2.1.2. Domain Perilaku - Hubungan Pengetahua Tentang Kehamilan Dan Persalinan Usia Dini Dengan Sikap Dan Tindakan Orangtua Menikahkan Putrinya Di Usia Dini di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Tahun 2014

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Pengertian

  8 BAB II

  Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang didapat atau diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2003).

  Macam-macam perilaku menurut Notoadmodjo (2003), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

  1. Perilaku tertutup (Cover behavior) Repon atau reaksi terhadap stimulus yang masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, dan sikap yang tejadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum diamati.

  2. Perilaku terbuka (Over behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain.

2.1.2. Domain Perilaku

  Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau ransangan dari luar organisme atau orang namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut dengan determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedaka menjadi dua yaitu:

  1. Determinan atau faktor internal yakni : karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebangainya.

  2. Determinan atau faktor eksternal yakni : lingkungan baik, lingkungan fisik, sosial budaya, tingkat pendapatan, politik dan sebagainya (Notodmodjo, 2003) Menurut Notoadmodjo (2003), ada beberapa gangguan perilaku pada masa premenopause diantaranya :

  1. Depresi menstrual yang merupakan manifestasi dari kepedihan hati dan kekecewaan yang tidak lengkap.

  2. Perubahan kehidupan seksual akan terjadi kegairahan seksual yang luar biasa hingga kemungkinan melakukan masturbasi dan dapat juga bersikap dingin.

  3. Obsesi untuk hamil lagi yang ingin mempertahankan kapasitas reproduksi dan kemudahan.

  4. Ilusi mempertanyakan apakah suaminya cukup berharga dalam hidupnya.

2.2. Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2007).

  Dalam teori WHO memaparkan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Menurut Soekidjo Notoadmodjo pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 1.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan.

  2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

  4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  5. Sintesis (syntesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

  Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.3. Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoadmodjo, 2007).

  Dalam bagian lain, Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak.

  Sama seperti pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : 1. Menerima (Receiving)

  Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

  3. Menghargai (Valuting) Mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai satu sama lain.

  4. Bertanggung jawab Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati dan menjauhi orang lain atau objek lain (Notoadmodjo, 2007).

2.4. Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

  Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Penelitian Rogers (1974) yang dikutip dari Notoadmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

  1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

  2. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

  3. Evaluation (menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

  5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

  2.5. Pengertian Orang Tua

  Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya (Mardya, 2000).

  2.6. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

  Para ahli selama ini mengemukakan bahwa pola asuh dari orang tua amat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. Baumrind (dalam Agustiani, 2006), ahli psikologi perkembangan membagi pola asuh orang tua menjadi tiga yakni :

  1. Pola Asuh Otoriter (Parent Oriented) Ciri-ciri dari pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orangtua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan orangtua. Dalam hal ini, anak seolah- olah menjadi “robot” sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut, tidak percaya diri, mudah cemas, rendah diri, minder dalam pergaulan akan tetapi disisi lain anak bisa memberontak, nakal atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba (alcohol or drug abuse).

  2. Pola Asuh Permisif Sifat pola asuh ini children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga ada di tangan anak. Apa yang dilakukan anak diperbolehkan orang tua.

  Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif anak kurang disiplin dengan aturan sosial yang berlaku.

  3. Pola Asuh Demokratis Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggungjawabkan semua tindakannya.

  4. Pola Asuh situasional Dalam kenyataannya, seringkali pola asuh tersebut tidak diterapkan secara kaku, artinya orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tersebut. Ada kemungkinan orang tua menerapkan secara fleksibel, luas dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu sehingga seringkali muncullah tipe pola asuh situasional. Orang yang menerapkan pola asuh ini tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luas (Dariyo, 2004).

2.7. Remaja

  Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti

  

peberteit , adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (inggris), berasal dari

bahasa latin “adolescence” yang berarti tumbuh ke arah kematangan (Intan, 2013).

  Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).

  Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial. Menurut soetjiningsih (2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu anatara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.

  Remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa atau usia belasan tahun, atau seseorang menunjukan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaan. Batasan usianya adalah 10-19 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2007)

  Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan kehidupan manusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan antara masa kana-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggungjawab (Kusmiran, 2011).

