ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA jangan di hapu (1)

ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA PECTORIS
Apr2
1. PENGERTIAN
 Angina pektoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai dengan episode atau
perasaan tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner, menyebabkan
suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen
jantung meningkat. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779)
 Angina pektoris adalah suatu sindrom kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada
yang khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke
lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu
aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. (Noer, Sjaifoellah, dkk.
IPD, 1999 : 1082)
 Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa
tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis
Kardiovaskuler)
2.
ETIOLOGI
 Ateriosklerosis
 Spasme arteri koroner
 Anemia berat
 Artritis

 Aorta Insufisiensi
3.
EPIDEMIOLOGI
Di AS kurang lebih 50 % dari penderita jantung koroner ( PJK ) mempunyai manifestasi angina
pectoris, jumlah angina pectoris sulit diketahui. Dilaporkan bahwa insiden angina pectoris pertahun
pada penderita di atas 3 th sebesar 213 penderita / 100.000 penduduk.
4.
FAKTOR PREDISPOSISI
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
 Diet (hiperlipidemia)
 Rokok
 Hipertensi
 Stres
 Obesitas
 Kurang aktifitas
 Diabetes Mellitus
 Pemakaian kontrasepsi oral

 2. Tidak dapat diubah
 Usia

 Jenis Kelamin
 Ras
 Herediter
Faktor Pencetus Serangan
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
ü Emosi atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, mengakibatkan frekuensi jantung
meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban
kerja jantung juga meningkat.
ü Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung
ü Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk pencernaan,
sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat
parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).
ü Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah,
disertai peningkatan kebutuhan oksigen. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779).
5.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-sel
miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner
(aterosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab aterosklerosis, namun jelas

bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan aterosklerosis.
Aterosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban
kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan
meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak
darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau
menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan

kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik
menjadi metabolisme yang anaerobik. Metabolisme anaerobik dengan perantaraan lintasan
glikolitik jauh lebih tdak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik melalui
fosforilasi oksidatif dan siklus Kreb. Pembentukan fosfat berenergi tinggi mengalami penurunan
yang cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerobik ini, yaitu asam laktat, akan tertimbun
sehingga mengurangi pH sel dan menimbulkan nyeri.
Kombinasi dari hipoksia, berkurangnya jumlah energi yang tersedia serta asidosis menyebabkan
gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang;
serabut-serabutnya memendek sehingga kekuatan dan kecepatannya berkurng. Selain itu, gerakan
dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar
setiap kali ventrikel berkontraksi.
Berkurangya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Respon

hemodinamika dapat berubah-ubah, sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia dan
derajat respon refleks kompensasi oleh system saraf otonom. Berkurangnya fungsi ventrikel kiri
dapat mengurangi curah jantung dengan mengurangi volume sekuncup (jumlah darah yang
dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut).
Angina pectoris adalah rasa sakit dada yang berkaitan dengan iskemia miokardium.
Mekanismenya yang tepat bagaimana iskemi menimbulkan rasa sakit masih belum jelas. Agaknya
reseptor saraf rasa sakit terangsang oleh metabolik yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia
antara yang belum diketahui atau oleh sters mekanik lokal akibat kontraksi miokardium yang
abnormal. Jadi secara khas rasa sakit digambarkan sebgai suatu tekanan substernal, kadangkadang menyebar turun kesisi medial lengan kiri. Tetapi banyak pasien tak pernah mengalami
angina yang pas; rasa sakit angina dapat menyerupai rasa sakit karena maldigesti atau sakit gigi.
Pada dasarnya angina dipercepat oleh aktivitas yang meningkatkan miokardium akan oksigen,
seperti latihan fisik. Sedangkan angina akan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat atau
nitrogliserin.
1.
KLASIFIKASI
ü Angina Pektoris Stabil
q Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard.
q Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
q Durasi nyeri 3 – 15 menit.

Angina stabil dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Angina noctural
Nyeri terjadi malam hari, biasanya pada saat tidur tetapi ini dapat di kurangi dengan duduk tegak.
Biasanya angina noctural disebabkan oleh gagal ventrikel kiri.
b. Angina dekubitus
Angina yang terjadi saat berbaring.
c. Iskemia tersamar
Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes pada stress ) tetapi pasien tidak menunjukan gejala.
ü Angina Pektoris Tidak Stabil
q Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.
q Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
q Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.
q Kurang responsif terhadap nitrat.
q Lebih sering ditemukan depresi segmen ST.
q Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang
beragregasi.
ü Angina Prinzmental (Angina Varian).
q Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
q Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
q EKG menunjukkan elevasi segmen ST.

q Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
q Dapat terjadi aritmia.
2. GEJALA KLINIS
ü Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula
atau lengan kiri.
ü Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya
perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
ü Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
ü Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
ü Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi,
dizzines.

