BAB II TINJAUN KEPUSTAKAAN - Kajian Numerikal/Abaqus Damper Pelat Baja

  11 BAB II TINJAUN KEPUSTAKAAN

2.1 Material Baja

  Baja yang akan digunakan dalam struktur dalam diklasifikasikan menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat –sifat mekanik dari baja tersebut seperti tegangan leleh dan tegangan putusnya diatur dalam ASTM A6/A6M.

  a.

  Baja Karbon Baja karbon dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari presentase kandungan karbonnya, yaitu: baja karbon rendah ( C = 0,03 – 0,35% , baja karbon medium ( C = 0,35 – 0,50%), dan baja karbon tinggi ( C = 0,55 – 1,70%). Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon medium, misalnya baja BJ

  37. Kandungan karbon baja medium bervariasi dari 0,25 – 0,29% tergantung kertebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat dalam baja karbon adalah mangan ( 0,25 – 1,50%), silicon (0,25 – 0,30%), fosfor ( maksimal 0,04%) dan sulfur (0,05%). Baja karbon menunjukkan titik peralihan leleh yang jelas, seperti nampak dalam gambar 2.1 kurva a. Naiknya presentase karbon meningkatkan tegangan leleh namun menunrunkan daktilitas, salah satu dampaknya adalah membuat pekerjaan las menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh (fy) antara 210 – 250 Mpa.

  12 b.

  Yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi (high-strength

  low-allow steel/HSLA ) mempnyai tegangan leleh berkisar antara 290 – 550

  Mpa dengan tegangan putus (fu) antara 415 – 700 Mpa. Titik peralihan leleh dari baja ini Nampak dengan jelas ( gambar 2.1 kurva b). Penambahan sedikit bahan – bahan paduan seperti chromium, columbium, mangan, molybden, nikel, fosfor, vanadium atau zirkonum dapat memperbaiki sifat – sifat mekaniknya. Jika baja karmbon mendapatkan kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon, maka bahan- bahan paduan ini mampu memperaiki sidat mekanik baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih halus.

  c.

  Baja Paduan Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan dipanaskan untuk memperoleh tegangan leleh antara 550 – 760 Mpa. Titik peralihan leleh tidak tampak dengan jelas (gambar 2.1 c). Tegangan leleh dari baja paduan biasanya ditentukan sebagai tegangan yang terjadi saat timbul regangan permanen sebesar 0,2% atau dapat ditentukan pula sebagai tegangan pada saat regangan mencapai 0,5%. Baut yang biasa digunakan sebagai alat pengencang mempunyai tegangan putus minimum 415 Mpa hingga 700 Mpa. Baut mutu

  13

  tinggi mempunyai kandungan karbon maksimum 0,30%, dengan tegangan putus berkisar antara 733 hingga 838 Mpa.

  14

2.2 Sifat – Sifat Mekanik Baja

  Untuk dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli stuktur harus dapat memahami juga sifat – sifat mekanik dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat – sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat – sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan.

  Titik – titik penting dalam kurva tegangan – regangan antara lain adalah :

  p : batas proporsional

  • f

  e : batas elastis

  • f

  yu, f y

  : tegangan leleh atas dan bawah

  15

  • f

  u : tegangan putus

  • f
  • : regangan saat mulai terjadi efek strain – hardening (penguatan regangan)
  • : regangan saat tercapainya tegangan putus

  16 Titik penting ini membagi kurva tegangan – regangan menjadi beberapa daerah

  sebagai berikut: 1. , dalam daerah ini berlaku hokum Hooke,

  p

  Daerah liniear antara 0 dan f kemiringan dan bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young, E (= ).

  2. e , pada daerah ini jika beban dihilangkan maka Daerah liniear antara 0 dan f benda uji ini akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis.

3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2 -1,5%, pada bagian ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut.

  Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar – benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis.

  4. dan . untuk

  sh ԑ u

  Daerah penguatan regangan (srain - hardening) antara ԑ regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daeranh penguatan regangan (strain - hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan ini dinamakan modulus penguatan regangan (E )

  st

  17

2.3 Metode Analisis Struktur Terhadap Beban Gempa

  Metode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa terhadap struktur adalah sebagai berikut :

  2.3.1 Metode analisis static

  Analisis perancangan struktur bangunan terhadap pengaruh beban gempa secara statis, pada prinsipnya adalah menggantikan gaya-gaya horizontal yang bekerja pada struktur akibat pergerakan tanah dengan gaya-gaya statis yang ekivalen, dengan tujuan penyederhanaan dan kemudahan di dalam perhitungan. Metode ini disebut Metode Gaya Lateral Ekivalen (Equivalen Lateral Force Method). Pada metode ini diasumsikan bahwa gaya horizontal akibat gempa yang bekerja pada suatu elemen struktur, besarnya ditentukan berdasarkan hasil perkalian antara suatu konstanta berat atau massa dari elemen struktur tersebut.

