Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Sumber Informasi Terhadap Perilaku Wanita Usia Subur Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks Di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2012

(1)

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU WANITA USIA SUBUR DALAM DETEKSI

DINI KANKER SERVIKS DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2012

TESIS

Oleh

FRIDA LINA TARIGAN 107032120/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU WANITA USIA SUBUR DALAM DETEKSI

DINI KANKER SERVIKS DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRIDA LINA TARIGAN 107032120/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU WANITA USIA SUBUR DALAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Frida Lina Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 107032120

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc. Sp.OG(K)) (Drs. Tukiman, M.K.M

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc. Sp.OG(K) Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K)


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI TERHADAP PERILAKU WANITA USIA SUBUR DALAM DETEKSI

DINI KANKER SERVIKS DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan si suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

Frida Lina Tarigan 107032120/IKM


(6)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan Ibu merupakan salah satu sasaran dari upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan pada ibu dan wanita pada umumnya adalah kesehatan reproduksi wanita. Perkembangan pembangunan memberikan berbagai dampak positif bagi perkembangan kesehatan di Indonesia. Tetapi di lain pihak, pembangunan juga berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Pergeseran norma dan pola hidup mengakibatkan pergeseran prilaku masyarakat termasuk di dalamnya wanita. Perubahan terhadap perilaku seks, kebiasaan konsumsi, pemeliharaan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan memberikan kontribusi terhadap munculnya berbagai penyakit degenerative maupun infeksi. Salah satu bentuk penyakit ganas yang mengenai wanita adalah kanker serviks.(E. Sutarto, 1989)

Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita seluruh dunia. Kanker ini adalah jenis kanker ketiga yang paling umum pada wanita, dialami oleh lebih dari 1,4 juta wanita di seluruh dunia (Ferlay et al.2001). Kanker serviks menurut WHO (World Health Organization) juga merupakan penyebab kematian nomor dua bagi kaum wanita dari seluruh penyakit kanker yang ada.

Kanker serviks berkontribusi sebesar 12% dari seluruh kanker yang menyerang wanita. Dari data World Health Organization(WHO), diperkirakan sekitar


(7)

tahun 2000-an insidensi penyakit ini kurang lebih 493.243 jiwa pertahun, sedangkan kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa pertahun. Jumlah penderita sebanyak 80% berasal dari Negara-negara sedang berkembang dan penyakit ini merupakan urutan pertama penyebab kematian akibat kanker di Negara berkembang tersebut. Kanker cerviks yang paling banyak dijumpai di Negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand,Vietnam dan Filipina. Indonesia dan Negara berkembang lainnya, kanker serviks menempati urutan pertama (Depkes,2007).

Di Negara yang sudah maju/industry, kanker cerviks menempati urutan ke 10 dari semua jenis kanker, atau kalau menurut kanker pada alat reproduksi wanita (ginekologi) maka kanker jenis ini menduduki urutan ke-5. Menurut Norwitz, insiden kanker cerviks ini di Amerika 10.370 kasus baru dan 1.123 kematian.

Di Asia menurut Wikenjosastro(1999) ditemukan insiden kanker cerviks sebanyak 20-30/100.000 wanita dengan angka kematian 5-10/100.000 wanita penderita kanker cerviks terutama paling banyak dijumpai pada usia 35-50 tahun.

Menurut data dari Yayasan Kanker Indonesia (2007) menyebutkan setiap tahunnya sekitar 500.000 wanita didiagnosa menderita kanker serviks dan lebih dari 250.000 meninggal dunia. Dari kenyataan tersebut sangat dibutuhkan suatu penanganan yang komprehensif untuk menanggulangi kanker termasuk pencegahan dan deteksi dini harus dilaksanakan dengan baik ( Female Cancer Programme, et.al, 2007).


(8)

Di Indonesia kanker serviks masih menduduki tempat pertama dalam urutan keganasan pada wanita dan sekitar 65 % penderita berada dalam stadium lanjut. Data yayasan Kanker Indonesia tahun 1999, kanker serviks merupakan tumor primer tersering pada wanita. Sekitar 270.000 perempuan di Indonesia meninggal dunia setiap tahun akibat kanker leher rahim atau serviks (Titik Kuntari).

Dari data yang didapat di RSCM terdapat insidens kanker cerviks sebesar 78,8% dari sepuluh jenis kanker Ginekolog. Data dari gabungan rumah sakit yang ada di Indonesia, maka jenis kanker yang terbanyak pada wanita dan pria menunjukkan frekuensi yang paling tinggi yaitu kanker cerviks (16,0%) disusul oleh kanker hati/hepatoma (12,0%) payudara (10,0%) dan lain-lain. Dari 1717 kasus ,kasus kanker yang terdapat pada alat reproduksi wanita pada sekitar tahun 1989-1992 kanker cerviks sebesar 76,2 % .

Insidens kanker cerviks berdasarkan kelompok umur penderita, didapati rendah pada umur <20 tahun, dan akan meningkat dengan cepat dan menetap pada usia 50 tahun, sedangkan karsinoma in situ mulai pada umur lebih muda/awal dan mencapai puncak pada usia 30-34 tahun, sedangkan dysplasia mencapai puncak pada usia 29 tahun dan turun sampai umur 50-59 tahun dan meningkat lagi pada umur yang lebih tua(Aziz, MF,2000).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Sumatera Utara penderita kanker cerviks pada tahun 1999 tercatat 475 kasus, tahun 2000 sebanyak 548 kasus dan tahun 2001 sebanyak 681 kasus.


(9)

Dari Rumah sakit yang mewakili Medan yaitu dari rumah sakit dr Pirngadi dan Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik didapat data sebagai berikut: RumahSakit dr Pirngadi Medan tahun 1999 sebanyak 57 kasus, tahun 2000 sebanyak 66 kasus, tahun 2001 sebanyak 85 kasus, tahun 2002 62 kasus, tahun 2003 sebanyak 92 kasus, tahun 2004 sebanyak 72 kasus, tahun 2005 sebanyak 98 kasus, sedangkan dari Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik Medan didapat data penderita kanker cerviks tahun 2001 sebanyak 55 kasus, tahun 2002 sebanyak 53 kasus, tahun 2003 sebanyak 56 kasus, tahun 2004 sebanyak 62 kasus, tahun 2005 sebanyak 111 kasus, tahun 2006 sebanyak 140 kasus dan tahun 2005 sebanyak 215 kasus.

Berdasarkan data penderita kanker serviks dari dua rumah sakit yang ada di kota Medan di atas didapat kecenderungan peningkatan penderita kanker serviks. Dari data yang didapat, 50% penderita kanker cerviks berakhir dengan kematian. Ini disebabkan karena pada umumnya para penderita datang berobat sudah dalam stadium lanjut sehingga sangat sulit untuk menangani penyakitnya sehingga akan berujung dengan kematian.

Kanker cerviks sebenarnya bisa disembuhkan bila dapat dideteksi secara dini dan pada stadium yang masih dini. Untuk itu diperlukan skrining kanker leher rahim dengan melakukan test pap atau dikenal dengan pap smear. Upaya pencegahan dini kanker leher rahim untuk pencegahan dan juga penyembuhan dapat ditingkatkan bila masyarakat mempunyai kebiasaan mengikuti program skrining terhadap penyakit ini, terutama bagi kelompok wanita usia subur , karena upaya pencegahan ini merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit ini (Ahdani,dkk,2005).


(10)

Namun karena minimnya gejala yang ditimbulkan oleh kanker serviks bila masih dalam stadium yang awal, maka penanganan terhadap penyakit ini seringkali terlambat sehingga dapat menyebabkan kematian (Bustan, 1997. Wikenjosastro, 1999).

Dampak dari tidak melakukan pemeriksaan pap smear adalah tidak terdeteksinya gejala awal kanker cerviks (Evennet,2004). Sama seperti kanker lainnya, maka kanker cerviks dapat menimbulkan kesakitan, penderitaan, kematian, dampak ekonomi maupun lingkungan dan pemerintah (Dina, 2010)

Kunci dari upaya penyembuhan yang dapat dilakukan dari penyakit kanker ini adalah deteksi dini. Untuk menemukan penderita tersebut dalam stadium dini, maka hal yang diperlukan adalah dengan melakukan skrining kanker leher rahim dengan melakukan test papsmear. Insidens penyakit ini dapat dikurangi apabila masyarakat mempunyai kebiasaan untuk mengikuti program skrining kanker ini dengan malakukan papsmear, khususnya bagi kelompok resiko tinggi karena upaya pencegahan kanker leher rahim merupakan langkah yang harus dilakukan (Ahdani,dkk,2005).

