Kinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues Periode 2009-2014

(1)

Kinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues Periode 2009-2014

Disusun Oleh:

AMRIN 070906046

Dosen Pembimbing : Dra. Evi Novida Ginting, M.SP

Dosen Pembaca : Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AMRIN (070906046)

KINERJA DPRD KABUPATEN GAYO LUES PERIODE 2009-2014 ( Rincian isi Skripsi, 100 halaman, 19 tabel, 25 buku, 3 jurnal, 2 koran dan 6 situs

internet serta 6 wawancara. ( Kisaran buku dari tahun 1985-2009)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kinerja DPRK Kabupaten Gayo Lues periode 2004-2009 dengan indikator akuntabilitas, responsivitas dan efektivitas melalui Qanun yang dihasilkan lembaga itu serta bagaimana pengelolaan aspirasi masyarakat. Kemudian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja lembaga DPRK Gayo Lues. Metodologi yang digunakan adalah studi pustaka terhadap Qanun yang dihasilkan DPRK,dokumentasi lainnya yang terkait dan wawancara mendalam dengan nara sumber yaitu ketua DPRK, ketua praksi dan masyarakat setempat yang dipilih secara acak.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang perwakilan politik, teori mandat dan teori kinerja ada juga teori lain namun teori kinerja dengan indikator akuntabilitas, responsifitas, dan efektifitas menjadi panduan penulis dalam menilai kinerja lembaga DPRK Gayo Lues periode 2004-2009. Kesimpulan penelitian ini adalah kinerja lembaga DPRK Gayo Lues masih belum begitu memuaskan, baik itu dari segi akuntabilitas, efektivitas dan responsivitas. Kurangnya kinerja lembaga DPRK disebabkan oleh 2 faktor. Faktor yang pertama adalah eksistensi lembaga DPRK yang belum mandiri walaupun sarana dan prasarana tersedia, kemudian faktor eksternal yaitu rendahnya tingkat pendidikan


(3)

masyarakatterutama masalah politik, sehingga peran masyarakat dalammenyampaikan aspirasi masih minim. Rekomendasi yang dapat disampaikan antara lain: (1) perlu dilakukan pendidikan politik yang mendalam tentang bagaimana membuat Qanun dan menghimpun aspirasi menjadi Qanun sehingga aspirasi masyarakat bisa terpenuhi dan lembaga DPRK bisa lebih mandiri. (2) perlunya pendidikan politik pada masyarakat sehingga peran masyarakat dalam pembuatan kebijakan bisa lebih banyak dengan begitu aspirasi masyarakat bisa terpenuhi dengan baik dan kinerja lembaga DPRK bisa lebih baik lagi.

Key Words


(4)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

Amrin (070906046)

Gayo Lues Parliament DISTRICT PERFORMANCE PERIOD 2009-2014 ( Details of the contents of thesis , 101 pages , 19 tables , 25 books , 3 journals , 2 and

6 newspaper internet websites as well as 6 interviews . ( Books range from year 1985 to 2009 )

ABSTRACT

This study aims to look at the performance of the DPRK Gayo Lues Regency period 2004-2009 with indicators of accountability , responsiveness and effectiveness Qanun generated through the agency and how the management of people's aspirations. Then analyze the factors that affect the performance of the DPRK Gayo Lues . The methodology used was the literature of the Qanun generated DPRK , other related documentation and in-depth interviews with informants is chairman of the DPRK , chairman prac oners and the local community who were randomly selected .

The theory used in this study is the theory of political representation , the mandate theory and performance theory there is also another theory , but the theory of performance withindicators of accountability , responsiveness , and effectiveness to guide authors in assessing the performance of the DPRK Gayo Lues 2004-2009 . The conclusion of this study is the performance of the DPRK Gayo Lues still not very satisfactory , both in terms of accountability , effectiveness and responsiveness . DPRK institutions lack of performance caused by 2 factors . The first factor is the


(5)

existence of institutions that have not been independently despite DPRK infrastructure available , then external factors is the low level of public education is mainly a political problem , so the role of the community in delivering the aspirations still minimal . Recommendations that may be asked include : ( 1 ) needs to be done in-depth political education on how to make Qanun and raise aspirations into Qanun so that people's aspirations can be met and institutes DPRK could be more independent . ( 2 ) the need for political education in the community so that the community's role in the policy -making could be so much more with the aspirations of the people can be fulfilled by both the and the performance of institutions can be better

.

Key Words


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAL ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Halaman Persetujuan

Nama : Amrin

Nim : 070906046

Departement : Ilmu Politik

Judul : Kinerja DPRDKabupaten Gayo Lues Periode 2009-2014

Menyetujui : Ketua

Departemen Ilmu Politik,

Dra. T. Irmayani,M.Si NIP. 196806301994032001

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

(Dra. Evi Novida Ginting M.S.P) (Husnul Isa Harahap, M.Si,)

NIP. 196611111994032004 NIP. 198212312010121001

Mengetahui : Dekan FISIP USU

( Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(7)

Karya ini dipersembahkan untuk Ibunda Tercinta dan Ayahnda Tercinta


(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta nikmat yang banyak sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial da Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak pihak yang telah banyak memberi masukan dan bantuan, baik berupa bantuan moril dan materil. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Ibu Novida Ginting, M.S.P selaku Dosen Pembimbing dan Bang Husnul Isya Harahap M.S,i selaku dosen pembaca yang banyak memberikan kontribusi terhadap skripsi ini.

2. Kepada Ibuk Dra. Irmayani M.S.i, selaku Ketua Jurusan Ilmu Politik

3. Kepada kedua orang tua saya Armada dan Ani yang saya sayangi, bantuan berupa moril dan materi sungguh luar biasa.

4. kepada Wak Yus terima kasih atas semua kebaikan yang tidak bisa terbayarkan semoga engkau sukses selalu.

5. Kepada kawan-kawan politik stambuk 2007, semoga kalian cepat lulus yang sidang bagi yang belum sidang.

6. Kepada kawan-kawan kost Mandolin no 38, semoga kalian sukses selalu

7. Kepada seseorang yang tidak bisa saya sebutkan namanya, terimakasih banyak atas bantuannya, semoga kamu sukses selalu.

8. Kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu namun berkontribusi terhadapan skripsi ini.

Saya menyadari dalam penyelesaian skripsi ini masih banyak yang perlu diperbaiki maka kritik dan saran saya harapkan guna menyempurnakan skripsi ini.

Hormat Saya

Medan, September 2013


(9)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Abstract ... iii

Halaman Persetujuan ... v

Lembar Persembahan ...vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ...viii

Daftar Tabel ...ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitia ... 6

F. Kerangka Teori ... 6

6.1. Teori Demokrasi ... 6

6.2. Teori Perwakilan ... 14

6.3. Teori Kinerja ... 26

6.3.1. Akuntabilitas ... 28

6.3.2. Responsivitas ... 28

6.3.3. Efektivitas ... 29

6.3. Parlemen ... 29

6.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja…... 29

6.4.1. Kelembagaan ... 34

6.4.2. Sumber Daya Manusia ... 35

G. METODOLOGI PENELITIAN 7.1. Jenis Penelitian ... 38

7.2. Lokasi Penelitian ... 38

7.3. Teknik pengambilan sampe... 38

7.4. Sumber Data ... 38

7.5. Teknik Pengumpulan Data ... 39

7.6. Teknik Analisa Data ... 39

7.7 Definisi Konsep ... 40

7.8 Defenisi Operasinal ... 40

H. Sistematika Penulisan ... 42

BAB. II. DISKRIPSI LEMBAGA DPRK GAYO LUES A. Sejarah Kabupaten Gayo Lues ... 43


(10)

B. Diskripsi Kondisi, kependudukan,

dan pendidikan ... 48

C. Diskripsi Kondisi kesehatan,

Ekonomidan Sosbud ... 55

D.Diskripsi DPRK Gayo Lues ... 60

BAB III KINERJA DPRDKABUPATEN GAYO LUES

A. Aspek Akuntabilitas ... 71

B. Aspek Responsivitas ... 77

C. Aspek Efektivitas ... 83

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Kinerja DPRK Gayo Lues ... 88 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 97

Daftar Pustaka ... 99 Daftar lampiran

Foto kopi surat penelitian Daftar pertanyaan

Foto kopi Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Foto kopi daftar gaji anggota dewan


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Luas Wilayah Kabupaten Gayo Lues di setiap

Kecamatan ... 49

Tabel 2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Gayo Lues ... 50

Tabel 3 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kabupaten Gayo Lues ... 53

Tabel4 Banyaknya Rumah Sakit, Puskesmas,Puskesmas Pembantu danPuskesmas Keliling dirincimenurut Kecamatan dalam Kabupaten Gayo Lues Tahun 2007 ... 55

Tabel 5 Banyaknya Tenaga KesehatanKabupaten Gayo Lues, Tahun 2007 ... 56

Tabel 6 Komposisi DPRK Gayo LuesPeriode 2009-2014 Berdasarkan Partai Politik ... 62

Tabel 7 Qanun Yang Telah Ditetapkan Tahun 2009 ... 72

Tabel8 Qanun Yang Telah Ditetapkan Tahun 2010 ... 73

Tabel 9 Qanun Yang Telah Ditetapkan Tahun 2011 ... 74

Tabel 10 Qanun Yang Telah Ditetapkan Tahun 2012 ... 75

Tabel 11 Jumlah Permasalahan yang disampaikan Delegasi Masyarakat Kepada DPRK Dirinci Menurut Jenis Permasalahan Tahun 2009-2012 ... 78

Tabel 12 Tingkat Pendidikan menurut Kecamatan... 81

Table 13 Rekap Qanun Kabupaten Gayo Lues yang Telah Diperoses Sesuai dengan ketentuan ...83

Tabel 14 Daftar Gaji Anggota Dewan ... 86

Tabel 15 Biaya Perjalanan Dinas Anggota DPRK Dalam Dan Luar Daerah ... 87

Tabel 16 Sarana dan Prasarana Yang Diperuntunkan Bagi Anggota DPR Periode 2004-2009 ... 88

Table 17 Berikut adalah Tabel tingkat pendidikan DPRK Gayo Lues Periode 2009-2014 ... 89

Tabel 18 Persentase Tingkat Pendidikan Dewan ... 91


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AMRIN (070906046)

KINERJA DPRD KABUPATEN GAYO LUES PERIODE 2009-2014 ( Rincian isi Skripsi, 100 halaman, 19 tabel, 25 buku, 3 jurnal, 2 koran dan 6 situs

internet serta 6 wawancara. ( Kisaran buku dari tahun 1985-2009)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kinerja DPRK Kabupaten Gayo Lues periode 2004-2009 dengan indikator akuntabilitas, responsivitas dan efektivitas melalui Qanun yang dihasilkan lembaga itu serta bagaimana pengelolaan aspirasi masyarakat. Kemudian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja lembaga DPRK Gayo Lues. Metodologi yang digunakan adalah studi pustaka terhadap Qanun yang dihasilkan DPRK,dokumentasi lainnya yang terkait dan wawancara mendalam dengan nara sumber yaitu ketua DPRK, ketua praksi dan masyarakat setempat yang dipilih secara acak.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang perwakilan politik, teori mandat dan teori kinerja ada juga teori lain namun teori kinerja dengan indikator akuntabilitas, responsifitas, dan efektifitas menjadi panduan penulis dalam menilai kinerja lembaga DPRK Gayo Lues periode 2004-2009. Kesimpulan penelitian ini adalah kinerja lembaga DPRK Gayo Lues masih belum begitu memuaskan, baik itu dari segi akuntabilitas, efektivitas dan responsivitas. Kurangnya kinerja lembaga DPRK disebabkan oleh 2 faktor. Faktor yang pertama adalah eksistensi lembaga DPRK yang belum mandiri walaupun sarana dan prasarana tersedia, kemudian faktor eksternal yaitu rendahnya tingkat pendidikan


(13)

masyarakatterutama masalah politik, sehingga peran masyarakat dalammenyampaikan aspirasi masih minim. Rekomendasi yang dapat disampaikan antara lain: (1) perlu dilakukan pendidikan politik yang mendalam tentang bagaimana membuat Qanun dan menghimpun aspirasi menjadi Qanun sehingga aspirasi masyarakat bisa terpenuhi dan lembaga DPRK bisa lebih mandiri. (2) perlunya pendidikan politik pada masyarakat sehingga peran masyarakat dalam pembuatan kebijakan bisa lebih banyak dengan begitu aspirasi masyarakat bisa terpenuhi dengan baik dan kinerja lembaga DPRK bisa lebih baik lagi.