2.7.1. Tahap Perkembangan Remaja

  Menurut Notoatmodjo (2007), batasan usia remaja adalah antara 10 tahun sampai 22 tahun. Notoatmodjo (2007), membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu: 1. : usia 10 tahun sampai 13 tahun

  Fase remaja awal 2. Fase remaja pertengahan : usia 14 tahun sampai 17 tahun

  3. : usia 18 tahun sampai 22 tahun Fase remaja Akhir

  Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada 3 tahap perkembangan remaja :

  1. Remaja awal 10-12 tahun (early adolescent) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai prubahan- perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.

  2. Remaja madya 13-15 tahun (middle adolescent) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecendrungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak ragu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau matrealis, dan sebagainya.

3. Remaja akhir 16-19 tahun (late adolescent)

  Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditindai dengan pencapaian lima hal yaitu : a.

  Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek b.

  Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

  c.

  Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

  d.

  Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

  e.

  Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2010).

2.8. Perubahan Pada Masa Remaja

1. Perubahan Fisik

  Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya disebut pubertas. Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan fisik yang dapat diamati seperti pertambahan tinggi dan berat badan pada remaja atau biasa disebut “pertumbuhan” dan kematangan seksual sebagai hasil dari perubahan hormonal (Notoatmodjo, 2007).

  Terjadinya pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) mencapai kematangan, sehingga muncul tanda-tanda sebagai berikut : a.

  Tanda-tanda seks primer

1) Terjadinya haid pada remaja putri.

  2) Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki b.

  Tanda-tanda seks sekunder 1)

  Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih besar, badan berotot, jambang dan rambut disekitar kemaluan dan ketiak. 2)

  Pada remaja putri pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuh rambut disekitar ketiak dan kemaluan (pubis) (Depkes, 2001).

2. Perubahan Psikologis

  Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi sering kali menghadapkan individu yang bersangkutan pada situasi yang membingungkan, di satu pihak ia masih kanak-kanak dan di lain pihak ia harus bertingkahlaku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan konflik itu sering menyebabkan banyak tingkahlaku yang aneh, canggung, dan kalau tidak dikontrol bisa menimbulkan kenakalan.

  Pada masa remaja, labilnya emosi erat kaitannya dengan perubahan hormon dalam tubuh. Sering terjadi letusan emosi dalam bentuk amarah, sensitif, bahkan perbuatan nekad. Ketidakstabilan emosi menyebabkan mereka mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu. Pertumbuhan kemampuan intelektual pada remaja cenderung membuat mereka bersikap kritis, tersalur melalui perbuatan- perbuatan yang sifatnya eksperimen dan eksploratif (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Wibowo (1994) yang dikuti oleh Notoatmodjo (2007), tindakan dan sikap seperti ini jika dibimbing dan diarahkan dengan baik tentu berakibat konstruktif dan berguna. Tetapi sering kali pengaruh faktor dari luar dari remaja, seperti peer

  

group dan ada sekelompok orang cenderung memanfaatkan potensi tersebut untuk

  perbuatan negative sehingga mereka terjerumus kedalam kegiatan yang tidak bermanfaat, berbahaya bahkan destruktif.

2.9. Kehamilan pada Remaja

  Kehamilan adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan yang diakhiri dengan proses persalianan. Pembuahan (konsepsi) merupakan awal dari kehamilan, yang menerangkan bahwa satu sel telur dibuahi oleh satu sperma. Ovulasi (pelepasan sel telur) termasuk bagian dari siklus menstruasi normal yang terjadi sekitar 14 hari sebelum menstrusi. Sel telur yang dilepaskan bergerak ke ujung tuba falopii (saluran telur) yang berbentuk corong yang merupakan tempat terjadinya pembuahan, jika tidak terjadi pembuahan sel telur akan mengalami kemunduran (degenerasi) lalu dibuang melalui vagina bersamaan dengan darah menstruasi. Sementara itu apabila terjadi pembuahan maka sel telur yang telah dibuahi oleh sperma akan mengalami serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin) (El-manan, 2011).

