BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Representasi Budaya Dalam Iklan (Analisis Semiotika Pada Iklan Mie Sedaap Versi “Ayamku" di Televisi)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

  Pesan iklan kini muncul dimana saja, di Billboard, Radio, Televisi, Internet, di toko, dan hampir disetiap ruang yang kosong iklan selalu hadir. Dalam konteks pemasaran, iklan merupakan elemen yang sangat penting dan merupakan ujung tombak dalam menunjang keberhasilan pemasaran suatu produk dan jasa. Hadirnya iklan, membuat konsumen mengetahui akan adanya suatu produk. Iklan telah menjadi suatu jembatan antara produsen dan konsumen dalam memperkenalkan suatu produk.

  Dalam upaya memberikan informasi atau mempersuasi konsumen agar tetap loyal menggunakan suatu produk yang ditawarkan, iklan tidak terlepas dari prinsip-prinsip komunikasi. Kegiatan perancangan iklan akan selalu dimulai dengan mempelajari atau mengidentifikasi berbagai hal yang berkaitan dengan target pasarnya teutama konsumen. Dalam konteks inilah faktor-faktor yang bersifat psikologis, sosiologis serta ekonomis dari konsumen menjadi bahan pertimbangan utama dalam proses eksplorasi ide ataupun proses kreatif pembuatan sebuah iklan. Faktor-faktor ini akan membentuk suatu rumusan iklan yang secara sinergis akan mempengaruhi konsumen untuk bertindak sebagaimana yang diharapkan oleh produsen dan perencana iklan.

  Semakin derasnya arus komunikasi yang ditunjang dengan teknologi komunikasi digital berkecepatan tinggi ternyata memberi dampak terhadap budaya-budaya yang ada di dunia tak terkecuali indonesia. Indonesia merupakan bagian dari budaya dunia, Kita begitu dikenal karena memiliki keanekaragaman budaya. Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa, Indonesia kaya akan ragam budaya yang menjadikan bangsa ini begitu berbeda dibandingkan bangsa-bangsa di dunia. Salah satu perbedaan itu tampak dari sisi budaya yaitu budaya Indonesia. Kebudayaan nasional Indonesia berfungsi sebagai pemberi identitas kepada sebagian warga dari suatu negara merupakan kontinyuitas sejarah dari zaman kejayaan bangsa Indonesia di masa yang lampau sampai kebudayaan nasional masa kini. Jadi keseluruhan gagasan kolektif dari

  1 semua warga negara Indonesia yang bhineka yang beraneka warna itulah yang merupakan kebudayaan nasional Indonesia dalam fungsinya untuk saling berkomunikasi dan memperkuat solidaritas.

  Di zaman digitalisasi saat ini pertukaran-pertukaran pesan budaya semakin sering terjadi, media dan masyarakat mempunyai dominasi dalam menyebarkannya. Media komunikasi terpopuler dan digemari umat manusia saat ini adalah televisi. Benda berbentuk kotak dengan kemampuan audiovisual ini sejak tahun 1980 (terutama diperkotaan) telah menggeser popularitas radio yang sebelumnya amat digemari, karena radio hanya memiliki kemampuan audio.

  Penemuan teknologi televisi telah mengubah medium interaksi manusia dengan benda di sekittarnya. Mitos benda mati yang lebih dikenal sebagai medium pasif, telah digugurkan oleh teknologi televisi. Karena televisi adalah benda mati yang mampu’berinteraksi’ dengan manusia, tidak sekedar melalui kognisi manusia, namun secara fisik (melalui penggabungan teknologi televisi dan telepon ataupun dengan internet) manusia saling berinteraksi dalam program yang dirancang secara interaktif tanpa batas waktu dan tempat.

