ANALISIS MANAJEMEN RISIKO PEMBANGUNAN SI

ANALISIS MANAJEMEN RISIKO
PEMBANGUNAN SISTEM PERIZINAN ONLINE (e-LICENSING)
DENGAN MENGGUNAKAN METODE HOUSE OF RISK
Fuguh Prasetyo Yudanto
Program Studi Magister Manajemen Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
e-mail: [email protected]
Dosen: DR. Ir. Iwan Krisnadi, MBA.
Abstrak
Sistem perizinan online dibangun untuk menjamin kemudahan dalam memberikan pelayanan publik
secara optimal dan transparan. Sehingga proses perizinan yang semula dilakukan secara manual dan tatap
muka kedepan dapat dilakukan secara online, mandiri, cepat, dan waktu yang lebih fleksibel.
Keberhasilan proyek pembangunan sistem perizinan online tidak lepas dari pengambilan keputusan
berdasarkan analisa dan koreksi terhadap berbagai faktor risiko dari kendala-kendala yang dihadapi
selama pelaksanaan proyek, baik risiko yang sebelumnya sudah diperhitungkan maupun yang belum
terduga selama pelaksanaan proyek, untuk itu dibutuhkan manajemen risiko agar tujuan dari proyek dapat
tercapai. Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam
pelaksanaan proyek, melakukan analisa terhadap risiko yang berpeluang terjadi selama pelaksanaan
proyek, dan menentukan langkah mitigasi yang efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu House of Risk untuk mengidentifikasi risiko proyek,
penyebab risiko, menentukan prioritas dan strategi penanganan. Terdapat 8 kejadian risiko, 21 penyebab

risiko, dan 10 tindakan preventif yang diidentifikasi. Tindakan preventif dilakukan berdasarkan skala
prioritas, sehingga peluang terjadinya risiko dalam proyek dapat diminimalisir.
Kata Kunci: Perizinan Online, Manajemen Risiko, House of Risk (HOR)
1. Pendahuluan
Dalam menyelenggarakan pelayanan publik,
birokrasi merupakan lini terdepan yang
berkaitan langsung dengan dengan pemberian
pelayanan terhadap masyarakat yang merupakan
kewajiban
utama
pemerintah.
Peranan
pemerintah dalam proses pemberian pelayanan
adalah bertindak sebagai katalisator yang
mempercepat proses sesuai dengan apa yang
seharusnya. Oleh karenanya pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat
ditentukan oleh sejauh mana pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dapat terjangkau,
mudah, cepat dan efisien.

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik yang bertujuan untuk
mencapai misi pelayanan publik yaitu
menciptakan pelayanan publik yang prima.
Pelayanan publik yang prima adalah pelayanan
publik dimana proses pelayanan cepat,
pengurusan mudah diakses, dan pelayanan yang
ramah dan bersahabat.
Berdasarkan hal tersebut pelayanan publik
sebagai contoh layanan perizinan yang semula
dilakukan secara manual dengan mengumpulkan
berkas fisik, seiring dengan perkembangan
komputerisasi perlu dilakukan perubahan
menjadi layanan perizinan yang berbasis
teknologi informasi. Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Pos dan Informatika sebagai
1|Page


bagian dari instansi pemerintah yang
memberikan pelayanan dalam hal perizinan
penyelenggaraan telekomunikasi
membuat
sebuah proyek pembangunan Sistem Layanan
Online
Perizinan
Penyelenggaraan
Telekomunikasi (e-Licensing) yaitu sistem
perizinan online untuk perizinan dibidang pos
dan telekomunikasi sebagai bentuk komitmen
kepada masyarakat untuk dapat melakukan
proses perizinan yang transparan. Penggunaan
teknologi aplikasi berbasis web adalah jawaban
untuk lebih mempermudah pelayanan kepada
masyarakat.
Terlepas dari semua perencanaan yang ada,
proses pembangunan sistem perizinan online ini
seringkali terganggu oleh risiko yang muncul

