STRUKTUR KOMUNITAS DASAR TERUMBU KARANG

STRUKTUR KOMUNITAS DASAR TERUMBU KARANG DI PULAU
PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
Coral ReefsCommunity Structure in Pramuka Island, Seribu Islands, Jakarta
Ahmad Eko Suprianto*), Karizma Fahlevy*)
*)

Fisheries Diving Club-Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Jl. Lingkar Akademi No. 1 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680. Email : fdc_ipb@yahoo.com

ABSTRAK
Terumbu karang merupakan organisme yang hidup di dasar laut daerah tropis yang
tersusun dari endapan kalsium karbonat (CaCO3). Rusaknya terumbu karang dapat
mengakibatkan berubahnya suatu sistem pada ekosistem perairan tersebut. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui struktur komunitas terumbu karang di Perairan Pulau Pramuka.
Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercept Transect
pada kedalaman 1-5 meter (perairan dangkal) dan 8-12 meter (perairan dalam). Terumbu
karang yang ditemukan di Pulau Pramuka sangat sedikit dan tergolong pada kriteria buruk.
Nilai indeks mortalitas karang yang ditemukan di setiap stasiun penelitian di Pulau Pramuka
mendekati 1, yang menunjukkan besarnya tingkat kematian karang keras. Persentase karang
mati yang ditumbuhi alga (dead coral with algae) dan patahan karang (rubble) memiliki

persentase yang lebih tinggi daripada tutupan karang keras (hard coral). Kondisi fisika dan
kimia perairan diduga merupakan faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
Kata Kunci : Terumbu karang, karang keras, perairan Pulau Pramuka
ABSTRACT
Coral reefs are organisms that live on the ocean floor tropical regions composed of
precipitated calcium carbonate (CaCO3). Damage to coral reefs can lead to changes in a
system on the aquatic ecosystem. A study on the community structure of coral reefs in the
waters of the Pramuka island. Coral reef monitoring using the Line Intercept Transect at a
depth of 1-5 meters (shallow water) and 8-12 meters (deep water). Coral reefs are found very
slightly in Pramuka Island and belong to the category of bad. Corals mortality index value
found in each research station at Pramuka Island close to 1, indicates the level of hard coral
mortality. The percent cover of dead coral with algae and rubble have a higher percentage
than the hard coral percent cover . Physical and chemical conditions of the waters is thought
to be the factors that affect it.
Keywords : coral reefs, hard coral, Pramuka Island water
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepulauan Seribu merupakan gugusan kepulauan yang terletak di Jakarta bagian
utara, tepat berhadapan dengan Teluk Jakarta. Kepulauan Seribu terdiri dari pulau-pulau
karang sebanyak 105 buah dengan total luas wilayah daratan sebesar 8,7 km². Luas wilayah

107.489 hektar dengan sekitar 44 buah pulau termasuk ke dalam taman nasional (TNKpS
2005). Gugusan Kepulauan Seribu adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki
1

potensi yang cukup untuk pengembangan di bidang perikanan dan kelautan. Kepulauan
Seribu ditetapkan menjadi Taman Nasional Laut dengan Keputusan Menteri Kehutanan
No.162/Kpts-II/1995 dan No.6310/Kpts-II/2002 yang dikelola oleh Balai Taman Nasional
Laut Kepulauan Seribu, Departemen Kehutanan. Pulau Pramuka merupakan salah satu
gugusan pulau yang termasuk kedalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Taman nasional laut ini mempunyai sumberdaya alam yang khas, yaitu keindahan
alam laut dengan ekosistem karang yang unik seperti terumbu karang, ikan hias dan ikan
konsumsi, echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan darat, mangrove,
padang lamun, dan lain-lain. Kepulauan Seribu telah lama teridentifikasi mengalami beragam
tekanan dan ancaman. Saat ini, tekanan dan ancaman itu pun masih berlangsung sampai
intensitasnya meningkat, hal tersebut dapat berasal dari daratan Jakarta maupun wilayah
Kepulauan Seribu sendiri. Meningkatnya kegiatan wisata juga dapat menjadi ancaman
terhadap lingkungan dan kehidupan sosial di Kepulauan Seribu (Asih et al. 2011). Gugusan
pulau-pulau kecil yang berada di Kepulauan Seribu umumnya mempunyai penutupan
terumbu karang di setiap garis pantainya (Ruswahyuni dan Purnomo 2009).
Terumbu karang adalah binatang atau stuktur bawah air yang tersusun dari endapan

kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh fauna karang yang pada umumnya dijumpai
di perairan tropis (Razak dan Simatupang 2005). Rusaknya terumbu karang dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi ekologis terumbu karang yang sangat penting,
seperti hilangnya tempat memijah (spawning), berkembangnya larva (nursery), tempat
mencari makan (feeding) bagi biota laut yang sebagaian besar mempunyai nilai ekonomis
tinggi, dan hilangnya pelindung pulau dari dampak kenaikan permukaan laut. Jika tidak ada
karang keras (hard coral) yang menghasilkan sedimen kapur, maka fungsi terumbu karang
sebagai pemecah ombak akan berkurang karena semakin dalamnya air sehingga abrasi pantai
akan secara perlahan semakin intensif (Mahmudi 2003).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur komunitas dasar terumbu karang
di perairan Kepulauan Seribu kawasan Pulau Pramuka yang meliputi penutupan terumbu
karang (percent cover),perbedaan bentuk pertumbuhan (life form) karang yang ditemukan di
setiap kedalaman, genus karang yang mendominasi, dan indeks mortalitas karang (IMK)
diperairan Pulau Pramuka.

2

METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,

DKI Jakarta pada tanggal 14 sampai dengan 19 Desember 2014. Stasiun penelitian di Pulau Pramuka
yaitu Dermaga 1, Dermaga 2, Pulau Pramuka bagian utara dan bagian timur.

Gambar 1. Peta Stasiun Pengambilan Data Struktur Komunitas Dasar Terumbu Karang di
Pulau Pramuka.

Metode Penelitian
Metode pengambilan data yang digunakan adalah transek garis (Line Intercept
Transect) dengan prinsip pencatatan substrat dasar yang menyinggung transek. Pengambilan
data dilakukan dengan cara membentangkan rool meter sepanjang 75 meter dengan
pengambilan data sebanyak 3 kali ulangan sepanjang 20 meter berjeda 5 meter. Metode yang
digunakan berdasarkan Englishet al. (1997) namun dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan
penelitian.
. Peralatan yang digunakan adalah peralatan selam (SCUBA), alat tulis bawah air, dan
meteran tali (roll meter). Selain itu diambil data pendukung kimia dan fisika perairan, seperti
Dissolve Oxygen (DO), salinitas, kecerahan, pH, dan arus permukaan.
Analisis Data
Analisis data karang meliputi persen penutupan (percent cover) dan indeks mortalitas
karang (IMK). Percent cover digunakan untuk menduga kondisi terumbu karang pada suatu
lingkungan perairan (Asih et al. 2011). Persen penutupan karang hidup menurut English et al.

(1997) dapat dihitung dengan rumus:
Percent Cover =

𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐊𝐚𝐭𝐞𝐠𝐨𝐫𝐢(𝐜𝐦)
𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐞𝐤 𝐆𝐚𝐫𝐢𝐬 (𝐜𝐦)

x 100%

Kondisi terumbu karang dinilai dengan mengikuti kriteria baku kerusakan terumbu
karang yang dikemukakan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep-04/MENLH/02/2001, sebagai
beirkut :
3

Tabel 1. Kriteria baku kerusakan terumbu karang
Kategori Tutupan Karang Hidup Persentase Tutupan Karang Hidup
Buruk
0% - 24,9%
Sedang
25% - 49,9%
Baik

50% - 74,9%
Sangat baik
75% - 100%
Indeks mortalitas karang (IMK) digunakan untuk menghitung tingkat kematian karang pada
masing-masing daerah penelitian yang menunjukkan adanya perubahan dari karang hidup ke
karang mati. Indeks mortalitas memiliki kisaran antara 0-1. Indeks mortalitas karang yang
bernilai mendekati angka nol mengindikasikan perubahan karang hidup menjadi karang mati
sedikit. Sedangkan apabila nilai indeksnya mendekati angka satu, maka mengindikasikan
terjadi kematian yang sangat signifikan pada karang hidup. Rasio kematian karang dapat
diketahui melalui indeks kematian karang dengan perhitungan menurutEnglish et al. (1997):
IMK =

