VARIASI BAHASA JAWA MAHASISWA SASTRA ARA

VARIASI BAHASA JAWA MAHASISWA SASTRA ARAB
ASAL JAKARTA: KAJIAN FONOLOGIS
Dosen Pengampu : Muhammad Ridwan, S.S., M.A.
Haryati C1012014
Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta
I. Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi terpenting dalam kehidupan
manusia. Menurut teori struktural, bahasa sebagai suatu tanda arbitrer yang
konvensional. Adanya bahasa memberikan keuntungan bagai manusia. Manusia
tak hanya berkata-kata untuk dapat berbahasa, bahkan hanya dengan
melambaikan tangan, berkedip atau tersenyum, ia sudah berbahasa dengan baik.
Hal ini beralasan karena orang yang diajak berkomunikasi sudah mengetahui
maksud yang dikehendaki komunikan.
Bahasa sering dianggap sebagai produk sosial ataupun budaya. Hal ini
benar adanya, dikarenakan bahasa adalah salah satu bagian dari unsur
kebudayaan. Menurut “Hipotesis Whorf-Sapir” bahasalah yang menentukan
corak suatu masyarakat (Soeparno, 2002: 5). Keadaan suatu kelompok
masyarakat menentukkan bahasa komunikasi sehari-hari.
Indonesia merupakan negara yang multikultural. Ia mempunyai
berbagai macam bahasa, suku, kebudayaan, warna kulit, adat atau kebiasaan,

dan sebagainya. Setiap pulau di Indonesia terdiri dari beberapa wilayah, yang di
dalamnya terdiri bermacam-macam pula perbedaan. Kaitannya dalam bahasa,
perbedaan yang dimaksud adalah adanya berbagai macam dialek.
Dialektologi adalah ilmu yang mempelajari dialek atau ilmu yang
mempelajari variasi bahasa (Zulaeha, 2010: 1). Dialek merupakan suatu variasi
bahasa yang mana keberadaannya mencerminkan suatu daerah tertentu. Bahkan
di Pulau Jawa sendiri yang notabenenya bersuku Jawa mempunyai bahasa
daerah yang berbeda dan muncul juga berbagai macam jenis dialek. Tak heran
jika muncul istilah dialek Jawa Timuran, dialek Solo, dialek Banyumas, dialek
Sunda, dan dialek-dialek yang lain.
Kota Surakarta berada di provinsi Jawa Tengah. Kota ini lebih akrab
disebut kota Solo. Ada beberapa kota (kabupaten) yang merupakan bagian dari
karesidenan Surakarta, diantaranya: Karanganyar, Klaten, Sragen, Sukoharjo,
Boyolali, dan Wonogiri. Surakarta dan Yogyakarta didedikasikan sebagai pusat
kebudayaan. Hal ini beralasan karena kedua kota ini merupakan wilayah cikal
bakal ditemukannya manusia purba. Kebudayaan Jawa bersifat heterogen
(Sutardjo, 2013: 33), sehingga bermacam-macam pula watak orang Jawa.
Misalnya orang Jawa Timuran mayoritas mempunyai watak galak dan keras.
Orang Jawa Tengahan mempunyai watak halus dan ramah. Orang Jawa bagian


pesisir mempunyai watak keras. Pandangan watak masyarakat Jawa dapat
dilihat dari segi bahasa dan wilayah tempat tinggal.
Bahasa kesatuan masyarakat Surakarta dan sekitarnya adalah bahasa
Jawa. Namun demikian, dalam kenyataan yang ada banyak sekali dialek yang
ada di wilayah Surakarta. Hal ini karena adanya berbagai kota yang merupakan
bagian dari karesidenan Surakarta. Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar,
demikian juga dengan Surakarta. Realitas ini dapat dilihat secara jelas bahwa
tidak sedikit mahasiswa yang belajar di Universitas Sebelas Maret Surakarta
berasal dari luar kota Surakarta. Mereka banyak yang datang dari Jakarta,
Sunda, Bandung, Banyumas, Purwokerto, Pati, Kediri, Nganjuk dan berbagai
kota besar di Indonesia.
II. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan hal itu, masalah utama yang hendak dijawab
dalam penelitian yang berkaitan dengan variasi bahasa Jawa mahasiswa sastra
Arab asal Jakarta, menyangkut:
1. Bagaimana variasi bahasa Jawa yang diucapkan oleh penutur asal Jakarta?
2. Bagaimana bentuk perbedaan fonologi bahasa Jawa antara penutur asli Jawa
dengan penutur yang berasal dari Jakarta?
III. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan variasi bahasa Jawa yang diucapkan oleh penutur asal