Berdasarkan data Kemenkes RI pada tahun 2008 didapatkan data bahwa hanya 5% wanita yang melakukan skrining kanker serviks dengan pemeriksaan papsmear. Padahal pelaksanaan skrining idealnya adalah 80%. Dari jumlah penduduk wanita Indonesia , maka angka 5% merupakan angka yang masih kecil sekali.


(11)

Pada tahun 1988 di “Mayo Klinik Health Center” menyatakan bahwa dengan ditemukannya teknologi papsmear selama 40 tahun terakhir, angka kematian kanker serviks turun 70% (Tara,2001).

Masih rendahnya kesadaran wanita dalam melakukan deteksi dini dengan papsmear dapat disebabkan oleh berbagai factor. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya pemeriksaan pap smear yang dilakukan oleh wanita disebabkan oleh rendahnya pengetahuan tentang papsmear. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Petisah Tengah, hanya 5,5% kelompok ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang deteksi dini kanker serviks( pemeriksaan pap smear), dan terdapat 31,8% memiliki pengetahuan yang buruk (Octavia,2009). Rendahnya pengetahuan masyarakat ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapat . Pengetahuan dan sikap masyarakat sangat mempengaruhi perilaku (tindakan) dalam melakukan pemeriksaan pap smear . Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan factor-faktor yang berhubungan erat terhadap perilaku wanita dalam melakukan pemeriksaan pap smear (Ratna Puspita, 2008). Bila masyarakat mendapat pengetahuan yang cukup diharapkan perilaku mereka (sikap dan tindakan mereka ) akan menjadi lebih baik dalam hal ini wanita mau dan mampu melakukan deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear). Jadi sangat penting meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pap smear untuk memperoleh peningkatan wanita untuk melakukan deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) dengan cara


(12)

memberikan informasi sebanyak-banyaknya. Sumber informasi disini bisa dari teman sebaya, teman kerja, media cetak dan media elektronika.

Faktor lain yang didapat bahwa deteksi dini kanker serviks oleh seorang wanita dapat terlaksana dengan baik bila ada dukungan social dalam hal ini keluarga , dimana anggota keluarga siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan keluarga ini dapat berupa dukungan social keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau dukungan dari saudara kandung suami/istri atau dukungan keluarga eksternal (Friedman,1998). Kepala rumah tangga yaitu suami dapat berperan serta dalam kesehatan reproduksi dari si istri. Bentuk peran tersebut dapat berupa pemberian dukungan terhadap kesehatan reproduksi

Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa dukungan keluarga seperti suami sangat diperlukan dalam hal kesehatan reproduksi wanita. Beberapa penelitian membuktikan hal tersebut yaitu antara lain: penelitian yang dilakukan Amatya dkk(1994), di Bangladesh menunjukkan bahwa konseling terhadap suami tentang penerimaan alat kontrasepsi norplant menunjukkan efek positif dengan tingkat drop out hanya 10 %. Dukungan keluarga yang merupakan bagian dari dukungan social juga berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran dalam pemeriksaan papsmear. Dukungan keluarga disini bukan hanya terbatas pada keluarga inti saja melainkan keluarga secara luas (extended family) yaitu suami, mertua, orangtua, saudara suami, saudara kandung.

Tingginya angka penderita kanker leher rahim di Indonesia disebabkan oleh rendahnya kesadaran wanita untuk memeriksakan kesehatan dirinya. Padahal pada


(13)

saat ini sudah banyak upaya yang dapat dilakukan secara dini untuk mengobati dan menindaklanjuti penyakit yang diderita oleh seseorang. Bila penyakit ini diketahui secara dini maka sebenarnya kanker ini dapat disembuhkan. Untuk menemukan penderita kanker leher rahim pada stadium dini, maka diperlukan skrining kanker leher rahim dengan melakukan test pap atau sering disebut papsmear. Pencegahan dan penyembuhan kanker leher rahim dapat ditingkatkan bila masyarakat mempunyai kebiasaan mengikuti program skrining kanker leher rahim dengan papsmear sebagai upaya pencegahan dini, khususnya bagi wanita kelompok umur wanita beresiko tinggi.

1.2.Permasalahan

Bagaimana pengaruh dukungan keluarga dan sumber informasi terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan.

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisa pengaruh dukungan keluarga dan sumber informasi terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) pada wanita usia subur di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan.

1.4.Hipotesis

Hipotesis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah, ada pengaruh dukungan keluarga dan sumber informasi terhadap perilaku wanita usia subur dalam


(14)

deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan.

1.5.Manfaat Penelitian

Dari hasi penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Untuk Dinas Kesehatan sebagai informasi untuk mengambil kebijakan dalam upaya promosi kepada masyarakat agar termotivasi untuk melakukan pemeriksaan pap smear dalam upaya deteksi dini kanker leher rahim.

2. Bagi masyarakat agar khususnya wanita usia subur mengetahui dan memahami tentang penyakit kanker leher rahim sehingga dapat mempunyai kesadaran bahwa deteksi dini kanker leher rahim dengan papsmear sangat penting dalam upaya deteksi dini kanker leher rahim.

3. Tenaga Kesehatan

Sebagai informasi dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam upaya memberikan pengertian kepada masayarakat khususnya wanita usia subur tentang pentingnya pemeriksaan pap smear dalam mencegah penyakit kanker leher rahim. 4. Terhadap ilmu pengetahuan diharapkan dapat dipakai sebagai bahan referensi dan masukan dalam penelitian selanjutnya terkait dengan pengaruh dukungan keluarga dan sumber informasi terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan papsmear ) di Kecamatan Medan Selayang Kota Medan.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Serviks

2.1.1. Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang terjadi pada leher rahim. Kanker serviks sering ini disebut juga dengan kanker leher rahim atau kanker mulut rahim dimulai pada lapisan serviks. Leher rahim (serviks) adalah bagian bawah uterus(rahim). Rahim memiliki dua bagian. Bagian atas , disebut tubuh rahim, adalah tempat bayi tumbuh. Leher rahim di bagian bawah, menghubungkan tubuh rahim ke vagina, atau disebut juga jalan lahir (Bosch et.al,1992).

Kanker serviks terbentuk sangat perlahan dimulai beberapa sel berubah dari normal menjadi sel-sel pra kanker dan kemudian menjadi sel kanker. Proses ini dapat terjadi bertahun-tahun, tapi kadang-kadang terjadi lebih cepat. Perubahan ini sering disebut dysplasia. Displasia ini dapat ditemukan dengan menggunakan test pap smear dan dapat diobati untuk mencegah terjadinya kanker (Walboomers et.al,1999).

Di Indonesia jumlah prevalensi penyakit ini cukup besar. Setiap hari ditemukan 40-45 kasus baru dengan jumlah kematian mencapai 20-25 orang. Diperkirakan 48 juta wanita beresiko mengidap penyakit ini. Kanker leher rahim ini biasanya menyerang wanita yang berusia 35-55 tahun. Jarang terjadi pada usia dibawah 20 tahun. Tetapi ketika wanita berada pada usia tua atau pada usia sesudah menopause masih beresiko terkena penyakit ini. Oleh karena itu penting bagi wanita


(16)

lebih tua untuk tetap menjalani tes pap smear secara teratur(Koss, 1989). Sebanyak 90% kanker rahim ini berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju rahim.

2.1.2. Epidemiologi

Kanker leher rahim merupakan penyebab kematian nomor satu yang sering terjadi pada wanita di Indonesia. Sekitar 80 % kasus kanker leher rahim atau kanker serviks terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Di Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker leher rahim per 100.000 penduduk (Swasono,2008).

Kasus penyakit kanker serviks lebih banyak disebabkan oleh infeksi yang terus menerus dari Human Papiloma Virus(HPV) (Wijaya,2010). Infeksi virus ini biasanya ditularkan melalui hubungan seks.

