkan/dipisahkan, suhu penguapan/pemisahan tidak merusak propolis dan kedap udara untuk menghindari kerusakan akibat oksidasi.

1. Pelarut polar

  Pelarut polar yang melimpah di alam adalah air. Jika pelarut jenis ini digunakan, komponen aktif yang terekstrak juga bersifat polar. Namun ekstraksi menggunakan air membutuhkan suhu tinggi karena propolis tidak

  o

  larut air pada suhu kamar. Suhu ekstraksi menggunakan air sekitar 90-120 C. o

  C akan merusak propolis.

  sederhana. Namun, memiliki beberapa kelemahan, antara lain komponen aktif yang terlarut bersifat polar. Padahal komponen polar pada propolis relatif memiliki aktivitas/khasiat lebih rendah. Selain itu suhu tinggi melebihi 70

  Cara ekstraksi: • Bongkahan propolis mentah dipotong-potong menjadi ukuran kecil.

  • Masukkan potongan propolis kedalam air mendidih, aduk-aduk hingga larut.
  • Biarkan hingga dingin (suhu ruang).
  • Akan terbentuk cairan berwarna coklat di atas, dan endapan di bawah.
  • Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.
  • Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut air (senyawa polar).
  • Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga memungkinkan menguapkan air di bawah suhu titik didih air dan kedap udara. Proses ini akan menghasilkan propolis kental berbentuk pasta.
  • Jika ingin dibuat propolis cair, pasta propolis diencerkan dengan cairan glikol sesuai konsentrasi yang diinginkan.
  • Jika ingin dibuat tepung (selanjutnya dibuat menjadi kapsul, tablet, kaplet), pasta propolis yang masih encer ditambahkan bahan pengisi,
ditambahkan sesuai konsentrasi yang diinginkan.

2. Pelarut non polar Pelarut yang bersifat non polar biasanya dari golongan minyak.

  Tergolong katergori ini, yaitu minyak zaitun, VCO, minyak kelapa, minyak sawit, dan glikol. Ekstraksi menggunakan pelarut non polar bisa dilakukan pada suhu kamar. Komponen aktif yang terbawa berupa senyawa non polar. Komponen aktif dari golongan ini memiliki aktivitas/khasiat yang lebih tinggi dibandingkan komponen polar.

  Kelemahan menggunakan pelarut minyak adalah titik uap minyak yang tinggi, sehingga proses penguapan pelarut dari propolis relatif sulit.

  Cara ekstraksi: • Bongkahan propolis mentah dipotong-potong menjadi ukuran kecil.

  • Masukkan potongan propolis kedalam tabung erlenmeyer, lalu tambahkan minyak hingga terendam. Rendam dan kocoklah hingga larut. Proses perendaman sekitar 7 hari, setiap hari dikocok sekitar 30 menit.
  • Akan terbentuk cairan berwarna coklat di atas, dan endapan ampas di bawah.
  • Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.
  • Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut minyak (senyawa non polar).

  • Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga memungkinkan menguap minyak di bawah suhu titik didih air dan kedap udara. Proses ini akan menghasilkan propolis kental berbentuk pasta. Proses penguapan minyak ini akan relatif sulit karena titik uap minyak di atas 150

  o C.

  • Jika ingin dibuat propolis cair, pasta propolis diencerkan dengan cairan glikol sesuai konsentrasi yang diinginkan.
  • Jika ingin dibuat tepung (selanjutnya dibuat menjadi kapsul, tablet, kaplet), pasta propolis yang masih encer ditambah bahan pengisi misalnya pati, dekstrin, dan maltodekstrin. Jumlah pengisi yang ditambahkan sesuai konsentrasi yang diinginkan.

3. Pelarut semi polar

  Pelarut yang bersifat semi polar yang populer adalah etanol. Pelarut ini paling umum digunakan untuk mengekstrak komponen aktif dari bahan alam, termasuk untuk mengekstrak propolis. Pelarut ini memiliki sejumlah kelebihan yaitu komponen yang terbawa berasal dari golongan polar dan non polar sekaligus sehingga komponen yang terbawa lebih banyak dan beragam. Selain itu, potensi khasiat propolis yang dihasilkan lebih baik. Pelarut ini juga mudah diuapkan sehingga kemungkinan masih tertinggal sangat kecil. Artinya, propolis yang dihasilkan benar-benar bebas pelarut.

  Cara ekstraksi: • Bongkahan propolis mentah dipotong-potong menjadi ukuran kecil.

