Representasi Korupsi Pada Tayangan Iklan Djarum 76 (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Korupsi Dalam Tayangan Iklan Djarum 76)

(1)

Versi Kontes Jin)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh :

ARIF FIRMANSYAH NIM. 41809111

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Arif Firmansyah

Tempat Tanggal Lahir : Subang, 18 Februari 1991

Umur : 23 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – Laki

Golongan Darah : O

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Alamat Tinggal : Dusun Jalupang, No 59 Rt 02 Rw 01, Desa Rancabango

Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat

Telepon : 085721807900


(5)

II. RIWAYAT PENDIDIKAN 1. PENDIDIKAN FORMAL

Tahun Pendidikan Keterangan

2009 – Sekarang Universitas Komputer Indonesia

2006 – 2009 SMAN 1 CIASEM BERIJAZAH

2003 – 2006 SMPN 1 CIASEM BERIJAZAH

1997 – 2003 SDN GARDU BERIJAZAH

2. ORGANISASI

Tahun Organisasi

2004 PMR (Palang Merah Remaja) SMPN 1 CIASEM


(6)

3. SEMINAR

Tahun Seminar Keterangan

2009

Peningkatan Kualitas keilmuan keterampilan ICT dan Kewirausahaan sebagai fakultas

ilmu sosial dan ilmu politik

BERSERTIFIKAT

2010

Seminar Budaya Preneurship ”Mengangkat Budaya Bangsa Melalui Jiwa Entrepreneurship”

yang Diadakan oleh Pusat Inkubator Bisnis Mahasiswa

Unikom.

BERSERTIFIKAT

2010 Tabble Manner Banana Inn Hotel BERSERTIFIKAT

2010 Mentoring agama Islam BERSERTIFIKAT

2011 Studi Tour Media Massa 2011 BERSERTIFIKAT

2012 Workshop Sinematografi BERSERTIFIKAT

2013

Seminar Hardware “Membuat


(7)

4. PENGALAMAN BEKERJA

Tahun Pekerjaan


(8)

ix

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ...iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 9

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10


(9)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka ... 12

2.2 Tinjauan Komunikasi ... 19

2.2.1 Pengertian Komunikasi ... 19

2.2.2 Komunikasi Verbal ... 22

2.2.3 Komunikasi Non Verbal ... 23

2.2.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa ... 24

2.2.5 Tinjauan Tentang Representasi ... 29

2.2.6 Tinjauan Tentang Korupsi ... 30

2.2.7 Komunikasi Tentang Iklan Televisi ... 33

2.2.8 Tinjauan Tentang Semiotika ... 35

2.3 Kerangka Pemikiran ... 36

2.3.1 Kerangka Teoritis ... 36

2.3.2 Kerangka Konseptual ... 43

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 48

3.1.1 Sinopsis Djarum 76 Kontes Jin ... 48

3.2 Metode Penelitian... 52

3.2.1 Desain Penelitian ... 54

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 56

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 58

3.2.4 Teknik Analisis Data ... 59


(10)

xi

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 62

3.4.1 Lokasi Penelitian ... 62

3.4.2 Waktu Penelitian ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Informan ... 66

4.2 Hasil Penelitian ... 67

4.2.1 Hasil Analisis Makna Denotatif Korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 ... 67

4.2.2 Hasil Analisis Makna Konotatif Korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 ... 72

4.2.3 Hasil Analisis Makna Mitos Korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 ... 78

4.2.4 Hasil Analisis Makna Representasi Korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 ... 87

4.3 Pembahasan ... 88

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Saran ... 103

5.2.1 Saran Bagi Universitas ... 103

5.2.2 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105


(11)

xii


(12)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 : Tinjauan Pustaka ... 17

Tabel 2.2 : Tampilan Scene Iklan Djarum 76 Kontest Jin Memiliki Makna Korupsi ... 50

Tabel 3.2 : Informan pendukung ... 58

Tabel 3.3 : Jadwal Penelitian ... 63

Tabel 4.1 : Deskripsi Scene 1 ... 67

Tabel 4.2 : Deskripsi Scene 2 ... 68

Tabel 4.3 : Deskripsi Scene 3 ... 69

Tabel 4.4 : Deskripsi Scene 4 ... 70

Tabel 4.5 : Deskripsi Scene 5 ... 71

Tabel 4.6 : Deskripsi Scene 1 ... 72

Tabel 4.7 : Deskripsi Scene 2 ... 73

Tabel 4.8 : Deskripsi Scene 3 ... 74

Tabel 4.9 : Deskripsi Scene 4 ... 75

Tabel 4.10 : Deskripsi Scene 5 ... 77

Tabel 4.11 : Deskripsi Scene 1 ... 78

Tabel 4.12 : Deskripsi Scene 2 ... 80

Tabel 4.13 : Deskripsi Scene 3 ... 82

Tabel 4.14 : Deskripsi Scene 4 ... 82


(13)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 : Peta Tanda Roland Barthes ... 38

Gambar 2.2 : Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes ... 42

Gambar 2.3 : Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes ... 44


(14)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 : Permohonan Persetujuan Pembimbing ... 110

Lampiran 2 : Persetujuan Menjadi PembimbingSkripsi ... 111

Lampiran 3 : Lembar Revisi Usulan Penelitian ... 112

Lampiran 4 : Berita Bimbingan Acara ... 113

Lampiran 5 : Surat Rekomendasi Pembimbing Untuk Mengikuti Sidang sarjana ... 114

Lampiran 6 : Pengajuan Pendaftaran Sidang Sarjana ... 115

Lampiran 7 : Lenbar Revisi Skripsi ... 116

Lampiran 8 : Biodata Informan Penelitian ... 116

Lampiran 9 : Pedoman Wawancara dan Pernyatan Informan ... 118


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto & Erdinaya, Lukiati Komala. 2007. Komunikasi massa: suatu pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.

Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Effendy, Marwan. 2013. Korupsi dan Strategi Nasional. Jakarta. Referensi (GP Press Group)

Effendy , Onong Uchjana, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti

Eriyanto, 2008. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Text Media. Yogyakarta. PT. LKIS Pelangi Aksara.

Fiske, John. 2011. Cultural and Communication Studies; Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta. Jalasutra.

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang. Indonesia Tera.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya.


(16)

__________2008. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung.PT. Remaja Rosdakarya

__________. 200. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantiatif kualitatif dan R&D. Bandung.

Penerbit Alfabeta.

Supriadi, Yadi. 2013. Periklanan, Perspektif Ekonomi Politik. Bandung. PT. Simbiosa Rekatama Media

Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media

Internet Searching :

http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html diunduh pada tanggal 21 Februari 2014 (Pukul 22.00 WIB).

http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi html diunduh pada tanggal 16 Maret 2014 (Pukul 01.03 WIB).


(17)

http://ekatheone.blogspot.com/2013/05/mendeskripsikan-pengertian-anti-korupsi.html diunduh pada tanggal 16 Maret 2014 (Pukul 01.05 WIB).

http://ode87.blogspot.com/2011/03/pengertian-semiotik.html diunduh pada tanggal 17 Maret 2014 (Pkl 20.00 WIB).

http://selalucintaindonesia.wordpress.com/2013/12/11/definisi-anti-korupsi/ html diunduh pada tanggal 17 Maret 2014 (Pukul 20.03 WIB).

http://farhad88.wordpress.com/2013/04/22/pengertian-anti-korupsi-dan-instrumen-anti-korupsi-di-indonesia/ html diunduh pada tanggal 18 Maret 2014 (Pukul 17.00 WIB).

Studi Pendahulu :

1. Makna Maskulinitas Pada Tayangan Iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia (Analsis Semiotika Roland Barthes Mengenai Makna Maskulinitas Pada Tayangan Iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia)

Penyusun : Arisa Sugiri

2. Representasi Rasisme Dalam Film This Is England (Analisis Semiotika Mengenai Rasisme Dalam Film This Is England)


(18)

3. Representasi Kesetaraan Ras Dalam Film Lincoln (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Kesetaraan Ras Dalam Film Lincoln)


(19)

vi Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirrabill‟alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ridho-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan Penelitian ini dengan tepat waktu. Penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat mengikuti sidang sarjana. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT dan kedua orang tua H. Acib Sutisna S.Pd, dan HJ. Siti Muniroh yang telah memberikan kasih sayang kepada penulis, memberi dorongan kepada penulis, memberi semangat dan juga telah mendukung sepenuhnya, sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menghadapi banyak kendala namun berkat adanya doa, dorongan dan dukungan akhirnya kendala itu dapat teratasi. Dan penelitian ini bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. Pada kesempatan kali ini, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan rasa hormat, terimakasih, dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A Selaku Dekan FISIP Universitas Komputer Indonesia Bandung. yang telah memberikan izin peneliti untuk melakukan penelitian.

