Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata Di Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT TRAUMA MATA

DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

DOKTER SPESIALIS MATA

OLEH :

FITHRIA ALDY

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT TRAUMA MATA

DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

DOKTER SPESIALIS MATA

OLEH : FITHRIA ALDY

PEMBIMBING : Dr. SURATMIN, SpM

Dr. R. RAHMAWATY LUBIS, SpM Prof. Dr. H. ASLIM D. SIHOTANG, SpMK Drs. H. ABDUL DJALIL AMRI ARMA, Mkes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

TESIS

DOKTER SPESIALIS MATA

Diseminarkan dan dipertahankan pada hari ,

Di hadapan Dewan Guru Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Telah disetujui

---

1. Dr. Delfi, SpM Ketua Departemen

---

2. Prof. Dr. H. Aslim D Sihotang, SpMK-VER Ketua Program Studi

---

3. Dr. Suratmin, SpM Pembimbing

---

4. Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM Pembimbing


(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“ Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli Selatan”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

Dr. Delfi, SpM, Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan ; Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis,SpM, Sekretaris Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan ; Prof. dr. H Aslim D Sihotang, SpMK-VER, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan ; dr. Hj. Aryani Atiyatul Amra, SpM, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan ; dan juga dr. H. Azman Tanjung, SpM, selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata pada saat saya diterima untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU Medan.


(5)

Dr. Suratmin,SpM dan dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM selaku pembimbing tesis saya, dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

Dr. Abd. Jalil Amri Arma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

Kepada Guru – guru saya, dr. H. Mohd. Dien Mahmud, SpM, dr. H.Chairul Bahri AD, SpM, dr. Azman Tanjung, SpM, dr. Masang Sitepu, SpM, dr. Adelina Hasibuan, SpM, dr. Abdul Gani, SpM, dr. Bachtiar, SpM, dr. Heriyanti Harahap, SpM, dr. Masitha Dewi Sari, SpM, dr. Beby Parwis, SpM, Nurchaliza Siregar, SpM, dr. Bobby RE Sitepu, SpM, dr. T. Siti Harilza Z, SpM, dr. Nurhaida Djamil, SpM, dr. Zaldi, SpM yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas ijin yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Mata di FK-USU Medan.

Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Mata.

Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Ilmu Kesehatan Mata RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Mata.

Direktur RSU Kisaran dan Dr. Hasmui yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan


(6)

Kepada senior-senior saya, dr. Hasmui, SpM ; dr. Juniarson Barus, SpM ; dr. Sri Ninin, SpM ; dr. Elly TES, SpM ; dr. Lylys Surjani, SpM ; dr. Januar Sitorus, SpM ; dr. Andri Libra,SpM ; dr. Handoko, SpM ; dr. Meianto, SpM ; dr. Raja C Lubis, SpM ; dr. Novie Diana Sari, SpM ; dr. Ira Karina Siregar, SpM ; dr. Andriyeni, SpM, dr. Nova Arianti, SpM ; terimakasih banyak atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

Kepada teman – teman seperjuangan di perpustakaan, dr. Vanda Virgayanti, dr. Herman, dr. Christina YY Bangun, dr. Jenny Rahmalita, dr. Reni Guspita, dr. Iskandar Mirza, dr. Muhammad, dr. Kaherma Sari, dr. Laszuarni, dr. Hasnawati, dr. Meriana Rasyid, serta dr. Cut Nori Altika dan dr. Herna Hutasoit khususnya yang sudah memberikan dorongan serta persahabatan yang sangat berarti serta kebersamaan selama saya menjalani pendidikan.

Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

Dokter Muda, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para pasien di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU/ RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan yang daripadanya saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua Orang Tua saya yang terkasih, Dr. H. Dachrul Aldy, SpAK dan Ibunda Dr. Hj.

Hafiza, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan

penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan ini.


(7)

membantu dan memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya dalam mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Buat Suamiku yang tercinta dan kukasihi, Dr. Muara Panusunan Lubis, SpOG, tiada kata yang terindah dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan saya seorang suami yang baik dan penuh pengertian. Terima kasih atas kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Buat buah hatiku yang kucintai dan kusayangi putriku, Gandisyah Khalisa Mahira

Lubis yang merupakan inspirasi dan pendorong motivasi ibunda serta pemberi semangat

untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada kakak dan abang saya, Sri Andika B Aldy, SH,CN ; Dr. Omar Sazaly Aldy, SpA ; Ir. Pedia Aldy, MSc ; Boy Syahputra Aldy, SE.Ak ; serta saudara-saudara ipar saya, Dr. Bugis Mardina Lubis, SpA ; Linda Fitria K S Lubis ; Dr. Wika Hanida Lubis, SpPD ; Douris Emma Lubis, SE.Ak ; Dr. Flora Marlita Lubis, SpKK , terima kasih atas bimbingan, dorongan semangat serta doa yang diberikan kepada saya.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ’Alamin.

Medan, Desember 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI……… ...ii

BAB I. PENDAHULUAN……… ... 1

1.1. LATAR BELAKANG... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ... 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN ... 5

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 5

1.5. HIPOTESA ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. KERANGKA TEORI ... 7

2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN... 19

BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL ... 22

3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL ... 22

3.2. DEFENISI OPERASIONAL ... 23

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

4.1. DESAIN PENELITIAN ... 24

4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ... 24

4.3. POPULASI PENELITIAN ... 24

4.4. BESAR SAMPEL ... 24


(9)

4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 27

4.7. BAHAN DAN ALAT ... 27

4.8. CARA KERJA DAN ALUR PENELITIAN ... 28

4.9. LAMA PENELITIAN ... 30

4.10. ANALISA DATA ... 30

4.11. PERSONALIA PENELITIAN………....………..30

4.12. PERTIMBANGAN ETIKA ... 31

4.13. BIAYA PENELITIAN ... 31

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...33

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... .. 48

DAFTAR PUSTAKA ...51


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda – beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan Sosio. Sebegitu banyaknya yang kira – kira ada 65 defenisi kebutaan tertera dalam publikasi WHO tahun 1966. Di dalam oftalmologi, terminologi kebutaan terbatas pada tidak dapatnya melakukan aktifitas sampai tidak adanya persepsi cahaya. Agar supaya terdapat perbandingan secara statistik baik Nasional maupun Internasional. WHO tahun 1972 telah mengajukan kriteria secara seragam dan defenisi kebutaan sebagai suatu visual akuiti yang kurang dari 3 / 60 ( Snellen ) atau yang ekuivalen dengannya. Pada tahun 1979, WHO menambahkan dengan ketidak sanggupan hitung jari pada siang hari pada jarak 3 meter. 1

Pada tahun 1977, International Classification of Disease ( ICD ) membagi berkurangnya penglihatan menjadi 5 kategori dengan maksimum tajam penglihatan kurang dari 6 / 18 Snellen, kategori 1 dan 2 termasuk pada low vision sedangkan kategori 3,4 dan 5 disebut blindness. Pasien dengan lapang pandangan 5 – 10 ditempatkan pada kategori 3 dan lapang pandangan kurang dari 5 ditempatkan pada kategori 4 ( lihat tabel 1.1 ).1,2


(11)

Tabel 1.1. Klasifikasi ICD terhadap penurunan penglihatan.1,2

Category of Visual Impairment

Level of Visual Acuity ( Snellen )

Normal Vision 6 / 6 to 6 / 18

Low Vision 1. Less than 6 / 18 to 6 / 60

2. Less than 6 / 60 to 3 / 60

Blindness 1. Less than 3 / 60 (Finger Counting at

3 m) to 1 / 60 ( Finger Counting at 1 m ) or Visual field between 5 – 10.

2. Less than 1 / 60 ( Finger Counting at 1 m ) to light perception or visual field less than 5

3. No light perception

Undang – Undang no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan indera penglihatan merupakan syarat penting untuk meningkatkan kwalitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat dalam rangka mewujudkan manusia yang cerdas, produktif, maju, mandiri dan sejahtera lahir batin.3

Kebutaan merupakan masalah besar di bidang kesehatan, sosio dan ekonomi di negara berkembang di seluruh dunia. Pada tahun 1990, WHO memperkirakan prevalensi kebutaan berkisar antara 0,3 % - 0,7 %, dan angka ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya. Beberapa Penelitian epidemiologi melaporkan prevalensi angka kebutaan


(12)

bilateral di negara berkembang di Asia berkisar 0,4 % dan kebutaan unilateral berkisar 2,6 % . Sementara menurut penelitian di Indonesia, yang dilakukan di daerah Sumatera di peroleh data bahwa angka kebutaan bilateral berkisar antara 2,2 % dan low vision berkisar 5,8 %.4

Berdasarkan National for the Prevention of Blindness ( WHO ) memperkirakan bahwa 55 juta trauma mata terjadi di dunia setiap tahunnya, 750.000 di rawat di Rumah Sakit dan lebih kurang 200.000 adalah trauma terbuka bola mata. Prevalensi buta ( < 3/60 atau < 20/400 ) yang di hasilkan oleh trauma adalah 1,6 juta. 19 juta dengan gangguan penglihatan.5

Berdasarkan National Programme for control of Blindness ( NPCB ) 1992, kebutaan akibat trauma menempati urutan ke 6 setelah katarak, kelainan retina, kelainan kornea, glaukoma dan optik atropi dan trauma. Sementara kebutaan akibat trauma berdasarkan NPCB meliputi sekitar 1,9 %.5

Berdasarkan Andhra Pradesh Eyes Disease Study ( APEDS ) kebutaan akibat trauma menempati urutan terakhir setelah katarak, retina, kelainan kornea, glaucoma dan optic atropi dengan jumlah persentase 1,6 %.5

Prevalensi kebutaan akibat trauma secara Nasional belum diketahui secara pasti, namun demikian pada Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993 – 1996, trauma mata dimasukkan dalam kelompok penyebab kebutaan lain – lain dan didapatkan prevalensinya sekitar 0,15 % dari jumlah total kebutaan Nasional yang berkisar 1,5 % (6,7).


