STUDI DESKRIPTIF HUBUNGAN LINGKUNGAN SEK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yaitu antara 13 sampai dengan 18 tahun. Hal tersebut menimbulkan
sejumlah konsekuensi perubahan aspek fisik, psikologis, intelektual, emosi,
seksual dan spiritual. Secara psikologis misalnya pemikiran, sikap, perasaan,
minat dan kehendak masih sering berubah-ubah dan dianggap belum mencapai
taraf kestabilan. Pada masa ini terjadi pertumbuhan otak untuk berfikir secara
rasional dan logis. Remaja pada umumnya memiliki kepribadian yang belum
stabil,

namun

hal

itu


berangsur-angsur

berkurang

sejalan

kematangan

kepribadiannya. Bila berhasil mengatasi konflik, maka ia akan menjadi dewasa.
Dewasa berarti memiliki jati diri yang mantap, emosi yang stabil, dan
bertanggungjawab serta memiliki kejiwaan yang sehat, selaras dan seimbang
(Fitri, 2012).

Masa remaja tidak akan pernah terlepas dari pendidikan dan pengajaran
karena usia remaja adalah usia sekolah yang sebagian besar pertumbuhan dan
perkembangan diperoleh di sekolah. Pendidikan dan pegajaran adalah suatu
proses kegiatan belajar mengajar yang terikat, terarah pada tujuan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Setiap kegiatan belajar mengajar
mempunyai sasaran atau tujuan. Sebagai suatu sistem belajar mengajar meliputi


1

sejumlah komponen antara lain tujuan pelajaran, bahan ajar, siswa yang menerima
pelayanan belajar, guru, metode dan pendekatan, situasi, dan evaluasi kemajuan
belajar. Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai
pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator dan
lain-lain. Agar tujuan itu dapat tercapai, semua komponen yang ada harus
diorganisasikan dengan baik sehingga sesama komponen itu terjadi kerjasama
yang pada akhirnya dapat dilihat pada evaluasi akhir pada hasil akhir belajar siswa
atau prestasi belajar (Abdullah, 2008).

Data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa jumlah
pembangunan sekolah di Indonesia terus meningkat sejak 2009 hingga 2011 yakni
dari 117-577 sekolah. Hal ini sebanding dengan peningkatan presentasi kelulusan
siswa SMA yang mencapai 99.50% pada tahun 2011, berarti hanya 0.50% siswa
yang tidak lulus. Pada tahun 2011, Jumlah siswa SMA/MA/SMALB yang lulus
1.517.125 orang (99,50 %) dengan nilai rata-rata tertinggi 9,33. Tahun 2012,
siswa yang lulus 99,72 % artinya terjadi peningkatan kelulusan (Kompas.com,
2012).


Pada tahun 2012, Nusa Tenggara Timur kembali menjadi daerah dengan
jumlah siswa tidak lulus terbanyak, yakni 1.994 orang. Menyusul Gorontalo,
Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah. SMA N 1 Haharu adalah salah satu
sekolah yang mencapai kelulusan 100% pada tahun ini (Anna, 2012). Kepala
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Didikpora) Sumba Timur, menjelaskan
bahwa pada tahun 2013 dari total 3.274 orang peserta Ujian Nasional (UN) SMA

2

dan SMK Sederajat di Kabupaten Sumba Timur, NTT, Presentasi kelulusan
mencapai 96,53 %. Sementara untuk tingkat SMK mencapai 99,33 %. Dari 11
SMA yang melaksanakan UN hanya 3 sekolah yang mencapai kelulusan 100 %.
SMA Negeri 1 Haharu merupakan salah satu SMA yang tidak mencapai kelulusan
100% pada tahun ini (Moripanet Sumba, 2013).

Berdasarkan hasil wawancara kepada wakil kepala sekolah SMA Negeri 1
Haharu pada 03 Desember 2014, diperoleh informasi bahwa presentasi kelulusan
SMA Negeri 1 Haharu stabil selama periode 2010 – 2012 yaitu 100%. Namun
pada tahun 2013 menurun menjadi 96% dan rata-rata nilai siswa menurun pada
tahun tersebut. Selain itu prestasi-prestasi akademik diluar sekolah juga

mengalami penurunan (SMA N 1 Haharu, 2014). Beliau juga mengungkapkan
bahwa sekolah telah berupaya semaksimal mungkin dalam membantu
meningkatkan dorongan semangat belajar, prestasi dan angka kelulusan siswa.
Upaya-upaya tersebut diwujudkan dalam pemberian motivasi setiap kali apel pagi
dan sisipan selama jam pelajaran, pemberian Les Tambahan kepada siswa kelas
XII sebagai metode untuk mengulang kembali materi yang telah dilewati
mengingat kelas XII merupakan kelas persiapan Ujian Nasional, serta sekolah
memberikan Try Out secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Dalam
wawancara tersebut, beliau juga mengungkapkan bahwa untuk mencapai hasil
maksimal dukungan keluarga sangat diperlukan dalam meningkatkan prestasi
siswa.

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa lingkungan pendidikan

3

dan dukungan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa
(Kristianto, 2012). Penelitian lain menemukan bahwa faktor motivasi belajar dari
siswa juga memiliki pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa
(Hamdu,2011).


Berdasarkan hal diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada
hubungan antara lingkungan sekolah, keluarga, dan motivasi dengan prestasi
belajar siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Haharu.

1.2

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut “Apakah ada Hubungan antara Lingkungan Sekolah,
Keluarga, dan Motivasi dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas XII di SMA 1
Haharu?”

1.3

TUJUAN PENELITIAN

1.3.1


Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Lingkungan
Sekolah, Keluarga, dan Motivasi dengan Prestasi Belajar Siswa di SMA Negeri 1
Haharu.
4

1.3.2

Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan lingkungan sekolah dengan prestasi belajar
siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Haharu.