2. Yth. Bapak. Drs. Manap Solihat., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer


(20)

vii tawa disetiap waktunya.

3. Yth. Bapak Sangra Juliano, M.Ikom, selaku dosen wali. Terima kasih karena telah memberikan pencerahan dan penyelesaian masalah bagi peneliti, kesabaran, yang juga sering memberikan masukan positif bagi peneliti. Terimakasih atas bimbingannya selama peneliti melakukan perkuliahan.

4. Ibu Melly Maulin P.,S.Sos.,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi. 5. Yth. Ibu Rismawaty., S.Sos., M.Si., Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Bapak

Adiyana Slamet, S.IP, M.Si., Olih Solihin S.Sos., M.Ikom, Bapak Inggar Prayoga., S.I.Kom, Ibu Tine Agustin Wulandari., S.I.Kom, selaku Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Komputer Indonesia. yang telah memberikan ilmu pelajaran dan pengalaman kepada peneliti serta kehangatan dalam setiap perkuliahan.

6. Yth. Ibu Astri Ikawati., A.Md selaku Sekretariat Program Studi Program Studi Ilmu Komunikasi.

7. Buat kakakku Cucu tresnawati dan Adikku Sri Intan Rakmawati terima kasih atas dukungan dan do‟anya.

8. Untuk rekan-rekan seperjuangan di IK-Jurnal Aris Rahmansyah, Asmi, Aldie Yasa, Ergan, Cindy Mega Jingga, Feri Setiawan, Imam Maulana, Ryan Gryadi,


(21)

viii

9. Untuk rekan-rekan yang tahun depan berjuang untuk skripsi Ade Tri Sutrisno, Ahmad Aulia M, Claudio palapa Nusa, Dionisa suhartono, Feji Syarula, Oskar steviana, Aldo, dan semuanya yang berjuang tahun depan tetap semangat.

10.Rekan-rekan main di Bandung, Doni Indra, Arisa Sugiri, Padli Sundayana, Akbar, terima kasih atas kelonggaran waktunya.

11.Dan untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan secara satu persatu, penulis mengucapkan beribu-ribu maaf dan Terimakasih.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam melakukan penelitian dan penyusunan Usulan Penelitian ini dan semoga Usulan Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca lainnya umumnya. Semoga semua bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan itu akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amiin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Bandung, juli 2014 Peneliti


(22)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Iklan-iklan yang tayang di televisi menarik untuk disaksikan salah satunya berbagai macam iklan rokok yang tayang di televisi Indonesia. Memang iklan rokok dilarang untuk ditayangkan pada jam-jam tertetnu dimana anak-anak dapat menyaksikan, sehingga iklan rokok di televisi dikemas dengan semenarik mungkin sehingga menunjukan kesan keunikan dalam iklan rokok di televisi. Sehingga sejumlah produsen rokok ini berlomba-lomba menampilkan iklan yang dapat menarik perhatian masyarakat dan mempromosikan tagline masing-masing agar merk rokok itu sendiri mudah diingat oleh konsumen tanpa menampilkan rokok yang merupakan produk dari perusahaan tersebut.

Salah satu iklan yang menarik ialah iklan milik produsen rokok Djarum 76 merupakan salah satu iklan yang menyita perhatian masyarakat, pasalnya setiap penayangan iklan tersebut mengandung makna-makna yang menyinggung praktek korupsi di Indonesia. Iklan Djarum 76 sudah beberapa kali mengeluarkan berbagai iklan dengan konten yang berbeda, tetapi masih tetap memiliki tema yang menyindir praktek kotor korupsi di Indonesia. Salah satu edisi yang menarik perhatian ialah iklan djarum 76 edisi kontes jin.


(23)

Rangkaian iklan rokok Djarum 76 ini menampilkan sesosok jin yang cukup unik, yaitu jin dengan pakaian adat Jawa lengkap beserta bahasa dan logat khas orang Jawa sebagai tokoh utama. Secara garis besar, iklan rokok djarum 76 ini selalu menyindir kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Tingkah laku jin yang slengean dan nyeleneh merupakan salah satu penyebab mengapa iklan djarum 76 yang menampilkan sosok jin tersebut mudah diingat oleh masyarakat, terlebih penggunaan kata “wani piro?” yang dalam artian “berani berapa?” merupakan sindiran bagi para pelaku tindakan korupsi. Kata-kata tersebut pun kini menjadi tren dikalangan masyarakat Indonesia.

Iklan Djarum 76 seringkali menampilkan tema-tema sosial yang kemudian dapat kita pahami sebagai bentuk kritik sosial. Dengan memunculkan sosok jin jawa dalam setiap iklannya, Djarum 76 berusaha menceritakan produknya sebagai produsen yang konsen terhadap masalah-masalah sosial. Citra yang muncul dari iklan tersebut adalah Djarum 76 peduli akan masalah-masalah sosial yang ada, yang kemudian dimunculkan dalam bentuk parodi namun sarat akan makna dan kritik sosial.

Salah satu tayangan Iklan Djarum 76 yang menarik perhatian masyarakat ialah tayangan iklan djarum 76 versi kontes jin, yang mana iklan tersebut mengandung unsur masalah-masalah sosial dalam pengemasan tayangannya. Dalam tayangan iklan Djraum 76 versi kontes jin ini menayangkan sebuah kritikan terhadap kegiatan korupsi yang


(24)

dilambangkan melalui penolakan terhadap korupsi yang ada di Indonesia dengan betema parodi kontes jin internasional. Iklan ini pertama tayang pada tahun 2012.

Pandangan peneliti, dalam tayangan iklan Djarum 76 versi kontes jin ini menceritakan sebuah tempat pertemuan yang bertaraf internasional yang cukup representatif dan diadakanlah kontes jin internasional. Dalam tayangan iklan ini yang diperlombakan adalah kekuatan sihir para jin yang berasal dari berbagai negara di dunia. Sehingga dari kontes tersebut tersisa 3 jin yang masuk ke babak final, dan di atas pentas mereka diminta untuk memperagakan kemampuan sihir masing-masing yang terhebat malaju ke babak final. Pada saat jin dari Indonesia melakukan aksinya, dia menghilangkan kasus korupsi yang menjadi sindiran untuk pemerintahan agar segera menghilangkan penyakit tersebut.

“Iklan televisi adalah iklan yang menggunakan seluruh alat serta unsur dalam kegiatan komunikasi dan disampaikan dalam bentuk audio-visual. Ruang eksplorasi iklan televisi sangat besar, hampir semua unsur baik verbal maupun non verbal, mendapat ruang dalam kreasi iklan televisi” (Supriadi,2013:34)

Secara sederhana iklan merupakan sebuah informasi yang disuguhkan oleh produsen kepada masyarakat dangan harapan agar khalayak mau menkonsumsi produk yang ditawarkan, tetapi lebih lanjut lagi iklan bukan hanya sekedar memberikan informasi tetapi juga memanipulasi psikologis konsumen secara persuasif untuk mengubah sikap dan pikiran sehingga mau membeli dan menggunakan produk yang ditawarkan, dengan segala bentuk kreativitasnya, iklan telah menjadi unsur


(25)

dalam kehidupan sosial. Iklan hanya menjadi sebagai alat pemasaran produk, tetapi iklan juga telah menjual nilai-nilai ideal dalam gaya hidup masyarakat.

Pada iklan yang ditayangkan di televisi pastilah mengandung faktor-faktor yang mampu mempengaruhi penonton sehingga timbul kesepahaman makna. Faktor-faktor yang saling mendekatkan antara pemeran dan penonton tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap berlangsungnya proses komunikasi di dalam tayangan iklan.

Selain itu, iklan juga merupakan yang sangat untuk membangun dunia usaha yang berfungsi menunjang lajunya arus pembangunan, mungkin alasan ini yang berkembang dunia usaha berkembang sangat pesat.

Iklan televisi merupakan salah satu jenis film, iklan televisi yang menggunakan seluruh alat serta unsur dalam kegiatan komunikasi dan disampaikan dalam bentuk audio-visual. Iklan televisi merupakan film yang diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk (iklan produk) maupun berupa layanan masyarakat (iklan layanan masyarakat atau public service announcement/PSA), iklan produk biasanya menampilkan produk yang di iklankan „secara eksplisit‟, artinya ada stimulus audio-visual yang jelas tentang produk tersebut, karena itu iklan televisi juga merupakan salah satu bentuk media massa sama hal nya dengan jenis film lainnya. Media massa secara umum memiliki fungsi sebagai penyalur informasi, pendidikan, dan hiburan.


(26)

Sebenarnya film merupakan alat transaksional sebagai penyampaian sebuah pesan dan makna yang terdapat di dalamnya, hal ini hampir sama saja dengan penayangan iklan di televisi yang biasanya terdapat sebuah pesan untuk penontonnya terhadap objek yang sama namun dengan bahasan yang berbeda karena adanya pemberian pesan terhadap sebuah karya seni berdasarkan sumber-sumber mengenai semiotika terhadap karya seni ataupun media-media komunikasi yang di buat oleh pengarangnya.

