Penentuan Pusat Pertumbuhan Baru Berdasa

Critical Review
PENENTUAN PUSAT PERTUMBUHAN BARU BERDASARKAN
POTENSI DAN DAYA SAING WILAYAH
Analisis Potensi dan Daya Saing Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan Satuan
Wilayah Pengembangan (SWP) Kabupaten Malang
(Sutikno dan Maryunani, 2007)
Oleh:
Dwi Agustina Wantika Sari
3611100011
Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang penting dalam melakukan
analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan
pendapatan masyarakat pada periode tertentu (Sukirno, 2006).
Adanya pembangunan nasional yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi terlihat
masih timpang antara daerah satu dengan daerah lainnya, terutama di Indonesia. Hal tersebut
terlihat jelas apabila membandingkan pertumbuhan ekonomi antara kabupaten dan kota,
dimana kondisi ekonomi kota lebih berkembang dibandingkan dengan kabupaten. Salah satu
indikator yang dapat digunakan untuk melihat perbedaan pertumbuhan ekonomi antar
wilayah yaitu tingkat kemiskinan dan besar PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Apabila
dikaji keduanya maka akan terlihat kesenjangan di wilayah tersebut. Namun apabila dikaji

dari sisi kebijakan ternyata pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah dikarenakan oleh
kebijakan pembangunan dari pemerintah yaitu adanya pembentukan daerah-daerah nodal.
Menurut Soepono (1999), daerah nodal adalah areal-areal yang strukturalnya terdiri
atas areal inti dengan areal sekitarnya yang melengkapi. Daerah nodal akan menjadikan kota
sebagai pusat pertumbuhan terutama pusat kegiatan ekonomi. Sedangkan kabupaten atau
wilayah di sekitar kota hanya sebagai daerah pendukung, akibatnya kegiatan ekonomi hanya
terkonsentrasi di kota. Contoh dari daerah nodal yaitu kawasan Gerbangkertosusila yang
menjadikan Surabaya sebagai pusat kegiatan ekonominya.
Terciptanya daerah nodal tidak hanya terjadi pada wilayah propinsi, tetapi juga pada
wilayah kabupaten/kota dan umumnya terjadi pada kabupaten-kabupaten yang mempunyai
wilayah yang luas. Kabupaten yang mempunyai wilayah yang luas biasanya membagi dua
wilayah secara administratif, yaitu wilayah kotamadya dan wilayah kabupaten, dan umumnya

Ekonomi Wilayah

1

pusat kegiatan ekonomi terjadi di daerah kota. Daerah nodal terbentuk dengan harapan kota
akan mendorong pertumbuhan di kabupaten atau wilayah di sekitarnya dan terciptanya
pemerataan pertumbuhan ekonomi, namun yang terjadi justru sebaliknya sehingga yang

terlihat adalah kesenjangan antara kedua wilayah tersebut.
Menurut teori John M. Keynes, melihat kondisi demikian perlunya peran pemerintah
dalam perekonomian wilayah tidak sepenuhnya betul. Namun apabila tidak ada peran
pemerintah seperti pada teori Klasik dan teori Neoklasik dimana kondisi perekonomian
diatur oleh kekuatan pasar justru akan membuat ketimpangan pertumbuhan antar wilayah
semakin besar. Oleh karena itu hal yang seharusnya dilakukan dalam mencapai keseimbangan
pertumbuhan wilayah yaitu tetap melibatkan campur tangan dari pemerintah. Akan tetapi
campur tangan ini harus menitikberatkan pada kebijakan-kebijakan yang dapat mengontrol
pertumbuhan ekonomi antara wilayah satu dengan lainnya guna mencapai pertumbuhan
ekonomi wilayah yang merata.
Salah satu kebijakan pemerintah untuk mewujudkan keseimbangan pertumbuhan
ekonomi antar wilayah yaitu dengan pembentukan pusat pertumbuhan baru di daerahdaerah pendukung atau wilayah sekitar kota. Kebijakan ini mengupayakan adanya pusat
pertumbuhan di setiap wilayah, dimana setiap wilayah memiliki karakteristik dan potensi
yang berbeda, dan turut berperan dalam munculnya disparitas antar wilayah apabila tidak
direncanakan dengan baik.
Tinjauan Teoritis
Penentuan Pusat Pertumbuhan
Menurut Perroux, pertumbuhan tidak terjadi secara serentak, pertumbuhan itu terjadi
pada titik-titik atau kutub perkembangan dengan intensitas yang berubah-ubah,
perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran dengan efek yang beraneka ragam

