Kajian Numerikal/Abaqus Damper Pelat Baja

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

JEKMAN SIMANJUNTAK

110424031

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh: JEKMAN SIMANJUNTAK

110 424 031 Pembimbing

Ir. Torang Sitorus, MT. NIP.19590707 198710 1 001

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Ir. Besman Surbakti, M.T. NIP. 19561224 198103 1 002 NIP. 19541012 198003 1 004

Mengesahkan

Koordinator PPSE Ketua

Departemen T. Sipil FT. USU Departemen T. Sipil FT. USU

Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19560326 198103 1 003 NIP. 19561224 198103 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Salah satu anti gempa sistem kontrol pasif yang paling sederhana dan murah adalah peredam leleh baja (steel yielding damper). Sistem ini akan mengabsorbsi energi gempa dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis atau pelelehan melalui mekanisme pelelehan materialnya.

Steel damper yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah damper pelat bentuk X. Kajian Numerikal Dengan Program Abaqus peredam leleh baja (yielding steel damper) sebanyak empat kajian (HSD 1, HSD 2, HSD 3, HSD 4) yang menjadi perwakilaan dari setiap kajian yang sudah dilakukan penulis. Semua kajian mempunyai ukuran yang sama hanya berbeda dalam parameter pada damper (Q, b, C, γ). Kajian dilakukan dengan program ABAQUS.

Steel damper yang dikaji akan menghasilkan data berupa kurva hysteresis. Hasil Numerikal berupa kurva hysteresis tersebut menunjukkan besar energi disipasi damper tersebut. Selanjutnya kurva hysteresis tersebut dianalisa dengan menggunakan pendekatan model tri-linier untuk mendapatkan karakteristik mekanik peredam seperti kekakuan elastis, kekakuan leleh dan kekakuan pasca leleh. Dari hasil kajian tersebut kita akan mendapatkan bentuk geometri ideal peredam (damper) dengan kemampuan menyerap energi gempa terbesar.

Secara umum semua spesimen menunjukkan kurva hysteresis yang gemuk dan stabil. Namun, dari keempat specimen tersebut dicatat bahwa spesimen yang kajian HSD 4 menunjukkan kurva hysteresis yang paling luas (Wu = 239.719 kNmm), kekakuan elastis yang paling besar (Ke = 51.94), serta rasio damping terbesar (ζ = 52.5%). Hasil ini menunjukkan bahwa steel damper kajian HSD 4 dapat diusulkan untuk di aplikasikan sebagai anti gempa jenis control pasif pada perencanaan bangunan tahan gempa.

Kata Kunci: Anti gempa, Peredam/damper, kurva hysteresis, Energi dissipasi.


(4)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR dan KURVA ... x

DAFTAR NOTASI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I.

PENDAHULUAN

... 1

1.1 Latar Belakang ... 6

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penulisan ... 6

1.5 Manfaat Penulisan ... 7

1.6 Metodologi Penulisan ... 7

1.7 Tinjauan Pusataka Singkat ... 8

1.8 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

... 10

2.1 Material Baja ... 11


(5)

2.4 Kriteria Dasar Perencanaan ... 17

2.4.1 Pembebanan ... 17

2.5 Derajat Kebebasan ... 21

2.6 Redaman Struktur ... 22

2.7 Teori Metallic Yielding Damper Umum ... 29

2.8 Tinjauan Peredam Leleh Baja ... 30

2.8.1 Dasar Pemilihan Damper Bentuk X ... 30

2.8.2 Propertis Mekanik Peredam Leleh Baja ... 33

2.8.3 Penentuan Dimensi Peredam Baja Tipe X ... 34

2.9 Karakteristik Struktur Bangunan ... 37

2.9.1 Massa ... 37

2.9.1.1 Model Diskretisasi Massa ... 37

2.9.1.2 Model Consisten Mass Matrix ... 38

2.9.2 Kekakuan ... 39

2.9.3 Redaman ... 39

2.9.4 Simpangan (Drift) Akibat Gaya Gempa ... 40

2.10 Prinsip Damping Pada Struktur ... 40

2.11 Prinsip Damping Pada Struktur ... 42


(6)

2.11.2.1 Seismic Isolator ... 43

2.11.2.2 Damper ... 43

2.12 Hysteristic Loop ... 43

2.13 Equivalent Viscous Damping ... 46

2.14 Metode Dissipasi Damper ... 47

2.14.1 Friction Damper ... 47

2.14.2 Viscous Damper ... 49

2.14.3 Visco – Elastic Damper ... 51

2.14.4 Metallic Yielding Damper ... 53

2.14.4.1 ADAS (Added Damoing and Stiffnes) ... 56

2.15 Aplikasi Yielding Damper Pada Bangunan ... 59

2.16 Lendutan ... 64

2.17 Penurunan Rumus Integrasi Ganda ... 65

BAB III. KAJIAN NUMERIKAL/ ABAQUS DAMPER PELAT

.... 70

3.1 Pendahuluan ... 70

3.2 Kerangka Penulisan ... 71

3.3 Program Abaqus ... 72


(7)

3.6 Disipasi Energi Damping ... 79

3.67 Metode Perhitungan Daerah ... 81

BAB IV. KAJIAN NUMERIK ABAQUS

... 83

4.1 Kajian Numerik/Abaqus Damper ... 83

4.1.1 Creating Part ... 83

4.1.2 Creating Part/ Menggambar Bagian Damper ... 83

4.1.3 Creating a Material ... 87

4.1.4 Meshing ... 90

4.1.5 Creating an analysis job ... 90

4.1.6 Checking the Model ... 91

4.1.7 Generating report of Field Outputs ... 92

4.1.8 Mendapatkan Kurva Hysteresis ... 94

4.1.9 Generating report of Field Outputs ... 95

4.2 Pemisahan Kurva ... 95

4.2.1 Hollow Steel Damper (HSD 1) ... 96

4.2.2 Hollow Steel Damper (HSD 2) ... 97

4.2.3 Hollow Steel Damper (HSD 3) ... 99

4.2.4 Hollow Steel Damper (HSD 4) ... 100


(8)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

... 113

5.1 KESIMPULAN

... 113

5.2 SARAN

... 114


(9)

Gambar 1.2 Pemasangan Damper Di Struktur ………..……….4

Gambar 1.3 Pengaruh Damping Terhadap Getaran ………..…….5

Gambar 2.1 Kurva hubungan Tegangan vs Pegangan …………...15

Gambar 2.3 Bagian Kurfa Tegangan Yang Diperbesar ………...15

Gambar 2.4 Respon antara struktur dengan damper dan tanpa damper ketika diguncang gempa………..24

Gambar 2.5 Bantalan Karet ………...………..………24

Gambar 2.6 Perletakan bantalan karet pada tiap kolom ………...………...25

Gambar 2.7 LUD pada jembatan rigid………...………..…26

Gambar 2.8 Perletakan LUD tampak samping ………...………..………...27

Gambar 2.9 Pemasangan PVD pada struktur gedung ………...………..…27

Gambar 2.10 PVD Pada Perkuatan Struktur Gedung………...………..…...28

Gambar 2.11 HiDAM………...………..…29

Gambar 2.12 Model Trinilear Peredam Leleh Baja ………...………..…..…33

Gambar 2.13 Distribusi Gaya Pada Peredam Baja Tipe x………..35

Gambar 2.14 Pengaruh Damping Terhadap Getaran….……….…41

Gambar 2.15 Hysterestic-loop Kekakuan Linear dan Gesekan ……….45

Gambar 2.16 Hysteric Loop Viscous Elastis Damper ………...………..…..45


(10)

Gambar 2.20 Visco Elastic Damper Pada Struktur..……….……..…52

Gambar 2.21 Hyteristic Loop Viscous – Elastis Damper ………..52

Gambar 2.22 Tipe dari Metallic Damper………...54

Gambar 2.23 Hyterestic Loop Yield Damper……….………57

Gambar 2.24 Metallic Dumper………...57

Gambar 2.25 Metallic Dumper Pada Struktur………..…….58

Gambar 2.26 Sambungan ADAS Pada Balok dan Brancing ………58

Gambar 2.27 Perilakuem ADAS Pada Saat Gempa ……….………...58

Gambar 2.28 Apartemen Taichung City …………. ……….…....60

Gambar 2.29 Retrof Building In Travel Taiwan ………...61

Gambar 2.30 Tempat perbelanjaan Jung -He-City……….61

Gambar 2.31 Pergoyangan Struktur Akibat Beban Lateral………63

Gambar 2.32 Lendutan Balok……….64

Gambar 2.33 Balok Yang Mengalami Lentur……….68

Gambar 3.1 Kerangka Penulisan ………...71

Gambar 3.2 Kerangka Menjalankan Program Abaqus ………...………..73

Gambar 3.3 Pemisaha Kurva...74

Gambar 3.4 Trilinier Model Dari Skeleton Part ………...74

Gambar 3.5 Kekakuan Efektif dan Disipasi Energi Dalam Satu Siklus…..……..80


(11)

Gambar 4.4 Lokasi Create Part………..…....85

Gambar 4.5 Elastic Pada Material………...86

Gambar 4.6 Ciclic Hardening Pada Edit Material ……….…87

Gambar 4.7 Boundary Condition………....88

Gambar 4.8 Load……….………....88

Gambar 4.9 Mesh………....89

Gambar 4.10 Part Pada Menu Bar……….…...90

Gambar 4.11 Running Data……….……….…….……...90

Gambar 4.12 CekData………...…………91

Gambar 4.13 Kontur Tegangan ……….………..91

Gambar 4.14 Detail Penggabungan Data ………...92

Gambar 4.15 Ploting Gaya ……….……...92

Gambar 4.16 Ploting Perpindahan ………...93

Gambar 4.17 Combain Data Gaya dan Perpindahan ………...93

Gambar 4.18 Ploting Data ke Microsoft XL ………....94

Gambar 4.19 Kurva Histeresis HSD 1 ….………....95

Gambar 4.20 Skeleton Part HSD 1 ..….………...95

Gambar 4.21 Bauschiger Part HSD 1…....………...96


(12)