  2.3.2 Metode analisis dinamis

  Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur.

  Analisis dinamis dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastic. Pada cara elastis dibedakan Analisis Ragam Waktu (Time History Modal Analysis), dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons (Response

  18 Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar

  yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana (Design Spectra). Sedangkan pada analisis dinamis inelastic digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (Direct Integration Method).

2.4 Kriteria Dasar Perencanaan

  Pada tahap awal dari perencanaan struktur bangunan, konfigurasi denah, material struktur dan bentuk struktur harus ditentukan terlebih dahulu. Pemilihan ini akan mempengaruhi tahap selanjutnya dari proses perancangan struktur. Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan antara lain :

2.4.1 Pembebanan

  Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta factor-faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur. Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan stuktur bangunan gedung adalah sebagai berikut :

1. Beban mati (Dead Load)

  Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur didirikan. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap posisinya selama struktur berdiri.

  19

  2. Beban hidup (Live Load)

  Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin dan peralatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung.

  3. Beban gempa (Earthquake Load)

  Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI-1726-1998), dinyatakan sebagai berikut :

  (2.1) Dimana :

  = Beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana) = kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertical yang direduksi

  = factor respons gempa, yang besarnya tergantung dari jenis tanah dasardan waktu getar struktur factor keutamaan struktur

  = factor reduksi Gempa

  Perhitungan berat bangunan ( )

  Karena besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh berat dari struktur bangunan maka perlu dihitung berat dari masing-masing lantai bangunan.

  Berat dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat sendiri material-material konstruksi dan elemen-elemen struktur, serta beban hidup

  20

  yang diakibatkan oleh hunian atau penggunaan bangunan. Karena kemungkinan terjadinya gempa bersamaan dengan beban hidup yang bekerja penuh pada bangunan adalah kecil, maka beban hidup yang bekerja dapat direduksi besarnya. Berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di Indonesia, untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa pada struktur bangunan gedung, beban hidup yang bekerja dapat dikalikan dengan factor reduksi sebesar 0.3.

  Faktor respons gempa (C)

  Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah –X (Tx) dan arah–Y (Ty), maka harga dari Faktor Respons Gempa (C ) dapat ditentukan dari Diagram spectrum respons gempa rencana.

  Faktor keutamaan struktur (I)

  Menurut SNI Gempa 2003, pengaruh gempa rencana harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan (I) menurut persamaan : (2.2)

  Dimana adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur rencana dari gedung. Sedangkan adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan umur rencana dari gedung tersebut.

  Besarnya beban gempa rencana yang direncanakan untuk berbagai kategori bangunan gedung, tergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan

  21

  struktur bangunan selama umur rencana yang diharapkan. Karena gedung perkantoran merupakan bangunan yang memiliki fungsi biasa, serta dengan asumsi probabilitas terjadinya gempa tersebut selama kurun waktu umur rencana gedung adalah 10%, maka berlaku

  Gedung-gedung dengan jumlah tingkat sampai 10, karena berbagai alasan dan tujuan pada umumnya mempunyai umur kurang dari 50 tahun, sehingga karena periode ulang gempa tersebut adalah kurang 500 tahun. Gedung-gedung dengan jumlah tingkat lebih dari 30, monument dan bangunan monumental, mempunyai masa layan yang panjang, bahkan harus dilestarikan untuk generasi yang akan datang, sehingga karena periode ualng gempa tersebut adalah lebih dari 500 tahun. Pada contoh ini, bangunan perkantoran direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dengan demikian .

  Faktor reduksi gempa (R)

  Jika adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang dapat diserap oleh struktur bangunan gedung yang bersifat elastic penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan, dan adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur bangunan gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut :

  (2.3) R disebut factor Reduksi Gempa yang besarnya dapat ditentukan menurut persamaan :

  22

  (2.4) Pada persamaan diatas, adalah faktor kuat lebih beton dan bahan yang terkandung di dalam struktur dan (mu) adalah faktor daktilitas struktur bangunan gedung. Faktor daktilitas struktur adalah perbandingan atau rasio antara simpangan maksimum dari struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisinya di ambang keruntuhan, dengan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan yang pertama pada elemen struktur. adalah Faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh system struktur yang bersangkutan.

2.5 Derajat Kebebasan (Degree Of Freedom, DOF)

  Apabila struktur dibebani secara dinamik maka massa struktur akan bergoyang baik ke kanan maupun k kiri. Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat indepedensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Apabila suatu titik yang ditinjau mengalami perpindahan tempat secara horizontal, vertikal dan ke samping misalnya, maka sistem tersebut mempunyai tiga derajat kebebasan. Hal ini terjadi karena titik yang bersangkutan dapat berpindah secara bebas dalam tiga arah.

