BAB II LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Definisi Work Engagement - Pengaruh Persepsi Pengembangan Karir Terhadap Work Engagement Pada Pegawai Negeri Sipil

LANDASAN TEORI

A. Work Engagement

1. Definisi Work Engagement

  Konsep work engagement pertama kali dinyatakan oleh Kahn (1990) sebagai hasrat anggota organisasi terhadap pekerjaan mereka dimana mereka mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan emosi. Ketiga aspek tersebut memiliki pengertian yang berbeda-beda. Aspek fisik yaitu energi fisik yang dikerahkan oleh pegawai dalam melaksanakan perannya dalam pekerjaan. Aspek kognitif mengacu pada keyakinan pegawai terhadap organisasi, kepemimpinan dan kondisi pekerjaan. Sedangkan aspek emosial lebih mengacu kepada bagaimana perasaan pegawai apakah merasakan hal positif atau negatif terhadap organisasi dan kepemimpinan yang ada.

  Maslach, Schaufeli & Leiter (2001) mengkonseptualisasikan work

  

engagement sebagai lawan dari burnout dan mendefinisikan work engagement

  sebagai keadaan emosional yang persisten, dikarakteristikkan dengan adanya level yang tinggi dalam aktivasi dan kesenangan. Maslach dan Leiter (2001, dalam Schaufeli & Bakker, 2003) berasumsi bahwa work engagement dan burnout membentuk kutub-kutub yang berlawanan dalam suatu kontinum kerja yang berkaitan dengan kesejahteraan, dimana burnout sebagai kutub negatif dan work engagement sebagai kutub positif.

  

work engagement adalah kekuatan yang dapat memotivasi pegawai untuk dapat

meningkatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, energi ini berupa komitmen.

  Definisi work engagement oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2002) merupakan definisi yang lebih luas dan lebih sering digunakan dalam studi penelitian (Albrecht, 2010). Schaufeli dkk. (2002) mendefinisikan

  

work engagement sebagai keadaan positif, pemenuhan, pandangan terhadap

kondisi kerja dikarakteristikkan dengan adanya vigor, dedication dan absorption.

  

Vigor dikarakteristikkan dengan tingkat energi yang tinggi, resiliensi, keinginan

  untuk berusaha, dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Dedication ditandai dengan merasa bernilai, antusias, inspirasi, berharga dan menantang, dan yang terakhir absorption ditandai dengan konsentrasi penuh terhadap suatu tugas (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma & Bakker, 2002).

  Berdasarkan uraian di atas, maka defenisi work engagement dalam penelitian ini adalah keadaan motivasional yang positif dan pemenuhan diri yang dikarakteristikkan dengan adanya vigor (kekuatan), dedication (dedikasi), dan absorption (absorpsi).

2. Aspek- Aspek Work Engagement

  Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, dan Bakker (2002) mendefnisikan

  

work engagement sebagai keadaan positif, pemenuhan, pekerjaan berkaitan

  dengan pandangan terhadap kondisi kerja dikarakteristikkan dengan adanya

  

vigor , dedication dan absorption. Berdasarkan definisi ini, Schaufeli dan Bakker berikut; a.

   Vigor (kekuatan) Vigor mengacu pada level energi yang tinggi dan resiliensi, kemauan

  untuk berusaha, tidak mudah lelah dan gigih dalam menghadapi kesulitan. Biasanya orang-orang yang memiliki skor vigor yang tinggi memiliki energi, gelora semangat, dan stamina yang tinggi ketika bekerja, sementara yang memiliki skor yang rendah pada vigor memiliki energi, semangat dan stamina yang rendah selama bekerja.

  b.

  Dedication (dedikasi)

  Dedication mengacu pada perasaan penuh makna, antusias dan bangga

  dalam pekerjaan, dan merasa terinspirasi dan tertantang olehnya. Orang- orang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat mengidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka.

  c.

  Absorption (absorbsi)

  Absorption mengacu pada berkonsentrasi secara penuh dan mendalam,

  tenggelam dalam pekerjaan dimana waktu berlalu terasa cepat dan sesuatu disekitarnya. Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada

  absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan,

  merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupa dan waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor absorption yang rendah tidak merasa tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu.

