Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sin
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM
NEFROTIK
Disusun Oleh :
1. Lailul Muna
[20161257]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM
NEFROTIK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I
Dosen Pembimbing :
Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns, M.Kep
Disusun Oleh :
1. Lailul Muna
[20161257]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan
rahmat,
karunia
dan
hidayah-Nya
sehingga
kami
dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN PENDAHULUAN DAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
PASIEN
DENGAN
SINDROM
NEFROTIK” ini dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata
kuliah keperawatan medikal bedah I oleh ibu Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns,
M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini,
diantaranya:
1. Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal
2. Ibu Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns, M.Kep, dosen pembimbing
3. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun
makalah ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan
makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.
Kendal, September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindrom Nefrotik
B. Etiologi
C. Anatomi Fisiologi Ginjal
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Pathways
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
I. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan
erat dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur
keseimbangan tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna
dan beracun jika terus berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh
kita, karena ginjal bertugas mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal
didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa melalui proses
filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ
tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu
terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu
sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%.
Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus
pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002).
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan
keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi,
anatomi fisiologi ginjal, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindrom Nefrotik
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik
adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai
dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia,
hipoalbuminemia (≤2,5
gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1)
peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan
albumin dalam darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di
setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth,
2001)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS
: Minimal Change Nefrotik
Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan
sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler
kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik
disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialisis.
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012
adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan
amyloidosis
C. Anatomi Fisiologi Ginjal
(Sumber: Astuti, 2013)
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip
kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam
bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya
disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada
dinding abdomen. Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang
perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak
sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari
bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan (Astuti, 2013).
Unit fungsional ginjal
(Sumber: Astuti, 2013)
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat
aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki poripori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding
epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena
adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang
dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring
akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Astuti, 2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat
ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari
seluruh cardiac output (Astuti, 2013).
D. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan
dari
proteinuria
menyebabkan
hipoalbuminemia.
Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi
dan yuliani, 2001 : 217).
E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata
(periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada
abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan
keletihan umumnya terjadi.
(Sumber: Irapanussa, 2015)
(Sumber: nursingbegin.com, 2010)
(Sumber: ujeuji.blogspot.co.id)
(Sumber: pakarobatherbal.com)
F. Pathways
Virus, bakteri, protozoa
inflamasi
glomerulus
DM peningkatan viskositas darah
Sistemik lupus eritematous regulasi
kekebalan terganggu proliferasi
abnormal leukosit
Perubahan
permeabilitas
membrane
glomerlurus
Protein &
albumin lolos
dalam filtrasi &
masuk ke urine
Kegagalan
dalam proses
filtrasi
Kebocoran
molekul besar
(immunoglobuli
n)
Gangguan
citra tubuh
Protein dalam
urine meningkat
Protein dalam
darah menurun
Pengeluaran
IgG dan IgA
Pembengka
kan pada
periorbita
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Sel T dalam
sirkulasi
menurun
Ekstravaksi
cairan
Kerusakan
glomerlurus
SINDROM
NEFROTIK
Mekanisme
penghalang
protein
Gangguan
imunitas
Mata
Oedema
Penumpukan
cairan ke ruang
intestinum
Volume
intravaskuler
Resiko infeksi
Reabsorbsi
air
ADH
Penekanan
pada tubuh
terlalu dalam
Nutrisi & O2
Paru-paru
Asites
Efusi pleura
Tekanan
abdomen
meningkat
Menekan
diafragma
Mendesak
rongga lambung
Otot pernafasan
tidak optimal
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Hipoksia
jaringan
Metabolism
anaerob
Iskemia
Produksi asam
laktat
Kelebihan
volume cairan
Anoreksia,
nausea, vomitus
Gangguan
pemenuhan
nutrisi
Nafas tidak
adekuat
Ketidakefektif
an pola nafas
Nekrosis
Menumpuk di
otot
Ketidakefek
tifan perfusi
jaringan
perifer
Kelemahan,
keletihan,
mudah capek
Ketidakseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Volume urin
yang diekskresi
Oliguri
Intoleransi
aktivitas
Absorbsi air oleh usus
Feses mengeras
Hipovolemia
Tekanan arteri
Sekresi renin
Granulasi selsel glomerulus
konstipasi
Mengubah
angiotensin
menjadi
angiotensin I &
II
Efek
vasokontriksi
arterioral
perifer
Aldosterone
Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Volume plasma
Tekanan darah
Beban kerja
jantung
Penurunan
curah jantung
(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)
G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya
penampilan klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui
beberapa pemeriksaan penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan
sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis
untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah,
dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi
dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang
dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai
normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes
semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan
protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel
sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai
eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single
spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24
jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya.
Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria
masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah
dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan
pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif
: ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen
ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia >
8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta
terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak
diketahui
asalnya,
biopsy mungkin
diperlukan
untuk
diagnosis.
Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing
tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan
minimal-change
disease
pada
dewasa
dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon
yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan untuk
mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian akan diperiksa di
laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh
petugas radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat
menggunakan jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
untuk pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi
tengurap pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan
pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan
pemeriksaan lab urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien
dipulangkan. Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi
biopsi sore pulang (one day care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan
dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun
(N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9
gm/100ml),
γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml),
rasio
albumin/globulin 3 detik
3) Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
4) Edema
5) Paresresia
(NANDA, 2015)
f. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat
Batasan Karakteristik :
1) Perubahan kedalaman pernapasan
2) Penurunan tekanan ekspirasi
3) Bradipnea
4) Dipsnea
5) Penurunan ventilasi semeniit
(NANDA, 2015)
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Batasan Karakteristik :
1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2) Dipsnea setelah beraktivitas
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah
(NANDA, 2015)
h. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
Batasan Karakteristik :
1) Bradikardia
2) Palpitasi jantung
3) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas
konduksi, iskemia)
4) Takikardia
(NANDA, 2015)
4. Intervensi
No.
Tujuan &
Dx.
1.
Kriteria Hasil
Setelah
Timbang berat badan Estimasi penurunan
dilakukan
setiap hari dan monitor edema tubuh
tindakan
status pasien
Intervensi
Rasional
keperawatan
selama … x 24
jam,
Jaga intake/asupan yang
diharapkan
akurat dan catat output
kelebihan
terjadi
dengan kriteria Kaji lokasi dan luasnya
hasil :
keberhasilan terapi
dan dasar penentuan
tindakan
volume cairan
tidak
valuasi harian
edema
menentukan
intervensi lebih
lanjut
a. Terjadi
penurunan
mencegah edema
edema dan Berikan cairan dengan bertambah parah
ascites
tepat
b. Tidak
Diberikan dini
terjadi
Berikan diuretik yang pada fase
peningkata
diresepkan oleh dokter
n
berat
badan
oliguria untuk meng
ubah ke fase
(NIC, 2013)
nonoliguria, dan
meningkatkan
volume urine
2.
Setelah
Monitor
dilakukan
asupan makanan
adekuat
dan Membantu
kalori
dan
mengidentifikasi
tindakan
defisiensi
keperawatan
kebutuhan diet
dan
selama … x 24
jam,
Lakukan
diharapkan
pasien terkait perawatan dapat meningkatkan
ketidakseimba
mulut sebelum makan
ngan
atau
bantu Mulut yang bersih
nafsu makan
nutrisi
kurang
dari Pastikan
kebutuhan
tubuh
makanan Meningkatkan selera
disajikan
secara dan nafsu makan
tidak menarik dan pada suhu
terjadi, dengan yang
paling
cocok
kriteria hasil :
untuk konsumsi secara
a. Nafsu
optimal
makan
klien
Anjurkan pasien terkait Pasien
meningkat
dengan kebutuhan diet kooperatif
b. Tidak
untuk kondisi sakit
dapat
dan
melakukan apa yang
terjadi
dianjurkan
hipoprotein Kolaborasi dengan ahli
emia
gizi
c. porsi
makan
untuk
mengatur Diet yang tepat dapat
diet yang diperlukan
meningkatkan status
(NIC, 2013)
nutrisi pasien
yang
dihidangka
n
3.