Jakarta.
2. Mengetahui perbedaan fonologi bahasa Jawa antara penutur asli Jawa
dengan penutur asal Jakarta.
IV. Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini dapat diuraikan (1) variasi dialek Jawa; (2)
interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dialek Solo; (3) ciri akustik
tuturan modus deklaratif bahasa Jawa; (4) dialek sosial dalam masyarakat; (5)
mahasiswa sebagai objek penelitian.
IV.1 Variasi Dialek Jawa
Penelitian tentang variasi dialek Jawa sudah pernah dilakukan oleh Ika
Mamik Rahayu dan hasil penelitiannya dimuat pada jurnal Skriptorium Vol.
1 No. 2 dengan judul ”Variasi Dialek Bahasa Jawa di Wilayah
Kabupaten Ngawi: Kajian Dialektologi”. Penelitian ini menggunakan
250 leksikon dalam pemerolehan datanya, daftar tanyaan yang berupa
leksikon ini mengacu pada daftar tanyaan Swadesh. Dari 250 leksikon
diperoleh 23 variasi fonologis dan 47 variasi leksikal. Pada kedua variasi
ditemukan adanya berian yang mengalami proses aferesis dan sinkop.
Selain itu, juga terdapat bunyi kluster dan bunyi sertaan atau nasalisasi pada
beberapa berian. Semua variasi yang muncul kemudian disajikan pula
dalam bentuk peta dialek untuk semakin memperjelas situasi kebahasaan

pada daerah pengamatan. Variasi dialek yang muncul di wilayah Kabupaten

Ngawi bukan merupakan sebuah dialek tersendiri, melainkan sebuah varian
dari Bahasa Jawa. Dialek Kabupaten Ngawi cenderung mengacu pada
dialek Jawa Tengah. Pada seluruh daerah pengamatan muncul beberapa
berian yang mengacu pada Bahasa Indonesia. Hal ini memperlihatkan
bahwa Bahasa Indonesia telah mulai berkembang dan digunakan oleh
masyarakat di wilayah Kabupaten Ngawi.
IV.2 Interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dialek Solo
Penelitian tentang dialek Solo juga sudah pernah dilakukan oleh
Hidayattullah (2009) yang merupakan mahasiswa Sastra Indonesia dalam
skripsinya yang berjudul “ Interferensi morfologi dan sintaksis bahasa
jawa dialek solo dalam penggunaan bahasa indonesia tulis murid kelas
V sekolah dasar Surakarta”. Permasalahan penelitian ini adalah (1)
Bagaimana interferensi sistem morfologi bahasa Jawa pada morfologi
bahasa Indonesia tulis murid kelas V SD di Surakarta dan bagaimana wujud
interferensi itu? (2) Bagaimana interferensi sistem sintaksis bahasa Jawa
(termasuk frasa atau kelompok kata) pada pengkalimatan bahasa Indonesia
tulis murid kelas V SD di Surakarta dan bagaimana wujud interferensi itu?
Dalam penelitian tersebut mendapatkan beberapa kesimpulan mengenai

