Pertanian untuk Masa Depan Kita

Pertanian untuk Masa Depan Kita
Ferisman Tindaon
Indonesia adalah negara pertanian dengan lahan yang begitu luas sehingga dijuluki negara
agraris. Namun siapa sangka, di negara agraris ini banyak mengalami berbagai
permasalahan. Salah satu diantaranya bahwa dalam beberapa tahun ini minat calon
mahasiswa masuk ke pendidikan pertanian terasa agak menurun.
Mungkin banyak hal yang dapat kita anggap sebagai penyebabnya. Misalnya saat ini pola
berpikir generasi muda untuk melihat ke masa depan yang cerah dengan cara yang menurut
mereka paling mudah dan praktis sehingga terpaku untuk mencari pekerjaan yang bagi
mereka sangat menjanjikan. Dalam meneruskan sekolah atau kuliahpun, mereka akan selalu
memprioritaskan masuk ke perguruan tinggi khususnya di fakultas yang benar-benar
menjamin masa depan mereka.

Fakultas pertanian kadangkala dianggap segala sesuatu yang berkaitan dengan rakyat kecil,
lumpur, kotor, jauh dari teknologi dan gaji yang rendah. Cara pandang yang demikian
lemahnya karena faktor pengaruh teknologi di era globalisasi ini dan hal ini perlu kita rubah,
meskipun tidak semua generasi muda memiliki cara pandang demikian.
Justru dalam tiga tahun terakhir permintaan tenaga kerja terus meningkat tajam ditandai
dengan meningkatnya animo calon mahasiswa memasuki Fakultas Pertanian. Memang cara
pandang yang menyatakan paradigma perguruan tinggi (universitas) harus mampu
menghasilkan tenaga siap kerja tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Akan tetapi alumni

perguruan tinggi yang dihasilkan adalah personel-personel yang siap untuk dididik kembali
sesuai dengan bidang kerja yang ditekuninya. Sebagai contoh dari 700 alumni fakultas
pertanian universitas negeri tertentu diketahui bahwa yang bekerja di bidang pertanian hanya
25,9 persen dan sisanya tersebar di bidang lain seperti BUMN dan perbankan 15,3 persen dan
swasta non perbankan 12,1 persen (Soekartawi, 2008). Oleh karenanya dunia pertanian
sangat prospektif dimana harus mencakup pembangunan dari sektor hulu dan hilir sehingga
diperoleh nilai tambah (value added) untuk memenuhi permintaan dunia akan kebutuhan
pangan maupun non pangan. Sebagai contoh pada tahun 2005 Indonesia menghasilkan 26,3
juta ton palm oil dengan kebutuhan tenaga kerja 3,5 juta orang maka pada tahun 2020
khusus untuk potensi sawit saja di Indonesia diprediksi produksi ini akan menjadi 55 juta ton
dengan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 7,2 juta orang, dimana sebagian besar tenaga kerja
yang diperlukan merupakan lulusan pendidikan pertanian. Sementara itu yang menjadi faktor
penentu kesuksesan di dunia kerja khususnya adalah alumni Fakultas Pertanian yang dibekali
soft skill seperti mampu mebuat perencanaan, bekerja keras, rasa percaya diri, mampu
berfikir analitis serta kemampuan untuk berorganisasi.
Beberapa Kebijakan Pemerintah yang mendukung:
Kebijakan pemerintah saat ini dirasa sudah cukup baik akan tetapi beberapa strategi penting
perlu dilakukan pemerintah misalnya adanya keberpihakan pada bidang pertanian, integrasi
hulu-hilir dimana mulai dari sarana produksi pertanian, kegiatan on farm, off farm dan
distribusi produk dilakukan secara terpadu serta kebijakan harus diarahkan pada bidang dan

komoditi yang tepat (Suhardiyanto, 2009). Pertanian dengan dimensinya yang luas seperti
dimensi ketersediaan pangan, tenaga kerja dan lingkungan yang lebih ramah seperti
keseimbangan ekologi dan ekowisata, menjadi sangat krusial bagi negara kita. Indonesia kaya

akan sumber daya dari Sabang sampai ke Merauke memerlukan sebuah pencitraan yang
masif untuk meningkatkan minat di bidang pertanian
Dekan FP UHN Kursus Internasional di Berlin

