BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Hubungan antara Psychological Capital dengan Work Engagement pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendidikan Kabupaten Karo

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

  organisasi berupaya menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif dimana keunggulan yang dimiliki suatu organisasi diharapkan mampu menjamin kelangsungan hidup organisasi. Bila suatu organisasi tidak segera menonjolkan keunggulan yang dimiliki maka akan sangat sulit bagi perusahaan itu sendiri untuk mengikuti perkembangan dan memenangkan persaingan bisnis (Sukendar, 2004).

  Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja karyawannya. Pernyataan ini dirumuskan oleh Randall (1991) bahwa kerja yang dilakukan karyawan merupakan suatu investasi. Hal ini disebabkan karyawan dituntut memberikan waktu, tenaga, dan usahanya untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, misalnya keuntungan ekonomi, followship, dan juga status sosial.

  Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, perusahaan haruslah mempunyai keunggulan kompetitif yang baik. Wijono (2005) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor sumber daya organisasi yang bisa digunakan dalam pencapaian keunggulan kompetitif, yaitu, sumber daya fisik, sumber daya organisasi dan juga sumber daya manusia.

  

1 Untuk dapat memenangkan persaingan bisnis, sumber daya manusia sebagai salah satu elemen utama dari organisasi merupakan hal yang tidak dapat diabaikan.

  Elemen sumber daya manusia sangat berperan dalam mencapai tujuan organisasi. Sumber daya manusia tidak saja membantu organisasi dalam mencapai tujuannya tetapi juga membantu menentukan tujuan yang benar-benar dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). Mengingat pentingnya sumber daya manusia tersebut, maka suatu organisasi sangat disarankan agar menaruh perhatian yang cukup besar terhadap sumber daya manusia tanpa mengabaikan sumber daya yang lainnya (Ivancevich & Matterson, 2002).

  Keberhasilan suatu organisasi dalam menjalankan fungsinya adalah tergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada didalamnya (Luthans, 2005).

  Karyawan sebagai sumber daya manusia memiliki peran yang sangat dominan dalam organisasi karena karyawan merupakan penggerak utama dalam suatu organisasi sehingga pengelolaan sumber daya manusia sebagai faktor penentu keberhasilan sangat diperlukan (Widarsono, 2004). Menurut Azwar Abubakar selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN dan RB) sumber daya manusia di Indonesia secara umum masih dinilai berkualitas rendah, terutama yang bekerja pada instansi pemerintah atau biasa dikenal sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) (jpnn.com, 2012). Hal ini diperkuat oleh hasil survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2013, dimana kinerja PNS yang berada di Indonesia menempati urutan yang terburuk se-Asia setelah India (asiarisk.com, 2013).

  Fenomena yang sering diberitakan di media cetak maupun elektronik yaitu banyaknya PNS yang tidak berkualitas terlihat dari banyaknya PNS yang kurang memiliki kemauan sendiri untuk bekerja dengan baik. Para PNS tersebut tidak mengerjakan tugas yang seharusnya menjadi kewajiban mereka dengan baik dan sungguh-sungguh. Begitu juga dengan tindakan-tindakan tidak disiplin yang masih sering dilakukan oleh PNS seperti datang terlambat, pulang cepat (tidak sesuai dengan jam kerja) dan tidak masuk kerja (harianterbit.com, 2012).

  Fenomena di atas tidak dapat dijadikan dasar bahwa seluruh PNS di Indonesia memiliki kinerja yang buruk karena ada juga PNS yang memiliki semangat kerja yang baik, menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh, dan engaged dengan pekerjaannya. Pernyataan ini didukung oleh Budiyanto (2010), dimana dengan disediakannya berbagai fasilitas guna mendukung kesejahteraan PNS oleh pemerintah, maka wajar bagi PNS untuk memberikan kinerja terbaik yang dimilikinya demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Berbagai jaminan yang diberikan bagi PNS, seperti jaminan kesehatan, jaminan hari tua (pensiun), cuti dan berbagai tunjangan lainnya yang kemudian menjadi faktor penyemangat bagi PNS untuk kemudian melakukan pekerjaan dengan maksimal.

  PNS sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat berkewajiban untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik dan juga harus memiliki kegigihan dalam bekerja serta taat terhadap aturan yang berlaku sehingga PNS dapat memberikan contoh yang baik bagi masyarakat serta dapat mewujudkan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, seperti yang dituangkan dalam Pasal 26 UU No. 8/1974 mengenai sumpah janji yang diucapkan PNS ketika akan dilantik (bkd.balikpapan.go.id, 2011).

  PNS merupakan salah satu organ penting bagi keberlangsungan suatu Negara karena fungsinya sebagai abdi Negara dan masyarakat (Budiyanto, 2010). PNS adalah peletak dasar pelaksana system pemerintahan, seperti yang dikemukakan oleh Poerwotosoediro (1998), bahwa keberadaan PNS pada hakekatnya adalah sebagai tulang punggung pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional dimana PNS memegang peranan yang penting dalam menjaga kelancaran pembangunan dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita nasional, yaitu masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Nawawi (2000) yang menyatakan bahwa PNS adalah mereka yang telah memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang, serta diserahi tugas dalam jabatan negeri. Dalam menjalankan tugasnya ini, pemerintah sangat membutuhkan karyawan yang proaktif, berinisiatif tinggi, bertanggung jawab, dan memiliki komitmen terhadap pekerjaannya.

