TRADISI PINGIN PENGANTIN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Study Kasus Ds. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali) - Test Repository

  

TRADISI PINGIN PENGANTIN DALAM

PANDANGAN HUKUM ISLAM

(Study Kasus Ds. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

NURUL HIDAYAH

  

211 11 005

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI‟AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

SALATIGA

2015

  

MOTTO

PERTAHANKAN SESUATU YANG HARUS KAMU PERJUANGKAN

SAMPAI KAMU BENAR-BENAR MENDAPATKANNYA

  

JANGAN PERNAH BERHENTI BERMIMPI, KARENA MIMPI MEMBERI ASA

  

DAN HARAPAN DALAM MENJALANI KEHIDUPAN”

“BELAJAR MENGALAH SAMPAI SEORANGPUN TIDAK BISA

MENGALAHKANMU, BELAJAR MERENDAH SAMPAI TIDAK

  SEO RANGPUN BISA MERENDAHKANMU”

PERSEMBAHAN

  Skripsi ini saya persembahkan buat : 1.

  Kedua orang tua saya ayahanda Turmuji dan ibunda Samiyem ynag tidak pernah henti-hentinya memberikan motifasi kepada saya untuk tetap selalu menimba ilmu dan do‟anya yang tidak putus-putus mereka panjatkan guna kesuksesan anaknya.

  2. Kedua Kakakku Nurul Inayah dan Nurul Fauziah yang selalu memberikan semangat dan dorongan moral dan spriritual, dan adikku tercinta Ida Fauziah yang selalu ada buat saya dalam keadaan apapun.

  3. Sahabat-sahabatku Siti nuraini, Irinna Ika Wulandari, Rosalina Ardhiarini dan kak oelya busromun yang sudah menemani selama 4 tahun ini dan berjuang bersama dalam keadaan suka dan duka, dan terima kasih bersama kalian kita bisa mengukir kenangan indah dan kesuksesan bersama

  4. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberkan dorongan dan motivasi

  5. Bapak Drs. Badwan M.Ag dan Bapak Yusuf Khumaini S.HI.,M.H yang telah memberikan bimbingan skripsi yang sabar dan teliti yang senantiasa saya hormati.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur Alhamdulliah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan beribu-ribu nikmat, berupa nikmat Iman, Islam Ihksan. Serta yang memberiakn rahmat dan karunia- Nya, sehingga karya tulis ini bisa diselesaikan dengan baik.

  Shalawat berserta salam tak lupa kita lantunkan kepada junjungan kita yaitu nabi agung nabi akhirul zaman Nabi Muhhammad SAW, yang memberikan syafa‟atnya diyaumil khiamah kelak dan emoga saja kita semua mendapatkan syafa‟at dari Beliau.amin.

  Karya tulis ini dapat diselesaikan berkat bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak, terutama kepada:

  1. Rektor IAIN Salatiga bapak Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd.

  2. Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga Ibu Dra. Siti Zumrotun M.Ag

  3. Al-Syakhshiyyah (AS) IAIN Salatiga Bapak Ketua Jurusan Ahwal Syukron Ma‟mum S.HI,.M.Si.

  4. Bapak Dra. Badwan M.Ag dan Yusuf Khumaini S.H.I,.M.H yang telah membimbing peneliti dalam penyelesaikan karya tulis ini dengan baik, penuh kesabaran serta tulus.

  5. Masyarakat desa Klalingan kecamatan Klego Kabupaten Boyolali dan pengantin yang telah bersedeia untuk meluangkan waktunya ntuk memberikan informasi terkait dengan judul yang penulis teliti.

  6. Teman-teman seperjuangan Ahwal Al-Syakhiyyah

  Meskipun kegiatan peneliti ini sudah dilakukan secara maksimal, namun penulis merasa masih banyak kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun saya harapkan untuk memperbaiki study selanjutnya.

  Ahkirnya semioga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan masyarakakat desa Klalingan khususnya.

  Salatiga, 10 September 2015

  

ABSTRAK

  Nurul Hidayah. 211 11 005. TRADISI PINGIT PENGANTIN DI TINJAU

  

PANDANGAN HUKUM ISLAM (Desa Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten

  Boyolali). Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. Intitut Agama Islam Negeri. Dosen Pembimbing. Drs. Badwan M.Ag Kata Kunci : Hukum Islam Dalam Memandang Tradisi Pingitan.

  Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Apa yang di maksud dengan tradisi pingitan tersebut serta tujuannya?(2) Bagaimana pandangan masyarakat tentang tradisi pingitan tersebut? (3) Bagaimana pandangan hukum Islam tentang tradisi pingitan?

  Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodelogi penelitian kualitatif. Metedo pengumpulan datanya penyusun menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti juga menggunakan pendekatan historis dan fenomenologis untuk memperoleh data yang akurat (benar dan jelas).

  Data yang diperoleh peneliti dari beberapa informan di desa Klalingan Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali ini adalah tradisi

  “Pingit pengantin ” tidak wajib dilaksanakan, dan boleh digunakan untuk menjaga calon pengantin, dan persiapan diri bagi calaon pengantin dalam menghadapi hari pernikahan.

  Dalam kaedah fiqh dijelaskan bahwasanya suatu tradisi bisa sebagai hujjah yang wajib dikerjakan jika tradisi itu digunakan oleh kebanyakan orang, tetapi untuk sebagian besar masyarakat desa Klalingan masih dan akan melestarikan tradisi pingitan tersebut karena tradsi pingitan tersebut adalah tradisi warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dan kepercayan masyarakat Klalingan terhadap musibah yang didapat apabila tidak melakukan tradisi pingitan tersebut menjadi salah satu alasan yang kuat bagi masyarakat desa Klalingan untuk tidak meninggalkan tradisi pingitan tersebut.

  Tradisi

  “pingit pengantin” ini termasuk Urf shahih yakni urf

  yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan

  syara‟. Atau

  kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat Al- Qur‟an atau hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka

DAFTAR ISI

  

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR BERLOGO ii

  LEMBAR PERSETUJUAN iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN vi KATA PENGANTAR viii ABSTRAK x DAFTAR ISI xi

  BAB: 1 PENDAHULUAN

  A. Latar Belakang Masalah 1 B.

  Fokus Malasah 7

  C. Tujuan Penelitian 7 D.

  Kegunaan Penelitian 7

  E. Penegasan Istilah 8

  F. Metode Penelitian

  9 G. Sistematika Penulisan 13

  H. Telaah Pustaka 14

BAB: II KAJIAN PUSTAKA A.

  Pernikahan 1.

  Pengertian Pernikahan 16 2. Prinsip-Prinsip Pernikahan Dalam Islam 17 3. Hukum Melakukan Pernikahan 18 4. Rukun Dan Syarat Pernikahan 19 5. Hikmah Pernikahan 24 B. Adat Istiadat (Al „Urf) 1.

  Definisi Al-„Urf 25

2. Macam-Macam Al-„Urf 28 3.

  Syarat-Syarat Al-„Urf 20 4. Legalitas Al-„Urf 32 C. Pingitan 1.

  Pengertian Pingitan 33 2. Asal Usul Tradisi Pingitan 34 D. Hukum Islam 1.

  Definisi Hukum Islam 36 2. Tujuan Hukum Islam 37

  BAB : III HASIL PENELITIAN A.

  Diskripsi Lokasi Penelitian 1.

  Kondisi Umum Tentang Desa Klalingan 39 2. Letak Geografis dan Batas Administrasi Desa Klalingan 43 3. Kondisi fisik Desa Klego 43 4. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat. 47

BAB: IV ANALISIS A.

  Kegiatan Pingitan Des. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali 1.

  Proses Pingitan Des. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali.

  51 2. Pelaku Pingitan Des. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali 51 3. Landasan Masyarakat Des. Klalingan Melakukan Pingitan. 54 B.

  Pendapat Masyarakat Des. Klalingan Tentang Tradisi Pingit Pengantin. 55 C. Pendapat Ulama‟ Des. Klalingan Boyolali Tentang Tradisi Pingitan

  Pengantin. 61 D.

  Pandangan Hukum Islam tentang Tradisi Pingitan Penganti Boyolali. 66 E. Analisis 1.

  Faktor Yang Mendorong Yang Melakukan Tradisi Pingitan Pengantin 67 2. Faktor Penghambat Desa Klalingan Melakukan Tradisi Pingitan. 69 3. Konsep U‟rf Terkait Dengan Tradisi Pingit Pengantin 70

  BAB: V PENUTUP A.

  Kesimpulan 1.