dihabiskan
Setelah
Monitor apakah anak Mengidentifikasi
dilakukan
bisa
tindakan
tubuh
keperawatan
berubah
melihat
bagian respon anak terhadap
mana
yang perubahan tubuhnya
selama … x 24
jam,
Identifikasi
diharapkan
strategi
strategi- Respon
orangtua
penggunaan menentukan
gangguan citra koping oleh orangtua bagaimana persepsi
tubuh
dapat dalam
teratasi,
terhadap
berespon anak
terhadap
perubahan tubuhnya
dengan kriteria penampilan anak
hasil :
a. Citra tubuh Bangun
positif
b. Mendeskri
hubungan Memudahkan
saling percaya dengan komunikasi personal
anak
dengan anak
pisikan
secara
Gunakan
faktual
mengenai gambaran diri dari persepsi citra
perubahan
gambaran Mekanisme evaluasi
diri anak
fungsi
tubuh
Ajarkan untuk melihat Membantu
c. Mempertah pentingnya
respon meningkatkan
citra
ankan
mereka
interaksi
perubahan tubuh anak
sosial
dan
masa
terhadap tubuh anak
penyesuaian
depan,
di
dengan
cara yang tepat.
(NIC, 2013)
4.
Setelah
Monitor respirasi dan Data
dilakukan
status O2
dasar
menentukan
tindakan
intervensi
keperawatan
lanjut
selama … x 24
adanya
suara
nafas tambahan
diharapkan
lebih
Auskultasi suara nafas.
Catat
jam,
dalam
Suara
nafas
tambahan
bersihan jalan
mengidentifikasikan
nafas
ada sumbatan dalam
dapat
efektif, dengan
kriteria hasil :
jalan nafas
Atur
intake
untuk
cairan
a. Klien
Mencegah
mampu
bertambah parah
bernafas
Lakukan
mudah
mengidenti
dan
mencegah
faktor yang
dapat
menghamb
nafas
pasien
Memaksimalkan
fisioterapi
dada jika perlu
b. Mampu
at
Posisikan
semifowler
dengan
fikasi
edema
jalan
(NIC, 2013)
ventilasi
Membantu
mengeluarkan sekret
5.
Setelah
Monitor
denyut
dilakukan
irama jantung
dan Mengetahui kelainan
jantung
tindakan
keperawatan
Ukur intake dan outtake Mengetahui
selama … x 24 cairan
kelebihan
jam,
kekurangan
atau
diharapkan
perfusi
Berikan oksigen sesuai Meningkatkan
jaringan
kebutuhan
perfusi
perifer efektif,
dengan kriteria Lakukan
perawatan Menghindari
hasil :
kulit, seperti pemberian gangguan integritas
a. Waktu
lotion
kulit
pengisian
kapiler < 3 Hindari
detik
terjadinya Mempertahankan
palsava manuver seperti pasukan oksigen
b. Tekanan
mengedan,
menahan
sistol
dan napas, dan batuk
diastol
(NIC, 2013)
dalam
rentang
yang
diharapkan
c. Tingkat
kesadaran
6.
membaik
Setelah
Monitor
dilakukan
pernapasan,
tindakan
penggunaan otot bantu
keperawatan
pernapasan,
jumlah Mengetahui
pernapasan
batuk,
selama … x 24 bunyi paru, tanda vital,
status
jam,
warna kulit, AGD
diharapkan
pola
dapat
nafas Berikan oksigen sesuai Mempertahankan
efektif, program
oksigen arteri
dengan kriteria
hasil :
Atur
a. Pasien
fowler
posisi
pasien Meningkatkan
pengembangan paru
dapat
mendemon
Alat-alat
emergensi Kemungkinan terjadi
strasikan
disiapkan
pola
keadaan baik
pernapasan
(NIC, 2013)
dalam kesulitan
bernapas
akut
yang
efektif
b. Pasien
merasa
lebih
nyaman
dalam
7.