Gambar 4.25 Kurva Histeresis HSD 3 ..………..…98

Gambar 4.26 Skeleton Part HSD 3..………....98

Gambar 4.27 Bauschiger Part HSD 3 ..……….……… ………….99

Gambar 4.28 Kurva Histeresis HSD 4..………...…99

Gambar 4.29 Skeleton Part HSD 4..………...…100

Gambar 4.30 Bauschiger Part HSD 4 ..……….…..…100

Gambar 4.31 Pendekatan Model Trilinear HSD 1 ..………..…102

Gambar 4.32 Pendekatan Model Trilinear HSD 2..……….………..…102

Gambar 4.33 Pendekatan Model Trilinear HSD 3..………...103

Gambar 4.34 Pendekatan Model Trilinear HSD 4..……….………..…103

Gambar 4.35 Kekakuan Efektif HSD 1..……….…………..105

Gambar 4.36 Kekakuan Efektif HSD 2 ..………..105

Gambar 4.37 Kekakuan Efektif HSD 3..……….…..…106

Gambar 4.38 Kekakuan Efektif HSD 4 ..………..…106


(13)

= Luas Penampang Cross Section Sejauh x

B = Lebar Penampang

dx dy

= Slope Kurva Pada Setiap Titik

= Sudut Rotasi E = Modulus elastisitas EI = Ketegaran Lentur Balok

f = Shape Factor L = Panjang Bentang G = Modulus Geser H = Tinggi Penampang

I = Momen Inersia Penampang Melintang

J = Momen Inersia Polar K = Kekauan

M = Momen Lentur N = Gaya Normal Tekan

M.dx = Luas Bidang Momen Sepanjang dx

Mxdx= Statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari elemen M. P = Gaya


(14)

T = Perubahan Suhu

V = Gaya Geser

W = Usaha

W = Momen Tahanan x = Jarak Sepanjang Balok

y = Jarak dari Sumbu Netral ke sembarang Titik α = Koefisien Muai Suhu

ε = Regangan τ = Tegangan Geser μ = Perbandingan Poisson γ = Regangan Geser σ = Tegangan Lentur Δ = Lendutan


(15)

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Luas Skeleton Part, Bausinger Part……102

Tabel 4.3 Hasil Pendekatan Model Trilinear………...….105

Tabel 4.4 Hubungan Rasio damping terhadap perpindahan………...109

Tabel 4.5 Kekakuan Efektif………..…….110

Tabel 4.6 Ekuivalen kumulatif Ratio Deformasi Plastis…………..…111

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Kajian Numerik / Abaqus………...111


(16)

Salah satu anti gempa sistem kontrol pasif yang paling sederhana dan murah adalah peredam leleh baja (steel yielding damper). Sistem ini akan mengabsorbsi energi gempa dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis atau pelelehan melalui mekanisme pelelehan materialnya.

Steel damper yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah damper pelat bentuk X. Kajian Numerikal Dengan Program Abaqus peredam leleh baja (yielding steel damper) sebanyak empat kajian (HSD 1, HSD 2, HSD 3, HSD 4) yang menjadi perwakilaan dari setiap kajian yang sudah dilakukan penulis. Semua kajian mempunyai ukuran yang sama hanya berbeda dalam parameter pada damper (Q, b, C, γ). Kajian dilakukan dengan program ABAQUS.

Steel damper yang dikaji akan menghasilkan data berupa kurva hysteresis. Hasil Numerikal berupa kurva hysteresis tersebut menunjukkan besar energi disipasi damper tersebut. Selanjutnya kurva hysteresis tersebut dianalisa dengan menggunakan pendekatan model tri-linier untuk mendapatkan karakteristik mekanik peredam seperti kekakuan elastis, kekakuan leleh dan kekakuan pasca leleh. Dari hasil kajian tersebut kita akan mendapatkan bentuk geometri ideal peredam (damper) dengan kemampuan menyerap energi gempa terbesar.

Secara umum semua spesimen menunjukkan kurva hysteresis yang gemuk dan stabil. Namun, dari keempat specimen tersebut dicatat bahwa spesimen yang kajian HSD 4 menunjukkan kurva hysteresis yang paling luas (Wu = 239.719 kNmm), kekakuan elastis yang paling besar (Ke = 51.94), serta rasio damping terbesar (ζ = 52.5%). Hasil ini menunjukkan bahwa steel damper kajian HSD 4 dapat diusulkan untuk di aplikasikan sebagai anti gempa jenis control pasif pada perencanaan bangunan tahan gempa.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena gempa bumi menjadi bagian penting dan menarik bagi perencana teknik sipil mengingat pengaruh dan bahaya yang ditimbulkannya. Gempa bumi (earthquake) adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan hentakan pada kerak bumi. Gerakan tiba – tiba pelepasan energi tegangan yang kemudian dipindahkanmelalui tanah dalam bentuk gelombang getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point). Sehingga perpindahan gelombang inilah pada suatu lokasi (site) bumi disebut sebagai gempa bumi (Agus 2002).

Indonesia adalah Negara yang terletak pada sejumpalah pertemuan lempengan tektonik yang besar dan aktif. Sehingga memposisikan Indonesia ke daerah yang rawan terhadap gempa bumi. Dari beberapa pengamatan mulai tahun 1833 sampai 2012, tercatat lebih kurang 22 kali gempa yang terjadi di seluruh Indonesia yang mengakibatkan kerugian material dan dan korban jiwa yang sangat besar. Dari semua riwayat gempa yang terjadi gempa yang paling mematikan adalah gempa Aceh. Gempa ini mengakibatkan tsunami rusaknya bangunan dan infrastruktur lainnya rusak dan korban jiwa dengan jumlah yang sangat besar.

Untuk mengantisifasi terjadinya gempa di masa yang akan dating, sangat penting untuk mengembangkan konsep desain struktur yang tahan gempa secara konprehensif.


(18)

Konsep yang disebut konfrehensif adalah memfokuskan pada perlindungan bangunan dari kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa dengan cara disipasi energi gempa. Energi gempa diredam (didisipasi) dengan cara memasang peredam pada struktur. Dengan menambah peredam, energi gempa yang masuk ke struktur dapat direduksi dan dikontrol sehingga gaya-gaya dan simpangan struktur menjadi kecil, dengan demikian bangunan dapat direncanakan dalam keadaan elastis untuk kejadian gempa besar dengan biaya yang cukup ekonomis.

Sistem control struktur dibedakan atas tiga golongan ( Song dan Dargus 1997) yaitu: (a) system kontrol pasif, (b) system kontrol aktif, dan (c) system isolasi dasar. Pada sistem kontrol aktif bekerja dengan menerima masukan data getaran dari sensor yang dipasang disekeliling struktur, melalui komputer data tersebut digunakan untuk mengatur gerakan aktuator sesuai dengan input gempa ke bangunan. Sistem kontrol ini sangat mahal sehingga kurang sesuai diterapkan pada negara berkembang. Pada sistem kontrol pasif bekerja atau bereaksi setelah energi gempa masuk ke struktur dan tidak membutuhkan energi luar sehingga biayanya lebih murah. Pada sistem ini perpindahan dapat dikontrol pada tingkat tertentu sesuai dengan besar gempa yang akan dikenakan pada struktur. Sedangkan pada sistem isolasi dasar sudah banyak digunakan dan sudah dikenal lama dan telah terbukti efektif untuk melindungi bangunan dari gempa.

Pada sistem kontrol pasif sesuai fungsinya, secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu yang bersifat isolasi dan yang bersifat dissipasi energi. Jenis yang pertama disebut seismic Isolator dan yang kedua disebut Damper.


(19)

Damper merupakan alat dissipasi energi yang menyerap energi gempa akibat pelelehan materialnya dengan fungsi memperkecil respon simpangan struktur dan menghentikan getaran. Peredam leleh baja (yielding steel damper) merupakan salah satu anti gempa jenis kontrol pasif yang bekerja melalui mekanisme pelelehan materialnya akibat kombinasi momen lentur dan gaya geser yang bekerja pada bidang sumbu kuatnya.

Pada sistem kontrol pasif yang menggunakan baja sebagai materialnya adalah dianggap ekonomis dibanding sistem kontrol aktif. Disamping itu dalam perhitungan atau untuk mendesain tentunya akan menjadi pengaruh dalam penggunaan baja ini. Namun Beberapa tahun terakhir ini, muncul program khusus yang sudah banyak digunakan oleh ahli struktur untuk mendesain bangunan tahan gempa yaitu Abaqus yang disebut simulasi numeric dengan menggunakan baja sebagai bahan materialnya. Sehingga sangatlah membantu dalam menghitung dan menentukan ukuran baja yang sesuai dengan besar gempa yang akan diredam dengan pelelehan materialnya.

Dengan simulasi numerikal dilakukan (running) beberapa kali dengan waktu yang lama (kurang lebih 4 jam) pada program abaqus. Parameter yang ditentukan adalah Q, b, λ dan C. Uji coba – coba numerik dilakukan beberapa kali dengan berbagai percobaan, misalnya Q, b, λ dan C bervariasi, dari hasil numerik akan dilakukan perbandingan dengan data eksperimen yang sudah ada sebelumnya sehingga dapat menyimpulkan apakah damper tersebut mampu untuk meredam gempa.

Mengingat hal tersebut di atas, maka penulis ingin melakukan pengkajian terhadap uji numerikal (dengan program abaqus). Data ini akan digunakan dalam merencanakan damper dalam anti gempa jenis sistem kontrol pasif dari bahan pelat baja (Steel


(20)

Damper) yang menyerap energi gempa akibat pelelehan materialnya karena mudah dibuat dan biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan sistem kontrol pasif lainnya.

Gambar 1.1 Damper Pelat Lentur

Gambar 1.2 Pemasangan Damper Di Struktur

Pemasangan damper di struktur bangunan berbeda dengan pemasangan isolator gempa, isolator gempa dipasang pada bidang yang memisahkan bagian bangunan yang akan dilindungi. Sedangkan damper dipasang pada posisi yang akan dikurangi


(21)

simpangannya. Damper biasanya dipasang diantara lantai tingkat untuk mengurangi perbedaaan pergeseran lantai (storey drift), umumnya dipasang bergabung dengan bracing.