  Tradisi Pingitan 73 2. Pendapat Ulama Desa Klalingan Tentang Pingitan 74 3. Pandangan Hukum Islam Tentang Tradisi Pingitan 74 B. Saran 75

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pandangan Islam Pernikahan itu merupakan Sunnah Allah

  dan Sunnah Rasul. Sunnah Allah berarti : menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini, pada dasarnya Allah menciptakan makhluk ini dlam bentuk berpasang-pasangan sebagaimana firman Allah dalam surat Az-Zariyat ayat 49 “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

  mengingat akan kebesaran Allah”

  Sedangkan sunnah Rasul berarti sesuatu tradisi yang telah ditertapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan untuk umatnya. Pada dasarnya agama Islam itu ada dengan peraturan-peraturan yang di bawa dengan tujuan agar kehidupan sosial masyarakat menjadi tenteram (sakinah) baik di dunia dan di ahkhirat, karena Islam mengatur dengan landasan syari‟at Islam.

  Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsqan

  

ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya

merupakan ibadah ( Zainudin, 2006 : 7).

  Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan (Departemen Agama Republik Indonesia . 1999, Hal. 5).

  Dalam pengertian lain pernikahan merupakan pintu gerbang untuk memasuki kehidupan baru yang sah menurut kaca mata agama islam bagi pria dan wanita. Pernikahan bagi masyarakat jawa sendiri diyakini sebagai sesuatu yang sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali dalam seumur hidup (Sholikhin, 2010 : 180).

  Hukum Islam senantiasa menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat muslim, yang bertujuan untuk mencapai kehidupan yang berbahagia dan sejahtera sesuai dengan syari‟at Islam. Pada dasarnya agama Islam ada dengan peraturan yang apabila melanggarnya ataupun mematuhi peraturan tersebut hukuman dan imbalannya langsung dari sang

  

Khalik kelak di Ahkirat maupun didunia berupa azab. Semua itu telah

  dituliskan pada Al- qur‟an dan Hadits.

  Hukum Islam merupakan seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan atau Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukkalaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam (Syarifuddin,2007 : 2).

  Kebiasan dan budaya memang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat disamping berhubungan dengan orang lain, masyarakat juga berhubungan dengan namanya budaya.

  Hubungan ini tidak dapat dipisahkan karena budaya itu sendiri tumbuh dan berkembang didalam ruang lingkup kehidupan masyarakat.

  Tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri

  Upacara perkawinan memiliki banyak ragam dan variasi diantara bangsa, suku satu dan yang lain, agama, budaya, maupun kelas sosial.

  Penggunaan atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula. Upacara perkawinan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat istiadat yang berlaku. Sedangkan perkawinan secara adat merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat luhur dan asli dari nenek moyang kita yang perlu dilestarikan, agar generasi berikutnya tidak kehilangan jejak. Upacara perkawinan adat mempunyai nilai luhur dan suci meskipun diselenggarakan secara sederhana sekali.

  Tiap daerah mempunyai upacara tersendiri sesuai dengan adat istiadat setempat. Ini bisa dikatakan seperti negara kita yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat dan upacara perkawinan yang . berbeda dengan keunikan masing-masing t.com/2012/09/proses-perkawinan-dan-upacara-adat-masyarakat-dalam- pernikahan.htm)

  Tradisi yang ada dimasyarakat yang menurut mereka berasal dari turun-temurun dari para orangtua mereka dan disampaikan secara lisan berupa cerita dan bukan secara tulisan yang terkodifikasi. Maka tiap tradisi sering dan terus bermodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman atau sesuai dengan selera dari masyarakat yang ada, contoh budaya peringatan kematian tiga hari dan tujuh hari pada perkembangannya sekarang sering gabung dengan istilah tiga sekaligus tujuh hari.

  Budaya pernikahan ada akad dan walimahan, maka sebelum nikah ada acara pingitan atau siraman, sesudah akad ada acara lempar pantun atau cacap-cacapan (budaya Palembang), diwalimahan ada orgen tunggalan. Sedangkan tradisi yang ada pada masyarakat Jawa dalam hal perkawinan melalui beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian acara perkawinan berlangsug selama kurang lebih dua bulan, hal ini diperinci sebagai berikut : 1.

  Nontoni ; Melihat calon istri dan keluarganya, dengan mengirim

  utusan (wakil) untuk melamar (meminang); Tahapan setelah nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.

2. Paningset ; Pemberian harta benda, berupa pakaian lengkap disertai cincin kawin.

  3. Pasok Tukon ; Upacara penyerahan harta benda kepada keluarga si

  gadis berupa uang,pakaian dan sebagainya, diberikan tiga hari sebelum pernikahan.