1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan prestasi belajar
siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Haharu

1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan prestasi belajar siswa kelas
XII di SMA Negeri 1 Haharu


5

1.4

MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini ditujukan bagi :

1.4.1

Bagi Siswa SMA Negeri 1 Haharu

Dari penelitian ini diharapkan siswa dapat menambah pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, serta menambah wawasan
untuk manajemen diri agar dapat meningkatkan atau mempertahankan prestasi
yang ada.

1.4.2

Bagi SMA Negeri 1 Haharu


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelola
SMA Negeri 1 Haharu dalam memberikan perhatian terhadap pentingnya
pengaruh lingkungan sekolah dan motivasi belajar terhadap prestasi. Selanjutnya
manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai bahan
evaluasi dan pengembangan program pendidikan baru dan lingkungan yang
mendukung bagi prestasi belajar siswa.

1.4.3

Bagi Institusi Pendidikan

6

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh institusi untuk dijadikan acuan dalam
proses pembelajaran bagi mahasiswa.

1.4.4

Bagi Penelitian


1.4.4.1 Peneliti Sekarang

Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar.

1.4.4.2 Peneliti Selanjutnya

Sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti hubungan
lingkungan sekolah, keluarga dan motivasi terhadap prestasi belajar.

1.4.5

Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat
terutama orang tua atau keluarga siswa terhadap hubungan lingkungan keluarga
terhadap prestasi belajar siswa. Keluarga dan masyarakat diharapkan dapat
membantu menciptakan lingkungan yang dapat memungkinkan anak dapat belajar
dengan baik.


7

1.5

KEASLIAN PENELITIAN

Penelitian tentang hubungan lingkungan sekolah, keluarga dan motivasi
dengan prestasi belajar siswa kelas XII SMA Negeri 1 Haharu belum pernah
dilakukan. Penelitian sebelumnya yang dapat menunjang penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kristianto, Tahun 2012 yang berjudul :
Hubungan Lingkungan Pendidikan dengan Prestasi Belajar Siswa
Kelas XI Jurusan Teknik Mekanik Otomotif Se-Kota Sleman.
Penelitian bersifat Ex-Post Facto dengan jumlah sampel 200 orang.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Hamdu, Tahun 2011 yang berjudul :
Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Pestasi Belajar Ipa Di
Sekolah Dasar IV SDN Tarumanagara, Kecamatan Tawang Kota
Tasikmalaya. Penelitian berupa korelasi deskriptif dengan jumlah

sampel 26 orang.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah terdapat pada : jumlah variabel, tahun
penelitian, jumlah responden, tempat penelitian.

BAB II
8

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

KONSEP PRESTASI BELAJAR

2.1.1

Pengertian Prestasi Belajar

Poerwadarminta (1987) menyatakan bahwa prestasi adalah hasil yang telah
dicapai. Pernyataan ini diperjelas oleh Arijo (1994) yang menyatakan bahwa
prestasi adalah hasil usaha yang dicapai seseorang melalui perbuatan belajar yang
memperoleh hasil dalam bentuk tingkah laku nyata dan baru. Hasan (1994) belajar
adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Hal ini bermakna bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku akibat adanya
interaksi antara individu pada lingkungannya sehingga memperoleh pengalaman.

Jadi prestasi belajar dapat dikatakan sebagai ukuran kemampuan yang
didapat, dicapai atau ditampilkan seseorang sebagai bukti dari usaha yang
dilakukannya dalam belajar. Oleh karena itu dapat dikatakan juga bahwa yang
disebut dengan prestasi adalah kemampuan yang diperoleh dengan nilai yang
tinggi. Sedangkan nilai yang sedang bahkan rendah belumlah disebut sebagai
prestasi, walaupun sebenarnya tingkatan sedang atau rendah/kurang adalah
gambaran dari kemampuan atau prestasi yang dicapai seseorang. Karena
kemampuan seseorang jelas tidak ada yang sama tentunya prestasinya pun juga

9

tidak sama.

2.1.2

Indikator Prestasi Belajar

Indikator prestasi belajar meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Namun, dalam penelitian ini penulis menspesifikasikan hanya pada
prestasi kognitif saja. Tipe (indikator) hasil belajar kognitif berdasarkan teori
Bloom yang dikutip oleh Uzer Usman (2000) meliputi ingatan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di
bawah ini mengenai indikator-indikator dalam prestasi kognitif sebagai berikut:

1. Ingatan

Ingatan mengacu kepada kemampuan mengenai atau mengingat
materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori
yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan
dengan benar. Cara pengungkapannnya dapat melalui pertanyaan,
tugas dan tes. Tipe hasil belajar ini termasuk tipe tingkat rendah jika
dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya. Namun demikian, tipe ini
merupakan prasyarat untuk menguasai atau mempelajari tipe hasil
belajar selanjutnya.

10

2. Pemahaman

Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe
hasil

belajar

pengetahuan

hafalan.

Pemahaman

memerlukan

kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Oleh
karena itu, diperlukan adanya hubungan atau peraturan antara konsep
dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.

3. Penerapan

Penerapan mengacu kepada kemampuan menggunakan atau
menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan
menyangkut penggunaan aturan prinsip. Misalnya, memecahkan suatu
masalah dengan menggunakan suatu rumus tertentu (Rusyan, 1989).
Tingkah laku untuk merumuskan tujuan instruksional pada aplikasi ini,
yang menurut Nana Sudjana (1989) adalah dengan menggunakan katakata menghitung, memecahkan, mendemonstrasikan mengungkapkan,
menjalankan,

menggunakan,

menghubungkan,

mengerjakan,

mengubah, menunjukan proses serta mengurutkan uraian dan lain-lain.

