BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues Periode 2009-2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir semua negara di dunia ini sekarang menganut sistem demokrasi,

  demokrasi dianggap sistem yang mewakili kepentingan warga negaranya. Walaupun hampir disetiap negara menganut sistem demokrasi namun pada pelaksanaannya terdapat berbagai perbedaan, jadi demokrasi bukan merupakan suatu hal yang baku ataupun absolut namun lebih mengarah kepada konsep yang dinamis. Pada zaman Orde Baru demokrasi di Indonesia dinamakan Demokrasi Terpimpin dan sekarang menjadi Demokrasi Pancasila. Beberapa ahli membagi demokrasi itu kepada demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung, untuk demokrasi langsung sekarang ini hampir mustahil dilakukan karena keadaan sosial Indonesia yang begitu beragam sehingga dilakukanlah demokrasi secara tidak langsung. Demokrasi secara tidak langsung dilakukan dengan bentuk perwakilan masyarakat di lembaga perwakilan rakyat yang dikenal dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

  Secara umum, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi perundang- undangan, fungsi keuangan dan pengawasan, semua fungsi tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur kewenangan DPRD dalam menjalankan fungsi perundang-undangan. DPRD juga mempunyai hak dalam anggaran yang tercermin dalam merumuskan kebijakan daerah dalam menyusun Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Derah (APBD).

  Fungsi perwakilan (representasi) pada hakekatnya merupakan hubungan antara lembaga legislatif, khususnya anggota DPRD dengan anggota masyarakat yang mereka wakili, baik secara individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan. Pandangan yang melihat bahwa hubungan tersebut merupakan salah satu masalah politik di dalam kehidupan sistem politik pada umumnya dan didalam proses kehidupan badan legislatif pada khususnya, bertolak dari teori demokrasi yang mengajarkan bahwa anggota masyarakat mengambil bagian atau berpartisipasi di dalam proses perumusan dan penentuan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah melakukan kegiatan sesuai dengan kehendak masyarakat.Oleh karena itu banyaknya rakyat dalam suatu sistem politik, maka demokrasi menentukan bahwa sebagian dari partisipasi anggota masyarakat dilakukan melalui wakil mereka di dalam badan legislatif. Dalam konteks ini, para wakil rakyatlah yang bertindak atas nama pihak yang mewakili dan merumuskan serta memutuskan kebijakan tentang berbagai aspek kehidupan, sehingga kita mengenal adanya pemilihan umum guna melembagakan partisipasi masyarakat dalam menentukan anggota badan legislatif. Oleh karena itu, idealnya anggota DPRD harus bertindak dan berprilaku sebagai representasi masyarakat untuk tindak tanduk dalam seluruh kegiatannya.

  Memuaskan kehendakmasyarakat atau kemauan publik adalah esensi dari fungsi anggota serta lembaga legislatif itu sendiri sebagai wakil rakyat. Akantetapi perlu di ingat bahwa badan legislatif merupakan salah satu unit dari sistempolitik, di samping anggota masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompokkepentingan, oleh karena itu anggota DPRD perlu mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini yang ada, baik yang datang dari perorangan maupun dari berbagai kesatuan individu seperti kekuatan sosial, politik,kelompokkepentingan, eksekutif dan sebagainya. Dengan demikian, para wakil rakyat dituntut untuk menyelaraskan berbagai kehendak atau opini tersebut dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan, dengan mengutamakan kehendak atau opini publik yang diwakili tanpa mengorbankan sistem politik secara menyeluruh.Atas dasar pemikiran tersebut, keberhasilan para wakil rakyat (DPRD)untuk menegakkan keserasian antara kepentingan anggota masyarakat yangdiwakilinya dengan kepentingan berbagai kelompok dan

  

  lembagaharusmemperhatikan empat faktor, yakni :

1) Integritas dan kemampuan atau keterampilan anggota badan legislatif.

  2) Pola hubungan anggota badan tersebut dengan anggota masyarakat yang mereka wakili yang tercermin di dalam sistem perwakilan yang berlaku.

  3) Struktur organisasi badan legislatif yang merupakan kerangka formal bagi 1 kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat.

  Arbi Sanit. 1985. Perwakilan Politik di Indonesia. Jakarta:Rajawali Press. hal. 205.

  4) Hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara badan legislatif dengan ekskutif dan lembaga-lembaga lainnya sebagai unit-unit pemerintahan di tingkat daerah, serta hubungan badan tersebut dengan lembaga-lembaga yang sama di tingkat yang lebih tinggi hirarkinya.

  Berdasarkan kondisi tersebut, dapat digambarkan kemungkinan orientasi anggota DPRD dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga legislatif di daerah.

   Tipe orientasi anggota DPRD adalah sebagai berikut :

  1) Orientasi kepada nilai dan kepentingan anggota itu sendiri (wali/trustee). 2)

  Orientasi kepada anggota masyarakat yang diwakilinya (delegasi/utusan) 3) Orientasi gabungan tipe wali dan utusan (politico). 4)

  Orientasi kepada organisasi politik yang menggerakan dukungan terhadapnya (partisan). 5) Orientasi kepada pemerintah (eksekutif).

  Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dari sekian banyak serta tingginya kompleksitas persoalan-persoalan yang dihadapi para wakil rakyat, maka idealnya fungsi representasi DPRD akan terpenuhi apabila anggota DPRD memenuhi persyaratan politik, pendidikan, moral, integritas, pengalaman, sehat jasmani dan rohani serta kemampuan artikulasi yang memadai, sehingga jika tujuan DPRD untuk kepentingan rakyat maka fungsi-fungsi dan hak DPR akan mengarah kepada rakyat, karena DPR merupakan wakil rakyat yang ditujukan untuk mendengarkan rakyat, sehingga dengan mengaktualisasikan kepentingan rakyat maka akan terjadi hubungan yang baik. Kinerja DPR yang baik tentu akan membuat persepsi masyarakat baik juga.Namun dalam DPR yang terjadi sekarang ini persepsi masyarakat cenderung negatif terhadap lembaga DPR, pada (Media Indonesia) survei yang dilakukan oleh lembaga peneliti Charta politik mengungkapkan persepsi masyarakat terhadap kinerja anggota DPR 2009-2014 lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Charta politik melakukan survei melalui telepon kepada 378 responden yang berusia 17 tahun ke atas dengan metode acak sistematis, sementara itu tingkat kepercayaan 95% dan 2 kemungkinan kesalahan 5%, ia mengatakan, penilaian buruk masyarakat dipengaruhi Ibid hal. 228. oleh banyaknya pemberitaan yang negatif terhadap lembaga DPRD, Ia juga mengatakan aktor-aktor di DPR lebih cenderung berperan sebagai dirinya sendiri dibandingkan pembawa institusi tentu saja ini jauh dari yang diharapkan masyarakat.