bahasa Jawa dialek Solo. Pertama, interferensi sistem dan wujud morfologi
bahasa Jawa pada morfologi bahasa Indonesia tulis murid kelas V SD di
Surakarta adalah pembentukan konfiks {ke-/-an}, prefiks {ke-}, prefiks
nasal {N-} beralomorf /ng/ dan /ny/, serta pembentukan prefiks zero, dan
sufiks {-an}. Kedua, Interferensi sistem dan wujud sintaksis bahasa Jawa
(termasuk frasa atau kelompok kata) pada pengkalimatan bahasa Indonesia
tulis murid kelas V SD di Surakarta adalah penggunaan akhiran
IV.3 Ciri akustik tuturan modus deklaratif bahasa Jawa
Penelitian tentang ciri akustik tuturan modus deklaratif bahasa Jawa telah
dilakukan oleh seorang mahasiswa pascasarjana program studi linguistik di
Universitas Sumatera Utara yang bernama Wawan Prihartono (2012), yang ia
tulis dalam tesisnya dengan judul “Jawa Penutur di Medan (Perbandingan
dengan Ciri Akustik Tuturan Modus Deklaratif Bahasa Jawa Penutur di
Solo)”. Tujuan penelitiannya untuk mengukur rerata dan signifikansi
perbedaan intensitas, frekuensi, dan durasi bunyi silabis tuturan modus
deklaratif bahasa Jawa yang dituturkan oleh penutur bahasa Jawa di Medan
dan Solo. Hasil analisis penelitiannya menunjukan bahwa: (1) rerata intensitas
tuturan modus deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan tidak
menunjukan signifikansi perbedaan dengan rerata intensitas tuturan modus
deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo; (2) dan rerata

frekuensi/struktur melodik tuturan modus deklaratif performatif yang
dituturkan oleh penutur Medan menunjukan signifikansi perbedaan dengan
rerata frekuensi/struktur melodik tuturan modus deklaratif performatif yang
dituturkan oleh penutur Solo; (3) rerata durasi bunyi silabis tuturan modus
deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Medan tidak menunjukan
signifikansi perbedaan dengan rerata durasi bunyi silabis tuturan modus
deklaratif performatif yang dituturkan oleh penutur Solo.

IV.4 Dialek sosial dalam masyarakat
Kajian tentang dialek sosial masyarakat juga pernah ditulis oleh Veronika
Unun Pratiwi, dkk dalam artikelnya yang berjudul “Mencermati Dialek
Sosial dalam Masyarakat”. Mereka adalah mahasiswi pendidikan Bahasa
Inggris Univet Sukoharjo. Tulisan mereka membahas mengenai dialek sosial.
Dialek sosial adalah variasi bahasa yang dapat menunjukan dari kelas sosial
menakah seorang penutur itu berasal. Di antara dialek-dialek sosial yang
ada dalam masyarakat ada yang diangap standar dan ada yang dianggap
tidak standar. Terjadinya hal tersebut lebih dikarenakan adanya intervensi
dari masyarakat tutur. Standarisasi dialek biasanya bermula kalangan
penutur yang terpelajar untuk membedakan diri dari kelompok sosial yang
lain. Akan tetapi menurut pandangan sosiolinguistik baik bahasa yang

standar maupun yang vernacular hanyalah merupakan realisasi dari variasi
bahasa semata.
Dialek sosial adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh kelompok
tertentu yang membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya.
Kelompok itu terdiri atas pekerjaan, usia, kegiatan, jenis kelamin,
pendidikan, dan sebagainya. Dalam perkembangannya, dialek sosial dalam
kajian dialektologi mengacu pada dialek yang dituturkan oleh penutur di
daerah tertentu berdasarkan variabel sosial penuturnya. Dialek ini
dimungkinkan mengalami perbedaan antara penutur dari variabel (Zulaeha,
2010). Sedangkan menurut Ayatrohaedi (1983) mengatakan bahwa dialek
sosial atau socialecte ialah ragam bahasa yang dipergunakan oleh kelompok
tertentu, yang dengan demikian membedakannya dari kelompok
masyarakat lainnya.
IV.5 Mahasiswa sebagai objek penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan mahasiswa sebagai objek pernah dilakukan
oleh Ayu Dewi Fiqria Rahma (2012) yang merupakan mahasiswi program studi
bahasa Jawa pada jurusan Pendidikan Bahasa Daerah di UNY. Ia menulis
skripsi dengan judul penelitian “ Penggunaan Bahasa Jawa Mahasiswa Di
Kos Mawar No. 4 Santren, Gejayan, Depok, Sleman”. Penelitian ini
menganalisis tentang penggunaan bahasa Jawa pada mahasiswa di Kos

