Diare diseminta Akut Dan Kronik

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DIARE (AKUT DAN KRONIS)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
1.
2.
3.
4.
5.

Deni Estu Utami
Desi Mustikasari
Della Octavia
Diyan Malasari
Dwi Prabandari

(13013)
(13014)
(13064)
(13018)

(13019)

Dosen Pembimbing : Nunuk Rekyan P, S. Kep.

AKPER INSAN HUSADA SURAKARTA
2014

A. DEFINISI
1. Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
“diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuen (Yatsuyanagi, 2002).
2. Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010).
3. Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
4. Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit

yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada
3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
5. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari
4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya
lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004)
B. KLASIFIKASI
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi :
1. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai

dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
2. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan

lain-lain.
C. ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut :
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
1. Infeksi


Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)



Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)



Parasit




Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
Sparidium)



Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)

2. Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3. Alergi: alergi makanan
4. Keracunan :


Keracunan bahan-bahan kimia



Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
a. Jazad renik, Algae

b. Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran

5. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids, dll
6. Sebab-sebab lain: faktor lingkungan dan perilaku, psikologi: rasa takut dan cemas

D. PATOFISOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup
sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang
tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa : (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit
Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah dan
mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi

sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam
saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi
lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap
usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga
tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk :
 Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
 Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu

 Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek

waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit
dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari diare,
maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa :
a.Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat
absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam
dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri
mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik
tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi
absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat
menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison
atau pada Jejunitis.
b.Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus

makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal.
Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini
terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun

waktu lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang
berperanan penting dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis
dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh
lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,
pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare.
Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin
staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif o1eh
Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan
antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus
merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
c.Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi

kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan
gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai
malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini
laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang
di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam
organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom
karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen
kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang
lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase
dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal
tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan

tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam
air.
E. PATHWAY


F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suriadi (2001), manifestasi klinis diare yaitu :
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Kram perut
3. Demam
4. Mual
5. Muntah
6. Kembung
7. Anoreksia
8. Lemah
9. Pucat
10. Urin output menurun (oliguria, anuria)
11. Turgor kulit menurun sampai jelek
12. Ubun-ubun / fontanela cekung
13. Kelopak mata cekung
14. Membran mukosa kering
G. KOMPLIKASI
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) dan SPM Kesehatan Anak RSUD Wates
(2001), Komplikasi Diare yaitu :
1. Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic

2. Syok
3. Kejang
4. Sepsis
5. Gagal Ginjal Akut
6. Ileus Paralitik
7. Malnutrisi
8. Gangguan tumbuh kembang

H. PEMERIKSAAN PENUJANG
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes)
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti
Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah
mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
b. Volume Feses
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi
sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian
perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h
menunjukkan proses malabsorbstif.
d. Lemak Feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak
feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika
pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam
biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
e. Osmolalitas Feses
Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori.
Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal
adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya 105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan
bakteri.
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu :
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :

Keadaan umum

Diare tanpa
dehidrasi

Diare dehidrasi
Ringan/Sedang

Diare dehidrasi
berat

Baik

Gelisah, rewel

Lesu, lunglai, atau

Mata
Rasa haus

Normal
Normal, minum
biasa
Kembali cepat

Turgor kulit

Cekung
Haus, ingin minm
banyak
Kembali lambat

tidak sadar
Cekung
Tidak bisa minum
atau malas minum
Kembali sangat
lambat (lebih dari
2 detik)

a. Diare tanpa dehidrasi
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :


Umur < 1 tahun

: ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret



Umur 1 – 4 tahun

: ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret



Umur diatas 5 Tahun

: 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk
di infus.

2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta
menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003).
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap
diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
 Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
 Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.
3. Pemberian ASI / Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah

berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan/minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari
Penatalaksanaan diare didasarkan dan ditujukan untuk mengembalikan cairan dan
elektrolit serta menurunkan jumlah, volume dan frkuensi feces cair.
1. Rehidrasi


Oral Rehidrasi (pada diare ringan)
Cairan Oral yang mengandung glokose dan elektrolit (ex : Gatorade,
pedialite)
Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti oralit,
pedyalit setiap kali diare.
Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)



Parental Rehidrasi (diare berat)
Cairan parental yang mengandung elektrolit, vitamin, dan nutrisi.
Cairan I : RL dan NS
Cairan II : D5 ¼ salin, nabic. KCL

D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia >
3 bulan.
2. Antidiare


Antikolinergik (loperamide /Imopdium) untuk menurunkan motilitas
pada gastrointestinal.



Antiskresi (Sandostatin) untuk menurunkan sekresi intestinal



Narkotik (Donnagel –PG) untuk menurunkan menurunkan stimulasi
CNS motilitas dan sekresi pada saluran pencernaan.



Demulcent (Bismuth Subsalicylate) untuk melapisi dan melindungi
membran mucosa.
Agen antiperistaltik tidak diberikan pada pasien yang mengalami

infeksius syndrome diare. Pemberian obat antidiare tidak boleh diberikan
jangka panjang.
3. Antibiotik (sesuai bakteri infeksius)
ex : Clindamycin (cleosin) untuk infeksi karena infeksi bakteri Clostridium
Difficile, Vancomycin (Metronidasol) dapat digdiberikan pada infeksi
bakteri Clostridium Difficile.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIARE

A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
a. Riwayat Kresehatan Lalu


Adanya riwayat infeksi



Adanya riwauyat malabsorbsi



Adanya riwayat peradangan pada saluran pencernaan



Adanya riwayat iritabel bowel syndrome



Adanya riwayat penggunaan obat-obatan (antibiotik, digitalis, antidiare



Adanya riwayat pembedahan pada saluran pencernaan, radiasi.

b. Pola Kesehatan Fungsional
1) Pola persepsi kesehatan


Penggunaan obat laxative yang kronis



Kelemahan

2) Pola nutrisi – metabolic


Anorexia



Nausea



Vomitus



Penurunan BB



Haus

3) Pola Eliminasi


Peningkatan frekuensi, dan volume feces



Perubahan warna dan karakteristik feces



Kembung



Penurunan pengeluaran urine.