  Proses kehamilan dan kelahiran pada usia remaja turut berkontribusi dalam meningkatkan angka kematian perinatal di Indonesia. Menurut Sarwono (2005) pada ibu hamil usia remaja sering mengalami komplikasi kehamilan yang buruk seperti persalinan prematur, berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal. Grady dan Bloom (2004), mengatakan bahwa kehamilan di bawah umur 16 tahun berhubungan dengan peningkatan angka kematian perinatal dan lebih dari 18% kelahiran prematur terjadi pada kelompok umur ini.

  Gaya hidup dan perilaku seks yang bebas mempercepat peningkatan kejadian kehamilan pada remaja. Hal ini disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan dan perkembangan remaja dan masa menarche yang dirangsang oleh banyaknya media yang mempertontonkan kehidupan seks bebas yang tidak bertanggung jawab.

  Kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan KB yang menyebabkan remaja tidak dapat mencari alternatif perlindungan untuk dirinya dalam mencegah kehamilan.

  Sebagian besar kehamilan pada remaja jarang mendapat konseling pra konsepsi. Konseling pada kehamilan tahap awalpun masih mungkin dilakukan untuk mendeteksi sedinimungkin risiko yang terdapat pada remaja, namun masalahnya remaja kebanyakan tidak memeriksakan kehamilannya pada awal kehamilan dan cenderung lebih mencari pertolongan pada saat melahirkan dan mendapat masalah yang tidak dapat dipecahkan pada tingkat keluarga (Ewy hirawati,2011).

2.9.1. Perubahan Fisik Selama Kehamilan Pada Remaja

  Perubahan fisik yang dialami selama kehamilan adalah pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan tidak hanya disebabkan oleh timbunan lemak, namun juga akibat proses tumbuh kembang janin, pertambahan berat rahim, plasenta, volume darah, cairan ketuban, cairan dalam jaringan tubuh remaja hamil, serta membesarnya payudara (Bobak, 2004).

  Hasil penelitian menunjukkan semua partisipan mengalami penurunan aktivitas. Kelelahan yang terjadi pada remaja hamil karena kurangnya energi dalam sel yang mengakibatkan rasa lemah. Kelemahan menyebabkan penurunan aktivitas pada remaja hamil (Parcells, 2010). Satu partisipan juga mengatakan dadanya terasa penuh seperti sesak nafas. Kebutuhan oksigen ibu meningkat selama kehamilan sebagai respon terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara. Peningkatan kadar estrogen menyebabkan ligamen pada kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada meningkat paru-paru ditekan oleh semakin membesarnya uterus, diafragma atau sekat rongga dada pun semakin tertekan ke atas. Hal ini dapat mengakibatkan sesak nafas(Bobak, 2004)

2.9.2. Konsekuensi Kehamilan pada Remaja

  Kehamilan pada usia remaja mengandung resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya. Ibu usia remaja juga cenderung belum siap secara mental. Bayi yang dilahirkan cenderung memiliki berat tubuh rendah, faktor utama yang menyebabkan kematian bayi maupun masalah neurologis penyakit masa kanak-kanak (Santrock,

  ).

  2007 Para ibu remaja seringkali putus sekolah. Meskipun banyak ibu remaja kemudian melanjutkan pendidikannya lagi di kemudian hari, umumnya mereka tidak lagi mencapai taraf kehidupan ekonomi yang setara dengan perempuan yang menunda melahirkan anak hingga usia dua puluhan.

  Sebuah studi menemukan bahwa anak-anak yang berasal dari perempuan yang melahirkan pertama kali ketika remaja, memiliki skor tes yang rendah dan memperlihatkan perilaku yang lebih bermasalah dibandingkan ibu-ibu yang memiliki anak pertama ketika dewasa (Santrock, 2007).

2.9.3. Dampak Kehamilan Pada Remaja

  Dampak dari kehamilan remaja, antara lain : 1. Pengguguran Kandungan

  Faktor yang mendukung terjadinya pengguguran kandungan adalah : a.

  Status ekonomi sebuah keluarga Keadaan ini mendorong suatu keluarga untuk lebih memilih menggugurkan kandungannya karena faktor ekonomi yang membuat mereka merasa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan si bayi.

  b.