𝑨

𝑨+𝑩

Keterangan :
IMK = Indeks mortalitas karang,
A
= Persentase karang mati,

B
= Persentase karang keras yang hidup.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Tutupan Karang Keras (Hard Coral)
Karang sangat rentan dengan terjadinya perubahan lingkungan, karena tidak memiliki
kemampuan untuk menghindar dari perubahan kondisi lingkungan sebagaimana kelompok
hewan yang bisa bergerak bebas. Beberapa faktor pembatas utama dalam menentukan
kehadiran dan kelangsungan hidup karang pada suatu perairan meliputi fluktuasi temperatur,
salinitas, cahaya, arus, substrat yang cocok dan kecerahan perairan (Thamrin 2006).
Kondisi perairan di wilayah perairan Pulau Pramuka memiliki rata-rata suhu sebesar
o
29 C, salinitasberkisar 30–32 ‰, kandungan Dissolve Oxygen (DO) berkisar 4,49–5,98
mg/L, kecerahan berkisar 3,5-11,5 m, dan arus di perairan cenderung lambat. Menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004,suhu normal air laut yaitu 28-30o
C, salinitas normal air laut yaitu 33-34 ‰, dan kandungan DO normal air laut yaitu >5 mg/L,
sehingga kondisi perairan di wilayah Pulau Pramuka tidak cukup baik untuk kehidupan biota
laut.
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi
tempat kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang dapat
hidup lebih dari 300 jenis karang, 2000 jenis ikan, dan berpuluh puluh jenis

molluska,crustacea, sponge, algae, lamun, dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Hasil penelitian
menunjukan bahwa tutupan hard coral yang terdapat di Pulau Pramuka sebesar 13,98%,
sehingga tergolong pada kriteria baku buruk, yang dijelaskan dalam Gambar 2.

4

46.41%

Abiotic
Algae

34.84%

Others
Hard Coral (HC)
Soft Coral (SC)
1.52%
0.43%
13.98%


Sponges (SP)

2.07%

0.75%

Dead Coral with Algae
(DCA)

Gambar 2. Persentase Tutupan Komunitas Dasar Terumbu Karang di Pulau Pramuka
Persentase tutupan hard coral terendah pada perairan dangkal berada di Dermaga 1,
yaitu sebesar 8,47%, sedangkan persentase tutupan hard coral tertinggi berada pada Pramuka
bagian utara. Persentase tutupan hard coral terrendah pada perairan dalam berada di
Dermaga 2, yaitu sebesar 3,73%, sedangkan persentase tutupan hard coral tertinggi berada di
Pramuka bagian timur, yaitu sebesar 24,57%, seperti yang dijelaskan pada tabel 2 dan tabel 3.
Tabel 2. Persentase Tutupan Komunitas Dasar Terumbu Karang di Pulau Pramuka
Pada Perairan Dangkal
Stasiun
Abiotik Algae
HC

OT SC
SP
DCA
Penelitian
(%)
(%)
(%) (%) (%) (%)
(%)
IMK
Dermaga 1
91.53
8.47
0.94
Dermaga 2
79.65
4.23
11.90 2.33
1.88
0.95
Timur

Pramuka
1.72
10.07 0.43 0.10 2.92
84.77
0.89
Utara
80.48
18.07 0.30 0.25 0.90
0.92
Pramuka
Tabel 3. Persentase Tutupan Komunitas Dasar Terumbu Karang di Pulau Pramuka
Pada Perairan Dalam
Stasiun
Abiotik Algae HC OT SC
SP
DCA
Penelitian
(%)
(%)
(%) (%) (%) (%)
(%)
IMK
Dermaga 1
12.02 0.53
1.33
86.12
0.88
Dermaga 2
94.13
0.03
3.73 0.65
1.45
0.94
Timur
8.80
24.57 3.53 1.72 2.48
58.90
0.74
Pramuka
Utara
16.70
22.98 8.77 1.37 1.22
48.97
0.79
Pramuka
Berdasarkan pengamatan di lapangan, rendahnya persentase tutupan hard coral di
Dermaga 1 dan Dermaga 2 dapat disebabkan oleh manusia, seperti aktivitas masyarakat yang
membuang hasil limbah rumah tangga, singgahnya kapal-kapal, dan aktivitas snorkling dan
5