Mawar No. 4 Santren, Gejayan, Depok, Sleman. Penelitian ini memiliki
tujuan untuk mendiskripsikan variasi bahasa Jawa berdasarkan asal daerah
pengguna penghuni kos berdasarkan tata bunyi, leksikal, dan percampuran
dengan dialek lain; dan faktor penyebab variasi bahasa Jawa di Kos Mawar
No. 4 Santren, Gejayan, Depok, Sleman. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa bahasa Jawa yang digunakan oleh mahasiswa di Kos Mawar adalah
variasi bahasa Jawa berdasarkan daerah. Ada dua variasi bahasa Jawa
berdasarkan daerah yang digunakan oleh mahasiswa, yaitu dialek standar
dan dialek Banyumas. Selain kedua dialek tersebut, terdapat pula dialek
Banyumas yang tercampuri dialek standar dan dialek standar yang
tercampuri dialek Banyumas. Variasi bahasa Jawa tersebut ditandai dalam 3
aspek, yakni vokal, konsonan, dan leksikal. Dialek Banyumas dan dialek
standar dikarenakan faktor geografis atau berdasarkan faktor asal daerah
pengguna dialek atau asal penghuni kos; sedangkan percampuran dialek
Banyumas dengan dialek standar dan percampuran dialek standar dengan

dialek Banyumas disebabkan karena ketidakpahaman orang ke-2 dengan
dialek yang digunakan oleh orang ke-1, terpengaruh dengan dialek orang
ke-2 atau dialek di tempat tinggal yang baru, menirukan pembicaraan lawan
bicara.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini
belum ada penelitian yang berjudul ”Variasi Bahasa Jawa Mahasiswa
Sastra Arab Asal Jakarta: Kajian Fonologis”, sehingga peneliti
mempunyai hak untuk melanjutkan penelitian ini dan penelitian ini bisa
melengkapi penelitian-penelitian lain yang berkaitan.
V. Landasan Teori
Kata “dialek” berasal dari kata Yunani dialektos yang berpadanan
dengan logat. Kata ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem
kebahasaan yang digunakan oleh suatu masyarakat yang berbeda dari
masyarakat lainnya yang bertetangga tetapi menggunakan sistem yang erat
hubungannya. (Zulaeha, 2010:1). Berdasarkan etimologi kata itu, dialektologi
adalah ilmu yang mempelajari dialek atau ilmu yang mempelajari variasi
bahasa. Dilihat dari cakupan ilmu yang membawahinya, dialektologi merupakan
cabang sebuah cabang dari kajian linguistik yang timbul antara lain karena
dampak kemajuan kajian linguistik komparatif atau linguistik diakronis.
(Zulaeha, 2010:2).
Zulaeha (2010:31) menyimpulkan bahwa dialek merupakan sub
bahasa. Sebagai sub bahasa, dialek memiliki ciri-ciri yang dimiliki bahasa.
Untuk menentukan apakah evidensi (dalil) yang dituturkan suatu masyarakat di
daerah tertentu adalah bahasa atau dialek, perlu diketahui ciri-ciri yang dapat

