HIBAH DALAM KELUARGA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBAGIAN WARIS ( Studi Kasus di Desa Bonomerto Kec. Suruh Kab. Semarang ) - Test Repository

  

HIBAH DALAM KELUARGA DAN DAMPAKNYA

TERHADAP PEMBAGIAN WARIS

( Studi Kasus di Desa Bonomerto Kec. Suruh Kab. Semarang )

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

  

Oleh :

  Oleh: R. FAJAR HIDAYATULLAH

  NIM: 211-11-025

  

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.

  Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga

  Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiawa: Nama : R. Fajar Hidayatullah NIM : 21111025 Judul : HIBAH DALAM KELUARGA DAN DAMPAKNYA

  TERHADAP PEMBAGIAN WARIS (Studi Kasus di Desa Bonomerto Kec. Suruh Kab. Semarang).

  Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang Munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 11 September 2015 Pembimbing Drs. Machfudz. M. Ag NIP.196102101987031006

KEMENTERIAN AGAMA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYARI’AH

Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp. (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722

Website :

  

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

HIBAH DALAM KELUARGA DAN DAMPAKNYA TERHADAP

  

PEMBAGIAN WARIS

(Studi Kasus di Desa Bonomerto Kec. Suruh Kab. Semarang)

  Oleh: R. Fajar Hidayatullah

  NIM : 21111025 Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Kamis tanggal 17 September 2015 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam.

  Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Sidang : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag ....................................

  Sekretaris Sidang : Drs. Mhfudz, M. Ag ...................................... Penguji I : Sukron Ma‟mun, S.HI.,M.Si..................................... Penguji II : Drs, H. Mubasirun, M. Si ......................................

  Salatiga, 22 September 2015 Dekan Fakultas Syari Dra, Siti Zumrotun, M.Ag.

  NIP: 196701151998032002

  

PERNYATAAN KEASLIAN

  Yang bertandatangan di bawahini: Nama : R. Fajar Hidayatullah NIM : 21111025 Jurusan : Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas

  : Syari‟ah JudulSkripsi : HIBAH DALAM KELUARGA DAN DAMPAKNYA

  TERHADAP PEMBAGIAN WARIS(Studi Kasus di Desa Bonomerto Kec. SuruhKab. Semarang).

  Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulisan orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga 22 September 2015 Yang menyatakan R. Fajar Hidayatullah 21111025

  

Motto

“ Dan Tolong-Menolonglah Kamu Dalam

(Mengerjakan) Kebajikan Dan Takwa, Dan Jangan

  

Tolong-Menolong Dalam Berbuat Dosa Dan

Pelanggaran”

(QS. Al-Maaidah : 2)

  

PERSEMBAHAN

Dalamskripsiinipenulispersembahkankepadapihak-pihak

yang penulisanggapmempunyaiperanpenting:

  1. TerimakasihpenulisucapkankepadaIbundaElla BudiAsihsertaBapaksafrowi yang sabarmembinadanmengarahkanFajaruntukselalus mangat. Kepada Mas Ali trimakasihatasdorongandanmotifasinya, serta Mas Den besertaKeluargaterimakasihatasdoanya.

  2. Terimakasihbuatsahabat-sahabatku..Romi, Jibrun, Ari, Madon, Utami,Jek, Aji, Udin, Eko, Weni..sertayanglainya yang selalumengingatkanku.

  3. Terimakasihjugabuatsemuaanggota STAR-C serta HSFCI Salatiga BTB Boyolalidan yang lainya.

  4. TerimakasihuntukBp Drs. Mahfuzd. M.Ag yang telahmemberikanbimbinganya.

KATA PENGANTAR

  Segala puji hanya milik Allah swt dan hanya kepada-Nya-lah kita semua mempersembahkan segala bentuk pujian. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw. Karena dari beliaulah kita semua dapat mengetahui hukum-hukum Allah sehingga kita dapat membedakan mana perkara yang diperintahkan oleh Allah dan mana yang dilarang-Nnya.

  Alhamdulillah, skripsi dengan judul “Hibah Dalam Keluarga dan Dampaknya Terhadap Pembagian Waris Masyarakat Bonomerto” yang merupakan “Study kasus di Desa Bonomerto Kecamatan Suruh Kabupaten Semartang” ini dapat kami selesaikan dengan baik. Ini semua tidak terlepas adanya bantuan, dorongan serta bimbingan dari pihak-pihak tertentu yang terkait.

  Untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada: 1.

  Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah.

  3. Bapak Drs.Machfudz, M.Ag. selaku Pembimbing Skripsi dengan sabar selalu memberikan bimbingan dan pengarahan.

  4. Bapak dan ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah banyak memberikan bekal keilmuan.

  5. Kedua orang tua tercinta beserta seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik materiil maupun moril.

  6. Teman-teman mahasiswa seangkatan.

  7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.

  Mudah-mudahan semua amal baik mereka mendapat balasan yang berlipat ganda dan diridhoi oleh Allah swt.

  Penulis sadar, penulisan skripsi ini pasti masih banyak kekurangan. Karenanya penulis mengaharapkan tegur sapa, kritik dan saran yang membangun, sehingga bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

  Salatiga 11 September 2015. Penulis, R. Fajar Hidayatullah NIM: 211-11-025

  

Abstrak

  Fajar Hidayatullah, R. 2015. Hibah Dalam Keluarga dan Dampaknya terhadap Pembagian Waris Masyrakat Bonomerto. (Studi Kasus di Desa Bonomerto Kec. Suruh Kab. Semarang). Dosen Pembimbing Drs. Mahfudz. M. A.g.

