PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK SECANG TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TINGKAT KESUKAAN INSTAN KUNIR PUTIH (Curcuma mangga Val.) - UMBY repository

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

  

Kunir Putih

  Tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.) merupakan tanaman semak berumur tahunan. Tingginya mencapai 50-70 cm, bentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Daun warna hijau, berbentuk seperti mata lembing bulat lonjong di bagian ujung dan pangkalnya. Panjang daun 30-60 cm dan lebar daun 7,5- 12,5 cm, tangkai daunnya panjang sama dengan panjang daunnya. Permukaan atas dan bawah daun agak licin, tidak berbulu. Tanaman ini mempunyai bunga majemuk berbentuk bulir yang muncul dari bagian ujung batang. Mahkota bunga berwarna kuning muda atau hijau keputihan, panjang 2,5 cm. Kunir putih (Curcuma mangga Val.) memiliki rimpang berbentuk bulat, renyah, dan mudah dipatahkan. Kulitnya dipenuhi semacam akar serabut yang halus hingga menyerupai rambut. Rimpang utamanya keras, bila dibelah tampak daging buah berwarna kekuning-kuningan di bagian luar dan putih kekuningan di bagian tengahnya. Rimpang berbau aromatis seperti bau mangga, dan rasanya mirip mangga sehingga masyarakat menyebutnya temu mangga (Syukur, 2003).

  Famili Zingiberaceae dikenal luas memiliki berbagai macam kegunaan baik dalam dunia kuliner hingga pengobatan. Curcuma mangga Val., merupakan salah satu spesies penting dari famili Zingiberaceae yang berasal dari Asia Selatan (Larsen dkk., 1999; dalam Abraham dkk., 2010). Rimpang ini dikenal sebagai Temu Pauh di Malaysia, Temu Mangga di Indonesia dan Mango Turmerik di India. Nama mangga pada jenis rimpang ini dikarenakan rimpang segar ini mempunyai aroma khas mangga. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rimpang Curcuma mangga memiliki sifat anti kanker dan antioksidan (Abas et al., 2005; dalam Abraham et al., 2010).

  Kunir putih mengandung minyak atsiri, tanin, gula dan damar (Fauziah, 1999). Kadar kunir putih yang juga sangat penting adalah pigmen kurkuminoid yang berwarna orange. Pigmen ini merupakan campuran dari tiga komponen analog yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Tonnesen, 1986). Kunir putih memilik kandungan gizi seperti energi. Komposisi kimia kunir putih dapat dilihat pada Tabel 1.

  Tabel 1. Komposisi kimia kunir putih dalam 100 g bagian yang dapat dimakan Komponen Kunir Putih Bubuk Kunir Putih Energi (Kal) 349,00 390,00 Air (g) 13,10 5,80 Protein (g) 6,30 8,60 Lemak (g) 5,10 8,90 Total karbohidrat (g) 69,40 69,90 Serat kasar (g) 2,6 6,90

  • -

    Abu (g)

  6,80 Kalsium (mg) 0,15 0,20 Fosfor (mg) 0,28 0,26 Natrium (mg) 0,03 0,01 Kalium (mg) 3,30 2,50 Besi (mg) 18,60 47,50 Thiamin (mg) 0,03 0,09 Riblovlavin (mg) 0,05 0,19

  Sumber: Lukman, 1984 dalam Nurhayati, 2013 Kunir putih mengandung antioksidan berupa kurkuminoid sebanyak 132 ppm (Pujimulyani, 2003). Antioksidan merupakan senyawa-senyawa yang dapat menghambat, menunda, atau mencegah terjadinya oksidasi lemak atau senyawa- senyawa lain yang mudah teroksidasi (Santoso, 2016). Antioksidan banyak digunakan dalam produk pangan yang mengandung minyak atau lemak untuk menghambat terjadinya reaksi oksidasi minyak atau lemak tidak jenuh (Pujimulyani, 2003).

