Trauma Tembus pada Mata

(1)

(2)

(3)

TRAUMA TEMBUS PADA MATA

Disusun Oleh :

Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RSUP HAJI ADAM MALI


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isi... i

Daftar Tabel ... ii

Daftar Gambar ... iii

1. Pendahuluan ... 1

2. Tinjauan Pustaka ... 3

2.1. Definisi ... 3

2.2. Etiologi ... 5

2.3. Epidemiologi ... 5

2.4. Patofisiologi ... 7

2.5. Gejala Klinis ... 8

2.6. Diagnosis ... 10

2.6.1. Anamnesis ... 10

2.6.2. Pemeriksaan Fisik ... 11

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang ... 12

2.7. Penatalaksanaan ... 14

2.8. Komplikasi ... 17

2.9. Prognosis ... 18

3. Kesimpulan ... 19


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Aktivitas yang berhubungan dengan terjadinya paparan trauma ... 6 Tabel 2. Anamnesis pada pasien datang dengan keadaan trauma tembus

Pada Mata ... 11 Tabel 3. Tanda dan gejala yang didapatkan dari pemeriksaan fisik... 11 Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang pada Trauma Tembus Mata ... 12 Tabel 5. Pemeriksaan Fisik dan Penemuan Radiologis yang dilakukan


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Klarifikasi Trauma Mekanik pada mata menurut BETT ... 3 Gambar 2. Klarifikasi trauma okuli menurut BETT ... 4 Gambar 3. Ilustrasi trauma tembus pada mata ... 4 Gambar 4. Diagram Frekuensi Trauma Berhubungan dengan Gender

dan Aktivitas ... 6 Gambar 5. Imejing pada pasien laki-laki, 23 tahun dengan riwayat trauma

fasial saat bekerja. Pasien terpapar dengan bagian pemutar mesin penggiling yang saat itu digunakan oleh rekan keijanya yang sedang dalam kecepatan tinggi dan pecah menjadi berbagai potongan. Pasien tidak menggunakan pelindung apapun di bagian wajah saat itu. Foto diambil dengan posisi pasien melihat ke atas dan ke bawah. Pergerakan dari benda asing pada bayangan kedua film diduga sebagai adanya benda asing intraokular. ... 13


(7)

Trauma Tembus pada Mata

Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M. Ked(Oph), Sp. M

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Penglihatan adalah salah satu fungsi tubuh yang sangat penting dalam menjalani kehidupan.Penglihatan dengan kedua bola mata yang lengkap dan utuh sangat penting dalam pengembangan diri, rasa kemandirian, kualitas hidup serta keamanan dan kenyamanan seorang individu.Trauma pada mata sering terjadi dan sebenarnya merupakan penyebab gangguan penglihatan yang dapat dicegah. Angka kejadian trauma pada mata mencapai 19.8% secara keseluruhan mulai dari abrasi epitel kornea yang kecil sampai trauma tembus yang lebih berat serta trauma yang menyebabkan ruptur pada mata.1

Pada kelompok usia anak-anak angka kejadian trauma pada mata mencapai 8-14% dan biasanya terjadi karena kasus kecelakaan dan mengenai salah satu mata saja. Sebaliknya, pada orang dewasa sering terjadi akibat kelalaian atau kesengajaan dengan maksud mencelakai seseorang. Pria lebih sering mengalami dibandingkan dengan wanita, kira-kira 4:1 dan paling sering pada kelompok usia dewasa muda. Mekanisme terjadinya trauma termasuk tingkatan trauma tembus pada mata, klinis perdarahan yang berat pada vitreous dan keberadaan benda asing intraokular menentukan bagaimana nantinya daya visual akhir setelah terjadinya trauma tembus pada mata.1

Trauma pada mata secara umum terbagi menjadi dua bagian yaitu trauma terbuka dan trauma tertutup, akan tetapi mungkin saja menjadi tumpang tindih saat mengelompokkannya oleh karena agen penyebab atau objek yang menimbulkan trauma tersebut. Seperti hahiya klasifikasi trauma yang distandarisasi oleh Birmingham Eye Trauma Terminology membuat deflnisi merujuk pada keseluruhan bagian mata, bukan pada jaringan yang spesifik maka yang termasuk di dalam trauma mata terbuka yaitu laserasi yang selanjutnyadibagi lagi menjadi trauma tembus, perforasi, dan benda asing intraokular.


(8)

Sedangkan yang termasuk dalam trauma mata tertutup yaitu trauma akibat luka bakar, kontusio, trauma tumpul dan laserasi lamellar.2,3,4

Insidensi trauma mata terbuka sekitar 3.6-3.8 per 100.000 populasi di seluruh dunia.Berdasarkan Birmingham Eye Trauma Terminology System trauma mata terbuka dapat diklasifikasikan menjadi laserasi dan ruptur akibat trauma bergantung pada mekanismenya. Pada laserasi, jika terdapat celah masuknya benda dan menyebabkan adanya jaringan yang keluar dan terjadi pada satu waktu yang sama dan disebabkan oleh faktor yang sama dikatakan sebagai

double-penetrating globe injury atau perforasi. Namun apabila hanya satu saja tempat

paparan terjadinya luka tanpa adanya bagian mata yang menonjol keluar didefinisikan sebagai penetrating injury.Terdapat dua puncak angka kejadian, yang pertama pada kelompok usia dewasa muda dan lainnya pada kelompok lansia yang di atas 70 tahun dan lebih banyak terjadi pada pria dibanding wanita, mungkin dapat dihubungkan dengan kepribadian atau perilaku pria yang memiliki karakteristik lebih agresif.5

Trauma mekanik pada mata dapat mengakibatkan gangguan morfologi dan fungsional mata yang sangat serius.Kebutaan sering digunakan untuk menggambarkan gangguan visual yang berat dengan fungsi penglihatan yang tersisa. Menurut WHO International Statistical Classification of Diseases,

Injuries and Causes of Death, penglihatan yang rendah apabila akuisi visual

kurang dari 6/18 tetapi sama atau lebih tinggi dari 3/60 atau hilangnya lapangan pandang tidak sampai 20° pada mata dengan koreksi yang memungkinkan menjadi lebih baik. Kebutaan (blindness) didefinisikan sebagai akuisi visual yang kurang dari 3/60 atau korespondensi hilangnya lapangan pandang kurang dari 10° pada mata dengan koreksi yang memungkinkan menjadi lebih baik.4