  Kata Kunci :Hibahberdampakterhadapwaris Hibah dan waris adalah dua hal yang berbeda, tetapi sebagian masyarakat

  Bonomerto belum memahaminya, sehingga di dalam pembiaran hibah dan pembagian waris terjadi banyak penyimpagan dan menimbulkan permasalahan serta perselisihan keluarga, bahkan tidak jarang hubungan kekeluargaan menjadi rengang atau putus.

  Praktek hibah orang tua kepada salah seorang atau beberapa orang dari anaknya, yang tidak merata dan tidak adil. Hibah orang tua kepada salah seorang anak kesayanganya saja, atau ada juga hibah sistem bagi tara tapa membedakan jenis kelamin antara laki-laki atau perempuan banyak terjadi di masyarakat Bonomerto. Model-model pemberian hibah tersebut hampir semuanya menimbulkan berbagai masalah keluarga. Misalnya pemberian hibah kepada salah seorang atau beberapa orang dari anaknya, bagi anak yang tidak diberi merasa kecewa dan merasa dianak tirikan yang akhirnya timbul kebencian kepada orang tua dan kepada saudaranya yang diberi hibah. Demikian pula pemberian hibah sama rata tanpa membedakan jenis kelamin antara anak laki-laki dan perempun, bagi anak laki-laki merasa diperlakukantidakadil berdasarkan hukum agama Islam yang menetapkan bahwa bagianlak-lakidanperempuanadalah 2/1.

  Dengan praktek pemberian hibah orang tua kepada anaknya sebagaimana tersebut di atas disamping menimbulkan banyak permasalahan, hukum waris pun tidak berjalan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Pembagian akhirnya tidak sesuai hukum dimana anak-anak yang sudah menerima hibah tidak lagi mendapat harta warisan, dan anak-anak yang tidak menerima hibah umumnya juga tidak setuju kalau yang sudah menerima hibah ikut mendapat bagian warisan.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL.................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN.......................................................iii HALAMAN PERYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................iv H

  ALAMAN MOTO……………………….............................................................v H

  ALAMAN PERSEMBAHAN………….............................................................vi K

  ATA PENGANTAR…………………...............................................................vii HALAMAN ABSTARAK...................................................................................viii DAFTAR ISI...........................................................................................................ix

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………………….1 B. Rumusan Masalah……………………………………….…………….3 C. Tujuan Penelitian……………………………………..……………….3 D. Kegunanan Penelitian………………………………………………….4 E. Penegasan Istilah…………………………………...………………….4 F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................................5

  2. Kehadiran Peneliti……………………………..………………….6 3.

  Lokasi Penelitian………………………………….……………….6 4. Sumber Data.....................................................................................6 5. Prosedur Pengumpulan Data…….…………………….…………..6 6. Analisis Data...................................................................................7 7. Pengecekan Keabsahan Data............................................................8 8. Tahap-tahap Penelitian……………………...……………………..8 G. Sistematika Penulisan...........................................................................10

  BAB II KETENTUAN HIBAH DAN WARIS MENURUT HUKUM ISLAM A. Hibah dan Waris Menurut Hukum Islam…………………….….11 B. Dasar Hukum Hibah……………………………………………...12 C. Mencabut Pemberian……………………………….…………….16 D. Larangan Mengistimewakan Sebagian Anak dalam Hibah….…..17 E. Syarat-syarat Pemberian Hibah…………………………………..20 F. Penarikan Kembali Hibah Seorang Ayah Kepada Anaknya…….23 G. Sikap Ulama‟ Setempat Terhadap Pemberian Hibah Orang Tua Kepada Anaknya Terkait Pembagaian Warisan ……………...…..24 H. Permasalahan Hibah dan Dampaknya Terhadap Pembagian

  Warisan …………………………………………………………..25 I.

  Pengertian Waris…………………………………………………27 J.

  Harta Waris………………………………………………………28 K.

  Sebab-sebab Waris……………………………………………….29 L. Ahli Waris…………..……………………………………………38

  BAB III PROSES HIBAH DAN WARIS DI DESA BONOMERTO A. Keadaan Geografis, Sosial-Budaya dan Ekonomi Desa- Bonomerto....................................................................................39 B. Kondisi Hibah dan Waris di Desa Bonomerto....................................................................................43 C. Sebab-Sebab Terjadinya Hibah Yang Menimbulkan Masalah Keluarga Di Desa Bonomerto....................................................46 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS HIBAH DAN PEMBAGIAN WARIS DI DESA BONOERTO A. Pemberian Hibah dan Pembagian Waris Ditinjau Dari- Hukum Islam.................................................................................49 B. Antara Adat dan Hukum Islam ....................................................52 C. Dampak Hibah Orang Tua Kepada Anaknya Terhadap- Pembagian Waris di Desa Bonomerto ........................................54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................57 B. Saran............................................................................................58 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................61

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf (g) menjelaskan, hibah

  adalah pemberian suka rela tanpa inbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Dalam hukum kewarisan Islam, pemberian hibah untuk orang lain juga dibatasi maksimum dari 1/3 harta yang dimilikinya (pasal 210 ayat 1 KHI).

  Prof. Dr. H. Hendi Suhendi dalam bukunya Fiqih Muamalah menjelaskan, hibah yakni pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan) (Suhendi. 2010: 210).