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda. Kemudian diturunkan dalam bahasa Inggris menjadi Semiotics. Dalam bahasa Indonesia, semiotika atau semiologi diartikan sebagai ilmu tentang tanda. Dalam berperilaku dan berkomunikasi tanda merupakan unsur yang terpenting karena bisa memunculkan berbagai makna sehingga pesan dapat dimengerti. Semiotika atau dalam istlah Barthes adalah semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (Humanity) memaknai hal-hal (Things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179 dalam Sobur, 2009:15).

Semiotika dapat dikaji melalui analisis semiotika dari Roland Barthes yang lebih mengedepankan pada aspek makna denotasi, makna konotasi dan makna mitos. Makna denotasi sendiri merupakan makna harfiah atau makna yang sesungguhnya. Sementara konotasi merupakan makna yang menjadi kiasan dari sebuah makna, sedangkan mitos sendiri merupakan pengungkapan apa yang terjadi pada periode tertentu.


(27)

Dalam scene tayangan iklan Djarum 76 tema kontes jin ini terdapat pesan-pesan yang memiliki makna tersembunyi didalamnya. Pesan tersebut memiliki makna yang langsung dan makna yang tidak langsung yang disampaikan kepada khalayak penonton. Berkaitan dengan tayangan iklan djarum 76 kontes jin yang terdapat tanda dan simbol pastinya memiliki makna yang akan disampaikan kepada khalayaknya, maka dari itu yang menjadi perhatian dari peneliti ialah dari segi semiotiknya, dimana dengan menggunakan semiotik membantu peneliti dalam menelaah arti kedalaman suatu bentuk komunikasi dan mengungkapkan makna yang ada di dalamnya.

Tanda-tanda yang berada dalam tayangan iklan televisi tentu saja berbeda dengan format tanda lainnya yang hanya bersifat tekstual atau visual saja. Jalinan tanda dalam tayangan iklan televisi terasa lebih kompleks karena pada waktu yang hampir bersamaan sangat mungkin berbagai tanda muncul sekaligus, seperti visual, audio, dan teks. Hal itu pun yang terdapat dalam tayangan iklan televisi yang akan diteliti yakni tayangan iklan Djarum 76 kontes jin.

Dalam peta Barthes terdapat tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999:51 dalam Sobur, 2009:69).


(28)

Dalam penelitian ini, peneliti hendak untuk meneliti representasi praktek korupsi dalam iklan djarum 76 kontes jin. Menyikapi praktek korupsi, dewasa ini praktek korupsi kerap terjadi di Indonesia. Banyak diberitakan baik melalui media elektronik maupun cetak mengenai praktek kotor korupsi dari kelas bawah hingga praktek korupsi yag dilakukan kelas kakap. Di Indonesia sendiri, sudah hadir berbagai macam praktek korupsi, dari mulai korupsi pajak hingga kasus korupsi pengadaan ayat suci Al-quran.

Korupsi berasal dari bahasa latin yang disebut “Corruptio -corruptus” sedangkan dalam bahasa belanda korupsi disebut “corruptie” sedangkan dalam bahasa Inggris korupsi disebut “corruption” dan dalam bahasa sansekerta yang tertuang dalam naskah kuno negara kertagama arti harfiah “corrupt” menunjukan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad dan tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan. (Effendy, 2013:13)

Korupsi merupakan suatu penyakit yang ada bukan saja di pemerintah, melainkan dalam kehidupan masyarakat pun korupsi kerap terjadi. Korupsi juga dapat dikatakan sebagai penyakit ganas yang menggerogoti kesehatan masyarakat seperti sebuah penyakit kanker yang pelan-pelan menghabisi diri sendiri. Korupsi dapat terjadi disektor swasta maupun di sektor pemerintahan dan malahan di kedua sektor itu pun sering terjadi praktek kotor korupsi.

Dalam konteks pemerintahan, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan juga termasuk melanggar kaidah kejujuran dan juga melanggar hukum dan aturan yang berlaku. Selain itu, korupsi di pemerintahan pun berdampak pada penurunan kewibawaan negara dan


(29)

pemerintah dimata negara lainnya semuanya dilakukan demi kepentingan memperkaya diri sendiri.

Korupsi hadir apabila seseorang secara tidak halal meletakan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat, serta cita-cita yang menurut sumpah serapah janji selama berkampanye akan dilayaninya namun yang terjadi sebaliknya korupsi kian banyak berlangsung. Korupsi dapat menyangkut janji, ancaman atau keduanya. Korupsi ini dapat dimulai oleh seorang pegawai negeri abdi masyarakat atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi didalamnya.

Dalam tayangan iklan televisi Djarum 76 Kontes Jin ini terdapat beberapa tanda-tanda yang memiliki pesan-pesan tersembunyi. Pesan yang terdapat dalam iklan djarum 76 kontes jin tersebut menyinggung mengenai tindakan korupsi. Dalam penayangan iklan tersebut ditampilkan sosok-sosok jin yang menunjukan aksi sulapnya dan yang menjadi perhatian ialah jin dari Indonesia yang menghilangkan kasus korupsi yang ada di Indonesia.

Pada tayangan iklan djarum 76 kontes jin terdapat scene-scene yang menunjukan hal-hal mengenai tindakan korupsi yang terdapat di Indonesia yang ditayangkan dengan versi parodi.


(30)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, serta masalah yang akan di teliti maka dari itu peneliti berusaha mengangkat sebuah rumusan masalah yaitu :

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

“Bagaimana Representasi Korupsi Dalam Tayangan Iklan Djarum 76 kontes jin?”

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

1. Bagaimana makna denotatif korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 kontes jin?

2. Bagaimana makna konotatif korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 kontes jin?

3. Bagaimana makna mitos korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 kontes jin?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana semiotik representasi korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 kontes jin melalui analisis semiotika Roland Barthes yang membedah menggunakan 3 makna, yakni denotatif, konotatif, dan mitos.


(31)

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui makna denotatif korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 kontes jin.

2. Untuk mengetahui makna konotatif korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 kontes jin.

3. Untuk mengetahui makna mitos korupsi dalam tayangan iklan Djarum 76 kontes jin.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan program studi ilmu komunikasi secara umum pada iklan televisi. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi pengembangan penelitian kualitatif secara umum dan kajian semiotika secara khusus. Dalam penelitian ini lebih khusus mengedepankan pada penelitian sebuah tayangan iklan televisi.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Kegunaan Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dunia penayangan iklan televisi. Serta sebagai pembelajaran didunia periklanan khususnya iklan televisi. Dari


(32)

penelitian ini juga dapat menunjukan bahwa dari sebuah tayangan iklan terdapat suatu pesan atau makna tertentu.

2. Kegunaan Bagi Universitas

Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi lembaga dalam hal ini universitas dalam pengembangan ilmu khususnya dalam bidang metodologi analisis semiotika. Serta berguna sebagai literatur bagi mahasiswa yang akan meneliti mengenai tayangan iklan. Sehingga para peneliti yang akan meneliti mengenai tema yang sama mendapatkan suatu gambaran mengenai objek yang akan diteliti. 3. Kegunaan Bagi Khalayak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang semiotika secara menyeluruh mengenai sebuah pemaknaan yang ada dalam tayangan iklan televisi.


(33)

12 2.1 Tinjauan Terdahulu

A. Makna Maskulinitas Pada Tayangan Iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia (Analsis Semiotika Roland Barthes Mengenai Makna Maskulinitas Pada Tayangan Iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia)

Penyusun : Arisa Sugiri NIM : 41809039

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui makna semiotik tentang makna maskulinitas yang terdapat dalam tayangan iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia, menganalisis makna apa saja yang terdapat dalam tayangan iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia yang berkaitan dengan maskulinitas, yaitu makna denotasi, makna konotasi, mitos/ideologi menurut Roland Barthes.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika dari Roland Barthes. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, studi pustaka, dan penelusuran data online (internet searching). Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat dalam tayangan iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia dengan mengambil tujuh sequence.


(34)

Hasil penelitian menunjukan bahwa makna maskulinitas dalam tayangan iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia terdapat tiga makna. Makna denotasi yang terdapat dalam sequence tayangan iklan tersebut menggambarkan sebuah petualangan yang dilakukan selama duapuluh sembilan hari yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia. Makna konotasi yang didapat yaitu adanya berbagai kegiatan yang dilakukan dan properti yang digunakan yang identik dengan sifat laki-laki. Makna mitos/ideologi yang dapat diambil ,kegiatan yang berbahaya yang mengandalkan kekuatan fisik serta keahlian khusus hanya umum dilakukan oleh kaum laki-laki.

