BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Trauma Mata - Karakteristik Penderita Trauma Mata Usia Dewasa Di Rsup.H Adam Malik Medan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Trauma Mata

  Berbagai studi penelitian menemukan tingginya prevalensi trauma mata pada usia – usia produktif, terutama pada kelompok – kelompok penduduk yang perekonomiannya kurang sehingga akses ke rumah sakit sulit.(Vanath M.1997)

  Tajam penglihatan akhir pada kasus trauma mata dipengaruhi oleh multifaktor, antara lain : penyebab trauma, akibat langsung pada jaringan ikat bola mata yang terkena, ada atau tidaknya benda asing yang tertahan di dalam bola mata dan ada atau tidaknya infeksi. Tindakan perbaikan anatomi bola mata yang segera pada kasus trauma, dapat mencegah terjadinya post traumatic endopthalmitis. Olehkarena itu, managemen trauma mata membutuhkan pendekatan multidisiplin dengan rancangan penanganan yang prioritas.(Vanath M.1997)

  Evaluasi pada pasien trauma mata meliputi:

  1. Evaluasi menyeluruh pada bola mata dan adnexa mata Tujuan utama pada evaluasi ini untuk mencari informasi apakah pasien mengalami keadaan sistemik darurat yang membutuhkan penanganan segera atau keadaan darurat mata yang juga menentukan tindakan yang akan dilakukan pada matanya.

  2. Evaluasi sistemik Pemeriksa mengevaluasi pada pasien apakah ada tanda – tanda cedera kepala seperti: kesadaran menurun, muntah yang proyektil dan nyeri kepala hebat. Anamnesis yang lengkap mengenai penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi, asma bronkial dapat mempengaruhi penanganan trauma mata. Riwayat alergi obat sebelumnya, keterangan sudah mendapat penanganan di tempat lain sebelumnya ( pemberian anti tetanus ), waktu terakhir makan dan minum alkohol juga perlu ditanyakan kepada pasien.

  Klassifikasi trauma mata berdasarkan American Academy of

  Ophthalmology (AAO)

2.2 Trauma Tertutup

A. Contussive trauma( trauma tumpul)

  Trauma tumpul adalah trauma tertutup yang berasal dari benda tumpul seperti pukulan,bola tenis dan bola kriket. Trauma tertutup adalah luka pada salah satu dinding bola mata (sklera atau kornea) dan tidak merusak bagian intraokular. Trauma tumpul itu sendiri juga dapat menyebabkan kerusakan pada kornea seperti abrasi,edema,laserasi korneoskleral dan robekan pada membran descement.gambaran lingkaran putih karena sel – sel endotel yang edema akan muncul setelah beberapa jam akibat trauma dan menghilang setelah beberapa hari.

  Yang termasuk trauma tumpul, antara lain :

  • Konjungtival hemorrhage
  • Kelainan kornea ( abrasi , edema, robekan membran descement, laserasi korneoskleral)
  • Midriasis dan miosis traumatik
  • Iritis traumatik
  • Iridodyalisis dan cyclodialisis
  • Hifema traumatik Traumatik midriasis dan miosis yang terjadi setelah trauma tumpul sering diakibatkan robekan pada sfingter iris yang dapat menyebabkan perubahan bentuk pupil yang permanen. Siklopegia penting diberikan untuk mencegah sinekia posterior.

  B.

  Nonperforating Mechanical Trauma

  Trauma jenis ini sering disebabkan oleh benda – benda asing pada kornea ataupun konjungtiva. Benda asing pada konjungtiva memerlukan pemeriksaan dengan slitlamp . Evaluasi dengan mengeversikan palpebra superior dan irigasi untuk membersihkan daerah fornik. Bila ada benda asing pada kornea, jika dicurigai anterior chamber terlibat, evakuasi benda tersebut harus dikamar operasi yang steril dan dilengkapi dengan mikroskop. Bila terjadi laserasi konjungtiva harus dipastikan bahwa struktur bola mata lain tidak ada yang terlibat dan tidak ada benda asing yang tertinggal.