Negrel dan Thylefors melaporkan di seluruh dunia ada sekitar 1.6 juta orang yang mengalami kebutaan akibat trauma okular, 2.3 juta lainnya dengan akuisi visual bilateral yang buruk dan 19 juta orang lainnya dengan kebutaan unilateral atau penglihatan yang buruk. Prevalensi kebutaan akibat trauma secara nasional belum diketahui secara pasti, namun pada survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran pada tahun 1993-1996, trauma mata dimasukkan dalam kelompok penyebab kebutaan Iain-lain dan didapatkan prevalensinya


(9)

sekitar 0,15 % dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%.Menurut hasil survei morbiditas mata dan kebutaan Departemen Kesehatan tahun 1993, kebutaan karena trauma tidak termasuk di dalam 10 besar penyakit mata penyebab kebutaan. Meskipun demikian, keluhan akibat trauma mata mempunyai dampak yang sama dengan kebutaan lainnya, yaitu turunnya kualitas sumber daya manusia.6,7

2. Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi

Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) yang dimaksud trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular. Mekanisme terjadinya trauma tembus pada mata ini adalah trauma terbuka (open globe)8,9

Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata. Namun demikian trauma ini menjadi hal yang sangat serius dan mengancam fungsi penglihatan yang memakan waktu serta biaya yang mahal dan prognosis kebanyakan kasus adalah buruk.10,11

Skema berikut ini menjelaskan terminologi yang digunakan untuk membedakan istilah-istilah trauma pada mata


(10)

Gambar 2. Klarifikasi trauma okuli menurut BETT2

Trauma tembus pada mata merupakan laserasi dengan luka yang tunggal dengan ketebalan penuh disebabkan objek yang tajam tanpa adanya jaringan yang keluar (exit wound) sedangkan perforasi akibat trauma terdapat laserasi akibat trauma yang mengakibatkan keluamya jaringan disebabkan oleh benda yang sama.2

cornea

Gambar 3. Ilustrasi trauma tembus pada mata.8

Trauma tembus maupun perforasi penting untuk dibedakan. Apabila yang terjadi adalah trauma tembus (penetrasi), objek menembus masuk struktur tertentu


(11)

di dalam mata, namun apabila yang terjadi adalah perforasi, luka akan berjalan melewati struktur tersebut. Sebagai contoh, suatu objek yang berhasil melewati kornea dan tersangkut di segmen anterior melubangi (terjadi perforasi) kornea tetapi menembus mata. Perforasi menyebabkan gangguan anatomi yang komplit dari sklera maupun kornea, dan bisa saja berhubungan dengan prolapsus struktur internal.10,12

2.2. Etiologi

Trauma tembus pada mata merupakan salah satu ancaman bagi penglihatan dan dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja. Hal-hal yang berkaitan dengan kejadian trauma ini antara lain,

 pekerja industri terbanyak pada industri logam

 pekerja pertanian misahiya karena tusukan duri ranting atau dirunduk oleh hewan seperti sapi seperti yang terjadi di India

 peralatan rumah tangga seperti pisau, gunting, jarum

 olahraga seperti bola kaki, bola basket, baseball, biasanya sering dialami anak-anak dan dewasa muda. Pada orang yang bepergian dibawah pengaruh alkohol bisa saja terjadi trauma secara tidak sadar mengakibatkan kecelakaan

 kelalaian yang mengakibatkan cedera akibat benda tajam seperti pisau, pecahan kaca

 bencana perang

 penggunaan senjata api 2,9,10,13

Smith, Wrenn, Lawrence (2002) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil dari 372 kasus trauma tembus, 26.1% berkaitan dengan pekerjaan industri, 23.1 % disebabkan kelalaian berakibat cedera, 22.9% terjadi pada anak-anak, 14.9% karena kecelakaan lalu lintas, dan 12% terjadi sehari-hari akibat kelalaian penggunaan alat rumah tangga.14

2.3. Epidemiologi

Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per 100.000 populasi seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada kelompok dewasa rata-rata di sekitaran usia 30-an tahun, remaja <20 tahun dan orangtua usia >70. Studi


(12)

lainnya menyebutkan angka kejadian trauma tembus berkisar 3.1 dari 100.000orang.70-80 % terjadi pada kaum pria, kecuali pada lansia dan bayi.Bisa dikatakan perbandingannya 3:1 antara pria dengan wanita, ini dikarenakan laki-laki lebih sering berhadapan dengan aktivitas beresiko terhadap paparan trauma okular.Kecenderungan pada anak-anak terutama yang tumbuh dalam keluarga miskin atau pendidikan rendah atau pengawasan yang buruk lebih sering terpapar dengan trauma. Dari penelitian yang dilakukan oleh oleh Daza A.B Larque,dkk pada 92 pasien rawatan open globe trauma (trauma terbuka) di Hospital de

Poniente sebanyak 72% trauma intraokular ini disebabkan oleh trauma

tembus.3,5,9,13

Tabel 1. Aktivitas yang berhubungan dengan terjadinya paparan trauma.6

Activity No. of eyes Percentage SEAsia20 Australia1

Assault 81 9.8 8.8 3.0

Motor Vehicle Accident 65 7.9 13.1 1.9

Sports 62 7.6 3.1 3.3

Falls at home 31 3.7

Work (professional &DIY) 203 24.7 48.1 60

Hammering/chiselling/chainsawing 71

Fencing/farm related 89

Others 44

Chemical 61 7.5 4.7

Fireworks 5 0.7 1.8

Others 313 38.1 20

DIY=do it yourself work.

Work Home Sport MVA Assault Outdoors

Gambar 4. Diagram Frekuensi Trauma berhubungan dengan Gender dan Aktivitas.6

Males Females


(13)

2.4. Patofisiologi

Keutuhan struktur anatomi mata dapat terganggu karena adanya paparan benda seperti jarum, stik, pensil, pisau, mata panah, pulpen, kaca maupun benda tajam lainnya yang menyebabkan perlukaan pada mata atau bisa juga karena peluru berkecepatan tinggi atau potongan logam.Beratnya trauma bergantung pada ukuran objek, kecepatan menembus dan kandungan yang terdapat didalamnya. Benda yang tajam seperti pisau akan mengakibatkan laserasi sempurna pada mata. Sementara benda yang melayang ditentukan oleh energi kinetik dalam hal menyebabkan berat ringannya trauma yang dialami penderita.2

Luka bisa saja hanya terkena pada kornea dan tidak sampai menembus segmen anterior yang mungkin kecil kemungkinan hilang penglihatan namun dalam proses penyembuhannya akan meninggalkan bekas (skar). Lentikular difus atau lokalisata terjadi akibat trauma di segmen anterior yang melibatkan kapsul anterior dari lensa.Terbentuknya traksi pada vitreo-retina dan skar beberapa saat setelah terjadinya luka di bagian posterior berperan penting terhadap kejadian lepasnya retina (retinal detachment)?