  Namun demikian, sesuai dengan penyederhanaan yang dapat diambil pada persoalan-persoalan engineering, goyangan tersebut dapat dianggap hanya terjadi di dalam satu bidang saja (tanpa puntiran). Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian masalah menjadi sedikit berkurang baik secara kualitas maupun kuantitas. Penyelesaian yang dahulunya

  23

  kompleks menjadi lebih sederhana dan penyelesaian yang dahulunya sangat banyak menjadi berkurang banyak. Hal ini terjadi karena penyelesaian dinamik merupakan penyelesaian berulang-ulang dalam ratusan bahkan ribuan kali.

  Pada problem dinamik, setiap titik atau massa umumnya hanya diperhitungkan berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang terjadi dalam satu bidang (2-dimensi) maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi /ordinat tertentu baik bertanda positif maupun negative. Pada kondisi 2- dimensi tersebut simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu y (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal. Secara umum bangunan satu tingkat dianggap hanya mempunyai derajat kebebasan tunggal (single degree of freedom, SDOF) dan struktur yang mempunyai n- tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur yang mempunyai n-tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak (multi

  

degree of freedom, MDOF). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, jumlah derajat kebebasan

  adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu.

2.6 Redaman Struktur

  Redaman merupakan peristiwa pelepasan energy oleh struktur akibat :

  1. Gerakan antar molekul di dalam material

  2. Gesekan alat penyambung maupun sistim dukungan

  3. Gesekan dengan udara

  24

  4. Respon inelastic Untuk melindungi struktur bangunan dari gempa, dapat menggunakan alat-alat peredam gempa (damper), mulai dari bantalan karet (base isolation seismic bearing) hingga alat-alat berteknologi tinggi. Gempa yang terjadi di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, banyak korban jiwa akibat tertimbun runtuhan gedung-gedungnya. Salah satu pilihan yang kini banyak digunakan untuk melindungi struktur bangunan dari gempa, adalah dengan alat-alat peredam gempa (damper). Adapun alat peredam gempa tersebut adalah : 1.

  Bantalan karet tahan gempa (seismic bearing) 2. Lock Up Device (LUD) 3. Fluid Viscous Damper (FVD) 4. High Damping Device (HIDAM) 5. dan lainnya

  Penggunaan peralatan tahan gempa tersebut, pada prinsipnya berfungsi untuk menyerap energi gempa yang dipikul oleh elemen-elemen struktur. Sehingga, struktur bangunan menjadi lebih elastis dan terhindar dari kerusakan gempa yang parah.

  26 Gambar 2.4 Respon antara struktur dengan damper dan tanpa damper ketika diguncang

  gempa

1. Bantalan Karet

  Bantalan karet sering dikenal sebagai base isolation, Bantalan karet ini tergolong murah, dan bukan merupakan alat berteknlogi tinggi.

Gambar 2.5 Bantalan karet

  26 Dalam aplikasinya, bantalan karet tersebut dipasang pada setiap kolom, yaitu

  diantara pondasi dan bangunan. Bantalan karet alam ini, berfungsi untuk mengurangi getaran akibat gempa. Sedangkan lempengan baja, digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet, sehingga penurunan bangunan saat bertumpu di atas bantalan karet tidak terlalu besar. Oleh karena itu, apabila gaya yang sampai pada bangunan itu lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan itu akan rusak.

Gambar 2.6 Perletakan bantalan karet pada tiap kolom

2. LUD (Lock Up Devices)

  Selain bantalan karet, kini beberapa bangunan publik yang berlokasi di daerah rawan gempa, juga sudah mulai mengaplikasikan teknologi peredam gempa berteknologi tinggi dari mancanegara.

  27 Gambar 2.7 LUD Pada Jembatan Rigid

  Alat ini seperti dongkrak atau shockbreaker pada pertemuan antara tiang dan segmen jalan layang. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk meredam guncangan jika terjadi gempa.

  Prinsip kerja LUD sangat sangat sederhana, jika diibaratkan tiang dan badan jalan layang sebagai huruf T. Dimana garis melintang sebagai badan jalan. Gerak redam LUD pada saat terjadi gempa, akan berlangsung dari arah kiri ke kanan atau sebaliknya. Dengan penggunaan cairan khusus (gel silikon) yang menjadi bantalan pada LUD, guncangan ekstrem akibat gempa, pada saat tertentu mengakibatkan LUD terkunci, dan mengakibatkan seluruh badan jalan dan tiang akan bergerak serentak ke arah yang sama seperti huruf T, ke kanan dan ke kiri. Sistem ini, juga bisa meredam gerakan liar, akibat guncangan yang disebabkan oleh getaran lainnya. Kekuatan LUD dengan gaya horizontal, adalah 3.400 kN/unit.

  28 Gambar 2.8 Perletakan LUD tampak samping

3. FVD (Fluid Viscous Damper)

  Peralatan peredam gempa lain yang cukup terkenal dan banyak diaplikasikan pada struktur bangunan, adalah fluid viscous damper (FVD). Fungsi utama dari peralatan ini, adalah menyerap energi gempa dan mengurangi gaya gempa rencana yang dipikul elemen-elemen struktur..