terhadap keseluruhan perekonomian (Jayadinata, 1999). Pernyataan Perroux tersebut
menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan saling mempengaruhi secara timbal balik antara
pusat-pusat pertumbuhan dengan daerah pengaruhnya.
Menurut Tarigan (2005), syarat-syarat yang harus dimiliki oleh sebuah konsentrasi
kegiatan ekonomi agar dapat dikatakan sebagai sebuah pusat pertumbuhan, antara lain:
1) Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi.
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada keterkaitan antara
satu sektor dengan sektor lainnya yang apabila satu sektor tumbuh maka sektor
tersebut akan mendorong sektor lainnya karena saling terkait. Jadi kehidupan kota

Ekonomi Wilayah

2

menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan bersinergi untuk
saling mendukung terciptanya pertumbuhan.
2) Adanya efek pengganda (multiplier effect).
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan
efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah yang
produksinya meningkat, akan membuat produksi sektor lain juga meningkat. Hal ini

terjadi karena adanya keterkaitan antar sektor dan akan terjadi beberapa kali putaran
pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan
dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor yang pertama kali
meningkat permintaannya).
3) Adanya konsentrasi geografis.
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan
efisiensi diantara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga menimbulkan daya
tarik (gravitasi) dari kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa
mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan dapat
diperoleh dengan lebih hemat waktu, tenaga, dan biaya. Hal ini membuat kota itu
menarik untuk dikunjungi dan karena volume transaksi yang makin meningkat akan
menciptakan economic of scale sehingga tercipta efisiensi lanjutan.
4) Bersifat mendorong daerah belakangnya.
Hal ini berarti antara kota dan wilayah belakangnya terdapat hubungan yang harmonis.
Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai
kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat
hubungan yang harmonis dengan wilayah belakangnya dan kota itu memiliki tiga
karakteristik seperti yang disebutkan terdahulu, maka kota tersebut akan berfungsi
mendorong ke belakang.
Gambaran Umum Kabupaten Malang

Kabupaten Malang terletak pada wilayah dataran tinggi dan memiliki luas wilayah
sebesar 353.486 ha. Berikut adalah batas administratif dari Kabupaten Malang.


Sebelah utara

: Kabupaten Jombang, Mojokerto, dan Pasuruan



Sebelah selatan : Samudera Indonesia



Sebelah barat

: Kabupaten Blitar dan Kediri




Sebelah timur

: Kabupaten Lumajang dan Probolinggo

Kabupaten Malang memiliki 33 kecamatan yang dikelompokkan menjadi beberapa
SSWP (Sub Satuan Wilayah Pengembangan). Berdasarkan RTRW Kabupaten Malang Tahun
Ekonomi Wilayah

3

2009 semua kecamatan diarahkan menjadi 8 SSWP, yaitu SSWP I Ngantang, SSWP II Lingkar
Kota Malang, SSWP III Lawang, SSWP IV Tumpang, SSWP V Kepanjen, SSWP VI Donomulyo,
SSWP VII Gondanglegi, dan SSWP VIII Dampit. Namun, berdasarkan Perda Kabupaten Malang
Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Kabupaten Malang, SSWP diubah menjadi 6 Wilayah
Pengembangan (WP) yaitu WP I Lingkar Kota Malang, WP II Kepanjen, WP III Ngantang, WP
IV Tumpang, WP V Turen dan Dampit, dan WP VI Sumbermanjing Wetan.