diving yang tidak ramah lingkungan. Hasil buangan limbah dan singgahnya kapal-kapal dapat
menyebabkan timbulnya nutrien organik pada perairan. Nutrien organik adalah bahan yang
dapat diuraikan masuk ke laut melalui aliran sungai, dari kapal, pengerukan, pembuangan
lumpur limbah, serta dari buangan limbah kota atau industri. Pengaruh utama nutrien organik
(yang sifatnya biodgredable, atau dapat teruraikan) terhadap lingkungan laut adalah
penurunan oksigen (Mukhtasor 2006). Rendahnya kandungan oksigen pada air laut
merupakan indikator buruk bagi terumbu karang.
Beberapa komponen yang termasuk kedalam abiotik yaitu sand, rubble, silt, water,
dan rock (English et al. 1997). Secara keseluruhan, kondisi struktur komunitas dasar perairan
Pulau Pramuka didominasi oleh patahan karang (rubble) dan karang mati yang ditumbuhi
alga (dead coral with algae). Menurut Clark dan Edward (2005) dalam Fadli (2008), patahan
karang adalah bentuk umum dari karang rusak yang telah terdegradasi yang disebabkan oleh
faktor alami maupun faktor manusia. Apabila karang mati, skeleton yang terbentuk dari
kalsium karbonat kemudian juga berperan besar dalam menyediakan substrat untuk tempat
menempel bagi pertumbuhan karang baru. Namun organisme yang pertama kali hadir pada
skeleton karang yang mati bukan dari kelompok karang, melainkan dari kelompok algae.
Kelompok mikro-algae biasanya akan hadir pada skeleton karang yang telah mati sekitar dua
hari setelah tissue terpisah dari skeletonnya (Thamrin 2006). Besar IMK yang didapatkan dari
setiap stasiun penelitian, mendapatkan hasil dengan kisaran 0,89–0,95 pada perairan dangkal
, sedangkan perairan dalam berkisar 0,74-0,94. Nilai IMK tertinggi terletak pada Dermaga 2
yaitu pada perairan dangkal dan dalam dengan nilai IMK sebesar 0,95 dan 0,94. Nilai IMK
yang mendekati angka 1 mengindikasikan karang hidup mengalami kematian yang sangat
signifikan. Menurut Gomez dan Yap (1994), nilai mortalitas yang tinggi menunjukkan
kondisi hard coral sudah mendapat tekanan yang cukup besar.
Bentuk Pertumbuhan Karang (Life Form)
Budiayu (2003) menjelaskan bahwa kedalaman yang berbeda berpengaruh terhadap
pembentukan tipe life form terumbu karang. Bentuk pertumbuhan hard coral yang paling
banyak ditemukan di Pulau Pramuka pada perairan dangkal adalah Coral Massive (CM)dan
pada perairan dalam adalah Coral Submassive (CS), yang dijelaskan pada Gambar 3 dan
Tabel 2.

6

45
40
35
30
25
Dalam
Dangkal

20
15
10
5
0
ACB

ACT

ACE

CB

CE

CF

CM

CME

CMR

CS

Gambar 3. Grafik Persentase Bentuk Pertumbuhan Karang (Life Form) pada
Perairan Dangkal dan Dalam Pulau Pramuka
Tabel 4. Grafik Persentase Bentuk Pertumbuhan Karang (Life Form) pada
Perairan Dangkal dan Dalam Pulau Pramuka
Kedalaman
Dalam
Dangkal

ACB
(%)
3.63
3.71

ACT
(%)
1.13
-

ACE
(%)
0.11
-

CB
(%)
3.08
24.47

CE
(%)
13.67
12.44

CF
(%)
10.74
6.12

CM
(%)
18.98
40.21

CME
(%)
0.32
-

CMR
(%)
4.48
1.07

CS
(%)
43.87
11.99

Menurut Supriharyono (2007), Coral Massive (CM) dan Coral Submassive (CS)
memiliki ketahanan yang paling toleran terhadap kenaikan suhu. Edinger dan Risk (2000)
menyatakan bahwa Coral Submassive (CS) banyak ditemukan karena karang tersebut lebih
toleran terhadap sedimentasi dan eutrofikasi yang tinggi. Bentuk pertumbuhan hard coral di
Kepulauan Seribu didominasi oleh branching (Acropora dan Non-Acropora), foliose, dan
massive (Asih et al., 2011).
Genus Karang Yang Dominan Ditemukan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terdapat 39 genus hard coral yang
ditemukan pada stasiun penelitian di Pulau Pramuka. Hasil pengamatan menunjukan genus
karang yang mendominasi Pulau Pramuka adalah Porites, Pocillopora, Montipora, Acropora,
Seriatopora, Pachyseris, Goniopora, Astreopora, Favites, Gardineroseris, dengan genus
porites memiliki persentase terbesar yaitu 57,93 %, yang dijelaskan pada Gambar 4.