selama proses ini berlangsung. Sehingga
berpengaruh terhadap kinerja waktu dalam
penyelesaian proyek. Hal tersebut merupakan
permasalahan yang harus dicarikan solusinya.
Selain itu, diperlukan langkah analisa risiko
serta bagaimana memitigasi risiko tersebut.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
yaitu mengidentifikasi risiko-risiko yang
mungkin timbul dalam pembangunan sistem
perizinan online tersebut, melakukan analisa
terhadap risiko yang berpeluang terjadi selama
pelaksanaan proyek, dan menentukan langkah
mitigasi yang efektif untuk mengurangi
kemungkinan terjadi risiko.
2. Kajian Pustaka
Proyek didefinisikan sebagai suatu tugas
yang perlu didefinisikan dan terarah ke suatu
sasaran yang dituturkan secara konkrit serta
harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu
dengan menggunakan sumber daya terbatas,

baru, dan rumit sehingga diperlukan suatu jenis
pimpinan dan bentuk kerjasama yang tidak
seperti biasa (A.Koolma dan CJM Van de
Scoot). Sedangkan Manajemen Proyek dapat
didefinisikan
sebagai
penerapan
ilmu
pengetahuan, keahlian, dan keterampilan, cara
teknis yang terbaik dan dengan sumber daya
yang terbatas untuk mencapai sasaran dan tujuan
yang telah ditentukan agar mendapatkan hasil
yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu, dan

waktu, serta keselamatan kerja (Ir. Abrar Husen,
MT, 2009).
Secara umum manajemen proyek terbagi
menjadi lima proses yaitu inisiasi, perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian,
serta penutupan. Sebagai bagian dari proses

manajemen
proyek,
perencanaan
dan
pengendalian yang baik belum menjamin
terwujudnya sasaran dalam proyek. Selalu
terdapat kemungkinan tidak tercapainya suatu
tujuan atau selalu terdapat ketidakpastian atas
keputusan apapun yang diambil, untuk itu
diperlukan kemampuan untuk mengolah dan
mempelajari risiko yang ada.
Menurut PMBOK (Project Management
Institute Body of Knowledge)(2008), Definisi
manajemen risiko adalah merupakan proses
formal dimana faktor-faktor risiko secara
sistematis diidentifikasi, dianalisis, respon, dan
dikendalikan.
Merupakan
suatu
metode

pengelolaan sistematis yang formal yang
berkonsentrasi pada mengidentifikasi dan
mengendalikan area atau kejadian-kejadian yang
berpotensi untuk menyebabkan terjadinya
perubahan yang tidak diinginkan. Di dalam
konteks suatu proyek, merupakan suatu seni dan
iptek dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan
merespon terhadap faktor-faktor risiko yang ada
selama pelaksanaan suatu proyek.
Enam tahapan dalam manajemen risiko meliputi:
a. Perencanaan Manajemen Risiko
b. Identifikasi Risiko
c. Analisa Risiko Kualitatif
d. Analisa Risiko Kuantitatif
e. Perencanaan Respon Risiko
f. Kontrol dan Monitoring Risiko
Adapun tujuan dari manajemen risiko adalah
untuk meningkatkan kinerja proyek dari awal
sampai selesai dengan melakukan identifikasi,
evaluasi, dan control yang berhubungan dengan

risiko proyek.
3. Metodologi Penelitian
Menurut sumardjono (1997:42), Penelitian
merupakan proses penemuan kebenaran yang
dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang
sistematis dan terencana yang dilandasi metode
2|Page

ilmiah. Terdapat pola-pola tertentu yang harus
diikuti dan seluruh kegiatan penelitian
didasarkan pada langkah-langkah yang telah
direncanakan dengan matang sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa
tahapan,
kerangka
berpikir
(penelitian)
sebagaimana terlihat dalam diagram alur sebagai
berikut:


Gambar 1. Diagram Alur Penelitian

Secara garis besar, tahapan penilitian dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu tahap identifikasi awal,
tahap pengumpulan dan pengolahan data, dan
tahap analisa dan kesimpulan.
3.1 Tahap Identifikasi Awal
Pada tahap identifikasi awal meliputi:
a. Mengidentifikasi masalah
b. Merumuskan masalah
c. Menentukan tujuan penelitian

d. Melakukan studi literature sesuai topik
yang diambil

3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan
Data
a. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah data terkait gambaran umum proyek

pembuatan sistem perizinan online dari pemilik
program kerja untuk mengetahui tahapantahapan pelaksanaan proyek, selanjutnya dalam
mengidentifikasi risiko yang berpotensi muncul
pada proyek tersebut dilakukan dengan cara
brainstorming mengenai risk event, risk agent,
hubungan antara risk event dan risk agent, dan
hubungan antara tindakan preventif dengan risk
agent.
b. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan metode House of Risk (HOR).
Metode House of Risk (HOR) adalah metode
untuk memanage risiko secara proaktif, dimana
risk agent yang teridentifikasi sebagai penyebab
risk event dapat dikelola dengan cara
memberikan urutan berdasarkan besarnya
dampak
yang
mungkin
ditimbulkan.