  Keadaan emosional Setiap remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah akan terganggu keadaan emosionalnya, apalagi bagi mereka yang tidak bisa menerima kehamilan tersebut karena malu terhadap lingkungan sehingga mendorong mereka untuk menggugurkan kandungan.

  c.

  Pasangan yang tidak bertanggung jawab Dengan usia yang belum cukup (belum matang) terlebih lagi bagi pihak pria yang harus bertanggungjawab sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukannya, membuat pihak pria berpikir dua kali untuk bertanggung jawab. Dan apabila pihak pria tidak bertanggung jawab maka ini terjadi beban bagi wanita sehingga memaksa dia untuk menggugurkan kandungannya (Ewy Hirawati, 2011).

2.10. Persalinan Pada Remaja Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal.

  Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai peranan ibu adalah melahirkan bayinya (Saifuddin, 2006). Persalinan adalah proses dimana bayi plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu tanpa disertai adanya penyulit). Persalinan dimulai (inprtu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (JNPK-KR, 2007).

2.10.1. Dampak Persalinan pada Remaja

  Beragam resiko yang terjadi pada persalinan di usia dini diantaranya : 1. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan

  Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri. Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.

  2. Anemia kehamilan/kekurangan zat besi.

  Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda. Karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.

  3. Mudah terjadi infeksi Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.

  4. Keracunan Kehamilan (Gestosis) Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.

  5. Kematian ibu yang tinggi Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi. Selain itu angka kematian ibu karena gugur kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga non profesional (dukun) (Ewy hirawati, 2011).

2.11. Perkawinan Dini

  Perkawinan adalah suatu peristiwa dimana sepasang calon suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin, untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami istri dengan upacara dari ritual tertentu (Kartono, 2006).

  Dalam wikipedia, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan pribadi yang biasanya intim dan seksual (wikipedia, 2001). Perkwaninan dini adalah perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan usia remaja. Remaja adalah usia 10-19 tahun dimasa masa remaja merupakan masa peralihan yang sesngguhnya yaitu dari kanak- kanak menjadi dewasa (Steve, 2007).

2.11.1. Batasan Usia Perkawinan

  Batasan usia perkawinan berbeda-beda. Menurut Undang-Undang perkawinan nomor 1 tahun 1974, salah satu syarat untuk menikah adalah bila pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Undang-Undang perkawinan bahkan membolehkan adanya dispensasi menikah pada anak di bawah usia tersebut. Dalam Undang-Undang perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002, orangtua wajib melindungi anak dari perkawinan dini. Undang-Undang perlindungan Anak memberikan batasan usia anak adalah usia <18 tahun. Namun menurut BkkbN, batasan usia perkawinan adalah 20 tahun karena hubungan seksual yang dilakukan pada uisa di bawah 20 tahun beresiko terjadinya kanker leher rahim serta penyakit menular seksual (Rafika, 2011).

  Usia perkawinan yang ideal bagi perempuan adalah 20-25 tahun, sementara laki-laki 25-28 tahun karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara fisiologis sudah berkembang secara baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan. Usia terbaik bagi wanita untuk hamil dan melahirkan adalah pada usia 20-30 tahun (Endjun, 2002).

2.11.2. Alasan Untuk Melakukan Perkawinan

  Menurut kartono (2006), alasan dan motivasi orang untuk melakukan perkawinan ada bermacam-macam. Umpama saja alasan-alsan sebagai berikut :

1. Distimulir oleh dorongan-dorongan romantik 2.

  Hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidup 3. Ambisi besar untuk mencapai status sosial tinggi 4. Keinginan untuk mendapatkan asuransi hidup di masa tua 5. Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seks dari partnernya 6. Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu keluarga atau orang tua 7. Dorongan cinta terhadap anak 8. Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur 9. Malu kalau sampai di sebut sebagai “gadis tua” 10.

  Motif-motif tradisional dan berbagai macam alasan lainnya.

2.11.3. Dampak Perkawinan Usia Dini pada Kehamilan dan Persalinan

  Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja ini, alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal melewati masa kerjanya yang maksimal. Rahim pada seorang wanita mulai mengalami kematangan sejak umur 14 tahun yang ditandai dengan dimulainya menstruasi. Pematangan rahim secara anatomis. Pada seorang wanita, ukuran rahim berubah sejalan dengan umur dan perkembngan hormonal (Kusmiran, 2011).