3. Ciri-Ciri Work Engagement

  Pegawai yang memiliki work engagement terhadap organisasi memiliki karakteristik tertentu. Berbagai pendapat mengenai karakteristik pegawai yang memiliki work engagement yang tinggi banyak dikemukakan dalam berbagai literatur, diantaranya Federman (2009) mengemukakan bahwa pegawai yang memiliki work engagement yang tinggi dicirikan sebagai berikut: 1.

  Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada pekerjaan yang berikutnya

  2. Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka sendiri

  3. Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat sebuah lompatan dalam pekerjaan

4. Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah laku yang dewasa.

  Beberapa faktor yang mempengaruhi work engagement, yaitu: a.

   Job Resource

Job resource merujuk pada aspek fisik, sosial, maupun organisasional

  dari pekerjaan yang memungkinkan individu untuk: a.

  Mengurangi tuntutan pekerjaan dan biaya psikologis maupun fisiologis yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut.

  b.

  Mencapai target pekerjaan, dan c. Menstimulasi pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan personal (Bakker, 2009).

  b.

   Leadership

  Dalam setiap organisasi, pemimpin memiliki pengaruh yang tinggi terhadap produktivitas pegawai (Hewitt, 2012). Produktivitas pegawai akan meningkat sesuai dengan sikap positif yang ditunjukkan oleh pemimpin (Macleod & Clarke, 2009).

  c.

   Peers

  Hubungan interpersonal yang terjalin antar pegawai akan memberikan pengalaman kerja yang lebih berarti. Hubungan interpersonal seperti saling mendukung dan saling membantu antar pegawai akan meningkatkan rasa kebersamaan yang menjadikan pegawai untuk lebih

  engaged (Vazirani, 2007).

   Job Demand Resources

  Schaufeli & Bakker (2003) menyatakan ada banyak hal yang dapat mempengaruhi work engagement antara lain adalah gaji dan kesempatan untuk mengembangkan karir. Karir yang terus meningkat adalah harapan dari semua pegawai yang didukung dengan tersedianya tantangan dalam pekerjaan sekaligus menyediakan kesempatan kemajuan karir. Dengan diberikannya kesempatan bagi pegawai untuk mengembangkan kemampuan dan mempelajari keterampilan serta pengetahuan baru, maka pegawai akan menyadari potensi mereka masing-masing. Pegawai yang diberikan kesempatan karir dengan pekerjaan yang menantang akan lebih engaged (Vazirani, 2007).

B. Pengembangan Karir

1. Definisi karir

  Karir yang dicapai oleh seseorang dapat mencerminkan perkembangan pegawai sebuah organisasi secara individu dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dicapai selama masa kerja dalam organisasi tersebut. Dengan adanya karir yang dicapai, maka akan menunjukkan peran dan status masing- masing individu tersebut (Dewi, 2006).

  Karir dapat diartikan dalam tiga cara (Noe, 2002) yaitu: pertama, karir merupakan serangkaian posisi yang tersedia dalam suatu pekerjaan. Kedua, karir merupakan mobilitas pekerjaan di dalam organisasi dan yang ketiga, karir pegawai mempunyai pekerjaan, posisi, dan pengalaman yang berbeda-beda satu sama lain.

  Robbins (2004) mengatakan bahwa organisasi bertanggung jawab dalam menyediakan pelatihan dan kesempatan agar pegawai dapat mengembangkan karir mereka dan tetap termotivasi, sedangkan pegawai memiliki tanggung jawab untuk menunjukkan sikap setia dan kerja keras ketika bekerja.

  Berdasarkan uraian teoritis di atas dapat disimpulkan bahwa karir adalah rangkaian posisi, jabatan ataupun pekerjaan yang dijalani pegawai selama bekerja di suatu organisasi yang meliputi pergerakan dalam organisasi.

2. Definisi Pengembangan Karir

  Robbins (1996) mengemukakan bahwa jika individu merasa organisasi tempatnya bekerja menyediakan peluang bagi dirinya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan karirnya maka individu yang bersangkutan akan membentuk sikap yang positif.