Enukleasi pada mata bisa diakibatkan oleh infeksi, abses vitreous, sinekia anterior, katarak dan fractional retinal detachment.Trauma tembus pada salah satu mata (unilateral) dapat menyebabkan reaksi inflamasi simpatis pada mata yang tidak terkena trauma kapanpun mulai 2 minggu sampai hitungan tahun dimana terjadi penyakit autoimun saat pigmen uveal dikeluarkan dan masuk aliran darah menyebabkan produksi antibodi dan akibatnya terjadi uveitis di kedua mata baik yang terpapar trauma maupun yang tidak. Faktor resiko akan terminimalisasi apabila jaringan mata yang terpapar trauma ini dibuang dalam waktu 2 minggu jika tidak ada lagi bukti untuk menyelamatkan fiingsi penglihatannya dan jika pada mata yang terpapar trauma ini tetap berlangsung proses inflamasi.2


(14)

2.5. Gejala klinis

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata maka akan terlihat tanda-tanda trauma tembus seperti:

- Nyeri

- Tajam penglihatan yang menurun

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Boo Sup Oum, dkk di Korea trauma tembus menjadi penyebab teratas terhadap terjadinya penurunan akuisi visual dilanjutkan berturut-turut dengan IOF, retinal detachment, corneal ulcer,

chemical burn, dan penyebab lainnya

- Defek kehitaman (prolapsus koroid) atau prolapsus vitreous - Injeksi sklera dan perdarahan subkonjungtiva

- Kebocoran cairan vitreous

- Hyphaema

- Prolapsus iris

- Lensa yang dislokasi, katarak traumatik - Tekanan bola mata rendah

- Bilik mata dangkal

- Bentuk dan letak pupil yang berubah

- Pupil yang tidak sama; berdilatasi dan nonreaktif pada sisi yang terkena - Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera10,15,16

Gejala yang muncul dari trauma tembus mata dapat diuraikan sebagai berikut: a. Efek mekanik langsung

Efek yang segera muncul setelah terjadinya trauma okular yang terlihat bergantung bagaimana efek mekanik pada struktur yang terlibat.Yang paling umum ditemukan adalah laserasi di kornea maupun sklera dengan atau tanpa keterlibatan struktur mata lainnya. Dapat muncul dalam beberapa variasi seperti:

- simple corneal laceration, melibatkan kornea dan tertahan sampai di

limbus, tidak ada keterlibatan iris, lensa maupun vitreous

- stellate corneal laceration

- corneal laceration with iris incarseration, laserasi kornea lebih lanjut

dengan bagian anterior mengalami pendangkalan dengan tertahannya iris maupun prolapsus iris


(15)

- corneal laceration with lens involvement, laserasi yang besar pada kornea disertai prolapsus iris sering melibatkan lensa. Trauma minimal karena tembakan atau tusukan juga dapat menyebabkan kerusakan pada lensa. Kerasakan tersebut dapat melibatkan kapsul anterior, korteks, kapsul posterior dan zonula. Dapat menyebabkan katarak traumatik bergantung sejauh mana akibat dari trauma yang ditimbulkan

- corneal laceration with vitreous involvement, laserasi yang sudah melibatkan lensa sering diikuti dengan terganggunya bagian vitreous

- simple corneoscleral laceration, penyembuhan dari jaringan sklera dapat

begitu berbeda dari kornea dan limbus, hal ini dikarenakan tidak terjadi pembengkakan pada seratnya namun cenderung ada kontraksi akan tetapi tidak ada lapisan epitel maupun endotel untuk menutup celah sehingga tujuan untuk pemulihan secara primer tidak terjadi

- posterior scleral laceration

- corneoscleral laceration with tissue loss

- irreparable penetrating injury9

b. Efek kontusio

Kebanyakan kasus trauma tembus pada mata berhubungan dengan efek kontusio, bervariasi mulai dari abrasi kornea yang sederhana sampai rupturnya bola mata.Pada beberapa kasus, perubahan bisa saja lamban atau malah progresif. Untuk itu pasien harus tetap dalam pengawasan untuk beberapa bulan.9

c. Infeksi

Ada tiga mekanisme terjadinya infeksi:

- Infeksi primer; terjadi bersamaan dengan trauma

- Infeksi sekunder; infeksi ini terjadi sebelum luka pulih/sembuh

- Infeksi yang terjadi lambat; timbul akibat konsolidasi skar yang buruk khususnya apabila ada fistula9

Infeksi menjadi tantangan besar dalam manajemen trauma tembus oleh karena bisa mengakibatkan komplikasi di kemudian hari seperti cincin abses di kornea, iridocyclitis purulen dengan hipopion, skleritis infeksi nekrotik, endophtalmitis, panopthahnitis, jarang namun bisa saja terjadi yaitu adanya gas gangrene atau bahkan tetanus okular.9


(16)

d. Iridocyclitis post trauma

Kejadiannya cukup sering, muncul tanda-tanda inflamasi pada pasien eperti nyeri, mata kemerahan, fotofobia, dan penurunan kemampuan melihat.9

e. Sympathetic Ophtalmitis

Hal ini jarang terjadi, sifatnya bilateral, merupakan suatu granuloma dari panuveitis yang terjadi setelah pembedahan atau trauma pada uvea salah satu nata.Onset klinis didahului oleh inflamasi ringan oleh mata yang tidak ada trauma dan perburukan inflamasi pada mata yang terkena trauma.