  Pada seorang anak yang berusia kurang 8 tahun, ukuran rahimnya kurang lebih hanya setengah dari panjang vaginya. Setelah umur 8 tahun, ukuran rahim kurang lebih sama dengan vaginanya. Hal ini berlanjut sampai usianya kurang lebih 14 tahun (masa menstruasi) hingga besar rahimnya lebih besar sedikit dari ukuran vaginanya. Ukuran ini menetap sampai terjadi kehamilan. Pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat ruptur (robek). Di samping otot rahim, belum cukup kuat untuk menyangga kehamilan sehingga resiko yang lain dapat juga terjadi yaitu prolapsus uteri (turunnya rahim ke liang vagina) pada saat persalinan.

  Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil. Hal ini dapat dilihat dari terjadi kehamilan. Kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi perdarahan, dan terjadilah abortus atau kematian janin. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia reproduksi aktif. Hal ini dapat meningkatkan resiko kanker leher rahim di kemudian hari (Kusmiran, 2001).

  Dampak perkawinan dini terhadap kehamilan dan persalinan dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Perkawinan dalam usia muda merupakan salah satu faktor keganasan mulut rahim. Wanita yang hamil pertama sekali pada usia <17 tahun hampir selalu 2x lebih memungkinkan terkena kanker servik di usia tuanya dari pada wanita yang menunda kehamilannya hingga usia 25 tahun atau lebih tua (Manuaba, 1998).

  Insidensi kanker servik lebih tinggi terjadi pada wanita yang kawin daripada yang tidak kawin terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda yaitu <16 tahun (Prawirohardjo, 2002)

  2. Remaja beresiko paling besar untuk menghadapi masalah dalam masa hamil dan melahirkan anak termasuk insiden bayi berat lahir rendah. Studi di New York menunjukkan berat bayi lahir berkurang 200-400 gram pada ibu yang melahirkan usia <15 tahun dibanding 19-30 tahun. Hal ini merupakan risiko tinggi dalam proses kehamilan dan persalinan (Aritonang, 2010)

  Bayi dengan berat lahir rendah biasanya juga disebabkan karena kurangnya perhatian terhadap pemberian suplemen gizi selama hamil, khususnya yang mengandung zat besi, kalsium dan vitamin A. Setelah bayi lahir, sering juga terjadi kekurangan atau salah gizi pada bayinya. Karena pada usia dini, biasanya secara ekenomi belum mencapai kemandirian apalagi mapan (Indiarti, 2007).

  1. Kematian bayi dan abortus. Kejadian ini dua sampai tiga kali lebih tinggi pada kelompok usia dini daripada wanita berusia lebih dari 25 tahun karena remaja cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat daripada wanita dewasa. Remaja juga memiliki resiko lebih besar mengalami kondisi yang berhubungan dengan masalah kehamilan misal hipertensi kehamilan (Bobak, 2004).

  2. Keracunan Kehamilan (Gestosis). Kombinasi keadaan alat kesehatan reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk eklamsi dan pre eklamsi. Pre eklamsi dan Eklamsi memerlukan perhatian khusus karena dapat menyebabkan kematian (Manuaba, 1998).

  3. Kemungkinan resiko medik lainnya yaitu Fistula Vasikovaginal (membesarnya air seni ke vagina), Fistula Retrovaginal (keluarnya gas dan feses dari vagina) (Mardiya, 2011).

  4. Mudah terkena penyakit infeksi. Keadaan gizi yang buruk mengakibatkan tubuh mudah terkena infeksi.

  5. Persalinan lama dan sulit. Persalinan lama dan sulit adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin. Penyebab yaitu kelainan letak janin, kelainan panggul, kalainan kekuatan his, mengejan yang slah.

  6. Anemia kehamilan. Anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan kadar Hemoglobin darah kurang dari 11 gr/dl. Di indonesia, kira-kira 70 % wanita hamil menderita anemia. Penyebab anemia saat hamil muda disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda (Edjun, 2002).