  Berdasarkan hasil analisis fitokimia terhadap temu mangga, ternyata temu mangga mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder yang meliputi alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin, tetapi tidak mengandung steroid, triterpenoid maupun kuinon. Hasil analisis fitokimia kandungan ekstrak temu mangga dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Hasil analisis fitokimia kandungan ekstrak temu mangga No Jenis analisis Hasil

  1 Alkaloid

    • Mayer -

  Wagner

  • 2 Flavonoid +++
    • Dragond orf

  3 Steroid -

  4 Triterpenoid -

  5 Kuinon -

  6 Tanin ++

  7 Saponin +++ Keterangan: +++ kandungan senyawa tinggi;

  • kandungan senyawa kimia cukup tinggi;
    • tidak mengandung senyawa kimia Sumber: Sumiati, 2010

  B.

  

Kayu Secang

  Secang (Caesalpinia sappan merupakan tanaman semak atau pohon kecil yang dapat tumbuh baik pada daerah tropis di Asia Tenggara khususnya di Indonesia dan Malaysia yang biasanya tumbuh sebagai tanam pagar. Tanaman secang dapat tumbuh sampai 10 m, rantingnya berlentiel dan berduri, bentuk duri agak melengkung dan tersebar. Daun majemuk, panjang 25-40 cm, bersirip, panjang sirip 9-15 cm, setiap sirip mempunyai 10-20 pasang anak daun yang berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, bentuk lonjong, pangkal hampir ramping, ujung bundar serta sisinya agak sejajar, panjang anak daun 10-25 mm, lebar 3-11 mm. Bunga berupa malai, terdapat diujung, panajang 10-40 cm, panjang ganggang bunga 15-20 cm, pinggir kelopak terbawah lebih kurang 7 mm, lebar 4 mm, tajuk memencar berwarna kuning, helaian daun membundar bergaris tengah 4-6 mm, empat helai daun tajuk lainnya juga membundar dan bergaris tengah 10 mm, panjang benang sari lebih kurang 15 mm, panjang putik 18 mm. Polong berwarna hitam, panjang biji 15-18 mm, tebal 5-6 (Heyne, 1987). Menurut Heyne, (1987), penggolongan tata namanya, tanaman secang dapat diklasifikasikan sebagai berikut

  Divisi : Spermatopyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Klas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua) Ordo : Rosales Famili : Leguminoseae Genus : Caesalpiniaceae Spesies : Caesalpiniae sappan Linn

  Kayu secang dapat diperoleh di pasar-pasar tradisional dalam bentuk serutan kayu secang. Contoh pemanfaatan kayu secang oleh masyarakat adalah untuk dibuat

  

wedang secang yang merupakan minuman tradisonal. Wedang secang mengandung

  senyawa antioksidan yang tinggi berasal dari rempah-rempah sebagai penyusunnya seperti kayu secang, kapulaga, cengkeh, serai, jahe atau kayu manis (Setyowati, 2007).

  Kandungan dalam secang yaitu asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin,

  

brasilien d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsiri. Pada daun terdapat 0,16 %

  • 0,20 % minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna. Secang dapat mengobati disentri, batu darah (TBC), luka dalam, sifilis, darah kotor, berak darah, malaria, tumor dan lain sebagainya

  Kayu secang dapat digunakan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilin yang berwarna merah, bersifat mudah larut dalam air panas (Haryono, 1985). Brazilin merupakan kristal tidak berwarna atau kuning pucat yang dapat memberikan warna merah jambu yang berfluorensi jingga jika dilarutkan di dalam air (Suhartati,1983, dalam Alfin 2002). Brazilin termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid yang dapat diperoleh dari beberapa tanaman, misalnya pada kayu secang (Caesalpinia sappan L.), Caesalpinia ersita dan

  

Caesalpinia brazilinensis. Senyawa flavonoid merupakan golongan yang mempunyai

kerangka C -C -C yang masing-masing pembawa C adalah cincin benzene.