bernafas
Setelah
Monitor
dilakukan
aktivitas,
tindakan
saat aktivitas
keterbatasan Merencanakan
kelemahan intervensi
dengan
tepat
keperawatan
selama … x 24 Catat
tanda
vital Megkaji sejauh mana
jam,
sebelum dan sesudah perbedaan
diharapkan
aktivitas
intoleran
peningkatan selama
aktivitas
aktivitas dapat
teratasi,
Lakukan istirahat yang Membantu
dengan kriteria adekuat setelah latihan mengembalikan
hasil :
dan aktivitas
energi
a. Kelemahan
yang
Berikan
berkurang
adekuat
diet
yang Metabolisme
dengan membutuhkan energi
b. Mempertah kolaborasi ahli diet
ankan
(NIC, 2013)
kemampua
n aktivitas
semaksima
8.
l mungkin
Setelah
Kaji suara nafas dan Data
dilakukan
suara jantung
dasar
dalam
menentukan
tindakan
intervensi
keperawatan
lanjut
lebih
selama … x 24
jam,
Ukur CVP pasien
Mengetahui
diharapkan
kelebihan
curah jantung
kekurangan
mengalami
tubuh
atau
cairan
peningkatan,
dengan kriteria
hasil :
Monitor aktivitas pasien Mengurangi
a. Menunjukk
an
kebutuhan oksigen
curah
jantung
Monitor
saturasi Mengetahui
yang
oksigen
manifestasi
memuaska
penurunan
n
jantung
curah
dibuktikan
oleh
Kolaborasi
efektifitas
laksatif
pemberian Mengejan
memperparah
dapat
pompa
jantung,
penurunan
(NIC, 2013)
curah
jantung
status
sirkulasi,
perfusi
jaringan,
dan status
TTV
b. Tidak ada
edema
paru,
perifer, dan
asites
5. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.
Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut
Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit
ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan
penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan
dari
proteinuria
menyebabkan
hipoalbuminemia.
Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran
protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan
immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction
Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.
2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.
http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Siburian, Apriliani. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK
KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id (Diunduh pada tanggal 15 September
2017)
Wati, Nur Ekma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK
DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM
NEFROTIK
Disusun Oleh :
1. Lailul Muna
[20161257]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM
NEFROTIK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I
Dosen Pembimbing :
Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns, M.Kep
Disusun Oleh :
1. Lailul Muna
[20161257]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan
rahmat,
karunia
dan
hidayah-Nya
sehingga
kami
dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN PENDAHULUAN DAN
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
PASIEN
DENGAN
SINDROM
NEFROTIK” ini dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata
kuliah keperawatan medikal bedah I oleh ibu Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns,
M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini,
diantaranya:
1. Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal
2. Ibu Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns, M.Kep, dosen pembimbing
3. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun
makalah ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan
makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila
mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.
Kendal, September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindrom Nefrotik
B. Etiologi
C. Anatomi Fisiologi Ginjal
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
F. Pathways
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
I. Konsep Asuhan Keperawatan
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan
erat dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur
keseimbangan tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna
dan beracun jika terus berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh
kita, karena ginjal bertugas mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal
didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa melalui proses
filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ
tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu
terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu
sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%.
Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus
pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002).
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang
mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan
keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi,
anatomi fisiologi ginjal, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindrom Nefrotik
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan
kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik
adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena
kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai
dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia,
hipoalbuminemia (≤2,5
gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1)
peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan
albumin dalam darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di
setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth,
2001)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS
: Minimal Change Nefrotik
Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan
sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler
kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid,
glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik
disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria.
Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialisis.
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012
adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti
glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan
amyloidosis
C. Anatomi Fisiologi Ginjal
(Sumber: Astuti, 2013)
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip
kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran
(terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam
bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya
disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada
dinding abdomen. Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang
perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak
sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari
bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan (Astuti, 2013).
Unit fungsional ginjal
(Sumber: Astuti, 2013)
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih
dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron
berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam
tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan
molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran
(tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat
aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki poripori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding
epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena
adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang
dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring
akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Astuti, 2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting
melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat
ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari
seluruh cardiac output (Astuti, 2013).
D. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler
glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya
terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan
dari
proteinuria
menyebabkan
hipoalbuminemia.
Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke
renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin
angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi
aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi
natrium dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi
dan yuliani, 2001 : 217).