Gambar 2.9 Pemasangan FVD pada struktur gedung

  29 Gambar 2.10 FVD Pada Perkuatan Struktur Gedung

  Jika pada struktur dipasang FVD, gaya redaman akan sama dengan nol pada saat defleksi maksimum, karena kecepatan stroke sama dengan nol dan kemudian berbalik arah. Saat kolom berbalik arah ke posisi semula, akan menyebabkan menjadikan kecepatan stroke menjadi maksimum atau gaya redamannya menjadi maksimum. Pada posisi kolom normal, tegangan kolom adalah minimum.

4. HiDAM (High Damping Device)

  Alat ini sama-sama menggunakan prinsip viskositas dalam menciptakan gaya redaman. Berdasarkan hasil penelitian terhadap alat peredam gempa HiDAM ini, rasio redaman struktur, mampu ditingkatkan oleh HiDAM pada kisaran 10 – 20 %. Angka ini, sangat signifikan dalam mengurangi respon struktur terhadap gempa dan kerusakan bangunan, serta telah memenuhi kriteria konvensional gempa.

  30 Gambar 2.11 HiDAM

2.7 Teori Metallic Yielding Damper Umum

  Sistem terbaru dalam disain struktur pemikul beban gempa pada saat ini difokuskan pada disipasi energi dengan menggunakan berbagai macam cara. Sistem pendisipasi energi ini terdiri dari tiga kategori yaitu base isolation system, active and semi-

  

active system dan passive system. Di antara sistem disipasi energi tersebut, sistem

  energi pasif cukup banyak digunakan. Sistem redaman pasif yang paling banyak diteliti dan diaplikasikan adalah metallic yielding damper karena memiliki beberapa keunggulan yaitu pembuatan dan proses pemasangan ke struktur yang mudah serta memiliki histeresis yang stabil. Metallic yielding damper berperan sebagai penambah kekakuan dan redaman pada struktur sehingga bisa meningkatkan seismic performance struktur. Dengan memasang metallic damper ke struktur bisa mencegah kerusakan pada komponen utama struktur karena sebagian besar energi gempa akan diserap oleh damper (peredam).

  31

2.8 Tinjauan Peredam Lelah Baja

2.8.1 Dasar Pemilihan Damper Bentuk X

  Untuk memahami perilaku sistem peredam leleh baja (yielding damper) dalam meyerap energi gempa melalui mekanisme pelelehan material akibat lentur, maka terlebih dahulu dijelaskan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.

   pelat baja berbentuk pelat meruncing (tapered) sebagai penyokong sistem pemipaan. Peredam ini dianggap terjepit pada bagian atas dan pada bagian bawah sebagai sendi. Dengan kondisi seperti ini diharapkan peredam ini akan melentur dengan kurvatur tunggal. Hasil tes menunjukkan peredam ini efektif mereduksi respons dinamik dari sistem. Selanjutnya percobaan pada shaking table pada jaringan pemipaan dengan peredam leleh baja berbentuk X pada struktur baja 3 tingkat akibat pembebanan sinusoidal dan berbagai percepatan gempa. Hasil tes menunjukkan tegangan pada pipa dengan tumpuan dari peredam leleh baja dapat direduksi. Namun, untuk mendapatkan hasil reduksi tegangan maksimal pada pipa, maka kekuatan dari peredam leleh baja harus direncanakan dengan seksama.

  Penelitian peredam leleh baja oleh Stiemer (1980,1981) adalah menggunakan

   baja berbentuk X dan V yang dipasang dengan bracing bentuk chevron yang mengalami pembebanan siklik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa spesimen tersebut mampu mempertahankan kurva histeresis yang stabil dan gemuk tanpa

  Penelitian lainnya dilakukan oleh Bergman dan Goel (1987) pada peredam leleh

  32

  terjadinya pinching dan slip. Namun, pada spesimen bentuk V memperlihatkan adanya pinching dan slip pada kurva histeresis khususnya pada percobaan kelelahan pada amplitudo besar karena adanya kerusakan pada bagian bawah sambungan. Pengaruh pinching dan slip menyebabkan kurang efektifnya kapasitas dissipasi energi. Percobaan lainnya dilakukan oleh Whittaker dkk.(1989, 1991) pada peredam

   leleh baja yang terdiri dari 4, 6 dan 7 spesimen berbentuk X dipasang sejajar. Percobaan dilakukan dengan beban siklik sinusoidal. Hasil tes menunjukkan bahwa perilaku peredam leleh baja ini dipengaruhi parameter kekakuan elastis, kekuatan leleh dan perpindahan lelehnya. Disamping itu tes menunjukkan bahwa spesimen mampu menahan beban siklik lebih dari 100 kali pada deformasi 3 kali perpindahan lelehnya tanpa menunjukkan penurunan kekakuan dan kekuatan. Percobaan juga menunjukkan pentingnya kondisi kedua ujung sambungan dari spesimen peredam terhadap keberhasilan kinerjanya dalam menyerap energi.

   dinamakan sebagai Honeycomb damper. Damper ini dibuat dari pelat baja serta dipasang dalam arah sumbu kuatnya dalam memikul gaya geser yang bekerja. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kurva histeresis cukup gemuk dan stabil serta memiliki kekakuan elastik yang cukup besar bila dibandingkan dengan damper bentuk X yang dibuat Whittaker dkk.