Key Words


(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

Amrin (070906046)

Gayo Lues Parliament DISTRICT PERFORMANCE PERIOD 2009-2014 ( Details of the contents of thesis , 101 pages , 19 tables , 25 books , 3 journals , 2 and

6 newspaper internet websites as well as 6 interviews . ( Books range from year 1985 to 2009 )

ABSTRACT

This study aims to look at the performance of the DPRK Gayo Lues Regency period 2004-2009 with indicators of accountability , responsiveness and effectiveness Qanun generated through the agency and how the management of people's aspirations. Then analyze the factors that affect the performance of the DPRK Gayo Lues . The methodology used was the literature of the Qanun generated DPRK , other related documentation and in-depth interviews with informants is chairman of the DPRK , chairman prac oners and the local community who were randomly selected .

The theory used in this study is the theory of political representation , the mandate theory and performance theory there is also another theory , but the theory of performance withindicators of accountability , responsiveness , and effectiveness to guide authors in assessing the performance of the DPRK Gayo Lues 2004-2009 . The conclusion of this study is the performance of the DPRK Gayo Lues still not very satisfactory , both in terms of accountability , effectiveness and responsiveness . DPRK institutions lack of performance caused by 2 factors . The first factor is the


(15)

existence of institutions that have not been independently despite DPRK infrastructure available , then external factors is the low level of public education is mainly a political problem , so the role of the community in delivering the aspirations still minimal . Recommendations that may be asked include : ( 1 ) needs to be done in-depth political education on how to make Qanun and raise aspirations into Qanun so that people's aspirations can be met and institutes DPRK could be more independent . ( 2 ) the need for political education in the community so that the community's role in the policy -making could be so much more with the aspirations of the people can be fulfilled by both the and the performance of institutions can be better

.

Key Words


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir semua negara di dunia ini sekarang menganut sistem demokrasi, demokrasi dianggap sistem yang mewakili kepentingan warga negaranya. Walaupun hampir disetiap negara menganut sistem demokrasi namun pada pelaksanaannya terdapat berbagai perbedaan, jadi demokrasi bukan merupakan suatu hal yang baku ataupun absolut namun lebih mengarah kepada konsep yang dinamis. Pada zaman Orde Baru demokrasi di Indonesia dinamakan Demokrasi Terpimpin dan sekarang menjadi Demokrasi Pancasila. Beberapa ahli membagi demokrasi itu kepada demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung, untuk demokrasi langsung sekarang ini hampir mustahil dilakukan karena keadaan sosial Indonesia yang begitu beragam sehingga dilakukanlah demokrasi secara tidak langsung. Demokrasi secara tidak langsung dilakukan dengan bentuk perwakilan masyarakat di lembaga perwakilan rakyat yang dikenal dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Secara umum, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi perundang-undangan, fungsi keuangan dan pengawasan, semua fungsi tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur kewenangan DPRD dalam menjalankan fungsi perundang-undangan. DPRD juga mempunyai hak dalam anggaran yang tercermin dalam merumuskan kebijakan daerah dalam menyusun Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Derah (APBD).

Fungsi perwakilan (representasi) pada hakekatnya merupakan hubungan antara lembaga legislatif, khususnya anggota DPRD dengan anggota masyarakat yang mereka wakili, baik secara individu, berdasarkan kelompok maupun secara keseluruhan. Pandangan yang melihat bahwa hubungan tersebut merupakan salah satu masalah politik di dalam kehidupan sistem politik pada umumnya dan didalam proses kehidupan badan legislatif pada khususnya, bertolak dari teori demokrasi yang mengajarkan bahwa anggota masyarakat mengambil bagian atau berpartisipasi di dalam proses perumusan dan penentuan kebijakan pemerintah. Dengan kata lain,


(17)

pemerintah melakukan kegiatan sesuai dengan kehendak masyarakat.Oleh karena itu banyaknya rakyat dalam suatu sistem politik, maka demokrasi menentukan bahwa sebagian dari partisipasi anggota masyarakat dilakukan melalui wakil mereka di dalam badan legislatif. Dalam konteks ini, para wakil rakyatlah yang bertindak atas nama pihak yang mewakili dan merumuskan serta memutuskan kebijakan tentang berbagai aspek kehidupan, sehingga kita mengenal adanya pemilihan umum guna melembagakan partisipasi masyarakat dalam menentukan anggota badan legislatif. Oleh karena itu, idealnya anggota DPRD harus bertindak dan berprilaku sebagai representasi masyarakat untuk tindak tanduk dalam seluruh kegiatannya.

Memuaskan kehendakmasyarakat atau kemauan publik adalah esensi dari fungsi anggota serta lembaga legislatif itu sendiri sebagai wakil rakyat. Akantetapi perlu di ingat bahwa badan legislatif merupakan salah satu unit dari sistempolitik, di samping anggota masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompokkepentingan, oleh karena itu anggota DPRD perlu mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini yang ada, baik yang datang dari perorangan maupun dari berbagai kesatuan individu seperti kekuatan sosial, politik,kelompokkepentingan, eksekutif dan sebagainya. Dengan demikian, para wakil rakyat dituntut untuk menyelaraskan berbagai kehendak atau opini tersebut dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan, dengan mengutamakan kehendak atau opini publik yang diwakili tanpa mengorbankan sistem politik secara menyeluruh.Atas dasar pemikiran tersebut, keberhasilan para wakil rakyat (DPRD)untuk menegakkan keserasian antara kepentingan anggota masyarakat yangdiwakilinya dengan kepentingan berbagai kelompok dan

lembagaharusmemperhatikan empat faktor, yakni1

1) Integritas dan kemampuan atau keterampilan anggota badan legislatif.

:

2) Pola hubungan anggota badan tersebut dengan anggota masyarakat yang

mereka wakili yang tercermin di dalam sistem perwakilan yang berlaku.

3) Struktur organisasi badan legislatif yang merupakan kerangka formal bagi

kegiatan anggota dalam bertindak sebagai wakil rakyat.

1


(18)

4) Hubungan yang tercermin dalam pengaruh timbal balik antara badan legislatif dengan ekskutif dan lembaga-lembaga lainnya sebagai unit-unit pemerintahan di tingkat daerah, serta hubungan badan tersebut dengan lembaga-lembaga yang sama di tingkat yang lebih tinggi hirarkinya.

Berdasarkan kondisi tersebut, dapat digambarkan kemungkinan orientasi anggota DPRD dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga legislatif di daerah.

Tipe orientasi anggota DPRD adalah sebagai berikut2

1) Orientasi kepada nilai dan kepentingan anggota itu sendiri (wali/trustee).

:

2) Orientasi kepada anggota masyarakat yang diwakilinya (delegasi/utusan)

3) Orientasi gabungan tipe wali dan utusan (politico).

4) Orientasi kepada organisasi politik yang menggerakan dukungan terhadapnya

(partisan).

5) Orientasi kepada pemerintah (eksekutif).

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dari sekian banyak serta tingginya kompleksitas persoalan-persoalan yang dihadapi para wakil rakyat, maka idealnya fungsi representasi DPRD akan terpenuhi apabila anggota DPRD memenuhi persyaratan politik, pendidikan, moral, integritas, pengalaman, sehat jasmani dan rohani serta kemampuan artikulasi yang memadai, sehingga jika tujuan DPRD untuk kepentingan rakyat maka fungsi-fungsi dan hak DPR akan mengarah kepada rakyat, karena DPR merupakan wakil rakyat yang ditujukan untuk mendengarkan rakyat, sehingga dengan mengaktualisasikan kepentingan rakyat maka akan terjadi hubungan yang baik. Kinerja DPR yang baik tentu akan membuat persepsi masyarakat baik juga.Namun dalam DPR yang terjadi sekarang ini persepsi masyarakat cenderung negatif terhadap lembaga DPR, pada (Media Indonesia) survei yang dilakukan oleh lembaga peneliti Charta politik mengungkapkan persepsi masyarakat terhadap kinerja anggota DPR 2009-2014 lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Charta politik melakukan survei melalui telepon kepada 378 responden yang berusia 17 tahun ke atas dengan metode acak sistematis, sementara itu tingkat kepercayaan 95% dan kemungkinan kesalahan 5%, ia mengatakan, penilaian buruk masyarakat dipengaruhi

2


(19)

oleh banyaknya pemberitaan yang negatif terhadap lembaga DPRD, Ia juga mengatakan aktor-aktor di DPR lebih cenderung berperan sebagai dirinya sendiri dibandingkan pembawa institusi tentu saja ini jauh dari yang diharapkan masyarakat.

Menurut direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSNK)

Kompas.com. “Persepsi negatip” masyarakat terhadap kinerja DPR bukan tanpa

alasan, kinerja tiga fungsi yang masih payah, tingkat kedisiplinan yang rendah, penyalahgunaan kuasa dalam fungsi anggaran adalah sebagai penyebabnya selain itu jajak pendapat Kompas pada 4-6 Agustus 2010 tentang citra DPR di mata publik dengan 789 responden, menyatakan bahwa citra DPR 78,2 % menyatakan citra DPR buruk, 14,6 % mengatakan bahwa citra DPR baik dan selebihnya yakni 7,2 % menjawab tidak tahu. Dari hasil ini dapat dikatakan masyarakat dominan akan persepsi negatif terhadap DPR yaitu sebanyak 78,2 %, ini bisa dianalogikan bahwasanya masyarakat kecewa akan kinerja DPR selama ini.Jajak pendapat Kompas pada 30 Maret 1 april 2011 dengan 842 responden, tentang kepedulian DPR terhadap kritik menurut publik 72,3 % menjawab DPR tidak peduli dan 22,9 % peduli dan selebihnya tidak tahu. Dapat dipahami bahwasanya DPR sebagai wakil rakyat seharusnya mau mendengarkan kritik dan saran dari masyarakat namun persepsi masyarakat merasa DPR tidak peduli dengan kritikan.