Damping struktur bangunan pada umumnya hanya sebesar 1 % sampai 5% bergantung pada kekakuan bangunan yang direncanakan, makin besar kekakuan suatu struktur makin kecil damping. Bila suatu bangunan diberi tambahan alat dissipasi energi (damper) dengan damping sebesar 25% sampai 30%, akan mereduksi tegangan dan respon simpangan sekitar 50% sampai 75% dibandingkan dengan respon struktur dengan damping 5%, bila damper digabungkan dengan alat isolator, dapat mereduksi respon dapat sampai 95%.


(22)

1.2 Rumusan Masalah

Kajian numerikal, yaitu melakukan running data dengan abaqus. Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut didapat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik peredam leleh baja secara numerik?

2. Bagaimana model hysteresis peredam leleh baja?

3. Bagaimana hasil kekakuan efektif damper dari simulasi numerikal ?

1.3 Pembatasan Masalah

Batasaan – batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Damper yang akan dibahas adalah damper pelat lentur.

2. Peredam leleh dengan kedua ujung terkekang sempurna dan damper dianggap melentur dengan kurvatur ganda.

3. Temperatur tidak diperhitungkan.

4. Program yang digunakan adalah ABAQUS 6.12

1.4 Tujuan Penulisan


(23)

1. Mengembangkan suatu sistem peredam gempa yang tergolong ke dalam sistem kontrol pasif berupa peredam leleh baja (steel yielding damper) yang dapat menyerap energi gempa melalui mekanisme pelelehan materialnya.

2. Mendapatkan karakteristik peredam leleh baja seperti kekakuan elastis, kekakuan pasca leleh, gaya leleh dan besar redaman akibat pembebanan siklik secara numerikal.

3. Membandingkan hasil karakteristik peredam leleh baja secara numerikal.

4. Mengusulkan pendekatan model histeresis berdasarkan hasil numerikal agar dapat diterapkan pada software komersial yang ada.

1.5 Manfaat penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah :

1. Sebagai perbandingan mengenai penggunaan sintem kontrol struktur yang menggunakan baja sebagai bahan materialnya yang dikaji secara numerikal/dengan program ABAQUS.

2. Sebagai masukan bagi praktisi mengenai penggunaan sistem kontrol struktur mana yang lebih ekonomis untuk diterapkan di daerah berkembang.

3. Sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa apabila nantinya melakukan penulisan yang berkenaan dengan hasil penulisan ini.


(24)

1.6 Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data - data dan keterangan dari literatur dan keterangan dari literatur yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini, hasil numerikal (running data dengan program abaqus) serta masukan - masukan dari dosen pembimbing. Urutan penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mencari dasar pengetahuan dari gempa dan damper serta program abaqus

2. Menampilkan pemodelan damper dengan program ABAQUS serta menampilkan hasil numerikal

1.7 Tinjauan Pustaka Singkat

Sistem kontrol pasif tidak membutuhkan energi luar sehingga biayanya lebih murah. Pada sistem ini, perpindahan struktur dapat dikontrol pada tingkat tertentu sesuai dengan besar gempa yang akan dikenakan pada struktur. Aplikasi sistem ini di Amerika, Asia dan Negara Eropa juga menunjukkan tren yang positif tidak hanya pada bangunan lama (untuk perkuatan) maupun pada bangunan baru, Syman et al, Aniello et al (dalam Daniel dkk, 2013:2)

Penelitian peredam leleh baja dengan nama steel slit damper (SSD) dilakukan oleh Chan dan Albermani (2008). Slit damper ini dibuat dari profil WF dengan badannya di potong dalam beberapa irisan sehingga membentuk banyak pelat strip. Pelat strip diantara kedua ujung sayap profil WF membentuk seperti sistem rangka vierendeel. Pada deformasi relatif kecil, antara kedua sayap profil, pelat–pelat strip ini berperilaku seperti balok dengan kedua ujungnya terjepit parsial, sedangkan pada deformasi tertentu kedua ujung


(25)

pelat strip akan terbentuk sendi plastis. Disamping itu kekuatan leleh peredam ini dengan mudah diperediksi berdasarkan analisis mekanisme plastis.

Penelitian lebih lanjut dilakukan Li Gang dan Li Hong Nan (dalam Jatenra, 2014:7) terhadap 5 bentuk geometri peredam leleh baja dengan fungsi ganda (DFMD), karena tidak hanya menyediakan redaman tetapi juga kekakuan. Berbeda dengan peredam bentuk X dan V yang umumnya memikul gaya geser gempa pada arah sumbu lemahnya, maka peredam leleh baja DFMD ini akan memikul gaya geser akibat gempa dalam arah sumbu kuatnya. Itu sebabnya sistem ini akan memiliki kekakuan yang lebih besar dari peredam pada umumnya. Dari hasil percobaan menunjukkan hanya 2 bentuk dari 5 jenis spesimen ini yang layak digunakan sebagai peredam leleh baja karena 3 spesimen lainya mengalami kegagalan seperti adanya pinching pada kurva hysteresis, terjadinya retak sepanjang arah horizontal ditengahnya dan terjadinya tekuk pada awal pembebanan sehingga mereduksi kapasitas penyerapan energinya.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui garis besar tugas akhir ini, berikut uraian singkat isi dari tugas akhir ini :

BAB I : PENDAHULUAN terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan, pembatasan Masalah, Tujuan, Manfaat, Metodologi, Tinjauan Pustaka Singkat, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA berisi penjelasan umum yang berhubungan tentang bagaimana damper pada struktur dan equivalent vicous damping.


(26)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN, berisi penjelasan data-data pokok dan metode perhitungan yang akan digunakan dalam Analisa dan Pembahasan. BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN, berisi perhitungan hysterestic loop

dengan kurva hysteresis numerical


(27)

BAB II

TINJAUN KEPUSTAKAAN

2.1 Material Baja

Baja yang akan digunakan dalam struktur dalam diklasifikasikan menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat –sifat mekanik dari baja tersebut seperti tegangan leleh dan tegangan putusnya diatur dalam ASTM A6/A6M.

a. Baja Karbon

Baja karbon dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari presentase kandungan karbonnya, yaitu: baja karbon rendah ( C = 0,03 – 0,35% , baja karbon medium ( C = 0,35 – 0,50%), dan baja karbon tinggi ( C = 0,55 – 1,70%). Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon medium, misalnya baja BJ 37. Kandungan karbon baja medium bervariasi dari 0,25 – 0,29% tergantung kertebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat dalam baja karbon adalah mangan ( 0,25 – 1,50%), silicon (0,25 – 0,30%), fosfor ( maksimal 0,04%) dan sulfur (0,05%). Baja karbon menunjukkan titik peralihan leleh yang jelas, seperti nampak dalam gambar 2.1 kurva a. Naiknya presentase karbon meningkatkan tegangan leleh namun menunrunkan daktilitas, salah satu dampaknya adalah membuat pekerjaan las menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh (fy) antara 210 – 250 Mpa.


(28)

b. Baja Paduan Rendah Mutu Tinggi

Yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi (high-strength low-allow steel/HSLA) mempnyai tegangan leleh berkisar antara 290 – 550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara 415 – 700 Mpa. Titik peralihan leleh dari baja ini Nampak dengan jelas ( gambar 2.1 kurva b). Penambahan sedikit bahan – bahan paduan seperti chromium, columbium, mangan, molybden, nikel, fosfor, vanadium atau zirkonum dapat memperbaiki sifat – sifat mekaniknya.

Jika baja karmbon mendapatkan kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon, maka bahan- bahan paduan ini mampu memperaiki sidat mekanik baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih halus.

c. Baja Paduan

Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan dipanaskan untuk memperoleh tegangan leleh antara 550 – 760 Mpa. Titik peralihan leleh tidak tampak dengan jelas (gambar 2.1 c). Tegangan leleh dari baja paduan biasanya ditentukan sebagai tegangan yang terjadi saat timbul regangan permanen sebesar 0,2% atau dapat ditentukan pula sebagai tegangan pada saat regangan mencapai 0,5%. Baut yang biasa digunakan sebagai alat pengencang mempunyai tegangan putus minimum 415 Mpa hingga 700 Mpa. Baut mutu


(29)

tinggi mempunyai kandungan karbon maksimum 0,30%, dengan tegangan putus berkisar antara 733 hingga 838 Mpa.


(30)

2.2 Sifat – Sifat Mekanik Baja

Untuk dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli stuktur harus dapat memahami juga sifat – sifat mekanik dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk mendapatkan sifat – sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat – sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan.


(31)

Titik – titik penting dalam kurva tegangan – regangan antara lain adalah :

- fp : batas proporsional

- fe : batas elastis

- fyu,fy : tegangan leleh atas dan bawah

- fu : tegangan putus

- : regangan saat mulai terjadi efek strain – hardening (penguatan regangan)


(32)

Titik penting ini membagi kurva tegangan – regangan menjadi beberapa daerah sebagai berikut:

1. Daerah liniear antara 0 dan fp , dalam daerah ini berlaku hokum Hooke, kemiringan dan bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young, E (= ).

2. Daerah liniear antara 0 dan fe , pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji ini akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis.

3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2 -1,5%, pada bagian ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar – benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis.

4. Daerah penguatan regangan (srain - hardening) antara ԑsh dan ԑu. untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daeranh penguatan regangan (strain - hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan ini dinamakan modulus penguatan regangan (E )


(33)

2.3 Metode Analisis Struktur Terhadap Beban Gempa

Metode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa terhadap struktur adalah sebagai berikut :

2.3.1 Metode analisis static

Analisis perancangan struktur bangunan terhadap pengaruh beban gempa secara statis, pada prinsipnya adalah menggantikan gaya-gaya horizontal yang bekerja pada struktur akibat pergerakan tanah dengan gaya-gaya statis yang ekivalen, dengan tujuan penyederhanaan dan kemudahan di dalam perhitungan. Metode ini disebut Metode Gaya Lateral Ekivalen (Equivalen Lateral Force Method). Pada metode ini diasumsikan bahwa gaya horizontal akibat gempa yang bekerja pada suatu elemen struktur, besarnya ditentukan berdasarkan hasil perkalian antara suatu konstanta berat atau massa dari elemen struktur tersebut.