Kesimpulan penelitian memaknai maskulinitas dalam tayangan iklan rokok sangat identik dengan kekuatan, keberanian, dan juga keahlian. Berbagai kegiatan olahraga alam pun menjadi penggambaran sisi maskulinitas.

Peneliti memberikan saran bagi sineas yang menggarap sebuah iklan untuk dapat menggambarkan suatu pencitraan dengan ideologi yang disampaikannya dari sebuah produk dengan kemasan penayangan iklannya yang menarik sehingga dapat menarik minat khalayak.


(35)

B. Representasi Rasisme Dalam Film This Is England (Analisis Semiotika Mengenai Rasisme Dalam Film This Is England)

Penyusun : Eko Nugroho NIM : 41807073

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna semiotik tentang rasisme yang terdapat dalam film This Is England, menganalisis apa saja makna yang terdapat dalam film This Is England yang berkaitan dengan rasisme, yaitu makna denotasi, makna konotasi, mitos/ideologi menurut Roland Barthes.

Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, studi dokumentasi, observasi, dan penelusuran data online. Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat dalam film This Is England dengan mengambil tiga sequence.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga makna sesuai dengan semiotik Barthes. Makna denotasi yang terdapat dalam sequence This Is England menggambarkan adanya bentuk doktrinisasi, inisiasi, perlawanan, bahkan tindakan mengintimidasi para imigran yang datang ke Negara Inggris. Makna konotasi didapat dari adanya bentuk tindakan perlawanan dan kata-kata yang di ucapkan terdapat unsur rasisme kepada para imigran. Makna Mitos/Ideologi yang terdapat dari sequence, terjadi dari imigran Pakistan yang paling sering mendapat tindakan rasis termasif yang dilakukan warga pribumi asli Inggris yang merasa berhak


(36)

memperoleh “jatah singa” dan menikmati berbagai keistimewaan di atas penderitaan kelompok lain.

Kesimpulan penelitian memperlihatkan adanya doktrinisasi, inisiasi, perampokan toko, penganiayaan menunjukkan telah terjadinya rasisme dari warga pribumi Inggris terhadap para imigran. Mereka menikmati berbagai keistimewaan di atas penderitaan kelompok lain dengan dukungan sejumlah lembaga dan seperangkat aturan hukum yang sengaja dicipta demi menyangga dan melanggengkan sistem rasis tersebut. Peneliti memberikan saran bagi para sineas dapat lebih mengangkat apa yang masyarakat belum ketahui dengan representasi kedalam sebuah film dengan tampilan yang menarik. Film This Is England sarat dengan pesan moral dan dapat menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia yang masih rawan konflik SARA, dan film ini dapat dijadikan pembelajaran.


(37)

C. Representasi Kesetaraan Ras Dalam Film Lincoln (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Kesetaraan Ras Dalam Film Lincoln)

Penyusun : Bayu Rizki Maulana NIM : 41809088

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui makna semiotik tentang pesan kesetaraan ras yang terdapat dalam film Lincoln, dan menganalisis apa saja makna yang terdapat dalam film Lincoln yang berkaitan dengan pesan kesetaraan ras. yaitu level realitas, level representasi, dan level ideology yang merupakan kode-kode televisi John Fiske.

Penelitian ini merupakan Penelitian Kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik John Fiske. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Wawancara, studi dokumentasi, studi pustaka, dan penelusuran data online. Objek yang dianalisis merupakan sequence yang terdapat dalam film Lincoln dengan membagi kedalam tiga sequence yaitu sequence Prolog, Ideological Content, dan Epilog yang merepresentasikan 3 level yaitu level realitas, level representasi, dan ideologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi kesetaraan ras dalam film Lincoln, terdapat tiga level yang sesuai dengan kode-kode televisi John Fiske.

Pada level realitas menggambarkan penyampaian pesan kesetaraan ras yang terkodekan melalui penampilan, kostum, karakter, gerakan, dan ekspresi, level representasi mengulas teknis tentang film Lincoln mulai


(38)

dari segi kamera, editing, hingga dalam dialog banyak tersampaikan pesan kesetaraan ras, dan yang terakhir ideology, yaitu pesan yang ingin disampaikan dalam film Lincoln, dan penulis menemukan pesan kesetaraan ras dalam film Lincoln melalui adegan-adegan yang ada pada sequence, lalu peneliti juga menghubungkan pesan film Lincoln ini dengan Teori Ideologi Hegemoni Antonio Gramsci bagaimana Lincoln digambarkan sebagai tokoh hagemonik yang berhasil membuat perubahan. Peneliti memberikan saran bagi akademis bahwa analisis semiotika merupakan analisis yang tepat untuk mendalami makna sebuah film, dan saran bagi audiens Penonton sebaiknya lebih bijak dalam memilih film yang berkualitas untuk ditonton.

Tabel 2.1

Tabel Tinjauan Terdahulu

Peneliti Arisa Sugiri Eko Nugroho Bayu Rizki M

Tahun 2013 2012 2014

Metode Penelitian Analisis Semiotika Roland Barthes Analisis Semiotika Roland Barthes Analisis Semiotika John Fiske Judul Penelitian Makna Maskulinitas Pada Tayangan Iklan Djarum Super My

Great Adventure Indonesia

Representasi Rasisme Dalam Film

“This Is England”

Representasi Kesetaraan Ras Dalam Film Lincoln Hasil Penelitian

Makna Denotasi : Menggambarkan sebuah petualangan

yang dilakukan selama duapuluh sembilan hari yang dilakukan di beberapa

tempat di Indonesia.

Makna Denotasi : Adanya bentuk doktrinisasi, inisiasi,

dan perlawanan terhadap imigran di

Inggris dalam sequence. Makna Konotasi :

Level Realitas : menggambarkan penyampaian pesan kesetaraan ras yang terkodekan melalui penampilan, kostum, karakter,


(39)

Makna Konotasi : Adanya berbagai kegiatan yang dilakukan dan properti yang digunakan yang identik dengan sifat

laki-laki. Makna Mitos : Makna mitos yang

dapat diambil ,kegiatan yang berbahaya yang

mengandalkan kekuatan fisik serta

keahlian khusus hanya umum dilakukan oleh kaum

laki-laki.

Didapat dari adanya bentuk tindakan perlawanan dan kata-kata yang di ucapkan terdapat unsur rasisme kepada para imigran.

Makna Mitos : Terjadi dari imigran Pakistan yang paling

sering mendapat tindakan rasis termasif yang dilakukan warga pribumi asli Inggris

gerakan, dan ekspresi. Level Representasi : mengulas teknis tentang film Lincoln mulai dari

segi kamera, editing, hingga dalam dialog banyak tersampaikan pesan kesetaraan ras. Level Ideology : pesan yang ingin disampaikan dalam

film Lincoln, dan penulis menemukan pesan

kesetaraan ras dalam film Lincoln

melalui adegan – adegan yang ada pada sequence, Perbedaan

Dengan Penelitian

Perbedaan dengan peneliti ialah dari

objek penelitian, peneliti akan mengambil objek

penelitian dari tayangan iklan Djarum 7 versi kontes

jin. Selain itu, dari penelitian ini reprsentasinya ialah makna maskulinitas, sedangkan peneliti

akan mengambil makna Korupsi pada tayangan iklan djarum

76

Perbedaan dengan peneliti ialah dalam

objek dan representasi berbeda,

dalam penelitian ini representasinya sebagai rasisme, sedangkan peneliti

ingin melihat representasi korupsi

objek pun berbeda, peneliti melakukan

penelitian dari tayangan iklan djarum 76 kontes jin sedangkan penelitian ini menggunakan objek film yakni film

This Is England

Perbedaan dengan peneliti dari segi

penggunaan semiotikanya, peneliti menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika John Fiske.


(40)

2.2 Tinjauan Komunikasi

2.2.1 Pengertian Komunikasi

Manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya memerlukan sebuah komunikasi. Manusia bukanlah makhluk hidup yang berdiri sendiri, didalam kehidupannya manusia berhubungan satu sama lainnya. Manusia berhubungan dengan manusia lainnya dengan berinteraksi dengan individu lainnya. Dalam interaksi tersebut tanpa disadari terjadi sebuah komunikasi. Komunikasi tersebut dapat berupa verbal maupun non verbal.

Dalam komunikasi terdapat berbagai macam istilah dari mulai komunikasi timbal balik, komunikasi tatap muka, komunikasi langsung, komunikasi tidak langsung, komunikasi vertikal, komunikasi horizontal, komunikasi dua arah dan lain sebagainya.

Sudah lama para ahli yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan, mempermasalahkan apakah komunikasi itu ilmu atau hanya sekedar pengetahuan, yang pada akhirnya komunikasi dianngap pengelompokannya kedalam kelompok ilmu sosial dan merupakan ilmu terapan (applied science), karena masuk kedalam ilmu sosial dan ilmu terapan, komuniksi itu bersifat interdisipliner atau multidisipliner, ini disebabkan oleh objek materialnya sama dengan ilmu lainnya, terutama yang termasuk kedalam ilmu sosial.