  7. Cacat bawaan. Cacat bawaan merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan (Manuaba, 1998) Manuaba (2009), menambahkan kehamilan usia terlalu muda dapat menimbulkan pertumbuhan janin dalam kandungan kurang sempurna, persalinan sering diakhiri dengan tindakan operasi, pulihnya alat reproduksi setelah persalinan berjalan lambat, pengeluaran ASI yang tidak cukup.

  

2.12. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Orangtua dalam

Menikahkan Putrinya di Usia Dini

  1. Usia

  Terjadinya pernikahan di usia muda sedikit banyak pasti terkait dengan orangtua dan individu yang menjalaninya. Al-Gifari (2002) menyebutkan bahwa peran orangtua sangat menentukan remaja untuk menjalani pernikahan di usia muda. Orangtua selalu menganggap dirinya sebagai contoh sehingga aman bagi dia pasti aman buat anaknya, sebagai contoh apabila orangtua menikah di usia muda dan tidak terjadi hal yang merugikan maka dia sangat mendukung apabila dikemudian harianaknya untuk menikah muda.

  2. Pendidikan

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Martino dkk (2004) mengatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi kecenderungan pada anak untuk menikah dini karena pendidikan orang tua yang rendah sangat rentan untuk anak melakukan pernikahan dini. Hal ini disebabkan karena orang tua kurang memiliki pengetahuan dan wawasan tentang dampak dari pernikahan dini sehingga orang tua juga mendukung anak untuk melakukan pernikahan dini.

  3. Ekonomi

  Terjadi pada masyarakat yang tergolong menengah kebawah. Biasanya berawal dari ketidakmampuan mereka melajutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja atau bahkan tidak bisa mengenyam sedikitpun pendidikan, sehingga menikah merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi perempuan, dimana kondisi ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memiih mengantarkan putri mereka untuk menikah, karena paling tidak sedikit banyak beban mereka akan berkurang. Tetapi berbeda bagi anak laki-laki yang mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga sangatlah besar, sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai keterampilan terlebih dahulu sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka. Bagi sebuah keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi keluarga. Al-Gifari (2002)

  4. Pengetahuan

  Pengetahuan tentang kehamilan merupakan hal penting bagi setiap wanita yang telah menikah, termasuk remaja putri yang menikah dini. Dengan pengetahuan tentang kehamilan yang cukup wanita akan lebih siap menghadapi kehamilan dan tidak mudah mengalami kecemasan. Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang (Stuart & Sundeen, 2001). Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa semakin tinggi pendidikan yang di tempuh seseorang, maka semakin baik pengetahuan dan lebih luas di banding dengan tingkat pendidikan rendah. Begitu pula dengan Azwar (2005), yang mengatakan bahwa pendidikan juga membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan jadi pengetahuan. Pengambilan keputusan oleh seseorang untuk menikah di usia muda dapat dilihat sebagai perilaku manusia, menurut Benyamin Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku manusia itu dibagi kedalam 3 domain, yaitu kognitif (Cognitive), afektif (Afective) dan Psikomotor (Phychomotor).

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

  5. Sikap Orangtua tehadap Pernikahan Dini

  Menurut Sanderowitz dan Paxman (dalam Sarwono, 2007), menyatakan bahwa pernikahan dini juga sering terjadi karena remaja berfikir pendek untuk mengambil keputusan melakukan pernikahan dini. Selain itu faktor penyebab pernikahan dini adalah perjodohan orangtua, perjodohan ini sering terjadi akibat putus sekolah. Pendidikan seseorang sangat menentukan dalam kehidupannya, baik dalam mengambil keputusan, penyikapan masalah termasuk didalamnya kematangan psikologi maupun dalam hal lain yang lebih kompleks (Sarwono, 2007).

6. Tindakan Orangtua dalam Menikahkan Putrinya di Usia Dini

  Perilaku merupakan tindakan atau praktik yang dilakukan oleh orangtua dalam mengawinkan puterinya di usia remaja, dimana orangtua memilih untuk mengawinkan puterinya di usia remaja atau tidak mengawinkan puterinya di usia remaja. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat dialami langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu suatu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon perilaku atau tindakan responden memberikan respon tidak mengawinkan puteri mereka di usia remaja karena adanya stimulus yang menganggap bahwa perkawinan usia remaja dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi remaja puteri (Notoatmodjo, 2003).