Berdasarkan urutan tersebut dapat ditentukan
pula langkah proaktif yang efektif untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.
Pendekatan House of Risk (HOR) terbagi
menjadi dua fase yaitu:
1. Fase Identifikasi Risiko atau HOR 1
Model HOR 1 adalah model untuk
menentukan prioritas risk agent sebagai
penyebab terjadinya risiko guna
pengambilan
langkah
pencegahan.
Adapun langkah-langkah identifikasi
risiko dalam model HOR 1 adalah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi terjadinya risiko
(risk event, Ej) dan menilai tingkat
keparahannya (severity, Sj)
b. Mengidentifikasi risk agent (Aj) dan
menilai tingkat keseringannya (Oj)
untuk kemungkinan terjadi
3|Page

c. Memberikan nilai korelasi (Rij)
antara risk event dan risk agent
d. Menghitung
aggregate
risk
potential (ARPj) ditentukan oleh
kemungkinan terjadinya risk agent
dan aggregate dampak dari risk
event yang ditimbulkan
ARP j = Oj ∑ Sj Rij
e. Membuat prioritas risk agent
berdasarkan potensi risiko agregat
2. Fase Penanganan Terhadap Risiko atau
HOR 2
Model HOR 2 memberikan prioritas
langkah
proaktif
yang
efektif
mengurangi terjadinya risiko. Adapun
langkah-langkah penanganan risiko
dalam model HOR 2 adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan beberapa risk agent
dengan rangking teratas untuk
dijadikan penyebab risiko yang akan
diprioritaskan untuk ditangani
b. Mengidentifikasi langkah proactive
action (PAk) yang relevan untuk
mencegah risk agent
c. Menentukan
tingkat
hubungan
antara masing-masing PA dan risk
agent (Ejk)
d. Menghitung total efektifitas masingmasing proactive action
TEk = ∑ ARPj Ejk
e. Menilai tingkat kesulitan (Dk) dalam
melaksanakan PA

f.

Menghitung rasio total efektifitas
dengan tingkat kesulitan
ETDk =

g. Memberikan rangking prioritas pada
proactive action yang paling efektif
mengurangi terjadinya risiko sesuai
kemampuan perusahaan.
3.3 Tahap
Analisa
dan
Penarikan
Kesimpulan
Pada tahapan ini hasil dari pengolahan data
akan dianalisa sehingga diperoleh pemecahan
masalah, maka langkah selanjutnya adalah
menarik kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik
nantinya dapat menjawab tujuan penelitian yang
dilakukan. Selain itu juga dapat memberikan
saran untuk penelitian ataupun pengembangan
proyek selanjutnya.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Identifikasi Kejadian Risiko
Hasil identifikasi risk event melalui
brainstorming dan hasil penilaian melalui
kuisioner tingkat keparahan dampak (severity)
dari risk event yang terjadi terdapat 8 item risk
event yang diidentifikasi, 8 item risk event dan
hasil penilaian responden dapat dilihat pada
Tabel 1.
Nilai severity berada antara 1 sampai dengan
10, dimana nilai 1 menunjukkan bahwa risk
event tidak berdampak dan 10 menunjukkan
dampak yang sangat besar.

Tabel 1. Risk Event
Kode
E1
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8

Risk Event (kejadian risiko)
Permasalahan spesifikasi kebutuhan
Aktivitas design software terlambat dimulai
Lambatnya proses design software
Hambatan saat design software
Design software tidak memenuhi harapan
Pengujian kurang memenuhi harapan
Kualitas pekerjaan yang tidak sesuai harapan
Kegagalan dalam integrasi sistem

4.2 Identifikasi Agen/Penyebab Risiko
Setelah mengidentifikasi risk event,
kemudian menilai tingkat keparahan terhadap
dampak yang ditimbulkan , langkah selanjutnya
adalah identifikasi risk agent dan menilai

Severity
8,4
7
7,2
6,2
6,8
5,2
6,6
7,2

seberapa sering kemungkinan terjadi pada risk
agent.
Penilaian
responden
terhadap
kemungkinan terjadinya risiko dapat dilihat pada
Tabel 2.