E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata
(periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada
abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan
keletihan umumnya terjadi.
(Sumber: Irapanussa, 2015)
(Sumber: nursingbegin.com, 2010)
(Sumber: ujeuji.blogspot.co.id)
(Sumber: pakarobatherbal.com)
F. Pathways
Virus, bakteri, protozoa
inflamasi
glomerulus
DM peningkatan viskositas darah
Sistemik lupus eritematous regulasi
kekebalan terganggu proliferasi
abnormal leukosit
Perubahan
permeabilitas
membrane
glomerlurus
Protein &
albumin lolos
dalam filtrasi &
masuk ke urine
Kegagalan
dalam proses
filtrasi
Kebocoran
molekul besar
(immunoglobuli
n)
Gangguan
citra tubuh
Protein dalam
urine meningkat
Protein dalam
darah menurun
Pengeluaran
IgG dan IgA
Pembengka
kan pada
periorbita
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Sel T dalam
sirkulasi
menurun
Ekstravaksi
cairan
Kerusakan
glomerlurus
SINDROM
NEFROTIK
Mekanisme
penghalang
protein
Gangguan
imunitas
Mata
Oedema
Penumpukan
cairan ke ruang
intestinum
Volume
intravaskuler
Resiko infeksi
Reabsorbsi
air
ADH
Penekanan
pada tubuh
terlalu dalam
Nutrisi & O2
Paru-paru
Asites
Efusi pleura
Tekanan
abdomen
meningkat
Menekan
diafragma
Mendesak
rongga lambung
Otot pernafasan
tidak optimal
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Hipoksia
jaringan
Metabolism
anaerob
Iskemia
Produksi asam
laktat
Kelebihan
volume cairan
Anoreksia,
nausea, vomitus
Gangguan
pemenuhan
nutrisi
Nafas tidak
adekuat
Ketidakefektif
an pola nafas
Nekrosis
Menumpuk di
otot
Ketidakefek
tifan perfusi
jaringan
perifer
Kelemahan,
keletihan,
mudah capek
Ketidakseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Volume urin
yang diekskresi
Oliguri
Intoleransi
aktivitas
Absorbsi air oleh usus
Feses mengeras
Hipovolemia
Tekanan arteri
Sekresi renin
Granulasi selsel glomerulus
konstipasi
Mengubah
angiotensin
menjadi
angiotensin I &
II
Efek
vasokontriksi
arterioral
perifer
Aldosterone
Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Volume plasma
Tekanan darah
Beban kerja
jantung
Penurunan
curah jantung
(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)
G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya
penampilan klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui
beberapa pemeriksaan penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan
sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis
untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah,
dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi
dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang
dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai
normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik.
Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes
semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan
protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel
sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai
eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single
spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24
jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya.
Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria
masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah
dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan
pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif
: ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen
ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia >
8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta
terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak
diketahui
asalnya,
biopsy mungkin
diperlukan
untuk
diagnosis.
Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing
tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan
minimal-change
disease
pada
dewasa
dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon
yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan untuk
mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian akan diperiksa di
laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh
petugas radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat
menggunakan jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
untuk pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi
tengurap pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan
pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan
pemeriksaan lab urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien
dipulangkan. Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi
biopsi sore pulang (one day care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium
meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan
dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat
menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun
(N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9
gm/100ml),
γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml),
rasio
albumin/globulin 3 detik
3) Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
4) Edema
5) Paresresia
(NANDA, 2015)
f. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat
Batasan Karakteristik :
1) Perubahan kedalaman pernapasan
2) Penurunan tekanan ekspirasi
3) Bradipnea
4) Dipsnea
5) Penurunan ventilasi semeniit
(NANDA, 2015)
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Batasan Karakteristik :
1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2) Dipsnea setelah beraktivitas
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah
(NANDA, 2015)
h. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
Batasan Karakteristik :
1) Bradikardia
2) Palpitasi jantung
3) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas
konduksi, iskemia)
4) Takikardia
(NANDA, 2015)
4. Intervensi
No.
Tujuan &
Dx.
1.