4) Pola kognitif


Nyeri abdomen



Tenesmus

2. Data Obyektif
a. General


Letargi



Demam



Malnutrisi

b. Sistem Integumen


Pucat



Membran mukosa kering



Turgor kulit jelek



Iritasi perianal

c. Sistem Gastrointestinal


Perubahan warna feces



Distensi Abdomen



Peningkatan Bising usus



Adanya pus, darah, mucuc datau lemak dalam feces

d. Sistem Urinari


Penerunan output urine, konsentrasi urine

e. Data Penunjang


Anemia



Leukositosis



Hipoalbuminemia



Cultur Feces (+), Feces berlemak



Pemeriksaan sigmoidoscopy atau colonoscopic ditemukan abnormal
pada sistem gastrointestinal bagian bawah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang tidak adekuat
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi sekunder terhadap infeksi
usus.
C. INTERVENSI
DIAGNOSA
1. Kekurang
an
volume
cairan
berhubun
gan
dengan
output
berlebih.

TUJUAN
Terpenuhinya
kebutuhan
cairan elektrolit
dalam tubuh
setelah
dilakukan
tindakan 2 x 24
jam dengan
kriteria hasil:
- Input dan
output
cairan
elektrolit
seimbang.
- Menunjukka
n membran
mukosa
lembab dan
turgor
jaringan
normal.

2. Gangguan
nutrisi
kurang
dari
kebutuha
n tubuh
berhubun
gan
dengan
intake
makanan
yang
tidak

Terpenuhinya
kebutuhan
nutrisi dalam
tubuh setelah
dilakukan
tindakan selama
2 x 24 jam
dengan kriteria
hasil:
- orang
mengerti
jenis
makanan

INTERVENSI
a) Monitor tetesan
infus/jam.
b) Anjurkan ibu
untuk tetap
memberikan
ASI.
c) Anjurkan orang
tua untuk
memberikan
oralit sedikitsedikit tapi
sering.
d) Ajarkan orang
tua cara
membuat LGG
(Larutan Gula
Garam).
e) Anjurkan banyak
minum air putih.
f) Kolaborasi
dengan tim
medis untuk
memasang infus
kristaloid (RL).
a) Monitor BB
b) Temani
pasien/anak
saat makan.
c) Beri PenKes
tentang
pentingnya
nutrisi bagi
anak diare.
d) Anjurkan
orangtua
untuk tidak
memberikan

RASIONAL
a) Memantau
input cairan
yang masuk
dalam tubuh.
b) Zat-zat yang
terkandungan
dalam ASI
sangat baik
untuk bayi.
c) Untuk
mengurangi
defekasi yang
berlebih.
d) Memenuhi
kebutuhan
elektrolit
tubuh.
e) Menggantikan
cairan yang
terbuang.
f) Memenuhi
kebutuhan
cairan elektrolit
dalam tubuh.
a) Memantau
peningkatan
kebutuhan
nutisi dalam
tubuh.
b) Memantau
seberapa
banyak
makanan yang
masuk.
c) Memberikan
pengetahuan
pada orang

adekuat.
-

-

3. Gangguan
rasa
nyaman
berhubun
ga
dengan
hipertermi

bagi anak
diare.
Nafsu
makan
meningkat.
Pasien
menghabisk
an 1 porsi
makan
rumah
sakit.
Berat badan
kembali
normal.

Rasa nyaman
kembali
terpenuhi
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
dengan kriteria
hasil:
- Suhu tubuh
pasien
turun
nomal. (36370C)
- Pasien
mengataka
n dirinya
sudah
merasa
nyaman

makanan
tinggi serat.
e) Kolaborasi
dengan tim
gizi dalam
pemberian
makanan
rendah
serat.

tua,makanan
yang harus
dikomsumsi
anak diare.
d) Usus tidak
dapat
menyerap
makanan yang
berserat
e) Memenuhi
asupan gizi
dalam tubuh.

a) Monitor suhu
tubuh pasien.
b) Ganti pakaian
pasien jika
basah.
c) Lakukan
kompres hangat.
d) Anjurkan
orangtua untuk
memberikan
pakaian longgar/
tipis.
e) Anjurkan
orangtua untuk
tidak
memberikan
selimut tebal.
f) Kolaborasi
dengan tim
medis untuk
pemberian
antipiretik
(paracetamol).

a) Memantau suhu
tubuh pasien.
b) Memberikn
kenyamanan.
c) Membuka pori
untuk melancarkan
sekresi keringat.
d) Memberikan
respirasi pada kulit.
e) Sirkulasi udara.
f) Menurunkan panas.

DAFTAR PUSTAKA
1. AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org
2. Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in
tribal preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and
Perinatal Epidemiology, No. 22, 40–46.
3. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008.
Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
4. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
6. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
7. Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu
Keperawatan komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
8. Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak: Infeksi dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
9. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
10. Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
11. LAPORAN PENDAHULUAN DIARE. Diakses pada
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluandiare.html#.VDN6qWeL3Mw