Perbandingan Pemikiran Pendidikan Pada M

BIODATA

Nama : Fatmawati Karso
Alamat : Modayag, BOL-TIM
TTL : Kotamobagu, 20 Juni 1996
Fakultas : Tarbiyah
Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI-3)
Semester : 5
NIM : 15.2.3.088
Nomor HP : 081527601716

Perbandingan Pemikiran
Pendidikan Pada Masa Orde
Baru Dan Masa Reformasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi
pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi

pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan
tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem
pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan
perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Dengan lahirnya orde baru dan tumpasnya pemberontakan PKI, maka mulailah suatu
era baru dalam usaha menempatkan pendidikan sebagai suatu usaha untuk menegakkan citacita proklamasi 17 Agustus 1945. Banyak usaha-usaha yang memerlukan kerja keras dalam
rangka untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan yang betul-betul sesuai dengan tekad orde
baru sebagai orde pembangunan. Namun pada masa ini pun pendidikan belum dikatakan
berhasil sepenuhnya, maka pada masa berikutnya yaitu masa reformasi diperlukan adanya
pembenahan, baik dalam bidang kurikulum, dimana kurikulum harus ditinjau paling sedikit
lima tahun.
B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimana pendidikan pada masa masa orde baru ?

2.

Bagaimana pendidikan pada masa reformasi?


3.

Kurikulum-kurikulum apa saja yang digunakan pada masa orde baru dan

reformasi?

C. Tujuan Penulisan
1.

Mengetahui bagaimana pendidikan masa orde baru.

2.

Untuk mengetahui bagaimana pendidikan pada masa reformasi.

3.

Untuk mengetahui Kurikulum-kurikulum apa saja yang digunakan pada masa orde baru
dan reformasi.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Sekilas tentang sejarah orde baru. Orde baru (orba) adalah sebutan bagi masa
pemerintahan (rezim) Soeharto yang menggantikan Soekarno sebagai presiden RI ke-2 yang
dimulai pada tahun 1966. Arti orde baru adalah sebuah tata tertib atas kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara Indonesia yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945 secara konsekuen dan murni.
Pemerintahan Indonesia sempat terancam digantikan dengan paham komunis pada
peristiwa pemberontakan G30S / PKI, dan pemerintahan orde baru menitikberatkan
pengembalian Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dasar negara Indonesia.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab runtuhnya orde baru antara lain:
1. Krisis Moneter

Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah,
ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa masih besar, lebih dari US$
20 B. Tapi banyak perusahaan besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan
cara yang menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah
karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah. Tapi begitu Thailand melepaskan kaitan Baht

pada US Dollar di bulan Juli 1997, Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual untuk membeli
US Dollar yang menjadi murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah dari US Dollar, serangan
meningkat makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju dengan paket bantuan US$ 20B, tapi
Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan hutang perusahaan, pelepasan Rupiah besarbesaran. Bursa Efek Jakarta juga jatuh. Dalam setengah tahun, Rupiah jatuh dari 2,000 dampai
18,000 per US Dollar.1
2. Tragedi “TRISAKTI”

Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti.
Tragedi yang sampai saat ini masih dikenang oleh para mahasiswa di seluruh Indonesia belum
jelas penyelesaiannya hingga sekarang. Tahun demi tahun kasus ini selalu timbul tenggelam.

1 Jusuf Wanandi, Menyibak tabir orde baru, (Jakarta:PT. Kompas Media Nusantara,2014) h. 99

Setiap 12 Mei mahasiswa pun berdemo menuntut diselesaikannya kasus penembakan
mahasiswa Trisakti. Namun semua itu seperti hanya suatu kisah yang tidak ada masalah
apapun. Seperti suatu hal yang biasa saja. Pemerintah pun tidak ada suatu pernyataan yang
tegas dan jelas terhadap kasus ini. Paling tidak perhatian terhadap kasus ini pun tidak ada.
Mereka yang telah pergi adalah :
1. Elang Mulia Lesmana
2. Heri Hertanto

3. Hafidin Royan
4. Hendriawan Sie
Mereka merupakan Pahlawan Reformasi selain mahasiswa lainnya yg ikut berjuang pada saat
itu.
3. Penjarahan

Pada tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah di jalanan.
Mereka merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta maupun pemerintah. Masa pada
saat itu sudah kehilangan kendali dan brutal akibat kondisi yang terjadi di tanah air pada saat
itu.
Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir, banyak warga keturunan
Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan dalam ketakutan dan munculah
isyu-isyu gak tidak jelas bahwa pada hari itu terjadi perkosaan masal warga keturunan tiong
Hoa.
4. Mahasiswa Menduduki Gedung MPR

18 Mei Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di
Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi
persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua,
mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat

itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid,
Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden
Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan

kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan
di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak
terlalu “malu”. Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia
langsung mengatakan, “Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet
dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di
masyarakat.
Pukul

23.00

WIB

Menhankam/Panglima

ABRI


Jenderal

TNI

Wiranto

mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu
disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan “Dewan Reformasi”.
Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan
menginap di Gedung DPR/MPR.
5. Soeharto Meletakkan Jabatannya.