2.13. Faktor Pencegah Kehamilan Pada Usia Dini

  Pencegahan kehamilan menjadi alternatif terbaik dibandingkan menggugurkan kandungan yang pastinya hanya merugikan pihak perempuan. Ada beberapa cara untuk mencegah agar tidak terjadi kehamilan antara lain: 1.

  Mencegah Kehamilan dengan Coitus Interuptus Metode Coitus Interuptus juga dikenal dengan metode senggama terputus.

  Teknik ini dapat mencegah kehamilan dengan cara sebelum terjadi ejakulasi pada pria, seorang pria harus menarik penisnya dari vagina sehingga tidak setetespun sperma masuk kedalam rahim wanita. Namun demikian walaupun teknik ini dapat mencegah kehamilan, beberapa penelitian menyatakan keberhasilan teknik coitus interuptus untuk mencegah kehamilan sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang pria untuk merasakan tanda ejakulasi dan kecepatannya untuk menarik penis dan mendapatkan orgasme di luar vagina. Karena banyak sekali pria yang tidak tahu pasti kapan dia mengalami ejakulasi, presentase pencegahan kehamilan dengan teknik ini menjadi sangat kecil. Untuk membuahi sel telur wanita, tidak dibutuhkan satu liter sperma. Tapi hanya satu sel sperma saja.

2. Mencegah kehamilan dengan Teknik Kalender

  Pencegahan kehamilan dengan teknik kalender sangat erat kaitannya dengan kemampuan seorang wanita untuk mengetahui masa suburnya. Sperma dapat hidup maksimal 3 s/d 5 hari di rahim wanita untuk menunggu terjadinya ovulasi dan segera membuahi sel telur. Dengan teknik kalender, seorang wanita diharapkan dapat mencegah terjadinya kehamilan dengan cara tidak melakukan hubungan intim di waktu 3 s/d 5 hari sebelum masa subur tersebut dan 3 hari setelah masa subur (sel telur dapat hidup selama maks 2 hari). Sama seperti metode sebelumnya, mencegah kehamilan dengan teknik ini tidak mempunyai presentase keberhasilan sampai 100% karena kesalahan penghitungan masa subur yang kurang tepat. Terlebih lagi bagi wanita yang siklus menstruasinya tidak teratur, sehingga tidak dapat diperkirakan secara pasti kapan ovulasi/masa subur terjadi, akhirnya tekhnik ini sangat tidak efektif untuk mencegah kehamilan.

3. Mencegah kehamilan dengan Alat Kontrasepsi Penggunaan alat kontrasepsi merupakan satu hal yang paling masuk akal.

  Walaupun tingkat keberhasilannya untuk mencegah kehamilan mendekati 100% banyak dari masyarakat kita enggan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Alat-alat pencegah kehamilan tersebut antara lain: a.

  Mencegah kehamilan dengan Kondom Kondom merupakan satu cara favorit untuk mencegah kehamilan. Harga yang murah dan penjualannya juga bebas. Kondom merupakan cara ampuh yang dikampanyekan pemerintah untuk mencegah kehamilan maupun menghindari HIV/AIDS. Namun demikian cara ini ternyata juga sering gagal dalam usaha mencegah kehamilan. Biasanya kehamilan terjadi karena karet plastik kondom bocor ataupun pada saat setelah ejakulasi dan laki-laki kurang hati-hati dalam menarik penisnya. Sehingga sperma akhirnya bisa lolos dan merembes masuk ke dalam vagina melalui pangkal penis laki-laki. Tetap harus diingat, walau pun Cuma setetes sperma, tapi isinya berjuta-juta sel sperma.

  b.

  Mencegah kehamilan dengan Pil KB Pil KB merupakan satu pilihan lain untuk mencegah kehamilan. Pil KB yang dirasa efektif untuk mencegah kehamilan biasanya PIL KB yang berisi kombinasi hormon pencegah kehamilan. PIL KB sendiri bekerja mencegah kehamilan dengan cara melindungi indung telur agar tidak melepaskan sel telur. Jika sel telur telah terlanjur lepas, PIL KB akan mencegah tertanamnya sel telur pada rahim.