(13)

Menurut hasil Survei Morbiditas Mata dan Kebutaan Departemen Kesehatan tahun 1993, kebutaan karena trauma tidak termasuk di dalam 10 besar penyakit mata penyebab kebutaan. Meskipun demikian, keluhan akibat trauma mata mempunyai dampak yang sama dengan kebutaan lainnya, yaitu turunnya kwalitas sumber daya manusia.7

Meskipun prevalensi kebutaan akibat trauma pada mata berbeda – beda disetiap provinsi, namun pada khususnya Sumatera Utara yang memiliki 46 Rumah Sakit dan 402 Pusat Kesehatan Masyarakat, serta dokter mata yang hampir tersebar merata diseluruh daerah, diperkirakan memiliki angka prevalensi buta akibat trauma mata yang jauh lebih kecil dari pada angka prevalensi buta akibat trauma mata secara nasional seperti pada penelitian Feriyani di Kabupaten Tanah Karo pada tahun 2004 didapat prevalensi kebutaan akibat trauma mata sebesar 0,02 % 8.

Seseorang yang mengalami kebutaan, baik pada satu mata maupun pada kedua matanya memerlukan perhatian serius karena dapat menimbulkan dampak Sosio, Ekonomi dan Psikologi yang akhirnya menjadi beban individu, masyarakat bahkan negara.5

Hal – hal tersebut diatas menjadi latar belakang bagi Peneliti untuk mengetahui prevalensi kebutaan akibat trauma di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan.


(14)

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Berapakah angka kebutaan akibat trauma untuk Kabupaten Tapanuli Selatan? 2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi angka kebutaan akibat trauma tersebut ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mendapatkan angka kebutaan akibat trauma untuk Kabupaten Tapanuli Selatan dan faktor – faktor yang mempengaruhi kebutaan tersebut.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik geografi Kabupaten Tapanuli Selatan. b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik sosio – demografi responden atau penderita kebutaan akibat trauma di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. c. Untuk mengetahui gambaran kesehatan mata responden di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

d. Untuk mengetahui gambaran budaya di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. e. Untuk mengetahui gambaran sarana dan prasarana kesehatan mata di Kabupaten Tapanuli Selatan.

f. Untuk mengetahui gambaran kebutaan akibat trauma di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.


(15)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dengan Penelitian ini, dapat dibuat pemetaan tentang buta akibat trauma di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Dapat dibuat kebijakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan kebutaan akibat trauma serta estimasi proyek kegiatan yang dapat menurunkan angka kebutaan tersebut.

3. Agar masyarakat dapat lebih berhati – hati dalam mencegah terjadinya trauma pada mata.


(16)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1.

KERANGKA TEORI

Trauma mata merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat ditemukan di dunia kesehatan. Meskipun dapat dicegah, trauma mata ini dapat menyebabkan mortaliti, morbiditi dan disabiliti. Trauma mata ini merupakan penyebab kebutaan unilateral yang dapat terjadi di seluruh dunia. Akibat dari trauma yang mengenai mata ini sangat berkaitan dengan permasalahan Sosio ekonomi dan psikologi yang akan terjadi dikemudian hari.

Trauma pada mata dapat digolongkan menjadi :

A. TRAUMA MEKANIK

Pada masa industrilisasi dan kecepatan berlalu lintas yang sangat tinggi, keadaan ini dapat meningkatkan terjadinya trauma secara umum. Seperti bagian – bagian tubuh yang lain, mata juga tidak terlepas dari trauma ini.8,9


(17)

American Ocular Trauma Society mengklasifikasikan trauma mekanik ini berdasarkan diagram dibawah ini:,2, 9-13

1. Trauma tertutup pada bola mata adalah luka pada salah satu dinding bola mata ( sklera atau kornea ) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler.

 Kontusio adalah trauma tertutup pada bola mata yang disebabkan oleh benda yang tumpul. Trauma ini dapat mempengaruhi dan menyebabkan kerusakan – kerusakan di tempat yang lain dari mata.

 Lamellar laserasi adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai oleh luka yang mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata. Trauma ini biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul.

Trauma

Mata

Mekanik

Trauma

tertutup

Trauma

terbuka

Kontusio

Superficial Foreign body

Lamellar

Laserasi

Ruptur

Laserasi

Penetrasi

IOFB

Perforasi


(18)

2. Trauma terbuka pada bola mata adalah trauma yang menyebabkan luka dan mengenai keseluruhan dinding dari bola mata ( sklera dan kornea ).

 Ruptur : adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan dinding bola mata, yang disebabkan oleh trauma tumpul dan mekanisme ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan intraokuli.

 Laserasi : luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola mata yang di sebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan menimbukan adanya trauma penetrasi ataupun trauma perforasi.

 Trauma penetrasi : laserasi tunggal pada dinding bola mata yang disebabkan oleh benda tajam.

 Trauma perforasi : laserasi pada seluruh ketebalan dinding bola mata, yang mempunyai jalan masuk ataupun jalan keluar yang biasanya di sebabkan oleh benda tajam atau peluru.

Intraocular foreign body ( IOFB ) : adanya benda asing pada

intraocular yang keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya trauma penetrasi.2,9,10,11,12

Prognosa penglihatan dari penderita trauma pada mata ini akan di pengaruhi oleh 9,13 :

 Tipe dari trauma

 Tingkatan trauma yang berhubungan dengan hasil dari penglihatan

Ada / tidaknya afferent pupillary defect


(19)

Tabel 1. Klasifikasi trauma terbuka pada bola mata.9,13

Tipe atau mekanisme trauma

A. Ruptur B. Penetrasi C. IOFB D. Perporasi E. Campuran

Tingkatan trauma berdasarkan hasil dari tajam penglihatan

1. ≥ 20 / 40

2. 20 / 50 – 20 / 100 3. 19 / 100 – 5 / 200

4. 4 / 200 – persepsi cahaya 5. Persepsi cahaya ( - )

Pupil

Positif : adanya relative afferent Pupillary defect

Negatif : Tidak adanya Relative

Afferent Pupillary Defect

Zona

I. Melibatkan kornea ataupun limbus II. Sklera posretior dari limbus ke Pars plana kira – kira 5 mm Posterior limbus.

III. Melibatkan seluruh ketebalan Sklera pada daerah > 5mm Kearah posterior limbus


(20)

Tabel.2 Klasifikasi trauma tertutup pada bola mata 9,13

Tipe atau mekanisme trauma

A. Kontusio

B. Superficial foreign body C. Lamellar laserasi

D. Campuran

Tingkatan trauma berdasarkan hasil dari tajam penglihatan

1. ≥ 20 / 40

2. 20 / 50 – 20 / 100 3. 19 / 100 – 5 / 200

4. 4 / 200 – persepsi cahaya 5. Persepsi cahaya ( - )

Pupil

Positif : Adanya Relative Afferent

Pupillary Defect

Negatif : Tidak adanya Relative Afferent

Pupillary Defect

Zona

I. Eksternal, konjungtiva bulbi, Kornea, sklera

II. Segmen anterior : kapsul lensa posterior dan pars plikata

III. Segmen posterior : kapsul lensa Posterior

A. 1. Trauma Tumpul

Trauma Kontusio pada mata lebih sering disebabkan oleh trauma yang berasal dari benda tumpul seperti, pukulan, bola tennis atau bola kriket.11- 14

Secara epidemiologi, prevalensi terjadinya trauma tumpul ini lebih banyak ditemukan pada laki – laki di bandingkan pada wanita dan berusia muda.14

Trauma tumpul dengan kekuatan yang besar akan menghasilkan tekanan anteroposterior, sehingga keadaan ini dapat juga menghasilkan peningkatan tekanan


(21)

intraokuli, ruptur, dan robekan pada struktur intraokuli lainnya. Keadaan ini juga dapat meluas sehingga dapat menyebabkan kerusakan segmen posterior.10,11,12

Trauma tumpul ini dapat ditemukan pada keadaan – keadaan berikut: 8

• Pukulan langsung pada bola mata dengan menggunakan kepalan tangan, bola atau benda – benda tumpul lainnya seperti : tongkat dan batu.

• Trauma tumpul pada bola mata yang dapat ditemukan di jalanan, di perkebunan, dan di kawasan industri.

Mekanisme Trauma Tumpul Pada Bola Mata

Trauma tumpul pada bola mata dapat menghasilkan kerusakan dengan cara : 8,14

• Trauma langsung yang terjadi pada bola mata akan menghasilkan kerusakan

dengan nilai yang maksimum.

• Gelombang tekanan yang menyelusuri cairan – cairan intraokuli akan mencapai kamera okuli anterior sehingga cairan – cairan intraokuli ini akan terdorong ke depan bersama lensa, iris dan korpus vitreus ke polus posterior. Gelombang tekanan ini juga dapat mencapai retina dan choroid sehingga dapat menimbulkan kerusakan.

• Gelombang tekanan yang dipantulkan. Setelah gelombang tekanan bagian luar tertutupi, maka gelombang ini akan di pantulkan ke arah posterior sehingga dapat merusak foveal.

• Gelombang tekanan yang memantul. Setelah gelombang tekanan mencapai

dinding posterior pada bola mata, gelombang tekanan ini dipantulkan kearah belakang secara anterior. Pada keadaan ini dapat merusak retina juga koroid.


(22)

• Kekuatan secara tidak langsung. Kerusakan okuli dapat juga disebabkan oleh tulang – tulang dinding bola mata serta isi bola mata yang terjadi secara tiba – tiba.