Gambar 1. Wilayah Pengembangan (WP) Kabupaten Malang
Sumber: RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015
Issue Wilayah

Selain tingkat kemiskinan dan besar PDRB, indikator lain yang dapat digunakan untuk
melihat perbedaan pertumbuhan ekonomi antar wilayah yaitu karena perbedaan luas wilayah
dan kelengkapan infrstruktur. Pada umumnya luas wilayah kota relatif terbatas dan memiliki
Ekonomi Wilayah

4

tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kabupaten, sehingga
pelaksanaan pembangunan cakupannya lebih sedikit dan masyarakat kota dapat
menjangkauanya, hal ini juga berlaku untuk kelengkapan infrastruktur. Hal tersebut
tergambar pada kondisi eksisting antara Kabupaten Malang dengan Kota Malang.
Kabupaten Malang dan Kota Malang merupakan salah satu bentuk realisasi dari
kebijakan daerah nodal yang diharapkan Kota Malang sebagai pusat kegiatan ekonomi bisa
mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Malang. Namun kondisi eksisting yang
terjadi justru sebaliknya, tidak ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi di Kota
Malang dan Kabupaten Malang. Hal tersebut terlihat oleh adanya sumber daya pembangunan
baik modal maupun tenaga ahli dari Kabupaten Malang yang semakin terserap ke Kota
Malang. Selain itu adanya perbedaan besaran PDRB dan PAD dalam beberapa tahun terakhir
semakin memperjelas adanya kesenjangan antara kedua wilayah tersebut.
Tabel 1.

PDRB Per Kapita Kabupaten Malang dan Kota Malang Tahun 1993-2000
Tahun
Kabupaten Malang
Kota Malang
1993
1.010.882
2.597.577
1994
1.114.880
2.975.089
1995
1.249.811
3.392.269
1996
1.396.996
3.896.038
1997
1.608.440
4.295.890
1998

2.611.731
6.741.855
1999
2.685.733
9.455.943
2000
3.080.197
7.914.313
Sumber: BPS dan Jurnal
Tabel 2.
PAD Kabupaten Malang dan Kota Malang Tahun 1998-2002
Tahun
Kabupaten Malang
Kota Malang
1998
14,27
18,72
1999
17,71
17,99

2000
13,15
16,54
2001
26,70
27,99
2002
25,68
26,85
Sumber: BPS dan Jurnal
Dalam rangka mewujudkan keseimbangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah
terutama Kabupaten Malang dan Kota Malang yaitu salah satunya dengan pembentukan pusat
pertumbuhan baru di daerah-daerah pendukung atau wilayah sekitar kota (Hirschman,
1958). Selain itu juga penggunaan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan serta
peningkatan kemampuan sumber daya manusia juga merupakan faktor penting untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (Jeffrey G Williamson).

Ekonomi Wilayah

5


Pembentukan pusat pertumbuhan baru haruslah dengan memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan (Tarigan, 2005). Selanjutnya diupayakan agar pusat-pusat tersebut dapat
melakukan investasi dan menciptakan ciri khas wilayahnya. Berdasarkan teori pertumbuhan
tidak seimbang oleh Hirschman dinyatakan bahwa tidak ada wilayah yang memiliki modal
dan sumber daya pembangunan dalam jumlah besar untuk melakukan investasi pada semua
sektor. Oleh karena itu investasi seharusnya dilakukan pada beberapa sektor yang terpilih
agar hasilnya cepat berkembang. Investasi pada sektor terpilih akan menghasilkan peluangpeluang investasi baru.
Didukung pula dengan teori basis ekonomi oleh JS. Mill yang menyatakan bahwa untuk
memecahkan masalah pertumbuhan dan pemerataan wilayah dilakukan dengan adanya
perdagangan antar wilayah dengan mewujudkan spesialisasi wilayah. Artinya lebih
menitikberatkan pada sisi permintaan dari wilayah lain terhadap suatu komoditas yang
dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan. Keterkaitan ekonomi antara dua wilayah yaitu
pengekspor dan pengimpor ini dilakukan melalui sektor basis. Sektor basis yang dimaksud
adalah sektor yang memproduksi komoditas ekspor atau komoditas unggulan yang dapat
dihasilkan dengan biaya relatif lebih rendah.
Pembentukan