Gejala seperti nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penglihatan kabur.Pencegahannya yaitu dengan melakukan enukleasi pada mata yang terpapar trauma dalam 2 minggu setelah onset trauma. Ini dikerjakan pada mata yang sudah terpapar trauma sangat berat dan tidak ada lagi potensi untuk mengembalikan penglihatannya.9

f. Benda asing intraokular yang tertahan

Materi atau partikel yang sering tertahan misalnya potongan besi atau logam, batu, pecahan, sampai yang jarang seperti duri rerumputan.9

2.6. Diagnosis

Untuk mendiagnosis suatu trauma tembus pada mata dapat dilakukan tahapan sebagai berikut, dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.12

2.6.1. Anamnesis

Diagnosis dari trauma mungkin dapat terlihat nyata secara klinis dari pemeriksaan fisik mata yang biasa dilakukan, akan tetapi tetap diperlukan anamnesis untuk mencari tahu riwayat berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi bagaimana terjadinya penetrasi pada mata. Faktor yang perlu ditanyakan seputar objek yang menembus mata antara lain, materi logam, proyektil berkecepatan tinggi, tubrukan berenergi tinggi pada bola mata, benda tajam, serta rendahnya proteksi pada mata.12


(17)

Tabel 2. Anamnesis pada pasien datang dengan keadaan trauma tembus pada mata.12

Nature of injury

Concomitant life-threatening injury Time and circumstances of injury

Suspected composition of intraocular foreign body ibrass, copper, iron, vegetable, soil Contamination)

Use of eye protection Prior treatment of injury

Past ocular history

Refractive history Eye diseases

Current eye medications Pravious surgery

Medical history

Diagnosis

Current medications Drug allergies

Risk factors fat HIV/hepatits Currency of tetanus propltylaxis Previous surgery

Recent food ingestion

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik secara umum dan pemeriksaan ophtalmikus.Sesegera mungkin, pemeriksa dapat menentukan akuisi visual, yang menjadi prediktor reliabel untuk visual akhir pada mata yang mengalami trauma dan melakukan pemeriksaan pada pupil untuk mendeteksi adanya defek pada pupil aferen.Pemeriksaan akuisi visual dan pupil dilakukan pada kedua mata. Secara khusus akuisi visual awal (kurang dari 20/200), adanya hyphema, serta pupil dan uvea yang abnormal adalah indikator dari trauma tembus pada mata yang harus sesegera mungkin mendapat penanganan dan respon yang cepat oleh tenaga medis.1,12,13

Tabel 3. Tanda dan gejala yang didapatkan dari pemeriksaan fisik.12

Suggestive Diagnostic

Deep eyelid laceration Orbital chemosis

Conjunctival laceration/hemorrhage Focal iris-corneal adhesion Shallow anterior chamer Iris defect

Hypotony

Lens capsule defect Acute lens opacity Retinal tear/hemorrhage

Exposed uvea, vitreous, retina Positive Sedel test

Visualization of intraccular foreign body Intraocular foreign body seen on x-ray or ultrasonography


(18)

Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan akuisi visual, lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan funduskopi mungkin dilakukan secara eksttim karena ada penekanan yang menyebabkan ekstrusi dari isi bola mata melalui perlukaan pada sklera maupun kornea. Tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat yaitu prolapsus uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.11

Jika diduga sebagai suatu trauma tembus mata maka sudah seharusnya dilakukan perlindungan yang aman dan nyaman terhadap mata yang terpapar trauma dengan pelindung dari plastik yang jernih di sekitar mata (disanggakan ke dahi dan pipi).Eye patchtidak dianjurkan untuk menghindari tekanan langsung pada mata. Pasien diberitahu untuk tidak batuk dengan keras dan segera merujuk ke ophthalmologist untuk penanganan selanjutnya.11

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang

Apabila diduga sebagai suatu trauma tembus pada mata maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan antara lain dengan plain radiography, USG dan CT scan yang dapat memberikan informasi yang adekuat apabila ada benda asing yang tertinggal di dalam mata.1,5

Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang pada Trauma Tembus Mata.12

Useful in many cases (to assess extent of injury and provide needed information for preoperative assessment of patient)

CT scan

Plain-film x-rays igenerally not as useful as CT scans) CBC, differential, platelets

Electrolytes, blood urea nitrogen, creatinine Test for HIV estetue, hepatitis

Useful in selected cases

MRI (especially in cases of suspected organic foreign objects in the eye or orbit; this should Never be used if a metallic foreign object is suspected)

Prothrombin time, partial thromboplastin time, bleeding time Sickle cell


(19)

Tabel 5. Pemeriksaan Fisik dan Penemuan Radiologis yang dilakukan pada 384 kasus trauma tembus pada mata oleh Smith dkk, 2002.14

Injury Positive Total No.

No. % (95% CI)

Death

Missing/destreyod eye Air in orbit

Air in globe Chemosis Lans alnormality Retinal detechmnt Eyelid laceration Orbit fracture

Foreign body orbit/globe Enophthalmos Hyphema Pupil abnormality Uvea abnormality 10 19 16 3 43 55 60 75 81 96 142 239 297 280

2.6 (1,5) 4.9 (3,8) 16 (0,25) 13.9 (10,19) 15.4 (11,20) 19.5 (15,25) 21.2 (17,26) 26.1 (21,32) 27.1 (22,33) 30.1 (25,35) 52.8 (47,59) 75.9 (71,81) 91.4 (88,94) 94.0 (91.96) 384 384 100 274 279 282 283 287 298 319 269 315 325 298

Gambar 5.Imejing pada pasien laki-laki, 23 tahun dengan riwayat trauma fasial saat bekerja.Pasien terpapar dengan bagian pemutar mesin penggiling yang saat itu digunakan oleh rekan keijanya yang sedang dalam kecepatan tinggi dan pecah menjadi berbagai potongan.Pasien tidak menggunakan pelindung apapun di bagian wajah saat itu.Foto diambil dengan posisi pasien melihat ke atas dan ke bawah. Pergerakan dari benda asing pada bayangan kedua film diduga sebagai adanya benda asing intraokular.11


(20)

2.7 Penatalaksanaan

Jika penanganan dengan teknik pembedahan diperlukan, maka waktu untuk melakukannya sangat penting. Meskipun beberapa studi belum bisa mencatat beberapa kerugian apabila dilakukan penundaan untuk perbaikan pada trauma terbuka sampai 36 jam setelah kejadian, intervensi yang ideal sesegera mungkin dilakukan pada pasien. Perbaikan segera dapat menolong untuk meminimalisir sejumlah komplikasi termasuk

- nyeri

- prolapsus struktur intraokular - perdarahan suprakoroidal

- kontaminasimikrobapadajaringan - proliferasi mikroba ke dalam mata - migrasi epitel ke dalam jaringan - inflamasi intraokular

- ketidakmampuan lensa ditembus cahaya12

Hal-hal berikut ini sementara dapat dilakukan selama periode preoperatif: - Menggunakan pelindung pada mata

- Hindari penggunaan obat topikal atau intervensi lainnya yang membuat kelopak mata harus dibuka

- Pasien dipuasakan untuk persiapan operasi

Sediakan medikasi yang sesuai untuk sedasi dan kontrol nyeri - Mulailah pemberian antibiotik IV

- Profilaksis tetanus - Konsul bagian anestesi12

Trauma berhubungan dengan kontaminasi hal-hal yang kotor dan atau benda asing intraokular yang tertahan membutuhkan perhatian khusus akan resiko