4. Analisis

11

Analisis adalah merupakan pemeriksaan dan penilaian secara
teliti, indikatornya yaitu dapat menguraikan, dapat mengklarifikasikan
atau

dapat

memilah-milah

(Muhibbin

Syah,

1995)

cara

mengevaluasikannya adalah dengan memberikan tes tertulis dan
pemberian tugas. Dari pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat
dipahami bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar analisis adalah
kesanggupan memecahkan, mengurai suatu integrasi (kesatuan yang
utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai
tingkatan analisis.

5. Sintesis

Dalam hal ini Nana Sudjana (1985) mengemukakan bahwa
sintesis adalah lawan analisis, bila pada analisis tekanan pada
kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang
bermakna, sedangkan pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan
unsur atau bagian menjadi satu intergritas. Dalam sintesis ini
memerlukan kemampuan hafalan, pemahaman, aplikasi dan analisis.
Pada tahapan berfikir secara sintesis adalah berfikir devergent
sedangkan berfikir analisis adalah berfikir konvergent.

6. Evaluasi

12

Istilah evaluasi menurut Ahmad Tafsir (1992) adalah tindakan
yang dilakukan untuk mengetahui hasil pengajaran pada khsusunya,
hasil pendidikan pada umumnya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan
paling tinggi karena terkandung didalamnya semua hasil belajar ranah
kognitif. Sementara W.S. Winkell (1996) menjelaskan bahwa yang
dimaksud hasil belajar evaluasi adalah kemampuan untuk membentuk
suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, selaras dengan
pertanggungjawaban pendapat tersebut, yang didasarkan pada kriteria
tertentu.

Tingkah laku operasional dilukiskan dalam kata-kata, menilai,
membandingkan,

mempertimbangkan,

menyarankan,

mengkritik,

menyimpulkan, mendukung, serta memberikan pendapat dan lain-lain.

2.1.3

Faktor-faktor Yang dapat Menumbuhkan Prestasi Belajar

Dalam mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan para ahli pendidikan
senantiasa memperbincangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi
belajar siswa. Menurut Suharsimi Arikunto (1993) secara garis besar faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil (prestasi) belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu
yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar, yang disebut sebagai faktor
internal, dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar, yang
disebut sebagai faktor eksternal. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

13

1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis dan faktor
psikologis. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara
lain usia, kematangan dan kesehatan, sedangkan yang dapat
dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati,
minat dan kebiasaan belajar.

2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat
diklasifikasikan menjadi dua juga, yakni faktor manusia (human) dan
faktor non manusia seperti alam, benda dan lingkungan fisik.

Hal ini senada dengan pendapat Ngalim Purwanto (1995:102) yang
berpendapat, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat
dibedakan menjadi dua golongan. Pertama, faktor yang ada pada diri
organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual. Kedua, faktor
yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial.

Dari uraian di atas, maka dapat di pahami bahwa proses belajar
mengajar di sekolah merupakan kegiatan yang sangat kompleks, berbagai faktor
mempengaruhinya dan berbagai cara di tempuh untuk mencapai prestasi yang
baik. Untuk mencapai prestasi di sekolah tidaklah mudah, karena bukan hanya
ditunjang oleh intelegensi yang tinggi saja, akan tetapi banyak faktor yang
mempengaruhinya. Dalam proses belajar mengajar khususnya di kelas selalu

14

terkait dengan guru, hubungan sosial, keadaan sekolah yang semuanya itu akan
turut mempengaruhi terhadap proses belajar mengajar yang pada akhirnya akan
mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa.

2.2

KONSEP LINGKUNGAN SEKOLAH

2.2.1

Pengertian Lingkungan Sekolah

Lingkungan diartikan sebagai kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan
mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya (Munib, 2005). Pengertian Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses
pendidikan berlangsung. Di sekolah diadakan kegiatan pendidikan, pembelajaran
dan latihan (Tu’u, 2004). Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam
rangka membantu siswa agar mampu megembangkan potensinya baik yang
menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial
(Syamsu, 2001). Sedangkan lingkungan pendidikan adalah berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap pendidikan atau berbagai lingkungan tempat berlangsungan
proses pendidikan.

Jadi lingkungan sekolah adalah kesatuan ruang dalam lembaga pendidikan
formal yang memberikan pengaruh pembentukan sikap dan pengembangan

15

potensi siswa.

2.2.1

Faktor-faktor dalam lingkungan sekolah

Menurut Slameto (2003) faktor-faktor sekolah yang mempengaruhi belajar
mencakup:

a. Metode mengajar

Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui
didalam mengajar. Metode mengajar dapat mempengaruhi belajar
siswa. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi
belajar siswa yang tidak baik pula. Agar siswa dapat belajar dengan
baik,maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien
dan efektif mungkin.

b. Kurikulum

16

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan
kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan
pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan
bahan pelajaran itu. Kurikulum yang kurang baik akan berpengaruh
tidak baik pula terhadap belajar.

c. Relasi guru dengan siswa

Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses
ini dipengaruhi oleh relasi didalam proses tersebut. Relasi guru
dengan siswa baik, membuat siswa akan menyukai gurunya, juga
akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa
berusaha mempelajari sebaik-baiknya.Guru yang kurang berinteraksi
dengan siswa dengan baik menyebabkan proses belajar-mengajar itu
kurang lancar.

d. Relasi siswa dengan siswa

Siswa yang mempunyai sifat kurang menyenangkan, rendah diri
atau mengalami tekanan batin akan diasingkan dalam kelompoknya.
Jika hal ini semakin parah, akan berakibat terganggunya belajar. Siswa
tersebut akan malas untuk sekolah dengan berbagai macam alasan
yang tidak-tidak. Jika terjadi demikian, siswa tersebut memerlukan