  Pengembangan karir seperti promosi sangat diharapkan oleh setiap pegawai, karena dengan adanya pengembangan karir akan di dapat hak-hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya, baik material maupun nonmaterial. Hak-hak yang bersifat material seperti kenaikan pendapatan, perbaikan fasilitas dan sebagainya. Sedangkan hak-hak yang tidak bersifat material seperti status sosial, perasaan bangga, dan sebagainya. Dalam praktik pengembangan karir lebih merupakan suatu pelaksanaan rencana karir, seperti peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir.

  Pengembangan karir merupakan suatu proses dan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mempersiapkan pegawai di posisi tertentu di dalam organisasi.

  Pengembangan karir harus dilakukan karena pegawai tidak hanya ingin memperoleh apa yang sudah dimilikinya, melainkan juga mengharapkan perubahan, kemajuan dan kesempatan untuk berkembang. Beberapa hal yang mempengaruhi pengembangan karir pada pegawai, yaitu:

  1. Keinginan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan intelektual.

  2. Untuk memperoleh kompensasi yang lebih besar dari yang biasanya.

  3. Untuk mendapatkan kebebasan di dalam pekerjaan.

  4. Untuk menjamin keamanan di tempat kerja.

  5. Untuk mendapatkan pencapaian di dalam pekerjaan (Melinda & Zulkarnain, 2004).

  Bernardin (2003) menjelaskan bahwa pengembangan karir merupakan suatu usaha yang formal, teratur, dan terencana untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan karir pegawai dan kebutuhan tuntutan kerja organisasi. Dalam pelaksanaannya, pengembangan karir diatur untuk meningkatkan kepuasan karir para pegawai dan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. karir merupakan kegiatan yang terencana untuk mempersiapkan pegawai agar dapat meraih posisi ataupun keterampilan tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pegawai dan efektifitas organisasi.

3. Aspek-aspek Pengembangan Karir

  Noe (2002) mengemukakan bahwa pegawai, atasan, dan organisasi adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal pengembangan karir pegawai dalam organisasi. Masing-masing pihak memiliki peran tertentu dalam pengembangan karir pegawai. Usaha pengembangan karir pegawai akan berlangsung optimal jika ketiga pihak bertanggung jawab dalam melaksanakan perannya masing-masing (Noe, 2002). Aspek–aspek yang termasuk dalam pengembangan karir yaitu: a.

  Peran Pegawai Menurut Noe (2002), peran pegawai dalam hal pengembangan karir adalah:

1. Mengidentifikasi kebutuhan karir diri sendiri.

  2. Berinisiatif untuk meminta umpan balik dari atasan dan rekan kerja sehubungan dengan kekuatan dan kelemahan dari skill yang mereka miliki.

  3. Mencari tantangan dengan membuka diri terhadap berbagai kesempatan belajar (misalnya terlibat dalam tugas penjualan, tugas desain produk, tugas administratif).

  Berinteraksi dengan pegawai dari berbagai kelompok yang berbeda baik di dalam maupun luar organisasi.

5. Menciptakan visibilitas (kemampuan untuk dilihat orang lain) dengan cara menampilkan performa kerja yang memuaskan.

  b.

  Peran Atasan Noe (2002) mengemukakan bahwa atasan memainkan peran penting dalam proses manajemen karir. Dalam banyak kasus, pegawai biasanya mencari atasan mereka untuk meminta saran karir. Karena atasan umumnya mengevaluasi kesiapan pegawai untuk mobilitas pekerjaan (promosi). Selain itu, atasan juga seringkali menjadi sumber informasi utama mengenai pembukaan lowongan jabatan, kursus/pelatihan, dan kesempatan perkembangan lainnya. Sayangnya, banyak atasan menghindar untuk terlibat dalam aktivitas perencanaan karir pegawai karena mereka tidak merasa berkualifikasi untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan pegawai yang berhubungan dengan karir, mereka memiliki waktu yang terbatas untuk membantu pegawai mengatasi isu karir, dan mereka kurang memiliki kemampuan interpersonal yang dibutuhkan untuk memahami isu karir sepenuhnya.

  c.

