BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah - Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pelayanan Antenatal Care Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Desa Bukit Rata Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah

  Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir (Kosim, 2008). Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR) (Sitohang, 2004).

  BBLR merupakan penyebab utama dalam mortalitas, morbiditas dan kecacatan pada neonates, balita dan anak-anak serta memiliki efek yang sangat panjang dalam kesehatan dewasa nantinya. BBLR asalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memendang masa gestasi (Kosim, 2008).

  Prevalensi Bayi BBLR diperkirakan 1% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di Negara-negara berkembang atau social ekonomi rendah. Secara statistic menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di Negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi disbanding pada bayi dengan berat bayi dengan berat lahir lebih dari 2300 gram (WHO, 2005).

  11

  2.2 Gambaran Klinis

  Gambaran Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) tergantung dari umur kehamilan sehingga dapat dikatakan bahwa makin kecil bayi atau makin muda kehamilan maka nyata. Sebagai gambaran umum dapat dikemukakan bahwa Berat Badan Lahir Rendah mempunyai karakteristik. Karateristik BBLR sebagai berikut: 1.

  Berat Badan Lahir kurang dari 2.500 gram.

  2. Panjang badan kurang dari 45 cm.

  3. Lingkar dada kurang dari 33 cm.

  4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

  5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

  6. Kepala reltif lebih besar dari badannya.

  7. Kulit: tipis transparan, lanugo banyak terutama pada dahi, lemak subkutan kurang.

  8. Ubun-ubun dan sutura lebar.

  9. Tangisan lemah dan jarang 10.

  Pernapasan belum teratur dan sering timbul apnea. Daya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama.

  12. Labia minora belum tertututp oleh labia mayora (pada wanita), testis belum turun (pada laki-laki).

  13. Pergerakan kurang dan lemah.

  14. Kepala tidak mampu bergerak.

  15. Pernapasan sekitar 45 sampai 50 x/menit

16. Frekuensi nadi 100 sampai 140/ menit.

  (Alimul Aziz H, 2005)

2.3 Epidemiologi

  Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang sosio-ekonomi rendah. Secara statstik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi di banding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi.

  Menurut Krisnadi (2009), berdasarkan usia kehamilan, bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu :

  1. Prematur yaitu bayi yang lahir lebih awal dari waktunya (kehamilan < 37 minggu); disebabkan oleh berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar, pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya,

  

cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan

  berat bayi dalam rahim), perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage), dan ibu hamil yang sedang sakit. Cirinya adalah berat badan kurang dari 2500 gram, kulit transparan, masa gestasi kurang dari 37 minggu, kepala lebih besar daripada badan lemak sub kutan kurang bayi kecil dan perkerakan kurang dan lemah 2. Bayi kecil masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi memiliki berat badan kurang. Bayi KMK ini dapat dibagi tiga yaitu bayi kurang bulan (pre term), cukup bulan (aterm), lewat bulan (post term). Bayi ini sering dsebut juga dengan sebutan Small for Gestational Age (SGA) atau Small for Date (SDA). Hal ini dikarenakan janin mengalami gangguan pertumbuhan di dalam uterus sehingga pertumbuhan janin mengalami hambatan. Beberapa penyebabnya seperti : ibu hamil kekurangan nutrisi, ibu memiliki hipertensi, preeklamsi, atau anemia, kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu, malaria kronik, penyakit kronik, dan ibu hamil merokok. Bayi KMK dibagi atas.

  a. Proportionate Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) adalah janin yang minggu sampai berbulan-bulan sebelum lahir, sehingga berat, panjang kepala dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih berada di bawah masa gestasi yang sebenamya.

  b. Disproportionate Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), terjadi akibat distress sub akut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak kurus dan lebih panjang dengan tanda- tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat.

  Pada bayi IUGR perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan pun mengalami perubahan.

  Drillen (1975) menemukan berat otak, jantung, paru dan ginjal bertambah, sedangkan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thimus berkurang dibandingkan pada bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai masa gestasinya. (Wiknjosastro dkk, 2005).

  2.5 Prognosis BBLR

  Kematian perinatal pada BBLR 8 kali lebih besar dibandingkan bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Semakin rendah berat bayi lahir maka semakin buruk prognosisnya. Angka kematian yang tinggi sering dijumpai akibat terdapatnya komplikasi neonatus seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat, terkadang dijumpai kerusakan pada saraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan gangguan lainnya (Mochtar, 1998).