Daripemaparan data di atas dapat dikatakan bahwa DPR yang seharusnya berfungsi sebagai wakil rakyat dan bekerja untuk kepentingan-kepentingan rakyat berubah kepada kepentingan pribadi, sehingga yang terjadi adalah masyarakat kurang puas terhadap kinerja DPR. Dengan segala hal yang terjadi di DPR masyarakat memiliki persepsi yang cenderung negatif terhadap kinerja DPR.DPRD yang merupakan wakil rakyat di daerah mempunyai fungsi yang sama dengan DPR RI namun cakupannya tergantung dimana letak kedudukan daerah masing-masing. Di daerah yang luas di Indonesia mempunyai karakteristik adat budaya dan nilai-nilai yang berbeda di masyarakat. Kompleksitas masyarakat itu sendiri mempunyai perbedaan kepentingan-kepentingan yang berbeda. Seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah sehingga daerah bisa leluasa mengurus daerahnya masing-masing.


(20)

Kabupaten Gayo Lues merupakan kabupatenbaru. Menariknya di sini adalah komposisi anggota DPRD hampir semua berasal dari suku Gayo dan daerah ini didominasi oleh masyarakat yang bersuku Gayo walaupun ada beberapa suku kecil lainnya, misalnya suku padang, batak, jawa, dan lainnya namun tidak begitu banyak menjadi anggota DPRK.Jika kita lihat lebih dalam lagi rata-rata anggota dewan diisi oleh orang-orang yang sudah menikah dan berumur di atas 30 tahun,ini diartikan bahwasanya wakil yang masih muda sangat sedikit hal ini juga diartikan bahwa masyarakat kurang percaya kepada pemuda sebagai wakil untuk duduk lembaga DPRK di Kabupaten Gayo Lues. Hal lainnya yang menarik adalah dari 20 anggota dewan hanya satu perempuan selebihnya adalah laki-laki ini juga diartikan perempuan kurang berperan dalam sistem perwakilan di Lembaga DPRD Kabupaten Gayo Lues. Selanjutnya pada periode ini agak sedikit berbeda dari periode sebelumnya, hadirnya partai lokal Aceh menambah kursi di Dewan yakni sebanyak 2 kursi, ini diartikan bahwa ada harapan dari masyarakat Kabupaten Gayo Lues dalam memenuhi kepentingan masyarakat melalui partai lokal Aceh. Sehubungan dengan hal di atas ditambah dengan belum adanya penelitian mengenai kinerja dewan di

Kabupaten Gayo Lues maka dibuatlah penelitian yang berjudul KinerjaDPRD

Kabupaten Gayo Lues Periode 2009-2014.

B. Perumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas maka peneliti menghimpun perumusan masalah yang akan dijawab peneliti dalam penelitian ini, yaituBagaimana kinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues periode 2009-2014 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya?

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam sebuah penelitian diperlukan dengan tujuan memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian. Selain itu pembatasan penelitian akan menghasilkan uraian yang sistematis dan hasil penelitian yang tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi pembatasan


(21)

masalah pada penelitian ini ialah penelitian difokuskan pada ruang lingkupkinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues periode 2009-2014 yang dilihat dari aspek

akuntabilitas, responsibilitas dan efektifitas serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. D. Tujuan Penelitian

Penelitian adalah sarana fundamental untuk memenuhi pemecahan masalah secara ilmiah, untuk itu penelitian ini mempunyai tujuan Untuk mengetahui bagaimanakah kinerja DPRD Kabupaten Gayo Lues pada periode 2009-2014.

E. Manfaat Penelitian

Adapaun yang menjadi manfaat penelitian ini ada dua hal yaitu:

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan

dalam membuat penelitian mengenai pembangunan khususnya kinerja DPRD Kabupaten di Kabupaten Gayo Lues.

2. Bagi penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan

kemampuan berpikir dan kemampuan karya ilmiah di bidang Pemerintahan dan politik lokal.

F. Kerangka Teori 6.1.Demokrasi

Berbicara mengenai demokrasi tidak bisa dilepaskan dari konteks historis, karena konsep demokrasi sendiri memang berasal dari barat yang kemudian

berkembang menjadi beberapa fase, yaitu:Pertama,Fase Klasik. Pada fase ini ditandai

dengan munculnya pemikiran-pemikiran filosofis dan praksis politik danketatanegaraan sekitar abad ke-5 SM yang menjadi kebutuhan dari negara -negara

kota (city states) di Yunani, khususnya Athena. Munculnya pemikiran yang

mengedepankan demokrasi(democratia, dari demos dan kratos) disebabkan gagalnya

sistem politik yang dikusai paraTyrants atau autocrats untuk memberikan jaminan

keberlangsungan terhadap Polis dan perlindungan terhadap warganya. Filsuf-filsuf seperti Thucydides (460-499 SM), Socrates (469-399 SM), Plato(427-347SM),


(22)

Aristoteles (384-322 SM) merupakan beberapa tokoh terkemukayang mengajukan pemikiran-pemikiran mengenai bagaimana sebuah Polis seharusnya dikelolasebagai

ganti dari model kekuasaan para autocrats dan tyrants.

Dari buah pikiran merekalah prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi, yaitu

persamaan (egalitarianism) dan kebebasan (liberty) individu diperkenalkan dan

dianggap sebagai dasar sistem politik yang lebih baik ketimbangyang sudah ada waktu itu.Tentu saja para filsuf Yunani tersebut memiliki pandangan berbedaterhadap kekuatan dan kelemahan sistem demokrasi itu sendiri.Plato misalnya, dapat dikatakan sebagai pengkritik sistem demokrasi yang paling keras karena dianggap dapat

mendegenerasi dan mendegradasi kualitas sebuah Polis dan warganya. Kendati Plato

mendukung gagasan kebebasan individu tetapi ia lebih mendukung sebuah sistem

politik dimana kekuasaan mengaturPolisdiserahkan kepada kelompok elite yang

memiliki kualitas moral, pengetahuan, dan kekuatanfisik yang terbaik atau yang

dikenal dengan nama “the philosopher Kings”. Sebaliknya, Aristoteles memandang

justru sistem demokrasi yang akan memberikan kemungkinan Polis berkembang dan

bertahan karena para warganya yang bebas dan egaliter dapat terlibat langsung dalam pembuatan keputusan publik, dan secara bergiliran mereka memegang kekuasaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada warga.

Demokrasi klasik di Athena, baik dari dimensi pemikiran dan praksis, jelasbukan sebuah demokrasi yang memenuhi kriteria sebagai demokrasi substantif, karenapengertian warga (citizens)yang “egaliter” danbebas pada kenyataannya sangatterbatas. Mereka ini adalah kaum pria yang berusia di atas 20 tahun, bukan budak, danbukan kaum pendatang (imigran).Demikian pula demokrasi langsung di Athenadimungkinkan karena wilayah dan penduduk yang kecil (60000-80000 orang). Warga yang benar-benar memiliki hak dan berpartisipasi dalam Polis kurang dari sepertiganya dan selebihnya adalah para budak, kaum perempuan dan anak-anak, serta pendatang atau orang asing.

Kedua, Pada fase Pencerahan (Abad 15 sampai awal 18M).Yang mengemuka padafase ini adalah gagasan alteratif terhadap sistem Monarki Absolut yang dijalankan oleh pararaja Eropa dengan legitimasi Gereja. Tokoh-tokoh pemikir era ini


(23)

antara lain adalah NiccoloMachiavelli(1469-1527),ThomasHobbes (1588-1679),John Locke(1632-1704), danMontesquieu(1689-1755). Era ini ditandai dengan munculnya pemikiran Republikanisme(Machiavelli) dan liberalisme awal (Locke) serta konsep negara yang berdaulat dan terpisahdari kekuasan eklesiastikal (Hobbes). Lebih jauh, gagasan awal tentang sistem pemisahankekuasaan Montesquieu) diperkenan sebagai alternatife dari model absoluitas.

Pemikiran awal dalam sistem demokrasi modern ini merupakan buah dari Pencerahan dan Revolusi Industri yang mendobrak dominasi Gereja sebagai pemberi legitimasi sistem Monarki Absolut dan mengantarkanpada dua revolusi besar yang membuka jalan bagi terbentuknya sistem demokrasi modern, yaitu Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1789). Revolusi Amerika melahirkan sebuah sistem demokrasi liberal dan federalisme (James Madison) sebagai bentuk negara, sedangkan Revolusi Perancis mengakhiri Monarki Absolut dan meletakkan dasar bagi perlindungan terhadap hak-hak asasi secara universal.

Ketiga, Fase Modern (awal abad 18-akhir abad 20). Pada fase modern ini dapat disaksikandengan bermunculannya berbagai pemikiran tentang demokrasi berkaitandengan teori-teori tentang negara, masalah kelas, konflik kelas, nasionalisme,ideologi, hubungan antara negara dan masyarakat dan sebagainya. Disamping itu, terjadi perkembangan dalam sistem politik dan bermunculannya negara-negara baru sebagai akibat Perang Dunia I dan II serta pertikaianideologi khusunya antara kapitalisme dan komunisme.

Pemikir-pemikir demokrasi modern yang paling berpengaruh termasuk JJ Rousseau (1712-1778), John S Mill (1806-1873), Alexis de Tocqueville (1805-1859),Karl Marx (1818-1883), Friedrich Engels (1820-1895), Max Weber (1864-1920), dan J.Schumpeter (1883-1946). Rousseau membuat konsepsi tentang kontrak sosial antararakyat dan penguasa dengan mana legitimasi pihakyang kedua akan diberikan, dan dapat dicabut sewaktu-waktu apabila ia dianggap melakukan

penyelewengan. Gagasan dan praktik pembangkangan sipil(civildisobedience)sebagai

suatu perlawanan yang sah kepada penguasa sangat dipengaruhi oleh pemikiran


(24)

landasan utama demokrasi liberal dan sistem demokrasi perwakilan modern

(Parliamentarysystem)di mana Millmenekankan pentingnya menjaga hak-hak

individu dariintervensinegara/pemerintah.Gagasan pemerintahan yang kecil dan terbatasmerupakan inti pemikiran Mill yang kemudian berkembang di Amerika dan Eropa Barat.De Toqcueville juga memberikan kritik terhadap kecenderungan negara untuk intervensi dalam kehidupan sosial dan individu sehingga diperlukan kekuatan kontra yaitumasyarakat sipil yang mandiri.

Marx dan Engels merupakan pelopor pemikir radikal dan gerakan sosialis-komunis yang menghendaki hilangnya negara dan munculnyademokrasi langsung.Negara dianggap sebagaipanitia eksekutif kaum burjuis dan alat yang dibuat untuk melakukan kontrol terhadap kaum proletar. Sejauh negara masih merupakan

alat kelas burjuis, maka keberadaannya harusdihapuskan(witheringawayofthestate)

dan digantikan dengan suatu model pemerintahan langsung di bawah sebuah diktator proletariat. Dengan mendasari analisa mereka mengikuti teori perjuangan kelas dan materialisme dialektis, Marx dan Engels menganggap sistem demokrasi perwakilan yang diajukan oleh kaum liberal adalah alat mempertahankan kekuasaan kelas burjuis dan karenanya bukan sebagai wahana politik yang murni (genuine)serta mampu mengartikulasikan kepentingan kaum proletar.