Bacillus endophtalmitis. Karena organisme ini dapat menghancurkan jaringan

mata dalam 24 jam, terapi antibiotik yang efektif terhadap Bacillus diberikan intravena maupun intravitreal, biasanya golongan fluoroquinolone (seperti

levofloxacin, moxifloxacin), clindamycin atau vancomycin dapat

dipertimbangkan. Pembedahan untuk perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin pada kasus beresiko terinfeksi organisme ini.12


(21)

Terapi non pembedahan

Beberapa kasus trauma tembus ada yang sangat minimal yang didapatkan dari pemeriksaan fisik awal dengan tidak ada kerusakan intraokular, prolapsus, atau perlekatan.Kasus seperti ini mungkin hanya membutuhkan terapi antibiotik sistemik maupun topikal selama pengawasan ketat.Jika terdapat kebocoran di jaringan komea, tetapi ruang anterior tetap utuh, klinisi bisa mencoba untuk menghentikan kebocoran dengan farmakologi menekan produksi aqueous (misal dengan |3-blocker sistemik atau topikal), penutup yang dilekatkan ke mata, dan atau suatu kontak lensa terapeutik. Umumnya, apabila tindakan ini gagal untuk menutup luka dalam 2-3 hari, pembedahan untuk penutupan dengan jahitan direkomendasikan.12

Pembedahan

Mata dapat bertahan dari terjadinya kerusakan internal yang berat bahkan dengan luka yang nampaknya kecil.Pada kasus laserasi korneaskleral dengan prolapsus uvea biasanya membutuhkan pembedahan.Tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan keutuhan dari bola mata. Tujuan sekunder untuk memenuhi perbaikan primer yaitu mengembalikan penglihatan melalui perbaikan kerusakan internal dan eksternal mata.12

Apabila prognosis penglihatan mata yang terpajan trauma sangat tidak ada harapan dan pasien beresiko untuk terjadi simpatetik oftalmia, tindakan enukleasi dapat dipertimbangkan. Enukleasi primer seharusnya dikerjakan pada trauma yang benar-benar menghancurkan jaringan mata sehingga untuk mengembalikan anatominya menjadi sangat tidak mungkin.12

Pada beberapa kasus, penundaan enukleasi dalam beberapa hari memberi keuntungan lebih daripada enukleasi primer.Penundaan ini (yang tidak boleh lebih dari 12-14 hari karena bisa mencetuskan simpatetik oftalmia) diikuti dengan evaluasi fungsi penglihatan postoperatif, konsultasi vitreoretina atau bedah plastik oftahnia dan stabilisasi kondisi umum pasien. Lebih penting lagi, penundaan enukleasi mengikuti perbaikan yang gagal dan hilangnya persepsi terhadap cahaya memberikan pasien waktu untuk mengetahui kehilangan ini dan pertimbangan untuk melakukan enukleasi dalam keadaan non-emergensi.12

Tindakan anastesi umum hampir selalu perlu untuk perbaikan dari trauma terbuka karena injeksi anestesi lokal di retrobulbar maupun peribulbar


(22)

meningkatkan tekanan orbita, yang bisa mengakibatkan eksaserbasi atau ekstrusi dari isi intraokular. Setelah pembedahan selesai, injeksi anestesi periokular dapat digunakan untuk kontrol nyeri paska operasi.12

Pada penutupan luka segmen anterior, sebaiknya digunakan teknik -teknik bedah mikro.Laserasi komea diperbaiki dengan jahitan nylon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau corpus ciliare yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula siklodialisis melalui insisi tusuk di limbus dan menyapu jaringan dari bibir luka. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, bila jaringan telah terpajan lebih dari 24 jam, atau bila jaringan tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat, jaringan yang prolaps haras dieksisi setinggi bibir luka.12

Sampel untuk kultur diambil bila terdapat kecurigaan adanya superinfeksi bakteri atau jamur, contohnya yang terjadi (terutama) pada benda asing organik dan cedera pada pekerja perkebunan. Benda asing logam-berkecepatan tinggi sendiri biasanya steril.Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau dengan peralatan vitrektomi. Pembentukan kembali bilik mata depan selama tindakan perbaikan dicapai dengan cairan intraokular fisiologik, udara atau viskoelastik.12

Luka di sklera ditutup dengan jahitan interrupted menggunakan benang

nonabsorbable 8-0 atau 9-0. Setiap upaya dilakukan untuk mengidentiflkasi dan

menutup perluasan sklera ke posterior. Untuk sementara waktu, otot-otot rektus mungkin perlu dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.17 Prognosis ablasio retina akibat trauma buruk karena adanya cedera makula, robekan besar pada retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreal yang terjadi pada trauma tembus. Membran-membran intravitreal tersebut menghasilkan gaya kontraktil yang cukup besar untuk menimbulkan ablasio retina.17

Vitrektomi merupakan tindakan terapi yang efektif, tetapi masih diperdebatkan kapan sebaiknya tindakan ini dilakukan.Vitrektomi dini dengan antibiotik intravitreal diindikasikan pada endoftalmitis. Pada kasus-kasus non-infeksi, penundaan pembedahan selama 10-14 hari dapat menurunkan


(23)

resikoperdarahan intraoperasi dan memungkinkan terjadinya perlepasan vitreous posterior sehingga teknik bedah menjadi lebih mudah.17

Bedah vitreoretina pada luka kornea yang besar dapat dilakukan melalui keratoprostesis Landers-Foulke temporer sebelum melakukan tandur kornea

(corned grafting). Enukleasi maupun eviserasi primer dipertimbangkan hanya

bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi trauma tembus mata, terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea walaupun hal ini sangat jarang terjadi.17

2.8 Komplikasi

- nyeri

- prolapsus struktur intraokular - perdarahan suprakoroidal

- kontaminasi mikroba pada jaringan - proliferasi mikroba ke dalam mata - migrasi epitel ke dalam jaringan - inflamasi intraokular

- ketidakmampuan lensa ditembus cahaya - hilangnya penglihatan yang ireversibel - endophtalmitis

- oftahnia simpatik - ablasio retina - katarak

- perdarahan di vitreous

- retinal detachment1,8,12,17

Suatu penelitian yang dilakukan Rao Laavanya, dkk dari 166 pasien sejumlah komplikasi yang dijumpai adalah sebagai berikut:

- 56.7% pasien dengan prolapsus iris - 21.6% pasien dengan perdarahan vitreous - 13.5% pasien dengan delayed endophtalmitis