7

3.34% 2.69%
3.78%
3.93%

Porites
Pocillopora

4.39%

Pachyseris

4.42%

Astreopora

5.49%

Gardineroseris
Goniopora

5.62%
8.40%

57.93%

Stylocoeniella
Acropora
Favites

Gambar 4. Sepuluh genus karang keras (hard coral) yang dominan ditemukan di Pulau
Pramuka
Karang dengan genus Acropora, Montipora, Seriatopora, dan Porites tersebar merata
di perairan Indonesia. Genus karang dengan ukuran polyp yang relatif kecil memiliki waktu
pertumbuhan yang relatif lebih cepat (Suharsono, 2008). Karang Porites merupakan salah
satu genus karang yang memiliki ukuran polyp berukuran kecil dengan ukuran koloni yang
sangat besar (Thamrin, 2006).
SIMPULAN
Jumlah keseluruhan tutupan hard coral di Pulau Pramuka sebesar 13,98%, sehingga
termasuk ke dalam kriteria buruk. Jumlah tutupan dead coral with algae dan rubble melebihi
jumlah tutupan hard coral.. Rendahnya dissolve oxygen (DO) pada perairan tersebut sebagai
salah satu indikator buruk bagi ekosistem terumbu karang.
Bentuk pertumbuhan karang (life form) yang banyak ditemukan di perairan Pulau
Pramuka adalah adalah Coral Submassive (CS) perairan dangkal dan Coral Massive (CM)
pada perairan dalam. Genus karang yang ditemukan di perairan Pulau Pramuka mencapai 39
genus, dengan 10 genus yang mendominasi yaitu Porites, Pocillopora, Montipora, Acropora,
Seriatopora, Pachyseris, Goniopora, Astreopora, Favites, Gardineroseris. Terjadi kematian
karang yang cukup tinggi pada Dermaga 2 dengan nilai IMK sebesar 0,95 dan 0,94.
DAFTAR PUSTAKA
Asih FW,Estradivari, Idris, Mardesyawati A, Prastowo M, Santoso B, Setyawan E, Syahrir
M, Timotius S, Yusri S (ed).2011.Terumbu Karang Jakarta, Pengamatan Jangka
Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu (2005-2009).Jakarta (ID):Terangi.
Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan masyarakat. LIPI. Jakarta.

English, S., Wilkinson, C., and Baker, V. 1997. Survey manual for Tropical Marine
Resources. Townsville; Australian Institute of Marine Science.
Fadli N.2008.Tingkat kelangsungan hidup fragmen karang Acropora formosa yang
ditransplantasikan pada media buatan yang terbuat dari pecahan karang (patahan karang).
8

Jurusan Kelautan,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syah
Kuala, Kopplema Darussalam, Banda Aceh, NAD.
Gomez, E.D and H.T. Yap. 1994. Monitoring Reef Conditions. In: Kenchington, R.A and B.
E. T. Hudson (eds). Coral Reef Management Handbook. Unesco Regional Office for
Science and Technology for South-East Asia. Jakarta.
Mahmudi M, 2003. Studi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya
(Studi Kasus Di Teluk Semut Sendang Biru Malang) Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.
Mukhtasor M. 2006. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita.
Razak T B dan Simatupang K. L. M. A., 2005. Buku Panduan Pelestarian Terumbu Karang;
Selamatkan Terumbu Karang Indonesia. Yayasan Terangi, Jakarta, 113 hal.
Ruswahyuni dan Purnomo P W. 2009. Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Dalam
Kaitan dengan Gradasi Kualitas Perairan.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.1 (1): 1.
Suharsono .2008.Bercocok Tanam Karang dengan Transplantasi. LIPI press, Jakarta (ID).
Supriharyono.2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta (ID): Djambatan.
Thamrin.2006. Karang Biologi Reproduksi & Ekologi. Minamandiri Press.Riau (ID)
TNKpS. 2005. Laporan Akhir Monitoring dan Pemetaan Kerusakan Ekosistem Terumbu
Karang Kepulauan Seribu. P.T. Sewun Indo Konsultan. Jakarta (ID).

9