Di Negara berkembang penyakit ini lebih tinggi dibandingkan dengan di negara yang lebih maju. Tingginya kasus di negara berkembang diakibatkan oleh terbatasnya akses screening dan pengobatan, sehingga lebih banyak penderita yang datang berobat sudah dalam kondisi kritis dan penyakitnya sudah dalam stadium lanjut. Di Indonesia sendiri hambatan skrining cukup besar Karena test skrining ini belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Emilia, 2010).

2.1.3. Faktor Resiko Kanker Serviks

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan peluang seorang wanita untuk terkena kanker serviks. Faktor-faktor tersebut adalah :


(17)

a. Infeksi Virus Human Papilloma (HVP)

Faktor resiko dari infeksi HPV adalah factor yang terpenting dalam timbulnya penyakit kanker serviks ini. Human Papilloma Virus adalah sekelompok lebih dari 100 virus yang berhubungan yang dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit, ditularkan melalui kontak kulit seperti vaginal, anal, atau oral seks(Bosch et.al,1995).

Virus ini berasal dari familia Papovaridaedan genus Papilloma virus. Virus HPV berisiko rendah dapat menimbulkan penyakit kutil kelamin yang akan dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena kekebalan tubuh. Tetapi pada virus yang beresiko tinggi(tipe 16,18,31,33 dan 45), maka virus ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan terbentuknya sel-sel pra kanker karena virus ini dapat mengubah permukaan sel-sel vagina. Oleh karena itu bila tidak terdeteksi secara dini dalam jangka waktu yang lama virus itu dapat menyebabkan terbentuknya sel-sel pra kanker serviks.

Hubungan seks yang tidak aman terutama pada usia muda atau melakukan hubungan seks dengan banyak pasangan, memungkinkan terjadinya infeksi HPV. Infeksi virus HPV dapat terjadi dalam 2-3 tahun pertama mereka aktif secara seksual (Bosch, et.al,1992).

Organ reproduksi wanita pada usia remaja (12-20 tahun) sedang aktif berkembang. Bila terjadi rangsangan oleh penis/sperma dapat memicu perubahan sifat sel menjadi tidak normal, apalagi bila terjadi luka saat berhubungan seksual dan kemudian terjadi infeksi virus HPV. Saat ini sudah ada beberapa vaksin yang dapat mencegah terjadinya infeksi dari beberapa jenis HPV (Koss, 1989).


(18)

Sebenarnya sebagian besar HPV akan menghilang dengan sendirinya oleh kekebalan tubuh alami, tetapi ada beberapa tipe HPV yang tidak hilang oleh karena kekebalan tubuh alami dan justru menetap. Tipe inilah yang menetap dan menyebabkan perubahan sel normal serviks menjadi tidak normal. Perjalanan kanker serviks dari infeksi HPV, tahap pra kanker, hingga menjadi kanker serviks memakan waktu sekitar 10-20 tahun.

b. Pasangan Seksual yang Berganti-ganti

Dari berbagai penelitian yang dilakukan timbulnya penyakit kanker serviks berkaitan erat dengan perilaku seksual seperti mitra seks yang berganti-ganti. Resiko kanker serviks lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks (Mardiana,2004). Juga resiko akan meningkat bila berhubungan seks dengan pria yang beresiko tinggi (laki-laki yang berhubungan seks dengan banyak wanita atau mengidap kandiloma akuminata (Aziz,2000)

c. Usia Pertama Melakukan Hubungan Seks

Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada umur dibawah 17 tahun hampir selalu 3x ;lebih mungkin terkena kanker serviks di usia tuanya (Gant, 2010, Wijaya, 2010). Semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seks maka semakin besar resiko terkena kanker serviks. Hal ini disebabkan karena alat reproduksi wanita pada usia ini belum matang dan sangat sensitif

d. Merokok

Tembakau atau rokok mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dikunyah atau dihisap sebagai rokok atau sigaret. Penelitian menunjukkan lendir


(19)

serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya terdapat di dalam rokok. Produk sampingan rokok seringkali ditemukan pada mukosa serviks dari wanita perokok (Bosch et.al, 1992, Wijaya, 2010)

e. Jumlah Anak

Wanita yang sering melahirkan mempunyai resiko 3-5 x lebih besar terkena kanker leher rahim. Terjadinya trauma pada bagian leher rahim yang tipis dapat merupakan penyebab timbulnya suatu peradangan dan selanjutnya berubah menjadi kanker. Menurut berapa pakar, jumlah kelahiran yang lebih dari 3 akan meningkatkan resiko wanita terkena kanker serviks (Wijaya, 2010).

f. Kontrasepsi

Pil KB yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resiko terkena kanker serviks.Dari beberapa penelitian menemukan bahwa resiko kanker serviks meningkat berkaitan dengan semakin lama wanita tersebut menggunakan pil KB, dan cenderung akan menurun pada saat pil tersebut dihentikan(Bosch et.al,1992). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pemakaian pil KB akan menyebabkan wanita lebih sensitive terhadap HPV sehingga makin meningkatkan resiko terkena kanker serviks

g. Riwayat Keluarga

Sama seperti jenis kanker lainnya, maka pada kanker leher rahim juga akan meningkatkan resiko terkena pada wanita yang mempunyai keluarga (Ibu atau kakak perempuan) terkena kanker leher rahim. Bila wanita mempunyai Ibu atau kakak perempuan yang terkena kanker rahim, maka wanita tersebut mempunyai resiko


(20)

terkena kanker ini 2 atau 3 x lebih besar dari orang lain yang tidak mempunyai riwayat keluarga.

h. Kekebalan Tubuh

Seseorang yang melakukan diet ketat, diet rendah sayuran dan buah-buahan, rendahnya konsumsi vitamin A,C, dan E setiap hari dapat menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh, sehingga oang tersebut gampang terinfeksi oleh berbagai kuman, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh dapat juga mempercepat pertumbuhan sel kanker dari noninvasive menjadi invasif.

2.2. Pertumbuhan Kanker Serviks dan Gejalanya 2.2.1 Pertumbuhan Kanker Serviks

Pertumbuhan kanker serviks tumbuh dan berkembang secara bertahap dimulai dari lesi pra kanker yang disebut dysplasia (CIN/Cervical Intraephitel Neoplasm). Perubahan morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan rasio inti/sitoplasma dan kehilangan polaritas yang normal adalah ciri dari dysplasia. Displasia bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi kanker bila tidak diatasi (Hacker, 2005).

Interval waktu yang dibutuhkan antara timbulnya lesi pra kanker dan terjadinya kanker leher rahim membutuhkan waktu yang cukup panjang. Diperkirakan 80% dari dysplasia akan menjadi karsinoma in situ dalam waktu 10-15 tahun(Robbins dan Kumar, 1995). Dalam waktu yang panjang tersebut dapat


(21)

dilakukan berbagai upaya pencegahan berupa pemeriksaan dan pemberian terapi secara dini ( Husain&Hoskin,2002).

2.2.2. Stadium Kanker Leher Rahim

Stadium Kanker Leher Rahim dapat dibagi menjadi beberapa tahap menurut Federation International of Gynecology and Obstetricts(FIGO) yaitu:

1. Stadium 0

Stadium ini disebut juga”Carsinoma in-situ” yang berarti kanker yang berada di tempatnya” belum menyerang bagian lain. Perubahan yang tidak wajar hanya ditemukan pada permukaan serviks. Ini termasuk kondisi pra-kanker yang bisa diobati dengan tingkat kesembuhan mendekati 100%. Namun bila dibiarkan, maka pra- kanker ini dapat berkembang menjadi kanker setelah beberapa tahun. Pap smear dapat menemukan karsinoma in-situ dan dapat disembuhkan dengan mengambil daerah permukaan serviks yang sel-selnya mengalami perubahan tidak wajar.

Stadium 1

Stadium 1 berarti bahwa kanker baru berada di leher rahim. Stadium ini dibagi menjadi:

- Stadium 1A 1: pertumbuhannya begitu kecil sehingga kanker hanya bisa dilihat dengan sebuah mikroskop atau kolposkop. Pada stadium ini, kanker telah tumbuh kurang dari 3 mm ke dalam jaringan serviks, dan lebarnya kurang dari 7 mm

- Stadium 1A 2: Kanker telah tumbuh antara 3-5 mm ke dalam jaringan-jaringan serviks, tetapi lebarnya masih kurang dari 7mm.