  • Masukkan potongan propolis kedalam tabung erlenmeyer, lalu tambahkan etanol hingga terendam. Rendam dan kocoklah hingga larut. Proses perendaman sekitar 7 hari, setiap hari dikocok sekitar 30 menit.
  • Akan terbentuk cairan warna coklat di atas dan endapan ampas di bawah.
  • Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.
  • Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut minyak dan larut air sekaligus (senyawa polar dan non polar).
  • Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga

  o

  memungkinkan menguapkan etanol pada suhu rendah (sekitar 50

  C) dan kedap udara. Propolis yang dihasilkan bermutu lebih baik (rendah resiko propolis rusak akibat suhu panas). Proses ini menghasilkan propolis kental berbentuk pasta. Proses penguapan etanol relatif mudah

  

o

  dan singkat karena pada suhu 50 C dan kondisi vakum, etanol sangat mudah menguap.

2.2 Uraian Gel

  Gel adalah sistem semi padat dimana fase cairnya dibentuk dalam suatu matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis).

  Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragacanth, pectin, carrageen, agar, asam alginate, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksimetilselulosa, karboksimetilselulosa, dan carbopol yang merupakan

  2008).

  Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih dan tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut.

  Carbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin untuk membentuk suatu sediaan semi padat.

  Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

  1. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar (Ansel, 1989).

  2. Dasar gel hidrofilik Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendisfersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar.

  Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Ansel, 1989).

  Keuntungan sediaan gel: Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:

  − Memiliki kemampuan penyebarannya baik pada kulit − Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit − Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik − Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih permeable terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan berpenetrasinya zat aktif.

2.3 Penuaan

  2.3.1 Defenisi

  Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk melakukan regenerasi dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 1999). Gejala dan tanda penuaan dapat terjadi di semua organ tubuh manusia, terutama pada kulit. Tanda-tanda penuaan yang dapat terlihat pada kulit tersebut antara lain kerut, sagging dan hiperpigmentasi (Bogadenta, 2012).

  2.3.2 Penyebab penuaan

  Proses penuaan pada kulit dibedakan atas 2, yaitu (Ardhie, 2011): 1. Proses menua intrinsik

  Proses menua intrinsik adalah proses menua yang terjadi sejalan dengan waktu. Proses biologi yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan dan fungsi, serta metabolik kulit seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan karakteristik dalam photoaging dan intrinsic aging yang timbul pada epidermis dan dermis dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada epidermis

  Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging Lapisan Dermis Tebal Tipis Sel-sel epidermis

  • Sel-sel tidak seragam • Sel-sel beragam (keratinosit)
  • Sel-sel terdistribusi tidak • Sel-sel terdistribusi secara

    merata merata

  • Pembesaran berkala • Pembesaran sel mendadak Stratum korneum
  • Peningkatan lapisan sel • Lapisan sel normal
  • Ukuran serta bentuk • Ukuran dan bentuk korneosit bervariasi korneosit seragam Melanosit • Peningkatan jumlah sel • Pengurangan jumlah sel
  • Sel-sel bervariasi • Sel-sel seragam produksi
  • Peningkatan • Penurunan produksi melanosom melanosom Sel-sel langerhans
  • Pengurangan sel dalam • Pengurangan sel dalam jumlah yang besar jumlah yang kecil
  • Sel-sel bervariasi • Sel-sel seragam

Tabel 2.3 Perbedaan anatomi pada dermis

  Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging Jaringan elastic

  • Meningkat secara drastis • Meningkat tetapi masih dalam keadaan normal
  • Berubah menjadi massa yang tidak berbentuk Kolagen • Serat kolagen dan • Serat kolagen tidak jaringan ikat menurun beraturan, jaringan ikat

    jumlahnya menebal Retikular dermis:

  • Semakin tebal • Semakin tipis Fibroblast • Meningkat dan aktif • Menurun dan tidak aktif Sel mast
  • • Meningkat • Menurun Sel inflamasi

  • Berperan • Tidak berperan Pembuluh kapiler
  • Abnormal • Normal
Proses menua ekstrinsik Proses menua ekstrinsik adalah proses menua yang dipengaruhi oleh perubahan eksternal yaitu pajanan matahari berlebihan (photoaging), polusi, kebiasaan merokok dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik gambaran akan lebih jelas terlihat pada area banyak terpajan matahari. Selain perubahan yang tidak langsung tampak terdapaat beberapa perubahan yang jelas dipermukaan kulit (perubahan eksternal) yang meliputi:

  1. Keriput Keriput dapat timbul pada seluruh bagian tubuh seperti pada wajah, terutama pada bagian dahi, area disekitar mata serta mulut dan dapat juga timbul pada bagian leher, siku, ketiak, tangan serta kaki. Keriput akan mulai timbul pada usia 30 tahun keatas dan akan semakin dalam dan lebar dengan terjadinya penuaan. Menurut Barel, dkk., (2009), keriput yang timbul dapat diklasifikasi menjadi tiga kelompok yaitu: a. Keriput linear (berupa garis-garis yang umumnya timbul diarea sekitar mata).

  b. Keriput glyphic (saling menyilang membentuk suatu segitiga ataupun persegi yang umumnya timbul diarea pipi dan leher).

  c. Keriput umum (keriput halus yang umumnya timbul pada kulit orang tua dan bukan akibat pemaparan terhadap sinar matahari).

  Kelompok keriput a dan b merupakan keriput yang timbul akibat proses photoaging . Kelompok c merupakan keriput akibat intrinsic aging. internal. Sinar UV merupakan penyumbang terbesar untuk pembentukan keriput. Timbulnya keriput merupakan hasil dari menurunnya kekuatan dan elastisitas kulit yang disebabkan oleh berkurangnya kandungan air dan penebalan pada stratum korneum, epidermis yang membesar dan perubahan jumlah dan kualitas dari kolagen dermis serta serat elastis kolagen, perubahan struktur tiga dimensi dari dermis dan perubahan lainnya yang disebabkan dari pengaruh faktor eksternal.

  2. Lipatan Lipatan pada kulit umumnya mulai timbul ketika usia sekitar 40 tahun.

  Area yang paling sering terjadi lipatan adalah pada dagu,kelopak mata, pipi, bagian samping perut. Penyebab dari lipatan ini juga sama dengan penyebab timbulnya keripu yaitu adanya penurunan elastisitas dari dermis dan penuruna kerja dari jaringan adipose subkutan. Pengurangan kekuatan dari otot-otot yang menopang kulit juga menyebabkan terjadinya keriput dan lipatan (Barel, dkk., 2009).

  3. Pigmentasi dan perubahan warna kulit Terbentuknya pigmen pada kulit umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Secara visual, perubahan warna kulit yang menua adalah cenderung berubah dari kemerahan hingga kekuningan. Akibat perubahan ini, warna kulit akan menjadi semakin gelap. Perubahan ini dikaitkan hubungannya dengan pengurangan ketransparanan akibat meningkatnya pigmentasi, lapisan stratum korneum kulit.

  4. Konfigurasi permukaan kulit Dengan terjadinya penuaan, permukaan kulit akan berubah karena sebagian sei-sei telah lambat bekerja. Kulit akan membentuk garis-garis yang halus, lengkungan menyambung yang kemudian akan bertambah dalam. Garis- garis dalam tersebut akan timbul kesembarang arah secara tidak beraturan dan menyebabkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit (Barel, dkk., 2009).

2.4 Anti Penuaan atau Anti-aging

  Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya elastisitas kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap. Keriput yang timbul dapat diartikan secara sederhana sebagai penyebab menurunnya jumlah kolagen dermis (Jaelani, 2009).

  Perawatan anti penuaan dini pada kulit merupakan segmen besar dari pasar produk kosmetik. Ketika terpajan radiasi UV, kulit mengalami perubahan yang mengakibatkan inflamasi, penuaan kulit dan berbagai gangguan kulit, seperti kulit menua disertai dengan kerutan, penurunan elastisitas, peningkatan kerapuhan kulit dan penyembuhan luka lebih lambat (Pouillot, et al., 2011).

2.4.1 Antioksidan dalam sediaan anti-aging

  Dalam mengatasi bahaya yang timbul akibat radikal bebas, tubuh mengembangkan mekanisme perlindungan untuk mencegah pembentukan termasuk pada kulit. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk melindungi dari efek kerusakan oleh sinar matahari. Sistem perlindungan ini terdiri dari antioksidan endogen yaitu enzim-enzim berbagai senyawa yang disintesis oleh tubuh dan antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan makanan seperti vitamin C, vitamin E, flavonoid dan lain sebagainya. Antioksidan bekerja melindungi kulit baik intraseluler maupun ekstraseluler (Deny, dkk., 2011).