  Peran Organisasi Organisasi bertanggung jawab dalam menyediakan sumber daya yang dibutuhkan pegawai untuk sukses dalam perencanaan karir mereka (Noe, 2002).

  Sumber daya ini mencakup program maupun proses spesifik untuk perencanaan karir, yang antara lain :

  Memberikan peluang pelatihan dan pengembangan misalnya dengan mengikutsertakan pegawai dalam seminar dengan topik manajemen karir, mengadakan pelatihan bagi atasan agar dapat lebih memahami dan mampu melaksanakan peran mereka dalam memanajemen karir pribadi maupun bawahannya, memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan keterampilan kerja pegawai sehingga menambah nilai bagi proses pengembangan karir, dan sebagainya.

  2. Memberikan informasi mengenai karir dan kesempatan kerja misalnya mengumumkan kepada pegawai sehubungan dengan adanya posisi atau jabatan yang sedang kosong dalam organisasi, menerbitkan majalah atau bulletin, membentuk website, dan usaha-usaha lainnya yang dapat membuat pegawai memperoleh informasi peluang karir dan kesempatan kerja dalam organisasi.

  3. Menyediakan fasilitas bimbingan karir. Organisasi berupaya untuk memberikan bantuan ataupun layanan kepada pegawai agar dapat lebih mengenali dan memahami potensi diri, mengenal lingkungan organisasi agar dapat menentukan pilihan karir ataupun mampu mengambil keputusan karir yang sesuai dengan keadaan dirinya atau persyaratan tugas atau pekerjaan yang ditekuninya.

  4. Menyediakan jalur karir. Membentuk jalur karir dan menginformasikannya secara jelas kepada pegawai. Selain jalur karir, organisasi juga dapat memberikan informasi mengenai keahlian ataupun persyaratan lainnya yang harus dipenuhi pegawai agar dapat menduduki persyaratan tersebut. Jalur karir dalam penelitian ini dapat dijelaskan sesuai dengan bagan yang ada di bawah ini :

  

PEGAWAI NEGERI SIPIL

Pangkat di Kualifikasi dan Prestasi kerja 2 Kompetensi Sehat jasmani

bawah jenjang tingkat tahun terakhir jabatan yang dan rohani

pangkat yang pendidikan diperlukan

  PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Mengikuti dan Lulus Diklat Kepemimpinan Dilantik dan

  Disumpah Gambar 1 : Skema Jalur Karis Pegawai Negeri Sipil

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Karir

  Menurut Munandar (2001), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan karir yaitu : a.

  Faktor Internal Maslow mengemukakan teori motivasi yang disebut Maslow’s need

  hierarchy theory . Motivasi kerja dapat ditinjau dari teori motivasi ini, dimana bekerja akan mempunyai dan mengembangkan pola kebutuhan sendiri. Selama dalam tugas-tugas dipekerjaan kebutuhan yang paling kuat dialami pada waktu tertentu akan menimbulkan dorongan dalam dirinya untuk berprilaku mencapai tujuan yakni memuaskan kebutuhan (Aamodt, 2004).

  Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2001) didalam teorinya yang terkenal dengan teori motivasi faktor dari Higien. Teori motivasi Higien merupakan teori yang menyatakan bahwa faktor-faktor intrinsik berkaitan dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja, sedangkan faktor ekstrinsik berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Seorang pegawai yang termotivasi biasanya bersifat energik dan bersemangat dalam mengerjakan sesuatu secara konsisten dan aktif mencari peran dan tanggung jawab yang lebih besar. Beberapa pegawai tidak takut bila dihadapkan pada tantangan, bahkan justru termotivasi untuk mengatasinya.

  Sebaliknya, para pegawai yang kurang memiliki motivasi akan sering menampilkan rasa tidak senang akan tugas-tugas dan tujuannya serta cenderung acuh. Akibatnya, kinerja mereka semakin buruk dan sering melepaskan tanggung jawabnya.

  b.