  Salah satu instansial pemerintah yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Karo, dalam rangka menciptakan pelayanan dan kinerja yang maksimal dalam upaya meningkatkan dan memajukan pendidikan di Kabupaten Karo pada prinsipnya berpijak pada tiga hal yaitu perlindungan kepada masyarakat dalam hal ini siswa, orang tua dan sekolah, kemudian berupaya menciptakan kepemerintahan yang akuntabel dan transparan serta system kerja yang bertanggung jawab, maka mereka menempatkan sumber daya manusia sebagai tumpuan utama untuk selalu ditumbuhkembangkan (dispenkabkaro.go.id, 2013). Upaya yang dilakukan dalam menumbuhkembangkan sumber daya manusia yang ada didalamnya dilakukan dengan menerapkan system kerja yang disiplin, dimana pegawai negeri sipil yang ketahuan melakukan tindakan tidak disiplin seperti bolos kerja, berkeliaran ditempat- tempat yang tidak semestinya disaat jam kerja, datang terlambat dan pulang lebih awal tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, dan tidak hadir saat apel pagi akan dikenakan sanksi yang cukup berat bagi pegawai negeri sipil dinas pendidikan Kabupaten Karo. Dan sebaliknya, bagi PNS yang dalam sebulan melakukan pekerjaan dengan baik, memiliki performa yang baik serta tidak tercatat melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang ada akan diberikan penghargaan. Hal ini diharapkan mampu membuat PNS yang ada di dalamnya menjadi lebih disiplin, dan memberikan performa terbaik mereka dalam bekerja.

  Muncul pandangan bahwa hubungan antara kondisi psikologis pegawai dengan pekerjaannya memegang peranan yang sangat penting (Bakker, 2006). Suatu organisasi tidak lagi hanya mencari calon pegawai yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, namun juga mencari calon pegawai yang mampu menginvestasikan diri sendiri untuk terlibat secara penuh dalam pekerjaan, proaktif, dan memiliki komitmen tinggi terhadap standar kualitas kinerja (Bakker, Schaufeli & Leiter, 2006).

  Organisasi juga membutuhkan pegawai yang bisa engaged dengan pekerjaannya (Bakker Schaufeli & Leiter, 2006). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Wagner & Harter (2011) yang menyatakan bahwa karyawan yang engaged dan bertalenta merupakan sumber daya terbesar bagi organisasi. Karyawan yang engaged adalah karyawan yang memaknai serta berkontribusi terhadap pekerjaannya dan mengerjakan pekerjaan dengan mencurahkan segenap energi fisik, kognitif, dan emosi (Kahn, 1990; Kular, Gatenby, Rees, Soane, & Truss, 2008).

  Work engagement merupakan topik penting yang paling banyak dibicarakan

  diantara perusahaan konsultan dan media bisnis terkenal (Saks, 2006). Dalam literatur akademis, dikatakan bahwa engagement berhubungan dengan gagasan lain dalam perilaku organisasi (Saks, 2006). Gagasan dalam perilaku organisasi tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu sama-sama berbicara tentang hubungan karyawan dengan perusahaan.

  Bakker, Schaufeli & Leiter (2006) menyatakan bahwa work engagement merupakan aspek yang meliputi emosi positif, keterlibatan penuh dalam melakukan pekerjaan dan dikarakteristikkan dalam tiga dimensi utama yaitu semangat (vigor), dedikasi (dedication), serta penyerapan terhadap pekerjaan (absorption). Work

  

engagement merupakan salah satu konstruk yang dimasukkan dalam konteks

  psikologi positif. Dimasukkannya work engagement ke dalam dimensi positif karena konstruk tersebut menekankan pada kesejahteraan seorang karyawan (Schaufeli & Bakker, 2004). Karyawan yang memiliki tingkat work engagement yang tinggi akan menunjukkan performa terbaik mereka, hal ini karena karyawan tersebut menikmati pekerjaan yang mereka lakukan (Bakker, Schaufeli & Leiter 2006).

  Karyawan yang engaged secara emosional akan mendedikasikan dirinya kepada organisasi dan secara penuh berpartisipasi di dalam pekerjaannya dengan antusias yang besar untuk kesuksesan dirinya dan atasan mereka (Markos & Sridevi, 2010). Penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia hanya sekitar 30 % dari karyawan yang engaged secara aktif dengan sisa 70 % lainnya menyibukkan diri namun tidak memberikan kontribusi yang cukup, baik secara individual maupun kolektif (Amol, 2010). Menurut Gallup Organization (dalam Kular dkk, 2008), Work engagement

  Index (WEI) memiliki implikasi yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan,

  pertumbuhan yang berkelanjutan, kenaikan keuntungan, kenaikan nilai saham, produktivitas dan retensi karyawan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Blau & Boal (1987) menunjukkan bahwa work engagement berperan dalam meningkatan omitmen organisasi dan kinerja karyawan.