(41)

Kata komunikasi atau communication berasal dari kata latin yakni communis yang berarti sama, communico atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Sama disini maksudnya adalah sama makna, jadi jika dua orang terlibat komunikasi, maka komunikasi akan terjadi selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan (Effendy, 2003:30)

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan), pikiran itu dapar berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain, sedangkan perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya.

Adapun pengertian menurut para ahli tentang komunikasi adalah sebagai berikut:

A. Harold Lasswell

Menjelaskan bahwa “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh bagaimana. . Paradigma Lasswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yakni, komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient), dan efek (effect, impact, influence). Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.


(42)

B. Bernard Barelson & Garry A. Steiner

Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dan sebagainya.

C. Theodore M. Newcomb

Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.

D. Everett M. Rogers

Proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

E. Gerald R. Miller

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

F. Raymond Ross

Komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons/makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.


(43)

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan salah satu proses interaksi atau penyampaian antara komunikator kepada komunikan. Komunikasi dapat dengan berbagai macam cara baik dengan komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal. Ada pula komunikasi yang dilakukan melalui media massa, seperti melalui media koran, majalah, radio, televisi dan media online. 2.2.2 Komunikasi Verbal

Dalam komunikasi terdapat beberapa pengiriman pesan baik dengan menggunakan pesan verbal maupun dengan mnggunakan pesan non verbal.

Pesan verbal adalah suatu pesan yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata yang dilancarkan secara lisan maupun tulisan. Dalam proses komunikasi, bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa baik yang kongret maupun yang abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang. (Effendy, 2003:33)

Komunikasi verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti.

Menurut Hafied Cangara dalam bukunya pengantar komunikasi mengatakan bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif yaitu :


(44)

2. Untuk membina hubungan yang baik diantara sesama manusia

3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia. (Cangara, 2012:113)

Dalam tayangan iklan djarum 76 ini pun terdapat unsur komunikasi non verbal yang melambangkan makna tersendiri didalamnya.

2.2.3 Komunikasi Non Verbal

Manusia dalam berkomunikasi selain memakai pesan verbal (bahasa) juga memakai pesan non verbal. Pesan non verbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diem (silent language).

Mark Knapp (1978) dalam Cangara (2012:118) mengatakan bahwa penggunaan pesan non verbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi untuk:

1. Meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition)

2. Menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (substitution)

3. Menunjukan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity) 4. Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum

sempurna.

Stewart dan D‟Angelo dalam Mulyana (2005:112-113), berpendapat bahwa bila kita membedakan verbal dan nonverbal, serta vokal dan non vokal, kita mempunyai empat kategori atau jenis komunikasi. Komunikasi verbal/vokal merujuk pada komunikasi melalui kata yang diucapkan. Dalam komunikasi verbal/nonvokal kata-kata digunakan tapi tidak diucapkan. Dalam komunikasi nonverbal/vokal gerutuan atau vokalisasi. Jenis komunikasi yang keempat komunikasi nonverbal/nonvokal, hanya mencakup sikap dan penampilan.


(45)

Dalam tayangan iklan ini pun terdapat unsur-unsur non verbal seperti ekspresi muka serta gerakan-gerakan yang membuat makna tersendiri didalamnya.

2.2.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa

Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai ringkasan dari mass media communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai ringkasan dari media of mass communication. Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Massa diartikan sebagai sesuatu yang meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran.

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79). Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan oleh Bittner, Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (Mass


(46)

communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah: radio siaran dan televisi, keduanya dikenal sebagai media elektronik; surat kabar dan majalah, keduanya disebut media cetak; serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah bioskop (Rakhmat, 2003:188 dalam Elvinaro, dkk, 2007:3).

Karakteristik komunikasi massa

Karakteristik komunikasi massa menurut Ardianto Elvinaro, dkk. Dalam bukunya “Komunikasi Massa Suatu Pengantar”. Sebagai berikut :

1. Komunikator terlambangkan. Ciri komunikasi masa yang pertama adalah komunikatornya. Komunikasi massa itu melibatkan lembaga dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. (Elvinaro,dkk, 2007:7)

2. Pesan bersifat umum. Komuniksai massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. (Elvinaro,dkk, 2007:7)

3. Komunikannya anonim dan heterogen. Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena


(47)

komunikasinya mengunakan media dan tidak tatap muka. Di samping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda. (Elvinaro,dkk, 2007:8)

4. Media massa menimbulkan keserempakan. Effendy mengartikan keserempakan media massa itu sebagai keserempakan konteks dengan sejumlah besar penduduk dalam jumlah yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. (Elvinaro,dkk, 2007:9)

5. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan. Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakanya, yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu. (Elvinaro,dkk, 2007:9)

6. Komunikasi massa bersifat satu arah. Karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog. (Elvinaro,dkk, 2007:10)


(48)

7. Stimulasi Alat Indera Terbatas. Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar. (Elvinaro,dkk, 2007:11) 8. Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan tidak langsung (Indirect).

Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi massa. Efektivitas komunikasi Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan tidak langsung (Indirect), Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi massa. Efektivitas komunikasi sering dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. (Elvinaro,dkk, 2007:11) • Fungsi komunikasi massa

Fungsi komunikasi massa menurut Dominick dalam Ardianto, Elvinaro. dkk. 2007: 14 terdiri dari:

1. Surveillance (pengawasaan) Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang suatu ancaman; fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. (Elvinaro. dkk. 2007: 14)

2. Interpretation (penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan


(49)

memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca, pemirsa atau pendengar untuk memperluas wawasan. (Elvinaro. dkk. 2007: 14) 3. Linkage (pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota

masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. (Elvinaro. dkk. 2007: 17)

4. Transmission of Values (penyebaran nilai-nilai) Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini disebut juga socialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilali kelompok. media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, Media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. (Elvinaro. dkk. 2007: 17)

5. Entertainment (hiburan) Radio siaran, siarannya banyak memuat acara hiburan, Melalui berbagai macam acara di radio siaran pun masyarakat dapat menikmati hiburan. meskipun memang ada radio siaran yang lebih mengutamakan tayangan berita. fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca


(50)

berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali. (Elvinaro. dkk. 2007: 18) 2.2.5 Tinjauan Tentang Representasi

Representasi adalah bagian dari pengembangan dari ilmu pengetahuan social, dalam perkembangannya ada dua teori dalam teori pengetahuan sosial yaitu apa yang disebut kongnisi sosial, representasi adalah suatu konfigurasi atau bentuk atau susunan yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara. Tujuan dalam menerapkan ilmu pengetahuan untuk memahami bagaimana interpersonal, understanding, moral judgement.

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya dapat menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu di tampilkan dalam pemberitaan. (Wibowo, 2011:113)


(51)

2.2.6 Tinjauan Tentang Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin yang disebut “Corruptio -corruptus” sedangkan dalam bahasa belanda korupsi disebut “corruptie” sedangkan dalam bahasa Inggris korupsi disebut “corruption” dan dalam bahasa sansekerta yang tertuang dalam naskah kuno negara kertagama arti harfiah “corrupt” menunjukan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad dan tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan. (Effendy, 2013:13)

Menurut Robert Klilgaard dalam buku Marwan Effendy berjudul “Korupsi & Strategi Nasional mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi. (Effendy, 2013:13) Korupsi merupakan suatu penyakit yang ada bukan saja di pemerintah, melainkan dalam kehidupan masyarakat pun korupsi kerap terjadi. Korupsi juga dapat dikatakan sebagai penyakit ganas yang menggerogoti kesehatan masyarakat seperti sebuah penyakit kanker yang pelan-pelan menghabisi diri sendiri. Korupsi dapat terjadi disektor swasta maupun di sektor pemerintahan dan malahan di kedua sektor itu pun sering terjadi praktek kotor korupsi.

Dalam konteks pemerintahan, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan juga termasuk melanggar kaidah kejujuran dan juga melanggar hukum dan aturan yang berlaku. Selain itu, korupsi di pemerintahan pun berdampak pada penurunan kewibawaan negara dan


(52)

pemerintah dimata negara lainnya semuanya dilakukan demi kepentingan memperkaya diri sendiri.

Korupsi hadir apabila seseorang secara tidak halal meletakan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat, serta cita-cita yang menurut sumpah serapah janji selama berkampanye akan dilayaninya namun yang terjadi sebaliknya korupsi kian banyak berlangsung. Korupsi dapat menyangkut janji, ancaman atau keduanya. Korupsi ini dapat dimulai oleh seorang pegawai negeri abdi masyarakat atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi didalamnya.

Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengidentifikasi aspek penyebab terjadinya tindakan korupsi meliputi : 1. Aspek Individu Pelaku Korupsi

Sebab terjadinya korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat atau kesadaran. 2. Aspek Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk dalam pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi terjadi biasanya member andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi.

3. Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada

Nilai-nilai yang terjadi di masyarakat ternyata kondusif untuk terjadinya tindakan korupsi.


(53)

4. Aspek Peraturan Perundang-undangan

Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan didalam undangan yang mencakup adanya peraturan perundang-undangan yang ambiguistik dan monopolistic yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. (Effendy, 2013:27-29)

Perkembangan korupsi yang terjadi di Indonesia berkembang semakin tinggi. Dewasa ini tingkat korupsi baik di pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah mengalami peningkatan, hal ini bukanlah sebuah prestasi melainkan menjadi bukti betapa turunnya kejujuran para anggota pemerintah yang menjalankan praktek kotor ini.

Selain itu, bentuk dukungan dari pihak pemerintah sendiri mengenai tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan korupsi ialah dengan dibangunnya badan penegak hokum korupsi yang diberi nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi, mempunyai tugas :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;


(54)

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dengan adanya komisi ini menjadikan kampanye mengenai anti korupsi semakin tinggi digalakan oleh selurh bangsa di Indonesia yang menolak adanya praktek kotor seperti ini.

2.2.7 Tinjauan Tentang Iklan Televisi

Iklan televisi merupakan salah satu jenis film yakni Film yang diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan layanan masyarakat atau public service announcement/PSA).

Iklan televisi umumnya berupa tanyangan pendek yang berdurasi 15, 30, atau 60 detik yang dibuat khusus sebagai media promosi produk tertentu, dengan tujuan memotivasi seorang pembeli potensial dan mempromosikan suatu produk atau jasa untuk mempengaruhi pendapat publik dan memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan. Itulah sebabnya, iklan dibuat semenarik mungkin, terkadang dengan biaya yang sangat tinggi. Iklan


(55)

yang baik tidak akan digarap secara berlebihan, tidak mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, dan ekologis penonton atau sasaran produk yang diiklankan. Sebaliknya, iklan yang buruk akan menyampaikan pesan dengan mengesampingkan estetika.

Terdapat tiga jenis iklan :

a) Iklan spot. Materi iklan televisi secara jelas, langsung dan gamblang berisi format tentang produk dan suatu perusahaan, yang digunakan untuk mencapai tingkat penjualan maksimal atas suatu produk. Iklan jenis ini bersifat komersial murni.

b) Iklan tak langsung. Informasi tentang suatu produk atau pesan/misi tertentu perusahaan yang disampaikan secara tidak langsung ke dalam meteri program siaran lain untuk mencapai tingkat pengetahuan pemirsa terhadap produk atau misi tertentu yang disampaikan. Iklan jenis ini bersifat tidak komersial murni.

c) Public service announcement (PSA). Informasi tentang suatu kegiatan atau pesan-pesan sosial yang dilakukan untuk mendapatkan tingkat perhatian yang maksimal dari pemirsa untuk beradaptasi dan atau bersimpati terhadap kegiatan atau masalah tertentu.

2.2.8 Tinjauan Tentang Semiotika

Kata semiotika berasal dari bahasa yunani, semeion yang berarti “tanda”. Atau seme yang berarti “tanda”. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika (Kurniawan


(56)

dalam Sobur, 2009:17). Tanda pada masa itu bermakna sesuatu yang merujuk pada hal lain.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. (Sobur, 2009:15)

Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn dalam Sobur, 2009:15). Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini. (Sobur, 2009:15)

Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. (Sobur, 2009:16)

Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti kata Lechte (2001:191 dalam Sobur, 2009:16) adalah teori tentang tanda penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan tanda sarana signs “tanda-tanda” (Segers dalam Sobur, 2009:16)

Tayangan iklan Djarum 76 Kontes Jin dibangun dengan menggunakan tanda. Tanda disini terdiri dari gambar yang bergerak dinamis dan bahasa yang dipergunakan, sehingga pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan seputar masalah yang terdapat dalam penelitian ini.


(57)

2.3 Kerangka Pemikiran 2.3.1 Kerangka Teoritis

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimnana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179; Kurniawan, 2001:53). (Sobur, 2003: 15).

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996:64). Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika.

Dengan semiotika, kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika, seperti kata Lechte (2001:191 dalam Sobur, 2003:16)), adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu


(58)

disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs „tanda-tanda‟ dan berdasarkan pada sign system (code) „sistem tanda‟ (Seger, 2000:4 dalam Sobur,2003:16).

Tanda tidak mengandung makna atau konsep tertentu, namun tanda memberi kita petunjuk-petunjuk yang semata-mata menghasilkan makna melalui interpretasi. Tanda menjadi bermakna manakala diuraikan isi kodenya (decoded) menurut konvensi dan aturan budaya yang dianut orang secara sadar maupun tidak sadar (Sobur, 2003:14).

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang di sebut sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Serta merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua ini oleh barthes di sebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja (Cobley & Jansz, 1999 dalam sobur, 2009:69):


(59)

Gambar 2.1

Peta Tanda Roland Barthes

Sumber : Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Dalam Sobur, 2009:69

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal tanda “sign”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999 dalam Sobur, 2009:69)

“Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif” (Sobur, 2009:69).

Pemetaan perlu dilakukan pada tahap-tahap konotasi. Tahapan konotasi pun dibagi menjadi 2. Tahap pertama memiliki 3 bagian, yaitu :

Signifier (Penanda)

Signified (Petanda)

Denotative Sign (Tanda Denotatif) Connotative Signifier

(Penanda Konotatif)

Connotative Signified (Petanda Konotatif) Connotative Sign (Tanda Konotatif)


(60)

Efek tiruan, sikap (pose), dan objek. Sedangkan 3 tahap terakhir adalah : Fotogenia, estetisme, dan sintaksis.

1. Efek tiruan : hal ini merupakan tindakan manipulasi terhadap objek seperti menambah, mengurangi atau mengubah objek yang ada menjadi objek yang sama sekali lain (berubah) dan memiliki arti yang lain juga seprti tayangan dajrum 76 yang memakai model dengan tokoh tiruan Gayus Tambunan.

2. Pose/sikap : gerak tubuh yang berdasarkan stok of sign masyarakat tertentu dan memiliki arti tertentu pula seperti pada saat sorak sorai dan jabat tangan antara para pejabat yang memakai seragam sapari. 3. Objek : benda-benda yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga

diasumsikan dengan ide-ide tertentu. Seperti halnya penggunaan mahkota di asumsikan sebagai penguasa dengan keindahan yang ada dikepalanya sebagai symbol kekuasaan seperti penggunaan kardus yang menggunakan kata Korupsi yang terlihat dalam iklan tersebut. 4. Fotogenia : adalah seni memotret sehingga foto yang dihasilkan telah

dibumbui atau dihiasi dengan teknik-teknik lighting, eksprosure dan hasil cetakan. Dalam sebuah film, fotogenia digunakan untuk menghasilkan suasana yang disesuaikan dengan kondisi cerita yang ada dalam scene film itu sendiri seperti suasana serius saat kontes jin dan berubah menjadi sorak sorai pada scene berikutnya saat hilanggnya kardus dengan tumpukan kasus korupsi.


(61)

5. Esestisisme : disebut juga sebagai estetika yang berkaitan dengan komposisi gambar untuk menampilkan sebuah keindahan senimatografi, seperti teknik long shoot, middle shot dan lain-lain yang digunakan dalam pembuatan iklan Djarum 76.

6. Sintaksis : biasanya hadir dalam rangkaian gambar yang ditampilkan dalam satu judul dimana waktu tidak muncul lagi pada masing-masing gambar, namun pada keseluruhan gambar yang ditampilkan terutama bila dikaitkan dengan judul utamanya, seperti kotak kardus yang bertuliskan korupsi yang menjadi tema dari tayangan iklan Djarum 76. (Barthes, 2010:7-11).

Barthes tidak sebatas itu memahami proses penandaan, tetapi dia juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu mitos (myth) yang menandai suatu masyarakat. Mitos atau mitologi sebenarnya merupakan istilah lain yang dipergunakan oleh Barthes untuk ideologi.

Barthes mengartikan Mitos sebagai cara berpikir kebudayaan tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu hal. (Sobur, 2009:224)

Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan. maka dari itu, mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep atau suatu gagasan, melainkan suatu cara signifikasi, suatu bentuk. Lebih jauh lagi, mitos tidak ditentukan oleh objek ataupun materi pesan yang disampaikan. Mitos tidak hanya berupa pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal (kata-kata lisan ataupun tulisan), namun juga dalam berbagai bentuk lain


(62)

atau campuran antara bentuk verbal dan nonverbal seperti dalam bentuk film, lukisan, fotografi, iklan dan komik, semuanya dapat digunakan untuk menyampaikan pesan. (Sobur, 2009:224)

Mitos merupakan hal yang penting karena tidak hanya berfungsi sebagai pernyataan bagi kelompok yang menyatakan, tetapi merupakan kunci pembuka bagaimana pikiran manusia dalam sebuah kebudayaan bekerja.