  Menurut direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSNK) Kompas.com. “Persepsi negatip” masyarakat terhadap kinerja DPR bukan tanpa alasan, kinerja tiga fungsi yang masih payah, tingkat kedisiplinan yang rendah, penyalahgunaan kuasa dalam fungsi anggaran adalah sebagai penyebabnya selain itu jajak pendapat Kompas pada 4-6 Agustus 2010 tentang citra DPR di mata publik dengan 789 responden, menyatakan bahwa citra DPR 78,2 % menyatakan citra DPR buruk, 14,6 % mengatakan bahwa citra DPR baik dan selebihnya yakni 7,2 % menjawab tidak tahu. Dari hasil ini dapat dikatakan masyarakat dominan akan persepsi negatif terhadap DPR yaitu sebanyak 78,2 %, ini bisa dianalogikan bahwasanya masyarakat kecewa akan kinerja DPR selama ini.Jajak pendapat Kompas pada 30 Maret 1 april 2011 dengan 842 responden, tentang kepedulian DPR terhadap kritik menurut publik 72,3 % menjawab DPR tidak peduli dan 22,9 % peduli dan selebihnya tidak tahu. Dapat dipahami bahwasanya DPR sebagai wakil rakyat seharusnya mau mendengarkan kritik dan saran dari masyarakat namun persepsi masyarakat merasa DPR tidak peduli dengan kritikan.

  Daripemaparan data di atas dapat dikatakan bahwa DPR yang seharusnya berfungsi sebagai wakil rakyat dan bekerja untuk kepentingan-kepentingan rakyat berubah kepada kepentingan pribadi, sehingga yang terjadi adalah masyarakat kurang puas terhadap kinerja DPR. Dengan segala hal yang terjadi di DPR masyarakat memiliki persepsi yang cenderung negatif terhadap kinerja DPR.DPRD yang merupakan wakil rakyat di daerah mempunyai fungsi yang sama dengan DPR RI namun cakupannya tergantung dimana letak kedudukan daerah masing-masing. Di daerah yang luas di Indonesia mempunyai karakteristik adat budaya dan nilai-nilai yang berbeda di masyarakat. Kompleksitas masyarakat itu sendiri mempunyai perbedaan kepentingan-kepentingan yang berbeda. Seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah sehingga daerah bisa leluasa mengurus daerahnya masing-masing.

  Kabupaten Gayo Lues merupakan kabupatenbaru. Menariknya di sini adalah komposisi anggota DPRD hampir semua berasal dari suku Gayo dan daerah ini didominasi oleh masyarakat yang bersuku Gayo walaupun ada beberapa suku kecil lainnya, misalnya suku padang, batak, jawa, dan lainnya namun tidak begitu banyak menjadi anggota DPRK.Jika kita lihat lebih dalam lagi rata-rata anggota dewan diisi oleh orang-orang yang sudah menikah dan berumur di atas 30 tahun,ini diartikan bahwasanya wakil yang masih muda sangat sedikit hal ini juga diartikan bahwa masyarakat kurang percaya kepada pemuda sebagai wakil untuk duduk lembaga DPRK di Kabupaten Gayo Lues. Hal lainnya yang menarik adalah dari 20 anggota dewan hanya satu perempuan selebihnya adalah laki-laki ini juga diartikan perempuan kurang berperan dalam sistem perwakilan di Lembaga DPRD Kabupaten Gayo Lues. Selanjutnya pada periode ini agak sedikit berbeda dari periode sebelumnya, hadirnya partai lokal Aceh menambah kursi di Dewan yakni sebanyak 2 kursi, ini diartikan bahwa ada harapan dari masyarakat Kabupaten Gayo Lues dalam memenuhi kepentingan masyarakat melalui partai lokal Aceh. Sehubungan dengan hal di atas ditambah dengan belum adanya penelitian mengenai kinerja dewan di Kabupaten Gayo Lues maka dibuatlah penelitian yang berjudul KinerjaDPRD Kabupaten Gayo Lues Periode 2009-2014.

  B. Perumusan Masalah

  Dari penjelasan latar belakang diatas maka peneliti menghimpun perumusan masalah yang akan dijawab peneliti dalam penelitian ini, yaituBagaimana kinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues periode 2009-2014 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya?

  C. Pembatasan Masalah

  Pembatasan masalah dalam sebuah penelitian diperlukan dengan tujuan memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian. Selain itu pembatasan penelitian akan menghasilkan uraian yang sistematis dan hasil penelitian yang tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi pembatasan masalah pada penelitian ini ialah penelitian difokuskan pada ruang lingkupkinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues periode 2009-2014 yang dilihat dari aspek akuntabilitas, responsibilitas dan efektifitas serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

  D. Tujuan Penelitian

  Penelitian adalah sarana fundamental untuk memenuhi pemecahan masalah secara ilmiah, untuk itu penelitian ini mempunyai tujuan Untuk mengetahui bagaimanakah kinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues pada periode 2009-2014.

  E. Manfaat Penelitian

  Adapaun yang menjadi manfaat penelitian ini ada dua hal yaitu: 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai pembangunan khususnya kinerja DPRD

  Kabupaten di Kabupaten Gayo Lues.

  2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan karya ilmiah di bidang Pemerintahan dan politik lokal.