  Berdasarkan hasil penelitian, tergapat beberapa dampak positif dari work engagement terhadap kinerja bisnis, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Corporate

  

Leadership Council menemukan bahwa work engagement memberikan kontribusi sebesar 40% dalam meningkatkan kinerja karyawan. Sementara itu komitmen organisasi memberikan kontribusi sebesar 57% dimana karyawan dengan komitmen tinggi akan berusaha 57% lebih keras dalam menyelesaikan pekerjaannya. Ditemukan juga bahwa 80% karyawan dengan work engagement yang tinggi akan memberikan performa terbaik mereka ketika bekerja dan 87% karyawan memiliki kemungkinan yang kecil untuk meninggalkan organisasi.

  Schaufeli dan Bakker (2004) menyatakan bahwa work engagement pada dasarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu model JD-R (job demand-resources model) dan modal psikologis (psychological capital). Model JD-R meliputi beberapa aspek seperti lingkungan fisik, sosial, dan organisasi, gaji, peluang untuk berkarir, dukungan supervisor dan rekan kerja, serta performance feedback. Sedangkan modal psikologis (psychological capital) meliputi kepercayaan diri (self-efficacy), rasa optimis (optimism), harapan mengenai masa depan (hope), serta resiliensi (recilience).

  Schaufeli (2000) menyatakan bahwa karakteristik karyawan yang engaged dengan pekerjaannya ditunjukkan dengan keyakinan terhadap kemampuan sendiri dan memiliki anggapan bahwa work is fun. Hal ini merupakan indikator perilaku dari

psychological capital yang dikemukakan oleh Schaufeli & Bakker (2004).

  

Psychological capital merupakan hal positif psikologis yang dimiliki oleh setiap

  individu yang berguna membantu individu tersebut untuk dapat berkembang, yang ditandai oleh: (1) Percaya diri (self-efficacy atau confidence) untuk menyelesaikan pekerjaan, (2) Memiliki pengharapan positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang, (3) Tekun dalam berharap (hope) untuk berhasil, dan (4) Tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan (resiliency) hingga mencapai sukses (Luthans, dkk; 2007).

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hedissa (2012) menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki psychological capital yang tinggi cenderung memiliki kepuasan kerja yang tinggi pula. Ketika karyawan mampu mencapai kepuasan dalam bekerja, hal ini akan mengakibatkan karyawan memiliki keinginan untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan ataupum program yang diadakan organisasi untuk mencapai tujuan kesuksesan organisasi itu sendiri (Wall, 2007). Penelitian tentang lainnya dilakukan oleh Nikodemus (2010), dimana berdasarkan

  psychological capital

  hasil penelitiannya diperoleh bahwa psychological capital mempengaruhi

  

performance task seorang karyawan. Dimana semakin tinggi psychological yang

  dimiliki karyawan maka akan semakin baik performa karyawan tersebut dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

  Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan antara psychological capital dengan work engagement pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendidikan Kabupaten Karo.

  B. RUMUSAN MASALAH

  Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian yang dirumuskan adalah apakah terdapat hubungan antara

  

psychological capital dengan work engagement pada Pegawai Negeri Sipil Dinas

  Pendidikan Kabupaten Karo?

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara psychological dengan work engagement pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendidikan

  capital Kabupaten Karo.

  D. MANFAAT PENELITIAN

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang psikologi, khususnya dalam Psikologi Industri dan Organisasi dalam aplikasinya terutama mengenai hubungan psychological capital dengan work engagement pada pegawai negeri sipil, kuhususnya di dinas pendidikan Kabupaten Karo sehingga bisa dijadikan sumber informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan work engagement dan psychological capital.

2. Manfaat Praktis a.

   Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai tingkat work engagement dan tingkat psychological capital pada pegawai negeri sipil

  (PNS).

  b.

   Bagi akademis, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan acuan atau

  pertimbangan pembaca untuk dijadikan langkah awal bagi peneliti selanjutnya yang ingin melengkapi penelitian ini dan mengembangkan penelitian mengenai work engagement dan psychological capital.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

  Untuk memudahkan penelitian, maka penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut: a.

  BAB I – PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah yang terjadi, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. b.

BAB II – TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori yang digunakan dalam penelitian, yakni teori

  

work engagement dan teori psychological capital serta literatur-literatur

  yang sesuai dengan materi penelitian yang dijelaskan dan mendukung analisa yang dilakukan terhadap masalah yang terjadi.

  c.

  BAB III – METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang metode yang digunakan dalam penelitian sebagai kerangka dalam pemecahan masalah meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari work engagement dan psychological

  

capital, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan

  data, uji coba alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.

  d.

  BAB IV – ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dijelaskan mengenai laporan hasil penelitian yang meliputi uji asumsi, yaitu uji normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan data-data penelitian ditinjau dari teori-teori yang relevan.

  e.

  BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini akan membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran yang diberikan oleh peneliti untuk menyempurnakan penelitian dan juga untuk penelitian yang berhubungan dengan apa yang akan diteliti di masa mendatang diikuti dengan saran untuk organisasi.