- 12% pasien dengan katarak

- 8.1% pasien dengan benda asing intraocular - 6.6% pasien dengan hifema


(24)

- 5.4% pasien dengan retinal detachment

- 5.4% pasien dengan phthisis bulbi - 2.7% pasien dengan eviserasi19

Studi lainnya yang dilakukan oleh Christopher A. Girkin, dkk yaitu suatu studi kohort dari 3.627 pasien yang mengalami trauma tembus mata selama periode tahun 1988 sampai Januari 2003 di Amerika Serikat, didapatkan 97 orang mengalami glaukoma sekunder post-traumatik, secara akumulasi angka kejadiannya 2.67% selama follow-up 6 bulan pada masing-masing subjek. Peningkatan usia berhubungan dengan perkembangan glaukoma pada pasien post trauma tembus ini. Selain itu akuisi visual awal yang krang dari 20/200 secara signifikan berhubungan dengan terjadinya glaukoma paska trauma ini, demikian juga pada pasien yang mempunyai kelainan pada matanya sebelum terpajan trauma. Kerusakan iris atau lensa, perdarahan vitreous dan inflamasi, merupakan faktor resiko terbesar untuk berkembangnya glaukoma paska trauma ini.19

Gambar 6. Katarak Paska Trauma Tembus mata20

2.9 Prognosis

Trauma tembus pada mata merupakan trauma yang serius dan mengancam penglihatan, prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa faktor prediktor berkaitan dengan prognosis yang buruk misalnya akuisi visual yang menurun bahkan hilang penglihatan, seperti defek pupil aferen, laserasi di kelopak, kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan adanya benda asing intraokular.2,3,5,11


(25)

3. Kesimpulan

Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) yang dimaksud trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular.Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata.

Smith, Wrenn, Lawrence (2002) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil dari 372 kasus trauma tembus, 26.1% berkaitan dengan pekerjaan industri, 23.1 % disebabkan kelalaian berakibat cedera, 22.9% terjadi pada anak-anak, 14.9% karena kecelakaan lalu lintas, 12% terjadi sehari-hari akibat kelalaian penggunaan alat rumah tangga. Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per 100.000 populasi seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada kelompok dewasa rata-rata di sekitaran usia 30-an tahun, remaja <20 tahun dan orangtua usia >70. Perbandingan angka kejadian antara pria dengan wanita 3:1.

Tahapan untuk menegakkan diagnosis trauma tembus diawali dengan anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Riwayat berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi bagaimana terjadinya penetrasi pada mata, sifat objek, kecepatan objek, ada atau tidaknya pelindung mata saat trauma terjadi.Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan akuisi visual, lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan funduskopi.Tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat misalnya prolapsus uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.Pemeriksaan penunjang misalnya dengan CT scan, USG.

Setelah diagnosis dini ditegakkan, dilakukan pencegahan komplikasi seperti pemberian pelindung mata, antibiotik, antiinflamasi dan juga vaksin tetanus.Setelah itu pasien dirujuk ke dokter spesialis mata untuk penanganan dan pemeriksaan lanjutan.Tindakan pembedahan segera atau ditunda bergantung kepada derajat trauma dan pertimbangan lainnya.Prognosis kebanyakan kasus buruk antara lain menurun bahkan hilangnya fungsi penglihatan, komplikasiseperti prolapsus iris, katarak paska trauma, endophtalmitis, perdarahan vitreous, retinal detachment, dan glaukoma.


(26)

DAFTARPUSTAKA

1. Havens Shane, Kosoko-Lasaki Omofolasade, Palmer Millicent. 2009.

Penetrating Eye Injury: A Case Study. American Journal of Clinical

Medicine Winter 2009;6(l):42-44,48

Available from: http://www.aapsus.Org/articles/7.pdf [Accesed May 02nd 2014]

2. Sukati VN. 2012. Ocular injuries-a review. The South African

Optometrist 2012;71(2):86,89. Available from:

http://www.saoptometrist.co.za/SUKATI JUN2012.pdf [Accesed May 02nd 2014]

3. Daza Ana Beleen Larque, Calvo Jesus Paralta, Andrade Jesus Lopez. 2010. Epidemiology of Open Globe Trauma in The Southeast of Spain. Eur J Opthamol 2010;20(3):578,581-582. Available from: http://www.ephpo.es/UNIP/Produccion Cientifica/2010/1014.pdf

[Accesed May 02nd 2014]

4. Potockova A, Strmen ?.,et al. 2010. Clinical Study: Mechanical Injuries of The Eye. Bratisl Lek Listy 2010:111(6):329-333. Available from: http://www.bmi.Sk/2010/l 1106-05.pdf [Accesed May 02nd 2014]

5. Hung Kuo Hsuan, Yang Chang Sue.,et al. 2011. Management of Double- Penetrating Ocular Injury with Retained Intraorbital Metallic Foreign

Body. Journal of The Chinese Medical Association 2011;74:525. Available

from: http://homepage.vghtpe.gov.tw/~jcma/74/11/523.pdf [Accesed May 02nd 2014]

6. Pandita Archana, Merriman Michael. 2012. Ocular Trauma Epidemiology: 10-year Retrospective Study. The New Zealand Medical Journal

2012;125(1348):64. Available

from:http://iournal.nzma.org.nz/iourna

l/l 25-1348/5025/content.pdf [Accesed

May 02nd 2014]

7. Aldy F., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata Di Kabupaten

Tapanuli Selatan. Available from:

http://repositorv.usu.ac.id/bitstream/123456789/6381/l/10E00180.pdf [Accesed May 3rd 2014].

8. Kuhn Ferenc, Morris Robert.,et al. Terminology of Mechanical Injuries: The Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT). In: Kurun Ferenc.

Ocular Traumatology. Birmingham:Springe;4,8-9,347-348

9. Prakash Amit. 2010. Penetrating Ocular Trauma Study. Department of Ophtalmology J.J.M Medical College Davangere, page 4 -5,9,14-36.