Max Weber dan Schumpeter adalah dua pemikir yang menolak gagasan demokrasi langsungdan lebih menonjolkansistem demokrasi perwakilan. Mereka berdua mengemukakan demokrasi sebagai sebuah sistem kompetisi kelompok elite dalam masyarakat, sesuai dengan proses perubahan masyarakat modern yang semakin terpilah-pilah menurut fungsi dan peran. Dengan makin berkembangnya birokrasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sistem pembagian kerja modern, maka tidak mungkin lagi membuat suatu sistem pemerintahan yang betul-betul mampu secara langsung mengakomodasi kepentingan rakyat. Demokrasi yang efektif adalah melalui perwakilan dan dijalankan oleh mereka yang memiliki kemampuan,oleh karena itu pada hakekatnya demokrasi modern adalah kompetisi kaum elit.

Perkembangan pemikiran demokrasi dan prakteknya pada era kontemporer menjadi semakin kompleks, apalagi dengan bermunculannya negara-negara bangsa


(25)

dan pertarungan ideologis yang melahirkan Blok Barat dan Blok Timur, kapitalisme dan sosialisme/komunisme. Demokrasi menjadi jargon bagi kedua belah pihak dan hampir semua negara dan masyarakat pada abad ke-20, kendatipun variannya sangat besar dan bahkan bertentangan satu dengan yang lain.

Demokrasi kemudian menjadi alat legitimasi para penguasa, baik totaliter maupun otoriter di seluruh dunia.Di negara-negara Barat seperti Amerika dan Eropa, pemahaman demokrasi semakin mengarah kepada aspek prosedural, khususnya tata kelola pemerintahan (governance). Pemikir seperti Robert Dahl umpamanya menyebutkan bahwa teori demokrasi bertujuan memahami bagaimana warganegara melakukan kontrol terhadap para pemimpinnya. Dengan demikian fokus pemikiran dan teori demokrasi semakin tertuju pada masalah proses-proses pemilihan umum atau kompetisi partai-partai politik, kelompok kepentingan, dan pribadi-pribadi tertentu yang memiliki pengaruh kekuasaan.

Dengan hancurnya Blok Timur (komunis/sosialis) pada penghujung abad ke-20, demokrasi seolah-olah tidak lagi memiliki pesaing dan diterima secara global.Fukuyama bahkan menyebut era paska perang dingin sebagai Ujung Sejarah (The End ofHistory) di mana demokrasi (liberal), menurutnya, menjadi pemenang terakhir. Pada kenyataannya, sistem demokrasi di dunia masih mengalami persoalan yang cukup pelik karena komponen-komponen substantif dan prosedural terus mengalami penyesuaian dan tantangan.Kendati ideologi besar seperti sosialisme telah pudar, namun munculnya ideologi alternatif seperti fundamentalisme agama, etnis, ras, dsb telah tampil sebagai pemain dan penantang baru terhadap demokrasi, khususnya demokrasi liberal.

Kondisi saat ini di mana globalisasi telah berlangsung, maka demokrasi pun mengalami pengembangan baik pada tataran pemikiran maupun prakasis.Munculnya berbagai pemikiran dan gerakan advokasi juga menjadi tantangan bagi sistem politik demokrasi liberal, seperti gerakan feminisme, kaum gay, pembela lingkungan, dan sebagainya.Termasuk juga gerakan anti kapitalisme global yang bukan hanya berideologi kiri, tetapi juga dari kubu liberal sendiri, semakin menuntut terjadinya terobosan baru dalam pemikiran tentang demokrasi.Contoh yang dapat disebutkan


(26)

disini adalah upaya mencari jalan ke tiga (the Third Way)yangmenggabungkan liberalisme dan sosialisme di Eropa dan Amerika Serikat.

Indonesia sedang dalam proses transformasi dari sistem otoriter menuju demokrasi sebagaimana dicita-citakan para pendirinya dalam konstitusi. Tidak terelakkan lagi, diperlukan kemampuan dari para pekerja demokrasi untuk mencari varian demokrasi yang kompatibel dengan konteks yang dihadapi. Pemahaman tentang perkembangan pemikiran dan praksis demokrasi dari berbagai era dan wilayah dunia akan sangat membantu dalam usaha tersebut.

Demokrasi bukan merupakan hal yang baru bagi masyarakat Eropa dan Amerika, mereka sudah lama mengenalnya. Nenek moyang mereka sudah dengan sadar mengaplikasikan konsep baru dalam pemerintahan.Setidaknya dapat dijumpai di masyakarat Athena, kota kecil di Yunani.Peristiwa tersebut terjadi di masa kepemimpinan Pericles. Namun, patut disayangkan kesempatanhanya diberikan

kepada kaum Adam (laki-laki) an sich. Kaum wanita, budak dan orang-orang asing

dikecualikan. Demokrasi yang berjalan di Athena ini berjalan sampai 200 tahun.3

Perkembangan demokrasi sejalan dengan perkembangan umat manusia dan telah melahirkan berbagai macam tokoh dan pemikir yang handal. Pemikiran dan aplikasi teoritis dalam kancah pemerintahan sudah lama terbukti dan teruji secara baik dan mengesankan .

Dari sejarah panjang inilah kemudian demokrasi berkembang dan sekarang menjadi suatu yang universal dan diadopsi oleh berbagai negara di dunia ini termasuk Indonesia.

4

3

The World of Encyclopaedia,1983: hal. 106-107.

4

Bahtiar dan Effendi. 1996. Islam dan Demokrasi: Mencari Sebuah Sintesa yangMemungkinkan dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher, (Ed),.Agama dan Dialog antar Peradaban.Paramadina. JakartaCet. I. hal.86.

Walaupun demikian, dalam kapasitas tertentu simbol tersebut perlu dipertanyakan eksistensi dan aplikasinya dalam kehidupan masyarakat dunia dalam skala makro maupun mikro.


(27)

Pengalaman-pengalaman yang beranekaragam dan tidak berdimensi satu membuat makna, ciri dan tinjauan-tinjauan yang berhubungan dengan demokrasi menjadi suatu yang beragam. Kenyataan ini juga didukung oleh fenomena sosial dari ilmu politik yang memayungi kajian demokrasi dan yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, setiap negara dan kawasan memilki banyak ragam dalam merespon demokrasi dalam kancah perpolitikan mereka.Ada Negara yang sudah mampu dan mapan dalam menerapkannya dan ada juga yang masih belajar dengan tertatih-tatih tanpa membuahkan hasil yang memadai dan memberikan perubahan yang cukup berarti.

Pemahaman tentang demokrasi dapat dilakukan secara utuh jika dapat dilakukan kajian yang mendalam tentang substansi dari demokrasi dan hal-hal lain yang mendukungnya.Pengalaman dan aplikasi berbagai negara dapat dijadikan sebagai variant model yang muncul mengiringi paket demokrasi, yang dapat disebut sebagai upaya kreatif masing-masing negara dalam merespon isu demokrasi.Upaya kreatif tersebut tidak dianggap sebagai sebuah reduksi dalam memahami dan mencerna isu penting tersebut. Namun, aplikasi demokrasi akan dapat bermakna bagi negara-negara lain jika disesuaikan dengan kondisi sosial-politik dan sosial-budaya masyarakat setempat. Tentu, ada beberapa hal yang sesuai dengan kondisi tertentu dari negara dan tidak cocok bagi negara lain.

Demokrasi tersusun dari dua kata demos berarti peopledan kratos berarti rule

or authority(bahasa Greek, Yunani);yang berarti pemerintahan oleh rakyat (rule or authority by the people) di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dijalankan secara langsung maupun melalui perwakilan di bawah sistem pemilihan yang bebas.

MenurutAbraham Lincoln demokrasi didefenisikan sebagai goverment of the people,

by the people, for the people atau pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat.5

Dari pengertian sederhanatersebut jelas bahwa demokrasi menginginkan pemerintahan diselenggarakan secara terbuka dan rakyat diberi kesempatan dalam memerintah dan mengambil andil dalam kebijakan publik.Demokrasi dan

5


(28)

kebebasansering digunakan secara timbalbalik namun keduanya tidak sama atau berbeda.Demokrasi merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan dan juga seperangkat praktek dan prosedur tertentu melalui sejarah panjangnya yang berliku-liku.Oleh karena itu, demokrasi sering diartikan sebagai sebuah pelembagaan kebebasan.

Banyak pemikir yang berusaha memberikan pemaparan mengenai ciri-ciri dari demokrasi. Sebuah rezim dianggap demokratis jika memilki tiga ciri, (1) menyelenggarakan pemilihan yang terbuka dan bebas, (2) mengembangkan pola

politik yang kompetitifdan (3) memberi perlindungan kebebasan masyarakat.6

Sedangkan, W. Ross Yates mengungkapkan enam ciri. Ciri demokrasi adalah toleransi terhadap yang lain, perasaan fairplay, optimis terhadap hakekat manusia,

persamaan kesempatan, orang yang terdidik, jaminan hidup,kebebasan dan milik.7

Berbagai pandangan baru yang bersinggungan dengan teori-teori Marxis yang berupaya memberikan porsi lebih terhadap kebebasan manusia jugabermunculan. Hal

ini misalnya ditunjukkan oleh new left dan new right. Mereka iniberpandangan bahwa

demokrasi harus memiliki ciri-ciri penciptaan suasana yang terbaik agar setiap orang dapat berkembang sesuai bakat dan keahliannya masing-masing.Di samping itu,manusia juga diberi hak-hak perlindungan dan penggunaan sewenang-wenang otoritas politikdan kekuasaan. Demikian juga, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, mereka memberikan catatan tambahan tentang ciri demokrasi yaitu harus mampu memberikan keterlibatan yangsama di antara warga negara dalam bidang

politik dan ekonomi yang dapat mensejahterakanmereka.8

Berbagai dimensi dan cara pandang terhadap demokrasi di atas juga berimplikasi terhadap banyak ragamnya demokrasi yang ada. Demokrasi perwakilan adalah salah satu bentuk demokrasi yang populer dan sering diterapkan demokrasi negara-negara maju.Walaupun demikian, demokrasi perwakilan bukan satu-satunya bentuk demokrasi. Dalam istilah demokrasi setidaknya mengenal banyak ragam

6Ibid hal. 89. 7

M. RusliKarim.1988.Peluang dan Hambatan: Demokratisasi dalam Analisis:CSIS. Tahun XXVII, No. 1 Januari-Maret 1988. hal.6.