membedakan keduanya secara jelas. Kapan evidensi itu disebut bahasa dan
kapan evidensi itu disebut dialek. Evidensi tersebut mencakup fonetik,
semantik, onomasiologis, semasiologis dan morfologis.
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang
berarti “bunyi” dan logi yang berarti “ilmu”. Sebagai sebuah ilmu, fonologi
lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari,
membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang
diproduksi oleh alat-alat ucap manusia (Chaer, 2009: 1). Kajian dialektologi
yang berusaha memetakan dialek-dialek dari suatu bahasa juga sangat
membutuhkan hasil kajian folologi. Hal ini karena penentuan dialek-dialek dari
satu bahasa didasarkan pada perbedaan-perbedaan bunyi dari bentuk-bentuk
kata yang sama. Misalnya dalam dialek Jakarta (Betawi) ada subdialek yang
mengucapkan kata menjadi [apε], [ap∂], dan [apah] (Chaer, 2009: 7).
VI. Metode Penelitian
Untuk pembahasan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
diperlukan data kebahasaan yang relevan, yang diperoleh melalui penelitian
terhadap objek sasarannya. Menurut Sudaryanto (dalam Mahsun, 2007)
penelitian ini akan ditempuh tiga tahapan strategis, yaitu tahapan pengumpulan
data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode cakap teknik pancing,

catat, dan rekam. Metode cakap diperlukan untuk menggali informasi mengenai
ujaran yang akan dituturkan oleh informan. Sebelum bercakap-cakap, peneliti
akan memancing informan dengan beberapa pernyataan maupun pertanyaan.

Data yang diperoleh dengan teknik pancing lalu dicatat. Teknik rekam
digunakan peneliti sebagai pengecekan ulang data-data yang mungkin terlewat,
sehingga data yang diperoleh bisa menjadi lengkap. Metode tersebut sangat
efektif dalam memperoleh data penelitian.
Untuk penggunaan metode cakap tersebut, peneliti menggunakan
beberapa informan mahasiswa sastra Arab yang berasal dari Jakarta. Lalu dari
informan-informan tersebut, peneliti juga akan memanfaatkan dalam penggalian
informasi secara akurat. Metode analisis data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan metode agih. Metode agih ialah metode
distribusional, metode analisis yang alat penentunya ada di dalam dan
merupakan bagian dari bahasa yang diteliti. Jadi, analisis data yang akan
dilakukan peneliti tidak terlepas dari kebahasaan itu sendiri.
VII. Analisis data
Variasi tuturan bahasa Jawa yang diucapkan oleh penutur asal Jakarta
terlihat jelas dalam tataran fonologinya. Bahasa Jawa mempunyai kekhasan
bahasa. Kekhasan tersebut terlihat dalam bunyi vokal a, i, u, e dan o. Mayoritas
mereka mengucapkan vokal tersebut seperti vokal dalam bahasa Indonesia.
Padahal vokal dalam bahasa Jawa mempunyai variasi bunyi yang berbeda
dengan tulisannya, misalnya vokal [a] pada kata [aja] dibaca [oj ‫]ﬤ‬. Ciri khas
lainnya yaitu pengucapan konsonan [th] dan [dh]. Orang Jawa asli dapat
mengucapkan konsonan tersebut dengan baik, sedangkan orang Jawa tidak asli
sulit dalam melafalkannya. Terlebih bagi masyarakat Jakarta sendiri.
Berdasarkan informan yang dijadikan objek penelitian, mereka sangat
suka menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi ketika di lingkungan
kampus. Namun, kata-kata mereka ketika berbahasa Jawa sangatlah lucu. Hal
itu dikarenakan lidah antara orang Jawa dan orang Jakarta berbeda jauh. Orang
Jawa ketika berbicara tanpa menggunakan basa-basi dan apa yang diungkapkan
jelas maksudnya. Sedangkan orang Jakarta ketika berbicara menggunakan
banyak kata-kata kosong, kemudian barulah ia mengutarakan maksudnya.
Selain itu, kebiasaan orang Jawa dengan orang Jakarta juga sangat berbeda.
Mayoritas orang Jakarta lebih suka beraktivitas secara individual. Mereka
jarang sekali bersosialisasi dengan tetangganya. Beda halnya dengan orang
Jawa, dimanapun dan kapanpun, kenal dan tidak kenal, mereka akan selalu
melakukan tegur sapa diantara sesamanya.
Orang Jakarta ketika disuguhi suatu teks ataupun kosakata bahasa Jawa
dan ia disuruh membaca, pastilah terjadi suatu bentuk variasi fonologis penutur.
Kebanyakan dari mereka membaca teks bahasa Jawa seperti cara membaca teks
bahasa Indonesia. Padahal variasi bunyi bahasa Jawa dan bahasa Indonesia
sangatlah jauh. Namun demikian, kita patut bangga terhadap antusiasme orang
non Jawa yang berkemauan berbahasa Jawa. Hal tersebut secara tidak langsung
telah mengangkat citra bahasa Jawa di mata nasional, khususnya warga Jakarta.