Kelainan – kelainan yang dapat ditimbulkan oleh trauma tumpul dapat berupa : hipema, subluksasio lentis, luksasio lentis, katarak traumatika, perdarahan pada korpus vitreus, ruptur kornea, ruptur koroid dan lain sebagainya.10-16

A.2. Trauma Tembus ( Penetrasi / Perforasi )

Prevalensi trauma tembus dapat ditemukan tiga kali lebih besar pada laki – laki dibandingkan pada wanita pada usia muda. Prevalensi terjadinya trauma tembus ini lebih sering di jumpai pada korban perkelahian, kecelakaan di dalam rumah tangga, pada olahragawan. Trauma tembus ini, prognosanya sangat ditentukan oleh : luasnya lesi, waktu, kekuatan dan kecepatan benda.11

Trauma tembus dapat disebabkan oleh : benda tajam atau runcing seperti : pisau, kuku jari, panah, pensil, pecahan kaca dan lain – lainnya. Dapat juga disebabkan oleh benda asing yang masuk dengan kecepatan tinggi seperti peluru dan serpihan besi.

10-13,15,16

Trauma tembus merupakan penyakit mata serius dan termasuk emergensi medis yang dapat mengancam visus dan harus dilakukan tindakan segera, cepat dan tepat, oleh karena :


(23)

• Bahaya post traumatik iridosiklitis yang dapat terjadi dalam interval waktu yang lama dari kejadian, walaupun di saat kejadian tidak menunjukkan tanda peradangan yang aktif.

• Terjadinya peradangan simpatetik ophthalmia merupakan komplikasi yang paling berbahaya.

• Walaupun bukan merupakan penyebab utama kebutaan, tapi paling sering merupakan penyebab hilangnya visus unilateral.8,11-13,15,16

Sebagian besar trauma tembus menyebabkan penurunan penglihatan yang mencolok, namun cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan oleh tindakan menggerenda atau memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan penglihatan.8

A.3. Trauma Tumbuhan

Hal penting yang harus diperhatikan dalam terjadinya trauma mata adalah terjadinya suatu komplikasi yang disebabkan oleh material – material vegetatif. Keadaan ini sering ditemukan di negara – negara yang berdaerah agraris atau pertanian seperti negara – negara di Asia Tenggara dan negara – negara di Afrika yang dikenal sebagai ” rice harvesting keratitis ”. Sikatriks kornea merupakan salah satu komplikasi yang paling sering ditemukan yang pada awalnya kornea mengalami inflamasi setelah terjadinya trauma tumbuhan yang pada umumnya mengenai mata dan kornea khususnya.10

Pada penelitian yang dilakukan Aravind Eye Hospital di India terdapat sekitar 56 % trauma mata yang disebabkan oleh padi dan tebu. Selanjutnya pada penelitian yang berbeda ditemukannya kultur yang positif pada ulkus kornea dengan spessimen yang


(24)

ditemukan berupa golongan bakteri dan jamur pada 297 orang penderita yang mengalami trauma pada mata.10

B. TRAUMA KIMIA

Trauma kimia pada daerah luar dari mata adalah merupakan masalah yang sering ditimbulkan. Dua pertiga luka bakar pada mata dapat ditemukan di lingkungan kerja dan sebahagian di lingkungan rumah tangga. Bahan kimia bermacam – macam, sehingga sifatnya pun bermacam – macam. Pada garis besarnya bahan kimia ini dapat digolongkan atas dua bagian besar yaitu : bahan kimia yang bersifat basa dan bahan kimia yang bersifat asam.8-15,17,18 Trauma kimia pada mata ini dua kali lebih sering pada bahan kimia yang bersifat basa dibandingkan bahan kimia yang bersifat asam. Bahan kimia yang bersifat basa ini lebih sering pada bahan – bahan seperti : amoniak, sodium hydroxide dan kapur. Sementara bahan yang bersifat asam dapat berupa : sulphuric, sulphurous, hydrofluoric, acetic, dan chromic. Beratnya keadaan dari trauma kimia ini sangat berhubungan dengan jenis bahan kimia yang terkontaminasi, lesi pada okular dan lamanya bahan kimia itu yang mengenai lesi tersebut. Bahan kimia yang bersifat basa biasanya penetrasinya lebih dalam di bandingkan bahan kimia yang bersifat asam yang mana koagulasi permukaan protein akan dihasilkan di dalam protective barrier.11 Keadaan ini sering menimbulkan iritasi yang bersifat ringan sampai dengan berat. Selain itu, trauma kimia ini juga dapat menyebabkan destruksi yang komplit pada permukaan epithelium okuli, kekeruhan kornea, hilangnya penglihatan, dan kadang – kadang hilangnya mata dari si korban.8-15.,17,18

Bentuk – bentuk zat kimia dapat berupa padat, cair, tepung, asap atau uap. Trauma kimia sering terjadi di rumah, yang disebabkan oleh deterjen, desinfektan,


(25)

kosmetik, dan lain – lain. Trauma kimia yang terjadi di industri biasanya disebabkan oleh zat – zat kimia keras dan bahan pelarut. Beratnya trauma kimia tergantung pada pH, volume dan lamanya kontak, serta sifat toksik dari bahan kimia tersebut.8-15,17,18

Bahan kimia yang bersifat asam pada kadar yang rendah akan menurunkan kekentalan protoplasma, kemudian terjadi penggumpalan. Hal ini memberikan gambaran klinis sebagai iritasi. Bahan kimia asam dengan kadar yang tinggi atau asam kuat dapat terjadi denaturasi dan penggumpalan protein sampai terjadi pembentukan asam proteinat. Gambaran klinisnya berupa kerusakan yang korosif. Protein yang mengalami denaturasi bersifat irreversible, sehingga penetralan dengan alkali tidak akan memperbaiki kerusakan pada jaringan. Kerusakan karena asam bersifat tidak progresif. Prosesnya segera tertahan karena adanya protein yang menggumpal. Kerusakan yang segera terjadi akan terhenti, sehingga prognosanya bisa diramalkan. Oleh karena itu trauma bahan kimia basa lebih berbahaya dari bahan kimia asam.8-13,15,17,18,19

Pada bahan kimia basa mekanisme kerusakan adalah terjadinya garam alkali proteinat yang menyerupai gel. Kecuali itu basa juga berreaksi dengan lemak dan membentuk sabun, sehingga merusak dinding sel dan menambah daya penetrasinya, sehingga bisa terjadi nekrosis yang total. Juga karena sifat hygroskopis basa, maka air jaringan akan keluar dan proses nekrosis akan bertambah cepat. Trauma karena bahan basa akan meluas dengan cepat, aksinya terus berlangsung dan efeknya sukar dihentikan. Kerusakan kornea biasanya akan terjadi pada pH > 11,5. Pada konjungtiva dapat terjadi edema dan nekrosis dengan cepat, sekret yang mukopurulen kemudian proliferasi jaringan yang fibrosa dan terjadi simblepharon. Pada kornea terjadi disintegrasi dan pengelupasan epitel, oedema, oedem stroma sehingga menyebabkan infiltrasi, fibrosis,


(26)

vaskularisasi dan kekeruhan, selanjutnya cenderung mengalami ulserasi kemudian terjadi proliferasi endotel. Pada iris terjadi inflamasi berat dan granulasi. Adanya nekrosis pada daerah limbus dapat melanjut ke trombosis yang luas dan nekrosis iskemik. Stadium terakhir terjadi staphyloma kornea, katarak, glaukoma sekunder dan atropi bulbi.

8-13,15,17,18

Tingkatan luka bakar yang disebabkan trauma kimia pada bola mata.8

Grade Perubahan pada

Kornea

Perubahan pada Konjungtiva

Prognosa Penglihatan

I Kerusakan hanya

pada lapisan ephitel

Khemosis ( + ) Iskhemik ( - )

Baik

II Kornea keruh tetapi

iris masih jelas terlihat

Kongesti (+ ) Khemosis ( + ) Iskhemik kurang dari 1 /3 limbal konjungtiva

Baik

III Kehilangan lapisan

ephitel secara menyeluruh, stroma keruh dan iris tidak dapat dinilai

Iskhemik 1/3 sampai dengan 1/2

limbal konjungtiva Tidak dapat di nilai

IV Opak, iris dan pupil tidak dapat dilihat

Iskhemik dan nekrosis lebih dari 1 / 2 limbal

konjungtiva


(27)

TRAUMA THERMIS

Biasanya disebabkan oleh api atau air panas. Meskipun trauma thermis pada wajah dan periorbital sering terjadi, trauma thermis langsung pada mata sendiri relatif jarang. Karena cepatnya reflek kelopak mata menutup. Sebagian besar trauma thermis merusak kelopak mata, bulu mata alis dan kulit sekitarnya. Pada kasus – kasus yang berat dapat mempengaruhi konjungtiva ataupun kornea.8,15

TRAUMA ELEKTRIK

Trauma elektrik langsung pada mata jarang terjadi. Arus listrik yang kuat dapat menyebabkan kongesti pada konjungtiva, kekeruhan pada kornea, inflamasi pada iris dan korpus siliaris, perdarahan pada retina, neuritis dan katarak dapat terjadi 2 – 4 bulan setelah trauma.8,18

TRAUMA RADIASI

Jenis radiasi yang sering menyebabkan trauma pada pada mata adalah radiasi ultraviolet ( UV ), infra red, dan ion. Epitel kornea mudah terkena radiasi UV. Gejala timbul beberapa jam setelah terpapar, sel – sel epitel kornea akan terlepas. Meskipun sangat sakit, sel – sel epitel kornea ini biasanya akan sembuh sendiri dalam 24 jam.15

Penyebab tersering trauma UV pada mata adalah tidak adanya perlindungan terhadap penyinaran lampu yang berkekuatan tinggi, pekerjaan mengelas dan terpapar sinar matahari yang lama diluar rumah. Kelainan makula yang dapat timbul karena langsung menatap sinar matahari disebut Solar Retinopathy. Selain itu, sinar UV ini juga dapat menyebabkan photo-opthalmia, dan merupakan faktor pencetus untuk terjadinya


(28)

katarak senilis.8,15 Keluhan berupa skotoma sentral, kromatopsia, metamorpopsia dan nyeri kepala. Sinar las yang terlalu lama dapat juga menyebabkan kelainan pada makula sehingga dapat menimbulkan penurunan penglihatan dengan skotoma sentral, defek lapangan pandang perifer yang kosentrik.15

Terpapar sinar radiasi / ion sangat berhubungan dengan ledakan nuklir, X –ray dan radio-isotop. Sinar X dan sinar laser dapat pula menyebabkan makulopati seperti sinar las dan sinar matahari. Radiasi ion pada mata dapat menyebabkan oedem, kemosis pada konjungtiva maupu n kornea ( keratokonjungtivitis radiasi ), dermatitis radiasi pada kelopak mata, berkurangnya produksi air mata dan pada tahap lanjut juga dapat menyebabkan katarak radiasi.8,15

2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Tapanuli Selatan berada pada 0° 10’– 1° 50’ Lintang Utara, 98°50’ – 100°10’ Bujur Timur dan 0 – 1.915 m di atas permukaan laut. Kabupaten Tapanuli Selatan menempati area seluas ± 12.261,55 km² yang terdiri dari 12 Kecamatan dan 503 Desa. Area Kabupaten Tapanuli Selatan di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah, di sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Madina,di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Madina, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Riau dan Kabupaten Labuhan Batu. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan, luas daerah terbesar adalah kecamatan Sipirok


(29)

dengan luas 577,18 km2 atau 13,22 persen diikuti Kecamatan Sayurmatinggi dengan luas 519,60 km2 atau 11,90 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan Arse dengan luas 143,67 km2 atau 3,29 persen dari total luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Seperti umumnya daerah – daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan termasuk daerah yang beriklim tropis. Sehingga daerah ini memiliki 2 musim yaitu : musim kemarau dan musim hujan.