  Dalam hukum adat di Jawa banyak dilakukan orang bahwa apabila seorang anak sudah berumah tangga dan akan mendirikan kehidupan rumah tangga sendiri, terpisah dari orang tuanya, kepadanya diberikan barang-barang untuk modal hidupnya.

  Kelak barang-barang pemberian itu diperhitungkan sebagai warisan sepeninggal orang tua, anak yang pernah menerima pemberian itu tidak berhak menerima warisan lagi (Saifullah & Arifin 2005: 228).

  Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai masalah ini?. Sementara hibah berbeda dengan warisan. Hibah tidak dapat dipandang sebagai warisan. Agama Islam mengajarkan bahwa apabila orang tua akan memberikan sesuatu kepada anak-anaknya harus dilakukan secara adil, jangan nampak ada kecendrungan pilih kasih.

  Faktanya dalam kehidupan masyarakat masih belum memahami bagimana cara memberikan hibah yang sesuai dengan aturan, dalam kitab Undang-uandang dan Kompilasi Hukum Islam, masyarakat lebih cenderung membagi hibah dengan ego dan kemauanya sendiri tidak memperhatikan faktor keadilan.

  Berdasarkan fakta yang kami lihat, adanya orang-orang tua yang menghibahkan hartanya kepada salah seorang atau beberapa orang dari anak- anaknya sementra ada seorang anak atau beberapa orang anak yang lain tidak diberi. Ada juga orang tua yang menghibahkan hartanya kepada seorang anak perempuan atau seseorang anak laki-laki yang sangat di cintainya, sedangkan anak-anak yang lain tidak diberi. Tetapi ada juga orang tua yang berusaha bijak dan berbuat adil (menurutnya) dengan menghibahkan hartanya kepada semua putra putrinya dengan cara bagi rata tanpa membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan diberi sama.

  Adanya model berbagai hibah tersebut kelak di dalam pembagian harta warisan sering tidak dapat dilaksanakan sesuai hukum agama Islam. Sering terjadi perdebatan, permusuhan bahkan tidak jarang hubungan keluarga diantara mereka mereka putus. Peristiwa seperti itu sudah terjadi begitu lama, turun temurun dan seakan menjadi tradisi, efek negatif yang sering mereka saksikan belum dijadikan pembelajaran bagi orang tua. Bahkan orang tua belum menyadari atas kekeliruannya, para alim Ulama‟ dan pemuka agama setempat juga kurang peka terhadap masalah tersebut, dengan bukti pembiyaran selama ini. Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti hibah yang dikaitkan dengan waris dengan judul

  “ Hibah Dalam Keluarga dan Dampaknya Terhadap Pembagian Waris”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pelaksanaa Hibah menurut masyarakat Bonomerto

  Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ? 2. Apakah Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian Hibah masyarakat Bonomerto ?

  3. Bagaimanakah Pandanagan hukum Islam tentang pemberian hibah dan pembagian waris yang ada di masyarakat Bonomerto ?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian yang akan dilaksanakan penulis bertujuan sebagi berikut: 1.

  Untuk mengetahui maksud dan tujuan para orang tua memberikan hibah kepadasebagian anak-anaknya yang lebih dicintainya.

2. Untuk mengetahaui akibat adanya hibah yang dilakukan secara tidak adil.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara membagi waris terkait adanya hibah.

  D. kegunaan Penelitian

  Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagi berikut: 1.

  Bagi masyarakat.

  a.

  Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat mengetahui dengan jelas tentang hibah dan warisan.

  b.

  Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat bisa menerapkan pelaksanaan hibah dan waris secara benar menurut hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

2. Bagi Akademik.

  Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan refrensi permasalah yang ada di masyarakat.

E. Penegasan Istilah

  Supaya tidak ada perbedaan penafsiran kata dalam penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah yang terkait dengan judul, yakni sebagai berikut: 1.

  Waris adalah Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata waritsa-yaritsu-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seorang kepada orang lain; atau dari satu kaum kepada kaum yan lain(Ali, 1995: 33).

2. Hibah secara etimologis, hibah berasal dari kata hubub ar-rih, artinya aku memberikan sesuatu kepandanya.

  Adapun hibah secara terminologi adalah memberikan harta dari orang yang boleh melakukan tasharruf (membelanjakan) saat ia masih hidup tanpa ada imbalan(Ath-Thayyar & Al-Mutlaq, 2014: 467).

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian yaitu mengunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh data yang akurat dan tepat dari dokumen yang tertulis maupun lisan, maka metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah: a.

  Penelitian Deskriptif, yakni sebuah penelitian untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendiskripsikan sejumlah fariabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.

  Metode Diskriptif, dapat diartikan sebagai prosudur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diselidiki (seseorang, masyarakat, lemabaga, dan lain-lain) sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta yang aktual saat sekaranag (Nawawi, 1992: 67).

  b.

  Studi Kasus, yakni sebuah penelitian yang penelaahanya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Studi kasus ini dilakukan terhadap individu maupun kelompok. Dimana permasalahanya ditelaah secara komperhensif, mendetail, dan mendalam (Faisal, 1992: 22).

  2. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai Instrument sekaligus sebagai pengumpul data. Kehadiran peneliti juga diketahui sebagai peneliti di desan Bonomerto kec. Suruh Kab. Semarang dengan melakukan perizinan terlebih dahulu terhadap masyarakat setempat, sehingga kehadiran peneliti diakui oleh masyarakat setempat.