4|Page

Tabel 2. Risk Agent
Kode
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14

A15
A16
A17
A18
A19
A20
A21

Risk Agent
Kebutuhan akan fitur dan report yang diinginkan tidak sesuai dengan sistem yang ada
Ketidaksepahaman terhadap konsep dari sistem yang diinginkan owner
Metode analisa sistem yang dipergunakan oleh developer tidak sesuai dengan kondisi user
Koordinasi dan Komunikasi yang kurang baik dengan owner
Perdebatan terhadap poin-poin dalam kontrak proyek
Perubahan spesifikasi kebutuhan selama proses coding
Perubahan terhadap SOP perizinan ataupun regulasi perizinan
SDM yang kurang berpengalaman
Tidak adanya koordinasi dalam tim saat pembuatan software, sehingga terjadi modul-modul
Yang tidak dapat digabungkan (missal: ketidaksesuaian tabel atau tipe data yang digunakan)
Pengkodean modul lebih lama dari yang diharapkan karena kompleksitas konsep
Staf sakit yang berpengaruh pada aktivitas proyek
Turnover staf saat proyek berlangsung
Kerusakan computer saat proses coding
Computer tidak dilengkapi UPS, ketika listrik padam pekerjaan yang belum tersimpan di
hardisk
akan hilang
User tidak terlibat dalam testing secara cukup
Pengujian memperlihatkan kesalahan ataupun ketidakefisienan dalam desain
Pengujian yang dilakukan antara user dan developer tidak memenuhi keinginan user
Training dari developer yang melewati dari jadwal yang ditentukan
Dokumentasi, pelaporan kemajuan progress pekerjaan, dan laporan akhir melewati jadwal
yang sudah ditentukan
Network down
Problem pada server

Dari tabel 2 terdapat 21 risk agent yang
berpotensi memicu terjadinya kejadian risiko
dalam proyek. Berdasarkan nilai skala
probabilitas, terdapat satu risk agent dengan
nilai probabilitas sembilan yang menunjukkan
bahwa kemungkinan risk agent tersebut terjadi
sangat tinggi.
Nilai probabilitas ini juga akan digunakan
dalam perhitungan Aggregate Risk Potential
(ARP), yaitu untuk menentukan agen/penyebab
risiko yang paling berpengaruh berdasarkan
perhitungan.

Occurance
7,8
8,6
6,6
7
6
8
9
5

4,4
5,6
4,2
4,6
4,2
4,4
5,6
5,4
6,6
6,6
6,8
4,4
4,8

4.3 Penghitungan Aggregate Risk Potential
(ARP)
Perhitungan nilai Aggregate Risk Potential
(ARP) digunakan sebagai masukan untuk
menentukan prioritas agen risiko yang perlu
untuk ditangani terlebih dahulu untuk diberikan
tindakan pencegahan terhadap agen risiko.
Penilaian menggunakan angka 0,1,3,9 yang
masing-masing menyatakan korelasi no, low,
moderate, high. Berdasarkan hasil penilaian
responden dapat ditentukan peringkat risk agent
berdasarkan nilai ARP seperti yang terlihat pada
tabel 3.

Tabel 3. House of Risk 1
Risk
Event
E1
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8
Oj
ARPj
rank

A1

A2

A3

5

9
7,8

2,6

A4
9

A5

A6

A7

A8

A9

A10

Risk Agent
A11
A12

A14

A15

9

1,8

9

6,6
144,1
9

7
869,4
2

A18

A19

A20

A21

2,2
1,4

1,2

1,6

6
226,8
7

8
311
5

9
583,2
3

5
64,8
16

4,4
35,9
20

5,6
88,7
15

Si

6,2
6,8

1,2
4,2

8,6
1646
1

A17

8,4
7
7,2
1,8

7,8
327,6
4

A16

5,4
5,4

9

A13

4,2
46,9
17

4,6
39,9
19

4,2
31,2
21

4,4
43,6
18

5,6
122,3
12

3

4,2

3,8

2,6

5,4
219,7
8

6,6
257,4
6

5,2
2,2
6,6
95,8
14

3
6,8
134,6
10

3,8

3,8

4,4
120,4
13

4,8
131,3
11

5|Page

6,6
7,2

1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
A2 A4 A7 A1 A6 A17 A5 A16 A3 A19A21A15A20A18A10 A8
ARP