Berdasarkan Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka 2008, Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki jumlah penduduk sekitar 261.781 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 59,94 jiwa / km2 . Perkembangan jumlah penduduk tahun 2005, 2006, 2007, berkisar 261.664, 266.477, 261.781 dengan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2005 adalah sebesar 1,83 %.

Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan meliputi 3 Rumah Sakit Umum Pemerintah. Sementara pada daerah Kecamatan dan Pedesaan Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2007 ini memiliki sarana kesehatan yang cukup memadai yaitu : 16 buah Puskesmas, 57 Puskesmas pembantu dan 547 buah Posyandu yang semuanya tersebar di tiap Kecamatan.


(30)

Banyaknya sarana / pelayanan kesehatan menurut Kecamatan pada tahun 2007.

Kecamatan Puskesmas Puskesmas Pembantu Balai Pengobatan Puskesmas Keliling Posyandu Batang Angkola

2 5 1 1 73

Sayurmatinggi 3 5 0 2 74

Angkola Timur

1 6 0 1 57

Angkola Selatan

1 5 0 1 26

Angkola Barat 1 9 2 1 40

Batang Toru 2 5 0 2 66

Marancar 1 3 0 1 29

Sipirok 1 12 2 1 49

Arse 1 2 0 1 30

Saipar Dolok Hole

2 4 1 2 73

Aek Bilah 1 1 0 1 30

Muara Batang Toru

0 0 0 0 0

Sumber BPS. Prop. Sumut 2008

Tenaga Medis yang tersedia di Kabupaten Tapanuli Selatan, baik negeri maupun swasta ada 43 orang Dokter Umum, 10 orang Dokter Gigi dan 1 orang Dokter Spesialis. Dokter Spesialis Mata belum ada di Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut.


(31)

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen – elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :

KERANGKA KONSEP

SOSIO EKONOMI

BUDAYA TTG PEMELIHARAAN KES. MATA

GEOGRAFI

KEBUTAAN TRAUMA

SUMBER DAYA MANUSIA

SARANA & PRASARANA KESAHATAN


(32)

3.2. DEFENISI OPERASIONAL

 Kebutaan trauma adalah penderita dengan riwayat trauma tumpul, trauma tajam, trauma termal, trauma radiasi, dan trauma kimia pada mata dengan visus terbaik pada satu atau kedua mata < 3 / 60.

 Sosio ekonomi adalah segala sesuatu mengenai kemampuan daya beli masyarakat dan pemerintah.

 Geografi adalah kondisi alam, apakah mudah atau sulit dijangkau dari sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia, dimana hal tersebut akan mempengaruhi cakupan pelayanan kesehatan yang akan diberikan.

 Sumber Daya Manusia adalah tenaga ahli khususnya Dokter Spesialis Mata dan Perawat Refraksionis Mata yang tersedia.

 Sarana dan Prasarana kesehatan mata adalah pengetahuan penderita terhadap penyakit mata yang dideritanya untuk mendapat pelayanan kesehatan.


(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah Penelitian survey dengan pendekatan Cluster atau pengelompokan yang bersifat deskritif , artinya subjek yang diamati pada saat monitoring biologik dan pengukuran tingkat pengetahuan masyarakat dinilai dengan pengamatan pada saat bersamaan ( transversal ) atau dengan satu kali pengamatan / pengukuran.

4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN

 Penelitian dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan daerah dataran tinggi dengan penentuan sampel secara purposive.

 Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan September 2009.

4.3. POPULASI PENELITIAN

Populasi Penelitian adalah seluruh penduduk yang ada di wilayah kerja, di 6 kecamatan yang terpilih di Kabupaten Tapanuli Selatan sesuai dengan kriteria penelitian.

4.4. BESAR SAMPEL

Untuk mendapatkan data yang representative yang mewakili Kabupaten Tapanuli Selatan, maka sampel diambil dari 6 kecamatan yang terpilih.


(34)

Besarnya sampel adalah jumlah penduduk dari 6 kecamatan yang terpilih yang dianggap mewakili satu Kabupaten yang ada di wilayah kerja, jumlah sampel yang akan diambil, dihitung dengan rumus Cluster sampling dengan metode Propotional Allocation Method, yaitu :

Dimana :

n = Jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam penelitian ini.

N = Jumlah populasi.

Z = Nilai baku normal dari tebal Z yang besarnya tergantung Pada nilai = 0,05, nilai Zc = 1,96.

2

c = Varians populasi

∑ ( ai + P mi )2

= ∑ ai2 – 2P∑aiMi + P2 ∑mi2 =

n - 1 n - 1

P = Proporsi kebutaan trauma mata = ∑ ai

∑ mi

G = Galat pendugaan, diasumsikan 2 %.

M = Rerata kejadian buta = ∑ mi

n

N . Z

2

c

2

n

=


(35)

Dengan demikian, sampel jumlah untuk masing – masing Kecamatan yaitu :

2

c = Varians populasi

= ∑ ( ai + P mi )2 = ∑ ai2 – 2 P ∑ai Mi + P2 ∑ mi2

n -1 n -1

= 2894,282833

P = Proporsi kebutaan trauma mata

= ∑ ai

∑ mi = 0,1

M = ∑ mi

n = 291,8265

mi = jumlah kebutaan secara nasional = 1,5 %

ai = banyak kebutaan akibat trauma mata = 0,15 %


(36)

Dengan demikian, sampel jumlah untuk masing – masing Kecamatan yaitu : Tabel 4. 1. Distribusi Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan

Kecamatan

Jlh Penduduk

Jumlah kebutaan (mi)

Banyak

Kebutaan (ai) mi*mi ai*ai ai*mi G =3%

Angkola Barat 47087 706 71 498867 4989 49887 24

Sayurmatinggi 36733 551 55 303595 3036 30360 18

Batang Angkola 30771 462 46 213042 2130 21304 15

Sipirok 30494 457 46 209224 2092 20922 15

Batang Toru 25918 389 39 151142 1511 15114 13

Angkola Timur 23548 353 35 124764 1248 12476 12

194551 2918 292 1500635 15006 150063 97

Sumber : BPS prop. Sumut tahun 2008

4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

- Kriteria Inklusi

 Semua penderita dengan riwayat trauma mata dengan visus terbaik pada kedua mata < 3/60

 Semua penderita dengan riwayat trauma mata dengan visus terbaik pada satu mata <3/60

 Usia penderita ≥ 5 tahun

 Bersedia ikut dalam penelitian


(37)

- Kriteria Eksklusi :

 Penderita dengan riwayat trauma mata dengan visus terbaik pada kedua mata >3/60.

 Penderita dengan riwayat trauma mata dengan visus terbaik pada satu mata >3/60.

 Usia penderita < 5 tahun.

 Tidak bersedia ikut dalam penelitian.

 Penderita trauma mata yang disertai oleh penyakit mata lainnya.

4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL

 Variabel terikat adalah kebutaan akibat trauma mata.

 Variabel bebas adalah :

• Sosio ekonomi

• Budaya

• Geografi

• Sumber daya manusia

• Sarana dan prasarana kesehatan

4.7. BAHAN DAN ALAT

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Snellen Chart

2. Trial lens set

3. Direct ophthalmoskop 4. Senter


(38)

5. Loop

6. Tonometer Schiotz

7. Tropicamide 1 % tetes mata 8. Pantocain 0, 5 % tetes mata 9. Chloramphenicol 1 % tetes mata 10.Alkohol 70 % dan kapas

11.Pensil

12.Kertas kwesioner 13.Kapas steril

4. 8. CARA KERJA DAN ALUR PENELITIAN

CARA KERJA

Pengumpulan data menggunakan formulir kwesioner yang berisi data karakteristik dari sampel, sarana dan prasarana di daerah penelitian. Daerah penelitian untuk satu kabupaten di wakili oleh 6 kecamatan dengan beberapa desa terpilih setelah survey pendahuluan. Peneliti akan mengunjungi seluruh unit Pelayanan Kesehatan di wilayah penelitian yang terdiri dari Puskesmas Induk dan Puskesmas Pembantu, dengan kerjasama lintas sektoral melalui kecamatan, Lurah dan Kepala Lingkungan yang berada di wilayah Kabupaten tersebut. Kemudian Peneliti menentukan jadwal pemeriksaan yang sebelumnya berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas yang bertugas di wilayah penelitian, lalu Penderita trauma di kumpulkan di Puskesmas pada waktu tertentu, kemudian Peneliti akan memeriksa langsung sampel. Jumlah sampel yang belum mencukupi dilakukan pemeriksaan langsung ke rumah – rumah pada lingkungan yang terpilih dengan di bantu


(39)

oleh Kepala Lingkungan. Data yang telah terkumpul akan disimpan dan di komputerisasi dengan menggunakan software Microsoft Excel.