2.3.2 Metode analisis dinamis

Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika diperlukan evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur. Analisis dinamis dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastic. Pada cara elastis dibedakan Analisis Ragam Waktu (Time History Modal Analysis), dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons (Response


(34)

Spectrum Modal Analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana (Design Spectra). Sedangkan pada analisis dinamis inelastic digunakan untuk mendapatkan respons struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (Direct Integration Method).

2.4Kriteria Dasar Perencanaan

Pada tahap awal dari perencanaan struktur bangunan, konfigurasi denah, material struktur dan bentuk struktur harus ditentukan terlebih dahulu. Pemilihan ini akan mempengaruhi tahap selanjutnya dari proses perancangan struktur. Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan antara lain :

2.4.1 Pembebanan

Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta factor-faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur. Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan stuktur bangunan gedung adalah sebagai berikut :

1. Beban mati (Dead Load)

Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur didirikan. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap posisinya selama struktur berdiri.


(35)

2. Beban hidup (Live Load)

Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin dan peralatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung.

3. Beban gempa (Earthquake Load)

Besarnya beban gempa dasar nominal horizontal akibat gempa menurut Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI-1726-1998), dinyatakan sebagai berikut :

(2.1)

Dimana :

= Beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana)

= kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertical yang direduksi

= factor respons gempa, yang besarnya tergantung dari jenis tanah dasardan waktu getar struktur

factor keutamaan struktur = factor reduksi Gempa

Perhitungan berat bangunan ( )

Karena besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh berat dari struktur bangunan maka perlu dihitung berat dari masing-masing lantai bangunan. Berat dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat sendiri material-material konstruksi dan elemen-elemen struktur, serta beban hidup


(36)

yang diakibatkan oleh hunian atau penggunaan bangunan. Karena kemungkinan terjadinya gempa bersamaan dengan beban hidup yang bekerja penuh pada bangunan adalah kecil, maka beban hidup yang bekerja dapat direduksi besarnya. Berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di Indonesia, untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa pada struktur bangunan gedung, beban hidup yang bekerja dapat dikalikan dengan factor reduksi sebesar 0.3.

Faktor respons gempa (C)

Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah –X (Tx) dan arah–Y (Ty), maka harga dari Faktor Respons Gempa (C ) dapat ditentukan dari Diagram spectrum respons gempa rencana.

Faktor keutamaan struktur (I)

Menurut SNI Gempa 2003, pengaruh gempa rencana harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan (I) menurut persamaan :

(2.2)

Dimana adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur rencana dari gedung. Sedangkan adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan umur rencana dari gedung tersebut.


(37)

struktur bangunan selama umur rencana yang diharapkan. Karena gedung perkantoran merupakan bangunan yang memiliki fungsi biasa, serta dengan asumsi probabilitas terjadinya gempa tersebut selama kurun waktu umur rencana gedung adalah 10%, maka berlaku

Gedung-gedung dengan jumlah tingkat sampai 10, karena berbagai alasan dan tujuan pada umumnya mempunyai umur kurang dari 50 tahun, sehingga karena periode ulang gempa tersebut adalah kurang 500 tahun. Gedung-gedung dengan jumlah tingkat lebih dari 30, monument dan bangunan monumental, mempunyai masa layan yang panjang, bahkan harus dilestarikan untuk generasi yang akan datang, sehingga karena periode ualng gempa tersebut adalah lebih dari 500 tahun. Pada contoh ini, bangunan perkantoran direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dengan demikian .

Faktor reduksi gempa (R)

Jika adalah pembebanan maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana yang dapat diserap oleh struktur bangunan gedung yang bersifat elastic penuh dalam kondisi di ambang keruntuhan, dan adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur bangunan gedung, maka berlaku hubungan sebagai berikut :

(2.3)

R disebut factor Reduksi Gempa yang besarnya dapat ditentukan menurut persamaan :


(38)

(2.4)

Pada persamaan diatas, adalah faktor kuat lebih beton dan bahan yang terkandung di dalam struktur dan (mu) adalah faktor daktilitas struktur bangunan gedung. Faktor daktilitas struktur adalah perbandingan atau rasio antara simpangan maksimum dari struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisinya di ambang keruntuhan, dengan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan yang pertama pada elemen struktur. adalah Faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh system struktur yang bersangkutan.

2.5 Derajat Kebebasan (Degree Of Freedom, DOF)

Apabila struktur dibebani secara dinamik maka massa struktur akan bergoyang baik ke kanan maupun k kiri. Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat indepedensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap saat. Apabila suatu titik yang ditinjau mengalami perpindahan tempat secara horizontal, vertikal dan ke samping misalnya, maka sistem tersebut mempunyai tiga derajat kebebasan. Hal ini terjadi karena titik yang bersangkutan dapat berpindah secara bebas dalam tiga arah.

Namun demikian, sesuai dengan penyederhanaan yang dapat diambil pada persoalan-persoalan engineering, goyangan tersebut dapat dianggap hanya terjadi di dalam satu bidang saja (tanpa puntiran). Hal ini dimaksudkan agar penyelesaian masalah menjadi sedikit berkurang baik secara kualitas maupun kuantitas. Penyelesaian yang dahulunya


(39)

kompleks menjadi lebih sederhana dan penyelesaian yang dahulunya sangat banyak menjadi berkurang banyak. Hal ini terjadi karena penyelesaian dinamik merupakan penyelesaian berulang-ulang dalam ratusan bahkan ribuan kali.

Pada problem dinamik, setiap titik atau massa umumnya hanya diperhitungkan berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang terjadi dalam satu bidang (2-dimensi) maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi /ordinat tertentu baik bertanda positif maupun negative. Pada kondisi 2-dimensi tersebut simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu y (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal. Secara umum bangunan satu tingkat dianggap hanya mempunyai derajat kebebasan tunggal (single degree of freedom, SDOF) dan struktur yang mempunyai n-tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur yang mempunyai n-n-tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak (multi degree of freedom, MDOF). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, jumlah derajat kebebasan adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu.

2.6 Redaman Struktur

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energy oleh struktur akibat :

1. Gerakan antar molekul di dalam material

2. Gesekan alat penyambung maupun sistim dukungan 3. Gesekan dengan udara


(40)

4. Respon inelastic

Untuk melindungi struktur bangunan dari gempa, dapat menggunakan alat-alat peredam gempa (damper), mulai dari bantalan karet (base isolation seismic bearing) hingga alat-alat berteknologi tinggi. Gempa yang terjadi di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, banyak korban jiwa akibat tertimbun runtuhan gedung-gedungnya. Salah satu pilihan yang kini banyak digunakan untuk melindungi struktur bangunan dari gempa, adalah dengan alat-alat peredam gempa (damper). Adapun alat peredam gempa tersebut adalah :

1. Bantalan karet tahan gempa (seismic bearing)

2. Lock Up Device (LUD) 3. Fluid Viscous Damper (FVD) 4. High Damping Device (HIDAM) 5. dan lainnya

Penggunaan peralatan tahan gempa tersebut, pada prinsipnya berfungsi untuk menyerap energi gempa yang dipikul oleh elemen-elemen struktur. Sehingga, struktur bangunan menjadi lebih elastis dan terhindar dari kerusakan gempa yang parah.


(41)

Gambar 2.4 Respon antara struktur dengan damper dan tanpa damper ketika diguncang gempa

1. Bantalan Karet

Bantalan karet sering dikenal sebagai base isolation, Bantalan karet ini tergolong murah, dan bukan merupakan alat berteknlogi tinggi.


(42)

Dalam aplikasinya, bantalan karet tersebut dipasang pada setiap kolom, yaitu diantara pondasi dan bangunan. Bantalan karet alam ini, berfungsi untuk mengurangi getaran akibat gempa. Sedangkan lempengan baja, digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet, sehingga penurunan bangunan saat bertumpu di atas bantalan karet tidak terlalu besar. Oleh karena itu, apabila gaya yang sampai pada bangunan itu lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan itu akan rusak.

Gambar 2.6 Perletakan bantalan karet pada tiap kolom

2. LUD (Lock Up Devices)

Selain bantalan karet, kini beberapa bangunan publik yang berlokasi di daerah rawan gempa, juga sudah mulai mengaplikasikan teknologi peredam gempa berteknologi tinggi dari mancanegara.


(43)

Gambar 2.7 LUD Pada Jembatan Rigid

Alat ini seperti dongkrak atau shockbreaker pada pertemuan antara tiang dan segmen jalan layang. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk meredam guncangan jika terjadi gempa.

Prinsip kerja LUD sangat sangat sederhana, jika diibaratkan tiang dan badan jalan layang sebagai huruf T. Dimana garis melintang sebagai badan jalan. Gerak redam LUD pada saat terjadi gempa, akan berlangsung dari arah kiri ke kanan atau sebaliknya. Dengan penggunaan cairan khusus (gel silikon) yang menjadi bantalan pada LUD, guncangan ekstrem akibat gempa, pada saat tertentu mengakibatkan LUD terkunci, dan mengakibatkan seluruh badan jalan dan tiang akan bergerak serentak ke arah yang sama seperti huruf T, ke kanan dan ke kiri. Sistem ini, juga bisa meredam gerakan liar, akibat guncangan yang disebabkan oleh getaran lainnya. Kekuatan LUD dengan gaya horizontal, adalah 3.400 kN/unit.


(44)

Gambar 2.8 Perletakan LUD tampak samping

3. FVD (Fluid Viscous Damper)

Peralatan peredam gempa lain yang cukup terkenal dan banyak diaplikasikan pada struktur bangunan, adalah fluid viscous damper (FVD). Fungsi utama dari peralatan ini, adalah menyerap energi gempa dan mengurangi gaya gempa rencana yang dipikul elemen-elemen struktur..