  2.6 Komplikasi BBLR

  Konsekuensi kelahiran BBLR menimbulkan berbagai morbiditas yang harus segera ditangani. Banyak komplikasi terjadi pada BBLR saat lahir memerlukan penanganan di Unit Perawatan Intensif Neonatus atau ruang gawat level III. Yang perlu diantisipasi diantaranya:

  1. Sistem Pernafasan Penyakit yang paling sering ditemukan pada bayi kurang bulan adalah apnea

  

of prematurity dan penyakit membran hialin. Apnea terjadi karena belum matangnya

  fungsi pernafasan. Pada bayi kecil masa kehamilan, bisa terjadi asfiksia maupun sindrom aspirasi mekonium. Distres pernafasan yang terjadi sering menyebabkan bayi harus dirawat di unit perawatan intensif (Dep Kes RI, 2007).

  2. Sistem Kardiovaskuler Kelainan yang sering dijumpai pada bayi kurang bulan adalah patent ductus

  

arteriosus (PDA). Selain prematuritas, faktor risiko yang sering berperan dalam

  gagalnya penutupan ductus tersebut adalah kelainan paru kronik dan hipertensi pulmonal yang dijumpai pada pasien yang di rawat di unit perawatan intensif neonatus ( Asril A, 2007).

  3. Sistem Gastrointestinal Sebagian bayi kurang bulan menderita gangguan nutrisi disebabkan sistem pemilihan pemberian nutrisi perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Pada beberapa bayi memerlukan pemberian nutrisi khusus yang diberikan secara intravena karena bayi belum mampu mendapatkan nutrisi per oral.

  Kelainan gastrointestinal yang mungkin ditemukan pada BBLR yang mendapatkan perawatan intensif neonatus adalah refluks gastroesofagus dan enterokolitis nekrotikans (NEC). Refluks gastroesofagus terjadi karena otot spingter esofagus masih belum berfungsi dengan baik akibat tonus otot belum berkembang sempurna serta perkembangan sistem saraf yang belum matang menyebabkan berbagai refleks susunan saraf gastrointestinal termasuk spingter gastroesofagus belum berfungsi dengan baik.

  NEC merupakan kelainan gastrointestinal berupa kerusakan mukosa yang disertai tanda inflamasi usus yang ditemukan pada bayi kuran bulan yang dirawat di unit perawatan intensif neonatus. Salah satu penyebab NEC adalah faktor infeksi terutama bila sebelumnya bayi menderita hipoksia yang menimbulkan kelemahan saluran cerna. Pada keadaan ini jika terjadi infeksi akan menimbulkan kerusakan dinding usus dan berakhir perforasi.

4. Pertumbuhan

  Anak yang terlahir dengan kecil masa kehamilan (KMK) memiliki tinggi badan yang lebih pendek selama masa anak-anak dan dewasa, mencapai ketinggian orang dewasa rata-rata sekitar 1 SD lebih rendah dari pada rata-rata. Khas pada bayi yang lahir KMK yaitu mengalami periode pertumbuhan linier yang dipercepat selama Sebagian besar pertumbuhan tahap tumbuh kejar terjadi selama tahun pertama dan berakhir hingga mendekati usia 2 tahun.

  Mereka yang lahir sangat prematur dan dengan derajat retardasi perumbuhan yang berat, terutama dalam hal pengurangan panjang badan lahir, kecil kemungkinannya untuk mencapai tinggi badan normal, sedangkan anak dengan orang tua yang tinggi lebih mungkin untuk mencapai ketinggian orang dewasa normal .

2.7 Faktor-faktor yang Memengaruhi BBLR

  Berbagai faktor yang memengaruhi BBLR antara lain meliputi jenis kelamin bayi, ras, keadaan plasenta, umur ibu, aktivitas ibu, kebiasaan merokok, paritas, jarak kehamilan, tinggi badan dan berat badan ibu sebelum kehamilan, keadaan social ekonomi, gizi, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan (Turhayati, 2006).

1. Pendidikan

  Pendidikan adalah pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoadmojdo, 2003). Pendidikan ibu mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga, variabel tersebut secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR.

  Dengan pendidikan, seseorang dapat menerima lebih banyak informasi dan memperluas cakrawala berpikir sehingga mudah untuk mengembangkan diri, mengambil keputusan dan bertindak.

  Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada perilaku reproduksi, kelahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan, dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan itu mempengaruhi sikapnya dalam pemilihan pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran. Disamping itu juga mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan yang bergizi selama hamil. Kesemuanya ini akan mengganggu kesehatan ibu dan janin, bahkan sering mengalami keguguran atau lahir mati (Varney, 2003) Menurut Megawangi (1999) seperti dikutip Yustina (2007), mengatakan bahwa banyak studi membuktikan kaitan positif antara pendidikan perempuan dan tingkat produktivitasnya, rasa percaya diri, rendahnya angka kematian bayi, perbaikan status gizi balita dan lain-lain.

  Menurut J. S Lesinki faktor pendidikan dan sosial ekonomi diperhitungkan sebagai faktor resiko tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan karena kedua faktor ini menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan rahim, mempengaruhi cara pemilihan tempat dan penolong persalinan sehingga dapat menimbulkan risiko saat persalinan atau saat hamil. Disamping hal tersebut Wanita dengan pendidikan yang tinggi cendrung untuk menikah pada usia yang lebih tua, antenatal.

  2. Umur Ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua biasanya akan banyak mengalami komplikasi dalam kehamilan. Begitu juga dengan kondisi bayi yang dikandungnya.

  Ukuran umur muda adalah bila ibu mengandung pada usia kurang dari 20 tahun dan tua apabila di atas 35 tahun. Rizvi dan kawan-kawan (2007) mengatakan bahwa faktor risiko seorang ibu untuk melahirkan bayi dengan BBLR adalah antara 15 – 35 tahun. Menurut Mutiara (2006) ibu hamil berusia > 35 tahun berisiko melahirkan BBLR 1,8 kali lebih besar daripada ibu hamil berusia 20 – 34 tahun. Pengaruh tersebut terlihat mengikuti fenomena huruf U terbalik yang berarti bahwa pada umur muda (<20 tahun) dan tua (> 35 tahun) berat bayi yang dilahirkan cenderung lebih dari pada umur 21 – 35 tahun.

  Menurut penelitian Afifah (2004) wanita hamil mempunyai risiko komplikasi, terutama bagi kelompok wanita risiko tinggi yaitu wanita dengan keadaan “4 terlalu” (4T), dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia ibu, yakni kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda, usia terlalu tua. Kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda adalah wanita yang hamil usianya kurang dari 20 tahun yang dapat berisiko keguguran, preeklamsia (tekanan darah tinggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan, bayi lahir sebelum waktunya, berat bayi lahir rendah. Selanjutnya yang dimaksud usia terlalu tua adalah yang kehamilannya diatas usia 35 tahun dengan resiko keguguran, preeklamsia, (Purnama, 2010).

1. Usia Kehamilan Saat Melahirkan

  Kehamilan yang kurang dari 37 minggu merupakan penyebab utama terjadinya BBLR (Nutrion Policy Paper N0 18, 2000). Semkain pendek usia kehamilan maka pertumbuhan janin semakin belum sempurna, baik organ reproduksi dan organ pernafasan oleh karena itu mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya.

  Umur kehamilan adalah jumlah minggu lengkap dari haid pertama menstruasi terakhir sampai anak lahir. WHO (1997) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok, yaitu: a.

  Pre-term: kurang dari 37 minggu (< 259 hari) b. Term: mulai dari 37 minggu samapi kurang dari 42 minggu (259-293 hari) c. Post-term: 42 minggu atau lebih (294 hari)

  Menurut Manuba (1998), menyatakan bahwa berat badan bayi bertambah sesuai dengan usia kehamilan. Faktor umur kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR karena semakin pendek masa kehamilan semakin kurang sempurna pertumbuhan alat- alat tubuhnya sehingga turut mempengaruhi berat badan waktu lahir.

  3. Paritas Ibu dengan paritas 1 dan

  ≥ 4 berisiko melahirkan BBLR, terkait dengan belum siapnya fungsi organ dalam menjaga kehamilan dan menerima kehadiran janin, keterampilan ibu untuk melaksanakan perawatan diri dan bayinya serta faktor melahirkan anak empat kali atau lebih karena paritas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada dinding mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan melahirkan bayi dengan BBLR (Wiknjosastro, 2002).

  Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang ditimbulkan adalah kejadian BBLR. Hasil penelitian Zaenab dan Juharno (2006) menunjukkan bahwa paritas berpengaruh terhadap kejadian BBLR dan merupakan faktor risiko penyebab kejadian BBLR pada bayi. Hasil pengujian statistik dengan

  

chi-square diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,44 sehingga dapat dikatakan bahwa

  paritas merupakan faktor risik terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan paritas > 3 anak berisiko 2 kali melahirkan bayi dengan BBLR.