pusat

pertumbuhan

baru

pada

kasus

ini

dilakukan

dengan

pengelompokkan semua kecamatan di Kabupaten Malang menjadi beberapa Wilayah
Pengembangan (WP). Setiap WP diupayakan memiliki pusat kegiatan ekonominya masingmasing agar tidak terjadi aglomerasi kembali. Setiap WP juga akan dikembangkan
berdasarkan potensi dan karakteristik daerahnya masing-masing.
Tinjauan Kritis
Berdasarkan jurnal yang menjadi bahan resensi, pembentukan pusat pertumbuhan
masih dikaji berdasarkan pembagian 8 SSWP dari 33 kecamatan di Kabupaten Malang.
Namun pada bahasan ini akan dicoba untuk mengkaji berdasarkan pembagian 6 WP di
Kabupaten Malang yang telah ditetapkan pada Perda Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun
2010. Penentuan pusat pertumbuhan dan sektor basis pada 6 WP di Kabupaten Malang dapat
dilakukan melalui beberapa analisis, antara lain:
1) Analisis Tipologi Klassen
Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tipologi daerah terutama pola dan
struktur pertumbuhan ekonomi daerah. Manfaat dari analisis ini yaitu dapat membuat
prioritas kebijakan daerah berdasarkan keunggulan sektor, sub sektor, usaha atau
komoditi daerah. Analisis ini dilakukan dengan membagi daerah berdasarkan dua
indikator utama, yaitu oertumbuhan ekonomi daerah (sumbu vertikal) dan pendapatan

Ekonomi Wilayah

6

per kapita daerah (sumbu horizontal). Berikut analisis Tipologi Klassen setiap WP di
Kabupaten Malang.
Tabel 3.
Analisis Tipologi Klassen Setiap WP di Kabupaten Malang
Pertumbuhan Ekonomi
Pendapatan
WP
(%)
per Kapita
I
6,4
1.411.393,5
Lingkar Kota Malang
II
6,2
1.117.218,1
Kepanjen
III
6,0
1.044.154,3
Ngantang
IV
5,8
995.989,8
Tumpang
V
5,9
1.007.497,3
Turen dan Dampit
VI
5,8
987.765,6
Sumbermanjing Wetan
Sumber: Data Kabupaten Malang dan Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2010
Tabel 4.
Klasifikasi Tipologi Klassen Setiap WP di Kabupaten Malang
Perdapatan
per Kapita
Tinggi
Rendah
Pertumbuhan
ekonomi
Daerah maju dan cepat tumbuh:
Daerah berkembang cepat:
Tinggi
WP I
WP III
Daerah relatif lamban:
Daerah maju tapi tertekan:
WP IV
Rendah
WP II
WP V
WP VI
Sumber: Data Kabupaten Malang dan Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2010
Keterangan:


WP I
Adalah termasuk daerah maju dan berkembang cepat dan mampu tumbuh karena
adanya aktivitas ekonomi yang cukup baik disebabkan oleh faktor internal (potensi
daerah itu sendiri) maupun eksternal seperti Lingkar Kota Malang yang mendapat
imbas pertumbuhan Kota Malang.



WP II
Adalah daerah maju dengan income per kapita tinggi tetapi pertumbuhan ekonomi
relatif rendah. Hal ini disebabkan potensi ekonomi wilayah ini didominasi oleh
sektor primer yang pada umumnya memiliki produktivitas rendah sehingga

Ekonomi Wilayah

7

pertumbuhan ekonomi rendah. Namun demikian masih memiliki harapan dengan
meningkatkan sektor sekunder dan tersier.