17

bimbingan dan penyuluhan. Menciptakan relasi yang baik antar siswa
akan memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa.

e. Disiplin sekolah

Kedisiplinan sekolah erat kaitannya dengan kerajinan siswa dalam
sekolah dan belajar.Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru
dalam mengajar, pegawai sekolah dalam bekerja, kepala sekolah
dalam mengelola sekolah, dan BP dalam memberikan layanan.
Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan
disiplin membuat siswa disiplin pula. Dalam proses belajar, disiplin
sangat dibutuhkan untuk mengembangkan motivasi yang kuat. Agar
siswa belajar lebih maju, maka harus disiplin di dalam belajar baik di
sekolah, di rumah dan lain-lain.

f. Alat pelajaran

Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa karena
alat pelajaran tersebut dipakai siswa untuk menerima bahan pelajaran
dan dipakai guru waktu mengajar. Alat pelajaran yang lengkap dan
tepat akan mempercepat penerimaan bahan pelajaran. Jika siswa
mudah menerima pelajaran dan menguasainya, belajar akan lebih giat
dan lebih maju. Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap

18

sangat dibutuhkan guna memperlancar kegiatan belajar-mengajar.

g. Waktu sekolah

Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar
disekolah. Waktu sekolah akan mempengaruhi belajar siswa. Memilih
waktu sekolah yang tepat akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap belajar. Sekolah dipagi hari adalah adalah waktu yang paling
tepat dimana pada saat itu pikiran masih segar dan kondisi jasmani
masih baik.

2.3

KONSEP KELUARGA

2.3.1

Definisi Keluarga

Definisi keluarga menurut beberapa ahli dalam buku oleh Sudiharto, 2007

a) Bailon dan Maglaya (1978) mendefinisikan sebagai berikut :
“Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai
peran masing–masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu

19

budaya”

b) Menurut Departemen Kesehatan (1988) mendefinisikan sebagai
berikut : “Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
di satu atap dalam keadaan saling bergantungan”.

c) Menurut Friedman (1998) mendefinisikan sebagai berikut : “Keluarga
adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan
emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari
keluarga”

d) Menurut BKKBN (1999) mendefinisikan sebagai berikut : “Keluarga
adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual
dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hubungan
yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat
serta lingkungannya.

2.3.2

Tipe/Bentuk Keluarga (Sudiharto, 2007)

a) Keluarga inti (nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk karena

20

ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

b) Keluarga asal (Family of origin), merupakan suatu unit keluarga
tempat asal seseorang dilahirkan.

c) Keluarga besar (Extended family) adalah keluarga inti ditambah
keluarga yang lain ( karena hubungan darah ), misalnya kakek, nenek,
bibi, paman, sepupu.

d) Keluarga berantai (social family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu
keluarga inti.

e) Keluarga duda atau janda, adalah keluarga yang terbentuk karena
perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai.

f) Keluarga komposit ( composite family), adalah keluarga dari
perkawinan poligami dan hidup bersama.

g) Keluarga kohabitasi ( cohabitation), adalah dua orang menjadi satu
keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia

21

bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur.
Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini mulai dapat diterima.

h) Keluarga inse ( incest family), seiring dengan masuknya nilai-nilai
global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk
keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan
ayah kandungnya, ayah menikah dengan anak perempuan tirinya.
Walaupun tidak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya, jumlah
keluarga inses semakin hari semakin besar. Hal tersebut dapat kita
cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan elektronik.

i) Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan
keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan.

2.3.3

Tahap Perkembangan Keluarga

Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan) Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga
yang baru melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali
hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan, termasuk
timbulnya masalah masalah kesehatan.

22

2.3.4

Peran Keluarga (Friedman, 1998)

1. Peran formal

a) Peran parenteral dan perkawinan

Nyc dan Gecas (1976) mengidentifikasi 8 peran dasar yang
membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan ibu-istri:

1) Peran sebagai provider (penyedia)

2) Peran sebagai pengatur rumah tangga

3) Peran perawatan anak

4) Peran sosialisasi anak

5) Peran rekreasi

6) Peran persaudaraan (lainship) (memelihara hubungan keluarga
paternal dan maternal)

23

7) Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif pasangan)

8) Peran seksual

b) Peran perkawinan

Kebutuhan bagi pasangan untuk memelihara suatu hubungan
perkawinan yang kokoh. Anak-anak terutama dapat mempengaruhi
hubungan perkawinan yang memuaskan menciptakan situasi
dimana suami-istri membentuk suatu koalisi dengan anak.
Memelihara suatu hubungan perkawinan merupakan salah satu
tugas perkembangan yang vital dari keluarga.

2. Peran informal

a. Pengharmonis : Menengahi perbedaan yang terdapat diantara para
anggota, menghibur dan menyatukan kembali pendapat.

b. Inisiater-kontributor : Mengemukakan dan mengajukan ide-ide
baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan
kelompok.

24

c. Pendamai ( Compromiser ) : Merupakan salah satu bagian dari
konflik dan ketidaksepakatan, pendamai menyatakan kesalahan
posisi dan mengakui kesalahannya atau menawarkan penyelesaian
“setengah jalan”

d. Perawat keluarga : Orang yang terpanggil untuk merawat dan
mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya.

e. Koordinator keluarga : Mengorganisasi dan merencanakan
kegiatan-kegiatan

keluarga

yang

berfungsi

mengangkat

keterikatan atau keakraban.

2.3.5

Fungsi Keluarga ( Friedman, 1998 )

1. Fungsi afektif

Berhubungan dengan fungsi internal keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan psiko social fungsi efektif ini merupakan sumber energi
kebahagiaan keluarga.

2. Fungsi sosialisasi

25

Sosialisasi di mulai sejak lahir keberhasilan perkembangan individu
dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota.
Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma, budaya dan perilaku
melalui hubungan interaksi dalam keluarga.

3. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi meneruskan keturunan dan menambahkan sumber
daya manusia.

4. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga
seperti kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal, dll.

5. Fungsi keperawatan kesehatan

Kesanggupan keluarga untuk melakukan pemeliharaan kesehatan
dilihat dari 5 tugas kesehatan keluarga yaitu:

a) Keluarga mengenal masalah kesehatan

26

b) Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi
masalah kesehatan.

c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan

d) Memodifikasi lingkungan, menciptakan dan mempertahankan
suasana rumah yang sehat.

e) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
tepat.

2.4

KONSEP MOTIVASI BELAJAR

2.4.1

Pengertian Motivasi Belajar

Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak
(move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu,
membuat

mereka

tetap

melakukannya,

dan

membantu

mereka

dalam

menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan
untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas
perilaku

(usaha,

berkelanjutan),

dan

sesungguhnya (Pintrich, 2003).
27

penyelesaian

atau

prestasi

yang

Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku.
Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi,
terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan
belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000).

Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan
bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan
siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta
mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Siswa yang
memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan,
membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi
belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan
yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari
bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada
apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang
menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan
strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

2.4.2

Aspek-Aspek Motivasi Belajar

28

Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock
(2007), yaitu:

a. Motivasi Eksternal, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi eksternal
sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan
hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian
untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari
hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana
tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung
informasi tentang penguasaan keahlian.

b. Motivasi Internal, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu
demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar
menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan
itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang
menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan
mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan
dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada
siswa. Terdapat dua jenis motivasi Internal, yaitu:

1) Motivasi Internal berdasarkan determinasi diri dan pilihan
personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka

29

melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena
kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat Internal siswa akan
meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk
mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.

2) Motivasi Internal berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman
optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan
berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat
dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga
tidak terlalu mudah.

2.4.3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar siwa, yaitu:

a. Harapan guru

b. Instruksi langsung

c. Umpan balik (feedback) yang tepat

30

d. Penguatan dan hadiah

e. Hukuman

Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan
bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan
motivasi dalam kegiatan belajar adalah:

1. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar
dengan tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.

2. Persaingan/kompetisi

3. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar
merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan
sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.

4. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi
giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.

5. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat
belajar terutama kalau terjadi kemajuan.

31

Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal ini
merupakan bentuk penguatan positif.

2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR

Kenyataan menunjukkan bahwa prestasi belajar seseorang tidaklah sama,
tetapi sangat variatif/ berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Faktor dari
dalam diri seseorang (internal) dan Faktor dari luar seseorang (External).

A. Beberapa Faktor dari dalam (Internal) yaitu :

1. Inteligensi

Winkel (1986) memberi batasan tentang pengertian inteligensi
dengan mengatakan, ineteligensi adalah kemampuan untuk
bertindak dengan mendapatkan suatu tujuan untuk berfikir secara
rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya
secara memuaskan. Dari pengertian ini dapat dikatkan bahwa
faktor inteligensi menjadi penting dalam proses belajar seseorang
guna mencapai prestasi belajarnya.

2. Motivasi
32

Winkel (1986) menyatakan motivasi adalah motor penggerak
yang mengaktifkan siswa untuk melibatkan diri. Hal ini sejalan
dengan Sardiman (2003) yeng menyatakan bahwa motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin keberlangsungan
dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat
tercapai. Jadi motivasi mempunyai peranan penting dalam
mencapai

prestasi

belajar,

sehingga

perlu

upaya

untuk

menghidupkan motivasi dari seseorang. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan positif antara
motivasi dengan prestasi belajar (Hamdu, 2011).

3. Sikap

Sarwono (1988) mendefinisikan sikap adalah kecenderungan
atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia
menghadapi suatu rangsangan tertentu. Seseorang memiliki sikap
tertentu terhadap berbagai hal secara baik positif maupun negatif.
Sikap positif menjadi pilihan untuk dikembangkan/ditanamkan
kepada seseorang sehingga dapat bersikap positip terhadap
rangsangan

yang

diterima

yang

pada

mengoptimalkan prestasi belajar yang optimal.

33

gilirannya

akan

34

4. Minat

Minat sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar
siswa. Pendapat ini didukung oleh pernyataan beberapa pakar yang
mengatakan bahwa: ‘minat adalah kecenderungan yang tepat untuk
memperhatikan dan memegang beberapa kegiatan yang diamati
siswa diperhatikan terus menerus disertai dengan rasa senang dan
diperoleh suatu kepuasan’ (Cony Semiawan, 1990). Juga menurut
Winkel

(1986) bahwa minat adalah kecenderungan yang

menetapkan untuk rasa tertarik pada bidang-bidang tertentu dan
merasa senang berkecimpung dalam bidang-bidang itu.Seseorang
yang didorong oleh minat dan merasa senang dalam belajar dapat
memperoleh prestasi belajar yang optimal. Oleh karena itu yang
dapat diupayakan agar siswa dapat berprestasi dengan baik perlu
dibangkitkan minat belajarnya.

5. Bakat

Bakat menurut Tabrina Rusyan (1989), adalah kapasitas
seseorang atau potensi hipotesis untuk dapat melakukan suatu
tugas dimana sebelumnya sedikit mengalami latihan atau sama
sekali tidak memperoleh latihan lebih dahulu.

35

Jadi bakat merupakan potensi dan kecakapan pada suatu lapangan
pekerjaan. Apabila kapasitas mendapat latihan yang memadai maka
potensi akan berkembang menjadi kecakapan yang nyata.