  F. Kerangka Teori

6.1.Demokrasi

  Berbicara mengenai demokrasi tidak bisa dilepaskan dari konteks historis, karena konsep demokrasi sendiri memang berasal dari barat yang kemudian berkembang menjadi beberapa fase, yaitu:Pertama,Fase Klasik. Pada fase ini ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran filosofis dan praksis politik danketatanegaraan sekitar abad ke-5 SM yang menjadi kebutuhan dari negara -negara kota (city states) di Yunani, khususnya Athena. Munculnya pemikiran yang mengedepankan demokrasi(democratia, dari demos dan kratos) disebabkan gagalnya sistem politik yang dikusai paraTyrants atau autocrats untuk memberikan jaminan keberlangsungan terhadap Polis dan perlindungan terhadap warganya. Filsuf-filsuf seperti Thucydides (460-499 SM), Socrates (469-399 SM), Plato(427-347SM), Aristoteles (384-322 SM) merupakan beberapa tokoh terkemukayang mengajukan pemikiran-pemikiran mengenai bagaimana sebuah Polis seharusnya dikelolasebagai ganti dari model kekuasaan para autocrats dan tyrants.

  Dari buah pikiran merekalah prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi, yaitu persamaan (egalitarianism) dan kebebasan (liberty) individu diperkenalkan dan dianggap sebagai dasar sistem politik yang lebih baik ketimbangyang sudah ada waktu itu.Tentu saja para filsuf Yunani tersebut memiliki pandangan berbedaterhadap kekuatan dan kelemahan sistem demokrasi itu sendiri.Plato misalnya, dapat dikatakan sebagai pengkritik sistem demokrasi yang paling keras karena dianggap dapat mendegenerasi dan mendegradasi kualitas sebuah Polis dan warganya. Kendati Plato mendukung gagasan kebebasan individu tetapi ia lebih mendukung sebuah sistem politik dimana kekuasaan mengaturPolisdiserahkan kepada kelompok elite yang memiliki kualitas moral, pengetahuan, dan kekuatanfisik yang terbaik atau yang dikenal dengan nama “the philosopher Kings”. Sebaliknya, Aristoteles memandang justru sistem demokrasi yang akan memberikan kemungkinan Polis berkembang dan bertahan karena para warganya yang bebas dan egaliter dapat terlibat langsung dalam pembuatan keputusan publik, dan secara bergiliran mereka memegang kekuasaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada warga.

  Demokrasi klasik di Athena, baik dari dimensi pemikiran dan praksis, jelasbukan sebuah demokrasi yang memenuhi kriteria sebagai demokrasi substantif, karenapengertian warga (citizens)yang “egaliter” danbebas pada kenyataannya sangatterbatas. Mereka ini adalah kaum pria yang berusia di atas 20 tahun, bukan budak, danbukan kaum pendatang (imigran).Demikian pula demokrasi langsung di Athenadimungkinkan karena wilayah dan penduduk yang kecil (60000-80000 orang). Warga yang benar-benar memiliki hak dan berpartisipasi dalam Polis kurang dari sepertiganya dan selebihnya adalah para budak, kaum perempuan dan anak-anak, serta pendatang atau orang asing.

  Kedua, Pada fase Pencerahan (Abad 15 sampai awal 18M).Yang mengemuka padafase ini adalah gagasan alteratif terhadap sistem Monarki Absolut yang dijalankan oleh pararaja Eropa dengan legitimasi Gereja. Tokoh-tokoh pemikir era ini antara lain adalah NiccoloMachiavelli(1469-1527),ThomasHobbes (1588-1679),John Locke(1632-1704), danMontesquieu(1689-1755). Era ini ditandai dengan munculnya pemikiran Republikanisme(Machiavelli) dan liberalisme awal (Locke) serta konsep negara yang berdaulat dan terpisahdari kekuasan eklesiastikal (Hobbes). Lebih jauh, gagasan awal tentang sistem pemisahankekuasaan Montesquieu) diperkenan sebagai alternatife dari model absoluitas.

  Pemikiran awal dalam sistem demokrasi modern ini merupakan buah dari Pencerahan dan Revolusi Industri yang mendobrak dominasi Gereja sebagai pemberi legitimasi sistem Monarki Absolut dan mengantarkanpada dua revolusi besar yang membuka jalan bagi terbentuknya sistem demokrasi modern, yaitu Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1789). Revolusi Amerika melahirkan sebuah sistem demokrasi liberal dan federalisme (James Madison) sebagai bentuk negara, sedangkan Revolusi Perancis mengakhiri Monarki Absolut dan meletakkan dasar bagi perlindungan terhadap hak-hak asasi secara universal.

  Ketiga, Fase Modern (awal abad 18-akhir abad 20). Pada fase modern ini dapat disaksikandengan bermunculannya berbagai pemikiran tentang demokrasi berkaitandengan teori-teori tentang negara, masalah kelas, konflik kelas, nasionalisme,ideologi, hubungan antara negara dan masyarakat dan sebagainya. Disamping itu, terjadi perkembangan dalam sistem politik dan bermunculannya negara-negara baru sebagai akibat Perang Dunia I dan II serta pertikaianideologi khusunya antara kapitalisme dan komunisme.

  Pemikir-pemikir demokrasi modern yang paling berpengaruh termasuk JJ Rousseau (1712-1778), John S Mill (1806-1873), Alexis de Tocqueville (1805- 1859),Karl Marx (1818-1883), Friedrich Engels (1820-1895), Max Weber (1864- 1920), dan J.Schumpeter (1883-1946). Rousseau membuat konsepsi tentang kontrak sosial antararakyat dan penguasa dengan mana legitimasi pihakyang kedua akan diberikan, dan dapat dicabut sewaktu-waktu apabila ia dianggap melakukan penyelewengan. Gagasan dan praktik pembangkangan sipil(civildisobedience)sebagai suatu perlawanan yang sah kepada penguasa sangat dipengaruhi oleh pemikiran Rousseau.Mill mengembangkan konsepsi tentang kebebasan (liberty)yang menjadi landasan utama demokrasi liberal dan sistem demokrasi perwakilan modern (Parliamentarysystem)di mana Millmenekankan pentingnya menjaga hak-hak individu dariintervensinegara/pemerintah.Gagasan pemerintahan yang kecil dan terbatasmerupakan inti pemikiran Mill yang kemudian berkembang di Amerika dan Eropa Barat.De Toqcueville juga memberikan kritik terhadap kecenderungan negara untuk intervensi dalam kehidupan sosial dan individu sehingga diperlukan kekuatan kontra yaitumasyarakat sipil yang mandiri.