WP III
Adalah termasuk daerah cepat berkembang dengan laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Wilayah ini cepat berkembang karena menjadi poros lalu lintas
pertemuan ketiga kota yaitu Malang Raya, Jombang, dan Kediri. Namun demikian
income per kapita wilayah ini masih rendah.



WP IV, WP V, dan WP VI
Adalah termasuk daerah tertinggal dengan pertumbuhan ekonomi dan income per
kapita rendah yang secara geografi merupakan daerah di bagian timur dan selatan
yang memiliki topografi pegunungan sehingga memerlukan biaya tinggi bagi
pembangunan sarana prasarananya.

2) Analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share (SS)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sektor unggulan dan dilakukan dengan
mengombinasikan hasil perhitungan dari kedua analisis sehingga didapatkan tipe-tipe
sektor unggulan. Berikut potensi pengembangan sub sektor di masing-masing WP di
Kabupaten Malang.


WP I Lingkar Kota Malang
Memiliki potensi sub sektor perdagangan jasa, pertanian, industri, pariwisata, dan
transportasi udara.



WP II Kepanjen
Memiliki potensi sub sektor perdagangan jasa skala kabupaten, pertanian,
peternakan, perikanan darat, industri, pariwisata, kehutanan, dan pariwisata
pilgrim.



WP III Ngantang
Memiliki potensi sub sektor pariwisata, pertanian, peternakan, industri, dan
perikanan air tawar.



WP IV Tumpang
Memiliki potensi sub sektor pariwisata, pertanian, peternakan, perikanan, dan
industri.



WP V Turen dan Dampit
Memiliki potensi sub sektor pertanian, peternakan, perikanan laut, industri,
pariwisata, dan kehutanan.



WP VI Sumbermanjing Wetan

Ekonomi Wilayah

8

Memiliki potensi sub sektor pertanian, perikanan laut, pertambangan, industri,
pariwisata, dan kehutanan.
3) Analisis Scalogram
Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi peranan suatu kecamatan berdasarkan
pada kemampuan kecamatan tersebut dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan pelaku ekonomi. Semakin lengkap pelayanan yang diberikan
menunjukkan bahwa kecamatan tersebut mempunyai tingkatan yang semakin tinggi.
Kemampuan

kecamatan

dalam

memberikan

pelayanan

ditunjukkan

dengan

ketersediaan fasilitas yang dimiliki oleh setiap kecamatan. Fasilitas yang digunakan
dalam analisis ini adalah fasilitas fisik berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan sosial
(pendidikan dan kesehatan). Berikut ini adalah tabel analisis scalogram setiap WP di
Kabupaten Malang.

Ekonomi Wilayah

9

WP

Kecamatan

I

Dau
Karangploso
Lawang
Singosari
Pakisaji
Wagir
Tajinan
Bululawang
Pakis
Kepanjen
Wonosari
Ngajum
Kromengan
Pagak
Sumberpucung
Kalipare
Donomulyo
Gondanglegi
Pagelaran
Ngantang
Pujon
Kasembon
Tumpang
Poncokusumo
Wajak
Jabung

II

III
IV

Ekonomi Wilayah

TK

SD

SMP

26
31
33
62
43
31
28
32
28
43
17
24
23
16
27
40
34
45
26
26
32
32
37
46
37
80

26
25
45
47
35
36
21
23
33
41
31
30
22
29
32
43
44
23
23
31
32
19
33
39
38
33

3
4
6
6
2
2
2
3
2
6
1
1
1
3
2
3
3
2
1
4
4
3
3
5
3
4

Tabel 5.
Analisis Scalogram Setiap WP di Kabupaten Malang
Jenis Fasilitas
RS
RS
RS
Puskesma
SMA SMK
Bersali
Pemerintah Swasta
s
n
1
4
1
6
1
3
3
2
8
1
2
1
1
9
1
4
5
5
1
1
2
6
1
4
2
1
1
2
1
6
4
4
1
3
1
7
1
5
1
5
8
1
1
7
3
1
1
5
1
5
1
5
1
1
6
7
4
5
10