(22)

- Stadium 1B : Area kanker lebih luas, tetapi kanker masih berada dalam jaringan serviks dan biasanya belum menyebar. Kanker ini bisa dilihat tanpa menggunakan mikroskop, tetapi kadang tidak selalu demikian.

- Stadium 1B 1: kanker tidak lebih besar dari 4 cm

- Stadium 1B2: kanker lebih besar dari 4 cm(ukuran horizontal) 2. Stadium 2

Kanker mulai menyebar ke luar dari leher rahim menuju ke jaringan-jaringan di sekitarnya. Tetapi kanker belum tumbuh ke dalam otot-otot atau ligament dinding panggul atau menuju ke vagina bagian bawah. Stadium 2 dibagi menjadi 2 yaitu:

- Stadium 2A: kanker telah menyebar ke vagina bagian atas. Dapat diobati dengan gabungan radioterapi atau pembedahan atau keduanya.

- Stadium 2A 1: kanker berukuran 4 cm atau kurang - Stadium 2A 2: kanker berukuran lebih dari 4 cm

- Stadium 2B: ada penyebaran ke dalam jaringan sekitar serviks. Dapat diobati dengan gabungan radioterapi dan kemoterapi.

3. Stadium 3

Pada stadium 3, kanker servisk telah menyebar jauh dari serviks menuju ke dalam struktur di sekitar daerah panggul. Kanker mungkin telah tumbuh ke dalam vagina bagian bawah dan otot-otot serta ligament yang melapisi dinding panggul. Dan kemungkinan juga kanker telah tumbuh memblokir saluran kencing. Stadium ini dibagi menjadi :


(23)

- Stadium 3A: kanker telah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina tetapi masih belum ke dinding panggul

- Stadium 3B: kanker telah tumbuh menuju ke dinding panggul atau memblokir satu atau kedua saluran pembuangan ginjal

Stadium ini biasanya bisa diobati dengan radioterapi dan kemoterapi. 4. Stadium 4

Kanker serviks stadium 4 adalah kanker yang paling parah. Kanker telah menyebar ke organ-organ tubuh di luar serviks dan rahim. Stadium ini dibagi menjadi:

- Stadium 4A: kanker telah menyebar ke organ-organ seperti kandung kemih dan dubur

- Stadium 4B: kanker telah menyebar ke organ tubuh yang sangat jauh misalnya paru-paru.

Pada stadium ini kanker diobati dengan pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi atau kombinasi segalanya.

2.2.3. Gejala Kanker Leher Rahim

Menurut Sukaca (2009) gejala penderita kanker serviks diklasifikasikan menjadi dua yaitu gejala pra kanker serviks dan gejala kanker serviks.

Gejala pra kanker serviks ditandai dengan gejala : 1. Keluar cairan encer dari vagina(keputihan)

2. Pendarahan setelah sanggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi pendarahan yang abnormal.


(24)

3. Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah.

4. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi pendarahan kronis

5. Timbul nyeri panggul(pelvis) atau diperut bagian bawah bila ada radang panggul Gejala Kanker Serviks:

Bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi kanker serviks, maka muncul gejala-gejala sebagai berikut:

1. Pendarahan pada vagina yang tidak normal. Ditandai dengan pendarahan diantara periode menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, pendarahan setelah hubungan seksual.

2. Rasa sakit saat berhubungan seksual

3. Bila kanker telah berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala-gejala seperti penurunan berat badan, nyeri panggul, kelelehan, berkurangnya nafsu makan, keluar tinja dari vagina, dll.

2.3. Upaya Pencegahan Kanker Leher Rahim

Pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah keadaan pra kanker maka tindakan pencegahan terpenting yang bisa dilakukan adalah menghindari factor-faktor risiko yang telah diuraikan di atas.

Faizah(2010) menyatakan pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan tiga strategi antara lain:


(25)

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah sebuah pencegahan awal kanker yang utama. Hal ini untuk menghindari factor resiko yang dapat dikontrol(Sukaca, 2009). Pencegahan primer diperlukan pada semua populasi yang memiliki resiko terkena kanker serviks. Cara-cara pencegahan primer adalah:

a. Penyuluhan tentang kanker serviks b. Menurunkan factor resiko

c. Nutrisi

Faizah(2010) menyatakan gizi yang bagus lebih mudah mencegah serangan penyakit kanker servik, karena kekurangan gizi dapat menyebabkan system kekebalan tubuh menjadi lemah dn tidak dapat melawan virus.Makanan yang mengandung Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E, dan makanan yang mengandung bahan-bahan antioksidan seperti advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam dan tomat.

d. Vaksinasi

Nurwijaya(2010) mengatakan, vaksin HPV dapat merangsang pembentukan antibody dan dapat mematikan virus penyebab penyakit yang mengandung DNA-HPV. Vaksin pencegahan terbagi menjadi 2 yaitu : vaksin yang diberikan kepada orang sehat dan bertujuan untuk membentuk antibody, dan vaksin pengobatan yang diberikan pada orang yang sudah terinfeksi HPV. WHO merekomendasikan, vaksin sebaiknya diberikan pertama kali dalam lima tahun setelah berhubungan


(26)

seksual atau usia 25 sampai 65 tahun, Frekuensi vaksinasi dilakukan 2-3 tahun sekali dengan catatan dua kali berturut-turut hasil negative.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks dengan skrining dan deteksi dini sehingga kemungkinan sembuh pada penderita dapat ditingkatkan. Deteksi dini atau skrining dapat dilakukan dengan Pap smear, IVA, Pap net( dengan komputerisasi).

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier kanker serviks bertujuan untuk mencegah komplikasi klinik dan kematian awal. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan cara memberikan pengobatan yang tepat baik berupa operasi, kemoterapi, dan radioterapi.

2.4. Deteksi Dini dengan Pap Smear

Gejala awal kanker serviks sebenarnya dapat diketahui bila dilakukan deteksi dini terhadap penyakit tersebut, sehingga bila diketahui secara dini maka akan dapat disembuhkan (Wijaya, 2010). Saat ini telah dikenal beberapa metode untuk deteksi dini kanker serviks diantaranya pap smear.

Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada sel (Raiano, 2006). Pap smear adalah metode skrining, ditemukan pertama kali oleh seorang dokter yaitu George N Papinakolau pada tahun 1928 . Pap smear dipakai untuk mendeteksi proses-proses pra keganasan dan


(27)

keganasan di ektoserviks (leher rahim bagian luar) dan infeksi dalam endoserviks (serviks bagian dalam) an endometrium.

Pap smear merupakan pemeriksaan sitologi untuk mengetahui ada tidaknya proses infeksi, kelainan pra kanker, dan kanker serviks. Pap smear merupakan suatu skrining untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak mempunyai keluhan sehingga dapat mendeteksi perubahan sel sebelum berkembang menjadi kanker atau kanker stadium dini. Menurut Depkes (2007) , test papsmear dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan tidak atau relative kurang rasa nyerinya. Deteksi dini dengan papsmear telah dianjurkan oleh para ahli karena dapat sedini mungkin mengetahui keadaan/perubahan pada leher rahim dan bila ada perubahan/ kelainan dapat segera dilakukan tindakan. Test papsmear dapat dilakukan pada wanita yang telah aktif berhubungan seks dan disarankan dilakukan rutin setiap 1 tahun sekali (Nurcahyo, 2010).

Pemeriksaan pap smear dapat dilakukan kapan saja, kecuali masa haid atau memang dilarang atas petunjuk dokter. Bila wanita hamil, tidak menghalangi untuk melakukan papsmear, karena test ini dapat dilakukan dengan aman. Ada beberapa syarat yang harus dipatuhi oleh seorang wanita agar hasilnya valid, yakni test dilakukan pada masa subur, dua minggu sebelum dan sesudah haid. Selama 1x24 jam wanita tidak boleh berhubungan seksual dan mencuci vaginanya dengan antiseptic. Demikian juga dengan jenis obat yang dimakan dalam 24 jam terakhir.Pasein harus mematuhi nasehat dokter sebab pada tahap awal sel kanker tidak bisa dideteksi dengan mudah (Nurcahyo, 2010).