ALUR PENELITIAN

Usia < 5 tahun = eksklusi

• Pengobatan sederhana Dilanjutkan peneliti

• Penyuluhan yang kebetulan

• Eksklusi bersamaan

• Schiotz

• Digital kalau schiotz tidak memungkinkan

Mydriatil 0,5 %

• Pengobatan sederhana • Penyuluhan

• sklusi

REGISTRASI

PEMERIKSAAN VISUS

≤ 3 / 60

> 3 / 60 KELAINAN LAIN

RIWAYAT TRAUMA PADA MATA

PEMERIKSAAN TIO

> 21 mmHg DIGITAL N < 21 mmHg

EKSKLUSI

VISUS

≤ 3 / 60

> 3 / 60

BUTA AKIBAT TRAUMA PADA MATA


(40)

4.9 LAMA PENELITIAN

Lama penelitian diperkirakan 3 bulan seperti pada tabel di bawah ini :

Bulan Februari Juli Agustus Desember

Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Usulan penelitian Penelitian Penyusunan Laporan Presentasi

4.10. ANALISA DATA

Analisa data dilakukan secara deskriptif dan di sajikan dalam bentuk tabulasi data.

4. 11. PERSONALIA PENELITIAN

Peneliti : Fithria Aldy

Pembantu Penelitian : : 1. Vanda Virgayanti : 2. Herman

: 3. Lesus Eko Sakti : 4. Herna Hutasoit : 5. Iskandar Mirza Bahar : 6. Muhammad


(41)

4.12. PERTIMBANGAN ETIKA

1. Usulan Penelitian ini terlebih dahulu di setujui oleh rapat Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK – USU / RSUP H Adam Malik Medan. Penelitian ini kemudian di ajuka n untuk disetujui oleh rapat Komite Etika PPKRM Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Inform konsen dan kerahasiaan.

Penelitian ini melibatkan langsung pasien trauma yang ada di wilayah Penelitian, sehingga membutuhkan kerjasama lintas sektoral dalam bentuk tembusan surat izin untuk melakukan penelitian kepada instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten, Puskesmas, Camat, Kepolisian, serta Aparat Desa setempat.

4.13. BIAYA PENELITIAN


(42)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berbentuk survei yang dilakukan pada tanggal 29 Juni 2009 sampai dengan 31 Juli 2009 pada 6 kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan jumlah penderita yang mengalami kebutaan sebanyak 360 orang, dari beberapa desa yang terdapat sampel buta dengan jumlah penduduk 29332 orang.

Jumlah sampel buta yang didapat dari 6 kecamatan adalah sebagai berikut, yaitu : Kecamatan Angkola Barat : 22 jiwa, Kecamatan Sayurmatinggi : 103 Jiwa, Kecamatan Batang Angkola : 99 jiwa, Kecamatan Sipirok : 43 jiwa, Kecamatan Batang Toru : 30 jiwa, Kecamatan Angkola Timur : 63 jiwa.

Hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel, dimana jumlah sampel yang diambil sesuai dengan rumus Cluster dengan cara Propositional Allocation methode.


(43)

A. DATA UMUM SAMPEL

1. Usia

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan usia.

Usia ( Tahun ) Laki - laki Perempuan

< 10 4 2

10 – 20 10 12

21 – 30 5 4

31 – 40 11 15

41 – 50 12 14

51 – 60 16 49

61 – 70 22 89

71 – 80 22 55

> 80 2 16

JUMLAH 104 256

Dari tabel 5.1 distribusi sampel berdasarkan usia diatas, didapatkan jumlah sampel terbanyak pada usia 61 -70 tahun yaitu 111 orang. Selanjutnya usia 71 - 80 tahun sebanyak 77 orang dan seterusnya.

2. Jenis kelamin

Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki – laki 104 28,89

Perempuan 256 71,11


(44)

Hasil tabel 5.2. didapatkan sampel berjenis kelamin laki – laki sebanyak 104 orang ( 28,89% ) dan perempuan sebanyak 256 orang ( 71,11% ).

3. Tingkat Pendidikan

Tabel 5.3. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan.

Tingkat Pendidikan N %

Tidak Sekolah 63 17,50

SD 226 62,78

SMP 40 11,11

SMA 30 8,33

Akademi / PT 1 0,28

Jumlah 360 100

Hasil tabel 5.3. memperlihatkan bahwa sampel yang tidak sekolah sebanyak 63 orang, SD / sederajat 226 orang , SMP / sederajat 40 orang, SMA / sederajat 30 orang. Akademi / Perguruan Tinggi 1 orang. Sebagian besar tingkat pendidikan sampel adalah Sekolah Dasar atau yang sederaja


(45)

4. Jenis pekerjaan

Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan jenis pekerjaan

Pekerjaan N %

Petani 251 69,72

Pengemudi 3 0,83

Pegawai 5 1,39

Ibu Rumah Tangga 25 6,95

Dagang / wiraswasta 35 9,72

Lainnya 41 11,39

Jumlah 360 100

Dari tabel 5.4. diatas tampak bahwa petani merupakan porsi terbesar yaitu sebanyak 251 orang atau 69,72%.

5. Suku Bangsa

Tabel 5.5. Distribusi sampel berdasarkan suku bangsa

Suku Bangsa N %

Jawa 5 1,39

Mandailing 232 64,44

Melayu 1 0.28

Batak 117 32,50

Minang 5 1,39

Jumlah 360 100

Berdasarkan tabel 5. 5. diatas tampak bahwa suku Mandailing merupakan suku yang terbanyak.


(46)

B. PESERTA PENELITIAN

Dari penduduk yang diperiksa, didapatkan penderita kebutaan akibat trauma pada kedua mata sebanyak 1 orang dan penderita kebutaan akibat trauma pada satu mata sebanyak 33 orang.

1. Karakteristik Peserta Penelitian a. Usia

Tabel 5.6. Sebaran kebutaan akibat trauma mata berdasarkan usia.

USIA SATU MATA DUA MATA TOTAL

N % N % N %

5 – 20 7 20,59 - - 7 20,59

21 – 40 5 14,71 1 2,94 6 17,65

41 – 60 16 47,05 - - 16 47,05

61 – 80 5 14,71 - - 5 14,71

> 80 - - - - - -

Jumlah 33 97,06 1 2,94 34 100

Dari tabel di atas tampak penderita kebutaan akibat trauma pada satu mata yang terbanyak pada kelompok usia 41 – 60 tahun yakni sebanyak 16 orang atau 47,05%. Penderita kebutaan akibat trauma pada dua mata didapati pada kelompok usia 21 – 40 tahun yaitu 1 orang atau 2,94%.


(47)

b. Jenis Kelamin

Tabel 5.7. Sebaran kebutaan akibat trauma berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin

Satu mata Dua mata TOTAL

N % N % N %

Laki – laki 13 38,24 1 2,94 14 41,18

Perempuan 20 58,82 - - 20 58,82

Jumlah 33 97,06 1 2,94 34 100

Dari tabel diatas tampak bahwa kebutaan akibat trauma pada satu mata lebih banyak diderita oleh perempuan yaitu 20 orang atau 58,82% sedangkan laki – laki 13 orang atau 38,24%. Kebutaan akibat trauma pada dua mata hanya pada 1 orang laki - laki atau 2,94%.

c. Tingkat Pendidikan

Tabel 5.8. Sebaran kebutaan akibat trauma mata berdasakan tingkat pendidikan.

Tingkat pendidikan

Satu mata Dua mata Total

N % N % N %

Tidak sekolah 6 17,65 - - 6 17,65

SD 18 52,94 - - 18 52,94

SLTP 6 17,65 - - 6 17,65

SLTA 3 8,82 1 2,94 4 11,76

Akademi / PT - - - -

Jumlah 33 97,06 1 2,94 34 100

Dari tabel diatas tampak bahwa penderita kebutaan akibat trauma mata yang terbanyak adalah pada kelompok dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar, yakni


(48)

18 orang atau 52,94%, diikuti dengan tingkat pendidikan SLTP, yakni 6 orang atau 17,65%. Angka kejadian kebutaan akibat trauma yang terendah yaitu pada kelompok dengan tingkat pendidikan SMA, yakni 4 orang atau 11,76%.

Pendidikan yang rendah biasanya sebanding dengan tingkat pengetahuan dan tingkat sosio ekonomi yang rendah, sehingga mempengaruhi pandangan terhadap kebutaan termasuk kebutaan akibat trauma.

d. Pekerjaan

Tabel 5.9. Sebaran kebutaan akibat trauma mata berdasarkan jenis pekerjaan.

Pekerjaan Satu mata Dua mata Total

N % N % N %

Tidak bekerja 6 17,65 1 2,94 7 20,59

Buruh/ karyawan - - - -

Petani 22 64,71 - - 22 64,71

Dagang 3 8,82 - - 3 8,82

Pegawai - - - -

Ibu Rumah Tangga 2 5,88 - - 2 5,88

Pelajar - - - -

Pengemudi - - - -

Lainnya - - - -

Jumlah 33 97,06 1 2,94 34 100

Dari tabel di atas pekerjaan penderita kebutaan akibat trauma pada satu mata adalah petani, yakni sebanyak 22 orang atau 64,71%, sedangkan kebutaan akibat trauma pada satu mata adalah pada kelompok yang tidak bekerja yakni 1 orang atau 2,94%.


(49)

e. Penyebab

Tabel 5. 10. Sebaran kebutaan akibat trauma mata berdasarkan penyebabnya.