  6

  3

  6

  6 Flavonoid yang terdapat pada tumbuhan umumnya berikatan dengan gula pelepasan ikatan antara gula dan aglikonnya yaitu dengan cara hidrolisis. Rumus bangun brazilin dapat dilihat pada Gambar 1.

  Gambar 1. Rumus bangun Brazilin Sumber: Indriani, 2003 C.

   Minuman Instan

  Minuman serbuk instan adalah minuman berupa serbuk halus yang terbuat dari bahan buah-buahan, rempah-rempah, biji-bijian atau daun yang dapat langsung diminum dengan cara diseduh dengan air matang baik dingin maupun panas (Ramadina, 2013). Minuman serbuk instan lebih disukai oleh masyarakat karena memiliki berbagai keunggulan diantaranya yaitu memiliki cara penyajian yang praktis sehingga mudah dibawa dan disimpan, mutu lebih terjaga dan tanpa bahan pengawet. Pada proses pengolahan tertentu, minuman serbuk instan tidak akan mempengaruhi khasiat yang terkandung dalam bahan tersebut, sehingga baik untuk kesehatan badan (Rengga dan Handayani, 2009). Minuman serbuk instan dapat dibuat melalui proses pengeringan dan salah satu metode pengeringan yang banyak dilakukan oleh masyarakat yaitu kristalisasi. Selama proses pembuatan ekstrak minuman serbuk instan, larutan gula yang dipanaskan dengan rempah-rempah akan mengalami proses kristalisasi.

  Minuman serbuk yang telah diolah dalam penyajian bentuk bubuk merupakan suatu alternatif yang baik untuk menyediakan minuman menyehatkan dan praktis. Permasalahan yang umum terjadi pada pembuatan bubuk instan adalah kerusakan akibat proses pengeringan yang umumnya memerlukan suhu

  o

  pemanasan tinggi (lebih 60

  C) seperti hilang atau rusaknya komponen flavor serta terjadinya pengendapan pada saat bubuk dilarutkan dalam air, sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut perlu menggunakan metode pengeringan yang baik dan penggunaan bahan penstabil yang berfungsi melapisi komponen flavor serta mencegah kerusakan komponen-komponen bahan akibat proses pengeringan (Intan, 2007).

  Keuntungan dari suatu bahan ketika dijadikan minuman serbuk adalah mutu produk dapat terjaga dan tanpa pengawet. Semua hal tersebut dimungkinkan karena minuman serbuk instan merupakan produk dengan kadar air yang cukup rendah yaitu sekitar 3-5%.

  Pertimbangan kayu secang dibuat minuman serbuk instan ada 3 faktor, yaitu faktor kelayakan, faktor khasiat dan faktor kesukaan.

  1) Faktor Kelayakan Kayu secang dipilih sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman pasaran karena telah banyak dijual oleh pedagang empon-empon atau jamu- jamuan, harganya pun relatif murah. Kayu secang sangat mudah diolah, hanya dengan direbus kayu ini sudah menampakkan perubahan yaitu berwarna merah yang akhirnya air tersebut dapat dijadikan ekstrak selanjutnya akan diproses menjadi minuman serbuk instan. Selain kayu secang dapat juga ditambahkan bahan lain yang berkhasiat misalnya serai dan jahe.

  2) Faktor Khasiat Kandungan dalam secang yaitu asam galat, tanin, resin, resorsin,

  

brasilin, brasilien d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsiri. Pada daun : 0,16 % -

  0,20 % minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna. Secang dapat mengobati disentri, batu darah (TBC), luka dalam, sifilis, darah, kotor, malaria, tumor dan lain sebagainya .