  3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian fokus dilakukan di Desa Bonomerto Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

  4. Sumber Data Sumber data berasal dari perorangan dan keluaraga-keluarga yang terlibat, peneliti mewawancarai responden-responden yang menjadi sumber data penelitian (menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya), atau mengobservasi suatu keadaan, suasana, peristiwa dan akibat (menggunakan panduan obsevasi yang telah disusun sebelumnya).

  5. Prosedur Pengumpulan Data a. wawancara

  Penulis melakukan wawancara yakni suatu bentuk komunikasi antara peneliti kepada pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi untuk penelitian ini. Tehnik yang di pakai dalam pengambilan data dalam penelitian ini adalah: b.

  Observasi cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan pada objek penelitian pada saat peristiwa atau keadaan atau suatu situasi sedang berlangsung. mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian yang dilaksanakan setelah peristiwa atau situasi atau keadaannya terjadi.

6. Analisa Data

  Setelah data terkumpul penulis menganalisa data dengan menggunakan analisis kualitatif baik terhadap individu atau kelompok.

  Dengan cara ini diharapkan berlangsung intensif, mendalam, komprehensif, rinci dan tuntas, dari sini peneliti setiap harinya bisa mendapatkan demikian banyak data, apakah dari hasil wawancara, dari hasil observasi, ataukah dari sejumlah dokumen. Data yang terekam dalam catatan-catatan lapangan tersebut tentunya pelu dirangkum, diikhtisarkan, atau diseleksi masing-masingnya bisa dimasukan kedalam katagori tema yang mana, fokus yang mana atau permasalahan yang mana, ini termasuk dalam katagori pekerjan analisis yang disebut “Reduksi data” (Faisal, 1992: 271) .

7. Pengecekan Keabsahaan Data

  Pengecekan keabsahan data di dalam penelitian kualitatif adalah penelitian itu sendiri, sehingga dapat dimungkinkan terjadinya penelitian yang tidak obyektif.Untuk menghindari hal itu maka data yang diperoleh perlu diuji kredibilitasnya (drajat kepercayaan).Dalam penelitian ini, pengujian terhadap kredibilitas dengan triagulasi. Triagualasi sumber data dilakukan dengan cara membandingkandengan mengecek balik drajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan satu dengan informan lain.

8. Tahapan-tahapan Penelitian

  Setelah penulis menemukan tema yang akan diteliti, selanjutnya penulis melakukan penelitian kepada nara sumber dengan melakukan wawancara kepada beberapa responden. Melakukan pengumpulan data dan menganalisis data yang sudah didapat.

G. Sistematika Penulisan

  BAB I : Pendahuluan Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, bahwasanya ketentuan hibah dan waris telah diajarkan sejak zaman Rasulullah saw tercantum dalam ayat-ayat suci Al-

  Qur‟an dan hadits-hadits Rasulullah saw dan diperkuat pula oleh para imam-imam besar Islam, akan tetapi terdapat kekeliruan dalam praktek hibah dan waris yang terjadi di Desa Bonomerto.

  BAB II : Kajian Pustaka Pada bagian ini penulis mengemukakan tentang ketentuan-ketentuan hibah dan waris secara hukum Islam , serta sikap Ulama‟ setempat mengenai hibah terkait pembagian warisan.

  BAB III : Kajian Lapangan Bab ini berisi data-data yang diperoleh dari lapangan yang berkaitan dengan praktek terjadinya hibah dan waris di Desa Bonomerto, dari proses terjadinya hibah dan waris, serta sebab dan dampak dari kekeliruan praktek tersebut, melalaui wawancara maupun observasi.

  BAB IV : Analisis Berisi tentang kronologi terjadinya hibah dan waris di Desa Bonomerto serta perbandingan antara praktek nyata dilapangan dengan hukum Islam. BAB V : Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.

BAB II KETENTUAN HIBAH DAN WARIS MENURUT HUKUM ISLAM A. Hibah dan Waris Menurut Hukum Islam Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam. Pemberian dalam bahasa Arab disebut al-hibah, secara bahasa dari hubub al-rih, yaitu perlewatanya untuk melewatkanya dari tangan kepada yang lain. Adapun hibah secara terminologis adalah memberikan harta dari

  orang yang boleh melakukan tasharruf (membelanjakan) saat ia masih hidup tanpa ada imbalan (Ath-Thayyar& Al-Mutlaq, 2013: 326).

  Jadi hibah adalah pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan). Karena pada hakikatnya pemberian (hibah) dilakukan dengan tidak mengharapkan balasan dari manusia, tetapi hanya ingin memperoleh ridho dan ganjaran dari Allah swt.

  Hal ini sesuai dengan ayat-ayat Al- Qur‟an maupun al-Hadits yang memerintahkan kepada umat Islam didalam beribadah (termasuk dalam pemberian hibah) harus dilaksanakan dengan iklhas tanpa mengharap balasan apapun dari manusia, melainkan hanya mengharap ridho Allah swt, sebagaimana tersirat didalam surat Al-Bayyinah ayat 5 yang artinya “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”. Dan didalam hadits riwayat Imam Muslim dari Ibn Majah bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Allah „Azza wa Jalla berfirman, Aku adalah Dzat yang tidak membutuhkan sekutu. Oleh karena itu, siapa yang mengerjakan suatu amalan dengan menyertakan sekutu selain diri- Ku maka Aku berlepas diri darinya dan ia milik sekutu yang disertakanya itu” (Muhammad, 2014 : 402).

B. Dasar Hukum Hibah

  Ayat-ayat Al- Qur‟an maupun Al-Hadist banyak yang menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik dengan cara tolong-menolong dan salah satu bentuk tolong

  • –menolong adalah memberikan harta kepada orang lain yang betul-betul membutuhkanya, Allah berfirman: ْ ٢ ْ:ْةذئبٌّاْ.