  4. Jarak Antar Kelahiran WHO (2005) menyebutkan bahwa karakteristik dan ukuran ibu dimana didalamnya terdapat jarak antar kelahiran merupakan salah satu determinan terjadinya

  BBLR. Hasil penelitian Zaenab dan Juharno (2006) menunjukkan bahwa ibu dengan jarak kelahiran yang rapat lebih banyak dengan kelahiran bayi dengan berat lahir yang tidak tergolong BBLR (54,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki jarak kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko melahirkan bayi dengan BBLR 2,3 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran lebih dari 2 tahun. Menurut Bobby Rawadi (1986) menyatakan bahwa jarak kehamilan yang terbaik adalah 25 – 48 bulan karena akan menghasilkan bayi dengan berat lahir 3000 – 3499 gram.

5. Antenatal Care

  Perawatan ibu selama kehamilan sangat menentukan kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Selama kehamilan berbagai program yang termasuk dalam paket pelayanan ANC adalah 7T (timbang berat badan, ukur tekanan darah, pemberian tablet besi, imunisasi TT, ukur tinggi fundus uteri, lakukan tes penyakit menular seksual (PMS) dan temu wicara) dengan paket tersebut diharapkan ibu secara rutin mengontrol kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dengan sebaran, 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester ke dua dan 2 kali pada trimester ke tiga (Depkes RI, 2006).

  Khatun S. dan Rahman M. (2008) menyebutkan bahwa antenatal care memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap kejadian BBLR pada bayi dengan nilai OR = 29,4 (95% CI 12,61-68,48). Ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali kemungkinan akan melahirkan bayi dengan BBLR 29,4 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC 4 kali atau lebih pada masa kehamilan.

  6. Usia Kehamilan Saat Melahirkan terjadinya BBLR (Nutrion Policy Paper N0 18, 2000). Semkain pendek usia kehamilan maka pertumbuhan janin semakin belum sempurna, baik organ reproduksi dan organ pernafasan oleh karena itu mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya.

  Umur kehamilan adalah jumlah minggu lengkap dari haid pertama menstruasi terakhir sampai anak lahir. WHO (1997) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok, yaitu: d.

  Pre-term: kurang dari 37 minggu (< 259 hari) e. Term: mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu (259-293 hari) f. Post-term: 42 minggu atau lebih (294 hari)

  Menurut Manuba (1998), menyatakan bahwa berat badan bayi bertambah sesuai dengan usia kehamilan. Faktor umur kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR karena semakin pendek masa kehamilan semakin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat tubuhnya sehingga turut mempengaruhi berat badan waktu lahir.

2.8 Antenatal Care

2.8.1 Pengertian Kunjungan Antenatal Care (ANC)

  Kunjungan Antenatal Care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifuddin, 2002). Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil dengan kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan serta observasi selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah, 2006). Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi perawatan atau asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Henderson, 2006).

  Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, 2002).

2.8.2 Tujuan Antenatal Care (ANC)

  Tujuan Antenatal Care (ANC) adalah: 1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.

  2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu dan 3.

  Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

  4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

  5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif.

  6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

  7. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

  Menurut Depkes RI (2004) tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.

2.8.3 Pelayanan Antenatal

  1. Konsep Pemeriksaan Antenatal Menurut Departem Kesehatan RI (2004), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar pelayanan antenatal dimulai dengan : a.

  Anamnese : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB, kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang.

  b.

  Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan.

  Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa d. Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi (fe) e. Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku sehari- hari, perawatan payudara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko, pentingnya pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan serta pentingnya kunjungan pemeriksaan kehamilan ulang.

  2. Kunjungan Ibu Hamil Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan disini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti : a.

  Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1) Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.

  b.

  Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4) Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut : a.

  Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu b.

  Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu c. Minimal 2 kali pada trimester III, (K3-K4), usia kehamilan > 24 minggu.

Tabel 2.1 Informasi Setiap Kunjungan Antenatal Kunjungan Waktu Informasi Penting

  Trimester Membangun hubungan saling percaya Pertama Sebelum antara petugas kesehatan dan ibu hamil. Minggu ke 13 Mendeteksi masalah dan menanganinya.

  Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisonal yang merugikan. Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi. Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya)

  Trimester Sama seperti diatas, ditambah Kedua Sebelum kewaspadaan khusus mengenai Minggu ke 24 preeklampsia (tanya ibu tentang gejala- gejala preeklampsia, pantau tekanan darah evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria)

  Trimester Antara Sama seperti diatas, ditambah deteksi Ketiga minggu letak bayi yang tidak normal, atau ke 25-36 kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.