  Khasiat minuman serbuk instan kayu secang tersebut dapat dikuatkan dengan penggunaan bahan tambahan serai yang mempunyai sifat berasa pedas dan hangat. Serai ini bermanfaat sebagai anti radang, menghilangkan rasa sakit dan melancarkan sirkulasi darah dan ditambahkan dengan jahe yang mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi pada rimpang jahe menyebabkan jahe dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Misalnya untuk pencahar (laxative), penguat lambung (stomachic), peluluh masuk angina. 3) Faktor Kesukaan

  Minuman serbuk instan sangat digemari masyarakat dari berbagai dengan berbagai macam merk dan rasa yang beraneka ragam. Apabila serbuk instan dibuat dari daun jambu biji, besar kemungkinan dapat disukai masyarakat karena disamping rasanya yang manis juga berkhasiat sebagai obat diare.

  Menurut Standar Nasional Indonesia 01-4320-1996, minuman serbuk tradisional memiliki syarat mutu. Standar mutu minuman bubuk dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Syarat mutu minuman bubuk berdasarkan SNI 01-4320-1996

  1 normal

  Warna

  2 normal, khas rempah

  Bau

  3 normal, khas rempah

  Rasa

  4 % 3,0

  • – 5,0 Kadar air, b/b

  5 % maksimal 1,5

  Kadar abu, b/b

  6 % maksimal 85%

  Jumlah gula (dihitung sebagai sakaros)

7 Bahan tambahan makanan

8.1 Pemanis buatan

  Sakarin tidak boleh ada

  Siklamat tidak boleh ada

  8.2 Pewarna tambahan sesuai SNI 01-0222-

  9 Cemaran logam 1995

  9.1 Timbal (Pb) mg/kg maksimal 0,2

  9.2 Tembaga (Cu) mg/kg maksimal 2,0

  9.3 Seng (Zn) mg/kg maksimal 50

  9.4 Timah (Sn) mg/ kg maksimal 40

  10 Merkuri (Hg) mg/kg tidak boleh ada

  11 Cemaran arsen (As) mg/kg maksimal 0,1

  12.1 Cemaran mikroba

  3

  12.2 Angka lempeng total koloni/g 3 x 10

  12.3 Coliform APM/g < 3 Sumber : Anonim, 1996 D.

   Proses Pembuatan Minuman Instan

  Menurut Mulyono (2002 : 25) dalam Ramadina (2013) resep dasar minuman serbuk instan dari bahan dasar jahe adalah sebagai berikut:

  1. 500 g jahe 2. 1 kg gula pasir 3. 500 cc air

  Bahan untuk membuat minuman serbuk instan jahe mudah didapatkan, cara pembuatanya sangat sederhana yaitu menggunakan peralatan rumah tangga dengan beberapa tahapan yaitu, tahap persiapan bahan, tahap pelaksanaan dan tahap penyeleseian.

  1) Tahap Persiapan Bahan Persiapan bahan dilakukan untuk mempermudah dalam proses pembuatan minuman serbuk instan, tahapan dalam persiapan bahan diantaranya adalah pemilihan bahan dan pencucian.

  Pemilihan jahe yang bisa digunakan sebagai bahan serbuk instan adalah yang sudah tua, karena jahe yang masih muda rasanya kurang tajam, setelah pemilihan jahe dilakukan pencucian.

  Tujuan pencucian adalah menghilangkan sisa kotoran yang terbawa saat proses panen. Caranya, jahe dimasukan ke dalam ember atau baskom yang telah diisi air hingga seluruh bahan terendam. Saat pencucian terakhir, bahan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya jahe dikeringkan dengan cara diangin- anginkan lalu diiris tipis-tipis. 2) Tahap Pelaksanaan

  Pelaksanaan merupakan tahap dimana proses pembuatan serbuk instan Perebusan, Penyaringan, Proses Kristalisasi, Pemblenderan dan Pengayakan.

  Perebusan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak jahe, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ekstrak dari irisan-irisan jahe, selanjutnya ekstrak diolah menjadi kristal. Alat yang digunakan dalam proses kristalisasi adalah wajan cekung, kompor serta pengaduk dari bahan kayu.