Mitos ini tidak dipahami sebagaimana pengertian klasiknya, tetapi lebih diletakan pada proses penandaan ini sendiri, artinya mitos berada dalam diskursus semiologinya tersebut. menurut Barthes, mitos berada pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, maka tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi penandaan pertama adalah bahasa, sedang konstruksi penandaan kedua adalah mitos, dan konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami Barthes sebagai metabahasa (metalanguage). Perspektif Barthes tentang mitos ini, menjadi salah satu ciri khas semiologinya yang membuka ranah baru semiologi, yakni penggalian lebih jauh penandaan untuk mencapai mitos yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat. (Kurniawan, 2001: 22-23)

Dalam peta Barthes, mitos sebagai unsur yang terdapat dalam sebuah semiotik tidak nampak, namun hal ini baru terlihat pada signifikasi tahap ke-dua Roland Barthes.


(63)

Gambar 2.2

Signifikasi Dua Tahap Barthes

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990, hlm.88 dalam (Sobur, 2001:12)

Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna subyektif atau palin tidak inter subyektif. Pemilihan kata-kata merupakan pilihan terhadap konotasi. Misalnya, kata penyuapan dengan memberi uang pelicin. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. (Fiske dalam Sobur, 2001:128)


(64)

Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna dan dengan demikian, merupakan sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya, yang ada hanyalah konotasi semata-mata. Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna sebagai sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman,1999 dalam Sobur, 2009:22)

2.3.2 Kerangka Konseptual

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Dalam tayangan iklan Djraum 76 kontes jin terdapat beberapa scene, yang akan di analisis dengan konsepsi Roland Barthes.

Semiotik yang dikaji oleh Barthes antara lain membahas apa yang menjadi makna denotatif dalam suatu objek, apa yang menjadi makna konotatif dalam suatu objek, juga apa yang menjadi mitos dalam suatu objek yang diteliti.


(65)

Gambar 2.3

Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes

Sumber : Peneliti. Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes

Dari peta Barthes di atas diadaptasi bahwa tanda denotatif yang memiliki makna sebenarnya terdiri atas isi cerita berupa scene yang berfungsi sebagai penanda dan petanda.

Tayangan Iklan Djarum 76 Kontes Jin terdapat beberapa scene yang mempunyai makna denotatif yang dapat secara langsung dimaknai oleh khalayak. Khalayak dapat menerima pesan tersebut karena khalayak tidak memaknai secara dalam tentang apa yang ada dalam scene tersebut.

Makna konotasi merupakan makna yang terkandung dalam sebuah tanda, dalam hal ini scene yang ada dalam Tayangan Iklan Djarum 76 Kontes Jin dikaji menggunakan 6 konsep penandaan konotatif yang meliputi :


(66)

1. Efek tiruan : hal ini merupakan tindakan manipulasi terhadap objek seperti menambah, mengurangi atau mengubah objek yang ada menjadi objek yang sama sekali lain (berubah) dan memiliki arti yang lain juga. Dalam scene tayangan iklan Djarum 76 Kontes Jin terdapat beberapa penggunaan efek tiruan.

2. Pose/sikap : gerak tubuh yang berdasarkan stok of sign masyarakat tertentu dan memiliki arti tertentu pula. Dalam scene tayangan iklan Djarum 76 Kontes Jin pose/sikap dapat terlihat beberapa pose dan sikap yang ditunjukan dalam iklan ini.

3. Objek : benda-benda yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga diasumsikan dengan ide-ide tertentu. Seperti halnya penggunaan mahkota di asumsikan sebagai penguasa dengan keindahan yang ada dikepalanya sebagai symbol kekuasaan. Dalam scene tayangan iklan Djarum 76 Kontes Jin terdapat benda-benda yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga menimbulkan makna konotasi.

4. Fotogenia : adalah seni memotret sehingga foto yang dihasilkan telah dibumbui atau dihiasi dengan teknik-teknik lighting, eksprosure dan hasil cetakan. Dalam sebuah film, fotogenia digunakan untuk menghasilkan suasana yang disesuaikan dengan kondisi cerita yang ada dalam scene film itu sendiri. Dalam scene tayangan iklan Djarum 76 Kontes Jin suasana yang menimbulkan makna konotasi.

5. Esestisisme : disebut juga sebagai estetika yang berkaitan dengan komposisi gambar untuk menampilkan sebuah keindahan


(1)

memperlihatkan gambar yang menunjukan jin dari indonesia dengan bangga menjadi pemenang dan di kelilingi tiga orang wanita cantik dengan pakaian dress mini sehingga terlihat seksi dan taburan kertas yang mengelilingi mereka tersebut memiliki sebuah makna konotatif yang mana jin indonesia tersebut memiliki makna sebagai hakim, jaksa ataupun polisi. Dan tiga orang wanita cantik pakaian dress mini yang bergandengan dengan jin indonesia memiliki makna bahwa yang menunjukan aura keseksian perempuan yang meluluhkan laki-laki sebagai sogokan terhap jin indonesia yang menghilangkan kasus korupsi.

Dalam seluruh scene telah menggambarkan apa yang dilakukan oleh Jin dari Indonesia. Makna-makna yang tersembunyi dalam seluruh scene pun telah terlihat seperti adanya gambar “kasus korupsi” itu menandakan penghilangan kasus korupsi dengan mudahnya oleh jin tersebut. Menghilangnya kasus korupsi di Indonesia merefleksikan bagaimana dengan mudahnya kasus tersebut hilang. Selain itu adanya penggunaan baju safari oleh penonton membuat hal ini semakin jelas bahwa kasus korupsi dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan.

c. Makna Mitos dalam Scene tayangan iklan djarum 76

Mitos yang muncul dari seluruh scene ini merupakan salah satu indikasi mudahnya kasus korupsi di Indonesia dihilangkan. Dari tahun ke tahun kasus korupsi di Indonesia tiada habisnya. Hal ini dapat terlihat bagaimana kasus korupsi seakan terus menerus terjadi di negara Indonesia. Contohnya dalam scene ke tiga dimana ada tokoh mirip Gayus Tambunan. Ia merupakan salah satu tersangka penggelapan pajak miliaran rupiah dari kantor direktorat pajak Indonesia. Selain menjadikannya buah bibir dimasyarakat, kasus korupsinya pun menyeret nama mentri keuangan saat itu Sri Mulyani. Gayus juga pernah menjadi „artis‟ saat dirinya kepergok menyaksikan pertandingan tenis di Bali. Adanya komisi bentukan pemerintah dari zaman ke zaman pun tak cukup untuk memberhentikan kasus korupsi di Indonesia. sehingga dapat dikatakan penyakit ini sudah menjadi budaya.

Korupsi merupakan budaya suatu penyakit yang ada bukan saja di pemerintah, melainkan dalam kehidupan masyarakat pun korupsi kerap terjadi. Korupsi juga dapat dikatakan sebagai penyakit ganas yang menggerogoti kesehatan masyarakat seperti sebuah penyakit kanker yang pelan-pelan menghabisi diri sendiri. Korupsi dapat terjadi disektor swasta maupun di sector pemerintahan dan malahan di kedua sector itu pun sering terjadi korupsi.

Dalam konteks pemerintahan, korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintahan juga termasuk melanggar kaidah kejujuran dan juga melanggar hukum dan aturan yang


(2)

berlaku. Selain itu, korupsi di pemerintahan pun berdampak pada penurunan kewibawaan negara dan pemerintah dimata negara lainnya semuanya dilakukan demi kepentingan memperkaya diri sendiri.

Korupsi hadir apabila seseorang secara tidak halal meletakan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat, serta cita-cita yang menurut sumpah serapah janji selama berkampanye akan dilayaninya, namun yang terjadi sebaliknya korupsi kian banyak berlangsung. Korupsi dapat menyangkut janji, ancaman atau keduanya. Korupsi ini dapat dimulai oleh seorang pegawai negeri abdi masyarakat atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi didalamnya.

Korupsi merupakan salah satu tindakan yang kerap terjadi di Negara Indonesia, bahkan kasus korupsi pun banyak menyeret nama-nama papan atas yang menjabat sebagai pejabat publik. Tayangan ini telah menggambarkan bagaimana tindakan kasus korupsi di Indonesia yang dengan mudah dihilangkan. Selain itu, tayangan iklan ini juga secara keseluruhan telah memberikan kritikan terhadap pemerintahan terkait kasus-kasus korupsi yang kerap terjadi di Indonesia.

d. Representasi Korupsi Dalam Tayangan Ikalan Djarum 76 versi Kontes Jin.