(28)

2.4.1. Manfaat Pap Smear

Menurut Sumaryati(2003) pap smear adalah untuk mendeteksi dini tentang adanya radang pada leher rahim, dan tingkat peradangannya, adanya kelainan degenerative pada rahim, ada /tidaknya kelainan pada leher rahim,ada tidaknya keganasan pada rahim. Dengan demikian dapat diupayakan penanganan dan pengobatan (Emilia, 2010).

2.5. Pedoman Deteksi Dini Kanker Serviks

Yang perlu melakukan test pap smear adalah :

a. Wanita menikah atau melakukan hubungan seks pada usia<20 tahun

b. Wanita muda memiliki mulut rahim yang belum matang, ketika melakukan hubungan seksual terjadi gesekan yang dapat menimbulkan luka kecil, yang dapat mengundang masuknya virus.

c. Wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks, akan menderita infeksi di daerah kelamin, sehingga dapat ,mengundang virus HPV

d. Wanita perokok, memiliki resiko dibandingkan dengan wanita tidak merokok, karena rokok akan menghasilkan zat karsinogen yang menyebabkan turunnya daya tahan di daerah serviks

e. Wanita yang sering melahirkan, kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan disebabkan oleh trauma persalinan, perubahan hormonal, dan nutrisi selama melahirkan.


(29)

Dari rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bosch (1992) terdapat beberapa pedoman deteksi dini kanker serviks :

1. Wanita yang harus melakukan test pap smear sekitar 3 tahun setelah mereka mulai melakukan hubungan seks.

2. Dimulai pada usia 30 tahun, para wanita yang mempunyai hasil test normal sebanyak 3 x berturut-turut, mugkin dapat menjalani test pap smear setiap 2 sampai 3 tahun sekali. Untuk wanita diatas 30 tahun adalah menjalani test Pap smear setiap 3 tahun sekali plus test HPV DNA.

3. Wanita yang memiliki factor resiko tertentu (seperti infeksi HPV atau punya imunitas lemah) harus mendapatkan test Pap smear setiap tahun.

4. Wanita yang berusia 70 tahun atau lebih tua dengan hasil test Pap Normal selama 3 tahun berutut-turut ( dan tidak mempunyai test abnormal dalam 10 tahun terakhir) dapat memilih untuk berhenti melakukan test. Tetapi wanita yang telah menderita kanker serviks atau yang memiliki factor resiko lain , harus tetap melakukan test ini.

5. Wanita yang pernah mengalami total histerektomi juga dapat memilih untuk berhenti melakukan test kecuali telah melakukan pembedahan untuk mengobati kanker serviks atau pra-kanker. Wanita yang pernah menjalani histerektomi sederhana(leher rahim tidak dihapus) harus tetap mengikuti pedoman di atas.

Bahan pemeriksaan terdiri atas secret vagina, secret servikal,(eksoserviks), secret endo servikal, secret endometrial, secret fornik posterior( Depkes, 2007).


(30)

2.6. Dukungan Sosial Keluarga 2.6.1. Pengertian Dukungan Sosial

Pierce (dalam Kail dan Cavanaugh, 2000) mendefenisikan dukungan social sebagai sumber emosional, informasional, atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Diametto (1991) mendefenisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet,1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

Sarafino (2006) mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Orang disini dapat diartikan sebagi individu atau kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan menjadi dukungan social atau tidak, tergantung pada sejauh mana individu merasakan hal tersebut sebagai dukungan sosial.

Rook (1985, dalam Smet, 1994) mendefenisikan dukungan sosial; sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stress. Dukungan sosial yang diterima akan membuat individu merasa diperhatikan, timbul


(31)

rasa percaya diri, tenang, dan kompeten. Oleh karena adanya dukungan sosial tersebut maka individu akan merasa dicintai, dihargai, dan menjadi bagian dari kelompok.

Taylor (2009) mendefenisikan dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari perhatian, emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi, dan adanya penilaian atau penghargaan. Dukungan social dapat berarti bagi seseorang tetapi bisa saja tidak berarti bagi orang lain. Dukungan sosial dapat berasal dari orang-orang penting terdekat (significant others) bagi individu yang membutuhkan bantuan. Dukungan social ini dapat berasal dari pasangan, anggota keluarga, teman, (Chermonas, 2003).

Beberapa ahli seperti Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Waltson, Alagna and Devellis, 1983: dalam Sarafino,1998) menyatakan bahwa individu yang memperoleh yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

2.6.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Sosial

Stanley(2007) mengatakan factor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah:

1. Kebutuhan Sosial

Seseorang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik akan lebih dikenal di masyarakat dibandingkan dengan orang yang tidak pernah bersosialisasi dengan orang lain. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik akan cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat


(32)

2. Kebutuhan Fisik

Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya makan seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial. 3. Kebutuhan Psikis

Apabila seseorang menghadapi masalah baik ringan mauipun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan, dicintai.

2.6.3. Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Cohen & Syme (1985), mengklasifikasikan dukungan social dalam 4 kategori yaitu :

1. Informasi

Memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini berupa memberikan nasehat, petunjuk, masukan, atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap, atau bagaimana mengatasi masalah yang dihadapi.

2. Emosional

Meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih saying, dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga.


(33)

3. Instrumental

Meliputi bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitatif atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan lain.

4. Apraisal (Penilaian)

Dukungan ini bisa berbentuk penilaian yang positif, penguatan(pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan social yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stress.

Menurut Wangmuba(2009), sumber dukungan social yang natural terbebas dari beban dan label psikologis terbagi atas:

1. Dukungan social utama bersumber dari keluarga.

Mereka adalah orang-orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagi system social, mempunyai fungsi-fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkan perasaan memiliki antara sesame anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikan rasa aman bagi anggota-anggotanya.

2. Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman

Dukungan teman dalam memberikan dukungan social dibagi menjadi 3 proses yaitu: 1. Membantu material atau proses, hal tersebut dapat berupa informasi dan uang 2. Dukungan emosional, yakni perasaan tertekan dapat dikurangi dengan


(34)

membicarakannya dengan teman simpatik yang memberikan penerimaan yang tulus. Proses yang ketiga adalah integrasi social yaitu diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan perasaan kesepian, perasaan sejahtera, dan memperkuat ikatan sosial.

3. Dukungan Sosial dari masyarakat

Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan dilakukan secara professional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2.7. Keluarga

Menurut Depkes RI (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Bailon (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah: a. Unit terkecil masyarakat

b. Tediri atas dua orang atau lebih

c. Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah d. Hidup dalam satu rumah tangga


(35)

e. Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga f. Berinteraksi diantara sesame anggota keluarga g. Setiap anggota memiliki perannya masing-masing

h. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan (Effendy, 1997) Ada beberapa tipe keluarga yakni :

a. Keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak,

b. Keluarga conjugal, yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak-anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orangtua.

c. Keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan diatas keluarga aslinya. Keluarga luas ini meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek dan keluarga nenek.

2.7.1. Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri atas bermacam-macam, diantaranya adalah:

a. Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. b. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.


(36)

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.7.2. Ciri-ciri Struktur Keluarga

Menurut Carter dalam Jhonson & Leny (2010), ciri-ciri struktur keluarga adalah: a. Terorganisasi; saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga. b. Ada keterbatasan; setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga

mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. c. Ada perbedaan dan kekhususan; setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan

fungsinya masing-masing. 2.7.3. Tipe/Bentuk Keluarga

Tipe dan bentuk keluarga terdiri atas:

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak.

b. Keluarga besar (Exstended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak. saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri atas wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga duda atau janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.


(37)

e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.

f. Keluarga kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Keluarga di Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar, karena masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat (Effendy, 1997).

2.7.4. Pemegang kekuasaan dalam Keluarga

Adapun pemegang kekuasaan dalam keluarga, yaitu:

a. Patriakal; yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dari pihak ayah.

b. Matriakal; yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dari pihak ibu.

d. Equalitarian; yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu. 2.7.5. Peranan Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Peranan ayah; ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala


(38)

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan ibu; sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satukelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

c. Peranan anak; anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkatan perkembangannya baik fisik, mental, social dan spiritual (Jhonson & Leny, 2010).