%Kumulatif ARP

Gambar 2. Diagram Pareto ARP Risk Agent

Dari hasil perhitungan pada tabel 3,
selanjutnya dibuat diagram pareto dari risk agent
seperti terlihat dalam gambar 2. Dari diagram
pareto pada gambar 2 menunjukkan bahwa
terdapat 8 risk agent yang berkontribusi
terhadap 80% total ARP. Nilai ARP tertinggi
yaitu 1646 yang menunjukkan bahwa agen
risiko tersebut memiliki prioritas utama dalam
penanganannya dibanding yang lain. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi nilai ARP suatu
agen risiko maka akan berbanding lurus dengan
tingkat dampak yang ditimbulkan.

Perancangan
strategi
dilakukan
menggunakan matriks House of Risk (HOR) 2
untuk menyusun aksi-aksi mitigasi dalam
menangani risiko. Aksi mitigasi risiko
difokuskan terhadap risk agent yang termasuk
dalam skala prioritas, dalam hal ini adalah 8 risk
agent yang berkontribusi terhadap 80% total
ARP.
Berdasarkan 8 risk agent tersebut maka akan
direkomendasikan beberapa rencana strategi
yang dapat memungkinkan untuk mengeliminasi
atau meminimalisir munculnya risk agent
tersebut seperti terlihat dalam tabel 4..

4.4 Perancangan Strategi Penanganan Risiko
Tabel 4. Aksi Mitigasi Risiko
Kode
PA3
PA1
PA4
PA2
PA7
PA5
PA8
PA9
PA6
PA10

Aksi Mitigasi
Melakukan komunikasi dan koordinasi yang
baik dengan owner
Pertemuan intensif antara owner dengan
developer
Pemberitahuan di awal terkait rencana revisi
regulasi yang berdampak pada SOP perizinan
Sosialisasai project task kepada anggota tim
proyek
Mendokumentasikan semua permintaan
perubahan dan evaluasi dalam rapat mingguan
Assessment survey data, wawancara user, dan
analisis data
Membuat dokumen checklist pengujian
software
Win-win agreements antara pihak
bersangkutan
Menggunakan requirements tools
Membuat prototype

ETD
8831.76
4254.8
1833.77
1609.56
874.68
867.17
827.35
297.67
250.52
173.44

6|Page

Berdasarkan tabel tersebut, terdapat 10 aksi
mitigasi risiko yang mungkin dilakukan, dimulai
dari nilai ETD tertinggi hingga nilai ETD
terendah yaitu:
1. Ketidaksepahaman terhadap konsep dapat
diselesaikan dengan melakukan komunikasi
dan koordinasi yang baik dengan owner.
Apabila
komunikasi dan
koordinasi
dilakukan
dengan
baik,
maka
ketidaksepahaman dapat diminimalisir.
Tentunya hal tersebut didukung melalui
pertemuan yang intensif antara owner dan
developer agar terjadi suatu kesepahaman
terkait tujuan dan scope pekerjaan dari
proyek serta mendokumentasikan hasil
setiap pertemuan sebagai bahan review dan
evaluasi.
2. Komunikasi dan koordinasi yang kurang
baik, dapat diselesaikan dengan melakukan
kembali komunikasi dan koordinasi yang
baik dengan owner, sehingga segala
permasalahan yang timbul bisa diselesaikan
dengan baik dan sasaran proyek dapat
tercapai.
3. Perubahan
SOP
Perizinan.
Apabila
komunikasi dan koordinasi berjalan dengan
baik, seperti penyampaian informasi sejak
awal kepada developer mengenai adanya
proses revisi regulasi yang sedang
berlangsung yang kemungkinan bisa

berdampak pada perubahan SOP perizinan,
maka ketika terjadi perubahan SOP tim
developer sudah mengantisipasi karena
dalam
perancangan
awal
sudah
memperhatikan
kemungkinan
tersebut
mengingat telah dikomunikasikan dengan
baik.
4. Kebutuhan akan fitur yang diinginkan tidak
sesuai dengan sistem yang ada dapat
diselesaikan melalui sebuah assessment
dalam tahap perencanaan yang melibatkan
user selaku pengguna, mengumpulkan datadata yang dibutuhkan termasuk wawancara
dengan user langsung, mengobservasi dan
melakukan analisa data sehingga dapat
diketahui kebutuhan sesungguhnya dari
user.
5. Perubahan spesifikasi selama proyek dapat
diselesaikan melalui mendokumentasikan
semua permintaan perubahan spesifikasi dan
melakukan evaluasi dalam rapat mingguan
sehingga informasi dapat diketahui seluruh
anggota tim proyek. Hanya perubahan yang
disetujui yang yang akan dikerjakan.
Hasil perhitungan ETD pada tabel 4
merupakan hasil output dari HOR 2 yang dapat
dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. House of Risk 2
Risk
Agent
A2
A4
A7
A1
A6
A17
A5
A16
TEk
Dk
ETDk
Rank