  Kobori (1992) melakukan penelitian damper bentuk gabungan X yang

  Penelitian lebih lanjut dilakukan Li Gang dan Li Hong Nan (2008) terhadap 5  bentuk geometri peredam leleh baja dengan fungsi ganda (DFMD), karena tidak hanya menyediakan redaman tetapi juga kekakuan. Berbeda dengan peredam bentuk X dan V yang umumnya memikul gaya geser gempa pada arah sumbu lemahnya, maka peredam leleh baja DFMD ini akan memikul gaya geser akibat gempa dalam arah sumbu kuatnya. Itu sebabnya sistem ini akan memiliki kekakuan yang lebih besar dari peredam pada umumnya. Dari hasil percobaan menunjukkan hanya dua bentuk dari lima jenis spesimen ini yang layak digunakan sebagai peredam leleh baja karena tiga spesimen lainya mengalami kegagalan seperti adanya pinching pada kurva histeresis, terjadinya retak sepanjang arah horizontal ditengahnya dan terjadinya tekuk pada awal pembebanan sehingga mereduksi kapasitas penyerapan energinya. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti dijelaskan di atas bahwa peredam leleh baja X akan efektif menyerap energi gempa bila kurva histeresis gemuk dan stabil serta mengalami pelelehan secara bersamaan. Untuk peredam leleh dengan kedua ujungnya disambung secara kaku sehingga akibat gaya geser akan melentur dengan kurvatur ganda dengan bidang momen berbentuk linier dengan maksimum pada kedua ujungnya dan bernilai nol ditengahnya. Sedangkan gaya geser akan konstan sepanjang tinggi peredam. Oleh sebab itu bentuk X banyak digunakan karena diagram kapasitas momen leleh penampang sama dengan bentuk momen yang terjadi yaitu sama-sama linier. Kekurangan sistem ini adalah kekakuannya lebih kecil sehingga untuk mendapatkan kekakuan yang besar jumlahnya dibuat lebih banyak. Untuk mengatasi kelemahan ini, maka peredam leleh baja dapat dipasang

  33

  33

  dengan pengaku (bracing) dalam arah sumbu kuatnya seperti pada honeycomb damper .

2.8.2 Propertis Mekanik Peredam Lelah Baja

  berperilaku nonlinear ketika dibebani dengan beban percepatan tanah. Perilaku nonlinear ini bisa dimodelkan dengan model trilinear.

Gambar 2.12 Model Trilinear Peredam Leleh Baja.

  Dimana ∆y adalah perpindahan leleh pertama kali, ∆p1 adalah perpindahan plastis 1 dan

  ∆p2 adalah perpindahan maksimum plastis 2. Gaya-gaya yang bersesuaian dengan perpindahan adalah Fy adalah gaya yang menyebabkan kelelehan pertama kali, Fh1 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p1 dan Fh2 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p2. Besaran mekanik lain dari peredam leleh baja adalah daktilitas µ yang didefinisikan sebagai rasio perpindahan maksimum terhadap peprindahan leleh atau ditulis dengan persamaan:

  (2.5)

  

Kekakuan eleastis peredam leleh baja didefinisikan sebagai rasio gaya leleh

terhadap perpindahan leleh

  (2.6) Kekakuan plastis 1 K p1 didefinisikan sebagai Rasio dari selisih F p1F y terhadap selisih p1

  • y. ∆ ∆

  (2.7) Kekakuan plastis 2 K p2 didefinisikan sebagai rasio dari selisih F p2 – F p2 terhadap selisih p2

  • p2. ∆ ∆

  (2.8)

2.8.3 Penentuan Dimensi Peredam Baja Tipe X

  Pada penentuan Dimensi peredam baja tipe X dilakukan berdasarkan perilaku peredam tersebut ketika menerima gaya. Peredam leleh baja dipasang ke struktur seperti pada Gambar 1.2. Berdasarkan gambar tersebut dapat diasumsikan bahwa peredam tersebut memiliki tumpuan jepit-jepit dengan salah satu ujung jepitnya bisa bergeser sehingga distribusi gaya yang terjadi adalah seperti pada Gambar 2.13

  