  Ekstrak jahe ditambahkan gula pasir ke dalam wajan dengan perbandingan antara gula dan ekstrak 2:1, masak pada suhu 110ºC sambil diaduk perlahan- lahan hingga merata. Pemasakan dilakukan sampai konsentrasi gula mencapai titik jenuh, dan segera turunkan dari api sambil diaduk kuat-kuat, agar tidak terjadi penggumpalan. Untuk menghasilkan kristal yang baik yaitu dengan cara menggosok-gosok pinggir wajan memakai pengaduk kayu hingga gula padat dapat berubah berbentuk kristal.

  Selanjutnya pemblenderan dilakukan untuk memblender kristal yang sudah dingin agar dihasilkan serbuk instan yang halus. Kemudian dilakukan pengayakan, pengayakan dilakukan untuk memperoleh keseragaman ukuran serbuk sehingga sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pengayakan dapat dilakukan dengan alat atau ayakan dengan ukuran mesh 100 ( Tri Suharso, 1994: 36 ). Dengan menggunakan ayakan dengan ukuran mesh 100 maka serbuk yang dihasilkan halus dan ukuran sama, sehingga daya larutnya cepat.

  3) Tahap Penyelesaian Penyelesaian dilakukan melalui tahap pengemasan yang ditutup dengan penggumpalan karena perubahan suhu akibat proses oksidasi dalam kemasan, yang dilanjutkan dengan pemberian label pada kemasan guna memberikan identitas yang terdiri dari tempat produksi, nama produk, kode produksi, komposisi, netto atau berat dan tanda expayet atau batas akhir konsumsi.

E. Aktivitas Antioksidan

  Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkap radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai penyakit yang berkaitan dengan oksidasi, seperti kardiovaskuler dan kanker. Sistem antioksidan secara alami telah tersedia di dalam tubuh seperti superoksida dismutase (SOD) dan glutation-s-transferase (GST) serta antioksidan yang berasal dari makanan seperti senyawa fenolik dan flavonoid. Oleh karena itu perlu pengembangan antioksidan alami seperti halnya dari rimpang kunir putih. Rimpang dan daun mengandung saponin dan flavonoid, disamping itu daunnya mengandung polifenol (Hutapea, 1993).

  Penelitian Pujimulyani (2010), mengenai aktivitas antioksidan kunir putih blanching terjadi peningkatan kadar fenol total, flavonoid, tannin terkondensasi, katekin, epigalokatekingalat, dan munculnya aglikon kuersetin yang semula tidak terdeteksi. Pada kunir putih diketahui mengandung minyak atsiri yang terdiri atas curdione dan curcumol yang berkhasiat sebagai antioksidan yang mencegah kerusakan gen penyebab timbulnya kanker serta dapat meningkatkan sel darah merah. dapat berperan dalam menekan prolifersi (peranyakan sel kanker), karena antioksidan berfungsi menutup jalur pembentukan sel ganas (blocking agent). Surywinoto (2005) dalam Apriandi (2011) menyaakan antioksidan juga berperan sebagai antiaging yang melindungi kulit dari proses pengrusakan oleh paparan sinar matahari dan radikal bebas yang dapatmenimbulkan keriput dan penuaan pada kulit.

  Menurut Winarsi (2007), antioksidan adalah senyawa/zat yang dalam konsentrasi kecil dapat mencegah reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sanga reaktif. Secara biolos, antioksidan adalah senyawa yang mampumeredam negative oksidan dalamtubu. Antioksidan bekerja dengan mendonrkan satu elektronnya kepada senyawayang bersifat aksidan sehingga senyawa tersebut dapat dihambat reaksinya.

  Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan primer (Chainbreaking

antioxidant ) dan antioksidan sekunder (preventive antioksidant) (Gordon, 1990).