8


(29)

demokrasi antara lain demokrasi protektif, pembangunan, keseimbangan dan partisiparis. Demokrasi sisi lain, Sklarmenunjuk lima bentuk demokrasi, yaitu

demokrasi liberal, terpimpin, sosial, partsisipasi, dan consociational.9

Dari uraian demokrasi atas dapat dikatakan bahwa demokrasi dapat berjalan dengan baik jika prasyarat tertentu dipenuhi. Demokrasi kalangan para pakar telah

terjadi immak bahwa demokrasi hanya kondusif demokrasi negara maju dan

demokrasi lingkungan negara kapitalis saja.10

Sepanjang sejarah yang tercatat, sistem perwakilan rakyat telah dikenal dan berkembang sejak masa Yunani Sebelum Masehi dan terus berkembang hingga

Sedangkan demokrasi negara yang berkembang atau terbelakang cenderung pelaksanaan demokrasi tidak berjalan baik dan bahkan tidak berjalan sama sekali. Salah satu faktornya adalah kebutuhan biologis masyarakat belum sepenuhnya terpenuhi.Oleh karena itu, mereka tidak banyak memikirkan hal-hal lain yang mendasar dan luas bagi kelangsungan kehidupan mereka dalam kancah perpolitikan.

Substansi demokrasi yang berkembang dalam berbagai teori dan telaahan pemikir dapat disimpulkan dalam tiga agenda dasar yaitu:hak politik yang berkaitan erat dengan hubungan Negara dengan masyarakat, hak sipil (demokrasi sosial dan demokrasi ekonomi) yang berhubungan dengan hubungan elit dengan massa, dan hak aktualisasi diri (demokrasi budaya dan demokrasi agama) yang berhubungan dengan warga negara dengan negara dan warga negara dengan sesamanya.

Dari uraian tentang demokrasi di atas, jelas bahwa demokrasi memilki pilar-pilar utama.Di antara pilar-pilar-pilar-pilar demokrasi adalah kedaulatan rakyat, pemilihan yang bebas dan jujur, kekuasaan mayoritas dan hak-hak minoritas.Oleh karena itu, demokrasi sering diidentikkan dengan seperangkat prosedur tertentu dalam menjadikan bentuk pemerintahan yang berada dalam kekuasaan rakyat.

6.2. Sistem Perwakilan

9

Ibid hal. 7.

10


(30)

sekarang ini. Pada masa Yunani, organisasi negara kota Yunani SM pada umumnya terdiri dari seorang raja atau penguasa sebagai kepala pemerintah, sebuah dewan penasihat penguasa, dan sebuah permusyawaratan rakyat. Di negara kota Sparta

dewan penasihat itu dinamakan Gerousia dan badan permusyawaratan rakyat/polis

disebut Apella yang di Athena disebut Ekklesia. Secara formal setiap warga negara

kota Athena adalah anggota Ekklesia (artinya mereka yang dipanggil) atau

lengkapnya Ekklesia tou dimou (permusyawaratan polis). Setiap anggota Ekklesia

berhak untuk didengar, serta ikut dalam pemungutan suara. Masalah yang dibicarakan mancakup semua masalah yang terkait dengan kehidupan rakyat, misalnya pengalokasian dana untuk bangunan umum, tempat-tempat ibadat, patung-patung,jalan jalan, kapal-kapal, masalah perang dan damai, perjanjian dengan negara lain, pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum, dan juga masalah pemilihan para

pejabat, pengawasan dan penghukuman mereka, dan lain-lain.11

Kerajaan Romawi mengambil alih organisasi kenegaraan dari Yunani itu. Pendiri negara kota Roma, Romulus, memilih seratus orang dari para kepala keluarga

dari pengikutnya yang dinamakan Patres dan keturunannya disebut Patriciers (kaum

ningrat), untuk menjadi dewan penasihat yang dinamakan Senes yang kemudian

dinamakan Senat. Disamping Senes, masih ada dewan penasihat lain yang dinamakan

Comitia, yang terdiri dari tiga jenis yaitu comitia, concilia, dan contiones.Dari ketiga

Jenis Comitia ini Comitia-lah yang terpenting, karena putusan-putusan Comitia juga

mempunyai kekuatan sebagai undang-undang dan dinamakan lex.Comitia dalam

sejarah Romawi kemudian berturut-turut dinamakan Comitia Curiata, Comitia

Centuriata, dan Comitia Tributa.12

Sebelum tahun 500 SM, Senat bersama Comitia Curiata, memilih raja,

mempertimbangkan hal-hal yang akan diajukan kepada raja, serta melakukan tugas-tugas keagamaan dan yudisial tertentu. Kemudian timbul badan-badan lain yaitu

11

Tambunan. A.S.S.Hukum Tata Negara Perbandingan.Jakarta :Puporis Publishers. 2001. hal.36.

12


(31)

Concilium Plebis (perwakilan golongan rakyat biasa) dan Comitia Centuriata (perwakilan “komandan satuan-sertaus orang”) yang ikut serta dalam pembentukan undang-undang.Sampai sebelum tahun 287 SM, semua putusan kedua badan tadi

memerlukan pengesahan Senat, sedangkan setelah itu, semua putusan plebs

sepenuhnya mempunyai kekuatan undang-undang.13

Pada awal kerajaan-kerajaan Anglo Saxon yang paling terkenal adalah Raja

Kent dan Wessex raja hanya mengumumkan undang-undangnya dengan persetujuan

Witans( permusyawaratan orang-orang besar, orang awam, kaum rohaniawan dan

golongan-golongan). Dari lembaga Witans inilah kemudian berkembang

dewan/badan penasihat bagi raja yang dikenal dengan curiae regis, concilia dan

kemudian magna concilia. Para anggota dewan ini dilibatkan dalam masalah-masalah

negara dengan maksud agar mereka terlibat juga dalam pelaksanaan putusan-putusan raja.14

Di Inggris pada awalnya badan ini dinamai magnum concilum, yang

merupakan lembaga feodal yang terdiri dari kaum ningrat dan rohaniawan, yaitu suatu lembaga yang memberikan legitimasi bagi raja untuk memungut pajak kalau kas raja kosong. Karena hal ini terlalu sering dilakukan oleh raja maka pada 15 Juni

1215, para bangsawan dan rohaniawan memaksa raja untuk menandatangani Magna

Charta, yaitu suatu piagam yang mengandung prinsip bahwa Raja terikat kepada

hukum dan rakyat mempunyai hak untuk menciptakan mekanisme agar raja

mematuhinya, kalau perlu melalui pemberontakan.15

13

Ibid hal. 38.

14

Ibid hal. 38.

15

Ibid hal. 38.

Pada tahun 1254, keanggotaan magnum concilium mulai diperluas dengan ditambah wakil-wakil rakyat biasa (the commoners) dari distrik-distrik (countes) dan kota-kota. Badan inilah yang kemudian berkembang menjadi parlemen di Inggris. Badan ini menyetujui permintaan raja akan


(32)

tetapi setelah mereka mengeluarkan keluhan dan uneg-unegnya, dan inilah yang

menjadi fungsi pertama dari parlemen.16

Karena terjadi perebutan kekuasaan antara raja dan parlemen yang selalu muncul selama lebih kurang 4 abad di Inggris hingga terjadi perang saudara selama 1640-1648 menyebabkan dihapuskannya jabatan raja.Tampuk kekuasaan dipegang oleh parlemen yang kemudian menimbulkan sistem diktator. Walaupun kemudian tampuk kekuasaan dipegang kembali oleh raja namun parlemen telahberhasil mengeluarkan beberapa keputusan penting yang membatasi kekuasaanraja antara

lainHabeas Corpus Act (1679) yang mencegahpenangkapan atau penahanan

seseorang secara sewenang-weanng oleh penguasa. Kemudian pada tahun 1689

keluar Bill of Rights yang menutup kemungkinan peniadaan ataupengurangan

kekuasaan parlemen oleh raja.Raja tidak mungkin lagi menarikpajak dari rakyat tanpa persetujuan parlemen dan raja tidak diperkenankan lagimenerbitkan peraturan-peraturan kecuali dalam rangka pelaksanaan undang-undang buatan parlemen.Pada tingkat ini terjadilah perbedaan antara kekuasaan membentuk undang-undang dan

kekuasaan pemerintahan.17

Sejak abad ke-14 para anggota parlemen Inggris secara lambat laun

memisahkan diri ke dalam dua kelompok yaitu kaum rohaniawan dan ningrat (the

lords spiritual an temporal) di satu pihak dan sisanya yaitu para wakil dari kota dan pedesaan di lain pihak. Mengingat perbedaan sosial antara dua kelompok itu dianggap alamiah, terbagilah parlemen Inggris dalam dua kamar yaitu kamar pertama

:The House of Lords dan kamar kedua : The House of Commons.Kamar pertama

ditempati oleh para anggota yang diangkat seumur hidup yaitu para kepala gereja dan kaum ningrat bahkan anggota dari kaum ningrat bisa diwariskan kepada keturunannya sepanjang masih memiliki keturunan laki-laki, sedangkan kamar yang kedua diisi oleh para anggota yang memperoleh kedudukannya melalui pemilihan umum. Pemisahan dua kamar ini pada perkembangan selanjutnya berhubungan erat

16Ibid hal. 38. 17


(33)

dengan tata cara pengambilan putusan. Kamar yang pertama :The House of Lords

menjaga terhadap kecerobohan atau keradikalan kamar yang kedua.18

Konsep perwakilan rakyat ini terus berkembang dan memiliki beberapa corak yang berbeda sesuai dengan sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara.Pada Perkembangan yang sama juga terjadi di Eropa daratan, walaupun sedikit berbeda dengan di Inggris karena perkembangan lembaga perwakilan itu sering terputus oleh perang dan revolusi yang terus menerus. Akan tetapi dalam lembaga perwakilan itu selalu terwakili kelompok ningrat dan rohaniawan di satu pihak dan golongan rakyat biasa di pihak lain.

Berbeda dengan di Inggris, di Amerika sebagai negara baru membentuk sistem pemerintahan khususnya lembaga perwakilan berdasarkan teori-teori yang berkembang pada saat itu berdasarkan pengalaman negara-negara Eropa dan Inggris yang cukup lama.Parlemen di Amerika Serikat terbagi dalam dua kamar yaitu terdiri

dari Senat, kamar pertama, dan House of Representatif (HoR), kamar kedua.Senat

diisi oleh perwakilan negara-negara bagian yang dipilih satu kali dalam 4 tahun,

sedangkan Houseof Representative dipilih setiap 2 tahun sekali yang mewakili

daerah-daerah pemilihan secara proporsional di seluruh negara Amerika Serikat. Kedua kamar parlemen di Amerika ini sama-sama memiliki hak membahas dan menyetujui setiap undang-undang, walaupun dalam beberapa hal parlemen memiliki

posisi yang lebih berwibawa daripada HoR antara lain karena memiliki kewenangan

selaku pengadilan dalam hal untuk memberhentikan Predisen atau hakim federal. Setiap undang-undang diajukan dan di bahas oleh masing-masing kamar dan disetujui oleh kamar lainnya serta oleh Presiden dan Presiden memiliki hak veto dalam hal ia tidak setuju atas suatu rancangan undang-undang. Dalam hal yang demikian

rancangan undang-undang itu diputuskan secara final oleh sidang Congress

(gabungan Senat dan HoR), yang apabila disetujui oleh 2/3 anggota Congress

rancangan undang-undang itu menjadi undang-undang dan veto Presiden gugur.