  ٍََْٝعْا ْ َُٛٔٚبَعَتَٚ َٜٛ مَّتٌاَِّْٚشِب ٌا

  Artinya:...dan tolong

  • –menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa.......(QS- Al-Maidah: 2)

  ُةَّيِصَوْلا اًرْ يَخ َكَرَ ت ْنِإ ُتْوَمْلا ُمُكَدَحَأ َرَضَح اَذِإ ْمُكْيَلَع َبِتُك . ٨١ : ةرقبلا .

  َيِقَّتُمْلا ىَلَع اًّقَح ِفوُرْعَمْلاِب َيِبَرْ قَْلْاَو ِنْيَدِلاَوْلِل Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu-bapak dan karib kerabatanya secara ma‟ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang- orang yang bertakwa” (QS-Al- Baqarah: 180).

  Dalam salah satu hadist yng diriwayatakan Imam Bukhari dan Abu Daud dari „Aisyah ra berkata :

  َْص ْ ًُْ ْ مَْب َْ٠ْ. بَٙ ١ٍََعُْب ١ُِٕ٠ََْٚتَّ٠ِْذَٙ ٌا ْ ِٝبٌَّٕاََْْْبو

  

“Pernah Nabi SAW menerima hadiah dan balasanya hadiah itu “

َْص

  ْ َْبل َْي ِِّْٟبٌَّٕآَِْعَْةَش ٠َشُِْٟ٘بَاْ َٓع عاَسِرْ َٚاٍْعاَشُوٍََْٟعُْت ١ِعُد ٌَْٛ:

  ٞسبخبٌاْٖاٚس ْ.ُْت ٍَبَمٌٌَْعاَسِرٌََِّْٟاَِْٞذ ُ٘ا ٌََُْٛٚت بَجَْ َلَ

  Artinya : Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang, pasti akan saya kabulkan undangan tersebut, begitu juga kalau sepotong kaki binatang dihadiahkan kepada saya, tentu akan saya terima”. HR. Bukhari

C. Mencabut Pemberian

  Pada dasarnya pemberian haram untuk diminta kembali baik hibah, shadaqah, washiat maupun hadiah. Oleh karena itu para ulama menganggap permintaan barang sudah dihadiahkan dianggap sebagai perbuatan yang buruk sekali, kecuali pemberian bapak kepada anakanya, tidak berhalangan dicabut atau dimintanya kembali. Rasulullah saw bersabda:

  َْص ْ ْ ٍٍُِْ سًٍُُِْجَشٍِ ٍِحَ٠ َلَْ.

  ْ ِٟبٌَّٕاَْيَبلٍْسبَّبَعِْٓ باََْٚشَُّعَْٟبَاْ َٓع ْ ْ .

  َُْٖذٌََْٚ ِٟط عُ٠ْبَّ ١ِفُْذٌِاَٛ ٌاْ َّلَِاْبَٙ ١ِفُْعِج شَ٠َُُّْحَْتَّ١ِطَعٌ اَِْٟط عُ٠ْ َْا ْببحْٓب اْٚٞزِشتٌاْٗححصْٚذّحاْٖاٚس

  Artinya :Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, Nabi saw telah bersabda:”Tidak halal bagi seorang laki-laki muslim bila ia memberikan sesuatu kemudian dicabut kembali, kecuali pemberian bapak kepada anaknya”. HR. Ahmad dan dinilai sahih oleh Thirmidzi dan Ibnu Hibban.

  Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra dari Nabi saw bersabda:

  ْ َْذٌِاَٛ ٌاْ َّلَِاْبَٙ ١ِفُْعِج شَ٠َُُّْحَْتَّ١ِطَعٌ اَِْٟط عُ٠ْ َْاٍٍُِْ سًٍُُِْجَشٌِْ ًِحَ٠ َلَ .

  َُْٖذٌََْٚ ِٟط عُ٠ْبَّ ١ِف

  Artinya : “Haram bagi seorang muslim memberi sesuatu kepada orang

  lain kemudian memintanya kembali, kecuali pembayaran ayah kepada anaknya”.

D. Larangan Mengistimewakan Sebagaian Anak Dalam Hibah

  Orang tua dituntut untuk bertanggung jawab, bijak dan adil. Orang tua harus selalu berbuat seadil dan sebaik-baiknya untuk semua putra putrinya. Sering terjadi dalam masyarakat, dimana orang tua pada masa hidupnya memberikan harta (hibah) kepada salah seorang atau beberapa orang dari anak-anakanya. Penghibahan semacam ini memang seringkali menimbulkan perselisihan (permasalahan) diantara ahli waris nantinya, apabila hukum kewarisan terbuka dengan meninggalnya salah satu orang tuanya. Dimana biasanya pihak ahli waris yang menerima hibah menganggap harta yang telah diberikan (dihibahkan) berbeda dengan harta warisan. Mereka merasa tetap berhak sebagai ahli waris dan mendapatkan bagaian dari harta warisan, walaupun sudah mendapatkan hibah dari orang tauanya. Namun di pihak lain, ahli waris yang tidak memperoleh hibah beranggapan bahwa harta peninggalan (harta warisan) almarhum hanya untuk ahli waris yang tidak memperoleh hibah.