  Sumber, Depkes RI ( 2004)

2.8.4 Standar Pelayanan Antenatal Care

  Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 7 T. Pelayanan atau asuhan standar minimal 7 T adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009) :

  1. Timbang berat badan 2.

  Ukur tekanan darah 3. Ukur tinggi fundus uteri 4. Pemberian imunisasi TT lengkap 5. Pemberian tablet besi (Fe) minimal 90 tablet selama kehamilan dengan dosis satu tablet setiap harinya

  6. Lakukan tes penyakit menular seksual (PMS) 7.

  Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

2.9 Landasan Teori

  Menurut Kramer (1987) beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan preterm (prematur) atau bayi berat lahir rendah adalah Faktor genetik dan bawaan, meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan ibu hamil, berat badan sebelum hamil, haemodynamic ibu hamil, tinggi dan berat badan bapak dan faktor genetik lainnya. Faktor demografik dan psikososial, meliputi umur ibu, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan/atau pendapatan), status perkawinan, faktor kejiwaan ibu hamil. Faktor obstetrik, meliputi paritas, interval melahirkan anak, kegiatan seksual, pertumbuhan janin dan umur kehamilan anak sebelumnya, pengalaman abortus spontan sebelumnya, pengalaman induced abortion, pengalaman lahir mati atau kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak subur sebelumnya dan paparan janin terhadap diethyl stilbestrol. Faktor Gizi, meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan energi, pengeluaran energi, kerja dan aktivitas fisik, asupan/status protein, zat besi dan anemia, asamfolat dan vitamin B12, mineral, seng dan tembaga, kalsium, fosfor, dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin dan mineral lainnya. Faktor morbiditas ibu waktu hamil, meliputi morbiditas umum, dan penyakit episodik, malaria, infeksi saluran kemih, infeksi saluran kelamin. Faktor paparan zat racun, meliputi merokok, minum alkohol, konsumsi kafein dan kopi, penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan zat racun lainnya.

  Perawatan antenatal, meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan antenatal, dan mutu pelayanan antenatal

  Kerangka teori Kramer sebagai berikut: Faktor Genetik Faktor Demografik dan psikososial

  1. jenis kelamin bayi, 1. umur ibu, 2. suku, 2.

  Status sosial ekonomi 3. tinggi badan ibu hamil, (pendidikan, pekerjaan,

  4. berat badan sebelum hamil, dan/atau pendapatan),

  5. haemodynamic 3.

  Status perkawinan 4. faktor kejiwaan ibu hamil Faktor obstetric

1. Paritas 2.

  Interval melahirkan anak Perawatan Antenatal Care

  3. kegiatan seksual, 1.

  Kunjungan antenatal pertama 4. Pertumbuhan janin dan umur 2. jumlah kunjungan antenatal kehamilan anak sebelumnya

  3. Mutu pelayanan antenatal 5. pengalaman abortus spontan sebelumnya

  6. pengalaman induced abortion 7. pengalaman lahir mati atau kematian neonatal sebelumnya

  8. pengalaman tidak subur sebelumnya dan paparan janin terhadap diethyl stilbestrol

  Kejadian BBLR

  Faktor Gizi 1. pertambahan berat badan masa kehamilan

  Faktor morbiditas 2. asupan energy 1. morbiditas umum 3. pengeluaran energy 2. penyakit episodic 4. kerja dan aktivitas fisik, 3.

  Malaria 5. asupan/status protein, zat besi 4. infeksi saluran kemih dan anemia

  5. infeksi saluran kelamin 6. asamfolat 7. vitamin B12 Faktor paparan zat racun

  8. mineral 1. merokok 9. seng 2. minum alcohol 10. tembaga 3. konsumsi kafein dan kopi 11. kalsium 4. penggunaan marijuana 12. fosfor 5. ketergantungan pada narkotik 13. vitamin D 6. paparan zat racun lainnya 14. vitamin B6,

  15. vitamin dan mineral

Gambar 2.1 Kerangka Teori Kejadian BBLR

2.10 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Karakteristik Ibu

  Pendidikan Ibu

  • Umur Ibu -

  Paritas

  • Jarak Kelahiran -

  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

  Pelayanan Antenatal

  Care (ANC)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

  Berdasarkan dari gambar diatas, yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik ibu dan pelayanan antenatal care (ANC) sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).