18


(34)

garis besarnya paling tidak ada dua konsep yang menonjol dalam pemikiran Barat

mengenai sistem perwakilan, yaitu: pertama; konsep yang terkait dengan hubungan

antara lembaga perwakilan dengan pemerintah.Sehubungan dengan hal tersebut ada dua konsep yang berkembang yaitu, pertama; lembaga perwakilan dimaksudkan untuk mengekang dan mencegah tindakan sewenang-wenang raja terhadap rakyat.Jadi lembaga perwakilan rakyat sebagai sarana untuk membatasi kekuasaan raja terhadap rakyat, kedua;lembaga perwakilan rakyat dimasudkan untuk menggantikan sistem demokrasi langsung, sehingga melalui lembaga perwakilannya masyarakat dapat berpartisipasi dalam penentuan masalah-masalah

kenegaraan.Konsep kedua;terkait dengan hubungan lembaga perwakilan dengan

rakyatnya, yang dalam hal ini berkembang dua konsep, yaitu pertama; wakil yang duduk dalam lembaga perwakilan tidak tergantung pada kehendak atau instruksi dari mereka yang memilihnya artinya para wakil itu bebas untuk bertindak dan mebuat kebijaksanaan nasional berdasarkan keyakinannya sendiri.Menurut konsep ini, para wakil terpilih bukanlah untukmembela/mengurus kepentingan para pemilihnya saja tetapi untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan.Inggris dan Perancis, juga Jerman menganut konsep ini.Ketiga; didasarkan pada teori kedaulatan rakyat yang mengajarkan bahwa para wakil dalam lembaga perwakilan hanya merupakan

perantara saja (the people’s agents).Karenya para wakil itu harus mengikuti instruksi

para pemilihnya atau rakyat.Amerika Serikat termasuk penganut konsep yang kedua ini.19

Duduknya seseorang dibidang lembaga perwakilan baik itu karena penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan si wakil dengan yang diwakilinya. Pertama dibahas hubungan tersebut dengan teori yaitu: si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mandat dari rakyat

sehingga disebut mandataris. Teori mandat dibagi kedalam tiga jenis yakni :20

19

Ibid hal 45-46


(35)

1) Mandat Imperatif : menurut ajaran ini si wakil bertindak di lembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak bisa bertindak di luar instruksi tersebut dan apabila ada hal-hal yang baru yang tidak terdapat dalam instruksi tersebut maka si wakil harus mendapat instruksi dari yang diwakilinya.

2) Mandat Bebas : menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memilki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang mewakilinya atau atas nama rakyat.

3) Mandat Representatif : si wakil dianggap bergabung dalam suatu lembaga perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi pertanggungjawabannya, lembaga perwakilan inilah yang bertangungjawab pada rakyat.

Dalam perkembangan modern sekarang ini lembaga perwakilan rakyat telah berkembang sedemikian rupa, sehingga memiliki fungsi yang cukup luas dan beragam dan tidak lagi terpaku pada fungsi legislagi seperti konsep Montesqieu.

Menurut Robert A. Packenham, seperti dikutip Tambunan;21

21

Ibid hal 47-48

fungsi-fungsi lembagaperwakilan rakyat yang ditelitinya di Afrika, Asia dan Amerika Selatan, adalah :

1. Legitimation,

2. Safety valve

3. Recruitment, socialization, training

4.Law making

5. Interest articulation


(36)

7. Administrative oversight & patronage

8. Arrange-running function

9. Dacision making

10. Mobilization

11. Promote national integration and development of a national identity 12. Representation& consensus building

13. Election

14. Channeling inter-group conflict 15. Teaching

16. Communication function.

Perubahan UUD 1945 membawa perubahan yang cukup mendasar mengenai sistem perwakilan dalam ketatanegaraan Indonesia.Paling tidak ada tigak aspek mendasar mengenai lembaga perwakilan rakyat setelah perubahan UUD 1945, yaitu; mengenai struktur kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, fungsi dan kewenangannya serta pengisian anggota lembaga perwakilan.

Ada tiga lembaga perwakilan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. MPR memiliki fungsi yang sama sekali berbeda dengan DPR dan DPD, sedangkan DPR dan DPD sendiri memiliki fungsi yang hampir sama, hanya saja DPD memiliki fungsi dan peran yang sangat terbatas. Jika dilihat dari jumlah lembaga perwakilan rakyat maka sistem perwakilan yang dianut bukanlah sistem bikameral karena ada tiga lembaga perwakilan rakyat. Sedangkan jika melihat hanya DPR dan DPD maka kedua lembaga perwakilan ini merupakan bentuk sistem

bikameral akan tetapi bukan sistem bikameral yang murni (strong bicameral).

Keanggotaan DPR adalah representasi rakyat di seluruh Indonesia secara


(37)

representasi dari daerah (daerah provinsi) dari seluruh Indonesia (regional

representation) memiliki posisi yang sama sebagaimana tercermin dalam jumlah

anggota DPD yang sama banyaknya dari setiap provinsi.

Memperhatikan tugas dan kewenangan MPR dalam UUD 1945, sebagai lembaga perwakilan, MPR hanya memiliki tiga fungsi yang pokok yaitu; fungsi legislasi yaitu melakukan perubahan dan atau menetapkan undang-undang dasar, fungsi administratif, yaitu melantik Presiden dan Wakil Presiden sertamemilih/mengangkat Presiden atau Wakil Presiden dalam hal-hal tertentu, serta fungsi judikatif yaitu memutuskan untuk memberhentikan atau tidak memberhentikan presiden atau wakil Presiden dalam masa jabatannya yang diusulkan oleh DPR. Dengan demikian dibanding dengan sebelum perubahan UUD 1945, kewenangan dari MPR menjadi sangat terbatas dan limitatif. Walaupun demikian kewenangan MPR merubah dan menetapkan undang-undang dasar serta memberhentikan serta mengangkat dan memilih presiden atau wakil presiden dalam hal-hal tertentu menunjukkan adanya kewenangan besar yang dimiliki MPR.Hal ini adalah wajar karena MPR adalah gabungan dari seluruh anggota DPR dan DPD.

Sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUD 1945 DPR memiliki kekuasaan membentuk undang-undang menunjukkan adanya semangat untuk memperkuat posisi DPR sebagai lembaga legislatif. Namun dalam kenyataannya kewenangan DPR dalam pembentukan undang-undang sama kuatnya dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah (Presiden) yaitu masing-masing memiliki lima puluh persen hak suara, karena setiap undang-undang harus memperoleh persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR.

Disamping itu DPR memiliki fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.Fungsi anggaran terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh DPR untuk menyetujui atau tidak menyetujui anggaran yang diajukan oleh pemerintah.Disinilah keterlibatan DPR dalam administrasi pemerintahan, yaitu mengontrol agenda kerja dan program pemerintahan yang terkait dengan perencanaan dan penggunaan anggaran


(38)

negara.Dalam melakukan fungsi pengawasan DPR diberikan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, serta hak yang dimiliki oleh setiap anggota DPR secara perorangan yaitu hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan perndapat serta hak imunitas.

Dewan Perwakilan Rakyat juga memiliki fungsi-funsi lainnya yang tersebar

dalam UUD 1945 yaitu :

- Mengusulkan pemberhentian Presiden sebagai tindak lanjut hasil pengawasan; (pasal 7A)

- Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang untuk itu; (pasal 9)

- Memberikan pertimbangan atas pengengkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13)

- Memberikan pertimbangan kepada Presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi; (Pasala 14 ayat 2)

- Memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; (pasal 11)

- Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Pasal 23F)

- Memberikan persetujuan atas pengangkatan anggota Komisi Yudisial; (pasal 24B ayat 3).

- Memberikan persetujuan atas pengangkatan Hakim Agung (Pasal 24A ayat 3); - Mengajukan 3 dari 9 orang anggota hakim konstitusi; (pasal 24C ayat 3)


(39)

Dari berbagai fungsi DPR tersebut di atas tercermin adanya fungsi-administratif dari DPR sebagai lembaga perwakilan disamping fungsi legislasi.Mekanisme pengisian anggota DPR dipilih seluruhnya melalui pemilihan

umum melalui partai politik yaitu berdasarkan sistem perwakilan perorangan (peple

representative).Karena itu jumlah anggota DPR adalah proporsional sesuai dengan jumlah penduduknya, kecuali dalam hal-hal tertentu karena kondisi daerah yang sangat jarang penduduknya.Secara konseptual keterwakilan anggota DPR dalam lembaga menitikberatkan untuk menyuarakan kepentingan nasional dengan tidak mengabaikan daerah yang diwakilinya (konstituen).

Disamping DPR terdapat DPD sebagai lembaga perwakilan yang dimaksudkan untuk memberikan tempat bagi daerah-daerah menempatkan wakilnya dalam lembaga perwakilan tingkat nasional untuk mengakomodir dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan daerahnya sehingga memperkuat kesatuan

nasional (national integration dan national identity).Dengan demikian sistem

perwakilan DPD adalah bersifat regional representative.DPD memiliki kewenangan

terbatas dibanding dengan DPR.Keterwakilan anggota DPD, adalah berasal dari calon-calon perorangan dari setiap daerah provinsi yang dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah tersebut.Hal ini dimaksudkan agar para anggota DPD fokus untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan daerahnya, yaitu seluruh aspek yang terkait dengan daerah yang diwakilinya.Secara konseptual keterwakilan dari anggota DPD adalah merupakan agen dan penyambung lidah konstituennsya yang ada di daerah dalam tingkat nasional.

UUD 1945, memberikan kewenangan yang terbatas kepada DPD dalam bidang legislasi, anggaran serta pengawasan. Dalam bidang legislasi DPD hanya berwenang untuk mengajukan dan ikut membahas Rancangan Undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (pasal 22D ayat 2). Walaupun disebutkan secara


(40)

limitatif kewenangan DPD untuk mengajukan dan membahas RUU-RUU tersebut, namun kewenangan itu tidak terbatas pada lima macam RUU itu saja, tetapi lebih luas dari itu yaitu segala RUU yang ada kaitannya dengan kelima jenis substansi RUU yang telah disebutkan itu. Disamping itu, DPD juga berwenang memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama (pasal 22D ayat 2).Keterlibatan DPD untuk memberikan pertimbangan dalam pembahasan RUU tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada DPD memberikan pandangan-pandangan dan pendapatnya atas RUU-RUU tersebut karena pasti berkaitan dengan kepentingan daerah-daerah.Kewenangan bidang pengawasan yang diberikan kepada DPD hanya terbatas pada pengawasan atas undang-undang yang terkait dengan jenis undang-undang yang ikut dibahas dan atau diberikan pertimbangan oleh DPD dalam pembahasannya.Hal ini dimaksudkan sebagai kesinamabungan kewenangan DPD untuk mengawasi pelaksanaan berbagai RUU yang berkaitan dengan kepentingan daerah.Selain itu DPD juga diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan atas pengangkatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Latar belakang pemberian kewenangan ini disebabkan karena BPK itu mengawasi penggunaan uang dari UU APBN yang ikut diberikan pertimbangan oleh DPD dalam pembahasannya.