36

6. Konsentrasi

Konsentrasi adalah pemusatan pemikiran dengan segala
kekuatan perhatian yang ada pada suatu situasi. Pemusatan pikiran
ini dapat dikembangkan melalui latihan.

B. Beberapa Faktor dari Luar (External)

1. Faktor Keluarga

Faktor keluarga turut mempengaruhi perkembangan prestasi
belajar siswa. Pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh
ada dalam keluarga. Jadi keluarga merupakan salah satu sumber
bagi anak untuk belajar. Kalau pelajaran yang diperoleh anak dari
rumah tidak baik, kemungkinan diluar lingkungan keluarga anak
menjadi nakal dan begitu juga sebaliknya.

Pendidikan informal dan formal memerlukan kerjasama antara
orang tua dengan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan
pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya.
Orang tua juga harus menunjukkan kerjasamanya dalam cara anak
belajar

di

rumah.

Pendidikan
37

berlangsung

seumur

hidup

berlangsung dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga,
sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang menemukan bahwa ada
hubungan positif antara dukungan keluarga dengan prestasi belajar
(Kristianto, 2012).

2. Faktor Sekolah

Faktor ini menyangkut proses pembelajaran yang diterima
seseorang dengan bantuan guru. Metode pembelajaran yang
diberikan sekolah sangat menentukan bagaimana anak dapat
belajar mandiri dengan baik. Guru yang baik adalah guru yang
menguasai kelas memiliki kemampuan dan menggunakan metode
Pembelajaran yang tepat, yaitu kemampuan membelajarkan dan
kemampuan memilih alat bantu pembelajaran yang sesuai serta
kemampuan menciptakan situasi dan kondisi belajar. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan
positif antara lingkungan sekolah dengan prestasi belajar
(Kristianto, 2012).

38

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan ketiga sesudah
keluarga dan sekolah, yang mempengaruhi anak dalam mencapai
prestasi belajar yang baik. Anak haruslah dapat berinteraksi dengan
masyarakat sekitarnya, karena dari pengalaman yang dialami siswa
dimasyarat banyak diperoleh ilmu yang berguna bagi anak didik
(Sunarto dan Hartono, 2002).

Hal ini didukung pendapat Glesser (1987) yang mengatakan,
manusia normal adalah seorang manusia yang berfungsi secara
efektif, yang sampai pada taraf tertentu merasa bahagia dan
menunjukkan prestasi dibidang yang dianggapnya perlu, ia harus
pula dapat bertingkah laku dengan mempertimbangkan norma dan
batasan yang ada dilingkungan setempat ia tinggal dan hidup.

39

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1

KERANGKA KONSEP

Intelegensi

Motivasi

Sikap

Faktor Internal

Minat

Bakat

40

Prestasi Belajar
Konsentrasi

Keluarga

Faktor Eksternal

Sekolah

Masyaraka
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi
Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan lingkungan sekolah, keluarga dan
motivasi dengan prestasi belajar siswa kelas XII di SMA Negeri 1 Haharu

41

3.2 DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 3.2 Definisi operasional hubungan lingkungan sekolah, keluarga
dan motivasi dengan prestasi belajar siswa kelas XII di SMA Negeri 1
Haharu
Variabel
Independen
1. Lingkungan
sekolah

Definisi Operasional

Parameter

Alat Ukur

Sk

Lingkungan
sekolah
adalah kesatuan ruang
dalam lembaga pendidikan
formal yang memberikan
pengaruh
pembentukan
sikap dan pengembangan
potensi siswa.

a. Metode mengajar
b. Kurikulum
c. Relasi
guru
dengan siswa
d. Relasi
siswa
dengan siswa
e. Disiplin sekolah
f. Alat pelajaran
g. Waktu sekolah

Kuesioner

Ord

2. Keluarga

Keluarga
adalah
unit
terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas ayah ibu
dan anak-anak yang selalu
mendukung dalam segala
hal.

a. Peran keluarga
b. Dukungan
keluarga

Kuesioner

Ord

3. Motivasi
Belajar

Motivasi Belajar adalah a. Motivasi Internal
keseluruhan
daya b. Motivasi Eksternal
penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan
dari kegiatan belajar dan
memberikan arah pada
kegiatan belajar, sehingga
tujuan yang dikehendaki
oleh subjek belajar itu
dapat tercapai.

Kuesioner

Ord

42

Dependen
Prestasi
belajar
siswa Kelas XII di
SMA Negeri 1
Haharu

Prestasi belajar adalah
ukuran kemampuan yang
didapat,
dicapai
atau
ditampilkan siswa sebagai
bukti dari usaha yang
dilakukannya
dalam
belajar.
Nilai batas KKM SMA N 1
Haharu adalah 1327 dari
17 mata pelajaran

43

Nilai Semester

Kuesioner

Ord

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1

JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif
dengan menggunakan metode penelitian cross-sectional yaitu penelitian yang
menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali, pada satu saat.

4.2.1

POPULASI DAN SAMPEL

4.2.1.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan suatu variabel yang menyangkut masalah yang
diteliti (Nursalam, 2003), sedangkan menurut Notoatmodjo (2002) populasi
adalah keseluruhn obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa
kelas XII di SMA Negeri 1 Haharu yang berjumlah 120 orang.

4.2.1.2 Sampel

44

Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti dengan sampling
tertentu untuk bisa mempengaruhi atau mewakili populasi (Nursalam,
2003). Sedangkan menurut Notoatmodjo, 2002 sampel adalah sebagian
yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti yang dianggap mewakili
seluruh populasi.