ü Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
ü Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
§ Enzim atau isoenzim jantung,biasanya DBM : meningkat,menunjukkan kerusakan miokard.
§ EKG : biasanya normal bila pasien istirahat tetapi datar atau depresi pada segmen ST
gelombang T menunjukkan iskemia.
§ Foto Dada : biasanya normal, namun infiltrat mungkin ada menunjukkan dekompensasi jantung
atau komplikasi paru.

§ PCO2 kalium dan laktatmiokard: mungkin meningkat selama serangan angina.
§ Kolestrol / trigliserida serum : mungkin meningkat.
§ Kateterisasi jantung dengan angiografi: diindikasikan pada pasien dengan iskemia yang
diketahui dengan angina atau nyeri dada tanpa kerja, pada pasien dengan kolesterolemia dan
penyakit jantung keluarga yang mengalami nyeri dada dan pasien dengan EKG istirahat abnormal.
4. THERAPY
a. Terapi Farmakologi.
Nitrogliserin
Senyawa nitrat masih merupakan obat utama untuk menangani angina pektoris. Nitrogliserin
diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang akan mengurangi iskemia dan
mengurangi nyeri angina.
Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteria
sehingga mempengaruhi sirkulasi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan darah vena
diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan
tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anter terjadi pengumpulan darah vena
diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan
tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anteriol sistemik dan menyababkan
penurunan tekanan darah (afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan kebutuhan oksigen
jantung,menciptakan suatu keadaan yang lebih seimbang antara suplai dan kebutuhan.
Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau di pipi (kantong bukal) dan akan

menghilangkan nyeri iskemia dalam 3 menit.
Penyekat Beta-adrenergik.
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di
arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan
timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain : atenolol, metoprolol, propranolol,
nadolol.
Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom angina
pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan
kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume
ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah
terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat
dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah :
amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.
Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang akan
menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh
darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard
dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah

amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil.
b.
Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara lain :
pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan
darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat
badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang
dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra
sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius.
5. PROGNOSIS
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun dengan hanya sedikit
pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas bervariasi dari 2% – 8% setahun. Faktor yang
mempengaruhi prognosis adalah beratnyan kelainan pembuluh koroner. Pasien dengan
penyempitan di pangkal pembuluh koroner kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima tahun. Hal ini
jauh lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah satu pembuluh darah
lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan memperburuk prognosis. Dengan pengobatan

yang maksimal dan dengan bertambah majunya tindakan intervensi dibidang kardiologi dan bedah
pintas koroner, harapan hidup pasien angina pektoris menjadi jauh lebih baik.
6. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan medis angina adalah untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan
untuk meningkatkan suplai oksigen. Secara medis tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan
kontrol terhadap faktor risiko. Secar bedah tujuan ini dicapai melalui revaskularisasi suplai darah
jantung melalui bedah pintas arteri koroner atau angioplasti koroner transluminal perkutan (PCTA=
percutaneus transluminal coronary angioplasty). Biasanya diterapkan kombinasi antara terapi
medis dan pembedahan.
Angioplasti koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri
koroner dengan memecahkan plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran
darah ke jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang
mengalami gangguan dan diletakkan di antara daerah aterosklerotik. Balon kemidian
dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak.
PCTA dilakukan pada pasien yang mempunyai lesi yang menyumbat paling tidak 70% lumen
internal arteri koroner besar, sehingga banyak daerah jantung yang berisiko mengalami iskemia.
PCTA jarang dilakukan pada pasien dengan (1) oklusi arteri koroner kiri utama yang tidak
menunjukkan aliran kolateral ke arteri sirkumflexa dan desebdens anterior, (2) yang mengalami
stenosis di daerah arteria koroner kanan dan aorta, (3) yang aretri koronernya menunjukkan
aneurisma proksimal atau distal stenosis, (4) yang telah menjalani tandur safena magma, atau (5)
fungsi ventrikel kirinya sudah tidak jelas.
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

v Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelelahan, perasaan tidak berdaya setelah latihan
Terbangun bila nyeri dada
Tanda : Dispnea saat kerja
v Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung, hipertensi, kegemukan
Tanda : Takikardia, disritmia
Kulit/ membran mukosa lembab, dingin, adanya vasokonstriksi
v Makanan/ cairan
Gejala : Mual, nyeri ulu hati/ epigastrium saat makan
Diet tinggi kolesterol/lemak, kafein, minuman keras
Tanda : Distensi gaster
v Integritas ego
Gejala : Stresor kerja, keluarga
Tanda : Ketakutan, mudah marah
v Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada substernal, anterior yang menyebar ke rahang, leher, bahu dan ekstremitas
atas kiri.
Kualitas ringan sampai sedang, tekanan berat, tertekan, terjepit, terbakar.
Durasi : biasanya kurang dari 15 menit, kadang-kadang lebih dari 30 menit (rata-rata 3 menit)
Tanda : Wajah berkerut, gelisah. Respons otomatis, contoh takikardi, perubahan tekanan darah.
v Pernapasan
Gejala : Dispnea saat kerja, riwayat merokok
Tanda : Meningkat pada frekuensi / irama dan gangguan kedalaman.
v Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga sakit jantung, hipertensi, stroke
Penggunaan/ kesalahan penggunaan obat jantung, hipertensi atau obat yang dijual bebas
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)
Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokardium.
b)
Penurunan curah jantung berhubungan dgn perubahan inotropik (iskemia miokard
transien/memanjang)
c)
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan serangan iskemia otot jantung, berkurangnya curah
jantung.
d) Ansietas berhubungan dengan respon patofisiologis dan ancaman terhadap status kesehatan.
e)
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
3.
RENCANA KEPERAWATAN
1.
NYERI AKUT BERHUBUNGAN DENGAN ISKEMIK MIOKARDIUM
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri pasien berkurang/ teratasi
Kriteria hasil : Pasien menyatakan/menunjukan nyeri hilang, pasien melaporkan episode angina
menurun dalam frekuensi durasi dan beratnya.

INTERVENSI
Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat
dengan cepat bila terjadi nyeri dada.

RASIONAL
Nyeri dan penurunan curah jantung dpat
merangsang sistem saraf simpatis untuk
mengeluarkan sejumlah besar nor epineprin,
yang meningkatkan agregasi trombosit dan
mengeluarkan trombokxane A2.Nyeri tidak bisa
ditahan menyebabkan respon vasovagal,
menurunkan TD dan frekuensi jantung.
Identifikasi terjadinya faktor pencetus, bila ada: Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat
frekuensi, durasi, intensitas dan lokasi nyeri.
evaluasi kemungkinan kemajuan menjadi angina
tidak stabil (angina stabil biasanya berakhir 3
sampai 5 menit sementara angina tidak stabil
lebih lama dan dapat berakhir lebih dari 45 menit.
Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu, Nyeri jantung dapat menyebar contoh nyeri
tangan atau lengan (khusunya pada sisi kiri.
sering lebih ke permukaan dipersarafi oleh
tingkat saraf spinal yang sama.
Letakkan pasien pada istirahat total selama
Menurunka kebutuhan oksigen miokard untuk
episode angina.
meminimalkan resiko cidera jaringan atau
nekrosis.
Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien napas Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan
pendek
hipoksia dan napas pendek berulang
Pantau kecepatan atau irama jantung
Pasien angina tidak stabil mengalami
peningkatan disritmia yang mengancam hidup
secara akut, yang terjadi pada respon terhadap
iskemia dan atau stress
Panatau tanda vital tiap 5 menit selama serangan TD dapat meningkat secara dini sehubungan
angina
dengan rangsangan simpatis, kemudian turun
bila curah jantung dipengaruhi.
Pertahankan tenang , lingkungan nyaman, batasi Stres mental atau emosi meningkatkan kerja
pengunjung bila perlu
miokard
Berikan makanan lembut. Biarkan pasien istirahat Menurunkan kerja miokard sehubungan dengan
selama 1 jam setelah makan
kerja pencernaan, manurunkan risiko serangan
angina
Kolaborasi:
Nitrigliserin mempunyai standar untuk
Berikan antiangina sesuai indikasi: nitrogliserin: pengobatan dan mencegah nyeri angina selam
sublingual
lebih dari 100 tahun
2.
PENURUNAN CURAH JANTUNG BERHUBUNGAN DGN PERUBAHAN INOTROPIK
(ISKEMIA MIOKARD TRANSIEN/MEMANJANG)
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan curah jantung.
Kriteria hasil: Pasien melaporkan penurunan episode dipsnea, angina dan disritmia menunjukkan
peningkatan toleransi aktivitas, klien berpartisipasi pada perilaku atau aktivitas yang menurunkan
kerja jantung.
INTERVENSI
RASIONAL
Pantau tanda vital, contoh frekuensi jantung,
Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas,
tekanan darah.
hipoksemia, dan menurunnya curah jantung.
Perubahan juga terjadi pada TD (hipertensi atau
hipotensi) karena respon jantung
Evaluasi status mental, catat terjadinya bingung, Menurunkan perfusi otak dapat menghasilkan
disorientasi.
perubahan sensorium.
Catat warna kulit dan adanya kualitas nadi
Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung
turun, membuat kulit pucat dan warna abu-abu
(tergantung tingkat hipoksia) dan menurunya
kekuatan nadi perifer
Mempertahankan tirah baring pada posisi
Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan
nyaman selama episode akut
menurunkan kerja miokard dan risiko
dekompensasi
Berikan periode istirahat adekuat. Bantu dalam Penghematan energy, menurunkan kerja
atau melakukan aktivitas perawatan diri, sesuai jantung.
indikasi
Pantau dan catat efek atau kerugian respon obat, Efek yang diinginkan untuk menurunkan
catat TD, frekuaensi jantung dan irama
kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan
(khususnya bila memberikan kombinasi antagonis stress ventricular. Obat dengan kandungan
kalsium, betabloker, dan nitras)
inotropik negative dapat menurunkan perfusi
terhadap iskemik miokardium. Kombinasi nitras