Plat X Bentuk Terdeformasi Distribusi Momen Gaya Lintang

Gambar 2.13 Distribusi gaya pada peredam baja tipe X

  Karena titik balik deformasi berada ditengah bentang, untuk menurunkan persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar peredam bisa dilakukan dengan meninjau setengah tinggi peredam (1/2 H) dengan mempertimbangkan efek geser dan lentur yang terjadi. Misalkan gaya yang bekerja pada damper adalah p, maka gaya leleh yang dibutuhkan untuk terjadinya kelelehan akibat tegangan geser pada damper adalah:

  (2.9) Dimana adalah lebar tengah, adalah ketebalan pelat dan adalah tegangan leleh. Dari teri mekanika bahan diketahui hubungan gaya geser leleh dengan tegangan utama (dalam hal ini tegangan utama berdnilai sama dengan nilai tegangan leleh) adalah :

  (2.10) Sehingga (2.11)

  Momen lentur terhadap titik balik (1/2H) adalah : (2.12)

  Subtitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.8) maka diperoleh : (2.13) dan (2.14)

  Sehingga diperoleh : (2.15)

2.9 Karakteristik Struktur Bangunan

  Di dalam persamaan difrensial melibatkan tiga properti utama pada suatu struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti pada struktur ini umumnya disebut sebagai dinamik karakteristik pada struktur. Pada problem statik properti-properti tersebut adalah sangat spesifik sehingga tidak semuanya digunakan. Dari ketiga properti tersebut kekakuan elemen / struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik yang lainnya yaitu massa dan redaman tidak dipakai.

2.9.1 Massa

  bangunan tersebut akan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya berpengaruh dengan jumlah massa tersebut sehingga akan menimbulkan kesulitan. Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada.

2.9.1.1 Model Diskretisasi Massa

  Model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada tempat- tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan /

  

degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik model yang hanya

  mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa bagian off-daigonal akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap massa.

  Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa ( rotation

  

degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada

rotation moment of inertia . Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap

  menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol.

  Pada bangunan gedung bertingkat banyak, konsentrasi beban akan terpusat pada tiap-tiap lantai tingkat bangunan. Dengan demikian untuk setiap tingkat hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja 2.9.1.2 Model Consistent Mass Matrix.

  Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontiniu.

  Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertical dan rotasi) diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan full-populated consistent matrix artinya suatu matri yang off- diagonal matriksnya tidak sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan. Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai.

  2.9.2 Kekakuan

  sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekue Eigenproblem. nsi sudut ω, dan periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur.

  Pada prinsip bangunan geser ( shear building ) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan.

  Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsif desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuatdibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsif shear building maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsif ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada.

  2.9.3 Redaman

  Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi ( energi dissipation) oeh struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan, pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi plastis. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal ini akan mengurangi respon struktur.

  Simpangan (drift) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap- tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Simpangan lateral dari suatu system struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari tiga pandangan yan berbeda, menurut Farzat Naeim (1989):

  1. Kestabilan struktur (structural stability)

  2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur

  3. Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.

2.10 Prinsip Damping Pada Struktur

  Damper mempunyai cara kerja mendissipasi energi yang masuk ke struktur dengan merubah energi tersebut menjadi sendi plastis atau pelelehan bahan damper, sehingga response simpangan struktur menjadi kecil. Peran damping dalam struktur antara lain :

  1. Menyebabkan getaran dapat berhenti

  2. Memperkecil response simpangan ( displacement )

  3. Mengurangi simpangan saat resonansi Damping dalam struktur disebut juga inherent damping, yaitu damping yang berasal dari gesekan antara struktur dengan bagian non struktur, gesekan udara dan tutup bukanya penampang beton yang retak, dan plastisitas bahan setelah struktur mengalami deformasi inelastic. Besarnya damping tersebut sekitar Bila suatu struktur tanpa damping, getaran struktur tidak akan berhenti, seperti yang ditunjukan gambar 2.1. Untuk getaran bebas tanpa damping (undamped free vibration) atau 0% damping, amplitudo getaran akan tetap dan berulang-ulang terus tanpa berhenti, sedangkan getaran dengan damping ( damped free vibration ) yang ditunjukan oleh kurva dengan damping 5%, dan 10%, amplitude getaran semakin mengecil terhadap waktu.