  Marx dan Engels merupakan pelopor pemikir radikal dan gerakan sosialis- komunis yang menghendaki hilangnya negara dan munculnyademokrasi langsung.Negara dianggap sebagaipanitia eksekutif kaum burjuis dan alat yang dibuat untuk melakukan kontrol terhadap kaum proletar. Sejauh negara masih merupakan alat kelas burjuis, maka keberadaannya harusdihapuskan(witheringawayofthestate) dan digantikan dengan suatu model pemerintahan langsung di bawah sebuah diktator proletariat. Dengan mendasari analisa mereka mengikuti teori perjuangan kelas dan materialisme dialektis, Marx dan Engels menganggap sistem demokrasi perwakilan yang diajukan oleh kaum liberal adalah alat mempertahankan kekuasaan kelas burjuis dan karenanya bukan sebagai wahana politik yang murni (genuine)serta mampu mengartikulasikan kepentingan kaum proletar.

  Max Weber dan Schumpeter adalah dua pemikir yang menolak gagasan demokrasi langsungdan lebih menonjolkansistem demokrasi perwakilan. Mereka berdua mengemukakan demokrasi sebagai sebuah sistem kompetisi kelompok elite dalam masyarakat, sesuai dengan proses perubahan masyarakat modern yang semakin terpilah-pilah menurut fungsi dan peran. Dengan makin berkembangnya birokrasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sistem pembagian kerja modern, maka tidak mungkin lagi membuat suatu sistem pemerintahan yang betul-betul mampu secara langsung mengakomodasi kepentingan rakyat. Demokrasi yang efektif adalah melalui perwakilan dan dijalankan oleh mereka yang memiliki kemampuan,oleh karena itu pada hakekatnya demokrasi modern adalah kompetisi kaum elit.

  Perkembangan pemikiran demokrasi dan prakteknya pada era kontemporer menjadi semakin kompleks, apalagi dengan bermunculannya negara-negara bangsa dan pertarungan ideologis yang melahirkan Blok Barat dan Blok Timur, kapitalisme dan sosialisme/komunisme. Demokrasi menjadi jargon bagi kedua belah pihak dan hampir semua negara dan masyarakat pada abad ke-20, kendatipun variannya sangat besar dan bahkan bertentangan satu dengan yang lain.

  Demokrasi kemudian menjadi alat legitimasi para penguasa, baik totaliter maupun otoriter di seluruh dunia.Di negara-negara Barat seperti Amerika dan Eropa, pemahaman demokrasi semakin mengarah kepada aspek prosedural, khususnya tata kelola pemerintahan (governance). Pemikir seperti Robert Dahl umpamanya menyebutkan bahwa teori demokrasi bertujuan memahami bagaimana warganegara melakukan kontrol terhadap para pemimpinnya. Dengan demikian fokus pemikiran dan teori demokrasi semakin tertuju pada masalah proses-proses pemilihan umum atau kompetisi partai-partai politik, kelompok kepentingan, dan pribadi-pribadi tertentu yang memiliki pengaruh kekuasaan.

  Dengan hancurnya Blok Timur (komunis/sosialis) pada penghujung abad ke- 20, demokrasi seolah-olah tidak lagi memiliki pesaing dan diterima secara global.Fukuyama bahkan menyebut era paska perang dingin sebagai Ujung Sejarah (The End ofHistory) di mana demokrasi (liberal), menurutnya, menjadi pemenang terakhir. Pada kenyataannya, sistem demokrasi di dunia masih mengalami persoalan yang cukup pelik karena komponen-komponen substantif dan prosedural terus mengalami penyesuaian dan tantangan.Kendati ideologi besar seperti sosialisme telah pudar, namun munculnya ideologi alternatif seperti fundamentalisme agama, etnis, ras, dsb telah tampil sebagai pemain dan penantang baru terhadap demokrasi, khususnya demokrasi liberal.

  Kondisi saat ini di mana globalisasi telah berlangsung, maka demokrasi pun mengalami pengembangan baik pada tataran pemikiran maupun prakasis.Munculnya berbagai pemikiran dan gerakan advokasi juga menjadi tantangan bagi sistem politik demokrasi liberal, seperti gerakan feminisme, kaum gay, pembela lingkungan, dan sebagainya.Termasuk juga gerakan anti kapitalisme global yang bukan hanya berideologi kiri, tetapi juga dari kubu liberal sendiri, semakin menuntut terjadinya terobosan baru dalam pemikiran tentang demokrasi.Contoh yang dapat disebutkan disini adalah upaya mencari jalan ke tiga (the Third Way)yangmenggabungkan liberalisme dan sosialisme di Eropa dan Amerika Serikat.

  Indonesia sedang dalam proses transformasi dari sistem otoriter menuju demokrasi sebagaimana dicita-citakan para pendirinya dalam konstitusi. Tidak terelakkan lagi, diperlukan kemampuan dari para pekerja demokrasi untuk mencari varian demokrasi yang kompatibel dengan konteks yang dihadapi. Pemahaman tentang perkembangan pemikiran dan praksis demokrasi dari berbagai era dan wilayah dunia akan sangat membantu dalam usaha tersebut.

  Demokrasi bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat Eropa dan Amerika, mereka sudah lama mengenalnya. Nenek moyang mereka sudah dengan sadar mengaplikasikan konsep baru dalam pemerintahan.Setidaknya dapat dijumpai di masyakarat Athena, kota kecil di Yunani.Peristiwa tersebut terjadi di masa kepemimpinan Pericles. Namun, patut disayangkan kesempatanhanya diberikan kepada kaum Adam (laki-laki) an sich. Kaum wanita, budak dan orang-orang asing

   dikecualikan. Demokrasi yang berjalan di Athena ini berjalan sampai 200 tahun.

  Dari sejarah panjang inilah kemudian demokrasi berkembang dan sekarang menjadi suatu yang universal dan diadopsi oleh berbagai negara di dunia ini termasuk Indonesia.

  Perkembangan demokrasi sejalan dengan perkembangan umat manusia dan telah melahirkan berbagai macam tokoh dan pemikir yang handal. Pemikiran dan aplikasi teoritis dalam kancah pemerintahan sudah lama terbukti dan teruji secara

  

  baik dan mengesankan . alaupun demikian, dalam kapasitas tertentu simbol tersebut perlu dipertanyakan eksistensi dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat dunia dalam skala makro maupun mikro.

  3 4 The World of Encyclopaedia,1983: hal. 106-107.