Bertemu Dekan-Dekan Pertanian se Asia Tenggara
Dekan Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan, Dr. Ir. Ferisman Tindaon
MSc, telah mengikuti The International Dean’s Course (IDC) South East Asia, di Jerman,
pada tanggal 18 – 30 Juni 2012. Kursus ini diselenggarakan oleh Deutsche Akademischer
Austausch Dienst (DAAD) atau German Academic Exchange Service Berlin, Alexander van
Humboldt Foundation yang bekerjasama dengan Forum Rektor Universitas di Jerman
(German Rectors’ Conference = HRK), Pusat Pengembangan Pendidikan Tinggi (Centre for
Higher Education =CHE) Jerman dan University of Applied Sciences Osnabrueck serta Frei
Universitaet Berlin. Demikian ungkap Ferisman Tindaon kepada Sumut Pos, Senin (2/7).
Lebih lanjut Ferisman Tindaon mengutarakan, kursus ini diselenggarakan dengan tujuan
untuk memberikan pencerahan tentang manajemen dan kepemimpinan serta pengelolaan
fakultas di tengah perubahan-perubahan yang terjadi. Seperti globalisasi, desentralisasi dan

otonomi yang saat ini menjadi tren bukan hanya di Indonesia, tapi hampir di seluruh dunia.
Kursus diikuti oleh 32 peserta yang merupakan para dekan, pembantu dekan dan berasal dari
perguruan tinggi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Myanmar. Selain
peserta dari Universitas HKBP Nommensen Medan, perguruan tinggi dari Indonesia yang
juga hadir sebagai peserta berasal dari, ITB, UGM, UNDIP, UNSRI, UNSYIAH, UNTAN,
UIN Riau dan Ma Chung University Malang .
Ke 32 Dekan-dekan dari Asia Tenggara peserta International Dean Course (IDC) ini
disambut oleh Wakil Presiden Universitas Osnabrueck Prof Dr Peter Seifert pada hari Senin
18 Juni 2012 sedangkan pada malamnya disambut oleh Walikota Burkhard Jasper di balai
kota Osnabrück . ”Bahwa jumlah mahasiswa akan terus meningkat di seluruh dunia. Adanya
kemajuan teknologi dan internasionalisasi berperan penting dalam memastikan bahwa
universitas harus mencari cara baru untuk pengembangannya. IDC adalah kesempatan kami
untuk berbagi strategi-strategi baru untuk mengelola dan mengembangkan universitas yang
berhasil dan mapan,” kata Prof Dr Peter Seifert, Wakil Presiden University of Osnabrueck
pada upacara pembukaan resmi IDC ini. Oleh karena itu, Seifert menambahkan: “Kami ingin
membangun jembatan antara universitas Asia dan Jerman melalui program ini.
Jembatan ini akan mengarah pada upaya saling pengertian dan mempromosikan pertukaran
informasi secara kontinyu antar universitas.” Sedangkan Prof Dr Peter Mayer dari
penyelenggara IDC , mengatakan: “Para dekan dekan fakultas jarang sekali dibekali tugas
dan tanggung jawab yang sistematis sebagai persyaratan sebelumnya. Oleh karenanya disini

kita ingin memulai dengan Kursus Dekan Internasional dan menyampaikan kompetensi kunci
yang harus dimiliki dan dibutuhkan saat ini untuk memimpin perguruan tinggi yang
sukses.” Sejak tahun 2007, IDC adalah forum yang mapan sebagai jaringan antar dekan dari
Jerman, Asia dan Afrika. Para pembuat keputusan dan akademisi akan bertukar ide tentang
perubahan lanskap pendidikan internasional dan proses-proses perubahan yang terjadi di
negara asal mereka.
Program ini menawarkan beberapa modul pada topik seperti kualitas dan manajemen
keuangan, dan memberikan keterampilan kepemimpinan berupa “soft skills” . Selain bagian

teoritis yang diperoleh di kampus Caprivi University of Applied Sciences Osnabrueck dari
tanggal 18 Juni hingga tanggal 23 Juni 2012, para peserta IDC juga memperdalam
pengetahuannya dalam bentuk lokakarya tanggal 24 juni hingga 30 Juni di Freie Universitaet
di Berlin ibukota Jerman.
Materi kursus yang diberikan terdiri dari Higher Education Systems in Germany and South
East Asia, Changing Nature in University Governance, Strategic Faculty Management,
Financial Management, Soft Skill Workshop, Leadership, Quality Assurance dan Quality
Management. Menurut Ferisman Tindaon, kursus ini dirasakan sangat bermanfaat karena
memberikan bekal bagaimana seharusnya pengelolaan suatu fakultas. Kursus semacam ini
selayaknya diikuti oleh dekan, pembantu dekan, dan ketua jurusan segera setelah dilantik
pada jabatannya. Sebuah hal yang belum menjadi tradisi di Universitas HKBP Nommensen

Medan demikian ungkap Tindaon. (*)