Golongan Penyebab Satu mata Dua mata Total

N % N % N %

Trauma Tumpul

Pukulan kayu Pukulan tangan

Benturan

2 5,89 2 5,89

3 8,82 3 8,82

1 2,94 1 2,94

Trauma Tajam Pisau Paku Bambu Kayu Besi Kail Ikan

3 8,82 3 8,82

1 2,94 1 2,94

1 2,94 1 2,94

2 2 1 5,89 5,89 2,94 2 2 1 5,89 5,89 2,94 Trauma Tumbuhan Batang padi Habuk padi Lalang Duri Salak 11 3 3 1 32,35 8,82 8,82 2,94 11 3 3 1 32,35 8,82 8,82 2,94 Trauma Kimia Asam/ basa Trauma Thermal Air panas Trauma Radiasi

UV / Ion

Trauma Elektrik

Listrik

Jumlah 33 97,06 1 2,94 34 100


(50)

Dari tabel di atas didapat penyebab kebutaan akibat trauma pada dua mata adalah trauma akibat benturan pada saat penderita mengalami kecelakaan lalu lintas, sedangkan penyebab trauma mata yang paling banyak adalah trauma akibat tumbuh – tumbuhan.

f. Mata yang terkena

Tabel 5.11. Sebaran kebutaan akibat trauma mata berdasarkan mata yang terkena

Mata yang terkena Satu mata Dua mata Total

N % N % N %

Kanan 18 52,94 - - 18 52,94

Kiri 15 44,12 - - 15 44,12

Keduanya - - 1 2,94 1 2,94

Jumlah 33 97,06 1 2,94 34 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa trauma mata yang mengenai hanya satu mata lebih banyak jika dibandingkan dengan yang mengenai dua mata.

g. Tempat berobat

Tabel 5. 12. Sebaran kebutaan akibat trauma mata berdasarkan tempat berobat

Tempat berobat Jumlah Persentase ( % )

Puskesmas 8 23,52

RS. Pemerintah / dr. mata 16 47,06

Bidan 2 5,89

Mantri 2 5,89

Tradisional / Dukun 3 8,82

Dibiarkan 3 8,82


(51)

h. Angka Kebutaan dan Prevalensi Kebutaan akibat Trauma Mata dengan Estimasi

Angka dan Prevalensi Kebutaan akibat Trauma Mata di Kab. Tapanuli Selatan

Estimasi pada CI 95% ( Batas Bawah % ; Batas Atas % )

Prevalensi Kebutaan akibat trauma mata 1 / 29332 x 100 % = 0,003%

( - ; 0,0092 % )

Persentase Kebutaan akibat trauma mata 1 / 155 x 100 % = 0,65 %

( 0,26 % ; 1,04 % )

Prevalensi kebutaan

155/29332 x 100 % = 0,528 %

( 0,0045 % ; 0, 0061 % )

C. PEMBAHASAN

Dari tabel 5.1 sampai tabel 5.5 tampak gambaran karakteristik penduduk sampel dari wilayah penelitian.

Dari tabel 5.1 dan 5.2 terlihat distribusi umur dan jenis kelamin menunjukan lebih banyak penduduk yang berumur berkisar 61 - 70 yaitu berkisar 30,83 %, dan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan berkisar 71,11%.

Dari tabel 5.3. terlihat bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penduduk dari kecamatan yang diteliti mempunyai tingkat pendidikan yang sangat rendah yaitu tingkat pendidikan Sekolah Dasar ( SD ) yang ditemukan sekitar 62,78% dan yang tidak bersekolah sekitar 17,50%. Rendahnya tingkat pendidikan ini, menyebabkan rendahnya juga sumber daya manusia dan hal ini akan berdampak kepada kurangnya pengetahuan penduduk tersebut tentang penyakit ataupun kesehatan mata umumnya, dan pengetahuan tentang trauma mata khususnya.10


(52)

Dari tabel 5.4. terlihat bahwa sebagian besar penduduk yang merupakan objek penelitian, mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sekitar 69,72%, hal ini sangat sesuai dengan daerah Indonesia yang berdaerah Agraris.

Dari tabel 5.5. dapat terlihat bahwa, suku yang terbanyak dari 6 kecamatan yang diteliti dan yang diambil dalam sampel adalah dengan suku Mandailing.

Dari tabel 5.6. dapat dilihat, bahwa jumlah sampel yang banyak mengalami trauma pada mata adalah sampel dengan usia produktif yaitu yang berumur 41 – 60 tahun berkisar 16 orang ( 47,05,9 % ) dan selanjutnya diikuti usia sekitar 21 – 40 tahun berkisar 5 orang ( 17,2 % ). Sementara dari tabel 5.7. terlihat bahwa, sampel berjenis kelamin perempuan mempunyai tingkat prevalensi yang lebih tinggi yang mengalami trauma pada satu mata , yaitu sekitar 20 orang ( 58,82% ) dan pada laki -laki ditemukan sekitar 13 orang ( 38,24% ). Sedangkan trauma yang terjadi pada kedua mata dapat ditemukan pada seorang laki - laki dengan jumlah 1 orang ( 2,94% ). Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Karo tahun 2004 oleh Feriyani, dapat dilihat adanya perbedaan hasil yang diperoleh, yang mana prevalensi yang tertinggi untuk terjadinya trauma mata ditemukan pada penderita dengan jenis kelamin laki – laki.

Tabel 5.8 memperlihatkan bahwa, jumlah penderita yang mengalami trauma mata ini, secara garis besar menempuh pendidikan yang sangat minimal yaitu Sekolah Dasar ( SD ) sebanyak 18 orang ( 52,94% ). Rendahnya tingkat pendidikan ini, menyebabkan rendahnya juga sumber daya manusia dan hal ini akan berdampak kepada kurangnya pengetahuan para penduduk tersebut tentang penyakit ataupun kesehatan mata umumnya, dan pengetahuan tentang trauma mata khususnya.10.


(53)

Dari tabel 5.9. terlihat bahwa, penderita yang mengalami trauma pada mata secara mayoritas mempunyai pekerjaan sebagai petani, yaitu sekitar 22 orang ( 64,71% ). Hal ini sesuai dengan keadaan Negara Indonesia umumnya dan Kabupaten Tapanuli Selatan khususnya yang mempunyai daerah agraris.

Tabel 5.10. dalam hal penyebab trauma yang terjadi di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ini diperoleh data bahwa penyebab yang terbanyak disebabkan oleh trauma tumbuh – tumbuhan, yaitu sekitar 18 orang ( 52,94% ). Keadaan ini dapat terjadi oleh karena adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumbuh - tumbuhan yang terjadi pada kornea dan kemudian akan mengalami infeksi yang oleh organisme dari zat – zat tumbuhan tersebut dan pada keadaan ini pula tidak adanya pengobatan yang adekuat dan pada akhirnya akan menyebabkan sikatrik pada kornea tersebut sehingga menimbulkan kebanyakan kebutaan secara unilateral. Keadaan ini sangat sering ditemukan pada daerah – daerah pertanian ( agraris ) seperti negara – negara Asia Tenggara.10

Trauma yang terjadi pada mata merupakan penyebab kebutaan unilateral yang dapat ditemukan, meskipun hal ini mempunyai nilai urutan yang terakhir. Dari Tabel 5.11. dapat terlihat bahwa trauma mata yang terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan ini, lebih banyak ditemukan pada satu mata yaitu berkisar 33 0rang ( 97,06 % ), sedangkan Trauma yang terjadi pada kedua mata dapat ditemukan berkisar 1orang ( 2,94% ).

Dari tabel 5.12. terlihat bahwa sebagian besar penduduk yang mengalami trauma pada mata berobat ke rumah sakit di Kotamadya Padang Sidimpuan dapat ditemukan sekitar 16 orang ( 47,06% ) yang mana hal ini secara langsung ditangani oleh seorang dokter mata. Dari keadaan ini terlihat bahwa fasilitas yang tersedia baik itu transportasi


(54)

ataupun tenaga kesehatan dapat dijangkau oleh penduduk setempat, meskipun tidah mudah. Namun dari tabel 5.12. itu pula diperoleh data penderita yang mengalami trauma pada mata berkisar 3 orang ( 8,82% ) juga membiarkan keadaan matanya akibat kurangnya pengetahuan penderita tersebut akan bahaya trauma yang terjadi mata tersebut khususnya dan pengetahuan tentang kesehatan dan penyakit mata umumnya. Hal ini disebabkan oleh rendahnya sosioekonomi masyarakat yang umumnya bermatapencarian sebagai petani dan rendahnya tingkat pendidikan penderita tersebut.10

Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli

Selatan

Dari jumlah sampel sebesar 360 orang, dijumpai kebutaan akibat trauma mata, yang sesuai dengan kriteria WHO, terjadi pada satu mata berkisar 33 orang dan yang terjadi pada dua mata berkisar 1 orang. Angka kebutaan akibat trauma mata didapatkan dengan rumus jumlah penderita trauma mata dibagi dengan jumlah angka kebutaan dikali 100%, sehingga dari sini didapatlah angka kebutaan akibat trauma mata berkisar 0,65% dengan data yang diperkirakan atau estimasi berkisar antara 0,26% - 1,04%.

Sementara prevalensi kebutaan akibat trauma ini didapat dengan rumus jumlah penderita kebutaan akibat trauma mata dibagi jumlah populasi di kali 100 %. Sehingga dari sini didapatlah prevalensi kebutaan akibat trauma mata untuk Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu berkisar 0,003% dengan data yang diperkirakan atau estimasi berkisar antara -- - 0,0016%. Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Feriyani di Kabupaten Karo, didapatkan angka prevalensi kebutaan akibat trauma mata sebesar 0,02%.


(55)

C.1. Hubungan Faktor Geografi dengan Kebutaan Akibat Trauma Mata.

Pada penelitian ini, geografi dari Kabupaten Tapanuli Selatan dapat di kategorikan sebagai daerah dataran tinggi, dimana prasarana jalan dari desa – desa ke pusat – pusat pelayanan kesehatan tidak dapat dilalui dengan mudah. Jadi faktor geografis tidak menjadi halangan bagi penderita trauma mata untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata.

C.2. Hubungan Faktor Sosial – Ekonomi dengan Kebutaan Akibat Trauma Mata

Dari hasil survey yang telah dilakukan terhadap sampel, ternyata masih banyak penduduk yang berpenghasilan rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan penduduk setempat dan pekerjaan penduduk yang secara mayoritas adalah sebagai petani. Oleh sebab itu, untuk keberhasilan program kebutaan ini diperlukan adanya pemberian pelayanan gratis bagi orang – orang yang tidak mampu, dan juga memberikan pengetahuan kepada penduduk setempat pentingnya menjaga dan mencegah kebutaan.