Kriteria Hasil
Setelah
Timbang berat badan Estimasi penurunan
dilakukan
setiap hari dan monitor edema tubuh
tindakan
status pasien
Intervensi
Rasional
keperawatan
selama … x 24
jam,
Jaga intake/asupan yang
diharapkan
akurat dan catat output
kelebihan
terjadi
dengan kriteria Kaji lokasi dan luasnya
hasil :
keberhasilan terapi
dan dasar penentuan
tindakan
volume cairan
tidak
valuasi harian
edema
menentukan
intervensi lebih
lanjut
a. Terjadi
penurunan
mencegah edema
edema dan Berikan cairan dengan bertambah parah
ascites
tepat
b. Tidak
Diberikan dini
terjadi
Berikan diuretik yang pada fase
peningkata
diresepkan oleh dokter
n
berat
badan
oliguria untuk meng
ubah ke fase
(NIC, 2013)
nonoliguria, dan
meningkatkan
volume urine
2.
Setelah
Monitor
dilakukan
asupan makanan
adekuat
dan Membantu
kalori
dan
mengidentifikasi
tindakan
defisiensi
keperawatan
kebutuhan diet
dan
selama … x 24
jam,
Lakukan
diharapkan
pasien terkait perawatan dapat meningkatkan
ketidakseimba
mulut sebelum makan
ngan
atau
bantu Mulut yang bersih
nafsu makan
nutrisi
kurang
dari Pastikan
kebutuhan
tubuh
makanan Meningkatkan selera
disajikan
secara dan nafsu makan
tidak menarik dan pada suhu
terjadi, dengan yang
paling
cocok
kriteria hasil :
untuk konsumsi secara
a. Nafsu
optimal
makan
klien
Anjurkan pasien terkait Pasien
meningkat
dengan kebutuhan diet kooperatif
b. Tidak
untuk kondisi sakit
dapat
dan
melakukan apa yang
terjadi
dianjurkan
hipoprotein Kolaborasi dengan ahli
emia
gizi
c. porsi
makan
untuk
mengatur Diet yang tepat dapat
diet yang diperlukan
meningkatkan status
(NIC, 2013)
nutrisi pasien
yang
dihidangka
n
3.
dihabiskan
Setelah
Monitor apakah anak Mengidentifikasi
dilakukan
bisa
tindakan
tubuh
keperawatan
berubah
melihat
bagian respon anak terhadap
mana
yang perubahan tubuhnya
selama … x 24
jam,
Identifikasi
diharapkan
strategi
strategi- Respon
orangtua
penggunaan menentukan
gangguan citra koping oleh orangtua bagaimana persepsi
tubuh
dapat dalam
teratasi,
terhadap
berespon anak
terhadap
perubahan tubuhnya
dengan kriteria penampilan anak
hasil :
a. Citra tubuh Bangun
positif
b. Mendeskri
hubungan Memudahkan
saling percaya dengan komunikasi personal
anak
dengan anak
pisikan
secara
Gunakan
faktual
mengenai gambaran diri dari persepsi citra
perubahan
gambaran Mekanisme evaluasi
diri anak
fungsi
tubuh
Ajarkan untuk melihat Membantu
c. Mempertah pentingnya
respon meningkatkan
citra
ankan
mereka
interaksi
perubahan tubuh anak
sosial
dan
masa
terhadap tubuh anak
penyesuaian
depan,
di
dengan
cara yang tepat.
(NIC, 2013)
4.
Setelah
Monitor respirasi dan Data
dilakukan
status O2
dasar
menentukan
tindakan
intervensi
keperawatan
lanjut
selama … x 24
adanya
suara
nafas tambahan
diharapkan
lebih
Auskultasi suara nafas.
Catat
jam,
dalam
Suara
nafas
tambahan
bersihan jalan
mengidentifikasikan
nafas
ada sumbatan dalam
dapat
efektif, dengan
kriteria hasil :
jalan nafas
Atur
intake
untuk
cairan
a. Klien
Mencegah
mampu
bertambah parah
bernafas
Lakukan
mudah
mengidenti
dan
mencegah
faktor yang
dapat
menghamb
nafas
pasien
Memaksimalkan
fisioterapi
dada jika perlu
b. Mampu
at
Posisikan
semifowler
dengan
fikasi
edema
jalan
(NIC, 2013)
ventilasi
Membantu
mengeluarkan sekret
5.