Available from:

http.7/14.139.159.4:8080/ispui/bitstream/123456789/l 722/1/CDMOPTHO 0050.pdf [Accesed May 3rd 2014]

10.Mattera Connie J. Ocular Trauma, page 13. Available from: https://www.vdh.virginia.gov/OEMS/Files page/svmposium/2010Presenta tions/TRA-4021.pdf [Accesed May 3rd 2014]

11.Briffa Benedict Vella Agius Maria. 2010. Penetrating Eye Injuries at The

Workplace: Case Report and Discussion 2010;22(4):34-35. Available

from: http://www.um.edu.mt/umms/mmi/PDF/307.pdf [Accesed May 2nd 2014]


(27)

12. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376

13.Dingwall Douglas. 2010. Synopsis of Causation: Eye Injuries. London: Ministry of Defence,8,12 Available from: http://www.veterans-uk.info/publications/eve injuries.pdf [Accesed May 2nd 2014]

14. Smith David, Wrenn Keith, Stack Lawrence B. 2002. The Epidemiology

and Diagnosis of Penetrating Eye Injuries. Academic Emergency

Medicine 2002;9(3):209,212-213

Availablefrom:http://onlinelibrarv.wilev.eom/doi/l0.1197/aemi .9.3.209/pdf [Accesed May 4th 2014]

15.Ilyas Sidarta, Yulianti R Sri. 2011. Hmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan PenerbitFKUI,274

16.Oum Boo Sup, Lee Jong Soo, Ham Young Sang. 2004. Clinical Features

of Ocular Trauma in Emergency Department. Korean J Ophtalmol

2004;18:75.Availablefrom:http://svnapse.koreamed.org/Svnapse/Data/PDFDat a/0065KJO/kio-18-70.pdf [Accesed May 4th 2014]

17.Riordan- Eva Paul, Whitcher John P. 2010. Vaughan & Asbury:

Oftalmologi Umum edisi ke-17. Jakarta: EGC, 375-376

18.Rao Laavanya G.,et al. 2010. Penetrating Ocular Trauma-Comparison of Visual Outcome, Ocular Survival and Complication in <18 and >18 Yrs.

AIOC 2010 Proceedings,696. Available from:

http://www.aioseducation.org/PDF/AIOS%20Proceedings%202010/TRA LVTrau3.pdf [Accesed May 4th 2014]

19.Girkin Christopher A.,et al. 2005. Glaucoma Following Penetrating Ocular Trauma: A Cohort Study of the United States Eye Injury Registry.

American Journal of Ophtalmology 2005;139(l):101. Available from: http://www.rima.org/web/medline pdf/AmJOphthalmo 100-5.pdf

[Accesed May 4th 2014]

20.Scribbick Frank, Antonio San. 2009. The Pathology of Ocular Trauma.

San Fransisco:ATPO, page 8. Available from: http://www.atpo.org/documents/handouts/atap 1140.pdf


(28)

(1)

resikoperdarahan intraoperasi dan memungkinkan terjadinya perlepasan vitreous posterior sehingga teknik bedah menjadi lebih mudah.17

Bedah vitreoretina pada luka kornea yang besar dapat dilakukan melalui keratoprostesis Landers-Foulke temporer sebelum melakukan tandur kornea (corned grafting). Enukleasi maupun eviserasi primer dipertimbangkan hanya bila bola mata mengalami kerusakan total. Mata sebelahnya rentan terhadap oftalmia simpatika bila terjadi trauma tembus mata, terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea walaupun hal ini sangat jarang terjadi.17

2.8 Komplikasi - nyeri

- prolapsus struktur intraokular - perdarahan suprakoroidal

- kontaminasi mikroba pada jaringan - proliferasi mikroba ke dalam mata - migrasi epitel ke dalam jaringan - inflamasi intraokular

- ketidakmampuan lensa ditembus cahaya - hilangnya penglihatan yang ireversibel - endophtalmitis

- oftahnia simpatik - ablasio retina - katarak

- perdarahan di vitreous - retinal detachment1,8,12,17

Suatu penelitian yang dilakukan Rao Laavanya, dkk dari 166 pasien sejumlah komplikasi yang dijumpai adalah sebagai berikut:

- 56.7% pasien dengan prolapsus iris - 21.6% pasien dengan perdarahan vitreous - 13.5% pasien dengan delayed endophtalmitis - 12% pasien dengan katarak

- 8.1% pasien dengan benda asing intraocular - 6.6% pasien dengan hifema


(2)

- 5.4% pasien dengan retinal detachment - 5.4% pasien dengan phthisis bulbi - 2.7% pasien dengan eviserasi19

Studi lainnya yang dilakukan oleh Christopher A. Girkin, dkk yaitu suatu studi kohort dari 3.627 pasien yang mengalami trauma tembus mata selama periode tahun 1988 sampai Januari 2003 di Amerika Serikat, didapatkan 97 orang mengalami glaukoma sekunder post-traumatik, secara akumulasi angka kejadiannya 2.67% selama follow-up 6 bulan pada masing-masing subjek. Peningkatan usia berhubungan dengan perkembangan glaukoma pada pasien post trauma tembus ini. Selain itu akuisi visual awal yang krang dari 20/200 secara signifikan berhubungan dengan terjadinya glaukoma paska trauma ini, demikian juga pada pasien yang mempunyai kelainan pada matanya sebelum terpajan trauma. Kerusakan iris atau lensa, perdarahan vitreous dan inflamasi, merupakan faktor resiko terbesar untuk berkembangnya glaukoma paska trauma ini.19

Gambar 6. Katarak Paska Trauma Tembus mata20

2.9 Prognosis

Trauma tembus pada mata merupakan trauma yang serius dan mengancam penglihatan, prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa faktor prediktor berkaitan dengan prognosis yang buruk misalnya akuisi visual yang menurun bahkan hilang penglihatan, seperti defek pupil aferen, laserasi di kelopak, kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan adanya benda asing intraokular.2,3,5,11


(3)

3. Kesimpulan

Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) yang dimaksud trauma tembus adalah trauma yang mengakibatkan adanya "pintu masuk" terjadinya luka (injury with an entance wound) yang menembus ke intraokular.Trauma tembus menyebabkan gangguan pada lapisan mata terluar tanpa menganggu kontinuitas anatomi keseluruhan mata, tidak sampai terjadi prolapsus dari isi bola mata.

Smith, Wrenn, Lawrence (2002) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil dari 372 kasus trauma tembus, 26.1% berkaitan dengan pekerjaan industri, 23.1 % disebabkan kelalaian berakibat cedera, 22.9% terjadi pada anak-anak, 14.9% karena kecelakaan lalu lintas, 12% terjadi sehari-hari akibat kelalaian penggunaan alat rumah tangga. Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per 100.000 populasi seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada kelompok dewasa rata-rata di sekitaran usia 30-an tahun, remaja <20 tahun dan orangtua usia >70. Perbandingan angka kejadian antara pria dengan wanita 3:1.