Iklan djarum 76 versi kontes jin memunculkan representasi korupsi hal ini dapat dilihat dari pembahasan di atas:

Berdasarkan analisis pada tayangan iklan djarum 76 ini mempresentasikan tiga jin yang berasal dari tiga negara yang berbeda. Para jin tersebut melakukan atraksinya dengan menghilangkan suatu hal yang menjadi ciri khas dinegaranya. Jin Indonesia menghilangkan tumpukan berkas yang bertuliskan kasus korupsi. Usai melakukan itu, tergambar penonton menggelegar dan terlihat sangat senang, serta terlihat wajah-wajah koruptor kelas kakap di Indonesia seperti Gayus Tambunan. Sementara itu, tayangan yang pertama saat sang jin menghilangkan “kasus korupsi” hal ini menunjukan bahwa kasus korupsi di Indonesia sangat mudah dihilangkan kemudian saat sang jin menghilangkannya hal tersebut tergambar penonton yang terlihat wajah koruptor seperti Gayus Tambunan mengindikasi bahwa jika kasus korupsi hilang hukuman bagi dia pun akan menghilang. Maka dari itu, para penonton yang terlihat koruptor tersebut dengan senangnya mereka saling berjabat tangan satu sama kainya.

Representasi dari tayangan iklan Djarum 76 ini merupakan salah satu indikasi mudahnya kasus korupsi di Indonesia dihilangkan. Dari tahun ke tahun kasus korupsi di Indonesia tiada habisnya. Hal ini dapat terlihat bagaimana kasus korupsi seakan terus menerus terjadi di negara Indonesia. Contohnya dalam tayangan scene ke tiga dimana ada


(3)

tokoh mirip Gayus Tambunan. Ia merupakan salah satu tersangka penggelapan pajak miliaran rupiah dari kantor direktorat pajak Indonesia. Selain menjadikannya buah bibir dimasyarakat, kasus korupsinya pun menyeret nama mentri keuangan saat itu Sri Mulyani. Gayus juga pernah menjadi „artis‟ saat dirinya kepergok menyaksikan pertandingan tenis di Bali.

V. KESIMPULAN

1. Makna Denotatif Korupsi Dalam Tayangan Iklan Djarum 76 Kontes Jin.

Memperlihatkan tiga jin yang berasal dari tiga negara yang berbeda. Para jin tersebut melakukan atraksinya dengan menghilangkan suatu hal yang menjadi ciri khas dinegaranya. Jin Indonesia menghilangkan tumpukan berkas yang bertuliskan kasus korupsi. Usai melakukan itu, sorak sorai penonton menggelegar dan terlihat sangat senang, serta terlihat wajah koruptor kelas kakap di Indonesia seperti Gayus Tambunan.

2. Makna Konotatif Korupsi Dalam Tayangan Iklan Djarum 76 Kontes Jin.

Makna konotatif yang pertama saat sang jin mengatakan “kasus korupsi hilang” hal ini menunjukan bahwa kasus korupsi di Indonesia sangat mudah dihilangkan. Lalu makna konotatif terdapat saat sang jin mengatakan hal tersebut sorak sorai penonton yang terlihat wajah koruptor kelas kakap seperti Gayus Tambunan mengindikasi bahwa jika kasus korupsi hilang hukuman bagi dia pun akan menghilang. Pada tayangan iklan tersebut memperlihatkan para penonton yang terlihat koruptor kelas kakap tersebut bersorak sorai dengan senangnya.

3. Makna Mitos Korupsi Dalam Tayangan Iklan Djarum 76 Kontes Jin.

Mitos yang muncul dari seluruh scene ini merupakan salah satu indikasi mudahnya kasus korupsi di Indonesia dihilangkan dengan cara mengalihkan isu dengan pemberitaan lain yang akan muncul di media masaa. Dari tahun ke tahun kasus korupsi di Indonesia tiada habisnya. Hal ini dapat terlihat bagaimana kasus korupsi sekan terus menerus terjadi di negara Indonesia. Contohnya dalam scene ke tiga dimana ada tokoh mirip Gayus Tambunan yang digambarkan oleh pemuda yang mirip dengan Gayus dan memakai properti lain yaitu wig dan kacamata. Model iklan tersebut, merepresentasikan tentang Gayus Tambunan sebagai koruptor yang bebas dengan menyuap sipir penjara agar dapat berlibur kemana saja yang dia inginkan. Ia merupakan salah satu tersangka penggelapan pajak miliaran rupiah dari kantor direktorat pajak Indonesia. Selain menjadikannya buah bibir dimasyarakat, kasus korupsinya pun menyeret nama mentri keuangan saat itu Sri Mulyani. Gayus juga pernah menjadi „artis‟ saat dirinya kepergok menyaksikan pertandingan tenis di Bali.


(4)

4. Representasi adalah bagian dari kognisi sosial dari suatu konfigurasi atau bentuk atau susunan yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara. Tayangan Iklan djarum 76 versi kontes jin memunculkan representasi korupsi yang ada di Indonesia. Menurut Mitos Indonesia memiliki tingkat untuk melakukan tindakan korupsi dan pada tanyangan ini pula realita kasus korupsi yang ada di Indonesia sangat mudah dihilangkan seperti halnya pada saat peristiwa gayus yang bisa melenggang dengan bebas untuk melihat pertandingan tenis di Bali.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto & Erdinaya, Lukiati Komala. 2007. Komunikasi massa: suatu pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.

Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada Effendy, Marwan. 2013. Korupsi dan Strategi Nasional. Jakarta. Referensi (GP Press Group) Effendy , Onong Uchjana, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT. Citra

Aditya Bakti

Eriyanto, 2008. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Text Media. Yogyakarta. PT. LKIS Pelangi Aksara.

Fiske, John. 2011. Cultural and Communication Studies; Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta. Jalasutra.

Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang. Indonesia Tera.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya. __________2008. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung.PT. Remaja Rosdakarya

__________. 200. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantiatif kualitatif dan R&D. Bandung. Penerbit Alfabeta.

Supriadi, Yadi. 2013. Periklanan, Perspektif Ekonomi Politik. Bandung. PT. Simbiosa Rekatama Media


(6)

Internet Searching :

http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html diunduh pada tanggal 21 Februari 2014 (Pukul 22.00 WIB).

http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi html diunduh pada tanggal 16 Maret 2014 (Pukul 01.03 WIB).

http://ekatheone.blogspot.com/2013/05/mendeskripsikan-pengertian-anti-korupsi.html diunduh pada tanggal 16 Maret 2014 (Pukul 01.05 WIB).

http://ode87.blogspot.com/2011/03/pengertian-semiotik.html diunduh pada tanggal 17 Maret 2014 (Pkl 20.00 WIB).

http://selalucintaindonesia.wordpress.com/2013/12/11/definisi-anti-korupsi/ html diunduh pada tanggal 17 Maret 2014 (Pukul 20.03 WIB).

http://farhad88.wordpress.com/2013/04/22/pengertian-anti-korupsi-dan-instrumen-anti-korupsi-di-indonesia/ html diunduh pada tanggal 18 Maret 2014 (Pukul 17.00 WIB).


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI WANITA JAWA DALAM IKLAN ROKOK DI TELEVISI Analisis Semiotik pada Iklan Rokok Djarum 76 Versi Jin Takut Istri

2 12 20

Makna Maskulinitas pada Tayangan Iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Maskulinitas pada Tayangan Iklan Djarum Super My Great Adventure Indonesia)

1 5 1

REPRESENTASI KUASA MASKULINITAS DALAM IKLAN ROKOK DJARUM SUPER Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super (Studi Semiotika Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super My Life My Advanture).

0 3 17

REPRESENTASI KUASA MASKULINITAS DALAM IKLAN ROKOK DJARUM SUPER Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super (Studi Semiotika Representasi Kuasa Maskulinitas Dalam Iklan Rokok Djarum Super My Life My Advanture).

4 14 16

Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok Djarum 76 Versi Korupsi Pungutan Liar Dan Sogokan Di Media Televisi.

0 0 3

Representasi Perempuan dan Korupsi dalam Film - Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Perempuan dan Korupsi dalam Film Pendek.

0 1 2

Wacana iklan televisi rokok Djarum 76 versi Pengin Eksis analisis tanda menurut Roland Barthes

1 20 102

REPRESENTASI BUDAYA KORUPSI ( Studi Semiotik Terhadap Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di Televisi ).

1 2 78

Studi Semiotika Iklan Djarum 76 Versi So

0 0 1

REPRESENTASI BUDAYA KORUPSI ( Studi Semiotik Terhadap Representasi Budaya Korupsi Dalam Iklan Rokok Djarum 76 Versi “Wani Piro” di Televisi )

0 0 14