(45)

Gambar 2.10 FVD Pada Perkuatan Struktur Gedung

Jika pada struktur dipasang FVD, gaya redaman akan sama dengan nol pada saat defleksi maksimum, karena kecepatan stroke sama dengan nol dan kemudian berbalik arah. Saat kolom berbalik arah ke posisi semula, akan menyebabkan menjadikan kecepatan stroke menjadi maksimum atau gaya redamannya menjadi maksimum. Pada posisi kolom normal, tegangan kolom adalah minimum.

4. HiDAM (High Damping Device)

Alat ini sama-sama menggunakan prinsip viskositas dalam menciptakan gaya redaman. Berdasarkan hasil penelitian terhadap alat peredam gempa HiDAM ini, rasio redaman struktur, mampu ditingkatkan oleh HiDAM pada kisaran 10 – 20 %. Angka ini, sangat signifikan dalam mengurangi respon struktur terhadap gempa dan kerusakan bangunan, serta telah memenuhi kriteria konvensional gempa.


(46)

Gambar 2.11 HiDAM

2.7 Teori Metallic Yielding Damper Umum

Sistem terbaru dalam disain struktur pemikul beban gempa pada saat ini difokuskan pada disipasi energi dengan menggunakan berbagai macam cara. Sistem pendisipasi energi ini terdiri dari tiga kategori yaitu base isolation system, active and semi-active system dan passive system. Di antara sistem disipasi energi tersebut, sistem energi pasif cukup banyak digunakan. Sistem redaman pasif yang paling banyak diteliti dan diaplikasikan adalah metallic yielding damper karena memiliki beberapa keunggulan yaitu pembuatan dan proses pemasangan ke struktur yang mudah serta memiliki histeresis yang stabil. Metallic yielding damper berperan sebagai penambah kekakuan dan redaman pada struktur sehingga bisa meningkatkan seismic performance struktur. Dengan memasang metallic damper ke struktur bisa mencegah kerusakan pada komponen utama struktur karena sebagian besar energi gempa akan diserap oleh damper (peredam).


(47)

2.8 Tinjauan Peredam Lelah Baja 2.8.1 Dasar Pemilihan Damper Bentuk X

Untuk memahami perilaku sistem peredam leleh baja (yielding damper) dalam meyerap energi gempa melalui mekanisme pelelehan material akibat lentur, maka terlebih dahulu dijelaskan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.

 Penelitian peredam leleh baja oleh Stiemer (1980,1981) adalah menggunakan pelat baja berbentuk pelat meruncing (tapered) sebagai penyokong sistem pemipaan. Peredam ini dianggap terjepit pada bagian atas dan pada bagian bawah sebagai sendi. Dengan kondisi seperti ini diharapkan peredam ini akan melentur dengan kurvatur tunggal. Hasil tes menunjukkan peredam ini efektif mereduksi respons dinamik dari sistem. Selanjutnya percobaan pada shaking table pada jaringan pemipaan dengan peredam leleh baja berbentuk X pada struktur baja 3 tingkat akibat pembebanan sinusoidal dan berbagai percepatan gempa. Hasil tes menunjukkan tegangan pada pipa dengan tumpuan dari peredam leleh baja dapat direduksi. Namun, untuk mendapatkan hasil reduksi tegangan maksimal pada pipa, maka kekuatan dari peredam leleh baja harus direncanakan dengan seksama.

 Penelitian lainnya dilakukan oleh Bergman dan Goel (1987) pada peredam leleh baja berbentuk X dan V yang dipasang dengan bracing bentuk chevron yang mengalami pembebanan siklik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa spesimen tersebut mampu mempertahankan kurva histeresis yang stabil dan gemuk tanpa


(48)

terjadinya pinching dan slip. Namun, pada spesimen bentuk V memperlihatkan adanya pinching dan slip pada kurva histeresis khususnya pada percobaan kelelahan pada amplitudo besar karena adanya kerusakan pada bagian bawah sambungan. Pengaruh pinching dan slip menyebabkan kurang efektifnya kapasitas dissipasi energi.

 Percobaan lainnya dilakukan oleh Whittaker dkk.(1989, 1991) pada peredam leleh baja yang terdiri dari 4, 6 dan 7 spesimen berbentuk X dipasang sejajar. Percobaan dilakukan dengan beban siklik sinusoidal. Hasil tes menunjukkan bahwa perilaku peredam leleh baja ini dipengaruhi parameter kekakuan elastis, kekuatan leleh dan perpindahan lelehnya. Disamping itu tes menunjukkan bahwa spesimen mampu menahan beban siklik lebih dari 100 kali pada deformasi 3 kali perpindahan lelehnya tanpa menunjukkan penurunan kekakuan dan kekuatan. Percobaan juga menunjukkan pentingnya kondisi kedua ujung sambungan dari spesimen peredam terhadap keberhasilan kinerjanya dalam menyerap energi.

 Kobori (1992) melakukan penelitian damper bentuk gabungan X yang dinamakan sebagai Honeycomb damper. Damper ini dibuat dari pelat baja serta dipasang dalam arah sumbu kuatnya dalam memikul gaya geser yang bekerja. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kurva histeresis cukup gemuk dan stabil serta memiliki kekakuan elastik yang cukup besar bila dibandingkan dengan damper bentuk X yang dibuat Whittaker dkk.


(49)

bentuk geometri peredam leleh baja dengan fungsi ganda (DFMD), karena tidak hanya menyediakan redaman tetapi juga kekakuan. Berbeda dengan peredam bentuk X dan V yang umumnya memikul gaya geser gempa pada arah sumbu lemahnya, maka peredam leleh baja DFMD ini akan memikul gaya geser akibat gempa dalam arah sumbu kuatnya. Itu sebabnya sistem ini akan memiliki kekakuan yang lebih besar dari peredam pada umumnya. Dari hasil percobaan menunjukkan hanya dua bentuk dari lima jenis spesimen ini yang layak digunakan sebagai peredam leleh baja karena tiga spesimen lainya mengalami kegagalan seperti adanya pinching pada kurva histeresis, terjadinya retak sepanjang arah horizontal ditengahnya dan terjadinya tekuk pada awal pembebanan sehingga mereduksi kapasitas penyerapan energinya.

Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti dijelaskan di atas bahwa peredam leleh baja X akan efektif menyerap energi gempa bila kurva histeresis gemuk dan stabil serta mengalami pelelehan secara bersamaan. Untuk peredam leleh dengan kedua ujungnya disambung secara kaku sehingga akibat gaya geser akan melentur dengan kurvatur ganda dengan bidang momen berbentuk linier dengan maksimum pada kedua ujungnya dan bernilai nol ditengahnya. Sedangkan gaya geser akan konstan sepanjang tinggi peredam. Oleh sebab itu bentuk X banyak digunakan karena diagram kapasitas momen leleh penampang sama dengan bentuk momen yang terjadi yaitu sama-sama linier. Kekurangan sistem ini adalah kekakuannya lebih kecil sehingga untuk mendapatkan kekakuan yang besar jumlahnya dibuat lebih banyak. Untuk mengatasi kelemahan ini, maka peredam leleh baja dapat dipasang


(50)

dengan pengaku (bracing) dalam arah sumbu kuatnya seperti pada honeycomb damper.


(51)

berperilaku nonlinear ketika dibebani dengan beban percepatan tanah. Perilaku nonlinear ini bisa dimodelkan dengan model trilinear.

Gambar 2.12 Model Trilinear Peredam Leleh Baja.

Dimana ∆y adalah perpindahan leleh pertama kali, ∆p1 adalah perpindahan plastis 1 dan ∆p2 adalah perpindahan maksimum plastis 2. Gaya-gaya yang bersesuaian dengan perpindahan adalah Fy adalah gaya yang menyebabkan kelelehan pertama kali, Fh1 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p1 dan Fh2 adalah gaya plastis yang berkoresponden dengan ∆p2. Besaran mekanik lain dari peredam leleh baja adalah daktilitas µ yang didefinisikan sebagai rasio perpindahan maksimum terhadap peprindahan leleh atau ditulis dengan persamaan:


(52)

(2.6)

Kekakuan plastis 1 Kp1 didefinisikan sebagai Rasio dari selisih Fp1Fy terhadap selisih ∆p1 - ∆y.

(2.7)

Kekakuan plastis 2 Kp2 didefinisikan sebagai rasio dari selisih Fp2 – Fp2 terhadap selisih ∆p2 - ∆p2.

(2.8)

2.8.3 Penentuan Dimensi Peredam Baja Tipe X

Pada penentuan Dimensi peredam baja tipe X dilakukan berdasarkan perilaku peredam tersebut ketika menerima gaya. Peredam leleh baja dipasang ke struktur seperti pada Gambar 1.2. Berdasarkan gambar tersebut dapat diasumsikan bahwa peredam tersebut memiliki tumpuan jepit-jepit dengan salah satu ujung jepitnya bisa bergeser sehingga distribusi gaya yang terjadi adalah seperti pada Gambar 2.13


(53)

Plat X Bentuk Terdeformasi Distribusi Momen Gaya Lintang

Gambar 2.13 Distribusi gaya pada peredam baja tipe X

Karena titik balik deformasi berada ditengah bentang, untuk menurunkan persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar peredam bisa dilakukan dengan meninjau setengah tinggi peredam (1/2 H) dengan mempertimbangkan efek geser dan lentur yang terjadi. Misalkan gaya yang bekerja pada damper adalah p, maka gaya leleh yang dibutuhkan untuk terjadinya kelelehan akibat tegangan geser pada damper adalah:

(2.9)

Dimana adalah lebar tengah, adalah ketebalan pelat dan adalah tegangan leleh. Dari teri mekanika bahan diketahui hubungan gaya geser leleh dengan tegangan utama (dalam hal ini tegangan utama berdnilai sama dengan nilai tegangan leleh) adalah :


(54)

(2.11)

Momen lentur terhadap titik balik (1/2H) adalah :

(2.12)

Subtitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.8) maka diperoleh :

(2.13)

dan

(2.14)

Sehingga diperoleh :

(2.15)

2.9 Karakteristik Struktur Bangunan

Di dalam persamaan difrensial melibatkan tiga properti utama pada suatu struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti pada struktur ini umumnya disebut sebagai dinamik karakteristik pada struktur. Pada problem statik properti-properti tersebut adalah sangat spesifik sehingga tidak semuanya digunakan. Dari ketiga properti tersebut kekakuan elemen / struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik


(55)

bangunan tersebut akan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya berpengaruh dengan jumlah massa tersebut sehingga akan menimbulkan kesulitan. Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada.