  4. Pingitan ; Calon istri tidak diperbolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40 hari sebelum perkawinan.

  5. Tarub ; Mempersiapkan perlengkapan perkawianan termasuk menghias rumah dengan janur.

  6. Siraman ; Upacara mandi bagi calon pengantin wanita yang dilanjutkan dengan selamatan.

  7. Ijab Kabul (Akad Nikah); Upacara pernikahan dihadapan penghulu, disertai orang tua atau Wali dan saksi-saksi.

  8. Temon (Panggih manten); Saat pertemuan pengantin pria dengan

  wanita 9.

  Ngunduh Mantu (ngunduh temanten) ; Memboyong pengantin

  wanita kerumah pengantin pria yang disertai pesta ditempat pengantin pria ((Hilman. 2003 : 3).

  Fokus bahasan penulis yaitu tradisi

  “pingit pengantin”. Tradisi ini

  biasanya juga dilakukan oleh sebagian masyarakat Klego. Dalam menggelar pernikahan biasanya para calon pengantin tidak boleh bertemu sampai hari acara ijab qobul tersebut, karena dalam kepercayaan masyarakat Jawa masa-masa menjelang pernikahan adalah masa-masa yang riskan, untuk itu calon pengantin tidak diperbolehkan untuk bertemu agar tidak ada bahaya ataupun masalah yang bisa membatalkan perkawinan tersebut, oleh karena itu orang tua

  “memingit” calon pengantin. Pingit

  pengantin ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin untuk memasuki dunia baru yang dinamakan rumah tangga.

  Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk

  memasuki dunia baru yaitu dunia rumah tangga yang baru. Pengertian lainnya pingitan adalah calon pengantin wanita tidak boleh bertemu dengan calon pengantin pria sampai akad nikah ditentukan, dan untuk jarak waktunya biasanya beragam, ada yang melaksanakan selama 2 bulan, 1 bulan dan 5 hari, yang pada perkembangan selanjutnya hanya cukup tiga hari saja. Selama itu calon mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon mempelai putra. Seluruh tubuh pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan pula berpuasa.

  Tujuannya agar pada saat jadi pengantin nanti, mempelai putri tampil cantik sehingga membuat pangling orang yang menyaksikannya

  

  Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti tradisi pingitan yang mana

  

pingitan termasuk dalam salah satu upacara adat dan merupakan tradisi

  yang tidak bisa ditinggalkan dan dipercayai yang dijalani secara turun- temurun. Karena kepercayaan yang telah mendarah daging pada masyarakat yang apabila salah satu prosesi upacara perkawinan tersebut tidak dilaksanakan maka akan ada musibah yang menimpa keluarga mempelai maupun pengantin, untuk itu penulis bermaksud mengkaji tradisi pingitan pengantin tersebut dengan pandangan hukum Islam. Sehingga judul yang ditentukan oleh penulis adalah TRADISI PINGIT PENGANTIN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (DESA KLALINGAN, KECAMATAN KLEGO, KABUPATEN BOYOLALI) B. Fokus Penelitian

  Sebagai pokok permasalahan yang berangkat dari latar belakang masalah, maka penulis mengambil beberapa hal yang dijadikan sebagai rumusan masalah atau fokus dalam penelitian, adalah sebagai berikut : 1.

  Apa yang dimaksud dengan tradisi pingitan tersebut? 2. Bagaimana pandangan masyarakat klego tentang tradisi pingitan tersebut?

  3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang tradisi pingitan? C. Tujuan Penelitian 1.

  Mengetahui makna dari “Pingitan” dan tujuan pingitan pengatin itu dilakukan.

  2. Mengetahui persepsi atau tanggapan dari masyarakat jawa khususnya masyarakat Klego terhadap tradisi pingitan pengantin?

  3. Mengetahui pandangan Hukum Islam tentang tradisi pingitan tersebut?.

  D.

  Kegunaan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitihan ini antara lain :

  1. Pembaca bisa memahami dan mengetahui tentang tradisi adat yang ada di pulau Jawa khususnya tradisi pingitan pengantin.

  2. Pembaca dapat mengetahui argument masyarakat kususnya di Desa Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali tentang keyakinannya dalam melakukan tradisi pingitan pengantin.

  3. Pembaca dapat mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap tradisi pingitan pengantin.

  E.

  Penegasan Istilah Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah di dalam judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah : 1.