  Faktor Eksternal Pekerjaan dapat menjadi sumber ketegangan dan stres yang besar bagi para pekerja. Peraturan kerja yang kaku, pemimpin yang bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan ditempat kerja, rekan-rekan yang sulit diajak kerja sama, waktu kerja yang sangat panjang atau ketidaknyamanan lingkungan kerja yang tidak kondusif.

C. Pegawai Negeri Sipil (PNS)

  Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan , diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (Salam, 2004).

  Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia baik jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu pada organisasi. Selanjutnya A.W. Widjaja mengatakan bahwa, pegawai adalah orang- orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga- lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha (A.W. Widjaja, 2006).

  Dua pengertian pegawai negeri menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu: 1.

  Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah serta menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.

  Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian, yang menjelaskan Pegawai Negeri terdiri dari: 1. Anggota Tentara Nasional Indonesia 2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pegawai Negeri Sipil terdiri dari: 1. Pegawai negeri sipil pusat.

  2. Pegawai negeri sipil daerah.

  3. Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat a.

  Yang bekerja sama pada departemen, lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan, lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan.

  b.

  Yang bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan kereta api, pegadaian dan lain-lain.

  c.

  Yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

  Yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain seperti perusahaan umum, yayasan dan lainnya.

  e.

  Yang menyelenggarakan tugas negara lainnya, misalnya hakim pada pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah

  Pegawai Negeri Sipil daerah diangkat dan bekerja pada Pemerintahan Daerah Otonom baik pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

  

3. Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah

  Masih dimungkinkan adanya pegawai negeri sipil lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala kelurahan dan pegawai negeri di kantor sesuai dengan UU No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang menyelenggarakan tugas-tugas negara atau pemerintahan adalah pegawai negeri, karena kedudukan pegawai negeri adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, juga pegawai negeri merupakan tulang punggung pemerintah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam melaksanakan pembangunan nasional.

  Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan dibebankan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan sudah tentu di samping kewajiban baginya juga diberikan apa-apa saja yang menjadi hak yang didapat oleh seorang pegawai negeri.

  Pada Pasal 4 Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian setiap pegawai negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintahan. Pada umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan dan ketaatan adalah suatu tekad dan kesanggupan dari seorang pegawai negeri untuk melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

  Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi masyarakat wajib setia dan taat kepada Pancasila, sebagai falsafah dan idiologi negara, kepada UUD 1945, kepada Negara dan Pemerintahan. Biasanya kesetiaan dan ketaatan akan timbul dari pengetahuan dan pemahaman yang mendalam. Oleh sebab itulah seorang Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari dan memahami secara mendalam tentang Pancasila, UUD 1945, Hukum Negara dan Politik Pemerintahan. Dalam Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun 1974 (pasal ini tidak diubah oleh UU No.43 Tahun 1999) Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan setiap pegawai negeri wajib mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian kesadaran dan tanggung jawab. oleh sebab itu maka seorang Pegawai Negeri Sipil wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh anggota masyarakat.

  Sejalan dengan itu pegawai negeri sipil berkewajiban memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan dan perundang- undangan yang berlaku. Di dalam melaksankan peraturan perundang-undangan, pada umumnya kepada pegawai negeri diberikan tugas kedinasan untuk melaksanakan dengan baik. Pada pokoknya pemberian tugas kedinasan itu adalah merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang dengan harapan bahwa tugas itu nantinya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Maka Pegawai Negeri Sipil dituntut penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kedinasan.

  Promosi Jabatan Pegawai Negeri Sipil

  Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.

  Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi pangkat jabatan struktural sesuai PP Nomor 13 Tahun 2002.

  Tabel 1. Jenjang Karir Pada Pegawai Negeri Sipil NO. ESELON JENJANG PANGKAT, GOLONGAN RUANG TERENDAH TERTINGGI PANGKAT GOL/RU PANGKAT GOL/RU

  III/a Penata Muda Tingkat I

  III/c PenataTingkat

  I III/d 8.