Setelah
Monitor
denyut
dilakukan
irama jantung
dan Mengetahui kelainan
jantung
tindakan
keperawatan
Ukur intake dan outtake Mengetahui
selama … x 24 cairan
kelebihan
jam,
kekurangan
atau
diharapkan
perfusi
Berikan oksigen sesuai Meningkatkan
jaringan
kebutuhan
perfusi
perifer efektif,
dengan kriteria Lakukan
perawatan Menghindari
hasil :
kulit, seperti pemberian gangguan integritas
a. Waktu
lotion
kulit
pengisian
kapiler < 3 Hindari
detik
terjadinya Mempertahankan
palsava manuver seperti pasukan oksigen
b. Tekanan
mengedan,
menahan
sistol
dan napas, dan batuk
diastol
(NIC, 2013)
dalam
rentang
yang
diharapkan
c. Tingkat
kesadaran
6.
membaik
Setelah
Monitor
dilakukan
pernapasan,
tindakan
penggunaan otot bantu
keperawatan
pernapasan,
jumlah Mengetahui
pernapasan
batuk,
selama … x 24 bunyi paru, tanda vital,
status
jam,
warna kulit, AGD
diharapkan
pola
dapat
nafas Berikan oksigen sesuai Mempertahankan
efektif, program
oksigen arteri
dengan kriteria
hasil :
Atur
a. Pasien
fowler
posisi
pasien Meningkatkan
pengembangan paru
dapat
mendemon
Alat-alat
emergensi Kemungkinan terjadi
strasikan
disiapkan
pola
keadaan baik
pernapasan
(NIC, 2013)
dalam kesulitan
bernapas
akut
yang
efektif
b. Pasien
merasa
lebih
nyaman
dalam
7.
bernafas
Setelah
Monitor
dilakukan
aktivitas,
tindakan
saat aktivitas
keterbatasan Merencanakan
kelemahan intervensi
dengan
tepat
keperawatan
selama … x 24 Catat
tanda
vital Megkaji sejauh mana
jam,
sebelum dan sesudah perbedaan
diharapkan
aktivitas
intoleran
peningkatan selama
aktivitas
aktivitas dapat
teratasi,
Lakukan istirahat yang Membantu
dengan kriteria adekuat setelah latihan mengembalikan
hasil :
dan aktivitas
energi
a. Kelemahan
yang
Berikan
berkurang
adekuat
diet
yang Metabolisme
dengan membutuhkan energi
b. Mempertah kolaborasi ahli diet
ankan
(NIC, 2013)
kemampua
n aktivitas
semaksima
8.
l mungkin
Setelah
Kaji suara nafas dan Data
dilakukan
suara jantung
dasar
dalam
menentukan
tindakan
intervensi
keperawatan
lanjut
lebih
selama … x 24
jam,
Ukur CVP pasien
Mengetahui
diharapkan
kelebihan
curah jantung
kekurangan
mengalami
tubuh
atau
cairan
peningkatan,
dengan kriteria
hasil :
Monitor aktivitas pasien Mengurangi
a. Menunjukk
an
kebutuhan oksigen
curah
jantung
Monitor
saturasi Mengetahui
yang
oksigen
manifestasi
memuaska
penurunan
n
jantung
curah
dibuktikan
oleh
Kolaborasi
efektifitas
laksatif
pemberian Mengejan
memperparah
dapat
pompa
jantung,
penurunan
(NIC, 2013)
curah
jantung
status
sirkulasi,
perfusi
jaringan,
dan status
TTV
b. Tidak ada
edema
paru,
perifer, dan
asites
5. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom
nefrotik diharapkan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.
Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut
Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit
ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan
penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria.
Kelanjutan
dari
proteinuria
menyebabkan
hipoalbuminemia.
Dengan
menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran
protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan
immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena
masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction
Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.
2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.
http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Siburian, Apriliani. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK
KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id (Diunduh pada tanggal 15 September
2017)
Wati, Nur Ekma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK
DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)