  Yang termasuk nonperforating trauma, antara lain :

  • Laserasi konjungtival
  • Benda asing konjungtiva ( conjuntival foreign body)
  • Benda asing kornea (corneal foreign body)
  • Abrasi kornea
  • Posttraumatic recurrent corneal erosion
  • 2.3 Trauma Terbuka

A. Perforating mechanical trauma

  Trauma terbuka adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai seluruh dinding bola mata (sklera dan kornea). Penting untuk dibedakan trauma penetrating dengan trauma perforating. Trauma penetrating jika cedera melukai kedalam jaringan bola mata, sedangkan trauma perforating menembus melewati jaringan bola mata. Untuk mendiagnosis trauma perforating harus diketahui riwayat trauma dengan jelas dan jenis benda yang mengenainya karena akan berpengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan

  Evaluasi pada penderita trauma mata yang dicurigai mengalami cedera perforating meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan ophthalmikus (status mata)

  Pemeriksaan trauma mata penetrating / perforating Riwayat trauma mata

  • Apakah Trauma yang mengancam nyawa
  • Waktu terkenanya trauma
  • Kecurigaan adanya benda asing intraokuli (intraocular foreign body) seperti : besi, timah,tumbuh- tumbuhan, kontaminasi minyak
  • Apakah menggunakan pelindung mata
  • Penanganan sebelumnya saat terjadinya trauma

  Pemeriksaan setelah terjadinya trauma mata

  • Status refraksi
  • Penyakit mata
  • Obat – obatan yang digunakan
  • Riwayat operasi sebelumnya

  Riwayat pengobatan

  • Diagnosis • Obat – obat yang sedang dikonsumsi
  • Alergi obat
  • Faktor resiko HIV/hepatitis
  • Riwayat operasi

  Yang termasuk terjadinya trauma mata perforating ( perforating mechanical trauma), antara lain :

  Tanda – tanda Diagnostik

  Laserasi palpebra yang luas Uvea,vitreous,retina terekspos dengan dunia Luar

  Kemosis orbital Seidel tes positive Laserasi konjungtival/ Ada tampak intraocular foreign body

   (benda asing intraokuli)

  hemorrhage Adhesi focal iris-kornea Tampak intraocular foreign body pada pemeriksaan radiologi X-ray atau ultrasonografi

  Defek iris Hipotoni Defek kapsul lensa Lens opacity Retinal detachment/hemorrhage

  Trauma jenis ini lebih sering tiga kali terjadi pada pria dibandingkan perempuan, tipikalnya pada kelompok usia muda (50 %) 15 – 34 tahun.

  Penyebab terseringnya kekerasan,kecelakaan kerja dan olahraga.

  Luasnya jaringan yang terkena di sesuaikan dengan ukuran benda ( objek) yang menyebabkannya.(Kanski,JJ.) Trauma ini merupakan trauma tembus yang termasuk emergensi medis yang akan mengancam visus karena terbukanya dinding bola mata merupakan pintu masuk infeksi.Penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi.

  Klassifikasi lain trauma mata terbuka berdasarkan BETT

  (Birmingham Eye Trauma Terminology)

  Tipe atau jenis

  a. Ruptur mekanisme trauma b. Penetrating

  c. IOFB

  d. Campuran Tingkatan trauma 1.

  ≥20/40 berdasarkan hasil tajam 2. 20/50 sampai 20/100 penglihatan 3. 19/100 sampai 5/200

  4. 4/200 sampai light perception

  5. NLP Pupil

  a. Positif, Relative Afferent Pupillary Defect

  b. Negatif Relative Afferent Pupillary

  Defect Zona

  I. Kornea dan limbus

  II. Sklera posterior dari limbus ke pars plana kira – kira 5 mm posterior limbus

  III. Melibatkan ketebalan seluruh sklera pada daerah > 5 mm ke arah posterior limbus

2.4 Trauma Kimia (

  chemical trauma)

  Trauma kimia pada mata bervariasi, dari tingkat ringan samp ai menyebabkan kerusakan berat pada mata. Kebanyakan trauma kimia disebabkan oleh bahan alkali (basa) dan bahan asam. Prognosis jenis trauma ini dipengarui oleh beberapa faktor, antara lain :

  • Kuatnya penetrasi bahan kimia tersebut
  • Konsentrasi bahan kimia
  • Volume solusinya
  • Durasi tereksposnya

  Umumnya trauma ini terkena di tempat kerja, dengan mayoritas pada usia 16 – 45 tahun.Trauma kimia asam lebih sering dua kali bila dibandingkan dengan trauma kimia basa.