  Menanggapi permasalahan semacam ini, Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa “ Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan”, sebagaimana tersirat dalam pasal 211 KHI. Adapun hibah yang dapat diperhitungkan sebagai warisan adalah hibah berupa harta benda diluar kewajiban orang tua dalam rangka pemeliharaan anak, seperti menghibahkan tanah atau rumah, menghibahkan perusahaan, dan lain sebagainaya (Saifullah& Arifin, 2005: 229).

  Persoalan hibah orang tua kepada salah seoarang atau beberapa orang dari anak-anaknya yang menjadi persoalan pelik, dimana ada anak perempuan diberi hibah begitu banyak, sementara ada beberapa anak laki- laki dan perempuan yang tidak diberi hibah. Sedangakan harta warisan yang ditinggalkan lebih sedikit dibandingkan harta hibah yang diberikan kepada seorang anak perempuannya.

  Dan ada juga kejadian dimana orang tua meng”hibah”kan dan ber”wasiat” kepada keluarga dengan cara bagi rata tanpa memandang jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Semua disamakan dan mendapat bagaian sama, tetapi kemudian diantara anak laki-laki itu ada yang tidak terima, karena berdasarkan hukum Islam bagaian anak laki-laki dengan perempuan adalah 2:1, sebagaiman firman Allah surat An-Nisa a‟ ayat 11: ١١ :ْءبسٌٕاْ.

  ِْٓ ١َ١َخ ُٔ لْاِّْظَحًُْ خِِِْشَوَّزٌٍِْ ُُوِد َلَ َٚأِْٟفُْ َّاللَُُُّْى١ِصُٛ٠ Artinya : “ Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian waris untuk) anak-anakmu yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” Sebagai orang beriman berkewajiban berlaku adil dalam segala hal termasuk perihal hibah orang tua kepada anak-anakanya, sebagaiana firman Allah swt surat An-

  Nisaa‟ ayat 135:

  ْ ُٛٔ ْ ُٛوْا

ْ ُُىِسُف َٔأٍََْٝعْ ٌََِْٛٚ َّ ِلِلَّْءاَذَُٙشِْط سِم ٌبِبَْٓ١ِِاََّٛلْا ْ ََُِٕٛآَْٓ٠ِزٌَّاْبَٙ ٠َأْبَ٠

١٣١ ْ:ْءبسٌٕا

  ْ. ْ ْ َْٓ١ِبَش لَ لْاَِْٚٓ ٠َذٌِاَٛ ٌا َِْٚأ

  Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak kamu dan kaum kerabatmu”.

  ِْي ذَع ٌبِبْاُُّٛى حَتْ َْأِْسبٌَّٕآَْ ١َبْ ُُت َّىَحْاَرِإَٚ Artinya : “Dan (menyuruh kamu) apabila menetepkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapakan dengan adil”. QS. An- Nisaa‟: 58.

  ١٥ ْ: ْءبسٌٕا .

  Khusus pemberian (hibah) orang tua kepada anak-anakanya, Rasulullah saw dengan tegas menyatakan dalam sabdanya:

  

َْص

ْ ْ ْ ٌَٕا ِٟٕ باُْت ١َط عَأِِّْٟاْ:ْيَبَمَفْ. ِْش

  ِْاللَُّْي ُٛسَسَْٟتَاٍش ١ َْبِْٓ باِْْبَّ ع ْ ْ َْي ُٛسَسبَ٠َْنَذِٙ شُاْ َْاِْٟٕ تَْشََِبَف َْتَّ١ِطَعًْتَحاََٚسِْت ِٕبَْةَش َّعْ ِِٓ

  ْ ْْ ، ْ ْ:َْيَبل

  ْْ:َْيَبلْْ، ِْاللَّ َْلَْ:َْيبَلْ؟اَزًََْ٘ خَِِْنِذٌَََْٚشئِبَسَْت ١َط عَا ْ

  َّْتبَف .َُٗتَّ١ِطَعَّْدَشَفَْعَجَشَفْ:َْيبَلْْ ُُوِدَلَ َٚاْ َٓ ١َبْا ٌُِٛذ عَاََْٚاللَّاُٛم ٍُسِْٚٞسبخبٌاْٖاٚس

  SSArtinya : Nu‟man bin Basyir datang kepada Rasulullah saw, lalu ia berkata: “Aku memberi anakku ini suatu pemberian dari „Amrah binti Ruwahah, kemudian „Amrah meyuruhku untuk mempersaksikannya kepadamu, wahai Rasulullah”, Rasulullah saw bersabda: “Apakah engkau memberi semua anakmu seperti ini?” . Ayah An-Nu‟man berkata : “Tidak”.

  Rasulullah saw bersabda:” Bertakwalah kepada Allah dan

  berbuat adillah diantara anak- anakmu “. An-Nu‟man berkata, maka ia (ayahnya) kembali lalu mengambil kembali pemberianya. HR. Bukhari Muslim.

  َْْص ْ ا ٌُِٛذ عِاْ ُُىِئْبَٕ بَاْ َٓ ١َبْا ٌُِٛذ عِاْ.

  ِْاللَُّْي ُٛسَسَْيبَلِْْبَّ ع ٌٕآَِْع ئبسٌٕاْٚدٚادٛباْٚذّحاْٖاٚس

  ْ ْ.ْ ُُىِئْبَٕ بَاْ َٓ ١َبْاْ ٌُِٛذ عِاْ ُُىِئْبَٕ بَاْ َٓ ١َب Artinya: Dari Nu‟man, Rasulullah saw bersabda: ” Hendaklah kamu adil antara beberapa anakmu (perkataan ini beliau ulangi sampai tiga kali) “. HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa‟i.