Toko
71
285
176
62
37
90
29
271
4
55
56
70
74
100
25
149
50
54
5

Industri
62
61
69
131
57
21
16
36
90
109
11
9
21
16
32
14
8
33
16
16
12
4
26
16
21
12

Jumlah
Tipe
Fasilitas

Jumlah
Unit
Fasilitas

6
7
10
10
7
5
6
9
7
11
5
5
7
7
7
6
6
8
5
8
7
6
8
6
6
6

122
199
455
436
204
95
109
194
187
483
64
68
75
127
155
106
167
186
69
184
111
64
256
163
157
89

Jenis Fasilitas
WP

Kecamatan

TK

SD

SMP

SMA

V

SMK

RS
Pemerintah

Turen
46 48
2
1
2
Dampit
48 48
2
1
Tirtoyudo
30 34
4
Ampelgading
30 30
5
Sumbermanjin
VI
33 38
5
1
g Wetan
Bantur
28 50
5
1
Gedangan
29 35
2
1
Sumber: Data Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013

RS
Swasta
1
1

RS
Bersali
n
2
3

Jumlah
Tipe
Fasilitas

Jumlah
Unit
Fasilitas

17

10
9
5
6

361
302
85
104

48

17

7

151

28

19
6

7
6

140
78

Puskesma
s

Toko

Industri

6
8
6
4

192
168
11
18

61
29

9
9
5

Keterangan:






WP I Lingkar Kota Malang yang berorientasi ke Kota Malang dengan pusat di perkotaan Lawang.
WP II Kepanjen dengan pusat di perkotaan Kepanjen.
WP III Ngantang dengan pusat di perkotaan Ngantang.
WP IV Tumpang dengan pusat di perkotaan Tumpang.
WP V Turen dan Dampit dengan pusat di Dampit, pada WP ini tidak memilih Kecamatan Turen sebagai pusat walaupun jumlah unit dan jumlah
tipe fasilitas lebih besar karena kecamatan ini sudah ditetapkan sebagai pusat sosial, sedangkan untuk pusat ekonomi dipilih Kecamatan



Dampit (RTRW Kabupaten Malang).
WP VI Sumbermanjing Wetan dengan pusat di perkotaan Sumbermanjing Wetan.

Ekonomi Wilayah

11

4) Analisis Gravitasi
Analisis ini untuk melihat pola interaksi atau keterkaitan dan daya saing antar daerah
atau antar bagian wilayah dengan wilayah lainnya misal satu pusat pertumbuhan
dengan pusat pertumbuhan lainnya. Dalam hal ini daerah dianggap sebagai suatu
massa, hubungan antar daerah dipersamakan dengan hubungan antar massa. Massa
wilayah mempunyai daya tarik sehingga terjadi saling mempengaruhi antar daerah
sebagi perwujudan kekuatan tarik menarik antar daerah (Suhardi, 2004).
Manfaat dari analisis ini yaitu dapat membuat perencanaan-perencanaan untuk
mengantisipasi keadaan yang terjadi di masa datang meliputi penyediaan fasilitas
umum, sarana transportasi, perumahan, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Analisis
ini dilakukan dengan mengaitkan pusat-pusat pertumbuhan dengan jarak dan jumlah
penduduk yang mempunyai pengaruh besar, karena adanya pergerakan orang untuk
melakukan kegiatan di pusat-pusat tersebut dengan menempuh jarak yang harus
dilalui.
Setiap pusat pertumbuhan di masing-masing WP yang ditentukan memiliki interaksi
atau pengaruh yang kuat terhadap kecamatan-kecamatan yang ada di WPnya masingmasing. Sedangkan untuk mengetahui interaksi setiap pusat pertumbuhan dari semua
WP dalam lingkup kabupaten yaitu dilakukan analisis gravitasi ini, dengan mengaitkan
jarak antar pusat dan jumlah penduduk. Sehingga akan didapatkan pusat pertumbuhan
yang tepat untuk menjadi ibukota dari Kabupaten Malang. Berikut analisis gravitasi
setiap WP di Kabupaten Malang.
Tabel 6.
Jumlah Penduduk dan Fasilitas Setiap WP di Kabupaten Malang
Jumlah Fasilitas
Jumlah Penduduk
No
WP/Pusat
Sosial dan Ekonomi
(jiwa)
(unit)
1
I
829.285
2.001
Lawang
2
II
595.952
1.500
Kepanjen
3
III
151.091
359
Ngantang
4
IV
317.428
665
Tumpang
5
V
342.566
852
Dampit
6
VI
Sumbermanjing
209.896
369
Wetan
Sumber: Data Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013