Dengan pertimbangan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan dimana para anggota DPD tidak seperti senator yang mewakili negara bagian dalam sistem negara federal akan tetapi mewakili bagian-bagian daerah Indonesia maka adalah tidak tepat menempatkan DPD dalam posisi yang sangat kuat seperti itu, toh DPR juga mewakili daerah-daerah pemilihan dari seluruh Indonesia. Pada sisi lain dari kajian studi banding sistem perwakilan di berbagai negara ternyata bahwa sistem perwakilan seperti ini adalah lazim dipergunakan bahkan sebagian besar sistem perwakilan itu menggunakan sistem dua kamar yang memiliki kewenangan yang tidak sama. Menempatkan wakil-wakil daerah dalam suatu lembaga perwakilan yang secara formal sederajat dengan lembaga perwakilan dan lembaga negara yang lain


(41)

pada tingkat nasional dianggap cukup untuk kepentingan daerah dan kepentingan

merperkuat kesatuan nasional kita (national integrity).

Dari uraian di atas nampak jelas bahwa sistem perawikan yang kita anut

bukanlah sistem bikameral akan tetapi masih sitem unikameral karena terdiri dari tiga

kamar yaitu, DPR, DPD dan MPR, dimana anggota MPR adalah terdiri dari dari anggota DPR dan anggota DPD. Sedangkan dari sisi legislasi lebih tepat sistem

perwakilan kita adalah sistembikameral.

Memperhatikan sistem perwakilan rakyat yang dianut setelah perubahan UUD 1945, telah mengandung semangat demokrasi yang cukup kuat.Hal ini terbukti dengan adanya penegasan mekanisme rekrutmen anggota lembaga perwakilan yang seluruhnya dipilih melalui mekanisme yang sangat demokratis yaitu seluruhnya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.Demikian juga tercermin dalam upaya memperkuat posisi lembaga perwakilan (DPR dan DPD) dengan menegaskan fungsi-fungsi lembaga perwakilan dalam bidang legislasi dan anggaran yang lebih tegas. Disampiung itu pemberian hak-hak DPR dan DPD yang dijamin UUD untuk mengawasi Presiden/pemerintah serta keterlibatan lembaga perwakilan dalam penentuan kejabakan administrasi pemerintahan tertentu, menunjukkan bahwa fungsi lembaga perwakilan telah menembus masalah-masalah administratif bahkan pada

beberapa fungsi yudikatif yaitu menuntut pemberhentian Presiden setelah melalui

penyeldikan oleh DPR serta penentuan hakim agung dan hakim konstitusi. Tetapi pada sisi lain, kewenangan MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat dikurangi yaitu hanya pada fungsi legislasi pada tataran perubahan dan penetapan undang-undang dasar dan fungsi administratif dalam pelantikan Presiden serta pemilihan Presiden atau wakil presiden dalam hal-hal tertentu.

Pada sisi lain dengan jaminan hak-hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang dasar memberikan hak-hak politik yang lebih nyata dan transparan kepada rakyat dalam melakukan akes terhadap pemerintahan baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan rakyat yang ada.


(42)

6.3. Teori Kinerja

Berdasarkan pengertian dari kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa kinerja merupakan suatu sasaran ataupun tujuan yang harus dicapai dan kemampuan

kerja.22

Bernardin dan Russel dalam Ruky, memberikan pengertian kinerja sebagai

berikut : “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified

job function or activity during time period.” Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

Dalam hal ini dapat dikembangkan lagi bahwa kinerja dalam sebuah lembaga berarti sasaran ataupun tujuan yang harus dicapai oleh lembaga atau instansi tersebut. Selain itu biasanya kinerja ditentukan oleh sebuah periode waktu tertentu. Dalam halnya sebuah organisasi, kinerja berarti merupakan sebuah penentuan secara periode efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan bawahan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

23

Menurut Payaman Simanjuntak kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan

kelompok kerja di perusahaan tersebut.24 MenurutMangkunegara Anwar Prabu

Kinerja diartikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.25

22Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. 2003. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka.

hal.570.

23Achmad S. Ruky,2001. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 15. 24

Payaman P Simanjuntak. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. hal. 1.

25Anwar Prabu Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja

Rosdakarya. hal. 164.

Menurut Wirawan kinerja adalah merupakan singkatan dari kinetika

energi yang padanannya dalam bahasa inggris adalah performance. Istilah


(43)

dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu

profesi dalam waktu tertentu.26

Dalam sebuah lembaga DPR maka yang dapat dijadikan tolak ukur yang utama dalam sebuah penilaian kinerja lembaga ini ialah apakah lembaga ini telah mampu melaksanakan dan menjalankan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan apa yang diharapkan, yaitu sesuai dengan janji kampenyenya serta hak dan kewajibannya.Terkadang sering sulit untuk dilakukan penilaian karena tindakan dari instansi ini melenceng dari tujuan dan misinya. Selain dikarenakan faktor para

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kinerja suatu wujud atau hasil kerja yang telah dilaksanakan lembaga atau organisasi maupun seseorang dalam mencapai tujuan dengan mengerahkan kemampuannya agar dapat dicapai dengan efektif dan efesien.Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan perlu diberitahukan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil atau tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya. Kinerja juga sangat berkaitan dengan kualitas individu-individu yang melaksanakan tugas dari lembaga tersebut.

Kinerja juga dapat dipahami sebagai besarnya kontribusi yang diberikan kepada masyarakat terhadap kemajuan dan perkembangan. Dengan demikian diperlukan kinerja yang lebih intensif dan optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang diembannya. Kinerja suatu organisasi sangat penting, oleh karena dengan adanya kinerja maka tingkat pencapaian hasil akan terlihat sehingga akan dapat diketahui seberapa jauh pula tugas yang telah dipukul melalui tugas dan wewenang yang diberikan dapat dilaksanakan secara nyata dan maksimal. Kinerja organisasi yang telah dilaksanakan dengan tingkat pencapaian tertentu tersebut seharusnya sesuai dengan misi yang telah ditetapkan sebagai landasan untuk

melakukan tugas yang diemban. Dengan demikian kinerja (performance) merupakan

tingkat pencapaian hasil atau the degrees of accomplishment.

26

Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia : Teori Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat. hal. 5.


(44)

pelaksana dari fungsi dan tujuan instansi itu sendiri yang tidak tepat melaksanakan tugasnya ataupun gagal dalam mengemban tugas yang diberikan kepadanya.

Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhanakan terdapat tiga kreteria untuk mengukur kinerja, pertama: kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan. Kedua: kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan.Dan ketiga: ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang

telah ditetapkan.27

Penilaian terhadap kinerja sebuah instansi ataupun pemerintah dapat dilakukan dengan menggunakan 3 instrumen ataupun indikator penilaian tersebut, yakni:

6.3.1. Akuntabilitas

Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa kebijakan dan kegiatan organisasi publik maupun lembaga pemerintah itu sendiri dapat konsisten dengan kemauan dan kehendak masyarakat yang ada. Kinerja pemerintah yang dimaksud tidak bisa hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh pemerintah yaitu pencapaian target dari sebuah kinerja. Kinerja sebaliknya harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu keputusan ataupun kebijakan dari DPR dapat dinilai memiliki akuntabilitas yang tinggi jika kebijakan dibuat benar dan sesuai dengan nilai dan norma serta kehendak yang ada dalam masyarakat.. Konsep akuntabilitas ini mengandung makna bahwa perlu adanya sebuah pertanggungjawaban dari kebijakan-kebijakanya yang dikeluarkannya.

6.3.2. Responsivitas


(45)

Responsivitas berarti kemampuan sebuah lembaga ataupun instansi dalam mengantisipasi dan menghadapi aturan baru, tuntutan baru dan pengetahuan baru. Sehingga pemerintah dan lembaga-lembaganya dapat segera merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Begitu halnya dengan DPRD, lembaga ini harus mampu dan mau mendengarkan apa yang menjadi tuntutan dan aspirasi masyarakatnya. Jika lembaga ini memiliki responsivitas yang rendah, memiliki kinerja yang buruk maka lembaga itu telah gagal menjalankan fungsinya, begitu pula sebaliknya. Penilaian kinerja DPRD sendiri dapat dinilai dari seberapa besar lembaga itu mendengar keluhan masyarakatnya yang kemudian mampu memberikan penyelesaian masalah terhadap keluhan tersebut melalui keputusan dan kebijakan-kebijakan sehingga keinginan masyarakat terpenuhi.

6.3.3. Efektivitas

Efektivitas merupakan sebuah hal yang menyangkut apakah tujuan dari lembaga dan instansi maupun sebuah organisasi. Dalam pemerintah daerah sendiri efektivitas berarti bagaimana visi, misi, tujuan serta fungsi dari pemerintah daerah untuk masyarakat. Dari penjelasann ini maka penilaian terhadap efektivitas pemerintah daerah dan lembaga yang terkait merespon kepentingan masyarakat dan kemudian diolah menjadi kebijakan dan peraturan daerah untuk melaksanakan visi dan misi yang telah ditetapkan. Begitu dengan efektivitas lembaga pemerintah, salah satu lembaga pemerintah daerah ini dalam melaksanakan visi, misi dan tujuan dari lembaga ini perlu melihat bagaimana keinginan masyarakat terhadap pembangunan di daerah tersebut. Jadi pengukuran efektivitas dilihat apakah tujuan dari DPRD sudah tercapai dengan atau tidak, biasanya suatu instansi membuat perencanaan ataupun target yang nantinya akan dikejar.

6.3. Parlemen

Badan politik yang kita kenal sebagai DPR, dalam bahasa Eropa adalah

Parliament, di Amerika dikenal sebagai legislature. Perbedaan istilah ini


(46)

mengandung makna “pembicaraan” masalah-masalah kenegaraan, sedangkan di Amrika legislator mengandung makna badan pembuat undang-undang (badan

legislatif atau law making body). Dalam kenyataan kedua perbedaan tersebut terlihat

pada fungsi politik masing-masing. Namun karena badan politik ini diciptakan di Eropa maka kita akan mengkajis sejarah pertumbuhan parlemen dalam konteks sejarah Eropa.

Pada mulanya parlemen terdiri dari para raja, bangsawan, tuan-tuan tanah

serta petinggi agama.28

Parlemen dalam istilah teknis biasanya disebut legislatureyang artinya badan

pembuat undang-undang (legislator). Ditinjau dari fungsinya maka parlemen tidaklah

berbeda dengan institusi perpolitikan. Untuk memperoleh definisi parlemen sebagai badan politik yang berbeda dari badan-badan politik lainya harus ditemukan ciri-ciri khusus yang dapat membedakannya dengan badan lain di luar parlemen. Nelson W.

Polsby yang mencoba membandingkan parlemen (legislature) dengan badan politik

lain, eksekutif dan birokrasi. Parlemen berbeda secara khusus dari badan lain karena

parlemen merupakan organisasi yang beranggotakan lebih dari satu (multimember),

menggunakan metode negosiasi dan pemilihan sebelum mengambil keputusan, dan bertanggung jawab pada rakyat.