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah non random sampling
yaitu accidental sampling, ialah dengan cara memilih sampel yang
dilakukan dengan pengambilan kasus atau responden yang kebetulan ada
atau tersedia saat dilakukan penelitian. Sehingga besar sampel dalam
penelitian ini adalah menggunakan rumus :
n=

N . z 2 p .q
d ( N −1 )+ z . p . q

Keterangan :
N : Besar populasi
n

: Besar sampel

z

: nilai standar normal untuk ɑ = 0,05 (1,96)

p

: perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q

: 1 – p (100% - p )

D

: Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05) (Nursalam, 2003)
n=

N . z 2 p .q
d ( N −1 )+ z . p . q

n=

120. ( 1,96 ) .0,5 .0,5
(0,05) (119−1 ) +1,96.0,5 .0,5

n=

460,92
9,791

= 47,0758 = 47

45

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 47 orang dengan kriteria inklusif dan
eklusif sebagai berikut :
a. Kriteria inklusif
1. Siswa kelas XII SMA Negeri 1 Haharu

2. Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eklusif

1. Bukan siswa kelas XII SMA Negeri 1 haharu

2. Tidak bersedia menjadi responden

46

4.3

VARIABEL PENELITIAN

4.3.1

Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah stimulus aktifis yang di manipulasi oleh peneliti
untuk menciptakan suatu dampak pada variabel dependen (Nursalam,2003).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah lingkungan sekolah, keluarga dan
motivasi belajar siswa.

4.3.2

Variabel Dependent (tergantung)

Variabel dependent adalah variabel repon yang muncul sebagai akibat dari
manipulasi suatu variabel independent. Variabel dependent dalam penelitian ini
adalah prestasi belajar siswa.

4.4

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah berupa lembar kuesioner
yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tujuan khusus penelitian yaitu
mengidentifikasi hubungan lingkungan sekolah, keluarga dan motivasi dengan
prestasi belajar.

47

4.5

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Haharu. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan Februari 2014.

4.6

PROSEDUR PENGAMBILAN DAN PENGUMPULAN DATA

a. Data primer

Data yang langsung dikumpulkan dari responden yaitu siswa kelas XII
di SMA Negeri 1 Haharu dengan membagikan kuesioner dan
wawancara.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari bagian Akademik SMA Negeri 1
Haharu.

4.7

PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA.

48

4.7.1

Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data sebagai berikut :

a) Editing yaitu untuk melihat apakah data yang sudah diperoleh sudah
terisi lengkap atau kurang.

b) Decoding yaitu mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut
macamnya dengan membedakan tingkat pengetahuan responden baik,
cukup dan kurang.

c) Scoring yaitu pemberian nilai dari masing-masing responden.

Pemberian skor :

1. Bila jawaban benar diberi skor : 1

2. Bila jawaban salah diberi skor : 0

Kemudian dari jawaban dari semua pertanyaan dibandingkan dengan
jumlah semua pertanyaan dan dikalikan dengan 100%

49

Rumus perhitungan :

f
xP
n

Keterangan : P : Presentase

f : jumlah jawaban benar

n : jumlah semua pertanyaan

d) Tabulating yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke
dalam tabel-tabel distribusi frekuensi agar mudah dipahami.

4.7.2 Analisa Data.

Data dikumpulkan, dikelompokkan dan dimasukan dalam tabel dan diberi
penjelasan kemudian diolah secara unvariat sesuai dengan variabel penelitian.

4.8

ETIKA PENELITIAN

a. Informend Consent.

Tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian.

50

Jika subyek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar
persetujuan. Jika subyek menolak untuk diteliti maka, peneliti tidak
memaksa subyek menjadi responden.

b. Anonimity ( Tanpa Nama ).

Adalah menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan
mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data
(Kuesioner) lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

c. Confidentiality ( Kerahasiaan ).

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh
peneliti.

4.9

KETERBATASAN

a. Waktu Penelitian yang terbatas dan biaya yang tersedia serta
kemampuan peneliti yang masih sangat terbatas sehingga hasil
diharapkan kurang sempurna dan kurang memuaskan.

b. Penelitian deskriptif, maka kemaknaan hubungan antar variabel tidak

51

bisa dilihat secara statistik.

4.10

JADWAL PENELITIAN

Tabel 4.10 : Jadwal Penelitian
Jadwal Penelitian

No
Kegiatan

.
1.
2.

Persiapan proposal
Seminar proposal

3.
4.
5.

Perbaikan proposal
Pengumpulan data
Penyusunan
laporan
Ujian KTI
Perbaikan KTI
Pengumpulan KTI

6.
7.
8.

Okt Nov Des Jan Feb








Mar




Apr Mei Jun





Jul





52

aug




BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1

HASIL PENELITIAN

5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Haharu merupakan sebuah sekolah
yang berada di Desa Kuta Kecamatan Kanatang Kabupaten Sumba Timur.
SMA Negeri 1 Haharu didirikan pada Tanggal 06 April 2005 dengan luas
tanah mencapai 20.000 M2. Sekolah ini memiliki 27 Ruangan yang tersedia
yang terdiri dari 13 Ruang Belajar, 3 ruang Laboratorium IPA-Biologi, 3
Ruang Labortorium IPA-Fisika, 2 Ruangan Perpustakaan, 5 Ruang Kantor
dan 1 Ruang Komputer. Jumlah Guru di SMA Negeri 1 Haharu yaitu PNS
sebanyak 18 Orang (7 Laki-laki, 11 Perempuan), Guru PTT 2 orang (1 Lakilaki, 1 Perempuan), Guru bantu sekolah 5 orang (1 Laki-laki, 4 Perempuan),
Jumlah Pegawai TU-Negeri 2 orang (Laki-laki), Pegawai Honorer (PTT) 3
orang (2 Laki-laki, 1 Perempuan) dan Penjaga sekolah (honorer) 2 orang
(Laki-laki). Jumlah Murid di SMA Negeri 1 Haharu adalah 352 orang,
dengan jumlah Murid kelas XII yaitu 127 orang (57 Laki-laki dan 70
Perempuan).
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Haharu mempunyai batas-batas yaitu
:
1. Timur berbatasan dengan : Pantai
2. Selatan berbatasan dengan : Perbatasan desa Kuta
3. Barat berbatasan dengan : Jalan Umum menuju Rambangaru
4. Utara berbatasan dengan : Sekolah Luar Biasa Negeri
5.1.2 Data Umum dan Data Khusus Responden
1. Data Umum Responden
Tabel 5.2.1 Distribusi Responden berdasarkan Data Umum
53