Pada tanggal 21 Mei pada pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat
Muhammadiyah Amien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari
menyatakan, “Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”.2
Pada pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00
WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat
dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso

dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang
ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantanmantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan
presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga.”
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang
pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.

2 Jusuf Wanandi, Menyibak tabir orde baru, (Jakarta:PT. Kompas Media Nusantara,2014) h. 102

Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya
berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang
terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa
memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala,
karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan
kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman

intelektualitas peserta didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaraan dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena
unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada
masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa
memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain
untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa
ini adalah:
1.

Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi
pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak
memanusiakan manusia).

2.

Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda
yang berpikiran positivistic.

3.


Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto

“membangun manusia Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini
seluruh bentuk pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk
pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja”
yang kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara.

Pendidikan bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk
mengeksploitasi intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.3
Pidarta (2007 : 142) lalu mengemukakan bahwa paradigma dan pelaksanaan
pendidikan pada masa orde baru adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.
10.
11.
12.
13.
14.

Pemerintah belum menunjukkan Political Will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan.
Tanggung jawab bersama antarkeluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam pendidikan
belum terealisasi secara menyeluruh.
Sulit menemukan tokoh pemikir dalam bidang pendidikan yang konsep-konsep tidak
sejalan dengan keinginan para penguasa.
Konsep-konsep inovasi pendidikan bersumber dari dunia Barat, sehingga banyak sekali
gagal.
Kebijakan link and match untuk membentuk pelayan pabrik, perdagangan, dan jasa.
Penanaman nilai budaya dan agama tidak cukup melalui bidang studi tertentu, melainkan
harus terintegrasi dalam semua bidang studi.
Sekolah menengah umum, lebih banyak daripada sekolah kejuruan, hal ini tidak sesuai
dengan kebutuhan hidup di masyarakat.
Pendidikan belum berintikan pada kemajuan ilmu dan teknologi sebagai sumber budaya
zaman global.
Masih banyak sekali orang Indonesia yang belum berwawasan pada abad ke-21.
Masyarakat lamban melakukan transformasi sosial untuk beradaptasi dengan era global.
Pendidikan secara kuantitatif cukup berhasil.
Pendidikan secara kualitatif masih jauh tertinggal.
Muncul perilaku-perilaku negatif seperti kenakalan remaja, kolusi, dan nepotisme.
Hasil-hasil pembangunan yang menonjol ialah kesadaran beragama, persatuan dan
kesatuan, serta pertumbuhan ekonomi.

Kemudian kelemahan dari masa orde baru seperti kurangnya memperhatikan
pembangunan pada aspek kualitasnya harus dijadikan pelajaran agar masa masa sekarang ini
kita bisa memperhatikan pembangunan pendidikan dari segi kualitasnya. Kalau kami
melakukan analisis pembangunan pendidikan sebaiknya seimbang antara kualitas dan
kuantitasnya. Hal ini disebabkan jika bisa menyeimbangkan antara pembangunan pendidikan
dari aspek kuantitas dan kualitas maka pendidikan di Indonesia akan mengalami kemajuan.
Oleh karena itu kita dapat belajar dari pembangunan pendidikan pada masa orde baru dengan
mengambil hal-hal yang positif dari pembangunan pendidikan pada masa orde baru dan
meninggalkan hal-hal yang negatif dari masa era orde baru.4
Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa orde baru yaitu sebagai berikut:

3 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, (Jogjakarta: Ar Ruz, 2009) h. 92
4 Anang Santoso, Bahasa Politik Pasca Orde Baru (Jakarta:Wedatama Widia Sastra,2003) h.45

1.

Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok

pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran
bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif
dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya
menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.5
2.

Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien

berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci
dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran
dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk
membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap
guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap
muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar
mengajar menjadi sistematis dan bertahap.

3.

Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting

dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai
fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada
5 Y. Dedi Pradiptyo, Belajar Sejati versus Kurikulum Nasional (Yogyakarta:Kanisius,2007) h.33

kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga
diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.6
4.

Kurilukum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum

sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada
siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya
bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan,
dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya beban
belajar yang harus mereka hadapi.