  Makin besar damping dari suatu sistim makin cepat amplitudo getaran berkurang dan makin cepat berhenti bergetar. Perbedaaan tersebut ditunjukan oleh kurva dengan damping 5% dan kurva dengan damping 10% pada gambar 2.6

Gambar 2.14 Pengaruh Damping terhadap Getaran

  Sumber: Daniel, Yurisman, Rahmi (2013)

2.11 Sistem Kontrol Struktur

  dilakukan dengan memberikan alat tambahan ke struktur, untuk membatasi energi atau mendissipasi energi gempa yang masuk ke bangunan. Alat-alat tersebut dikenal dengan . Dengan menambah alat-alat tersebut, energy gempa yang masuk ke

  Seismic Devices

  struktur dapat direduksi dan dikontrol sehingga gaya-gaya dan simpangan struktur menjadi kecil. Seismic devices pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

  1. Actived seismic device

  2. Passived seismic device Seismic devices adalah alat yang dipasang pada bangunan untuk membatasi energi atau mendisipasi energi gempa yang masuk ke bangunan seperti yang sudah dijelaskan tadi. Seismic devices bekerja dengan merubah kekakuan, damping dan menambah massa ke struktur. Pemakaian seismic devices tidak hanya terbatas pada struktur bangunan gedung saja, juga bisa digunakan juga pada jembatan, tangki penimbunan dan lainnya.

  2.11.1 Actived Seismic Devices

  Actived seismic devices bekerja dengan menerima masukan data getaran dari sensor yang dipasang pada sekeliling struktur. Melalui computer, data tersebut digunakan untuk mengatur gerakan sesuai dengan input gempa ke bangunan. Perangkat aktif memanfaatkan sumber daya eksternal untuk menyesuaikan respon dari perangkat untuk bereaksi terhadap perilaku struktur secara real time dan mencapai respon yang diinginkan secara keseluruhan.

  2.11.2 Passived Seismic Devices

  Tujuan utama dari respon struktural pada gerakan tanah adalah kemampuan untuk menghilangkan energi dalam jumlah besar selama periode waktu yang singkat. Sarana disipasi energi yang mengisolasi kerusakan, dengan menambahkan perangkat kontrol ke sistem struktur konvensional. umumnya reaksi seismic devices semakin besar bila respon struktur atau energi yang masuk semakin besar. Passived seismic devices sesuai fungsinya secara garis besar dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu bersifat isolasi (seismic isolator) dan yang bersifat dissipasi energi (damper).

  2.11.2.1 Seismic Isolator

  Seismic Isolator dipasang dibagian bawah bangunan, alat ini mereduksi energy yang masuk ke struktur dengan merubah getaran frekwensi tinggi menjadi frekwensi rendah, percepatan bangunan bagian atas menjadi kecil sehingga gaya inertia juga menjadi kecil. ada 2 jenis seismic isolator yang telah sering dipakai yaitu jenis rubber

  

bearing dan jenis friction pendulum. Rubber bearing memiliki kekakuan dan sifat

  damping yang rendah, untuk memperbesar damping dipasang batangan timah dibagian tengah. Isolator jenis friction pendulum bekerja dengan membentuk kekakuan dari gesekan antara piringan bawah dengan tumpuan bulatan di bagian atas yang diberi lapisan bahan Teflon.

  2.11.2.2 Damper

  Damper bekerja dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis atau pelelehan bahan damper. Bila gaya yang bekerja pada damper adalah gaya siklik atau gempa, hubungan gaya dan simpangan akan membentuk kurva yang disebut dengan hysteristic loop. Luas hysteristic loop merupakan energi yang didissipasi oleh damper tersebut.

2.12 Hysteristic Loop

  Hyterestic loop merupakan kurva hubungan gaya dengan simpangan pada sistim SDOF yang dibebani dengan beban siklik. dan luas dari loop merupakan besarnya energi yang dissipasi. Hysteristic loop akan berbentuk ellips, kalau kekakuan bukan linier vicous damping, loop tidak berbentuk ellips lagi. Besar gaya dalam sistim adalah gaya dari kekakuan struktur ditambah gaya damping, yaitu:

  (2.12) Dimana:

  = total gaya dalam struktur = k u = gaya dari kekakuan pegas = c ú = gaya dari damping

  Dari persamaaan undamped forced vibration, m ü + k u = Po c os (ωt) , bila kekakuan tidak konstant, tetapi sebagai fungsi dari simpangan u, k = k (u)

  Maka gaya dalam struktur adalah : (2.13)

  Persamaan getaran menjadi : m ü + k (u) . u = Po cos ( (2.14)

  ωt) Bila kita gambarkan hubungan gaya dengan displacement akan terbentuk loop, seperti pada getaran linier-vicous damping, tapi dengan bentuk yang berbeda, lihat

gambar 2.8. Tapi energi yang didissipasi tetap sama yaitu sebesar luas dari loop. Getaran dengan gaya gesekan yang konstan, seperti getaran dengan coulomb friction , gaya

  gesekan: F f = N µ fr

  (2.15) Dimana :

  = Gaya gesekan

  = Koefisien gesekan Dengan persamaan getaran menjadi : m ü + k u ± N µ fr = Po c os (ωt) (2.16)

  Hysteristic loop getaran akan berbentuk segi -4, lihat gambar 2.10. Energi yang didissipasi dalam 1 siklus pembebanan Po co s (ωt) sama dengan luas segi 4,

  Ed = N µ fr o (2.17)

  μ Bentuk hysteristic loop segi-4 ini, dinamai hyteristic loop bi-linier.