  Bahtiar dan Effendi. 1996. Islam dan Demokrasi: Mencari Sebuah Sintesa yangMemungkinkan dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher, (Ed),.Agama dan Dialog antar Peradaban.Paramadina. JakartaCet. I. hal.86.

  Pengalaman-pengalaman yang beranekaragam dan tidak berdimensi satu membuat makna, ciri dan tinjauan-tinjauan yang berhubungan dengan demokrasi menjadi suatu yang beragam. Kenyataan ini juga didukung oleh fenomena sosial dari ilmu politik yang memayungi kajian demokrasi dan yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, setiap negara dan kawasan memilki banyak ragam dalam merespon demokrasi dalam kancah perpolitikan mereka.Ada Negara yang sudah mampu dan mapan dalam menerapkannya dan ada juga yang masih belajar dengan tertatih-tatih tanpa membuahkan hasil yang memadai dan memberikan perubahan yang cukup berarti.

  Pemahaman tentang demokrasi dapat dilakukan secara utuh jika dapat dilakukan kajian yang mendalam tentang substansi dari demokrasi dan hal-hal lain yang mendukungnya.Pengalaman dan aplikasi berbagai negara dapat dijadikan sebagai variant model yang muncul mengiringi paket demokrasi, yang dapat disebut sebagai upaya kreatif masing-masing negara dalam merespon isu demokrasi.Upaya kreatif tersebut tidak dianggap sebagai sebuah reduksi dalam memahami dan mencerna isu penting tersebut. Namun, aplikasi demokrasi akan dapat bermakna bagi negara-negara lain jika disesuaikan dengan kondisi sosial-politik dan sosial-budaya masyarakat setempat. Tentu, ada beberapa hal yang sesuai dengan kondisi tertentu dari negara dan tidak cocok bagi negara lain.

  Demokrasi tersusun dari dua kata demos berarti peopledan kratos berarti rule

  

or authority (bahasa Greek, Yunani);yang berarti pemerintahan oleh rakyat (rule or

authority by the people ) di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dijalankan

  secara langsung maupun melalui perwakilan di bawah sistem pemilihan yang bebas. MenurutAbraham Lincoln demokrasi didefenisikan sebagai goverment of the people,

  

by the people, for the people atau pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

   rakyat.

  Dari pengertian sederhanatersebut jelas bahwa demokrasi menginginkan pemerintahan diselenggarakan secara terbuka dan rakyat diberi kesempatan dalam 5 memerintah dan mengambil andil dalam kebijakan publik.Demokrasi dan Ibid hal. 86. kebebasansering digunakan secara timbalbalik namun keduanya tidak sama atau berbeda.Demokrasi merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan dan juga seperangkat praktek dan prosedur tertentu melalui sejarah panjangnya yang berliku-liku.Oleh karena itu, demokrasi sering diartikan sebagai sebuah pelembagaan kebebasan.

  Banyak pemikir yang berusaha memberikan pemaparan mengenai ciri-ciri dari demokrasi. Sebuah rezim dianggap demokratis jika memilki tiga ciri, (1) menyelenggarakan pemilihan yang terbuka dan bebas, (2) mengembangkan pola

   politik yang kompetitifdan (3) memberi perlindungan kebebasan masyarakat.

  Sedangkan, W. Ross Yates mengungkapkan enam ciri. Ciri demokrasi adalah toleransi terhadap yang lain, perasaan fairplay, optimis terhadap hakekat manusia,

  

  Berbagai pandangan baru yang bersinggungan dengan teori-teori Marxis yang berupaya memberikan porsi lebih terhadap kebebasan manusia jugabermunculan. Hal ini misalnya ditunjukkan oleh new left dan new right. Mereka iniberpandangan bahwa demokrasi harus memiliki ciri-ciri penciptaan suasana yang terbaik agar setiap orang dapat berkembang sesuai bakat dan keahliannya masing-masing.Di samping itu,manusia juga diberi hak-hak perlindungan dan penggunaan sewenang-wenang otoritas politikdan kekuasaan. Demikian juga, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, mereka memberikan catatan tambahan tentang ciri demokrasi yaitu harus mampu memberikan keterlibatan yangsama di antara warga negara dalam bidang

   politik dan ekonomi yang dapat mensejahterakanmereka.

  Berbagai dimensi dan cara pandang terhadap demokrasi di atas juga berimplikasi terhadap banyak ragamnya demokrasi yang ada. Demokrasi perwakilan adalah salah satu bentuk demokrasi yang populer dan sering diterapkan demokrasi negara-negara maju.Walaupun demikian, demokrasi perwakilan bukan satu-satunya 6 bentuk demokrasi. Dalam istilah demokrasi setidaknya mengenal banyak ragam 7 Ibid hal. 89.

  M. RusliKarim.1988.Peluang dan Hambatan: Demokratisasi dalam Analisis:CSIS. Tahun XXVII, No. 1 8 Januari-Maret 1988. hal.6.

  Ibid hal. 6. demokrasi antara lain demokrasi protektif, pembangunan, keseimbangan dan partisiparis. Demokrasi sisi lain, Sklarmenunjuk lima bentuk demokrasi, yaitu

   demokrasi liberal, terpimpin, sosial, partsisipasi, dan consociational.

  Dari uraian demokrasi atas dapat dikatakan bahwa demokrasi dapat berjalan dengan baik jika prasyarat tertentu dipenuhi. Demokrasi kalangan para pakar telah terjadi immak bahwa demokrasi hanya kondusif demokrasi negara maju dan

  

  demokrasi lingkungan negara kapitalis saja. Sedangkan demokrasi negara yang berkembang atau terbelakang cenderung pelaksanaan demokrasi tidak berjalan baik dan bahkan tidak berjalan sama sekali. Salah satu faktornya adalah kebutuhan biologis masyarakat belum sepenuhnya terpenuhi.Oleh karena itu, mereka tidak banyak memikirkan hal-hal lain yang mendasar dan luas bagi kelangsungan kehidupan mereka dalam kancah perpolitikan.