2.9.1.1 Model Diskretisasi Massa

Model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat-tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan /

degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik model yang hanya mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa bagian off-daigonal

akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap massa. Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa ( rotation degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada

rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol.


(56)

hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja

2.9.1.2 Model Consistent Mass Matrix.

Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontiniu.

Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertical dan rotasi) diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan full-populated consistent matrix artinya suatu matri yang off- diagonal matriksnya tidak sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan. Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai.


(57)

sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau

Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut ω, dan periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur.

Pada prinsip bangunan geser ( shear building ) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsif desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuatdibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsif shear building maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsif ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada.

2.9.3 Redaman

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi ( energi dissipation) oeh struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan, pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic


(58)

Simpangan (drift) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap- tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Simpangan lateral dari suatu system struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari tiga pandangan yan berbeda, menurut Farzat Naeim (1989):

1. Kestabilan struktur (structural stability)

2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur

3. Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.

2.10 Prinsip Damping Pada Struktur

Damper mempunyai cara kerja mendissipasi energi yang masuk ke struktur dengan merubah energi tersebut menjadi sendi plastis atau pelelehan bahan damper, sehingga response simpangan struktur menjadi kecil. Peran damping dalam struktur antara lain :

1. Menyebabkan getaran dapat berhenti

2. Memperkecil response simpangan ( displacement ) 3. Mengurangi simpangan saat resonansi

Damping dalam struktur disebut juga inherent damping, yaitu damping yang berasal dari gesekan antara struktur dengan bagian non struktur, gesekan udara dan tutup bukanya penampang beton yang retak, dan plastisitas bahan setelah


(59)

Bila suatu struktur tanpa damping, getaran struktur tidak akan berhenti, seperti yang ditunjukan gambar 2.1. Untuk getaran bebas tanpa damping (undamped free vibration) atau 0% damping, amplitudo getaran akan tetap dan berulang-ulang terus tanpa berhenti, sedangkan getaran dengan damping ( damped free vibration ) yang ditunjukan oleh kurva dengan damping 5%, dan 10%, amplitude getaran semakin mengecil terhadap waktu.

Makin besar damping dari suatu sistim makin cepat amplitudo getaran berkurang dan makin cepat berhenti bergetar. Perbedaaan tersebut ditunjukan oleh kurva dengan damping 5% dan kurva dengan damping 10% pada gambar 2.6

Gambar 2.14 Pengaruh Damping terhadap Getaran Sumber: Daniel, Yurisman, Rahmi (2013)


(60)

(61)

dilakukan dengan memberikan alat tambahan ke struktur, untuk membatasi energi atau mendissipasi energi gempa yang masuk ke bangunan. Alat-alat tersebut dikenal dengan

Seismic Devices. Dengan menambah alat-alat tersebut, energy gempa yang masuk ke struktur dapat direduksi dan dikontrol sehingga gaya-gaya dan simpangan struktur menjadi kecil. Seismic devices pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Actived seismic device 2. Passived seismic device

Seismic devices adalah alat yang dipasang pada bangunan untuk membatasi energi atau mendisipasi energi gempa yang masuk ke bangunan seperti yang sudah dijelaskan tadi. Seismic devices bekerja dengan merubah kekakuan, damping dan menambah massa ke struktur. Pemakaian seismic devices tidak hanya terbatas pada struktur bangunan gedung saja, juga bisa digunakan juga pada jembatan, tangki penimbunan dan lainnya.

2.11.1 Actived Seismic Devices

Actived seismic devices bekerja dengan menerima masukan data getaran dari sensor yang dipasang pada sekeliling struktur. Melalui computer, data tersebut digunakan untuk mengatur gerakan sesuai dengan input gempa ke bangunan. Perangkat aktif memanfaatkan sumber daya eksternal untuk menyesuaikan respon dari perangkat untuk bereaksi terhadap perilaku struktur secara real time dan mencapai respon yang diinginkan secara keseluruhan.

2.11.2 Passived Seismic Devices


(62)

umumnya reaksi seismic devices semakin besar bila respon struktur atau energi yang masuk semakin besar. Passived seismic devices sesuai fungsinya secara garis besar dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu bersifat isolasi (seismic isolator) dan yang bersifat dissipasi energi (damper).

2.11.2.1 Seismic Isolator

Seismic Isolator dipasang dibagian bawah bangunan, alat ini mereduksi energy yang masuk ke struktur dengan merubah getaran frekwensi tinggi menjadi frekwensi rendah, percepatan bangunan bagian atas menjadi kecil sehingga gaya inertia juga menjadi kecil. ada 2 jenis seismic isolator yang telah sering dipakai yaitu jenis rubber bearing dan jenis friction pendulum. Rubber bearing memiliki kekakuan dan sifat damping yang rendah, untuk memperbesar damping dipasang batangan timah dibagian tengah. Isolator jenis friction pendulum bekerja dengan membentuk kekakuan dari gesekan antara piringan bawah dengan tumpuan bulatan di bagian atas yang diberi lapisan bahan Teflon.

2.11.2.2 Damper

Damper bekerja dengan mendissipasi energi melalui pembentukan sendi plastis atau pelelehan bahan damper. Bila gaya yang bekerja pada damper adalah gaya siklik atau gempa, hubungan gaya dan simpangan akan membentuk kurva yang disebut dengan hysteristic loop. Luas hysteristic loop merupakan energi yang didissipasi oleh damper tersebut.


(63)

bukan linier vicous damping, loop tidak berbentuk ellips lagi. Besar gaya dalam sistim adalah gaya dari kekakuan struktur ditambah gaya damping, yaitu:

(2.12) Dimana:

= total gaya dalam struktur = k u = gaya dari kekakuan pegas = c ú = gaya dari damping

Dari persamaaan undamped forced vibration, m ü + k u = Po cos (ωt) ,

bila kekakuan tidak konstant, tetapi sebagai fungsi dari simpangan u, k = k (u)

Maka gaya dalam struktur adalah :

(2.13) Persamaan getaran menjadi :

m ü + k (u) . u = Po cos (ωt) (2.14)

Bila kita gambarkan hubungan gaya dengan displacement akan terbentuk loop, seperti pada getaran linier-vicous damping, tapi dengan bentuk yang berbeda, lihat gambar 2.8. Tapi energi yang didissipasi tetap sama yaitu sebesar luas dari loop. Getaran dengan gaya gesekan yang konstan, seperti getaran dengan coulomb friction , gaya gesekan:


(64)

Dengan persamaan getaran menjadi :

m ü + k u ± N µ fr = Po cos (ωt) (2.16)

Hysteristic loop getaran akan berbentuk segi -4, lihat gambar 2.10. Energi

yang didissipasi dalam 1 siklus pembebanan Po cos (ωt) sama dengan luas segi 4,

Ed = N µ fr μo (2.17)

Bentuk hysteristic loop segi-4 ini, dinamai hyteristic loop bi-linier.


(65)

struktur yang memakai hysterestic–yield damper dapat ditulis dengan :

(2.18)

Dimana :

Eqin = Energi gempa yang masuk ke struktur.

Ek = Energi kinetic dalam struktur.

Es = Energi regangan dalam struktur.

Ed = Energi yang didissipasi oleh damping dari struktur.

Ehys = Energi yang didissipasi oleh hysterestic loop dari sifatinelastis

bahan damper.

Ruas kiri merupakan energi yang diperlukan ( demand Energi ) sedangkan bagian kanan adalah jumlah energi yang harus disediakan oleh struktur.

Ek dan Es merupakan energy yang bersifat tetap (konservatif), yang

besarnya Ek dan Es adalah konstan, Dissipasi energy hanya dilakukan oleh viscous

damping Ed dan hysteristic loop Ehys dari sifat inelastis bahan . Energi yang

didissipasi oleh hysteristic loop dari sifat inelastic bahan sulit diperhitungkan, untuk itu diupayakan penyederhanaan menghitung besarnya dissipasi energy hysteristis loop dengan pendekatan model yang bersifat linier. Pemodelan sifat inelastis menjadi model viscous damping dilakukan oleh Jacobean (1930,1960), kemudian dikembangkan oleh Housner (1956) dan jenning (1964), konsep equivalent viscous damping digunakan untuk menggantikan dissipasi energi berbagai bentuk hysteristic loop menjadi dissipasi energi linier viscous damping. Dengan konsep Equivalent Viscous Damping, bentuk


(66)

(2.19)

Dimana :

= Luas Hysterestic loop

(2.20)

Dimana :

= Jumlah damping rasio

= Equivalent damping ratio dari dissipasi energy

= inherent damping atau viscous damping dari struktur

2.14 Metode Dissipasi Energi Damper

Damper yang biasa dipasang pada struktur, dapat dibedakan menurut cara dissipasi energinya :

1. Viscous Damper 2. Friction Damper

3. Hysterestic-yield Damper 4. Visco-elstic Damper

2.14.1 Friction Damper


(67)

pemodelannya berupa suatu gaya yang konstan bila gaya tekan antar pelat tetap.

(2.21) Dimana :

Fd = Gaya damping dari damper

N = gaya tekan antar pelat μfr = koefisien friksi antar pelat

Pemodelan Friction damper dalam bangunan derajat kebebasan 1 ( SDOF ) dengan input percepatan gempa , persamaan getarannya dapat ditulis :

mü + cú + ku – |Fd|= -müg (2.22)

Dimana :

m = massa bangunan

c = konstanta damping bangunan k = kekakuan struktur

|Fd| = gaya gesekan damper ( gaya tersebut mempunyai nilai absolute karena

tetap berlawanan arah dengan arah getaran) ü = Percepatan massa

ú = kecepatan massa

üg = percepatan gerakan tanah dasar.