2.4.2 Propolis sebagai salah satu sumber antioksidan

  Propolis merupakan salah satu sumber antioksidan alami yang terdapat di Indonesia. Propolis atau lem lebah merupakan produk alami yang mempunyai potensi antioksidan yang tinggi (Gheldoft, et al., 2002). Propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan radikal

  ●

  • bebas (radikal H

  2 O 2 , O 2 ,OH ) dibandingkan dengan hasil produk lebah

  lainnya (Nakajima, et al., 2009). Kandungan flavonoid didalamnya dapat meredam efek buruk radikal bebas, dengan menghambat peroksida lipid melalui aktivasi peroksidase terhadap hemoglobin, yang merupakan antioksidan endogen (Mot, et al., 2009).

  Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan Caffeic acid yang ada didalam propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, yang dapat meningkatkan ekspresi glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD) yang didapat dari ekspresi gen antioksidan, lebih kuat dibandingkan vitamin E.

  Caffeic acid mempunyai aktivitas antioksidan 4-6 kali lebih kuat terhadap

  • cystein (NAC) (Nakajima, et al., 2009).

2.5 Kulit

  Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya

  2

  dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewas sekitar 1,5 m dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan lokasi tubuh (Wasitaatmaja, 1997). Sebagai bagian tubuh paling luar, kulit menjalankan fungsi perlindungan, yaitu melindungi tubuh dari berbagai pengaruh buruk yang datang dari luar (Achroni, 2012).

  Dengan peran yang begitu penting, sudah selayaknya kulit senantiasa dijaga dan dipelihara kesehatannya. Bukan hanya kulit wajah atau bagian yang terbuka, melainkan kulit diseluruh tubuh harus mendapatkan perhatian dan perawatan yang optimal agar selalu sehat dan tampil indah. Memahami struktur dan fungsi kulit dapat menjadi langkah awal dalam keseluruhan rangkaian upaya untuk merawat dan menjaga kesehatan kulit (Achroni, 2012).

2.5.1 Struktur kulit

  Menurut Achroni (2012), kulit terdiri atas dua lapisan yaitu epidermis dan dermis.

  1. Lapisan Epidermis merupakan lapisan kulit sebelah luar. Lapisan epidermis terdiri atas lima lapisan, yaitu stratum corneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.

  Stratum korneum Stratum korneum merupakan lapisan paling luar dipermukaan kulit yang sel-selnya sudah mati (tidak memiliki pembuluh darah dan saraf).

  Lapisan tanduk ini mudah terkelupas dan digantikan oleh sel-sel baru.

  b.

  Stratum lucidum (lapisan jernih) Berada tepat dibawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis, jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

  c.

  Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir) Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.

  d.

  Stratum spinosum (lapisan malphigi) Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

  e.

  Stratum germinativum (lapisan basal) Adalah lapisan terbawah epidermis. Dilapisan ini juga terdapat sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.

  2. Lapisan Dermis merupakan lapisan kulit yang terletak dibawah lapisan epidermis. Didalam lapisan dermis, terdapat pembuluh darah, jaringan otot, kelenjar keringat, rambut, folikel rambut, kelenjar minyak, dan serabut saraf. Dibawah lapisan dermis terdapat lapisan hipodermis atau jaringan subkutis. Lapisan hipodermis terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan serabut saraf. Fungsi dari jaringan subkutis penumpukan energi.

2.5.2 Jenis kulit

  Menurut Wasitaatmaja (1997), ditinjau dari sudut pandang perawatan kulit terbagi atas tiga bagian:

  1. Kulit normal Merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup.

  2. Kulit berminyak Adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya pori- pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.

  3. Kulit kering Adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat kerutan.

2.5.3 Fungsi kulit

  Kulit memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari kulit.

  1. Fungsi perlindungan atau proteksi, yaitu kulit berfungsi melindungi bagian dalam tubuh dari kontak langsung lingkungan luar, misalnya paparan bahan-bahan kimia, paparan sinar matahari, polusi, bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan infeksi, serta kerusakan akibat gesekan, tekanan dan tarikan.

  Mengeluarkan zat-zat tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh.

  3. Mengatur suhu tubuh.

  4. Menyimpan kelebihan lemak.

  5. Sebagai indra peraba yang memungkinkan otak merasakan sejumlah rasa, seperti panas, dingin, sakit dan beragam tekstur.

  6. Tempat pembuatan vitamin D dengan bantuan sinar matahari.

  7. Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial (Achroni, 2012).