  3. Mencegah kehamilan dengan memakai susuk/Norplant/Implant Hampir sama dengan PIL KB, susuk/implant ini setelah tertanam dalam tubuh wanita akan mengeluarkan hormon pencegah kehamilan secara terus menerus.

  Beberapa sumber menyatakan keberhasilan pencegahan kehamilan dengan teknik ini mencapai hampir 99%.

  4. Mencegah kehamilan dengan menggunakan Injeksi Cara mencegah kehamilan dengan teknik ini adalah dengan cara menyuntikkan obat Depo Provera yang berisikan hormon kedalam tubuh wanita dalam waktu tertentu. Biasanya wanita yang ingin mencegah kehamilan diberi dua opsi untuk melakukan suntik secara bulanan atau setiap tiga bulan sekali. Sama dengan PIL KB dan susuk, tingkat keberhasilan metode ini untuk mencegah kehamilan hampir mencapai 99%.

  5. Mencegah kehamilan menggunakan diagfragma dan kap serviks uterus Teknik ini bekerja untuk mencegah kehamilan dengan cara memasukkan diafragma/kap karet kedalam bagina enam jam sebelum berhubungan intim.

  Diafragma ini bekerja dengan mencegah masuknya sperma ke dalam rahim/uterus. Diafragma biasanya juga dilengkapi dengan spermisida untuk membunuh sperma dan mencegah kehamilan. Karena pemasangan diafragma ini sulit, sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter spesialis agar pesangannya tepat.

  6. Mencegah kehamilan dengan teknik Steril Persentase keberhasilan untuk mencegah kehamilan dengan cara ini tentunya mencapai 100% namun demikian biasanya untuk kembali mendapatkan kehamilan merupakan cara yang sulit untuk dilakukan. Metode steril dibagi menjadi dua yaitu

  Metode Operasi Wanita dan Metode Operasi Pria. Kedua metode ini dilakukan dengan cara operasi oleh dokter spesialis kandungan. Pada wanita dilakukan pemutusan atau pemasangan cincin pada saluran telur untuk mencegah sampainya sel telur yang dilepas di indung telur menuju rahim (Himawari, 2011).

  2.14. Kerangka Konsep

  Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, maka kerangka konsep penelitian ini adalah:

   Variabel Independen Variabel Dependen

  PENGETAHUAN SIKAP TINDAKAN

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

  2.15. Hipotesis Penelitian

  Adanya hubungan antara pengetahuan kehamilan dan persalinan usia dini terhadap sikap dan tindakan orangtua menikahkan putrinya di usia dini.

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Tindakan Ibu Hamil Tentang Deteksi Dini Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Di Puskesmas Medan Deli Tahun 2015

10 103 190

Hubungan Pengetahua Tentang Kehamilan Dan Persalinan Usia Dini Dengan Sikap Dan Tindakan Orangtua Menikahkan Putrinya Di Usia Dini di Desa Kasikan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Tahun 2014

0 30 106

Hubungan Pengetahuan Tentang Dampak Perkawinan Dini pada Kehamilan dan Persalinan dengan Sikap Remaja Putri Terhadap Perkawinan Dini di SMP Budi Utomo Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

4 70 84

Analisis Faktor yang Memengaruhi Kehamilan Usia Dini di Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

3 54 106

Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Wanita Usia Subur Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2012

0 57 104

Hubungan Perilaku Ibu Mengenai Kesehatan Gigi Anak Dengan Lactobacillus sp. Anak Usia 2-5 Tahun di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ar Raudhatul Hasanah, Medan

0 32 56

Hubungan Karateristik, Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan Bidan Desa Dalam Mencegah Dan Mengatasi Komplikasi Kehamilan Di Kabupaten Samosir Tahun 2008

4 47 115

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Pendidikan Karakter Anak Usia Dini Di TPA Mutiara Hati Di Desa Tegalarum Kecamatan Sempu Kabupaten Banyuwangi

0 8 89

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Tindakan Ibu Hamil Tentang Deteksi Dini Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Di Puskesmas Medan Deli Tahun 2015

0 1 25