Karena gaya gesekan selama getaran tidak bergantung pada simpangan, maka bentuk hysterestic loop akan berbentuk rigid bilinier (empat persegi panjang) , lihat Gambar 2.8


(68)

Gambar 2.17 Friction Damper

2.14.2 Viscous Damper

Viscous damper mendissipasi energi berdasarkan kecepatan gerak dari bagian damper, bentuk yang paling dasar adalah redaman cairan dalam dashpot yang digunakan pada peralatan mesin. Liquid Viscous Damper mendissipasi energi berdasarkan kecepatan gerak piston dan kekentalan cairan yang mengalir melalui lobang di piston, ada yang memakai silikon sebagai pengganti cairan. Dalam pemodelannya untuk analisa, bentuk umum dari gaya redaman atau damping dapat ditulis

(2.23) Dimana :

Fd = gaya damping

N = konstanta damping dari damper μfr = kecepatan


(69)

c = konstanta damping struktur cu = konstanta damping dari damper

k = kekakuan

u = simpangan massa

üg = percepatan gerakan tanah dasar.

Damping alat ini bekerja untuk semua simpangan baik sewaktu simpangan getaran kecil maupun besar, gaya damping paling besar terjadi pada saat simpangan sama dengan nol. hysteristic loop untuk linier vicous damping yang dibawah beban harmonis ( α =1) akan berbentuk ellips.

Gambar 2.18 Hysterestic loop linier viscous damper.


(70)

gerakandan juga memiliki sifat kekakuan. Bentuk yang paling banyak dijumpai adalah dua lapisan polymer yang dilekatkan pada tiga lapisan pelat baja, ada juga yang menggunakan bahan bitumen dan karet. Gaya damper dapat ditulis dengan persamaan :

Fd = Kd u + cd ú (2.25)

Persamaan getaran untuk bangunan SDOF yang dipasang damper jenis ini adalah : mü + (c +cd) ú + (k + Kd) u = -müg (2.26)

Dimana :

k = Kekakuan struktur Kd = Kekakuan damper

u = Simpangan / pergeseran damper cd = persen damping damper

c = Persen damping struktur ú = Kecepatan


(71)

Gambar 2.20 Visco-Elastic Damper pada struktur


(72)

mempertahankan beban siklik, dimana perilaku tersebut menghasilkan kurva histeresis yang stabil. Kurva tersebut menunjukkan kemampuan perangkat tersebut untuk meredam energi yang masuk kedalam struktur. Pelelehan bahan yield damper dapat berupa pelelehan oleh momen lentur, pelelehan oleh momen puntir, ataupun berupa tekuk dari batangan baja. Damper ini biasanya dipasang diantara tingkatan lantai untuk mengurangi perbedaaan pergeseran lantai ( storey drift), umumnya dipasang bergabung dengan bracing. Hysterestic-yielding damper, memiliki karateristik yang berbeda dengan jenis damper sebelumnya. Damper jenis ini mendissipasi energi dengan membentuk hysteristic loop dari perubahan kekakuan damper, yaitu dari keadaan elastic menjadi plastis (yielding). Pelelehan damper ada yang berupa pelelehan lentur , geser atau secara axial (tekuk). Bahan yang sering digunakan adalah baja lunak dan timah.

Peredam baja adalah salah satu mekanisme yang paling populer dan banyak peredam baja dengan skema yang berbeda telah diusulkan dan diaplikasikan. Gambar. 1 menunjukkan pilihan yang paling popular untuk saat ini.


(73)

Gambar 2.22 Tipe dari metallic dampers: (a) ADAS; (b) TADAS; (c) honeycomb damper; (d)

slit damper; (e) shear panel damper; (f) bucklingrestrained brace.

Sumber: Amadeo Benavent-Climent (2009)

Seperti yang kita kenal bentuk jam pasir ini disebut peredam ADAS dan variasi lainnya yang berbentuk segitiga disebut peredam TADAS, peredam ini digunakan untuk pelat logam dengan deformasi lentur seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13 (a) dan (b) . Pada peredam honeycomb atau celah peredam, masing- masing ditunjukkan pada Gambar 2.13 (c) dan (d). Sebuah pelat baja dengan sejumlah bukaan dikenakan di perangkat deformasi geser maka energi akan hilang melalui lentur/geser dari pelat bukaan baja tersebut. Perangkat lain memanfaatkan disipasi energi melalui deformasi geser plastis panel logam dilas untuk penutupan rangka baja yang memberikan dukungan sepanjang batas seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13 (e). Selain itu peredam logam yang juga banyak digunakan adalah baja yang

sering disebut Buckling Brace Restrained ( BRB ). BRB dipasang diagonal dalam kerangka struktural sebagai penahan konvensional atau penjepit – jenis peredam seismik, seperti ditunjukkan pada gambar 2.14 (f).

Dalam pembahasan ini peredam yang akan dibahas adalah hysteretic damper. Contoh

hysteretic damper seperti di jelaskan sebelumnya adalah: pelat baja ditambahkan redaman dan kekakuan perangkat disebut sebagai ADAS damper , variasi berbentuk segitiga perangkat ADAS ini disebut TADAS damper, dan panel geser. Untuk meningkatkan disipasi


(74)

cukup daktail, hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan sendi plastis yang cukup daktail pada lokasi-lokasi tertentu, lokasi pembentukan sendi- sendi plastis biasanya dipilih pada tumpuan balok, bila pembentukan sendi plastis terjadi di kolom maka akan terjadi soft-story dengan daktilitas struktur yag kecil , perencanaan yang demikian dikenal dengan perencanaan kolom kuat dan balok lemah. Pembentukan sendi plastis pada struktur akan menimbulkan kerusakan- kerusakan, bila kerusakan masih dalam batas tertentu masih dapat diperbaiki, tapi teknik perbaikan biasanya cukup sulit, memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar.

Dengan memilih pembentukan sendi plastis pada bagian struktur yang mudah diganti atau memakai struktur tambahan yang direncanakan untuk terjadi kerusakan bila terjadi gempa besar, maka pada struktur utama tidak akan terjadi

kerusakan. Konsep perencanaan yang demikian disebut dengan konsep structural fuse. Untuk struktur yang dipasang metallic damper, damper direncanakan sebagi sumbu dari struktur, bila terjadi gempa besar damper akan rusak dengan deformasi plastis yang besar, struktur utama tetap elastis, walaupun keadaan struktur pasca gempa besar akan terjadi off-center atau sideway yang tetap karena deformasi plastis terjadi pada damper, dengan melepaskan damper yang rusak sewaktu penggantian damper baru, bangunan akan kembali kekeadaan awal.


(75)

pelat baja yang didesain untuk dipasang pada rangka bangunan. Passived seismic devices

bekerja setelah energi gempa masuk ke struktur, pada umumnya reaksi seismic devices semakin besar bila respon struktur atau energi yang masuk semakin besar. Passived seismic devices sesuai yang bersifat mendissipasi energi disebut damper.

Damper merupakan alat tambahan yang dipasang distruktur untuk menambah redaman (damping) dari suatu struktur. Dengan alat ini simpangan pada struktur akan berkurang, demikian juga gaya dalam struktur akibat beban lateral, struktur dapat direncanakan secara elastis akibat gempa besar dengan biaya yang cukup ekonomis.

Ada beberapa damper yang dipasang pada struktur, adalah sistem seismic device

yaitu dengan menggunakan alat yielding damper disebut juga hysterestic- yield damper

yaitu bekerja dengan mendissipasi energi melalui pembentukanm sendi plastis atau pelelehan bahan damper. Yielding damper yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah

damper pelat dengan kekakuan tri-linier, yaitu jenis damper dengan dissipasi energi melalui pelelehan lenturan pelat. Pelelehan bahan yielding damper dalam tugas akhir ini berupa pelelehan oleh gaya lentur. Bahan yang sering digunakan adalah baja lunak . Damper jenis ini merubah kekakuan dari keadaan elastis menjadikeadaan plastis (yielding). Pelelehan damper yang terjadi berupa pelelehan lentur.

Damper jenis ini memerlukan simpangan yang besar untuk meleleh, makin besar simpangan pasca pelelehan makin besar damping yang timbul. Persamaan getaran untuk bangunan SDOF untuk damper jenis ini adalah :

mü + cú + k(u) u = -m üg (3.27) dimana :


(76)

u = simpangan massa

üg = percepatan gerakan tanah dasar.

Fungsi kekakuan k(u) merupakan kekakuan dari bangunan dan damper, biasanya disederhanakan dengan model bilinier.


(77)

Gambar 2.25 Metallic Damper pada struktur


(78)

1. Pendisipasian energy gempa terkonsentrasi pada lokasi yang direncanakan. 2. Kebutuhan pendissipasian energy pada batang lain dapat direduksi dengan besar. 3. Karena perangkat ADAS ini merupakan perangkat struktur yang berfungsi dalam menahan beban lateral saja, lelehnya elemen ini tidak akan berpengaruh kepada kapasitas layan beban gravitasi dari struktur. Perangkat ADAS dapat dengan mudah diganti setelah gempa jika dibutuhkan. ADAS telah diuji bahwa

ADAS merupakan alat pendisipasi energi yang sangat baik, hal ini dapat dilihat dari kurva hysteresis yang stabil. Bila gaya yang bekerja pada damper adalah gaya siklik atau gempa, hubungan gaya dan simpangan akan berbentuk loop jajaran genjang yang disebut juga dengan hysteristic loop. Luas hysteristic loop merupakan energi yang didissipasi oleh damper.

2.15 Aplikasi Yielding Damper Pada Bangunan

Aplikasi penggunaan alat yielding damper ini banyak digunakan pada negara– negara ataupun wilayah-wilayah yang sering terjadi gempa besar, seperti Taiwan dan Jepang. Dalam perencanaan bangunan, beban akibat gempa sangat diperhitungkan dalam analisanya sehingga walaupun bangunan tersebut terkena gempa tidak langsung rubuh melainkan timbul keretakan yang akan memperkecil korban jiwa.