dan penyekat beta dapat memberi efek
terkumpul pada curah jantung.
Kaji tanda-tanda dan gejala-gejala GJK
Angina hanya gejalab patologis yang disebabkan
oleh iskemia miokard.penyakit yang
emepengaruhi fungsi jantung emnjadi
dekompensasi.
Kolaborasi :
Meskipun berbeda pada bentuk kerjanya,
Berikan obat sesuai indikasi : penyekat saluran penyekat saluran kalsium berperan penting
kalsium, contoh ditiazem (cardizem); nifedipin
dalam mencegah dan menghilangkan iskemia
(procardia); verapamil(calan).
pencetus spasme arteri koroner dan menurunkan
tahanan vaskuler, sehingga menurunkan TD dan
kerja jantung.
Penyakit beta, contoh atenolol (tenormin); nadolol Obat ini menurunkan kerja jantung dengan
(corgard); propanolol (inderal); esmolal
menurunkan frekuensi jantung dan TD sistolik.
(brebivbloc).
3.
INTOLERANSI AKTIFITAS BERHUBUNGAN DENGAN SERANGAN ISKEMIA OTOT
JANTUNG, BERKURANGNYA CURAH JANTUNG.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan/diperlukan.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur, pasien
menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologis.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji respons klien terhadap aktivitas, perhatikan Menyebutkan parameter membantu dalam
frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di atas mengkaji respons fisiologi terhadap stress
frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata
aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari
selama/sesudah aktivitas; dispnea atau nyeri
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan; aktivitas.
diaphoresis; pusing atau pingsan.
Instruksikan pasien tentang teknik penghematan Teknik menghemat energi mengurangi
energi.
penggunaan energy, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
Berikan dorongan untuk melakukan
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah
aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. bantuan hanya sebatas kebutuhan akan
mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
4.
ANSIETAS BERHUBUNGAN DENGAN RESPON PATOFISIOLOGIS DAN ANCAMAN
TERHADAP STATUS KESEHATAN.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ansietas pasien turun sampai tingkat
yang dapat diatasi.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai, pasien
menunjukkan strategi koping efektif/keterampilan pemecahan masalah, pasien melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
INTERVENSI
RASIONAL
Jelaskan tujuan tes dan prosedur, contoh tes
Menurunkan cemas dan takut terhadap diagnose
stress.
dan prognosis.
Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut,contoh Perasaan tidak ekspresikan dapat menimbulkan
menolak, depresi, dan marah.
kekacauan internal dan efek gambaran diri.
Dorong keluarga dan teman untuk menganggap Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keluarga
pasien sebelumnya.
dan kerja tidak berubah.
Kolaborasi : berikan sedative, tranquilizer sesuai Mungkin diperlukan untuk membantu pasien
indikasi
rileks sampai secara fisik mampu untuk membuat
strategi koping adekuat.
5.
KURANG PENGETAHUAN (KEBUTUHAN BELAJAR) MENGENAI KODISI, KEBUTUHAN
PENGOBATAN BERHUBUNGAN DENGAN KURANGNYA INFORMASI.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien bertambah.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan,
berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji ulang patofisiologi kondisi. Tekankan
Pasien dengan angina membutuhkan belajar
perlyunya mencegah serangan angina.
mengapa hal itu terjadi dan apakah dapat
dikontrol. Ini adalah focus manajemen terapeutik
supaya menurunkan infark miokard.

Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang
sebagai pencetus episode angina, contoh: stress
emosional, kerja fisik, makan terlalu
banyak/berat, terpajan pada suhu lingkungan
yang ekstrem
Kaji pentingnya control berat badan,
menghentikan merokok, perubahan diet dan
olahraga.
Tunjukan/dorong pasien untuk memantau nadi
sendiri selama aktivitas, jadwal/aktivitas
sederhana, hindari regangan.

Dapat menurunkan insiden /beratnya episode
iskemik.

Pengetahuan faktor resiko penting memberikan
pasien kesempatan untuk membuat perubahan
kebutuhan.
Membiarkan pasien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang dapat dimodifikasi untuk
menghindari stress jantung dan tetap dibawah
ambang angina.
Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi
Menyiapkan pasien pada kejadian untuk
serangan angina, contoh menghentikan aktivitas, menghilangkan takut yang mungkin tidak tahu
pemberian obat bila perlu, penggunaan teknik
apa yang harus dilakukan bila terjadi serangan.
relaksasi.
Kaji ulang obat yang diresepkan untuk
Angina adalah kondisi rumit yang sering
mengontrol/mencegah serangan angina.
memerlukan penggunaan banyak obat untuk
menurunkan kerja jantung, memperbaiki sirkulasi
koroner, dan mengontrol terjadinya serangan.
Tekankan pentingnya mengecek dengan dokter Obat yang dijual bebas mempunyai potensi
kapan menggunakan obat-obat yang dijual
penyimpangan.
bebas.
4.
EVALUASI
1)
Pasien bebas dari nyeri.
2)
Peningkatan curah jantung
a. EKG dan kadar enzim jantung normal
b. Bebas dari tanda dan gejala infark miokardium akut
3)
Pasien dapat mengontrol aktivitas yang dapat memicu serangan angina
4)
Menunjukan penurunan kecemasan
a.
Memahami penyakit dan tujuan perawatannya
b.
Mematuhi semua aturan medis
c.
Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya berubah
d.
Menghindari tinggal sendiri saat terjadi episode nyeri
5)
Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukan tanda-tanda bebas dari komplikasi
a.
Menjelaskan proses terjadinya angina
b.
Menjelaskan alasan tindakan pencegahan komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
Smelzer. C, Suzanne, 2002. Bounner & Sularti. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Mansjoer Arif, 2002. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 5. Jakarta: FKUI
Barbara C. Long, Perawatan Medikal Bedah 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan,
Bandung, 1996.
Brunner & Suddarth.2002. keperawatan Medikal Bedah.edisi 8 vol.2. EGC. Jakarta
Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse. Alice C Geissler Rencana Asuhan Keperawatan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta ,2000. Hal 73 – 82.
Sjaifoellah, (1998). Ilmu Penyakit dalam, Jilid I edisi ketiga Jakarta. Balai Penerbit FKUI hal. 1082
– 1089.
Sylvia A. Price (1995) Patofisiologi, ; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Buku I
Jakarta EGC.
Tambayong,Jan. 2002. Patofisiologi untuk Keperawatan. Buku kedokteran (ECG). Jakarta
http//www. Kalbe. Co.id/file/147_05 penyakit jantung koroner
http//www. Tanaman obat. Com/index. Php/ penyakit jantung
http//www.kardiologi-vi.com
http//.bintang mawar.net
http// mediacastove.com/ 2007/12/16 penguna.
Disusun oleh: Mahasiswa Akper Pemkab. Tapanuli Tengah ( Subina Pasaribu, Yusra Aryati
Simamora, Yolius Gulo, Tomi Nopem Simanungkalit dan Triwandes Tambunan) untuk memenuhi
tugas mata ajar KMB.