E. Syarat-syarat Pemberian Hibah

  Imam An-Nawai Rahimahullah menyatakan bahwa rukun hibah ada empat, yaitu:

  1. Orang yang memberi hibah sangat jelas.

  2. Orang yang menerima hibah juga jelas.

  3. Sighah (akad), dan 4.

  Barang yang dihibahkan (Ath-Tayyar & Al-Mutlaq, 2014: 469, 472).

  Adapun pokok permasalahan hibah dalam penelitian ini antara lain yaitu:

  1. Hibah orang tua kepada salah seorang atau beberapa orang dari anak-anaknya dengan tidak merata (ada yang diberi, ada yang tidak).

  2. Hibah orang tua kepada semua anaknya dengan cara bagi rata, tanpa memandang jenis kelamin laki-laki dan permpuan, semua disamakan dan mendapat bagian sama.

  3. Hibah orang tua kepada salah satu anak perempauanya dengan hibah yang begitu banyak, sementara harta warisan yang ditinggalkanya untuk beberapa anak laki-laki dan perempuanya (yang tidak diberi hibah) lebih sedikit dibandingkan hibah yang diberikan kepada seorang anak perempuannya.

  Dari ketiga model hibah yang penulis temukan di atas, akhirnya menimbulkan permasalahan (perselisihan) di antara para ahli waris, yakni: 1.

  Anak yang sudah menerima hibah menganggap bahwa harta yang telah dihibahkan berbeda dengan harta warisan. Mereka merasa tetap berhak sebagai ahli waris dan mendapatkan bagian dari harta warisan.

  Namun dipihak lain, ahli waris yang tidak memperoleh hibah beranggapan bahwa harta peninggalan (warisan) almarhum hanya untuk ahli waris yang tidak menerima hibah.

  2. Hibah model bagi rata tanpa memandang jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang menurut orang tua di pandang sebagai perbuatan bijak dan adil, teryata dikemudian hari diantara anak laki-laki itu tidak terima dan meminta agar harta itu di bagi lagi sesuai ketentuan hukum Islam yang ada, yaitu anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

  Sedang anak perempuan yang sudah menerima hibah dari orang tauanya tidak terima kalau hibah tersebut di minta kembali.

  3. Hibah model ketiga ini menimbulkan permasalahan yang begitu rumit karena pada umumnya si penerima hibah tidak mau tahu tentang pembagaian harta waris yang tersisa, harta hibah yang sudah diterima pun tidak mau diganggu gugat lagi.

  Berbagai praktek hibah yang tidak memenuhi syarat rukunnya, baik pemberi hibah, penerima hibah, maupun status harta yang dihibahkan. Dan praktek hibah orang tua kepada salah seorang atau beberapa orang dari anak-anaknya dengan tidak merata (ada yang diberi, ada yang tidak), akhirnya melahirkan keturunan (anak) yang tidak harmonis dan tidak rukun, bahkan terjadi banyak perselisihan dan permusuhan diantara sesama saudara (kakak beradik).

  Hibah merupakan perbuatan yang sangat mulia karena dengan rela memberikan harta bendanya kepada orang lain. Ayat-ayat Al- Qur‟an maupun Al-Hadits banyak yang menganjurkan penganutnya untuk berbuat baik dengan cara tolong-menolong dan salah satu bentuk tolong- menolong adalah memberikan harta kepada orang lain (hibah).

  Saling membantu dengan cara memberi, baik berbentuk hibah, shadaqah maupun hadiah dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

  Banyak hikmah atau manfaat atas disyariatkannya hibah, diantaranya adalah: a.

  Memberi atau hibah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit yang terdapat dalam hati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan.

  Hibah dilakukan sebagai penawar racun hati, yaitu dengki. Sebuah hadits yang diriwiyatkan oleh Imam Bukhari dan Tirmidzi dari Abu Hurirah ra Nabi saw bersabda: “Beri-memberilah kamu karena pemberian itu dapat menghilangkan sakit hati (dengki)”.

  b.

  Pemberian atau hibah dapat mendatangkan rasa saling mengasihi, mencintai dan menyayangi. Abu Ya‟la telah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: “Saling memberi hadiahlah kamu, niscaya kamu akan saling mencintai”.

  c.

  Hadiah atau pemberian dapat menghilangkan rasa dendam, dalam sebuah hadits dari Anas ra Rasulullah saw bersabda: “Saling memberi hadiahlah kamu, karena sesungguhnya hadiah itu dapat mencabut rasa dendam” (Suhendi, 2010: 218).

  Menurut hukum Islam hibah dikatakan sah apabila sudah memenuhi syarat.

  Adapun syarat-syarat hibah ada yang berhubungan dengan Ijab dan Qabul, ada yang berhubungan dengan Wahib (orang yang menghibahkan), dan ada yang berhubungan dengan Mauhub (harta yang dihibahkan).

1. Syarat-syarat yang berlaku pada Ijab dan Qabul

  Malikiyyah dan Syafi‟iyyah berpendapat bahwa qabul diperlukan dalam hibah, sedangkan sebagian Ahnaf (ulama‟ Hanafiyyah) berpendapat bahwa ijab saja sudah cukup. Hanabilah berpendapat bahwa hibah menjadi sah dengan adanya saling memberi dan menerima.

  2. Syarat-syarat yang belaku pada Wahib (orang yang menghibahkan), yaitu: a.

  Wahib berstatus merdeka, jadi tidak sah hibah dari budak.

  b.

  Wahib berakal sehat.

  c.

  Wahib telah baligh.

  d.