  IVb Penata Muda Tingkat I

  III/b Penata

  III/c

  9. Va Penata

  III/b Penetapan organisasi Eselon Va dilakukan secara selektif

  IV/a

  Persyaratan PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain : a.

  Berstatus pegawai negeri sipil.

  b.

  Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan.

  c.

  Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan.

  7. Iva Penata

  I III/d Pembina

  1. 1a Pembina Utama Madya

  IV/c Pembina Utama Madya

  IV/d Pembina Utama

  IV/e 2. 1b Pembina Utama

  Muda

  IV/c Pembina Utama

  IV/e 3.

  IIa Pembina Utama Muda

  IV/d 4.

  IIIb Pembina Tingkat

  IIb Pembina Tingkat

  I IV/b Pembina Utama Muda

  IV/c 5.

  IIIa Pembina

  IV/a Pembina Tingkat I

  IV/b 6.

1. Pengangkatan

  Semua unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir.

  e.

  Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan.

  f.

  Sehat jasmani dan rohani. Selain persyaratan tersebut, pejabat pembina kepegawaian perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya yaitu : senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) , jabatan, pengalaman.

2. Pelaksanaan Pengangkatan

  Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dilingkungan instansi pusat ditetapkan dengan keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan tertulis dari komisi kepegawaian negara. Sedangkan pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah pada instansi pusat ditetapkan pejabat pembina kepegawaian pusat setelah mendapat pertimbangan dari baperjakat instansi pusat.

  Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dipropinsi (sekda) ditetapkan pejabat pembina kepegawaian daerah propinsi setelah mendapat persetujuan pimpinan DPRD propinsi, setelah sebelumnya dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri, sedangkan pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian daerah propinsi setelah mendapat pertimbangan dari baperjakat instansi daerah propinsi. kabupaten/kota, ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian daerah kabupaten/ kota setelah mendapat pertimbangan dari baperjakat instansi daerah kabupaten/kota. Khusus untuk pengangkatan sekretaris daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian daerah kabupaten/kota setelah mmendapat persetujuan dari pimpinan DPRD kabupaten/kota, setelah terlebih dahulu dikonsultasikan secara tertulis kepada Gubernur.

  Dalam setiap keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan struktural, harus dicantumkan nomor dan tanggal pertimbangan baperjakat, eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktural.

  3. Pelantikan

  PNS yang diangkat dalam jabatan struktural, termasuk PNS yang menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan eselonnya, selambatnya 30 hari sejak penetapan pengangkatannya wajib dilantik dan diambil sumpahnya oleh pejabat yang berwenang. Demikian juga yang mengalami perubahan nama jabatan atau perubahan fungsi dan tugas jabatan maka PNS yang bersangkutan dilantik dan diambil sumpahnya kembali.

  4. Pendidikan dan Pelatihan

  PNS yang akan atau telah menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus diklat kepemimpinan (Diklatpim) sesuai dengan kompentensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut. Artinya, PNS dapat diangkat dalam jabatan Namun demikian untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan menambah wawasan, maka kepada PNS yang bersangkutan tetap diharuskan untuk mengikuti dan lulus Diklatpim yang dipersyaratkan untuk jabatannya.

5. Pemberhentian

  Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena: a.

  Mengundurkan diri dari jabatannya.

  b.

  Mencapai batas usia pensiun.

  c.

  Diberhentikan sebagai PNS.

  d.

  Diangkat dalam jabatan struktural lainnya atau jabatan fungsional e. Cuti diluar tanggungan negara kecuali cuti diluar tanggungan negara karena persalinan.

  f.

  Tugas belajar lebih dari enam bulan.

  g.

  Adanya perampingan organisasi pemerintah.

  h.

  Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani. i.

  Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku. Pemberhentian PNS dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang setelah melalui pertimbangan Komisi Kepegawaian meninggal dunia dianggap telah diberhentikan dari jabatan strukturalnya

6. Perangkapan Jabatan

  Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat struktural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan manusia, PNS yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural lain maupun jabatan fungsional. Rangkap jabatan hanya diperbolehkan apabila ketentuan perangkapan jabatan tersebut diatur dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah.