Ekonomi Wilayah

12

Tabel 7.
Jarak Antar Pusat WP di Kabupaten Malang
Kepanje
Ngantan
Dampi
Lawang
Tumpang
n
g
t
0
36 km
63 km
31 km
53 km
0
63 km
39 km
25 km
0
66 km
79 km
0
30 km
0

WP/Pusat

Lawang
Kepanjen
Ngantang
Tumpang
Dampit
Sumbermanjing
Wetan
Sumber: Data Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013

Sumbermanjin
g Wetan
58 km
35 km
85 km
51 km
35 km
0

a. Perhitungan Interaksi Pusat Berdasarkan Jumlah Penduduk
Interaksi Lawang dan Kepanjen
Jumlah penduduk Lawang (i)

= 829.285

Jumlah penduduk Kepanjen (j)

= 595.952

Jarak (di.j)

= 36 km

Maka interaksinya adalah:

Tij =

829.285 x 595.952
= 381.338.004,9
(36 ) 2

Dan seterusnya untuk semua interaksi.
Interaksi keseluruhan pusat WP berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat pada
tabel berikut.

WP/Pusat
Lawang
Kepanjen
Ngantang
Tumpang

Tabel 8.
Perhitungan Interaksi Keseluruhan Antar Pusat WP
Lawan
Kepanjen Ngantang Tumpang
Dampit
g
381.338.00 31.569.03 273.921.20 101.133.80
0
4
5
6
0
24.362.27 124.373.34 326.644.62
0
9
0
8
0
11.010.219
8.293.324
120.822.26
0
6
0

Dampit
Sumbermanji
ng Wetan
Sumber: Analisis, 2015

Ekonomi Wilayah

Sumbermanji
ng Wetan
51.743.045
102.112.604
4.389.397
25.615.866
58.696.516
0

13

Gambar 2. Interaksi Antar Pusat WP Berdasarkan Jumlah Penduduk
Sumber: RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015 dan Analisis, 2015
b. Perhitungan Interaksi Pusat Berdasarkan Jumlah Fasilitas Sosial dan Ekonomi
Interaksi Lawang dan Kepanjen
Jumlah penduduk Lawang (i)

= 2.001

Jumlah penduduk Kepanjen (j)

= 1.500

Jarak (di.j)

= 36 km

Maka interaksinya adalah:

Tij =

2.001 x 1.500
(36 ) 2

= 2.315,972

Dan seterusnya untuk semua interaksi.
Interaksi keseluruhan pusat WP berdasarkan jumlah fasilitas sosialdan ekonomi
dapat dilihat pada tabel berikut.