  Tradisi Tradisi dalam kamus bahasa Indonesia adalah ada, kebiasaan yang diturunkan dari nenek moyang yang dijalankan oleh masyarakat

  (Fajri dan Senja:826). Sedangkan yang dimaksuid penulis adalah kebiasaan pingitan pengantin yang yang diturunkan dari nenek moyang masyarakat klego dan yang telah menjadi kebiasaan masyarakat jawa pada umumnya.

  2. Pingitan : berkurung di dalam rumah tanpa keluar sama

  Pingit, berpingitan sekali.

  Memingit ; mengurung dalam rumah. Pingitan ; Sesuatu yang di pingit (Fajri dan Senja:655).

  Sedangkan yang dimaksud oleh penulis adalah mengurung pengantin putri di dalam rumah dan tidak diperbolehkan bertemu dengan pengantin pria sampai akad nikah yang ditentukan, dengan ditentukan waktu pingitannya.

3. Hukum Islam

  Hukum Islam merupakan seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan atau Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukkalaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam (Syarifuddin,2007 : 2).

  F.

  Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendapat historis.

  Karena dalam pendekatan historis ini penulis bisa mengetahui asal mula kepercayaan masyarakat tentang tradisi pingit pengantin dan apa itu tradisi pingit menurut masyarakat Klego.

  Karena semua itu bisa diketahui dengan penulis harus terjun langsung kelapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas (Mukhtar, 2007:29), sehingga data yang diperoleh bisa bervariasi, akurat dan lengkap.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitihan Kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunaka prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Meleong, 2008 :6).

  2. Kehadiran Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti hadir dalam lokasi guna memperoleh data. Selain itu penulis juga harus membaur dengan obyek penelitian dan juga berperan dan berpartisipi dalam seluruh rangkain kegiatan pingit pengantin, dengan tujuan penulis mendapatkan data yang akurat. Kehadiran penulis sebagai peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti.

  3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Desa Klalingan Kecamatan Klego

  Kabupaten Boyolali. Karena sebagian masyarakat tersebut menganut tradisi adat jawa pingitan pengantin, dan untuk itu penulis harus terjun pada lokasi tersebut. Guna mendapatkan data yang relevan dan akurat.

  4. Sumber Data Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari proses penelitian, penulis menggunakan obyek penelitian berupa informan. Sedangkan untuk mendapatkan informan tersebut penulis harus terjun di Desa Klailingan Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali, baik itu masyarakat biasa maupun ulama‟ setempat. Selain informan yang penting adalah pengantin wanita yang menjalani pingitan tersebut.

  5. Prosedur Pengumpulan Data a.

  Observasi Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dengan sistematika terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Arikunto, 1987:128). Oleh karena itu peneliti harus terjun langsung di Desa Klalingan Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali agar bisa mengamati fenomena-fenomena dan rangakain kegiatan pingitan yang dilakukan oleh pengantin wanita dan observasi dalam lingkungan masyarakat tersebut.

  b.

  Wawancara Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung

  (Winarno,1990:174). Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai pokok masalah yang akan ditanyakan.

  Sasaran yang akan diwawancara adalah masyarakat Klego dan pengantin wanita yang menjalani pingitan di daerah tersebut.

  c.

  Dokumentasi Mencari data mengenai beberapa hal, baik berupa catatan dan data dari pemuka adat ataupun rangakaian kegiatan pingitan yang dikomentasikan oleh pemuka adat ataupun masyarakat setempat. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.

  d.

  Studi Pustaka Studi pustaka yaitu peneliti yang mencari data dari bahan- bahan tertulis (M. Amirin, 1990:135) berupa catatan, buku-buku, surat kabar, makalah dan sebagainya.

6. Analisis Data

  Menganalisa data artinya, menguraikan data, menjelaskan data, sehingga dari data-data tersebut dapat ditarik pengertian-pengertian yang kemudian dipahami sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan. Dalam penelitian ini penulis menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode: a.

  Deskriptif Adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, dan pandangan sikap yang tampak (Winarno, 1985:139).

  Mendeskripsikan data yang didapat penulis tentang situasi di desa Klalingan, kegiatan masyarakat desa Klalingan terutama pada kegiatan

  “pingit pengantin” b.

  Kualitatif Adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia pada kawasan sendiri berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa(Meleong, 2003:3).

  Penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh data dengan cara membaur dalam masyarakat dan melakukan pengamatan langsung pada masyarakat Klalingan. G.

  Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penlitian ini terdiri dari lima bab yang saling berkaitan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

  BAB 1 : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metedo penelitian dan sistematika penulisan

  BAB II : Dalam bab ini berisi kajian pustaka yang menjelaskan tentang pengertian pingitan pengantin, konsep kegiatan dalam masa pingitan pengantin, pengertian tradisi dan kaedah fiqh yang menjadi landasan hukum.

  BAB III : Bab in desa berisi tentang gambaran umum desa Klalingan, Kecamatanm Klego Kabupaten Boyolali terdiri dari letak Geografis , keadaan masyarakat, jumlah penduduk serta struktur organisasi. BAB IV : Dalam bab ini berisi analisa mengenai faktor apa saja yang membuat masyarakat Klego melakukan tradisi Pingitan pada calon pengantin wanita dan pandangan Hukum Islam tentang tradisi pingitan pengantin. Menguraikan hasil observasi yang berisi tentang mitos yang berkembang pada tradisi pingitan tersebut dan penyajian data tentang gambaran umum masyarakat Klego terhadap tradisi pingitan. Bab ini diketengahkan untuk mengetahui nilai-nilai Islam dalam pingitan pengantin.

  BAB V : Dalam bab ini penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan riwayat hidup penulis H. Telaah Pustaka Penelitian tentang tradisi pingitan pengantin dalam pandangan hukum Islam telah dilakukan oleh Ninik Nirma Zunita mahasiswi Universitas Islam Negeri( UIN) Malang dalam Skripsinya yang berjudul Pandangan Masyarakat Terhadap Tradisi Pingitan (Studi Kasus Desa Maduran, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan). Penelitian tersebut menjelaskan tentang bagaimana tradisi pingitan dilaksanakan oleh masyarakat setempat, tata cara pelaksanaan tradisi Pingitan, maksud dan tujuan masyarakat melaksanakan tradisi pingitan

  Dalam skripsi Zunita dapat diambil kesimpulan bahwa tradisi

  “pingit pengantin” tidak wajib dilaksanakan, dan boleh digunakan untuk

  menjaga calon pengantin, dan persiapan diri bagi calon pengantin menuju hari pernikahannya. Dalam kaedah fiqh dijelaskan bahwa suatu tradisi bisa sebagai hujjah yang dikerjakan jika tradisi itu digunakan oleh kebanyakan orang. Tradisi

  “pingit pengantin” ini termasuk u‟rf shahih yakni u‟rf yang

  baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan denagn syara‟. Kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat Al-q ur‟an atau Hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka (Zunita,2011).

  Dari kajian sebelumnya hanya fokus pada bagaimana tradisi

  

Pingitan tersebut dilaksankan oleh masyarakat setempat, tata cara

  pelaksanaan tradisi Pingitan, maksud dan tujuan masyarakat melaksanakan tradisi Pingitan, oleh karena itu penulis bermaksud untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang tradisi Pingitan yang ada pada masyarakat Desa Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali dan lebih fokus pada hukum Islam. Sehingga kita semua bisa mengetahui bagaimana hukum Pingitan dalam Islam apakah mubah (dibolehkan) atau justru diharamkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Pernikahan atau perkawinan dalam literatur fiqh berbahasa Arab

  disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan

  za‟aj. Kedua kata ini yang

  terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-quran dengan arti kawin. Secara arti kata nikah berarti bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad yang berarti mengadakanperjanjian pernikahan. Dalam pemakaian bahasa sehari-hari perkataan nikah lebih banyak dipakai dalam arti kiasan daripada arti yang sebenarnya jarang sekali dipakai pada saat ini (Muhtar, 1974 :11).

  Menurut istilah Hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di antaranya adalah : “Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki- laki”

  Abu Yahya Zakariya Al-Anshary mendefinisikan : “ Nikah menurut istilah syara‟ ialah yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata- kata yang semakna dengannya”(Ghazaly :8). Pengertian lain nikah adalah: Mengumpulkan. Menurut syara‟ artinya : akad yang telah terkenal dan memenuhi rukun-rukun serta syarat (yang telah tertentu) untuk berkumpul (Idris dan Ahmadi, 1994 : 198).

  Firman Allah :

  

“Maka nikahilah wanita-wanita yang kami senangai. “(QS. An-Nisa‟: 3)

  Dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan dan tujuannya dinyatakan dalam pasal 2 dan 3 sebagai berikut : Pasal 2 : Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mutsaqon ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

  Pasal 3 : Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari : Perkawinan merupakn salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupuyn tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jaln bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam memwujudkan tujuan perkawinan (Ghazaly :11).

2. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam Islam

  Ada beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam yang perlu diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia melaksanakan tugasnya mengabdi kepada Tuhan (Tihami, 2009 :12). a.

  Pilihan jodoh yang tepat.

  b.

  Pernikahan didahului dengan pinangan.

  c.

  Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan.

  d.

  Pernikahan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang bersangkutan.

  e.

  Ada persaksian dalam akad nikah.

  f.

  Pernikahan tidak ditentukan untuk waktu tertentu.

  g.

  Ada kewajiban membayar maskawin/mahar atas suami.

  h.

  Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah. i.

  Tanggung jawab pimpinan keluarga pada suami. j.

  Ada kewajiban bergaul denganm baik dalam kehidupan rumah tangga Prinsip-prinsip perkawinan ini sangat penting, karena apabila tidak terpenuhi prinsip-prinsip tersebut berakibat batal atau tidak sah ( fasid) nikahnya.

3. Hukum Melakukan Perkawinan

  Hukum nikah sangat erat hubungannya dengan pelakunya. Kalau pelakunya sudah memerlukan dan mampu yang akan menambah takwa, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram, maka hukumnya wajib. Kalau pelakunya tidak mampu dalam melaksanakan pernikahan, maksudnya bagi orang yang tahu dirinya tidak mampu melaksanakan hidup rumah tangga, melaksanakan kewajibannya lahir batin seperti memberikan nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri isteri, maka hukum nikah menjadi haram. Nikah disunnahkan bagi orang yang mampu tetapi masih sanggup mengendalikan diri dari peerbuatan haram. Dalam hal ini lebih baik daripada membujang. Sedangkan hukum asal dari nikah adalh mubah.

  Nikah hukumnya sunnah bagi orang yang memerlukannya. Syarat nikah berasal dari Al- Qur‟an dan hadits serta( ijma‟ umat) kesepakatan umat dengan niat yang kuat (Idris dan Ahmadi .1994 : 199).

  Firman Allah :

  “ Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,

dan orang-orang yang layak (berkawin) dan hamba-hambanmu yanglelaki

dan hamba-

hambamu yang perempuan.” (QS. An-Nuur : 32)

4. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan.

  a.

  Rukun Pernikahan.

  Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan itu terdiri atas. 1)

  Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.

  2) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

  Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.

  3) Adanya dua orang saksi. 4)

  Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki. Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat : Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu :

  1) Wali dari pihak perempuan. 2)

  Mahar (maskawin) 3) Calon pengantin laki-laki. 4) Sighat akad nikah.

  Imam Syafi‟i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu: 1) Calon pengantin laki-laki. 2) Calon pengantin perempuan. 3)

  Wali dari pihak perempuan 4) Dua orang saksi. 5)

  Sighat akad nikah (Ghazaly,2006 : 48) Memang ada sedikit perbedaan pendapat dikalangan para ulama seputar rukun nikah, namun rukun nikah yang dipakai di negara

  Indonesia pada umumnya adalah rukun nikah yang disimpulkan dalam madzhab Syafi‟i b.

  Syarat Sahnya Pernikahan Dasar bagi sahnya perkawinan adalah sudah dipenuhinya syarat-syarat perkawinan tersebut, sehingganya menghasilkan suatu perkawinan yang sah dan menimbulkan segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.

  Pada garis besarnya syarat-syaratsahnya perkawinan itu ada dua : 1)

  Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang yang haram dinikahi.

2) Akad nikahnya dihadiri para saksi.

  Secara rinci, masing-masing rukun di atas akan dijelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut:

a) Syarat-syarat kedua mempelai.

  (1) Syarat- syarat pengantin pria.

  Syariat Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu : (a) Calon suami beragama Islam. (b) Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki. (c) Orangnya diketahui dan tertentu. (d)

  Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.

  (e) Calon mempelai laki-laki mengetahui atau mengenal calon istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya.

  (f) Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.

  (g) Tidak sedang melakukan ihram. (h)

  Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.

  (i) Tidak sedang mempunyai istri empat (Ghazali, 2006

  : 50) (2)

  Syarat-syarat calon pengantin perempuan : (a)

  Beragama Islam atau ahli Kitab (wanita muslimah dengan laki-laki muslim) (b)

  Terang bahwa ia wanita, bukan khunsta (banci) (c) Wanita itu tentu orangnya. (d) Halal bagi calon suami. (e)

  Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam masa „iddah.