  

D. Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Work Engagement Pada

Pegawai Negeri Sipil

  Pegawai yang memiliki work engagement tinggi akan bekerja lebih dari kata “cukup baik”, mereka bekerja dengan berkomitmen pada tujuan, menggunakan intelegensi untuk membuat pilihan bagaimana cara terbaik untuk menyelesaikan suatu tugas, memonitor tingkah laku mereka untuk memastikan apa yang mereka lakukan benar dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan akan mengambil keputusan untuk mengkoreksi jika diperlukan (Thomas, 2009).

  Menurut Hewitt (2012), pegawai yang memiliki work engagement yang tinggi akan secara konsisten mendemonstrasikan tiga perilaku umum, yaitu:

  Say – secara konsisten berbicara positif mengenai organisasi dimana ia bekerja kepada rekan sekerja, calon pegawai yang potensial dan juga kepada pelanggan.

  2. Stay – Memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi dimana ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain.

  3. Strive – Memberikan waktu yang lebih, tenaga dan inisiatif untuk dapat berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi.

  Robertson & Markwick (2009) berpendapat bahwa pegawai yang engaged menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata mengenai pekerjaannya dan untuk organisasi yang mempekerjakan mereka. Pegawai yang engaged menikmati pekerjaan yang mereka lakukan dan berkeinginan untuk memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat mensukseskan organisasi dimana mereka bekerja.

  Pegawai yang engaged juga mempunyai level energi yang tinggi dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya (Schaufeli & Salanova, 2007). Leiter & Bakker (2010) menyatakan bahwa ketika pegawai engaged, mereka merasa terdorong untuk berusaha maju menuju tujuan yang menantang, mereka menginginkan kesuksesan.

  Lebih lanjut, work engagement merefleksikan energi pegawai yang dibawa dalam pekerjaan. Berdasarkan uraian di atas, ciri-ciri pegawai yang engaged tidak hanya mempunyai kapasitas untuk menjadi energik, tetapi mereka secara antusias mengaplikasikan energi yang dimiliki pada pekerjaan mereka (Leiter & Bakker, 2010). juga individu, oleh karena itu level work engagement harus ditingkatkan untuk mencapai produktifitas yang maksimal. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor yang mendorong tingkat work engagement (Saks, 2006).

  Beberapa hasil studi penelitian menunjukkan banyaknya faktor-faktor yang menjadi pendorong pegawai untuk menajadi lebih engaged. Salah satu faktor yang mendorong work engagement adalah pengembangan karir. Organisasi yang memiliki tingkat work engagement yang tinggi menyediakan kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan kemampuan mereka, belajar keterampilan baru, memperoleh pengetahuan baru dan menyadari potensi mereka. Ketika organisasi memiliki perencanaan pengembangan karir terhadap pegawai, maka pegawai tersebut akan memberikan kontribusi terbaik mereka (Hewitt, 2012).

  Pegawai akan bertahan dalam sebuah organisasi tergantung bagaimana mereka melihat masa depan mereka yang ada pada organisasi tersebut (Kraemer, 2000 ; Zulkarnain, 2013). Dengan adanya pengembangan karir yang jelas dan sesuai akan sangat mempengaruhi seorang pegawai untuk lebih memiliki semangat kerja yang tinggi dan termotivasi untuk bekerja. Pengembangan karir juga merupakan salah satu cara bagi organisasi untuk menarik dan mempertahankan pegawai yang berbakat dalam organisasi (Robbins & Coulter, 1999 ; Zulkarnain, 2013).

  Pengembangan karir yang dikemukakan oleh Noe (2002) menyatakan bahwa ada pihak-pihak yang mendukung terwujudnya pengembangan karir yaitu peran pegawai, peran atasan dan peran organisasi. Pengembangan karir

  2010).