Disadari atau tidak, oarng Jawa sudah tersebar dimanapun, baik di Indonesia
maupun di luar negri sekalipun.
Penelitian terhadap mahasiswa yang berasal dari Jakarta juga dapat
memberikan gambaran kepada kita mengenai karakteristik kepribadian mereka.
Melalui cara mereka melafalkan kosakata berbahasa Jawa sangatlah terlihat
apabila diantara mereka merupakan orang-orang yang manja. Suara mereka
terdengar lembut karena mereka jarang mendapat bentakan maupun perkataan
kasar dari orang tua dan keluarganya. Ia cenderung individual. Hal tersebut
dapat dilihat ketika ia mengucapkan kosakata bahasa Jawa dengan kurang
cermat, sehingga hasil ucapan merekapun terdengar lucu.
Berdasarkan hasil wawancara 30 kosakata dalam bahasa Jawa dari 3
mahasiswa Sastra Arab asal Jakarta ditemukan beberapa perbedaan berikut.
1. Mahasiswa sastra Arab asal Jakarta kesulitan mengucapkan variasi bunyi
vokal e.
2. Mahasiswa sastra Arab asal Jakarta tidak bisa membedakan antara bunyi
konsonan d dan dh.
3. Mahasiswa sastra Arab asal Jakarta tidak bisa membedakan antara bunyi t
dan th.
4. Tidak ada perbedaan bunyi pelafalan dari ketiga informan, mulai dari cara
membaca dan mengeja kosakata hampir sama.
VIII. Kesimpulan
Bahasa adalah alat komunikasi terpenting bagi manusia. Keberadaan
bahasa digunakan manusia dalam berbagai macam keadaan. Bahasa Jawa pada
khususnya digunakan di lingkungan Jawa, namun seiring berjalannya waktu dan
penyebaran masyarakat Jawa, kini Bahasa Jawa telah membumi dimana-mana.
Terlebih bagi mahasiswa sastra Arab sendiri. Walaupun mereka berasal dari
Jakarta, tetapi mereka menyukai bahasa Jawa. Namu, presentase mereka dalam
berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa relatif kurang. Mereka lebih suka
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi setiap hari. Hal itulah
yang menyebabkan mereka kesulitan dalam berbahasa Jawa. Hasil penelitian
yang sangat terlihat yaitu ketika mahasiswa yang berasal dari Jakarta tersebut
mengucapkan konsonan t dan th, d dan dh. Ketika mereka mengucapkan
kosakata yang memakai konsonan tersebut, hasil pengucapannya sama dan tidak
terlihat perbedaannya. Hal itulah yang menjadikan pengucapan berbahasa Jawa
mereka terdengar lucu dan aneh.

IX.

Daftar Pustaka

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineke Cipta.
Kridalaksana, Harimurti dkk. 2001. Wiwara Pengantar Bahasa dan
Kebudayaan Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soeparno. 2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya.
Subana dan Sudrajat. 2011. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV
Pustaka Setia, Cetakan ke-4.
Sutardjo, Imam. 2013. Budaya Jawa. Surakarta: Bukutujju.
Zulaeha, Ida. 2010. Dialektologi “Dialek Geografi dan Dialek Sosial”.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lampiran

1. Tabel hasil wawancara 30 kosakata (Kridalaksana, dkk. 2001: xx) dalam
bahasa Jawa dari 3 mahasiswa Sastra Arab asal Jakarta.