  Substansi demokrasi yang berkembang dalam berbagai teori dan telaahan pemikir dapat disimpulkan dalam tiga agenda dasar yaitu:hak politik yang berkaitan erat dengan hubungan Negara dengan masyarakat, hak sipil (demokrasi sosial dan demokrasi ekonomi) yang berhubungan dengan hubungan elit dengan massa, dan hak aktualisasi diri (demokrasi budaya dan demokrasi agama) yang berhubungan dengan warga negara dengan negara dan warga negara dengan sesamanya.

  Dari uraian tentang demokrasi di atas, jelas bahwa demokrasi memilki pilar- pilar utama.Di antara pilar-pilar demokrasi adalah kedaulatan rakyat, pemilihan yang bebas dan jujur, kekuasaan mayoritas dan hak-hak minoritas.Oleh karena itu, demokrasi sering diidentikkan dengan seperangkat prosedur tertentu dalam menjadikan bentuk pemerintahan yang berada dalam kekuasaan rakyat.

6.2. Sistem Perwakilan

  Sepanjang sejarah yang tercatat, sistem perwakilan rakyat telah dikenal dan 9 berkembang sejak masa Yunani Sebelum Masehi dan terus berkembang hingga 10 Ibid hal. 7.

  Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan. hal .91. sekarang ini. Pada masa Yunani, organisasi negara kota Yunani SM pada umumnya terdiri dari seorang raja atau penguasa sebagai kepala pemerintah, sebuah dewan penasihat penguasa, dan sebuah permusyawaratan rakyat. Di negara kota Sparta dewan penasihat itu dinamakan Gerousia dan badan permusyawaratan rakyat/polis disebut Apella yang di Athena disebut Ekklesia. Secara formal setiap warga negara kota Athena adalah anggota Ekklesia (artinya mereka yang dipanggil) atau lengkapnya Ekklesia tou dimou (permusyawaratan polis). Setiap anggota Ekklesia berhak untuk didengar, serta ikut dalam pemungutan suara. Masalah yang dibicarakan mancakup semua masalah yang terkait dengan kehidupan rakyat, misalnya pengalokasian dana untuk bangunan umum, tempat-tempat ibadat, patung- patung,jalan jalan, kapal-kapal, masalah perang dan damai, perjanjian dengan negara lain, pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum, dan juga masalah pemilihan para

   pejabat, pengawasan dan penghukuman mereka, dan lain-lain.

  Kerajaan Romawi mengambil alih organisasi kenegaraan dari Yunani itu. Pendiri negara kota Roma, Romulus, memilih seratus orang dari para kepala keluarga dari pengikutnya yang dinamakan Patres dan keturunannya disebut Patriciers (kaum ningrat), untuk menjadi dewan penasihat yang dinamakan Senes yang kemudian dinamakan Senat. Disamping Senes, masih ada dewan penasihat lain yang dinamakan

  

Comitia, yang terdiri dari tiga jenis yaitu comitia, concilia, dan contiones.Dari ketiga

  Jenis Comitia ini Comitia-lah yang terpenting, karena putusan-putusan Comitia juga mempunyai kekuatan sebagai undang-undang dan dinamakan lex.Comitia dalam sejarah Romawi kemudian berturut-turut dinamakan Comitia Curiata, Comitia

12 Centuriata, dan Comitia Tributa.

  Sebelum tahun 500 SM, Senat bersama Comitia Curiata, memilih raja, mempertimbangkan hal-hal yang akan diajukan kepada raja, serta melakukan tugas- 11 tugas keagamaan dan yudisial tertentu. Kemudian timbul badan-badan lain yaitu 12 Tambunan. A.S.S.Hukum Tata Negara Perbandingan.Jakarta :Puporis Publishers. 2001. hal.36.

  Ibid hal. 36-37.

  Concilium Plebis (perwakilan golongan rakyat biasa) dan Comitia Centuriata

  (perwakilan “komandan satuan-sertaus orang”) yang ikut serta dalam pembentukan undang-undang.Sampai sebelum tahun 287 SM, semua putusan kedua badan tadi memerlukan pengesahan Senat, sedangkan setelah itu, semua putusan plebs

   sepenuhnya mempunyai kekuatan undang-undang.

  Pada awal kerajaan-kerajaan Anglo Saxon yang paling terkenal adalah Raja Kent dan Wessex raja hanya mengumumkan undang-undangnya dengan persetujuan

  

Witans ( permusyawaratan orang-orang besar, orang awam, kaum rohaniawan dan

  golongan-golongan). Dari lembaga Witans inilah kemudian berkembang dewan/badan penasihat bagi raja yang dikenal dengan curiae regis, concilia dan kemudian magna concilia. Para anggota dewan ini dilibatkan dalam masalah-masalah negara dengan maksud agar mereka terlibat juga dalam pelaksanaan putusan-putusan

   raja.

  Di Inggris pada awalnya badan ini dinamai magnum concilum, yang merupakan lembaga feodal yang terdiri dari kaum ningrat dan rohaniawan, yaitu suatu lembaga yang memberikan legitimasi bagi raja untuk memungut pajak kalau kas raja kosong. Karena hal ini terlalu sering dilakukan oleh raja maka pada 15 Juni 1215, para bangsawan dan rohaniawan memaksa raja untuk menandatangani Magna

  

Charta , yaitu suatu piagam yang mengandung prinsip bahwa Raja terikat kepada

  hukum dan rakyat mempunyai hak untuk menciptakan mekanisme agar raja

  

  mematuhinya, kalau perlu melalui pemberontakan. Pada tahun 1254, keanggotaan

  magnum concilium mulai diperluas dengan ditambah wakil-wakil rakyat biasa (the

commoners ) dari distrik-distrik (countes) dan kota-kota. Badan inilah yang kemudian

13 berkembang menjadi parlemen di Inggris. Badan ini menyetujui permintaan raja akan 14 Ibid hal. 38. 15 Ibid hal. 38.

  Ibid hal. 38. tetapi setelah mereka mengeluarkan keluhan dan uneg-unegnya, dan inilah yang

   menjadi fungsi pertama dari parlemen.