Pada analisa beban gempa sangat tergantung kepada struktur dari bangunan tersebut dimana bentuk dari denah dan ketinggian bangunan tersebut adalah factor utama dalam memperhitungkan gaya akibat dan guncangan gempa tersebut. Oleh sebab itu, bila telah direncanakan bangunan dengan struktur pengaku masih tidak


(79)

Untuk penggunaan damper dalam proses pemasangan, perbaikan, dan perbaikan cukup ekonomis dibandingkan dengan pada konsep secara tradisional. Hanya saja pada metallic damper ada beberapa kekurangan yaitu antara lain hanya berfungsi jika terjadi gempa besar, akan merubah tampak bangunan yang direncanakandan lainnya. Oleh sebab itu perlu pemakaian sistim ini harus tepat agar efisien dalam penggunaannya dalam struktur bangunan.

Seiring perkembangan jaman alat ini sudah banyak di pakai di Negara maju yang umumnya kekuatan gempanya yang sangat besar. Meskipun demikian alat ini umumnya jarang digunakan pada konstruksi bangunan, karena selain alat ini hanya akan efektif jika terjadi gempa yang besar dan alat ini dari segi keindahan maupun arsitektur akan berkurang karena akan ada struktur pengaku tempat meletakkan alat yielding damper ini. Di Taiwan alat ini digunakan di perpustakaan dari Universitas Feng-Chia, di tempat perbelanjaan Jung-He city, apartemen Taichung city, dan di beberapa bangunan lainnya..

Berikut adalah gambar dari beberapa contoh bangunan yang menggunakan alat


(80)

Gambar 2.29 Retrofit Buildings in Taipei, Taiwan.

a b


(81)

atau sedang dan berperilaku inelastis dengan membentuk hysteristic loop untuk gempa besar. Struktur utama tetap elastis walaupun keadaan struktur pasca gempa besar akan terjadi off-center atau sideway yang tetap karena deformasi inelastis di damper. Dengan melepaskan damper yang rusak sewaktu penggantian damper baru, bangunan akan centering kembali kekeadaan awal.

Apabila struktur dibebani arah lateral P, maka portal akan bergoyang yang masing-masing akan menghasilkan sudut pergoyangan pada struktur. Gaya yang terjadi ini dipikul terbagi rata oleh kolom dan damper. Sudut pada kolom dengan tinggi H jika dibandingkan dengan sudut pada damper (h) yang diletakkan pada balok akan berbeda sangat jauh ini. Prinsip ini juga mengambil kesepakatan bahwa sebelum dan sesudah terjadinya pergoyangan, panjang bentang tetap sama sehingga deformasi pada damper sama dengan deformasi pada kolom yang memiliki panjang H.

Perangkat TADAS ini, tesnya telah dilakukan oleh Tsai et al (1992). Hasilnya menunjukkan bahwa kapasitas rotasi perangkat ini umumnya bekisar ±0.25rad

(sekitar ±0.3rad) diakibatkan oleh pembebanan siklis yang meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa kekakuan elastis sangat diprediksi dengan mempertimbangkan deformasi lentur saja. Telah ditemukan bahwa daktilitas bahan sangat sensitive terhadap perpindahan leleh. Perpindahan leleh dari damper berkisar antara 0.,2in – 0,3in (0,0014 – 0,002 kali tinggi tingkat )dengan target daktilitas damper sebesar 4-5, akan menghasilkan simpangan antar lantai maksimum sebesar 0,6 – 1 %.


(82)

mengakibatkan struktur tetap terjaga aman, namun untuk damper telah terjadi pelelehan dari seluruh penampangnya.

Dalam perancangan suatu damper, kita pasti telah mengetahui gaya yang dapat dipikul olehnya. Untuk mengurangi simpangan horizontal yang berlebihan, maka struktur dipasang dengan sistem bracing. Dengan adanya sistem ini maka struktur akan menjadi lebih kaku. Sistem bresing yang dibuat bersilangan (dua arah) harus mampu menahan gaya geser yang terjadi pada damper agar tidak terjadi tekuk (buckle

Gambar 2.31 Pergoyangan Struktur Akibat Beban Lateral

2.16 Lendutan

Sumbu sebuah balok akan berdefleksi ( atau melentur ) dari kedudukannya semula apabila berada di bawah pengaruh gaya terpakai. Defleksi balok adalah


(1)

Dengan menggunakan system ekuivalen viscous damping damping terhadap keempat spesimen tersebut maka kita mendapatkan hasil sebagai berikut seperti terhadap pada table di bawah ini :

Tabel 4.5 Kekakuan Efektif (satuan: kN, mm) Nama

Spesimen

HSD 1 220.11 212.71 46.46 46.09 4.676

HSD 2 274.12 261.18 47.04 45.10 5.809 HSD 3 185.31 176.54 33.91 32.69 5.433 HSD 4 238.09 245.85 49.97 49.91 4.845

4.5Rasio Damping

Rasio damping untuk system ekuivalen, dapat diperoleh dengan menyamakan disipasi energy persiklus ( ) dalam percobaan dengan viscous damping. Hal ini dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

(4.2)

Dimana adalah energi yang tersimpan dalam pegas elastis dengan kekakuan efektif dan perpindahan .


(2)

Nama Spesimen

Kajian HSD 1 77.68 459.87 537.55 0.144 0.855 50.20 4.20 Kajian HSD 2 45.13 397.74 442.88 0.101 0.898 30.57 2.85 Kajian HSD 2 34.13 145.30 179.44 0.190 0.809 23.35 2.68 Kajian HSD 2 72.48 610.23 682.72 0.106 0.893 49.93 6.53

Tabel 4.7 Ekivalen kumulatif Rasio Deformasi plastis (satuan :kN, mm) Nama

Spesimen

Kajian HSD 1 2.5 114.408 45.763 220.52 209.56 41.94 37.71 2.593 0.469 Kajian HSD 2 3.2 165.98 51.86 274.12 261.18 47.04 45.1 6.669 0.467

Kajian HSD 3 3.4 139.048 40.896 185.31 176.54 33.91 32.69 7.189 0.523 Kajian HSD 4 2.6 135.048 51.941 238.09 245.85 49.97 49.91 1.653 0.525

Dari hasil perhitungan rasio damping dan dari grafik hubungan rasio damping terhadap perpindahan dapat kita amati bahwa rasio ekuivalen damping pada setiap


(3)

siklus secara umum berbanding lurus dengan perpindahan. Dalam rentang perpindahan yang sangat besar, kajian dapat memberikan rasio redaman sampai 50 %, hal ini dapat dilihat pada kajian HSD 4 yang mencapai rasio damping sampai dengan 52,5 % dengan perpindahan sampai 45.62 mm dan secara umum perangkat redaman ini dapat memberikan rasio damping berkisar antara 30 % sampai 50 %.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian damper bentuk X dengan menggunakan program abaqus dapat diambil kesimpulan :

1. Bahwa spesimen tersebut mampu mempertahankan kurva hysteresis yang stabil dan gemuk

2. Hasil kajian dan perhitungan terhadap ke empat damper menunjukkan bahwa penggunaan peredam leleh baja dapat mereduksi gaya gempa sebesar 30 s/d 50%. Hasil ini merupakan indikasi bahwa peredam leleh baja yang dikaji dapat memberikan redaman yang baik.

3. Bentuk geometri peredam leleh baja yang paling ideal adalah Kajian HSD 4, karena mempunyai energy disipasi terbesar (

4. Mempunyai rasio damping dengan 52.5 %


(5)

5.2 Saran

Untuk penelitian selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah penyambungan peredam leleh dengan kedua ujungnya harus disambung secara kaku sehingga akibat gaya geser akan melentur dengan kurvatur ganda dengan bidang momen berbentuk linier dengan maksimum pada kedua ujungya dan bernilai nol ditengahnya. Dalam kajian menggunakan Abaqus masih terdapat banyak kesalahan dalam input data sehingga memberikan hasil yang kurang baik.

Untuk kemajuan dan perkembangan steel damper sebagai alat untuk mereduksi gaya gempa dapat dilakukan penelitian lanjutan terhadap steel damper dengan pelat bentuk X dengan menggunakan program yang lain (misalnya SAP 2000, ANSYS dll).

Penelitian lanjutan lainnya juga dapat dilakukan studi parameter terhadap pelat baja bentuk X dengan menggunakan variasi perbandingan antara lebar dan

, sehingga untuk selanjutnya penelitian ini dapat berkembang menjadi alat disipasi energy gempa yang mendekati kesempurnaan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Daniel R.Teruna, Taksiah A.Majid, Bambang Budiono.” Improvement Of Seismic Performance Of sevenstory Steel Building With Hysteretic Steel Dampers

Under Severe Seismic Excitation”. Di presentasikan pada” The 6th Civil

Engineering Conference in Asian Region, Tempat Hotel Brobudur , Jakarta, 20-23 Augustus 2013

M. Diaferio, D. Foti, R. Nobile. 2008 “Aluminium-steel Energy Dissipators For

Passive Protection Of Structures”.Jurnal The 14th World Confrence On

Earthquake Engineering

Pawirodikromo, Widodo.2012. Seismologi Teknik dan Rekayasa Kegempaan. Yokyakarta. Pustaka Belajar.

Rumbi Teruna,Ir. Daniel.2011.Kajian Numerikal Energi Dissipasi Pelat Baja Sebagai Peredam Passive (Steel Damper) Melalui Mekanisme Deformasi Lentur Inelastik. Jurnal Rekayasa Struktur & Infrastruktur Vol V.

Setiawan, Agus.2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD.

Semarang : Erlangga

Rumbi Teruna,Ir. Daniel,Yurisman,Ir, Rahmi Karolina,Ir. Pengembangan Peredam Leleh baja (Stell Yielding Damper) Sebagai Anti Gempa Jenis Kontrol Pasif

Untuk Proteksi Bangunan dari Kerusakan Akibat Gempa. Report. Lembaga

Penelitian Universitas Sumatera Utara, Nomor

4267/UNS.1.R/KEU/2013/tanggal,03 Juni 2013