Memanjat
para
lain
longgar

Informan
1
menεk
para
sejε
logro

Informan
2
Menεk
Para
Sejε
Logro

Informan
3
menεk
para
s∂jε
logro

5 dudul

memencet

dᴜdᴜl

Dudul

dhudhul

6 puthu
7 sada

jenis kue
sapu lidi

putu
sada

putu?
Sada

putᴜ
sada

batuk
pergi
ludes
batu
tujuan
hijau

watᴜk
luŋ ‫ﬤ‬n
dh ‫ﬤ‬dh ‫ﬤ‬l
watu
paran
ijo

watᴜ?
luŋa?
dh ‫ﬤ‬dh ‫ﬤ‬l
Watu
Paran
Ijo

watᴜk
luŋo
dhadhal
watu
paran
ijo

14 kutuk
15 Selé
16 lobok

anak ayam
selai
longgar

kutᴜk
selé
lobok

kuthᴜk
Selé
Lobok

kutuk
selé
lobok

17 kluthuk
18 sabda
19 pitik

jenis pisang
perkataan nasehat
ayam

klutᴜk
sabda
pitIk

kluthᴜk
Sabdha
pItIk

kluthᴜk
sabda
pItIk

20 wadul
21 tegel

mengadu
tega

wadᴜl
t∂gel

wadᴜl
t∂gεl

wadᴜl
t∂g∂l

22 putu
23 jemèk
24 Ijon

cucu
lembek
kehijauan

pᴜtᴜ
j∂m∂k
ij ‫ﬤ‬n

pᴜtᴜ
j∂m∂k
ij ‫ﬤ‬n

pᴜtᴜ
j∂m∂k
ij ‫ﬤ‬n

25 wadhuk
26 pithing

waduk
pelukan erat

wadᴜk
pitIŋ

wadᴜk
pitIŋ

waduk
pItIŋ

27
28
29
30

menggali
keramik
berjualan
bepergian

dudᴜk
tεgεl
d ‫ﬤ‬d ‫ﬤ‬l
luŋan

dᴜdᴜk
t∂gεl
d ‫ﬤ‬d ‫ﬤ‬l
Luŋan

dᴜdᴜk
t∂gεl
d ‫ﬤ‬d ‫ﬤ‬l
luŋan

No.
1
2
3
4

8
9
10
11
12
13

Bahasa
Jawa
mènèk
para
Sèjè
logro

watuk
lunga
dhadhal
watu
paran
Ijo

dhudhuk
tègel
dodol
lungan

2. Biodata informan

Gloss

Informan 1
Nama Lengkap
Umur
Jenis Kelamin
Alamat di Jakarta

: Miranti Kencana Wirawan
: 22 th
: Perempuan
: Meruya Udik, Komplek Unilever Blok A6 No. 14,
Kembangan, Meruya Selatan, Jakarta Barat
Waktu wawancara : 4 Juni 2014
Tempat wawancara : di bawah pohon beringin sampimg gedung 4 FSSR
Keterangan
: Informan merupakan kakak tingkat peneliti

Informan 2
Nama Lengkap
Umur
Jenis Kelamin
Alamat di Jakarta

: Indah Dianisya
: 19 th
: Perempuan
: Komplek Bukit Cengkeh 2 Blok B6 No. 15,
Cimanggis, Depok, Jawa Barat
Waktu wawancara : 4 Juni 2014
Tempat wawancara : di depan ruang 204 gedung 4 FSSR
Keterangan
: Informan merupakan teman seangkatan peneliti
Informan 3
Nama Lengkap
: Nadya Pramitha Kirana Putri
Umur
: 21 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat di Jakarta : Jl. Gelatik C-29 Perum Galaxy, Bekasi Selatan
Waktu wawancara : 4 Juni 2014
Tempat wawancara : di ruang 203 gedung 4 FSSR
Keterangan
: Informan merupakan teman seangkatan peneliti