Kategori (N=47)
N
%
Jenis Kelamin
Laki-laki
17
36 %
Perempuan
30
63 %
Kelas
XII IPA I
12
25,53 %
XII IPA II
15
31,91 %
XII IPS I
10
21,27 %
XII IPS II
10
21,27 %
Umur
16 Tahun
1
2,13 %
17 Tahun
5
10,64 %
18 Tahun
25
53,19 %
19 Tahun
11
23,40 %
20 Tahun
4
8,51 %
21 Tahun
1
2,13 %
Sumber: Hasil Olahan Peneliti 2014
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi responden
berdasarkan data umum siswa/siswi kelas XII di SMA Negeri 1
Haharu, terdiri dari 36 % responden berjenis kelamin laki-laki dan
73% reponden berjenis kelamin perempuan.
Selain itu tabel diatas menunjukkan bahwa responden penelitian
ini terdiri dari 4 kelas dengan Persentasi tertinggi berasal dari kelas
XII IPA II (31,91%) dan Persentasi terendah berasal dari kelas XII
IPS I dan XII IPS dengan masing- masing berjumlah 21,27%.
Tabel diatas juga menunjukkan bahwa berdasarkan umur
responden ditemukan Persentasi tertinggi ada pada responden dengan
umur 18 tahun (53,19%) dan Persentasi terendah pada responden
dengan umur 16 dan 21 tahun dengan masing-masing berjumlah
2,13%.
2. Data Khusus Responden
a) Hubungan Lingkungan Sekolah dan Prestasi Belajar
Lingkungan
Sekolah
Baik

Prestasi Belajar
Baik
Kurang
31,91%
47%

54

% Lingkungan
Sekolah
78,71%

Cukup

10,63%

10,63%

21,26%

% Prestasi Belajar
42,54%
57,43%
100%
Sumber: Hasil Olahan Peneliti 2014
Dari tabel diatas diperoleh bahwa lingkungan sekolah SMA Negeri 1
Haharu termasuk kategori baik (78,72 %) namun prestasi belajar
siswa termasuk kategori kurang (59,57 %).
b) Hubungan Lingkungan Keluarga dan Prestasi Belajar

Keluarga

Prestasi Belajar

% Keluarga

Baik

Kurang

Baik

4%

6,38%

10,64%

Cukup

25,53%

34,04%

59,57%

Kurang

12,76%

17,02%

29,78%

% Prestasi Belajar

42,55%

57,44%

100%

Sumber: Hasil Olahan Peneliti 2014
Dari tabel diatas diperoleh bahwa lingkungan keluarga termasuk
kategori cukup (59,57%) dan prestasi belajar siswa termasuk kategori
kurang (42,55%).
c) Hubungan Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar
Prestasi Belajar
Baik

Kurang

% Motivasi
Belajar

Baik

4,24%

14,89%

19,13%

Cukup

36,19%

40,42%

76,61%

Kurang

2,13%

2,13%

4,26%

% Prestasi Belajar

42,56%

57,44%

100,00%

Motivasi Belajar

Sumber : Hasil Olahan Peneliti 2014
Dari tabel diatas diperoleh bahwa motivasi belajar siswa kelas XII
SMA Negeri I Haharu termasuk dalam kategori cukup (76,60%) dan
5.2

prestasi belajar siswa termasuk dalam kategori kurang (53,32%).
PEMBAHASAN

55

Dalam penelitian ini, dari 47 responden menunjukkan sebesar
57,45% memiliki prestasi kurang dan 42,55% memiliki prestasi baik . Pada
dasarnya prestasi belajar seseorang tidaklah sama, tetapi sangat variatif/
berbeda. Sejalan dengan pendapat Winkle (1986) yang mengemukakan
bahwa tinggi rendahnya pestasi belajar seseorang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
faktor dari dalam diri seseorang (Internal) dan faktor dari luar seseorang
(Eksternal).
Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan sekolah
termasuk dalam kategori baik (78,72%), tidak mempengaruhi prestasi
belajar siswa, yang berdasarkan hasil perhitungan termasuk dalam kategori
kurang (53,32%). Hal ini bertentangan dengan penelitian Kristanto (2012)
yang menemukan bahwa ada hubungan positif antara lingkungan sekolah
dengan prestasi belajar. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa faktor lingkungan sekolah yang baik tidak serta merta menghasilkan
siswa dengan prestasi belajar yang baik, sehingga masih ada faktor lain
yang juga mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dukungan keluarga pada
siswa kelas XII SMA Negeri I Haharu tergolong cukup (59,57 %). Namun
dari dukungan keluarga yang cukup ini tidak mempengaruhi prestasi belajar
siswa yang termasuk kategori kurang (53,32%). Hasil ini bertentangan
dengan penelitian Kristianto (2012) yang menemukan bahwa ada hubungan
positif antara dukungan keluarga dengan prestasi belajar. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa tidak sepenuhnya dipengaruhi

56

oleh dukungan keluarga namun masih ada pengaruh lain yang juga dapat
menentukan baik atau kurangnya prestasi belajar siswa.
Penelitian ini juga menemukan bahwa motivasi belajar siswa
tergolong kategori cukup (76,60%). Namun dari motivasi yang cukup ini
tidak mempengaruhi prestasi belajar siswa yang dalam penelitian ini paling
banyak mas