  Pegawai memiliki peran dalam hal mengidentifikasi kebutuhan karir dirinya sendiri sehingga mereka mengetahui jenjang karir yang harus mereka capai selama bekerja (Noe, 2002). Hakanen, Perhoniemi & Toppinen-Tanner (2008) menyatakan bahwa individu adalah salah satu faktor utama yang merasakan engaged terhadap pekerjaannya. Mereka merasakan bangga terhadap pekerjaannya sehingga dapat memberikan kinerja terbaik untuk dirinya sendiri dan untuk organisasi. Sesuai dengan aspek yang dikemukakan oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-roma & Bakker (2002) yaitu vigor bahwa orang-orang yang memiliki skor vigor yang tinggi akan akan bekerja dengan gigih dan semangat.

  Karena mereka merasa dengan adanya semangat yang tinggi dalam diri mereka, akan memberikan keuntungan baik bagi dirinya sendirinya maupun bagi organisasi.

  Organisasi yang memiliki level work engagement yang tinggi memiliki pimpinan yang peduli terhadap pengembangan karir pegawai dan dapat dijadikan acuan bagi pegawai yang membutuhkan informasi (Vance, 2006). Dengan adanya dukungan dari atasan, akan menjadikan seseorang pegawai merasa terinspirasi dan akan menimbulkan skor absorption yang tinggi serta akan mengacu pada konsentrasi yang penuh dan mendalam karena pegawai merasa atasan memiliki kepedulian terhadap perkembangannya (Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma & Bakker, 2002). mendorong pengembangan karir pegawainya (Macleod, 2009). Karena dengan pengelolaan sumber daya yang baik, organisasi akan memiliki orang-orang yang kompetitif yang akan memberikan hasil terbaik untuk dirinya dan untuk organisasi (Wagner & Harter, 2011). Sesuai dengan aspek dedication yang diungkapkan oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma & Bakker (2002) yaitu bahwa mereka merasa pekerjaan mereka adalah sebuah inspirasi. Ketika organisasi menyediakan perencanaan yang teratur terhadap pengembangan karir, akan menjadikan para pegawai merasa tertantang.

  Organisasi yang menyediakan kesempatan untuk berkembang bagi pegawainya akan menjadikan pegawai tersebut bekerja dengan penuh konsentrasi (Noe, 2002). Konsep ini mirip dengan aspek yang dikemukakan oleh Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma & Bakker (2002) yaitu absorption, dimana ketika seorang pegawai itu bekerja dengan konsentrasi yang tinggi maka mereka merasa waktu akan berlalu begitu cepat dan sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaannya.

  Pentingnya untuk menyediakan kesempatan untuk pengembangan karir telah diketahui oleh pemerintah. Akan tetapi, banyak instansi pemerintahan yang belum menjalankannya sesuai dengan Undang-undang. Oleh sebab itu, banyak keluhan dari masyarakat tentang buruknya kinerja pada pegawai yang bekerja di instansi pemerintahan yang disebut sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) (Napitupulu, 2007). mereka memberikan kinerja yang baik terhadap organisasi, maka mereka akan menjalankan tugasnya dengan tanggung jawab (Mangkunegara, 2005). Kinerja baik yang ditunjukkan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil akan memberikan produktifitas kerja pegawai setelah mengikuti pengembangan, baik kualitas maupun kuantitas kerjanya meningkat, fungsi suatu pekerjaan maka berarti metode pengembangan yang ditetapkan cukup baik (Hasibuan, 2007).

  Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Bates (2004 ; Kular, 2008) yang menyatakan bahwa work engagement dapat memprediksi peningkatan produktivitas pada pegawai, peningkatan motivasi serta keberhasilan untuk organisasi dengan adanya diberikan kesempatan pengembangan karir bagi pegawainya.

  Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa pengembangan karir memiliki pengaruh terhadap work engagement, oleh karena itu peneliti ingin membuktikan secara empiris mengenai pengaruh persepsi pengembangan karir terhadap work engagement .

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh positif persepsi pengembangan karir terhadap work

  • engagement pada PNS. Semakin terbukanya kesempatan untuk

  mengembangkan karir, maka akan meningkatkan work engagement pada pegawai.

  • Noe (2002) terhadap work engagement pada PNS.

  Ada pengaruh aspek-aspek pengembangan karir yang dikemukakan oleh