2.7.6. Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut : 1. Fungsi Biologis

a. Untuk meneruskan keturunan b. Memelihara dan membesarkan anak c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga 2. Fungsi Psikologis

Memberikan kasih sayang dan rasa aman

a. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga b. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga c. Memberikan identitas keluarga


(39)

3. Fungsi Sosialisasi

a. Membina sosialisasi pada anak

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak

c. Mementukan nilai-nilai budaya keluarga 4. Fungsi Ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya

5. Fungsi Pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi perannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya

Ahli lain juga mengelompokkan fungsi pokok keluarga menjadi 3, yaitu:

a. Asih adalah memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.


(40)

b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, social dan spiritual.

c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri demi mempersiapkan masa depannya.

2.7.7. Tugas-Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas pokok keluarga ada delapan, yaitu: 1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga

3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

4. Sosialisasi antar anggota keluarga

5. Pengaturan jumlah anggota rumah tangga 6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas 8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga (Effendy, 1997)

2.8. Dukungan Keluarga

2.8.1. Pengertian Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan


(41)

perubahan prilaku ada 3, yaitu: (1) dukungan materil adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan. Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih saying serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan keluarga adalah bagian integral dari dukungan social. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

2.8.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa factor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan social dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau


(42)

merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seorang terkadang tidak memberikan dukungan social kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumber daya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stress, harus menolong dirinya sendiri atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.

Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari orang tua dengan kelas sosial bawah.

Suami adalah pemimpin dan pelindung bagi istrinya, maka kewajiban suami terhadap istrinya ialah mendidik, mengarahkan serta mengertikan istri kepada kebenaran, kemudian membarinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).

Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami


(43)

mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga (Chaniago, 2002). Sumber dukungan internal (suami) merupakan aspek yang penting untuk peningkatan kesehatan reproduksi dari istri. Dukungan suami dalam upaya pencegahan kanker serviks dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan misalnya dengan memberikan informasi sesuai dengan yang diketahuinya kepada istrinya. Karena biasanya istri mempercayai dan mematuhi suaminya. Menurut Cohen dan Syme (1996) dalam Setiadi (2007) dukungan social adalah suatu yang bermanfaat untuk individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya.

2.8.3. Dimensi Dukungan Keluarga

Menurut Cohen & Syme (1985), menjelaskan dimensi dukungan keluarga dalam 4 kategori yaitu :

1. Informasi

Memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini berupa memberikan nasehat, petunjuk, masukan, atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap, atau bagaimana mengatasi masalah yang dihadapi.


(44)

2. Emosional

Meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih saying, dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga.

3. Instrumental

Meliputi bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat fasilitatif atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan lain.

4. Apraisal (Penilaian)

Dukungan ini bisa berbentuk penilaian yang positif, penguatan(pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan social yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stress.

2.9. Sumber Informasi dalam Pemeriksaan Pap smear

Laudon mengatakan informasi adalah data yang sudah dibentuk ke dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk manusia. Murdick mengatakan informasi terdiri atas data yang telah didapatkan, diolah/diproses, atau sebaliknya yang digunakan untuk tujuan penjelasan/penerangan, uraian, atau sebagai sebuah dasar untuk pembuatan ramalan atau pembuat keputusan.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwadarminta sumber adalah asal. Berdasarkan pengertian itu dapat disimpulkan bahwa sumber


(45)

informasi adalah asal dari informasi. Dalam penelitian ini sumber informasi adalah sumber atau asal responden memperoleh keterangan tentang papsmear baik dari media cetak, media elektronik, dan kelompok referensi.

2.9. 1. Teman

Teman adalah orang yang kita kenal dan memiliki hubungan baik dengan orang itu. Teman juga bisa bermacam-macam, baik teman sepermainan, teman sekolah, teman kerja, atau teman kursus. Teman dapat menjadi sumber informasi yang cukup berpengaruh dalam memberikan informasi kepada wanita. Menurut Cohen dan Syme (1985) salah satu dimensi dukungan social adalah dukungan informasional. Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu. Douse (dalam Orford, 1992) membagi dukungan ini ke dalam 2 (dua) bentuk. Pertama, pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah. Kedua adalah appraisal support, yaitu pemberian informasi yang dapat mebantu individu dalam mengevaluasi performance pribadinya. Wills (dalam Orford, 1992) menambahkan dukungan ini dapat berupa pemberian informasi, nasehat, dan bimbingan.

2.9.2. Media

Media komunikasi adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima pesan. Media yang dapat menjadi sumber informasi adalah media elektronik.


(46)

Media ini menggunakan perangkat elektronik untuk alat penyampaian pesan dari sumber kepada massa. Pesan dapat dilihat, didengarkan, dibaca oleh khalayak karena bentuknya lebih kompleks dari sekedar media cetak.

Contohnya: TV, radio, film, video recording, computer, elektronik board, audio cassette, internet dan sebagainya.

Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat

Tujuan penggunaan media adalah :

meningkat pengetahuannya yang akhirnya dapat berubah perilaku kearah positif terhadap kesehatan. (Soekidjo:2005).

1. Mempermudah penyampaian informasi 2. Informasi lebih mudah diingat

3. Media dapat menghindari kesalahan persepsi 4. Media dapat mempermudah pengertian 5. Membangkitkan minat dan

6. Memperbaiki komunikasi

7. Dapat menampilkan objek yang tidak bisa ditangkap dengan mata. 2.9.3. Petugas Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk


(47)

melakukan upaya kesehatan (Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan).

Pergeseran paradigma tentang hubungan tenaga kesehatan-pasien tak lepas dari dampak dari kemajuan teknologi, keterbukaan informasi dan perubahan sosio-ekonomi masyarakat. Pola hubungan tenaga kesehatan dan pasien pun telah bergeser menjadi hubungan yang berimbang berupa suatu kemitraan. Begitu pentingnya penguasaan komunikasi bagi seorang komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan kepada komunikannya.

Definisi konseling sendiri menurut ASCA (American School Counselor Association) yang di kutif Syamsu Ysusuf, L.N dan A. Juntika Nurihsan dalam buku landasan bimbingan dan konseling mengemukakan bahwa :

“Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilan untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya”. (Syamsul, 2009:8).

Komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan masyarakat merupakan komponen yang sangat penting agar dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Komunikasi yang efektif dapat mengurangi keraguan masyarakat, menambah kunjungan ke fasilitas kesehatan, meningkatkan loyalitas masyarakat dan tumbuhnya praktek layanan tenaga kesehatan. Pasien dan penyedia layanan kesehatan sama-sama memperoleh manfaat dari saling berbagi dalam hubungan yang erat. Setiap pihak merasa dimengerti.


(48)

Berkaitan dengan hubungan interpersonal, menurut Joseph. A. DeVito, dalam komunikasi antarpersonal hubungan yang terjadi antara komunikan dan komunikator terdapat beberapa elemen yaitu : Sumber-Penerima, Konteks, Efek, Umpan Balik Dan Ruang Lingkup Pengalaman. (Pratikto, 1987). Sumber-penerima sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang terlibat dalam komunikasi adalah sumber (atau pembicara) sekaligus penerima (atau pendengar). Untuk itu, dalam prakteknya seorang bidan sebagai sumber atau komunikator harus memunyai kredibilitas sehingga dapat memperoleh kepercayaan dari pasien. karena seseorang yang berkualitas adalah yang mempunyai kredibilitas dimata orang lain. Pengertian dari kredibilitas sendiri menurut J. Rakhmat adalah :

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikasi tentang sifat – sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) kredibilitas adalah persepsi komunikate; jadi tidak intern dalam diri komunikator; (2) kredibilitas berkenaan dengan sifat –sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen – komponen kredibilitas. (Rakhmat, 2001 : 257)

Komunikasi efektif antara petugas kesehatan dan pasien(masyarakat) tidak terlepas dari faktor-faktor personal dan situasional. Konseling merupakan kegiatan komunikasi langsung secara tatap muka yang bersifat dialogis. Konseling adalah salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu dalam upaya untuk membantu orang lain (pasien atau masyarakat) agar mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya.


(49)

2.10. Landasan Teori

Skinner dalam Notoadmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau eaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, dan sebagainya (Becker, 1979).

Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau domain perilaku ini yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian ahli pendidikan Indonesia untuk kepentingan praktis dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yaitu: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practice).

Tingkatan praktek (Bloom dalam Notoatmodjo, 2010) meliputi: 1) Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama; 2) respon terpimpin (guided response) yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan aturan yang benar sesuai dengan contoh; 3) mekanisme ( mechanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu ini merupakan kebiasaan; 4) adaptasi ( adaptation) adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.