  Karena terjadi perebutan kekuasaan antara raja dan parlemen yang selalu muncul selama lebih kurang 4 abad di Inggris hingga terjadi perang saudara selama 1640-1648 menyebabkan dihapuskannya jabatan raja.Tampuk kekuasaan dipegang oleh parlemen yang kemudian menimbulkan sistem diktator. Walaupun kemudian tampuk kekuasaan dipegang kembali oleh raja namun parlemen telahberhasil mengeluarkan beberapa keputusan penting yang membatasi kekuasaanraja antara lainHabeas Corpus Act (1679) yang mencegahpenangkapan atau penahanan seseorang secara sewenang-weanng oleh penguasa. Kemudian pada tahun 1689 keluar Bill of Rights yang menutup kemungkinan peniadaan ataupengurangan kekuasaan parlemen oleh raja.Raja tidak mungkin lagi menarikpajak dari rakyat tanpa persetujuan parlemen dan raja tidak diperkenankan lagimenerbitkan peraturan- peraturan kecuali dalam rangka pelaksanaan undang-undang buatan parlemen.Pada tingkat ini terjadilah perbedaan antara kekuasaan membentuk undang-undang dan

   kekuasaan pemerintahan.

  Sejak abad ke-14 para anggota parlemen Inggris secara lambat laun memisahkan diri ke dalam dua kelompok yaitu kaum rohaniawan dan ningrat (the

  

lords spiritual an temporal) di satu pihak dan sisanya yaitu para wakil dari kota dan

  pedesaan di lain pihak. Mengingat perbedaan sosial antara dua kelompok itu dianggap alamiah, terbagilah parlemen Inggris dalam dua kamar yaitu kamar pertama :The House of Lords dan kamar kedua : The House of Commons.Kamar pertama ditempati oleh para anggota yang diangkat seumur hidup yaitu para kepala gereja dan kaum ningrat bahkan anggota dari kaum ningrat bisa diwariskan kepada keturunannya sepanjang masih memiliki keturunan laki-laki, sedangkan kamar yang kedua diisi oleh para anggota yang memperoleh kedudukannya melalui pemilihan 16 umum. Pemisahan dua kamar ini pada perkembangan selanjutnya berhubungan erat 17 Ibid hal. 38.

  Ibid hal. 40. dengan tata cara pengambilan putusan. Kamar yang pertama :The House of Lords

   menjaga terhadap kecerobohan atau keradikalan kamar yang kedua.

  Perkembangan yang sama juga terjadi di Eropa daratan, walaupun sedikit berbeda dengan di Inggris karena perkembangan lembaga perwakilan itu sering terputus oleh perang dan revolusi yang terus menerus. Akan tetapi dalam lembaga perwakilan itu selalu terwakili kelompok ningrat dan rohaniawan di satu pihak dan golongan rakyat biasa di pihak lain.

  Berbeda dengan di Inggris, di Amerika sebagai negara baru membentuk sistem pemerintahan khususnya lembaga perwakilan berdasarkan teori-teori yang berkembang pada saat itu berdasarkan pengalaman negara-negara Eropa dan Inggris yang cukup lama.Parlemen di Amerika Serikat terbagi dalam dua kamar yaitu terdiri dari Senat, kamar pertama, dan House of Representatif (HoR), kamar kedua.Senat diisi oleh perwakilan negara-negara bagian yang dipilih satu kali dalam 4 tahun, sedangkan Houseof Representative dipilih setiap 2 tahun sekali yang mewakili daerah-daerah pemilihan secara proporsional di seluruh negara Amerika Serikat. Kedua kamar parlemen di Amerika ini sama-sama memiliki hak membahas dan menyetujui setiap undang-undang, walaupun dalam beberapa hal parlemen memiliki posisi yang lebih berwibawa daripada HoR antara lain karena memiliki kewenangan selaku pengadilan dalam hal untuk memberhentikan Predisen atau hakim federal. Setiap undang-undang diajukan dan di bahas oleh masing-masing kamar dan disetujui oleh kamar lainnya serta oleh Presiden dan Presiden memiliki hak veto dalam hal ia tidak setuju atas suatu rancangan undang-undang. Dalam hal yang demikian rancangan undang-undang itu diputuskan secara final oleh sidang Congress (gabungan Senat dan HoR), yang apabila disetujui oleh 2/3 anggota Congress rancangan undang-undang itu menjadi undang-undang dan veto Presiden gugur.

  Konsep perwakilan rakyat ini terus berkembang dan memiliki beberapa corak 18 yang berbeda sesuai dengan sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara.Pada Ibid hal .43. garis besarnya paling tidak ada dua konsep yang menonjol dalam pemikiran Barat mengenai sistem perwakilan, yaitu: pertama; konsep yang terkait dengan hubungan antara lembaga perwakilan dengan pemerintah.Sehubungan dengan hal tersebut ada dua konsep yang berkembang yaitu, pertama; lembaga perwakilan dimaksudkan untuk mengekang dan mencegah tindakan sewenang-wenang raja terhadap rakyat.Jadi lembaga perwakilan rakyat sebagai sarana untuk membatasi kekuasaan raja terhadap rakyat, kedua;lembaga perwakilan rakyat dimasudkan untuk menggantikan sistem demokrasi langsung, sehingga melalui lembaga perwakilannya masyarakat dapat berpartisipasi dalam penentuan masalah-masalah kenegaraan.Konsep kedua;terkait dengan hubungan lembaga perwakilan dengan rakyatnya, yang dalam hal ini berkembang dua konsep, yaitu pertama; wakil yang duduk dalam lembaga perwakilan tidak tergantung pada kehendak atau instruksi dari mereka yang memilihnya artinya para wakil itu bebas untuk bertindak dan mebuat kebijaksanaan nasional berdasarkan keyakinannya sendiri.Menurut konsep ini, para wakil terpilih bukanlah untukmembela/mengurus kepentingan para pemilihnya saja tetapi untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan.Inggris dan Perancis, juga Jerman menganut konsep ini.Ketiga; didasarkan pada teori kedaulatan rakyat yang mengajarkan bahwa para wakil dalam lembaga perwakilan hanya merupakan perantara saja (the people’s agents).Karenya para wakil itu harus mengikuti instruksi para pemilihnya atau rakyat.Amerika Serikat termasuk penganut konsep yang kedua

   ini.

  Duduknya seseorang dibidang lembaga perwakilan baik itu karena penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan si wakil dengan yang diwakilinya. Pertama dibahas hubungan tersebut dengan teori yaitu: si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mandat dari rakyat

  

  sehingga disebut mandataris. Teori mandat dibagi kedalam tiga jenis yakni :

  19

  1) Mandat Imperatif : menurut ajaran ini si wakil bertindak di lembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak bisa bertindak di luar instruksi tersebut dan apabila ada hal-hal yang baru yang tidak terdapat dalam instruksi tersebut maka si wakil harus mendapat instruksi dari yang diwakilinya.