Ekonomi Wilayah

14

WP/Pusat
Lawang
Kepanjen
Ngantang
Tumpang

Tabel 9.
Perhitungan Interaksi Keseluruhan Antar Pusat WP
Kepanje
Ngantan
Lawang
Tumpang Dampit
n
g
606,92
0
2.315,972
180,992 1.384,667
4
0
135,676
655,818 2.044,8
0
54,806
49,009
629,53
0
3
0

Sumbermanjin
g Wetan

Dampit
Sumbermanjing
Wetan
Sumber: Analisis, 2015

219,491
451,836
18,335
94,342
256,643
0

Gambar 3. Interaksi Antar Pusat WP Berdasarkan Jumlah Fasilitas
Sumber: RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015 dan Analisis, 2015
Keterangan:
Berdasarkan kedua interaksi tersebut dapat dilihat bahwa interaksi yang paling kuat
adalah WP I dan WP II. WP I Lingkar Kota Malang merupakan daerah maju, berkembang
Ekonomi Wilayah

15

pesat, dan mampu bersaing. WP I ini dapat ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten
Malang melihat interaksinya yang kuat, namun WP ini berkembang karena berorientasi
ke Kota Malang yang sebagian besar mendapat imbas pertumbuhan dari Kota Malang,
meskipun juga ada pengaruh dari faktor internal. Apabila WP I tetap dijadikan sebagai
ibukota, masalah kesenjangan wilayah tidak akan terselesaikan justru akan terjadi
aglomerasi yang berkepanjangan.
Sedangkan WP II Kepanjen merupakan daerah maju dengan income per kapita yang
tinggi. WP II ini tumbuh dikarenakan potensi ekonomi wilayah yang didominasi oleh
sektor primer, sumber daya alam yang ada di wilayah ini telah dimanfaatkan dengan
maksimal. Selain itu juga interaksi WP II dengan WP lainnya cukup kuat walaupun letak
wilayahnya tidak berbatasan langsung dengan Kota Malang. Hal ini sangat mendukung
apabila WP II direncanakan sebagai ibukota Kabupaten Malang karena peluang
terjadinya aglomerasi akan semakin kecil dan kesenjangan wilayah juga akan semakin
kecil.
Kesimpulan
Isu wilayah yang terjadi di Kabupaten Malang dan Kota Malang yaitu adanya
ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya
kebijakan mengenai pembentukan daerah nodal sehingga pusat kegiatan hanya terpusat pada
kota saja, sedangkan aktivitas perekonomian di wilayah pendukungnya kurang berkembang.
Dari permasalahan tersebut dapat direkomendasikan sebuah solusi untuk mengatasi
ketimpangan antar wilayah tersebut yaitu dengan pembentukan pusat pertumbuhan baru.
Dimana pusat pertumbuhan baru tersebut akan ditempatkan pada wilayah pendukung.
Melihat dari studi kasus dalam jurnal, Kabupaten Malang dikelompokkan menjadi beberapa
Wilayah Pengembangan (WP). Setiap WP dikaji untuk mendapatkan pusat kegiatan
ekonominya masing-masing yang kemudian akan dikembangkan berdasarkan potensi dan
karakteristik daerahnya masing-masing.
Lesson Learned
Kondisi tata ruang suatu wilayah akan berbeda dengan kondisi tata ruang yang dimiliki
oleh wilayah lain, baik dari potensi sumber daya alam, ketersediaan infrastruktur
pembangunan, perbedaan fisik dasar, maupun struktur perekonomiannya. Perbedaanperbedaan tersebut akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi dari wilayah yang
bersangkutan. Maka dalam perencanaan pembangunan, baik pembangunan fisik maupun
ekonomi harus direncanakan secara terintegrasi dengan wilayah pendukung atau wilayah di
Ekonomi Wilayah

16

sekitarnya sehingga tidak akan terjadi ketimpangan atau kesenjangan pertumbuhan ekonomi
wilayah antara daerah pusat dan pendukungnya, seperti pada studi kasus yaitu Kabupaten
Malang dan Kota Malang.
Referensi
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2013. Kabupaten Malang Dalam Angka. Provinsi
Jawa Timur.
Pemerintah Kabupaten Malang. 2012. RPJMD Kabupaten Malang Tahun 2010-2015. Provinsi
Jawa Timur.
Riachardson. 1997. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. LPFE Universitas Indonesia. Jakarta.
Robinson T. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.

Ekonomi Wilayah

17