(50)

Menurut L.W.Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :

1. Factor-faktor Predisposisi ( Predisposing Factors)

Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, kayakinan, niali-nilai dan juga variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.

2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.

3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors)

Adalah faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.10.1.Teori Snehandu B, Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatanya (behavior intention)


(51)

c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (acesssebility of information)

d. Otonom pribadi yang bersangkutan dalam hal ii mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy)

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan bertindak dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku/tidak bertindak.


(52)

2.11. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Dukungan Keluarga: a. Dukungan Emosional b. Dukungan Informasi c. Dukungan Instrumental

d. Dukungan Penilaian Perilaku Wanita Usia Subur Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks (Pemeriksaan Pap Smear)

Sumber Informasi: a. Teman

b. Media Elektronik c. Petugas Kesehatan


(53)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dukungan social dan sumber informasi terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear) di Kecamatan Medan Selayang tahun 2012.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan dengan dasar pertimbangan karena tingkat kehadiran wanita usia subur dalam upaya deteksi dini penyakit kanker leher rahim masih rendah dan belum tercakup secara merata. Berdasarkan survey awal yang dilakukan di beberapa tempat di daerah ini didapat juga data bahwa kehadiran wanita usia subur di fasilitas kesehatan untuk melakukan deteksi dini kanker leher rahim masih rendah.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal penelitian, merancang kuesioner, konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian sampai dengan laporan akhir membutuhkan waktu 4 bulan terhitung Februari 2012-Juni 2012.


(54)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur yang berusia 25-49 tahun yang berada di Kecamatan Medan Selayang.

3.3.2. Sampel

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus (Lemeshow, 1997) sebagai berikut:

n= (Zα√Po(P-Po) + Zβ√Pa(1-Pa)) (Po-Pa)²

Dimana:

Zα = derivate baku alpa utk α = 0,05 Zα = 1,96

Zβ = derivat baku beta untuk β= 0,10 Zβ = 1,282

Po = Proporsi WUS yang perilakunya sudah setuju untuk pemeriksaan pap smear = 0,03

Po-Pa = Beda proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar 0,15 Pa = Proporsi WUS yang sudah setuju pada saat penelitian =0,45

Maka besar sampel untuk penelitian ini sebesar 105 wanita usia subur. Dalam penelitian ini ditambahkan sampel sebesar 10%, dengan pertimbangan bahwa semakin besar jumlah sampel maka hasil penelitian semakin mendekati gambaran efektivitas populasi penelitian. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 115 orang.


(55)

Selanjutnya untuk mengambil responden penelitian yang akan dijadikan unit analisis dilakukan dengan cara purposive sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. wanita usia subur pada kelompok umur 25-49 tahun 2. masih mempunyai suami

3. telah menikah selama 10 tahun

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan secara langsung dari responden melalui wawancara dengan berpedoman pada kuesioner yang telah disusun.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder penelitian diperoleh dari Dinas Kesehatan yaitu lokasi kecamatan yang memperoleh sosialisasi tentang kanker serviks dan daftar rekapitulasi penyuluhan dan skrining IVA, dari Puskesmas diperoleh jumlah wanita usia subur yang melakukan pemeriksaan IVA, dan dari Kantor Kecamatan diperoleh data jumlah penduduk, jumlah wanita usia subur.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan uji Korelasi Pearson, sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan uji Cronbach’h Alpha. Tehnik ini bertujuan untuk menguji apakah tiap item atau butir pertanyaandalam kuesioner benar-benar dapat mengukur factor yang akan diukur dan konsisten


(56)

menyatakan hasil ukur (Sugiono, 2006). Pertanyaan dalam kuesioner akan disebut valid atau reliable, jika nilai korelasi atau alpha pertanyaan tersebut lebih besar dari nilai table. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 orang WUS di Kecamatan Medan Tuntungan dengan alasan memiliki demografi yang sama.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi pearson product moment (r), dengan ketentuan jika nilai r– hitung > r-tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Pada taraf signifikan 95% untuk besar sampel 30 orang nilai r tabel adalah sebesar 0,361.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitis alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha>r table, maka dinyatakan reliable, maka ketentuan reliabilitas adalah :

1. Nilai r-Alpha > r-tabel dikatakan reliable. 2. Nilai r-Alpha < r-tabel dikatakan tidak reliable.

Hasil uji validitas dan realibilitas untuk masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 di bawah dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variable konstrak dukungan informasi semuanya


(57)

valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,872 dan lebih besar dari nilai rtabel

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Dukungan Informasi

, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.

Variabel Konstrak Dukungan Informasi

Pernyataan Sub-Variabel n Corrected

item-Total correlation Hasil Uji 1. Buku sebagai sumber informasi 30 0.704 Valid

2. Saran untuk pap smear 30 0,678 Valid

3. Hadir dalam sosialisasi pap smear 30 0,679 Valid 4. Melihat TV dan Media masa 30 0,831 Valid 5. Keluarga menginformasikan pap

smear

30 0,608 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,872

Tabel 3.2 di bawah dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variable konstrak dukungan emosional semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,747 dan lebih besar dari nilai rtabel, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.


(58)

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Dukungan Emosional

Variabel Konstrak Dukungan Emosional

Pernyataan Sub-Variabel n

Corrected item-Total correlation

Hasil Uji 1. Dukungan suami mengikuti pap smear 30 0.448 Valid 2. Anjuran suami mengikuti kegiatan pap 30 0,643 Valid 3. Suami mengantar ke fasilitas kesehatan 30 0,431 Valid 4. Dukungan suami agar tidak takut pap smear 30 0,573 Valid 5. Suami mendengar keluhan istri tentang pap 30 0,501 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,747

Tabel 3.3 di bawah dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variabel konstrak dukungan instrument semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,803 dan lebih besar dari nilai rtabel

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Dukungan Intrumental

, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.

Variabel Konstrak Dukungan Instrumental Pernyataan Sub-Variabel n Corrected item-

Total correlation

Hasil Uji 1. Dukungan dana dari keluarga 30 0.652 Valid 2. Bebas untuk pap smear tanpa beban

RT

30 0,588 Valid

3. Dapat pinjaman dari keluarga 30 0,632 Valid 4. Nyaman melakukan pap smear 30 0,592 Valid 5. Keluarga memberikan fasilitas

transport

30 0,598 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,803


(59)

Tabel 3.4 di bawah dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variable konstrak dukungan aprisial semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,734 dan lebih besar dari nilai rtabel

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Dukungan Apraisial

, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.

Variabel Konstrak Dukungan Apraisial

Pernyataan Sub-Variabel n Corrected

item-Total correlation Hasil Uji

1. Penilaian keluarga 30 0.654 Valid

2. Keluarga mendukung untuk papsmear 30 0,386 Valid 3. Keluarga mendesak untuk pap smear 30 0,398 Valid 4. Persetujuan keluarga untuk pap smear 30 0,646 Valid 5. Motivasi keluarga untuk tidak takut 30 0,434 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,734

Tabel 3.5 di bawah dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variable konstrak sumber informasi semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,728 dan lebih besar dari nilai rtabel, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.


(60)

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Sumber Informasi

Variabel Konstrak Sumber Informasi

Pernyataan Sub-Variabel n Corrected

item-Total correlation Hasil Uji 1. Tukar informasi dengan teman sebaya 30 0.541 Valid 2. Membahas dengan teman sebaya

tentang bahaya kanker seviks

30 0,565 Valid

3. Membahas dengan teman sebaya tentang manfaat pemeriksaan papsmear

30 0,462 Valid

4. Ajakan teman sebaya ikut seminar pap smear

30 0,430 Valid

5. Mendengar teman sebaya sudah pernah melakukan pemeriksaan pap smear

30 0,456 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,728

Tabel 3.6 di bawah dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variable konstrak media elektronik semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,846 dan lebih besar dari nilai rtabel

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Media Elektronik

, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.