  2) Mandat Bebas : menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memilki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang mewakilinya atau atas nama rakyat.

  3) Mandat Representatif : si wakil dianggap bergabung dalam suatu lembaga perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi pertanggungjawabannya, lembaga perwakilan inilah yang bertangungjawab pada rakyat.

  Dalam perkembangan modern sekarang ini lembaga perwakilan rakyat telah berkembang sedemikian rupa, sehingga memiliki fungsi yang cukup luas dan beragam dan tidak lagi terpaku pada fungsi legislagi seperti konsep Montesqieu.

   Menurut Robert A. Packenham, seperti dikutip Tambunan; fungsi-fungsi

  lembagaperwakilan rakyat yang ditelitinya di Afrika, Asia dan Amerika Selatan, adalah :

  1. L

  egitimation,

  2. S

  afety valve

  3. R

  ecruitment, socialization, training

  4.L aw making

  5. I nterest articulation 21 6.“E xit” fuction (penggantian pemerintah) Ibid hal 47-48

  7. A

  dministrative oversight & patronage

  8. A rrange-running function

  9. D acision making

  10. M obilization

  11. P

  romote national integration and development of a national identity

  12. R

  epresentation& consensus building

  13. E lection

  14. C hanneling inter-group conflict

  15. T eaching

  16. C ommunication function.

  Perubahan UUD 1945 membawa perubahan yang cukup mendasar mengenai sistem perwakilan dalam ketatanegaraan Indonesia.Paling tidak ada tigak aspek mendasar mengenai lembaga perwakilan rakyat setelah perubahan UUD 1945, yaitu; mengenai struktur kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, fungsi dan kewenangannya serta pengisian anggota lembaga perwakilan.

  Ada tiga lembaga perwakilan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. MPR memiliki fungsi yang sama sekali berbeda dengan DPR dan DPD, sedangkan DPR dan DPD sendiri memiliki fungsi yang hampir sama, hanya saja DPD memiliki fungsi dan peran yang sangat terbatas. Jika dilihat dari jumlah lembaga perwakilan rakyat maka sistem perwakilan yang dianut bukanlah sistem bikameral karena ada tiga lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan jika melihat hanya DPR dan DPD maka kedua lembaga perwakilan ini merupakan bentuk sistem bikameral akan tetapi bukan sistem bikameral yang murni (strong bicameral).

  Keanggotaan DPR adalah representasi rakyat di seluruh Indonesia secara proporsional melalui partai politik (political representation) dan DPD sebagai representasi dari daerah (daerah provinsi) dari seluruh Indonesia (regional

  representation) memiliki posisi yang sama sebagaimana tercermin dalam jumlah anggota DPD yang sama banyaknya dari setiap provinsi.

  Memperhatikan tugas dan kewenangan MPR dalam UUD 1945, sebagai lembaga perwakilan, MPR hanya memiliki tiga fungsi yang pokok yaitu; fungsi legislasi yaitu melakukan perubahan dan atau menetapkan undang-undang dasar, fungsi administratif, yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden sertamemilih/mengangkat Presiden atau Wakil Presiden dalam hal-hal tertentu, serta fungsi judikatif yaitu memutuskan untuk memberhentikan atau tidak memberhentikan presiden atau wakil Presiden dalam masa jabatannya yang diusulkan oleh DPR. Dengan demikian dibanding dengan sebelum perubahan UUD 1945, kewenangan dari MPR menjadi sangat terbatas dan limitatif. Walaupun demikian kewenangan MPR merubah dan menetapkan undang-undang dasar serta memberhentikan serta mengangkat dan memilih presiden atau wakil presiden dalam hal-hal tertentu menunjukkan adanya kewenangan besar yang dimiliki MPR.Hal ini adalah wajar karena MPR adalah gabungan dari seluruh anggota DPR dan DPD.

  Sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUD 1945 DPR memiliki kekuasaan membentuk undang-undang menunjukkan adanya semangat untuk memperkuat posisi DPR sebagai lembaga legislatif. Namun dalam kenyataannya kewenangan DPR dalam pembentukan undang-undang sama kuatnya dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah (Presiden) yaitu masing-masing memiliki lima puluh persen hak suara, karena setiap undang-undang harus memperoleh persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR.

  Disamping itu DPR memiliki fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.Fungsi anggaran terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh DPR untuk menyetujui atau tidak menyetujui anggaran yang diajukan oleh pemerintah.Disinilah keterlibatan DPR dalam administrasi pemerintahan, yaitu mengontrol agenda kerja dan program pemerintahan yang terkait dengan perencanaan dan penggunaan anggaran negara.Dalam melakukan fungsi pengawasan DPR diberikan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, serta hak yang dimiliki oleh setiap anggota DPR secara perorangan yaitu hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan perndapat serta hak imunitas.

  

memi

  Dewan Perwakilan Rakyat juga liki fungsi-funsi lainnya yang tersebar dalam UUD 1945 yaitu :

  • Mengusulkan pemberhentian Presiden sebagai tindak lanjut hasil pengawasan; (pasal 7A)
  • Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang untuk itu; (pasal 9)
  • Memberikan pertimbangan atas pengengkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13)
  • Memberikan pertimbangan kepada Presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi; (Pasala 14 ayat 2)
  • Memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; (pasal 11)
  • Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Pasal 23F)
  • Memberikan persetujuan atas pengangkatan anggota Komisi Yudisial; (pasal 24B ayat 3).
  • Memberikan persetujuan atas pengangkatan Hakim Agung (Pasal 24A ayat 3);
  • Mengajukan 3 dari 9 orang anggota hakim konstitusi; (pasal 24C ayat 3)

  Dari berbagai fungsi DPR tersebut di atas tercermin adanya fungsi- administratif dari DPR sebagai lembaga perwakilan disamping fungsi legislasi.Mekanisme pengisian anggota DPR dipilih seluruhnya melalui pemilihan umum melalui partai politik yaitu berdasarkan sistem perwakilan perorangan (peple

  representative) .Karena itu jumlah anggota DPR adalah proporsional sesuai dengan