Gambar 2.15 Hysterestic – Loop kekakuan Bi-linier dan GesekanGambar 2.16 Hysterestic Loop Viscous Elastis Damper

2.13 Ekuivalent Viscous Damping

  struktur yang memakai hysterestic–yield damper dapat ditulis dengan : (2.18)

  Dimana : E = Energi gempa yang masuk ke struktur.

  qin E k = Energi kinetic dalam struktur.

  E s = Energi regangan dalam struktur. E d = Energi yang didissipasi oleh damping dari struktur. E = Energi yang didissipasi oleh hysterestic loop dari sifatinelastis

  hys bahan damper.

  Ruas kiri merupakan energi yang diperlukan ( demand Energi ) sedangkan bagian kanan adalah jumlah energi yang harus disediakan oleh struktur.

  E dan E merupakan energy yang bersifat tetap (konservatif), yang

  k s

  besarnya E k dan E s adalah konstan, Dissipasi energy hanya dilakukan oleh viscous damping E d dan hysteristic loop E hys dari sifat inelastis bahan . Energi yang didissipasi oleh hysteristic loop dari sifat inelastic bahan sulit diperhitungkan, untuk itu diupayakan penyederhanaan menghitung besarnya dissipasi energy hysteristis loop dengan pendekatan model yang bersifat linier. Pemodelan sifat inelastis menjadi model viscous damping dilakukan oleh Jacobean (1930,1960), kemudian dikembangkan oleh Housner (1956) dan jenning (1964), konsep equivalent viscous damping digunakan untuk menggantikan dissipasi energi berbagai bentuk hysteristic loop menjadi dissipasi energi linier viscous damping. Dengan konsep Equivalent Viscous Damping, bentuk hysterestic loop dirubah menjadi bentuk ellips dengan luas yang sama.

  (2.19) Dimana :

  = Luas Hysterestic loop (2.20)

  Dimana : = Jumlah damping rasio

  = Equivalent damping ratio dari dissipasi energy

  =

  inherent damping atau viscous damping dari struktur

2.14 Metode Dissipasi Energi Damper

  Damper yang biasa dipasang pada struktur, dapat dibedakan menurut cara dissipasi energinya :

  1. Viscous Damper

  2. Friction Damper

  3. Hysterestic-yield Damper

  4. Visco-elstic Damper

2.14.1 Friction Damper

  Jenis damper ini mendissipasi energi berdasarkan gesekan yang terjadi dalam damper. Sama seperti metallic yielding damper jenis ini juga biasanya dipasang diantara tingkatan lantai untuk mengurangi perbedaaan pergeseran lantai dan dipasang dengan bracing pada struktur. Untuk friction damper, besarnya energi yang antar pelat bergantung pada gaya tekan antar pelat, tidak bergantung pada pemodelannya berupa suatu gaya yang konstan bila gaya tekan antar pelat tetap.

  (2.21) Dimana : F d = Gaya damping dari damper N = gaya tekan antar pelat

  fr = koefisien friksi antar pelat

  μ Pemodelan Friction damper dalam bangunan derajat kebebasan 1 ( SDOF ) dengan input percepatan gempa , persamaan getarannya dapat ditulis : mü + cú + ku – |Fd|= -mü g

  (2.22) Dimana : m = massa bangunan c = konstanta damping bangunan k = kekakuan struktur

  |Fd| = gaya gesekan damper ( gaya tersebut mempunyai nilai absolute karena tetap berlawanan arah dengan arah getaran) ü = Percepatan massa ú = kecepatan massa ü g = percepatan gerakan tanah dasar.

  Karena gaya gesekan selama getaran tidak bergantung pada simpangan, maka bentuk hysterestic loop akan berbentuk rigid bilinier (empat persegi panjang) , lihat Gambar 2.8

Gambar 2.17 Friction Damper

2.14.2 Viscous Damper

  Viscous damper mendissipasi energi berdasarkan kecepatan gerak dari bagian damper, bentuk yang paling dasar adalah redaman cairan dalam dashpot yang digunakan pada peralatan mesin. Liquid Viscous Damper mendissipasi energi berdasarkan kecepatan gerak piston dan kekentalan cairan yang mengalir melalui lobang di piston, ada yang memakai silikon sebagai pengganti cairan. Dalam pemodelannya untuk analisa, bentuk umum dari gaya redaman atau damping dapat ditulis

  (2.23) Dimana :

  F = gaya damping

  d

  N = konstanta damping dari damper μfr = kecepatan

  Koefisie

  d

  n α mempengaruhi kelinieran dari damping, bila α = 1 gaya damping F menjadi linier, sedangkan bila α ≠ 1 gaya damping menjadi non-linier. Bila suatu sistim

  SDOF dipasang damper jenis ini, persamaan getaranny a untuk α = 1 adalah : mü + (c + c ) ú + ku = - mü (2.24)