B. Pendidikan Pada Masa Reformasi
Krisis finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan
usaha. Pada masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan
fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya.Terjadi
krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan
bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan
menyebabkan amgka pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana
dan krisis perbankan. KKN semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum,
pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan militer
dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan demonstrasi yang digerakkan oleh
mahsiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu
terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat

6 Dr. Asfianti,M.Pd Pendekatan Humanis Dalam Pengembangan Kurikulum (Medan:Perdana Publishing,
2016) h. 28

bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana,
Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut
kemudian diberi gelar sebagai “ Pahlawan reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
presiden soeharto berjanji akan mereshuffle cabinet pembangunan VII menjadi Kabinet
Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan
UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU
Antikorupsi. Dalam perkembangannya, komite reformasi belum bisa terbentuk karenan empat
belas menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan
tersebut menyebabkan presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21
Mei 1998 presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan
menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
dimulainya orde reformasi.
Faktor-faktor yang Mendorong Munculnya Reformasi
Ada beberapa hal yang yang menjadi faktor munculnya era reformasi, antara lain :
1. Adanya ketidakadilan di bidang perekonomian dan hukum selama pemerintahan orde baru
selama 32 tahun.
2. Krisis Politik.
Pembaharuan yang dituntut terutama ditukukan pada terbitnya lima paket undang-undang
politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan yaitu:
-

UU No. 1 tahun 1985 tentang pemilihan umum

-

UU No. 2 tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, tugas dan wewenang DPR/MPR

-

UU No. 3 tahun 1985 tentang Parpoil dan golongan karya

-

UU No. 5 tahun 1985 tentang referendum

-

UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi massa

3. Krisis Hukum Pelaksanaan hukum pada masa orde baru terdapat banyak ketidakadilan
terutama yang menyangkut hukum bagi keluarga pejabat. Bahkan hkum dijadikan sebagai
pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi rkayasa dalam
proses peradilan.
4. Krisis Ekonomi Faktor penyebab krisis ekonomi yang melanda Indonesia antara lain :
-

Utang Luar Negeri Indonesia.

-

Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.

-

Pola pemerintahan sentralistis

5. Krisis Kepercayaan Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan rakyat kepada kepemimpinan Soeharto. Puncak dari ketidakpercayaan rakyat
adalah terjadinya berbagai aksi demonstrasi menentang pemerintah karena mengeluarkan
kebijakan yang melukai hati rakyat misal kenaikan BBM dan ongkos angkutan pada 4 Mei
1998. puncak aksi rakyat dan mahasiswa terjadi pada 12 Mei 1998 dimana terjadi peristiwa
penembakan terhadap Mahasiswa Trisakti oleh aparat yaitu :
-

Elang Mulia Lesmana

-

Heri Hertanto

-

Hendriawan Lesmana

-

Hafidhin Royan

Yang akhirnya mendorong timbulnya aksi massa lebih besar pada 13 dan 14 Mei 1998
sehingga terjadi aksi anarkis terutama ditujukan pada etnis Cina. Tuntutan mundur kepada
Soeharto semakin menguat setelah munculnya tokoh-tokoh masyarakat yang ikut menuntut
Soeharto mundur diantaranya :
-

Gus Dur

-

Amien Rais

-

Megawati

-

Sri Sultan Hemengkubuwono X ( Yang dikenal dengan Tokoh Deklarasi Ciganjur)
pada tanggal 21 Mei 1998 kemudian menyerahkan kekuasaan pada BJ. Habibie.7
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-

kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum
menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari
sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan amanat
UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan belanja negara.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
(20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

7 Syamsuddin Haris Masalah-Masalah Demokrasi dan Kebangasaan di Era Reformasi (Jakarta:Buku
Obor,2014) h. 35

Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang
diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah,
maka pendidikan digiring pada pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat
diperhatikan. Masyarakat dapat berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia
melalui UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis Sekolah”.
Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas, maka
dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989., dan sejak saat itu pendidikan
dipahami sebagai:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan di masa reformasi juga belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Karena,
pemerintah belum memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan lokal, misalnya penentuan kelulusan siswa masih diatur
dan ditentukan oleh pemerintah. Walaupun telah ada aturan yang mengatur posisi siswa
sebagai subjek yang setara dengan guru, namun dalam pengaplikasiannya, guru masih menjadi
pihak yang dominan dan mendominasi siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan proses pendidikan Indonesia masih jauh dari dikatakan untuk memperjuangkan
hak-hak siswa.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolaan pendidikan pada masa ini, telah
melahirkan hasilnya yang pahit yakni:
1.

Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.

2.

Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.

3.

Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis.

4.

Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah.

5.

Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan.

6.

Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.

Adapun kurikulum-kurikulum yang dipakai pada masa reformasi yaitu sebagai
berikut:
1.

Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek

dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu
pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Kembali peran
guru diposisikan sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek
afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan. Berikut karakteristik utama KBK8,
yaitu:
a.

Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.

b.

Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal,
sedang, dan tinggi).

c.

Berpusat pada siswa.

d.

Orientasi pada proses dan hasil.

e.

Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.

f.

Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.

g.

Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.

h.

Belajar sepanjang hayat;

i.

Belajar mengetahui (learning how to know),

j.

Belajar melakukan (learning how to do),

k.

Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),

l.

Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

2.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006

8 E. Muliyasa Kompetensi berbasis Kompetensi karakter, konsep dan implementasi (bandung:PT. Remaja
Rosdakarya,2003) h. 23

Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan yang menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem
pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk
silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Jadi pada kurikulum ini sekolah sebagai satuan pendidikan berhak untuk menyusun
dan membuat silabus pendidikan sesuai dengan kepentingan siswa dan kepentingan
lingkungan. KTSP lebih mendorong pada lokalitas pendidikan. Karena KTSP berdasar pada
pelaksanaan KBK, maka siswa juga diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
secara terbuka berdasarkan sistem ataupun silabus yang telah ditetapkan oleh masing-masing
sekolah.
Dalam kurikulum ini, unsur pendidikan dikembalikan kepada tempatnya semula yaitu
unsur teoritis dan praksis. Namun, dalam kurikulum ini unsur praksis lebih ditekankan dari
pada unsur teoritis. Setiap kebijakan yang dibuat oleh satuan terkecil pendidikan dalam
menentukan metode pembelajaran dan jenis mata ajar disesuaikan dengan kebutuhan siswa
dan lingkungan sekitar.9

9 E. Muliyasa Kompetensi berbasis Kompetensi karakter, konsep dan implementasi (Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya,2003) h. 18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan, bahwa pada masa orde baru
pendidikan hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan
kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyakbanyaknya tanpa menghasilkan kualitas pengajaran dan hasil didikan. Adapun kurikulum
yang digunakan pada masa ini yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984 dan
kurikulum 1994. Namun pendidikan pada masa berikutnya pada masa orde baru belum
dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada masa berikutnya masa reformasi diperlukan
adanya pembenahan-pembenahan, baik dalam bidang kurikulum maupun dari segi tenaga
pengajarnya. Kurikulum yang dipakai pada era reformasi ini yaitu Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sederhana, jadi kami sebagai penulis, memohon saran
dari para kawan-kawan untuk menyempurnakan Makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Wanandi,Jusuf. Menyibak tabir orde baru, (Jakarta:PT.Kompas Media Nusantara,2014)
Yamin, Moh. Menggugat Pendidikan Indonesia, (Jogjakarta:Ar Ruz,2009)
Santoso,Anang. Bahasa Politik Pasca Orde Baru (Jakarta:Wedatama Widia Sastra,2003)
Pradiptyo,Dedi Y. Belajar Sejati versus Kurikulum Nasional (Yogyakarta:Kanisius,2007)
Asfianti, Pendekatan Humanis Dalam Pengembangan Kurikulum (Medan:Perdana Publishing,
2016)
Syamsuddin, Haris. Masalah-Masalah Demokrasi dan Kebangasaan di Era Reformasi
(Jakarta:Buku Obor,2014)
Muliyasa,E. Kompetensi berbasis Kompetensi karakter, konsep dan implementasi (Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya,2003)
Nugroho, Rianti. Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi, dan Strategi (Jogjakarta: Pustaka Pelajar,
2008)
Djaelani, A. Timur. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pembangunan Perguruan Agama (Jakarta:
CV. Darmaga, 1980)
Djumhur, dan H. Danasuprata. Sejarah Pendidikan (Bandung; Jakarta pen Cerdas, 1961), cet. Ke2
Djumhur, I. Sejarah Pendidikan (Bandung; CV. Ilmu, 1979)
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1996), cet.
Ke-2
Nata, Abuddin. Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006),
cet. Ke-1
Nizar, Syamsul. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), cet.
Ke-3

Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta; Bumi Aksara, 2006), cet. Ke-8
https://mpiuika.wordpress.com/2009/12/13/makalah-diskusi-analisis-kebijakan-pendidikanislam-kelompok-5/
http://madyrezan.blogspot.co.id/2015/01/pendidikan-masa-orde-lama-masa-orde.html
https://www.slideshare.net/nandatasia/orde-lama-orde-baru-dan-reformasi?next_slideshow=2
http://teoribagus.com/paradigma-pendidikan-indonesia-masa-orde-baru

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65