Variabel Konstrak Media Elektronik

Pernyataan Sub-Variabel n Corrected item-Total correlation

Hasil Uji 1. Mendapat informasi dari TV tentang

bahaya kanker serviks

30 0.693 Valid

2. Mendapat informasi dari TV tentang pentingnya pencegahan kanker serviks

30 0,767 Valid

3. Ajakan dari Radio untuk deteksi dini kanker serviks

30 0,618 Valid

4. Melihat di TV orang yang selamat dari kanker serviks


(61)

Tabel 3.6. (Lanjutan) 5. Mencari informasi dari media elektronik

tentang kanker serviks dan pemeriksaan pap smear

30 0,733 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,846

Tabel 3.7 di bawah dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variable konstrak petugas kesehatan semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,803 dan lebih besar dari nilai rtabel

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Petugas Kesehatan

, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.

Variabel Konstrak : Petugas Kesehatan Pernyataan Sub-Variabel n Corrected

item-Total correlation Hasil Uji 1. Mendengar informasi dari petugas

kesehatan tentang kanker serviks

30 0.511 Valid

2. Mendengar informasi dari petugas kesehatan tentang bahaya kanker serviks

30 0,459 Valid

3. Mendengar informasi dari petugas

kesehatan tentang manfaat kanker serviks

30 0,649 Valid

4. Ajakan dari petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini

30 0,741 Valid

5. Ajakan dari petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini

30 0,598 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,803


(62)

Tabel 3.8 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation (rhitung) lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima sub-variabel yang digunakan untuk mengukur variable konstrak perilaku WUS dalam deteksi dini Kanker Serviks semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,894 dan lebih besar dari nilai rtabel

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Konstrak Perilaku WUS dalam Deteksi Dini Kanker Serviks

, Hal ini menunjukkan bahwa kelima sub-variabel ini sudah realiabel sebagai alat ukur.

Variabel Konstrak Perilaku WUS dalam Deteksi Dini Kanker Serviks

Pernyataan Sub-Variabel n Corrected

item-Total correlation Hasil Uji 1. Memperhatikan kesehatan alat

reproduksi

30 0.549 Valid

2. Frekuensi pemeriksaan pap smear 30 0,731 Valid 3. Segera melakukan pap smear 30 0,640 Valid 4. Jika ada gejala, pemeriksaan kemana ? 30 0,422 Valid 5. Saran dari petugas kesehatan, segera

dilaksanakan ?

30 0,867 Valid

6. Saran dari keluarga untuk melakukan deteksi dini, segera dilaksanakan ?

30 0,870 Valid

7. Memprioritaskan pemeriksaan pap smear dalam pemeriksaan kesehatan

30 0,769 Valid

Cronbach’s Alpha = 0,894

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

Dukungan sosial adalah suatu upaya atau dorongan yang diberikan keluarga kepada wanita usia subur berupa dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan penghargaan/penilaian.


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Dukungan informasional mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaa pap smear). 2. Sumber Informasi teman mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku

wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear). 3. Sumber informasi media elektronik mempunyai hubungan yang signifikan

dengan perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear).

4. Sumber Informasi petugas kesehatan mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear).

5. Variabel sumber informasi media elektronik merupakan variabel yang paling dominan yamg mempengaruhi secara signifikan terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear).


(2)

6.2. Saran

1. Kepada anggota keluarga penting memotivasi dan meningkatkan upaya-upaya yang mengarah pada pendekatan dukungan keluarga untuk mendukung wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks (pemeriksaan pap smear).

2. Kepada Puskesmas di Kecamatan Medan Selayang perlu dilakukan upaya peningkatan sosialisasi dan cara penyampaian informasi yang efektif dan berkesinambungan yang nantinya dapat meningkatkan tindakan pemeriksaan pap smear pada wanita usia subur dalam pencegahan penyakit kanker serviks.Komunikasi dan pemberian informasi harus dapat meningkatkan tindakan wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks, bukan hanya sekedar pemberian informasi saja. Posyandu dapat juga dijadikan tempat untuk penyuluhan oleh petugas kesehatan.

3. Perlu penelitian lanjutan dengan pendekatan kualitatif untuk dapat menjelaskan factor-faktor apa saja yang menyebabkan masih rendahnya pemeriksaan pap smear, dan factor social budaya apakah mempunyai hubungan terhadap rendahnya deteksi dini kanker serviks pada wanita usia subur dan solusi apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tindakan wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks.


(3)

4. Peran media elektronik dalam penelitian ini berpengaruh terhadap perilaku wanita usia subur dalam deteksi dini kanker serviks, untuk itu perlu peningkatan informasiyang akurat, ajakan kepada wanita usia subur melalui media elektronik terutama TV dengan menyelipkan pesan pesan kesehatan dalam acaranya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, A., 2004. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Aziz, M.F., 2002. Skrining Dan Deteksi Dini Kanker Serviks, Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Azwar, S.A., 1997. Realibilitas Dan Validitas, Yokyakarta: Pustaka Pelajar. , S.A., 1999. Metode Penelitian, Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik , Kota Medan, 2008, Buku Saku Data Pokok Statistik Kota Medan Tahun 2008, Kota Medan.

Bosch, F.X., Manos, M.M., N. Munoz., M.H. Schiffman., V. Moreno., 1995. Prevalence Of Human Papillomavirus In Cervical Cancer: A Worldwide Perspective.

Cohen, S. & Syme, S.L. ed (1985) Social Support and Health. Orlando Florida: Academic Press Inc.

Journal of The National Cancer Institute.

Depkes RI. 2010. Undang-Undang no 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Dinkes Kota Medan, 2011, Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2011, Kota Medan Effendy, N., 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Emilia, O., 1994. Bebas Ancaman Kanker Serviks,Yokyakarta :MedPress.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun Akademik 2010-2011., Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Thesis, Medan.

Female Cancer Programme., 2007. Program Pencegahan Kanker Serviks, See and Treat (Buku Acuan Kerjasama Dengan Fakultas Kedokteran se Indonesia, Jakarta

Friedman, M. Bowden.,and Jones, E.G., 2003. Family Nursing Research, Theory and Practice, New Jersey:Prentice Hall.

Hacker, N.F., 2005, Cervical Cancer. In: Weinberg, R. Practical Gynochologist Oncology. 4 th ed, Philadelphia: Lippin Cott.


(5)

Hussain, A., Hoskins, W.J., 2002. Screening For Cervical Cancer, Totowa: Human Press.

Jhonson & Leny, 2009. Keperawatan Keluarga. Yokyakarta :Nuha Medika.

Kasjono.HS., Yasril., 2009. Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan, Yokyakarta: Graha Ilmu.

Koss, L.G., 1999, The Rapinicolou Test For Cervical Cancer Detection, JAMA: The Journal Of The American Medical Association.

Lemeshow, S., Hosmer,D.H., Klar, Janelle.,Lwanga, S.K., 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.

Liliweri. A.,2009. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan, Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Murti,B, 1997. Besar Sampel Untuk Penelitian Bidang Kesehatan. Jakarta: Grafiti Notoadmodjo, S., 2002. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan, Yokyakarta: Andi Offset.

, 2005. Promosi Kesehatan; Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

, 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu perilaku.Jakarta: Rineka Cipta. , 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Poerwadarminta, W.J.S.,2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama. Jakarta: Balai Pustaka.

Riduwan,, 2008. Metode dan Teknik Menyusun Thesis. Bandung: Alfabeta.

, 2009. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Robbins, S.L., Kumar, V., 1995. Sistem Genitalia Wanita dan Payudara (terjemahan

J.Oswari), Buku Ajar Patologi II, Jakarta: BGC.

Salmiani. 2010. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Bekerja Di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.Tesis IKM USU. Medan.


(6)

Sarason IG, Sarason B, 1997. Interrelation of Social Support Measures; Theoritical and Practical Implication. Jornal of Personality and Social Psychology.

Sunyoto, D., 2010. Uji Khi Kuadrat & Regresi Untuk Penelitian, Yokyakarta: Graha Ilmu.

Peranika.2011. Pengaruh Media Sosialisasi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Tentang Pentingnya Pap Smear Di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.Tesis IKM USU, Medan.

Wallbomers, J.M.M., V. Jacobs., J .A. Kumar., 1999, Human Papilomavirus Is Necessary Cause Of Invasive Cervical Cancer Wordlwide, The Journal Of Pathology.

Wijaya, D.,2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Serviks, Yokyakarta: Sinar Kejora.

Wijono, Djoko., 2010. Manajemen Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Surabaya: Duta Prima Airlangga.