  Antioksidan primer dapat bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih stabil. Sebuah senyawa dapat disebut sebagai antioksidan primer apabila senyawa tersebut dapat mendonorkan atom hidrogennya dengan cepat ke radikal lipid dan radikal antioksidan yang dihasilkan lebih stabil dari radikal lipid atau dapat diubah menjadi produk lain yang lebih stabil (Gordon, 1990). Senyawa yang termasuk dalam kelompok antioksidan primer (Chain-breaking antioxidant) adalah vitamin E (tokoferol

  ), vitamin C (asam askorbat), β-karoten, glutation dan sistein (Taher, 2003). menurunkan kecepatan inisiasi dengan berbagai mekanisme, seperti melalui pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen dan penguraian hidroperoksida menjadi produk-produk nonradikal (Gordon, 1990). Pada dasarnya tujuan antioksidan sekunder (preventive antioxidant) adalah mencegah terjadinya radikal yang paling berbahaya yaitu radikal hidroksil (Taher, 2003).

  Metode yang digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan adalah metode DPPH. Mekanise reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh antioksidan dari minuman serbuk instan yang akan menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH sehingga warna ungu dari radikal menjadi memudar (warna kuning). Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer (Benabadji dkk., 2004).

F. Pengujian Organoleptik

  Pengujian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihatan, pencicip, pembau dan peraba. Melalui hasil pengujian organolpetik akan diketahui daya penerimaan panelis (konsumen) terhadap produk tersebut (Soekarto,1985).

  Sifat organoleptik bahan dan produk pangan merupakan hal pertama yang diperhatikan oleh konsumen, sebelum mereka menilai lebih jauh misalnya pada aspek nilai gizinya. Di industri pangan, pengujian sifat organoleptik dapat dilakukan untuk tujuan pengembangan dan pengujian mutu produk. Kesimpulan yang diperoleh dari suatu pengujian organoleptik sangat tergantung pada tahap persiapan, keterandalan panelis, sarana dan prasarana, jenis analisis organoleptik serta metode analisis data. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat melakukan pengujian organoleptik yang baik perlu dimiliki, untuk dapat mencapai hal tersebut diperlukan pengetahuan dasar mengenai penerapan pengujian organoleptik ( Soekarto,1985 ).

  Tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji organoleptik melalui alat indra. Kegunaan uji ini diantaranya untuk pengembangan produk baru.

  Penilailan dengan indera yang juga disebut penilaian organoleptik atau penilaian sensoris merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indra banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan ( Soekarto, 1985 ). Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Pengujian ini umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan. Oleh karena itu panelis sebaiknya diambil dalam jumlah besar, yang mewakili populasi masyarakat tertentu. Skala nilai yang digunakan dapat berupa nilai numerik dengan keterangan verbalnya, atau keterangan verbalnya saja dengan kolom yang dapat diberi tanda oleh panelis. Skala nilai dapat dinilai dalam arah vertikal atau horizontal (Kartika et al., 1988).

  Pengujian mutu organoleptik dilakukan dengan cara menggunakan indera pengecap, pembau dan peraba pada bahan pangan yang dikonsumsi. Interaksi hasil penelitian dengan alat inderawi dipakai untuk mengukur mutu bahan pangan dalam

  Metode pengujian mutu organoleptik bahan pangan digunakan untuk membedakan kualitas bahan pangan pada aroma, rasa dan tekstur secara langsung.

  Mutu organoleptik dari suatu bahan pangan akan mempengaruhi diterima atau ditolak bahan pangan tersebut oleh konsumen sebelum menilai kandungan gizi dari bahan pangan (Winarno, 1995 ).

  Pengujian bahan pangan tidak hanya dilihat dari aspek kimiawinya saja, tetapi juga ditilik dari cita rasa dan aroma. Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah, rasa sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi dan interaksi dengan komponen penyusun makanan seperti protein, lemak, vitamin dan banyak komponen lainnya (Winarno, 1997 ).

  Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaanya. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka “, dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, agak suka.

  Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka “, dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak suka dan agak tidak suka kadang kadang ada tanggapan yang disebut netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak ( Soekarto, 1985 ).

G. Pengujian Proksimat

  Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station analisis WEENDE. Menurut Winarno (1993) menyebutkan bahwa analisis makronutrien dapat dilakukan dengan analisis proksimat. Metode analisis proksimat meliputi kadar abu dengan metode pengabuan kering (dryashing) menurut AOAC (2005), kada air dengan metode oven menurut AOAC (2005), kadar lemak dengan metode soxhlet menurut AOAC (2005), kadar protein dengan metode kjeldahl menurut AOAC (2005), dan karbohidrat dengan metode by difference. Analisis proksimat memiliki beberapa keunggulan yakni merupakan metode umum yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan, tidak membutuhkan teknologi yang canggih dalam pengujiannya, menghasilkan hasil analisis secara garis besar, dapat menghitung nilai total digestible nutrient (TDN) dan dapat memberikan penilaian secara umum pemanfaatan dari suatu bahan pangan.

  Analisis proksimat juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya tidak dapat menghasilkan kadar dari suatu komposisi kimia secara tepat, tidak dapat menjelaskan tentang daya cerna serta tekstur dari suatu bahan pangan (Suparjo, 2010). Berdasarkan pengujian proksimat meliputi: 1.

  Kadar Air Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air setiap bahan berbeda tergantung pada kelembaban suatu bahan. Semakin lembab tekstur suatu bahan, maka akan semakin tinggi persentase kadar air yang terkandung di dalamnya (Winarno, 2004).

  Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven biasa atau Thermogravimetri yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan 20 pemanasan pada suhu

  o

  105

  C. Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Bahan yang telah mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu kurang lebih 105ºC dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat hidroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan telah ditempatkan dalam ruangan tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberizat penyerapan air. Penyerapan air atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel, kalium klorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau bariumoksida. Silika gel yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau belum, jika sudah jenuh akan berwarna merah muda, dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 2007). Penentuan kadar air dengan menggunakan metode oven menurut Sudarmadji (2007) memiliki menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. 2 Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap. Contohnya gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi. 3 Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan 2.

  Kadar Abu Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan (Astuti, 2012). Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat berupa dua macam garam yaitu garam organik dan anorganik. Garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji,1984). Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan komponen yang tidak mudah menguap (komponen anorganik atau garam mineral) yang tetap tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Nurilmala, 2006). Semakin rendah kadar abu suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada saat pembuatan (Sudarmaji, 1989). Menurut Irawati (2008) penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai

  2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan 3. Menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis. 4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.

3. Kadar Protein

  Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari bahasa Yunani (Greek) proteus yang berarti “yang pertama” atau “yang terpenting”. Seorang ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi susunan tubuh yang mengandung nitrogen dan menamakannya protein, terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein) (Suhardjo, 1992). Proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuansatuan dasar kimia. Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan karbohidrat dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), akan tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Pada molekul protein, asam-asam amino ini saling berhubung-hubungan dengan suatu ikatan yang disebut ikatan peptida (CONH). Molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam asam amino dan dapat mencapai jumlah ratusan asam amino (Budianto, 2009). berperan penting dalam pembentukan biomulekul daripada sebagai sumber energi. Namun demikian apabila organisme kekurangan energi, maka protein dapat dijadikan sebagai sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kkal/g atau setara dengan kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji, 1989). Fungsi protein adalah sebagai penyusun biomolekul sperti nukleoprotein (terkandung dalam inti sel, tepatnya kromosom), enzim, hormon, antibodi dan kontraksi otot. Pembentuk sel-sel baru, pengganti sel-sel pada jaringan yang rusak serta sebagai sumber energi (Sumantri, 2013).

  Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1) secara langsung menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein dan 2) secara tidak langsung dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung di dalam bahan (Sudarmadji, 1989). Metode Kjeldahl Sejak abad ke-19, metode kjeldahl telah dikenal dan diterima secara universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk makanan dan produk jadi. Penetapan kadar protein dengan metode kjeldahl merupakan metode tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein kasar (Sumantri, 2013). Prinsip metode kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi.

4. Kadar Lemak

  Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Biasanya energi yang dihasilkan per gram lemak adalah lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh 1 g karbohidrat, 1 g protein, 1 g lemak menghasilkan 9 kalori (kal). Lemak dalam makanan merupakan campuran lemak heterogen yang sebagaian besar terdiri dari trigliserida. Trigliserida disebut lemak jika pada suhu ruang berbentuk padatan, dan disebut minyak jika pada suhu ruang berbentuk cairan. Trigliserida merupakan campuran asam-asam lemak, biasanya dengan panjang rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah ikatan rangkap dari 0 sampai 4. Lemak makanan juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid, kolesterol dan fitosterol (Budianto, 2009). Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid. Suatu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipid (termasuk 20 lemak dan minyak) adalah kelarutannya dalam pelarut organik (pelarut non polar) dan sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut dan pelarut polar lainnya. Trigliserida merupakan kelompok lipid yang terdapat paling banyak dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi dengan tiga molekul asam lemak. Secara umum, lemak diartikan sebagai triglierida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat, sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair (Sumantri, 2013).

  Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu juga lemak dan minyak merupakan sumber mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol. Sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992). Lemak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, kacang tanah dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang biasanya termakan bersama bahan tersebut. Lemak dan minyak tersebut dikenal sebagai lemak tersembunyi. Sedangkan lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata (Winarno, 1992).

5. Karbohidrat

  Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondenset polimer-polimernya yang terbentuk. Berbagai analisa dilakukan terhadap karbohidrat, dalam ilmu dan teknologi pangan analisa karbohidrat yang biasanya dilakukan misalnya penentuan jumlah secara kuantitatif dalam menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis atau kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya (Budianto, 2009). Karbohidrat merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi organisme heterotroph, jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 g karbohidrat hanya 4 kal (kkal). Karbohidrat juga memiliki peranan penting dalam menentukan karateristik bahan makanan, misalnya rasa, warna dan tekstur. protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari monomer monosakarida (Winarno, 1992).

H. Hipotesis

  Penambahan ekstrak secang diduga mempengaruhi aktivitas antioksidan, warna dan tingkat kesukaan instan kunir putih (Curcuma mangga Val).

Dokumen yang terkait

PENGARUH EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana linn) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP TIKUS PUTIH MODEL ATEROSKLEROTIK

1 29 22

PENGARUH EKSTRAK TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Aeromonas hydrophila SECARA in vitro

0 5 1

ENGARUH EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DENGAN PELARUT n-HEKSAN DAN ETANOL TERHADAP DEMAM TYPHOID PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.)

0 3 17

PENGARUH KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIK, KADAR ANTOSIANIN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BUBUK INSTAN EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana. L.) DENGAN METODE FOAM MAT DRYING

10 65 67

PENGARUH EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.) TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS PATI, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN SIFAT SENSORI NASI INSTAN

1 10 63

PENGARUH PROPORSI KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii Bl) TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN “WEDANG SEMANIS”

0 1 8

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL TEMU MANGGA (Curcuma mangga Val.) DITINJAU DARI KUALITAS SENSORIS DAN KAPASITAS

2 3 54

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP KUALITAS DODOL GARUT

0 0 56

PENGARUH KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIK, KADAR ANTOSIANIN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BUBUK INSTAN EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DENGAN METODE FOAM MAT DRYING

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kunyit (Curcuma domestica Val.) - OPTIMASI KOMBINASI EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DENGAN DAUN TEMPUYUNG(Sonchus arvensis L.) SEBAGAI ANTIINFLAMASI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR DENGA

0 0 8