  Bahan kimia basa cenderung penetrasi lebih dalam dibandingkan bahan asam , dengan mengkoagulasikan permukaan protein membentuk barier proteksi. Bahan kimia basa yang paling sering adalah amonia dan sodium hidroksi (sering pada pembersih pakaian). Bahan ini berpotensial menyebabkan kerusakan yang berat dengan penetrasi yang cepat dan mencapai bilik mata depan dalam hitungan 1 menit . Kerusakan yang terjadi disebabkan karena proses saponifikasi dan perubahan asam lemak di membran sel yang pada akhirnya meyebabkan kematian sel. Proses ini mengenai jaringan lain pada mata seperti konjungtiva, pembuluh darah, saraf , endotelium dan keratosit dengan mekanisme yang sama. Rasa nyeri yang hebat disebabkan karena agen kimia tersebut menstimulasi ujung – ujung persarafan di konjungtiva dan kornea. Pengaruh terhadap sel goblet masih dalam penelitian sedangkan untuk struktur intraokuli seperti iris, badan siliar, trabekular meshwork dapat mengalami kerusakan juga tergantung pada penetrasi dan kadar pH dari aquous humor. Ulserasi pada stromal kornea dapat terjadi . faktor yang mempengaruhinya antara lain defek di kornea, epitelium, inflamasi, pelepasan enzim proteolitik, defisiensi air mata dan sintesis kolagenase.(Skuta GL.2006)

  Bahan kimia asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfur dan asam hidrofluorik. Bahan ini sering terdapat pada pembersih, baterai mobil. Ion hidrogen yang terdapat pada bahan asam ini, menyebabkan nekrosis seluler, denaturasi protein dan presipitasi. Presipitasi protein ini sebenarnya akan membentuk barier yang dapat memproteksi mata setelah terkena asam. Barier ini dapat memproteksi untuk asam – asam lemah sedangkan untuk asam kuat prosesnya berlanjut menjadi penetrasi yang dalam. Kornea itu sendiri dapat berfungsi sebagai barier buffer . pH kornea menjadi netral antara 15 menit sampai 1 jam.(Vanath M.1997) Derajat keparahan trauma kimia pada mata berdasarkan Hughes-Roper- Hall

  Derajat Perubahan yang terjadi Prognosis

  I Epitel kornea rusak, iskemia limbal belum

  dijumpai Baik

  II Kornea keruh tetapi iris masih bisa terlihat.

  Iskemia 1/3 limbus Baik

  III

  Epitel kornea seluruhnya rusak, stromal keruh, iris sulit dinilai, iskemia 1/3-1/2 limbus

  Tidak bisa dinilai

  IV Kornea opak, iris dan pupil sulit dinilai,

  iskemia lebih Buruk

2.5 Trauma Termal

  Umumnya trauma termal dibagi menjadi 2 kategori : luka bakar karena uap panas, luka bakar karena kontak langsung. Trauma karena uapnya merupakan sekunder dari api nya sedangkan kontak langsung karena terekspos dari larutan panas ataupun benda yang panas.

  Penelitian yang dilakukan selama periode 3 tahun ditemukan 47 % mengalami luka bakar pada wajah, 27 % mengenai kelopak mata dan bagian dalam mata, 11 % dirujuk kedokter spesialis mata. Dari 54 pasien dengan trauma mata, 50% terbakar pada kelopak mata, 17 pasien mengenai kornea. Rendahnya insiden kornea terlibat karena adanya reflex kedip dan Bell’s phenomen. Penyebab utama dari penelitian ini adalah karena terekspos pada gas.