  (f) Tidak dipaksa/ikhtiyar. (g)

  Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah (Ghazaly, 2006 : 55)

b) Syarat-syarat Ijab Kabul.

  Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan kabul dengan lisan. Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu sah perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.(Ghazaly, 2006 : 57) c) Syarat-syarat wali.

  Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.

  Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil (tidak fasik). Perkawinan tanpa wali tidak sah.(Ghazaly, 2006 : 59)

  d) Syarat-syarat saksi.

  Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-laki, muslim,baligh, berakal, melihat dan mendengan serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah.

  Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu adalah sebagai berikut : (1) Berakal, bukan orang gila. (2) Baliq, bukan anak-anak. (3) Merdeka, bukan budak. (4) Islam. (5) Kedua orang saksi itu mendengar (Gazaly,2006 :64).

  Hikmah adanya saksi adalah untuk kemaslahatan kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang mengingkari, hal itu dapat dielakan oleh adanya dua orang saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri. Di samping itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir adalah dari perkawianan suami istri tersebut. Ternyata disini dua saksi dapat memberikan kesaksiannya.

5. Hikmah Pernikahan

  Pada dasarnya nikah dianjurkan oleh Allah SAW karena nikah mempunyai banyak hikmah bagi pelakunya sendiri, masyarakat, dan umat manusia. Adapun hikmah pernikahan sebagai berikut : a.

  Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilaman jalan keluar tidak dapat memuaskan, maka banyak manusia yang terguncang jiwanya sehingga akan mengambil jalan yang buruk.

  Dengan demikian perkawinan badan menjadi segar, jiwa menjadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram, dan perasaan akan tenang menikmati hal yang halal.

  b.

  Perkawinan adalah jalan untuk memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memelihara nafsu yang oleh Islam sangat dianjurkan.

  c.

  Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dalam hidup berumah tangga dengan anak-anak yang akan menimbulksn rasa cinta, sayang, dan sikap ramah yang merupakn sifat-sifat baik yang menyempurnakan akhlak manusia. d.

  Menyadari tanggung jawab beristeri dang menanggung anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawakan seseorang.

  e.

  Ada pembagian tugas, dimana yang satu mengurus dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja mencari nafkah sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami isteri dalam menanggani tugas-tugasnya.

  f.

  Dengan perkawinan diantaranya dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang memang oleh Islam direstui, ditopang, dan ditunjang (Sabiq:1980 :80) B.

   Adat Istiadat (Al-„Urf)

  Tradisi merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan di masyarakat. Sejak dahulu tradisi telah ada dan menjadi kebiasaan yang dilani oleh masyarakat saat ini dalam Hukum Islam istilah tradisi lebih dikenal dengan urf.

1. Definisi Al-„Urf

   Al- „Urf secara bahasa berarti suatu yang telah dikenal dan

  dipandang baik serta dapat diterima akal sehat. Al-

  „Urf (adat istiadat) yaitu

  sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka (Khalil, 2009 : 167).

  'Urf merupakan sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan

  merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan (Khallaf. 2005 : 104) Definisi Al-

  „Urf menurut para ulama yaitu :

  1) Menurut Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustashfa Al-„Urf merupakan:

  Sesuatu yang telah menjadi mantap/kuat di dalam jiwa dari segi akal dan dapat diterima oleh fikiran sehat/baik diakses pada 22 juni 2008, 4).

  2) Menurut Abdul Wahab Khalaf dalam bukunya yang berjudul Ilmu

  Ushul al-Fiqih yaitu : Al-'Urf adalah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh mereka, baik itu yang berupa perkataan, perbuatan ataupun sesuatu yang lazimnya untuk ditinggalkan. Hal ini dinamakan pula dengan al-âdah. Sehingga dalam bahasa ahli syara' disana dijelaskan bahwa antara al-'urf dan al-âdah tidak terdapat perbedaan (Idem. 1978/1398 : 89).

  3) Menurut Al-Jurjaniy yang dikutip oleh Abdul Mudjib dalam bukunya yang berjudul kaidah-kaidah fiqih, al-

  „urf adalah : sesuatu (perbuatan

  maupun perkataan) yang jiwa merasa tenang ketika mengerjakannya, karena sejalan dengan akal sehat dan diterima oleh tabi‟at. Al-„Urf juga merupakan hujjah bahkan lebih cepat untuk dipahami (Mudjib. 1999 : 44).