C.3. Hubungan Faktor Budaya Tentang Pemeliharaan Kesehatan Mata dengan Kebutaan Akibat Trauma Mata

Dari hasil survey yang dilakukan terhadap sampel, kebanyakan ditemukan kurangnya pengetahuan penderita terhadap kesehatan matanya dan masih banyaknya anutan penderita untuk menggunakan pengobatan tradisionil untuk pengobatan matanya setelah mengalami trauma. Kepercayaan terhadapan pengobatan dengan menggunakan rebusan air daun sirih ataupun menggunakan tetesan air kunyit masih banyak ditemukan


(56)

didaerah ini. Sementara penderita itu sendiri tidak mengetahui bahwa dari pengobatan tradisional inilah akan menimbulkan komplikasi yang terjadi pada mata yang mengalami trauma yaitu berupa infeksi dan menghasilkan penglihatan yang akan menjadi buruk.

C.4. Hubungan Faktor Sumber Daya Manusia dengan Kebutaan Akibat Trauma Mata Sumber daya manusia di Kabupaten Tapanuli Selatan, terutama petugas kesehatan mata khususnya belum memadai, meskipun semua kelurahan / desa umumnya telah memiliki tenaga kesehatan ( bides/ bidan desa ) yang telah tersebar merata di Kabupaten tersebut.

Program Puskesmas salah satunya adalah tentang kesehatan mata, yang mana program ini termasuk kedalam 18 program pokok. Namun di dalam pelaksanaannya program ini belum dapat terlaksana dengan baik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh masih terbatasnya tenaga ahli kesehatan, khususnya dokter spesialis mata yang sampai saat ini belum ada. Oleh karena itu, perlulah menjadi bahan perhatian bagi kita semua, khususnya bagi pengambil keputusan untuk mengadakan tenaga – tenaga terlatih ataupun tenaga ahli untuk memenuhi kebutuhan akan keberhasilan salah satu program puskesmas ini yaitu untuk mencegah dan menurunkan angka kebutaan.

C.5.Hubungan Faktor Sarana Prasarana Kesehatan dengan Kebutaan Akibat TraumaMata Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kabupaten Langkat belum memadai, dimana untuk Kabupaten Tapanuli Selatan ini hanya tersedia 1 Rumah Sakit Umum Daerah yang belum memiliki dokter spesialis mata. Sementara di Kabupaten Tapanuli Selatan itu sendiri hanya memiliki sekitar 6 buah Balai Pengobatan, namun sarana ini juga tidak


(57)

dapat berjalan dengan baik oleh karena tidak adanya tenaga ahli yang melayani penduduk di Kabupaten tersebut. Sehingga semua Penduduk harus mendapatkan pelayanan khususnya Mata ke Rumah Sakit yang terdapat di Kotamadya Padang Sidimpuan.


(58)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Prevalensi Kebutaan akibat Trauma Mata adalah 0,12%, ini berarti lebih kecil dari prevalensi kebutaan akibat trauma mata secara Nasional yaitu 0,15 %.

2. Faktor ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang Kesehatan Mata umumnya dan Trauma Mata khususnya merupakan faktor penyebab tingginya prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata ini. Keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian besar penduduk setempat.

3. Faktor Geografi pada penelitian ini tidak menjadi hambatan terhadap penderita Trauma Mata untuk mendapatkan pelayanan.

4. Faktor Pekerjaan masyarakat secara mayoritas adalah petani, yang mana faktor pekerjaan ini sangat berpengaruh terhadap tingginya prevalensi untuk terjadinya Trauma mata, khususnya jenis trauma tumbuh – tumbuhan.

5. Faktor Budaya tentang Pemeliharaan Kesehatan Mata juga mempunyai peranan terhadap tingginya prevalensi Trauma Mata ini, yaitu pola budaya penduduk setempat yang selalu menggunakan pengobatan tradisional dalam penanganan trauma pada mata.


(59)

6. Masih kurangnya tenaga medis maupun paramedis, hal ini terlihat dari tidak adanya dokter spesialis mata dan tidak adanya tenaga paramedis yang mahir dalam menangani penyakit – penyakit mata umumnya dan Trauma Mata khususnya pada penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut.

7. Faktor Sarana dan Prasarana Kesehatan yang belum memadai untuk

memberikan pelayanan Kesehatan Mata, terutama pada penanganan awal pada penderita Trauma Mata.

8. Faktor sosioekonomi ini juga merupakan penyebab dari peningkatan prevalensi Kebutaan akibat Trauma mata oleh karena rendahnya penghasilan masyarakat setempat yang pada umumnya penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut mempunyai pekerjaan sebagai petani.

B. SARAN

1. Untuk mengurangi penderita Kebutaan Akibat Trauma Mata sangat

diperlukan adanya pengetahuan tentang pentingnya menjaga dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan selalu menggunakan alat – alat pelindung untuk keselamatan kerja umumnya dan memelihara dan mencegah trauma mata khususnya. Hal ini mungkin dapat dilakukan berupa penyuluhan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu, atau di tempat – tempat pelayanan Kesehatan lainnya.


(60)

2. Perlunya menambah dan menempatkan tenaga – tenaga ahli, seperti dokter spesialis mata dan perawat mahir, agar penduduk setempat tidak terlalu jauh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata.

3. Masih diperlukannya peningkatannya faktor sarana dan prasarana di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut, agar dapat melayani kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan mata.

4. Pelayanan & Pengobatan gratis, masih sangat diperlukan oleh masyarakat setempat, mengingat penghasilan masyarakat tersebut masih digolongkan dengan penghasilan rendah.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana A.K. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology,

Fourth Edition, Chapter 20, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 443 – 457.

2. Ramanjit Sihota, Radhika Tandon,The Cause and Prevention of Blindness in Parsons’ Diseases of the Eye, Twentieth Edition, Section 34, New Delhi, Reed Elsevier India Private Limited, 2007, page 523 – 536.

3. Depkes RI, Perdami, Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan ( PGPK ) Untuk Mencapai Vision 2020, 2003, hal 1 - 2

4. Tien – Yin Wong, Donald TH Tan, Overview of Visual Impairment, Blindness and Major Eye Diseases in Asia in Clinical Ophthalmology An Asia Perspective, First Published, Singapore, Saunders Elsevier, 2005, page 1 – 6

5. American Academy of Ophthalmology in Prevalence and Common Cause of

Vision Impairment in Adults, International Ophthalmology, Section 13, 2005 – 2006, page 139 – 151.

6. Depkes RI, Ditjen Binkenmas, Hasil Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996, 1998, 12 - 7

7. Sofia Yuniati, Sri Inkawati, Trauma Mata Akibat Petasan dan Hubungannya dengan Pencegahan Kebutaan, Ophthalmologica Indonesia, Vol 29, 2002,

hal 6 – 73.

8. Feriyani, Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Karo Tahun 2004, Bagian Ilmu Penyakit Mata FK. USU. Medan, hal 37.


(62)

9. Khurana A. K. Ocular Injuries in Comprehensive Ophthalmologi, Fourth Edition, Chapter 17, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 401 – 416.

10.American Academy of Ophthalmology, Ocular Trauma Epidemiology and

Prevention in International Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course Section 13, 2005 – 2006, page 121 – 134.

11.Ramanjit Sihota, Radhika Tandon, Injuries to the Eye in Parson’s Diseases of the Eye, Twentieth Edition, Section 24, New Delhi, Reed Elsevier India Private Limited, 2007, page 361 – 376.

12.Jack. J. Kanski, Trauma in Clinical Ophthalmology, Sixth Edition, Chapter 23, Philadelphia ST Louis, Elsevier Limited, 2008, page 854 – 864.

13.HV. Nema, Injuries to the Eye in Textbook of Ophthalmology, Fuorth Edition, Chapter 22, New Delhi, Jaypee Brothers Medical Publishers, 2002, page 292 – 303.

14.Mehta D.K, Deven Tull, New Classification System For Ocular Trauma in

Management of Ocular Trauma, First Edition, Chapter 2, CBS Publishers, New Delhi, 2005, page 8 - 11

15.William E. Benson, John B. Jeffers, Blunt Trauma in Duane’s Clinical

Ophthalmology, Vol 3, Chapter 31, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia, 2004, page 1 – 14.

16.American Academy of Ophthalmology, Clinical Aspects of Toxic and Traumatic Injuries of the Anterior Segment in External Diseases and Cornea, Basic and Clinical Science Course, Section 8, 2008 – 2009, page 363 – 418


(63)

17.American Academy of Ophthalmology, Orbital Trauma in Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, Basic and Clinical Science Course, Section 7, 2008 – 2009, page 97 – 108..

18.Robert A. Ralph, Chemical Burns of the Eye in Duane’s Clinical Ophthalmology, Vol 4, Chapter 28, Lippincott William & Wilkins Philadelhpia, 2004, 1 – 21

19.Gunawan.W, Sudihardjo, Penatalaksanaan Trauma Kimia pada Mata, dalam

Simposium Trauma Mata, 1986, hal 7 – 85

20.Vaughan G dalam Oftalmologi Pencegahan Mata, bab 21, edisi 14, 2000,

21.Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2008.