Tahapan untuk menegakkan diagnosis trauma tembus diawali dengan anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Riwayat berhubungan dengan kejadian trauma tersebut untuk mengetahui predisposisi bagaimana terjadinya penetrasi pada mata, sifat objek, kecepatan objek, ada atau tidaknya pelindung mata saat trauma terjadi.Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan akuisi visual, lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan funduskopi.Tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat misalnya prolapsus uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.Pemeriksaan penunjang misalnya dengan CT scan, USG.

Setelah diagnosis dini ditegakkan, dilakukan pencegahan komplikasi seperti pemberian pelindung mata, antibiotik, antiinflamasi dan juga vaksin tetanus.Setelah itu pasien dirujuk ke dokter spesialis mata untuk penanganan dan pemeriksaan lanjutan.Tindakan pembedahan segera atau ditunda bergantung kepada derajat trauma dan pertimbangan lainnya.Prognosis kebanyakan kasus buruk antara lain menurun bahkan hilangnya fungsi penglihatan, komplikasiseperti prolapsus iris, katarak paska trauma, endophtalmitis, perdarahan vitreous, retinal detachment, dan glaukoma.


(4)

DAFTARPUSTAKA

1. Havens Shane, Kosoko-Lasaki Omofolasade, Palmer Millicent. 2009. Penetrating Eye Injury: A Case Study. American Journal of Clinical Medicine Winter 2009;6(l):42-44,48

Available from: http://www.aapsus.Org/articles/7.pdf [Accesed May 02nd 2014]

2. Sukati VN. 2012. Ocular injuries-a review. The South African Optometrist 2012;71(2):86,89. Available from: http://www.saoptometrist.co.za/SUKATI JUN2012.pdf [Accesed May 02nd 2014]

3. Daza Ana Beleen Larque, Calvo Jesus Paralta, Andrade Jesus Lopez. 2010. Epidemiology of Open Globe Trauma in The Southeast of Spain. Eur J Opthamol 2010;20(3):578,581-582. Available from: http://www.ephpo.es/UNIP/Produccion Cientifica/2010/1014.pdf

[Accesed May 02nd 2014]

4. Potockova A, Strmen ?.,et al. 2010. Clinical Study: Mechanical Injuries of The Eye. Bratisl Lek Listy 2010:111(6):329-333. Available from: http://www.bmi.Sk/2010/l 1106-05.pdf [Accesed May 02nd 2014]

5. Hung Kuo Hsuan, Yang Chang Sue.,et al. 2011. Management of Double- Penetrating Ocular Injury with Retained Intraorbital Metallic Foreign Body. Journal of The Chinese Medical Association 2011;74:525. Available from: http://homepage.vghtpe.gov.tw/~jcma/74/11/523.pdf [Accesed May 02nd 2014]

6. Pandita Archana, Merriman Michael. 2012. Ocular Trauma Epidemiology: 10-year Retrospective Study. The New Zealand Medical Journal

2012;125(1348):64. Available

from:http://iournal.nzma.org.nz/iourna

l/l 25-1348/5025/content.pdf [Accesed

May 02nd 2014]

7. Aldy F., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata Di Kabupaten

Tapanuli Selatan. Available from:

http://repositorv.usu.ac.id/bitstream/123456789/6381/l/10E00180.pdf [Accesed May 3rd 2014].

8. Kuhn Ferenc, Morris Robert.,et al. Terminology of Mechanical Injuries: The Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT). In: Kurun Ferenc. Ocular Traumatology. Birmingham:Springe;4,8-9,347-348

9. Prakash Amit. 2010. Penetrating Ocular Trauma Study. Department of Ophtalmology J.J.M Medical College Davangere, page 4 -5,9,14-36.

Available from:

http.7/14.139.159.4:8080/ispui/bitstream/123456789/l 722/1/CDMOPTHO 0050.pdf [Accesed May 3rd 2014]

10.Mattera Connie J. Ocular Trauma, page 13. Available from: https://www.vdh.virginia.gov/OEMS/Files page/svmposium/2010Presenta tions/TRA-4021.pdf [Accesed May 3rd 2014]

11.Briffa Benedict Vella Agius Maria. 2010. Penetrating Eye Injuries at The Workplace: Case Report and Discussion 2010;22(4):34-35. Available from: http://www.um.edu.mt/umms/mmi/PDF/307.pdf [Accesed May 2nd 2014]


(5)

12. American Academy of Ophtalmology. 2012. Clinical Aspects of Toxic and Traumatic Injuries of The Anterior Segment. In: American Academy of Ophtalmology. External Disease and Cornea, 373-376

13.Dingwall Douglas. 2010. Synopsis of Causation: Eye Injuries. London: Ministry of Defence,8,12 Available from: http://www.veterans-uk.info/publications/eve injuries.pdf [Accesed May 2nd 2014]

14. Smith David, Wrenn Keith, Stack Lawrence B. 2002. The Epidemiology and Diagnosis of Penetrating Eye Injuries. Academic Emergency Medicine 2002;9(3):209,212-213

Availablefrom:http://onlinelibrarv.wilev.eom/doi/l0.1197/aemi .9.3.209/pdf [Accesed May 4th 2014]

15.Ilyas Sidarta, Yulianti R Sri. 2011. Hmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan PenerbitFKUI,274

16.Oum Boo Sup, Lee Jong Soo, Ham Young Sang. 2004. Clinical Features of Ocular Trauma in Emergency Department. Korean J Ophtalmol 2004;18:75.Availablefrom:http://svnapse.koreamed.org/Svnapse/Data/PDFDat a/0065KJO/kio-18-70.pdf [Accesed May 4th 2014]

17.Riordan- Eva Paul, Whitcher John P. 2010. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum edisi ke-17. Jakarta: EGC, 375-376

18.Rao Laavanya G.,et al. 2010. Penetrating Ocular Trauma-Comparison of Visual Outcome, Ocular Survival and Complication in <18 and >18 Yrs.

AIOC 2010 Proceedings,696. Available from:

http://www.aioseducation.org/PDF/AIOS%20Proceedings%202010/TRA LVTrau3.pdf [Accesed May 4th 2014]

19.Girkin Christopher A.,et al. 2005. Glaucoma Following Penetrating Ocular Trauma: A Cohort Study of the United States Eye Injury Registry. American Journal of Ophtalmology 2005;139(l):101. Available from: http://www.rima.org/web/medline pdf/AmJOphthalmo 100-5.pdf

[Accesed May 4th 2014]

20.Scribbick Frank, Antonio San. 2009. The Pathology of Ocular Trauma. San Fransisco:ATPO, page 8. Available from: http://www.atpo.org/documents/handouts/atap 1140.pdf


(6)