  Derajat keparahan pada trauma termal ini bergantung pada

  1. Temperatur dari objek

  2. Luas area yang terkena suhu panas

  3. Lamanya durasi kontak Kebanyakan trauma termal mengenai permukaan superfisial dari epitelium kornea dan konjungtiva. Luka bakar pada superfisial cenderung mneyebabkan kornea keabuan-abuan dan opasifikasi Adanya nekrosis jaringan di debridement dengan perlahan. Pemberian siklopegik dan patching penting. Antibiotik tetes diberikan jika ada abrasi pada kornea. Umumnya luka bakar superfisial penyembuhan pada 24-48 jam tanpa sequele. Trauma yang berat dapat menyebabkan nekrosis kornea dan perforasi. Intervensi keratoplasti dan transplantasi stem sel limbal dapat dipertimbangkan

  ,

  (Khurana AK et al)

2.6 Trauma Radiasi Epitel kornea rentan cedera dengan radiasi sinar ultraviolet.

  Awalnya tidak menimbulkan keluhan, pasien mulai mengeluhkan setelah beberapa jam terekspos sinar UV.Akibatnya epitel kornea mengalami erosi. Walaupun kondisi menimbulkan rasa nyeri, tetapi bersifal self limited dalam 24 jam.

  Penyebab tersering adalah karena tidak terlindunginya mata dengan eksposure sinar matahari, uap las dan terlalu lama berada dibawah sinar matahari. Terpapar sinar radiasi/ion sangat berhubungan dengan ledakan nuklir, X-ray dan radioisotope. Sinar X dan sinar laser dapat menyebabkan makulopati seperti sinar las dan sinar matahari. Radiasi ion pada mata dapat menyebabkan oedem, kemosis pada konjungtiva, kornea (keratokonjungtivitis radiasi), dermatitis radiasi pada kelopak mata, berkurangnya produksi air mata dan pada tahap lanjut dapat juga menyebabkan katarak radiasi Penanganannya adalah dengan

  

patching (menutup) untuk mengurangi ketidaknyamanan dari kedipan

  palpebra, antibiotik topikal dan siklopegia.(Vanath M.1997)

2.7 Trauma Elektrik

  Jenis trauma ini adalah karena adanya daya listrik atau elektrik yang mengenai mata. Penyebab terseringnya karena ada hantaran listrik dari dua arah. Akan ada ditemukan titik masuknya dan keluarnya dan hantaran ini yang menyebabkan spasme pada otot – otot yang terkena.

  Pada titik masuk, tipikalnya terdapat tanda nekrosis tanpa hiperemis pada sekitarnya. Trauma karena elektrik berbeda dengan trauma thermal , pada elektrik tidak menimbulkan nyeri, kering dan asepsis, seringnya berbentuk lingkaran dihubungkan dengan temperatur yang sangat tinggi dan durasi yang pendek.

  Pada kornea bentuk yang paling sering muncul opasitas interstitial yang bisa berbentuk pungtata, stria dan difus. Kekeruhan kornea ini biasanya hilang dalam beberapa hari. Bila destruktif pada kornea berlanjut, maka epitel kornea menjadi nekrotik dan eksfoliasi. Sensasi nyerinya berkurang sehingga bisa menyebabkan terbentuk ulkus yang pada akhirnya menjadi skar yang menetap.Trauma elektrik ini juga dapat menimbulkan katarak yang melibatkan kapsul anterior dan posterior.(Scuta GL.2006)

2.8 Trauma akibat tumbuhan (

  animal & plant subtance)

  Hal penting yang harus diperhatikan dalam terjadinya trauma mata adanya komplikasi yang disebabkan oleh material – material vegetatif.

  Keadaan ini sering ditemukan di negara – negara yang berdaerah agraris atau pertanian seperti negara – negara Asia Tenggara dan negara Afrika yang dikenal sebagai “rice harvesting keratitis” Sikatriks kornea merupakan salah satu komplikasi yang mengenai kornea.

  Pada penelitian yang dilakukan Aravind Eye Hospital di India terdapat sekitar 56% trauma mata yang disebabkan oleh padi dan tebu.

  Selanjutnya pada penelitian yang berbeda ditemukan kultur yang positif pada ulkus kornea dengan spesimen yang ditemukan berupa golongan bakteri dan jamur.(Skuta GL.2011)