  Segala bentuk pesan tentang suatu produk dan jasa banyak disampaikan lewat iklan. Ketika iklan di tayangkan melalui televisi dengan menggunakan metode pengungkapan realitas sosial, maka iklan menjadi sebuah realitas yang juga digemari dan mengkonstruksi masyarakat serta tidak bisa dilepaskan dari masyarakat itu sendiri sebagai bagian yang telah terstruktur, paling tidak dalam kognisi masyarakat. Raymon Williams mengatakan Iklan bagaikan sebuah dunia magis yang dapat mengubah komoditas kedalam gemerlapan yang memikat dan mempesona.

  Nielsen Media Research mengungkapkan di Indonesia, belanja iklan pada tahun 2011 naik 24% dibandingkan dengan kuartal tiga tahun 2010, yakni mencapai lebih dari US$2 miliar ( bisnis-jabar.com, 2012 ). Perkembangan iklan juga tidak terlepas dari budaya populer, karenanya iklan tidak sekedar media komunikasi, namun terpenting adalah muatan konsep komunikasi massa yang terkandung di dalamnya, terlebih lagi konsep itu harus mewakili maksud produsen untuk mempublikasikan produknya, serta konsep tersebut harus dipahami oleh pemirsa sebagaimana yang dimaksud oleh si pencipta iklan tersebut.

  Banyak pendapat yang mengatakan bahwa, iklan adalah bagian dari budaya populer, Jib Fowles mengatakan, banyak iklan menggunakan atribut budaya populer, menggunakan kategori yang berbeda dari makna simbolis budaya tersebut (Bungin, 2008:79). Berbagai iklan baik dimedia cetak, elektronik, cyber, terutama iklan komersial, cendrung memperlihatkan budaya instan.

  Globalisasi periklanan kini tengah menjadi tren, produsen dan kreator iklan diberikan kesempatan mengeksplorasi konsumen sesuai dengan target pasar. Ternyata dalam hal pengeksplorasian konsumen ada beberapa industry yang menaruh perhatian serius terhadap iklan. Sebab sangat penting menentukan keberlangsungan suatu produk dan jasa yang dihasilkan. Salah satunya adalah industry makanan, dalam hal ini yang dimaksud adalah produk mie instan.

  Dunia perindustrian produk makanan instan akan terus berkembang seiring perkembangan zaman. Di masa sekarang ini hal-hal yang instan termasuk makanan menjadi kebutuhan yang sangat digemari oleh masyarakat luas, bukan hanya mudah didapat, produk makanan instan juga sangat praktis dan sesuai dengan namanya “instan” yang berarti cepat, gampang, mudah. Pengolahan makanan instan yang sangat mudah menjadikan makanan ini hamper dimakan oleh semua orang, ditambah dengan harganya yang biasanya murah.

  Mie Sedaap adalah merek mi instan populer kedua di Indonesia, diproduksi oleh Wings Food. Diluncurkan pada tahun 2003. Selain di Indonesia, Mie Sedaap juga dijual di luar negeri, antara lain Malaysia. Pada tahun 2008 Mie Sedaap meluncurkan kemasan baru dengan formula baru Diperkaya 7 Vitamin. Pada tahun 2009 Mie Sedaap meluncurkan rasa barunya, Rasa Kari Spesial dengan Bumbu Kari Kental dan Rasanya Nendang. Pada tahun 2011 Mie Sedaap meluncurkan rasa barunya, Rasa Ayam Spesial dengan Kaldunya Mantap. (sumber Kaskus, 2012)

  Iklan mie sedaap ini menampilkan seorang anak (Adi) yang sangat sayang kepada hewan peliharaannya, yaitu ayam-ayamnya. Iklan yang ditampilkan dalam bentuk kedaerahan ini sangat menarik karena memasukkan unsur/budaya Indonesia timur di dalamnya. Sehingga iklan yang berdurasi 29 detik ini terkesan lucu dan berbeda dari iklan-iklan lainnya.

  Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Semiotika untuk melihat lebih dalam upaya untuk menggambarkan pelbagai pilihan makna yang tersedia melalui tanda-tanda yang digunakan, serta mencari makna dibalik iklan Mie Sedaap (versi ayamku). Untuk menunjukkan pelbagai tanda dan makna yang ada, peneliti telah mengumpulkan keseluruhan gambar, kemudian akan memilih gambar-gambar yang memiliki relevansi dan potensi cukup kuat untuk dijadikan objek penelitian, pada akhirnya gambar yang memiliki kekuatan makna akan dijadikan sebagai objek penelitian tetap. Selain itu peneliti juga akan melihat narasi dan Jingle (musik) pada iklan yang mengiringi gambar akan peneliti seleksi untuk merepresentasikan sistem signifikasi iklan yang bersangkutan dengan menggunakan pendekatan Semiologi Barthes.

  Peneliti memilih iklan Mie Sedaap sebab iklan Mie Sedaap ini sedang menjadi trending topik dan dalam iklan ini menampilkan budaya Indonesia dan kedaerahan yang kental. Pada iklan yang ditampilkan di televisi disana terlihat jelas bagaimana suku Ambon yang memiliki logat yang khas menjadi hal yang paling di tonjolkan dalam iklan ini. Pada iklan ini ada semacam bentuk positioning dan penciptaan citra. Ada semacam upaya untuk menanamkan citra merek semakin dalam melalui teknik pengucapan kata-kata/logat daerah yang khas. Iklan ini begitu menarik untuk diteliti guna memahami tatanan signifikasi modern dimana makna iklan dibungkus dalam tekstualitas, dan melihat sistem signifikasi dari para pembuat iklan sehingga ditafsirkan oleh banyak orang untuk memahami makna yang diperoleh.

  Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti REPRESENTASI BUDAYA DALAM IKLAN (Analisis Semiotika Pada Iklan Mie Sedaap Versi “Ayamku di Televisi”)

1.2 Fokus masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :”Bagaimanakah representasi budaya Indonesia yang terdapat dalam iklan Mie Sedaap Versi “Ayamku di Televisi”?

  Pembatasan masalah diperlukan agar ruang lingkup tidak terlalu luas dan permasalahan peneliti semakin jelas, terarah, dan spesifik, maka pembatasan masalah yang akan diteliti :

  1. Penelitian ini bersifat kualitatif-kritis yang berarti penelitian ini berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi dibalik sebuah teks atau gambar.

  2. Penelitian ini dilakukan pada iklan Mie Sedaap rasa Ayam spesial.

  3. Perangkat analisis yang digunakan adalah semiologi model Roland Barthes signifikasi dua tahap (two order of signification); denotasi, konotasi, dan mitologi. Semiologi Roland Barthes dipilih karena dalam model ini dapat menjelaskan mitos yang terdapat dalam citra budaya pada penelitian iklan Mie Sedaap ini.

  4. Penelitian ini akan dimulai pada bulan mei 2012.

1.3 Tujuan Penelitian Manfaat penelitian

  1.4.1 Tujuan Penelitian 1.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi budaya Indonesia pada iklan Mie Sedaap rasa Ayam Spesial 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna di balik iklan Mie

  Sedaap rasa Ayam Spesial 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan mitos apa saja yang muncul dalam iklan Mie Sedaap rasa Ayam Spesial

  1.4.2 Manfaat penelitian 1.

  Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasnah penelitian tentang ilmu komunikasi, khususnya tentang analisis semiotika

  2. Secara praktis, hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dan dapat memahami makna dan tanda yang disampaikan dalam sebuah iklan 3. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih kepada

  Departemen Ilmu Komunikasi Fisip USU, guna memperkaya bahan rujukan penelitian dan sumber bacaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma

  Paradigma menurut Guba dan Lincoln, mengajukan tipologi yang mencakup empat paradigma: positivisme, postpositivisme, Kritikal et al, dan konstruktivisme. Dikemukakan bahwa setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing (http://www.scribd.com/doc/15252080/Paradigma- Konstruktivisme-Paradigma-Kritikal).