PA1
6.6

PA2

1.8

5.4
5.4

PA3
6.6
9
6.6
2.6
7.8

PA4

Proactive Action
PA5
PA6

PA7

PA8

PA9

PA10

7.8
9

2.6

6.6

9
9

3
11913.36
2.8
4254.8
2

4828.68
3
1609.56
4

5. Kesimpulan dan Saran

26495.28
3
8831.76
1

4.2
6601.56
3.6
1833.77
3

2948.4
3.4
867.17
6

851.76
3.4
250.52
9

2799
3.2
874.68
5

2316.6
2.8
827.35
7

952.56
3.2
297.67
8

3
659.1
3.8
173.44
10

ARPj
1646
869.4
583.2
327.6
311
257.4
226.8
219.7

Dari hasil pengolahan data dan analisis data
yang telah dilakukan, terdapat beberapa
kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut:
7|Page

1. Hasil identifikasi risiko menggunakan model
HOR teridentifikasi 8 kejadian risiko yang
mungkin terjadi selama proses proyek.
Selain itu terdapat 21 agen risiko yang
mampu memicu timbulnya suatu kejadian
risiko, dimana 8 dari keseluruhan agen
risiko yang teridentifikasi berkontribusi
terahadap 80% total ARP atau masuk dalam
kategori agen risiko prioritas, sehingga
memerlukan penanganan yang serius.
2. Proses penanganan risiko didasarkan pada
hasil analisa dan perhitungan dari HOR 1
dimana telah didapatkan sebanyak 8 risk
agent yang diprediksi sangat dominan
terhadap kemungkinan terjadinya risiko.
Terdapat 10 strategi penanganan yang
direkomendasikan untuk mengeliminasi atau
meminimalisir munculnya risk agent
tersebut dengan tingkat kesulitan penerapan
yang berbeda-beda. Penerapan mitigasi
risiko didasarkan atas nilai ETD tertinggi
hingga terendah.

[2] Lutfi, Ahmad and Irawan, Herry(2012),
Analisis Risiko Rantai Pasok Dengan
Model House of Risk (HOR), Jurnal
Manajemen Indonesia, Vol.12-No.1.
[3] Pujawan, I.N. and Geraldin, L.H.(2009),
House of Risk: A Model for Proactive
Supply Chain Risk Management. Business
Process Management Journal, Vol.15 No.6,
p 953-967.
[4] Yulianto,
Aris
Tjahyanto(2008),
Manajemen Risiko Proyek Pengembangan
Perangkat Lunak MyBiz 2 di Software
House ABC. Prosiding Seminar Nasional
Manajemen Teknologi VII
[5] Project Management Institute, Inc.,(2008),
A Guide to the Project Management Body
of Knowledge: PMBOK Guide, Fourth
Edition, Pennsylvania.
[6] Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun
2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Sebagai akhir dari pembahasan ini, terdapat
beberapa saran yang dapat diberikan meliputi:
1. Implementasi metode House of Risk akan
lebih efektif dengan melibatkan tenaga ahli
ataupun para pengambil kebijakan dalam
stakeholder proyek serta melibatkan seluruh
level dalam stakeholder proyek. Hal ini
bertujuan agar hasil dalam mengidentifikasi
risk event, risk agent, dan proactive action
dapat lebih teliti dan lebih sempurna lagi.
2. Walaupun memiliki keterbatasan, penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar untuk menyusun permodelan dari
proses manajemen risiko untuk proyekproyek selanjutnya.
Daftar Pustaka
[1] Suharjo (2011), Analisis Perencanaan dan
Manajemen
Risiko
Pada
Proyek
Pembangunan BTS Telkomsel di Jawa
Timur, Tesis Magister., Institut Teknologi
Sepuluh November Surabaya.

8|Page