2.6 Sinar Ultraviolet

  Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar tidak tampak yang merupakan bagian energi yang berasal dari matahari. Ultraviolet merupakan salah satu jenis radiasi sinar matahari. Sedangkan jenis radiasi lainnya adalah inframerah (yang memberikan panas) dan cahaya yang terlihat. Panjang gelombang yang dimiliki sinar ultraviolet akan mempengaruhi terhadap kerusakan kulit.

  Semakin panjang gelombang sinar UV, semakin besar dampak kerusakan yang ditimbulkannya pada kulit. Berdasarkan panjang gelombang, ada tiga jenis radiasi ultraviolet, yaitu: 1.

  Sinar UV-A Sinar UV-A dengan panjang gelombang 320 - 400 nm, adalah sinar yang paling banyak mencapai bumi dengan perbandingan 100 kali UV- B. segmen sinar ini akan masuk kedalam dermis sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dermis dan terjadinya reaksi fotosensitivitas. Sinar ini meliputi 95% radiasi mencapai permukaan kerutan. UV-A menembus kulit lebih dalam dari UV-B dan bekerja lebih efisien. Radiasi UV-A menembus sampai dermis dan merusak serat-serat yang berada didalamnya. Kulit menjadi kehilangan elastisitas dan berkerut. Sinar ini juga dapat menembus kaca (Darmawan, 2013).

  2. Sinar UV-B Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290 - 320 nm, merupakan sinar matahari yang terkuat mencapai bumi. Kerusakan kulit yang ditimbulkan berada dibawah epidermis berupa luka bakar, kelainan prakanker dan keganasan lainnya. Jadi baik sinar UV-A maupun UV-B sama-sama memiliki dampak negatif bagi kulit manusia jika terpapar dalam waktu relatif lama (Bogadenta, 2012). Sinar UV-B tidak dapat menembus kaca (Darmawan, 2013).

  3. Sinar UV-C Memiliki panjang gelombang paling panjang, yaitu sekitar 200 - 290 nm. Menurut Darmawan (2013), radiasi sinar ini menimbulkan bahaya terbesar dan menyebabkan kerusakan terbanyak. Namun, mayoritas sinar ini diserap dilapisan ozon diatmosfer.

2.7 Skin Analyzer

  Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

  Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

  mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai system terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada

  Skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.7.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

  Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan denangan menggunakan Skin analyzer, yaitu:

  1. Moisture (Kadar air) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

  checker yang terdapat dalam Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan

  tombol power dan diletakkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

  2. Sebum (Kadar minyak) Pengukuran kadar minyak dilakukan dengan menggunakan alat oil

  checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menempelkan bagian sensor yang telah terpasang spons pada permukaan kulit.

  Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar minyak dalam kulit yang diukur.

  Evenness (Kehalusan) Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal).

  Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

  4. Pore (Pori) Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto pada pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit. Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

  5. Spot (Noda) Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin

  analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga

  (Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan penentu banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

  6. Wrinkle (Keriput) Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (Normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat terdeteksi dengan alat Skin analyzer.

2.7.2 Parameter pengukuran

  Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat kriterianya pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

  Pengukuran Parameter Moisture (Kelembaban) Dehidrasi Normal Hidrasi

  0-29 % 30-45 % 46-100 % Evenness (Kehalusan) Halus Normal Kasar

  0-31 32-51 52-100 Pore (Pori) Kecil Sedang Besar

  0-19 20-29 40-100 Spot (Noda) Sedikit Sedang Banyak

  0-19 20-39 40-100 Wrinkle (Keriput) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah

  0-19 20-52 53-100 Wrinkle’s depth Garis halus Kerutan

  (Kedalaman keriput) < 0,1 mm 01-0,4 mm

Dokumen yang terkait

BAB II PROYEK SEGAR II.1. Tinjauan Umum - Perancangan Pusat Konservasi Satwa dan Tanaman Mangrove “Ono Niha Zoological Park”, Kawasan Ekonomi Khusus, Idea Land, Teluk Dalam, Nias Selatan

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Saham - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bu

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi - Faktor Risiko Yang Dapat Diubah Dan Tidak Dapat Diubah Pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner Di Rsup Ham Medan

0 0 27

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Menerapkan Travel Chart, Algoritma BLOCPLAN dan CORELAP di PT. Cahaya Bintang Medan

1 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 43

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Be

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi - Gambaran Pola Menstruasi pada Siswi SMA As-Syafi’iyah Medan Tahun 2014

0 0 17

Dibekukan beberapa jam dalam lemari es atau freezer Dipotong tipis atau strip Ditimbang Sebagai berat basah

0 0 61