LAPORAN PENDAHULUANDIABETES MELITUS

A.

DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa
tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute
insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B.

KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee
on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes,
yaitu: (Corwin, 2009)
1.

Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas
yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan
insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30
tahun.

2.

Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung insulin
(DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika
preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

3.

DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma
penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.

4.

Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C.
a.

b.

c.

ETIOLOGI
1.
Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan
pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan

memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mulamula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar
glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanakkanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a.

Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b.

Obesitas

c.

Riwayat keluarga

d.

Kelompok etnik

D.

PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun)
dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).
Patways

PathwayDiabetes Melitus

E.
1.

MANIFESTASI KLINIS
Diabetes Tipe I

§ hiperglikemia berpuasa
§ glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
§ keletihan dan kelemahan
§ ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan
tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.

Diabetes Tipe II

§ lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
§ gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
§ komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F.
1.

DATA PENUNJANG
Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah
pemberian glukosa.

2.

Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3.

Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

4.

Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu
selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6.

Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan respon
terhadap stress atau infeksi.
8.

Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9.

Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)

10.

Urine: gula dan aseton positif

11.

Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

G.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai akut dan
kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1.

Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah

a.

HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-100 mg%
yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah
koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus
dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh
karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah
50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:

§ Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali sadar pada
pasien dengan tipe 1.
§ Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan nilai status
pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia
§ Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan pemberian diabetic oral
maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
§ Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati,
ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.

b.

SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula
darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi
melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya
terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 –
150 mEq per liter kalium bervariasi.
Penatalaksanan kegawat daruratan:
Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema
IV Cairan
1 sampai 12 jam

NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330
mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam menggantikan air
yang hilang selama 12 jam
Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose

Insulin
Permulaan
berikutnya
Elektrolit

Jam

IV bolus 0.15 unit/kg RI
5 sampai 7 unit/jam RI

Permulaan

Jam kedua dan jam
berikutnya

Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4
Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter,
berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini
diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih
sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh
karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada
standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi.
Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan
pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c.

KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga.
disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam
tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode
waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan
insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat

asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.
Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi (peningktan rasa
haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit
kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita
hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat
berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah
dan cepat.
Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala
gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejalagejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses
intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau
manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi
(didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernapasan
Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari
pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat sadar,
mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi
partikel aktif-osmosis).
Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki
kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
·

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa
darah.

·

Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 –
200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum
sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0- 15 mEq/L)
dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan
urin.
Penatalaksanaan

§ Rehidrasi
1. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada tingkat dehidrasi

2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat dehidrasi
3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/ 100 cc, ganti
dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
§ Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan

Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena
untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl
dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan jam
berikutnya

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

§ Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:

algoritmaDiabetes Melitu

2.

Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan
vaskular serebral.
2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati).
Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah
seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4.

Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih

5.

Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H.

PENATALAKSANAAN

1.

Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu
:

1)

Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :
a.

Memperbaiki kesehatan umum penderita

b.

Mengarahkan pada berat badan normal

c.

Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

d.

Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

e.

Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :

a.

Jumlah sesuai kebutuhan

b.

Jadwal diet ketat

c.

Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

§ jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
§ jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
§ jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR =
berat badan normal) dengan rumus :

1.

Kurus (underweight)

BBR < 90 %

2.

Normal (ideal)

BBR 90% - 110%

3.

Gemuk (overweight)

BBR > 110%

4.

Obesitas apabila

BBR > 120%

§ Obesitas ringan

BBR 120 % - 130%

§ Obesitas sedang

BBR 130% - 140%

§ Obesitas berat

BBR 140% - 200%

§ Morbid

BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita

DM yang bekerja

biasa adalah :

2)

1.

Kurus (underweight)

BB X 40-60 kalori sehari

2.

Normal (ideal)

BB X 30 kalori sehari

3.

Gemuk (overweight)

BB X 20 kalori sehari

4.

Obesitas apabila

BB X 10-15 kalori sehari

Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :

§ Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula
mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
§ Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
§ Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
§ Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
§ Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru.
§ Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi
lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok,
dan sebagainya.
4) Obat
1)

Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

1)

Mekanisme kerja sulfanilurea

Obat ini beker