(64)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Umur : Pekerjaan : Alamat :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian “ PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT TRAUMA MATA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN”. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Tapanuli Selatan,………..2009 Yang memberi persetujuan


(65)

SURVEI PREVALENSI KEBUTAAN DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

NAMA RESPONDEN NOMOR :

I. PENGENALAN TEMPAT

a. Kabupaten : Tapanuli Selatan

b. Kecamatan :

c. Desa/Kelurahan :

d. Daerah : 1. Perkantoran 2. Pedesaan

e. Letak Geografis : 1. Pantai 3. Dataran Rendah

2. Pegunungan 4. Dataran Tinggi

II. FASILITAS RUMAH TANGGA

a. Penerangan dirumah tangga 1. Listrik 3. Lampu minyak

2. Petromak 4. Lainnya

b. Air bersih untuk mandi 1. Air ledeng 3. Air hujan 5.Sumur Bor 2. Sumur tertutup 4. Sungai 6. Lainnya

c. Bahan bakar memasak 1. Listrik 3. Kayu

2. Minyak tanah 4. Lainnya

III. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA

No Nama Hub. Dg KK Umur /

IV. SOSIAL DAN DEMOGRAFI

a. Nama Responden :

b. Umur : …….tahun

c. Kelamin :1. Laki-laki 2. Perempuan

d. Suku : 1. Karo 3. Mandailing 5. Melayu 7. Cina

2. Batak 4. Aceh 6. Jawa 8. Minang 9. Lainnya e. Pendidikan yang ditamatkan 1. Tak sekolah 3. SLTP 5. Akademi

2. SD 4. SLTA 6. Perg.Tinggi

f. Pekerjaan yang sering dilakukan 1. Petani 3. Dagang 5. Pegawai 7. Lainnya 2. IRT 4. Buruh 6. Pengemudi

g. Lama Bekerja ……..Tahun …….Bulan


(66)

V HASIL PEMERIKSAAN MATA KANAN KIRI

A a. Tandai 1 jika Tajam Penglihatan < 3/60 b. Tandai 2 jika tajam penglihatan ≥ 3/60 Jika dikoreksi (Bila umur responden > 5thn

Sph Cyl Ax B Bila umur responden dari 40 tahun

a. Tandai 1 bila tonometri < 21 mmHg b. Tandai 2 bila tonometri ≥ 21 mmHg

C KELAINAN-KELAINAN KANAN KIRI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jawab 2 = ya 1= Tidak Kelainan Refraksi Sikatrik Kornea Katarak Glauko ma Afakia Uveitis Kelainan retina Atropi Papil Strabismus Lainya VI. KESIMPULAN

III.VISUSLEBIHKECILDARI3/60ATAUBUTA, APAPENYEBAB KEBUTAAN ?

1. REFRAKSI 2. KORNEA 3. LENSA 4. GLAUKOMA 5. RETINA 6. RADANG 7. TRAUMA

8. KEL ATROPI PAPIL 9. LAINNYA


(67)

VII. ANAMNESA KESEHATAN PENDERITA TRAUMA MATA

1. Sudah beberapa lama mata bapak/Ibu/Sdr mengalami

kekaburan ? …….tahun ……bln

2. Apakah kekaburan disebabkan oleh trauma ?

1. Ya 2. Tidak

3. Bila ya, apa jenis trauma tersebut : 1. Trauma tumpul 3.Trauma kimia 2. Trauma tajam 4. Lainnya 4. Apakah ada tindakan lain yang dilakukan sebelum dibawa berobat ?

1. Ada(………….) 2. Tidak

5. Apakah ada mendapat pengobatan ?

1. ada 2. Tidak terus kepertanyaan 8

6. Bila mendapat pengobatan, setahu bapak/Ibu/Sdr, tempatnya ?

1. Rumah Sakit 2. Puskesmas 3. Lainnya(……….)

7. Apa tindakan yang dilakukan di tempat berobat tersebut ?

1. Operasi 2. Obat-obatan 3. Dll(……..)

8. Bila tidak diobati, karena apa ?

1. Tidak ada biaya 2. Kesulitan tempat berobat 3. dll(…….) 9. Bagaimana keadaan mata sebelum trauma ?

1. Terang 2. Kabur 3. Tidak tau

VIII. DIAGNOSA

a. Trauma Tumpul (………...) b. Trauma Tembus (………...)

c. Trauma Kemis (………...)

d. Trauma Termal (………….)

e. Trauma Elektrik (………….)

f. Trauma Radiasi (………….)


(1)

9. Khurana A. K. Ocular Injuries in Comprehensive Ophthalmologi, Fourth Edition, Chapter 17, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 401 – 416.

10. American Academy of Ophthalmology, Ocular Trauma Epidemiology and Prevention in International Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course Section 13, 2005 – 2006, page 121 – 134.

11. Ramanjit Sihota, Radhika Tandon, Injuries to the Eye in Parson’s Diseases of the Eye, Twentieth Edition, Section 24, New Delhi, Reed Elsevier India Private Limited, 2007, page 361 – 376.

12. Jack. J. Kanski, Trauma in Clinical Ophthalmology, Sixth Edition, Chapter 23, Philadelphia ST Louis, Elsevier Limited, 2008, page 854 – 864.

13. HV. Nema, Injuries to the Eye in Textbook of Ophthalmology, Fuorth Edition, Chapter 22, New Delhi, Jaypee Brothers Medical Publishers, 2002, page 292 – 303.

14. Mehta D.K, Deven Tull, New Classification System For Ocular Trauma in Management of Ocular Trauma, First Edition, Chapter 2, CBS Publishers, New Delhi, 2005, page 8 - 11

15. William E. Benson, John B. Jeffers, Blunt Trauma in Duane’s Clinical Ophthalmology, Vol 3, Chapter 31, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia, 2004, page 1 – 14.

16. American Academy of Ophthalmology, Clinical Aspects of Toxic and Traumatic Injuries of the Anterior Segment in External Diseases and Cornea, Basic and Clinical Science Course, Section 8, 2008 – 2009, page 363 – 418


(2)

17. American Academy of Ophthalmology, Orbital Trauma in Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, Basic and Clinical Science Course, Section 7, 2008 – 2009, page 97 – 108..

18. Robert A. Ralph, Chemical Burns of the Eye in Duane’s Clinical Ophthalmology, Vol 4, Chapter 28, Lippincott William & Wilkins Philadelhpia, 2004, 1 – 21 19. Gunawan.W, Sudihardjo, Penatalaksanaan Trauma Kimia pada Mata, dalam

Simposium Trauma Mata, 1986, hal 7 – 85

20. Vaughan G dalam Oftalmologi Pencegahan Mata, bab 21, edisi 14, 2000,

21. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan 2008.


(3)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Umur : Pekerjaan : Alamat :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian “ PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT TRAUMA MATA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN”. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Tapanuli Selatan,………..2009 Yang memberi persetujuan


(4)

SURVEI PREVALENSI KEBUTAAN DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

NAMA RESPONDEN NOMOR :

I. PENGENALAN TEMPAT

a. Kabupaten : Tapanuli Selatan b. Kecamatan :

c. Desa/Kelurahan :

d. Daerah : 1. Perkantoran 2. Pedesaan e. Letak Geografis : 1. Pantai 3. Dataran Rendah

2. Pegunungan 4. Dataran Tinggi

II. FASILITAS RUMAH TANGGA

a. Penerangan dirumah tangga 1. Listrik 3. Lampu minyak 2. Petromak 4. Lainnya

b. Air bersih untuk mandi 1. Air ledeng 3. Air hujan 5.Sumur Bor 2. Sumur tertutup 4. Sungai 6. Lainnya c. Bahan bakar memasak 1. Listrik 3. Kayu

2. Minyak tanah 4. Lainnya

III. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA

No Nama Hub. Dg KK Umur /

IV. SOSIAL DAN DEMOGRAFI

a. Nama Responden :

b. Umur : …….tahun

c. Kelamin :1. Laki-laki 2. Perempuan d. Suku : 1. Karo 3. Mandailing 5. Melayu 7. Cina


(5)

V HASIL PEMERIKSAAN MATA KANAN KIRI

A a. Tandai 1 jika Tajam Penglihatan < 3/60 b. Tandai 2 jika tajam penglihatan ≥ 3/60 Jika dikoreksi (Bila umur responden > 5thn

Sph Cyl Ax

B Bila umur responden dari 40 tahun a. Tandai 1 bila tonometri < 21 mmHg b. Tandai 2 bila tonometri ≥ 21 mmHg

C KELAINAN-KELAINAN KANAN KIRI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jawab 2 = ya 1= Tidak Kelainan Refraksi Sikatrik Kornea Katarak Glauko ma Afakia Uveitis Kelainan retina Atropi Papil Strabismus Lainya VI. KESIMPULAN

III.VISUSLEBIHKECILDARI3/60ATAUBUTA, APAPENYEBAB KEBUTAAN ?

1. REFRAKSI 2. KORNEA 3. LENSA 4. GLAUKOMA 5. RETINA 6. RADANG 7. TRAUMA

8. KEL ATROPI PAPIL 9. LAINNYA


(6)

VII. ANAMNESA KESEHATAN PENDERITA TRAUMA MATA

1. Sudah beberapa lama mata bapak/Ibu/Sdr mengalami

kekaburan ? …….tahun ……bln

2. Apakah kekaburan disebabkan oleh trauma ? 1. Ya 2. Tidak

3. Bila ya, apa jenis trauma tersebut : 1. Trauma tumpul 3.Trauma kimia 2. Trauma tajam 4. Lainnya 4. Apakah ada tindakan lain yang dilakukan sebelum dibawa berobat ?

1. Ada(………….) 2. Tidak

5. Apakah ada mendapat pengobatan ?

1. ada 2. Tidak terus kepertanyaan 8

6. Bila mendapat pengobatan, setahu bapak/Ibu/Sdr, tempatnya ? 1. Rumah Sakit 2. Puskesmas 3. Lainnya(……….) 7. Apa tindakan yang dilakukan di tempat berobat tersebut ?

1. Operasi 2. Obat-obatan 3. Dll(……..) 8. Bila tidak diobati, karena apa ?

1. Tidak ada biaya 2. Kesulitan tempat berobat 3. dll(…….) 9. Bagaimana keadaan mata sebelum trauma ?

1. Terang 2. Kabur 3. Tidak tau VIII. DIAGNOSA

a. Trauma Tumpul (………...) b. Trauma Tembus (………...) c. Trauma Kemis (………...) d. Trauma Termal (………….) e. Trauma Elektrik (………….) f. Trauma Radiasi (………….)