  Wahib memiliki Mauhub (harta yang dihibahkan).

  3. Syarat-syarat yang belaku pada Mauhub (harta yang dihibahkan), yaitu: a.

  Mauhub ada pada saat dihibahkan.

  b.

  Mauhub diterima.

  c.

  Mauhub bukan milik kolektif (bersama) yang dapat dibagi.

  d.

  Mauhub dimiliki oleh Wahib (Ath-Thayyar, 2014: 47). Islam membatasi bahwa harta yang boleh dihibahkan paling banyak adalah 1/3 dari total harta yang di miliki, hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 210 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam. Ketentuan pasal tersebut sesuai dengan aturan hukum Islam. Diriwayatkan dalam hadist Nabi saw:

  .َْص ْ – ُْقَّذَصَتَبَفَا ِْاللَُّْي ٛ ُْسَسبَ٠:َيبَل

  ٍْصبَّلَِْٟٚبَآِْ بِْذ عَسْ َٓع

ْ,ُجٍُ شٌاْ:َيبَلَُُّْحْ, َلَْ:َيبَمَفْ؟ِش طَّشٌبِبْ:ُْت ٍُمَفْ, َلَ:َْيبَلْ؟ٍَِِْٟ َٟشٍُُشِب

  • ٍُسِْٚٞسبخبٌاْٖاٚس ْ.
  • ْ ٌْش ١ِشَوْ َٚا ْ َُُ٘سَزَتْ َْاْ ٌِِْٓش ١َخَْءبَ١ِٕ غَاَْهَتَحَسَزَتْ َْاَْه ِٔا ٌْش ١ِبَوُْشٍُ شٌاَٚ

  َْسبٌَّٕاْ َُْٛفَّفَىَتَ٠ًْتٌَبَع

  Artinya :Dari Sa‟ad bin Abi Waqqash, ia berkata, wahai Rasulullah saw,”apakah aku sedekahkan saja dua pertiga hartaku?‟ Rasulullah saw berkata, „Tidak‟ lalu aku berkata, „setengahnya?‟ Beliau berkata, „Tidak.‟ Kemudian Beliau berkata, „Sepertiga saja, dan sepertiga itu sudah besar

  • –atau banyak-. Engkau meninggalkan ahli waris mu dalam keadaan kaya lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meninta- minta kepda orang- orang.” H.R. Bukhari Muslim.

  bahwa pernah suatu saat ada seorang sahabat yang ingin menghibahkan seluruh hartanya kepada agama Allah. Oleh Nabi saw hal itu tidak diperbolehkan dan beliau hanya memperbolehkan hibah paling banyak 1/3 dari harta kekayaan yang dimiliki. Kata Nabi saw pada saat itu, “ Sepertiga, sepertiga sudah cukup banyak, sesungguhnya kamu mininggalkan ahli waris dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan melarat dan menjadi beban orang lain” (Syaifullah& Arifin, 2005: 222).

F. Penarikan kembali Hibah Seorang Ayah Kepada Anaknya

  Jika seorang ayah menghibahkan sesuatu kepada anaknya, apakah ia boleh menarik kembali apa yang telah di hibahakanya itu?.

  Dalam kasus seperti ini ada dua pendapat fuqoha‟ yaitu: 1.

Dokumen yang terkait

Strategi Petani Miskin Dalam Mempertahankan Usaha Tani ( Studi Deskriptif di Desa Silima Kuta, Kec. Sttu Julu, Kab. PakPak Bharat )

3 84 99

Syari’at Islam Fungsinya Sebagai Kontrol Sosial ( Studi Deskriptif di Desa Leuge Kec. Peureulak Kota, Kab. Aceh Timur)

1 27 119

DAMPAK KEBIJAKAN PARIWISATA PADA PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT KABUPATEN BANYUWANGI ( Studi di Desa Blimbingsari Kec. Rogojampi Kab. Banyuwangi )

1 43 27

PENCARUH SIKAP DEMOKRATIS ORANG TUA TERHADAPK REATIVITAS ANAKD I SEKOLAH (Studi Kasus Pada Siswa Ml Tholabiyah Tcgaron Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2008) - Test Repository

0 0 91

PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA (Studi Kasus Pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ulum Gading Duren Kec. Tengaran Kab. Semarang Tahun 2006-2007) - Test Repository

0 0 106

PENGARUH KEHARMONISAN KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR Studi Kasus Siswa MI Miftakhul Ulum Kalibanger Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang Tahun 2008 - Test Repository

0 0 74

PERKEMBANGAN MORAL ANAK DALAM KELUARGA AYAH BERFUNGSI GANDA Studi Terhadap Tiga Keluarga Muslim Single Parent di Desa Kanigoro Kec. Ngablak Kab.Magelang Tahun 2008 - Test Repository

0 0 84

PENGARUH KEHARMONISAN KELUARGA TERHADAP AKHLAK REMAJA (Studi Kasus pada Remaja Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2010) - Test Repository

0 1 109

HUBUNGAN PENGAMALAN AJARAN TAREKAT QODIRIYAH WA NAQSABANDIYAH DENGAN PERILAKU IHSAN (Bagi Jamaah Sewelasan Dusun Sumber, Desa Timpik, Kec. Susukan, Kab. Semarang Tahun 2015) - Test Repository

0 0 99

STATUS DAN UPAYA HUKUM ISTERI TERHADAP PELANGGARAN TAKLIK TALAK OLEH SUAMI ( Studi Kasus di Dusun Kedopokan Desa Tlogopucang Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013 ) - Test Repository

0 1 126