Pada abad keempat belas, pertemuan dengan raja dikembangkan menjadi media penghubung yang diperlukan raja. Para petinggi kerajaan diharapkan kehadiranya dalam pertemuan ini untuk dimintai informasi atau nasehat oleh raja berkenaan dengan persoalan politik dan administrasi kerajaan yang dirasa mempengaruhi masa depan kerajaan, sejak itu pertemuan konsultasi lambat laun berkembang menjadiyang kita kenal dengan parlemen di Inggris. Pada abad ke-17 hubungan antara raja dengan parlemen berubah. Pengaruh para bangsawan, pengusaha dan gereja dalam kehidupan ekonomi tercermin pada keanggotaan parlemen. Sumber daya yang mereka kuasai menyebabkan parlemen didominasi oleh tiga kekuatan politik tersebut.

29

28

Bambang Cipto. 1995. Dewan Perwakilan Rakyat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal.2.

29


(47)

Fungsi pokok parlemen tidak harus diartikan sebagai pembuat undang-undang (law-making body) semata-mata namun juga harus perlu juga dilihat sebagai media komunikasi antara rakyat dengan pemerintah. Dalam pemerintahan sistem parlemen ia juga berfungsi sebagai jalur rekriutmen kepemimpinan politik.

Di Indonesia, menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan DPR,DPD dan DPRD adalah sebagai berikut:

a.Fungsi Legislasi

Dengan mengikuti kelaziman teori-teori ketatanegaraan pada umumnya, maka fungsi utama lembaga perwakilan rakyat adalah dibidang legislatif. Keberadaan

DPRD tidak dapat dilepaskan dari konsep “ Trias Politica” yang di tawarkan oleh

Montesquei, dengan memisahkan kekuasaan ke dalam tiga bidang kekuasaan, yakni

eksekutif, legislatif dan yudikatif. Lebih lanjut, konsep Trias Politica menghendaki

terciptanya suasana “Check and balance” karena masing-masing organ kekuasaan

dapat saling mengawasi, saling menguji, saling tidak mungkin organ-organ kekuasaan itu melampaui batas kekuasaan yang telah ditentukan, atau dengan kata

lain terdapat pertimbangan kekuasaan antar lembaga-lembaga tersebut.30

Dalam konteks DPRD sebagai lembaga eksekutif, fungsi pembuatan peraturan daerah merupakan fungsi utama karena melalui fungsi ini, DPRD dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitasnya baik secara material maupun fungsional. Disamping itu, kadar peraturan daerah yang dihasilkan oleh DPRD dapat menjadi ukuran kemampuan DPRD dalam melaksanakan fungsinya, mengingat pembuatan suatu peraturan daerah yang baik harus di penuhi beberapa persyaratan tertentu,

sebagaimana yang dikemukakan oleh Soejito:31

a. Bahwa peraturan daerah harus ditetapkan oleh kepala daerah dengan

persetujuan DPRD yang bersangkutan.

b. Peraturan daerah di buat menurut bentuk yang ditentukan oleh Menteri

Dalam Negeri.

30

Thaib Dahlan. 2002. DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Liberty. hal. 44.

31


(48)

c. Peraturan daerah harus ditandatangani oleh Kepala Daerah serta ditandatangani oleh ketua DPRD yang bersangkutan.

d. Peraturan daerah yang memerlukan pengesahan tidak boleh diundangkan

sebelum pengesahan itu diperoleh atau sebelum jangka waktu yang ditentukan oleh pengesahannya berakhir.

e. Peraturan daerah baru mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah

diundangkan dalam lembaran daerah yang bersangkutan.

Memperlihatkan pendapat diatas, suatu peraturan daerah dapat dikatakan baik apabila telah memenuhi berbagai syarat tertentu, sehingga terlaksananya fungsi ini dengan baik akan sangat ditentukan oleh tingkat pemahaman anggota legislatif terhadap apa yang menjadi aspirasi masyarakat, kebutuhan daerah, proses pembuatan kebijakan serta pengawasan atas kebijakan yang dihasilkan.

b. Fungsi Pengawasan

Bertitik tolak dari hakekat DPRD sebagai lembaga legislatif daerah, maka pengawasan terhadap eksekutif merupakan fungsi lain dari DPRD. Pengawasan dilakuakan melalui penggunaan hak-hak yang dimiliki oleh DPRD. Tuntutan akan pelaksanaan fungsi pengawasan menjadi sangat penting, sebagaimana dikemukakan

oleh effendi:32

32

Sofian Effendi. 1989.Makalah : Beberapa Hambatan Struktural Pelaksanaan Pengawasan Legislatif. Jakarta: Prisma Volume 6 LP3ES hal 16.

“Pelaksanaan fungsi pengawasan oleh badan perwakilan rakyat terhadap perumusan pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan Negara amat menarik perhatian peneliti ilmu politik maupun peneliti administrasi Negara oleh karena itu merupakan suatu indikator dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang menjadi inti sistem demokrasi pancasila.

……….. terlepas dari ada atau tidaknya penyelewengan atau pemborosan dan inefisiensi, berbagai bentuk pengawasan, termasuk pengawasan legislatif tetap diperlukan karena fungsi ini merupakan salah satu fungsi intern dalam pengelolaan pembangunan.


(49)

……….. bahwa pengawasan legislatif adalah salah satu pencerminan demokrasi Pancasila dan karena itu perlu dilaksanakan agar rakyat dapat berpartisipasi dalam pengelolaan pembangunan.”

Dengan demikian, pengawasan oleh DPRD terhadap penyelenggaraan pemerintahan sangat penting guna menjaga adanya keserasian penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan yang efisien dan berhasil guna serta dapat menghindari dan mengatasi segala bentuk penyelewengan yang dapat merugikan atau membahayakan hak dan kepentingan Negara, daerah dan masyarakat. Fungsi pengawasan oleh DPRD adalah salah satu bentuk pengawasan yang sangat penting diperlukan pelaksanaannya dalam pengelolaan pembangunan, sebagai refleksi partisipasi masyarakat dan hakekat kedaulatan rakyat yang dilaksanakan lewat para wakilnya dalam lembaga perwakilan, sebagai hakekat demokrasi Pancasila.

c. Fungsi Anggaran

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004terdapat ketentuan yang mengatur tentang hubungan antara legislatif dan eksekutif, khususnya di bidang anggaran (pasal 18 e). Sebenarnya hubungan dibidang anggaran antara legislatif telah tercermin dalam fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPRD, mengingat APBD dituangkan kedalam Peraturan Daerah, sehingga tanpa adanya hubungan konstitusional tersebut, tidak mungkin ada peraturan daerah yang akan mengatur segala sesuatu dibidang anggaran dan keuangan daerah.

Dalam konteks fungsi anggaran ini, hal yang paling mendasar adalah ketentuan konstitusional yang menggariskan bahwa kedudukan yang kuat diberikan kepada DPRD hendaknya disertai pula dengan tanggungjawab yang besar terhadap rakyat yang diwakilinya, mengingat kenyataan selama ini menunjukan bahwa DPRD belum pernah menolak rancangan APBD yang disampaikan oleh pihak eksekutif pada setiap permulaan tahun anggaran, kecuali melakukan perubahan-perubahan. Dengan demikian, dalam hal menetapkan pajak maupun APBD, kedudukan DPRD lebih kuat dari pada pemerintah. Hal ini menunjukan besarnya kedaulatan rakyat dalam menentukan jalannya pemerintahan.


(50)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang telah dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang dimilikinya, sehingga pengukuran kinerja merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran digunakan untuk menilai atas keberhasilan, kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi yang didasarkan pada tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi organisasi.

Indikator yang dapat dipergunakan untuk mengukur kinerja DPRD adalah sejauh mana pelaksanaan fungsi-fungsi yang melekat dalam institusi DPRD tersebut dilaksanakan dikaitkan dengan aspek reponsivitas, produktivitas dankualitas layanan. Meskipun DPRD merupakan sebagai lembaga legislatif daerah, namun penggunaan konsep organisasi publik dipandang tepat karena institusi ini merupakan lembaga yang berfungsi menyalurkan aspirasi masyarakat, membuat/menghasilkan kebijakan atau peraturan yang berdampak pada masyarakat banyak.

6.4.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja 6.4.1.Kelembagaan (Organisasi)

Organisasi dapat diartikan 2 macam yaitu : 1) Dalam artian statis, organisasi sebagai wadah kerjasama sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. 2) Dalam arti dinamis, organisasi sebagai sistem atau kegiatan

sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu.33

33

Ibnu Syamsi. 1994. Pokok-Pokok Organisasi dan Manajement. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 13.

Sebagai kelembagaan posisi dan bentuk DPRD sebagai institusi lembaga daerah, sebenarnya sudah cukup jelas, namun apakah hal ini dengan sendirinya akan menjadi hal yang positif? Syarat apa yang masih diperlukan?. Menurut Suhartono, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama:bagaimana lembaga daerah akan menjadi posisi dari Eksekutif, tentu akan dipandang sebagai gangguan atas kemampuan yang sudah ada. Dalam posisi yang demikian, institusi atau kekuatan sosial politik apa yang diharapkan akan mendorong


(51)

pelaksanaan lembaga daerah, sehingga kualitas lembaga daerah (DPRD) tidak

dicemari oleh unsur-unsur Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kedua: sebagai

organisasi yang akan bekerja untuk kepentingan rakyat banyak, tentu saja secara teknis, lembaga daerah akan membutuhkan sarana dan prasarana operasional. Yang

menjadi masalah siapa atau dari mana kebutuhan tersebut akan dipenuhi.34

Terhadap masalah ini muncul beberapa dugaan : 1) Pengurus lembaga daerah akan malas sebab tidak ada insentif yang jelas; 2) Pihak daerah (Perangkat Daerah) akan mengendalikan karena pembiayaan masuk dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola oleh Eksekutif; dan 3) Akan terjadi konflik baru di daerah, sehubungan dengan kemungkinan administrasi operasional DPRD pada

rakyat.35

Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menuju misi, tujuan dan pencapaian hasil organisasi. Tanpa adanya sumber daya manusia proses yang ada dalam organisasi tidak dapat dijalankan. Dari berbagai sumber daya yang ada dalam organisasi, manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam organisasi untuk mencapai keberhasilan. Sebab sumber daya yang palingpenting dalam organisasi untuk mencapai keberhasilan. Sebab sumber daya manusia merupakan satu-satunya yang paling masuk akal, perasaan keinginan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya.

Dari berbagai uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan fungsi dan tugas serta kinerja dari DPRD terletak dari daya dukung organisasi dan sarana prasarana yang tersedia yang ada untuk menyelaraskan berbagai kepentingan atau pihak yang terlibat, sehingga memungkinkan kerja lembaga tersebut lebih efektif dan efisien. Maka untuk mengetahui kinerja DPRD dapat dilihat dari seberapa jauh kemandirian organisasinya.

6.4.2. Sumber Daya Manusia

36

34

Suhartono, dkk, 2000, Parlemen Desa: Dinamika DPR Kelurahan dan DPRK Gotong Royong.

Yogyakarta:Lapera Pustaka Utama. Hal. 202-204.

35

Ibid hal. 205.

36


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)