6.1 ARAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1501837228Bab 6 Kerangka Kelembagaan dan Regulasi Kabupaten

  K E R A N G K A K E L E M B A G A A N K E R A N G K A K E L E M B A G A A N B A B

  6 B A B

  I K A B U P A T E N D A N R E G U L A S

  I K A B U P A T E N A G A M A G A M

  6 D A N R E G U L A S

  Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPIJM Bidang Cipta Karya agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan dibagi dalam 3 komponen utama, yaitu organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia. Organisasi sebagai wadah untuk melakukan tugas dan fungsi yang ditetapkan kepada lembaga; tata laksana merupakan motor yang menggerakkan organisasi melalui mekanisme kerja yang diciptakan; dan sumber daya manusia sebagai operator dari kedua komponen tersebut. Dengan demikian untuk meningkatkan kinerja suatu lembaga, penataan terhadap ketiga komponen harus dilaksanakan secara bersamaan dan sebagai satu kesatuan.

  6 .1 ARAH AN K EBI J AK AN K ELEM BAGAAN BI DAN G CI PT A K ARY A

  Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

  Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

  Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

  

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan

  PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota. PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi: “(1) Urusan wajib

  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”.

  Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah

  Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub- bagian dan masingmasing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

Gambar 10.1 Keorganisasian Pemerintah Kabupaten/Kota

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

  Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.

  Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan

  e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen

  kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki system ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

  

5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi

Birokrasi 2010-2025

  Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

  Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.

  Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

  Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

  1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

  2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

  3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

  4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;

  5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

  6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

  7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan system manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

  8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

  9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan. Pola pikir Reformasi Birokrasi di Kementerian Pekerjaan Umum dapat dilihat pada Gambar 6.2 berikut ini.

  Sumber: Road Map Reformasi Birokrasi

Gambar 10.2 Pola Pikir Penyusunan Reformasi Birokrasi PU 2010-2014 Cipta Karya

  

6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan Nasional

  Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masingmasing. Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPIJM Bidang Cipta Karya.

  

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar

Pelayanan Minimum

  Peraturan Menteri PU ini menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPIJM.

  Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.

  

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk

Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

  Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.

  

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan

Perkotaan

  Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang Cipta Karya, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

  

10. Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan

Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil

  Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS. Dalam perhitungan kebutuhan pegawai, aspek pokok yang harus diperhatikan adalah: beban kerja, standar kemampuan rata-rata, dan waktu kerja. Dalam keputusan ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan. Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, maka dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan daerah untuk pemantapan dan pengembangan perangkat daerah, khususnya untuk urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan lebih khusus lagi tentang urusan pemerintahan pada sub bidang Cipta Karya. Dengan adanya suatu kelembagaan yang definitif untuk menangani urusan pemerintah pada bidang Cipta Karya maka diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan kelembagaan.

  6 .2 K ON DI SI K ELEM BAGAAN SAAT I N I

  Peraturan yang menjadi dasar dalam pennetapan struktur organisasi pemerintahan di Kabupaten Agam mengacu pada :

  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);

  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890).

  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), Sebagaimana Telah Dua Kali Diubah, Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

  4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

  5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

  8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

  9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

  10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

  11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;

  12. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah ( Lembaran Daerah Kabupaten Agam Tahun 2008 Nomor 7 ), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5 Tahun 2011 ( Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 5 ).

6.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

  Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mepunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perencanaan pembangunan daerah. Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, mempunyai fungsi :

  1. Perumusan kebijakan teknis perencanaan;

  2. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan;

  3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang perencanaan pembangunan;

  4. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai tugas dan fungsinya.

  Susunan organisasi Badan Perencaan Pembangunan Daerah terdiri dari :

  1. Kepala; Membantu Bupati dalam melaksanakan urusan dibidang perencanaan

   pembangunan daerah, yang meliputi perumusan kebijakan daerah serta penyusunan program dibidang pembangunan; memberikan data dan informasi mengenai situasi bidang perencanaan

   pembangunan daerah serta memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati sebagai bahan dalam mengambil keputusan; memimpin, mengkoordinasikan, mengendalikan serta mengawasi semua

   kegiatan dalam bidang perencanaan pembangunan daerah; mempertanggungjawabkan tugas BAPPEDA baik teknis operasional

   maupun fungsional kepada Bupati sebagai bahan dalam mengambil keputusan;

   menjalin kerjasama dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal untuk kepentingan BAPPEDA dalam kelancaran pelaksanaan tugas; memelihara dan mengupayakan peningkatan kinerja

   pegawai,disiplin,meningkatkan dedikasi, loyalitas dan kejujuran dalam lingkungan BAPPEDA ; Mengatur,mendistribusikan dan mengkoordinasikan tugas-tugas bawahan

   sesuai dengan bidang dan fungsinya masing-masing; Memberikan petunjuk dan bimbingan teknis serta pengawasan kepada

   bawahan; Mengusulkan penetapan pegawai dalam jabatan tertentu dalam lingkungan

   BAPPEDA berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

   Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.

  2. Sekretariat; Sekretariat mempunyai tugas melakukan pengelolaan aset, urusan rumah

   tangga, perlengkapan, surat-menyurat, kepegawaian, kearsipan, keuangan, penyusunan perencanaan dan pelaporan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretariat mempunyai fungsi;

   Membantu kepala BAPPEDA dalam mengkoordinasikan kebijakan perencanaan pembangunan daerah bersama bidang-bidang lain; Pengelolaan urusan rumah tangga yang meliputi administrasi, surat

   menyurat, perlengkapan, aset, kearsipan dan kepegawaian; Penglolaan administrasi keuangan; 

  Penyusunan program, anggaran dan pelaporan kegiatan BAPPEDA;

   Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan atasan;

   3. Bidang Ekonomi;

   Bidang Ekonomi mempunyai tugas menyusun dan mengkoordinasikan perencanaan pembangunan daerah di bidang ekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya Bidang Ekonomi mempunyai fungsi ;

   Perumusan kebijakan perencanaan dibidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan, kelautan, ketahanan pangan, perindusrian, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah; Pengkoordinasian penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang

   perencanaan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan, kelautan, ketahanan pangan, perindusrian, perdagangan, koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah; Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan atasan.

   4. Bidang Sosial dan Budaya; Bidang Sosial dan Budaya mempunyai tugas menyusun dan

   mengkoordinasikan perencanaan pembangunan daerah dibidang sosial dan budaya. Dalam melaksanakan tugasnya Bidang Sosial dan Budaya mempunyai fungsi : Perumusan kebijakan perencanaan dibidang pendidikan, kesehatan,

   kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan, keluarga berencana, sosial, tenaga kerja, kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olahraga, kesatuan bangsa, pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan umum. Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang pendidikan,

   kesehatan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan, keluarga berencana, sosial, tenaga kerja, kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olahraga, kesatuan bangsa, pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan umum. Pelaksanaan tugas – tugas lain yang diberikan atasan.

   5. Bidang Sumber Daya Alam dan Prasarana; Bidang Sumber Daya Alam dan Prasarana mempunyai tugas menyusun

   dan mengkoordinasikan perencanaan pembangunan daerah dibidang sumber daya alam dan prasarana pembangunan daerah. Dalam melaksanakan tugasnya Bidang Sumber Daya Alam dan Prasarana mempunyai fungsi: Perumusan kebijakan perencanaan dibidang pekerjaan umum, perumahan,

   penataan ruang, perhubungan, lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral. Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang pekerjaan

   umum, perumahan, penataan ruang, perhubungan, lingkungan hidup, energi dan sumber daya mineral.

   Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan atasan.

  6. Bidang Statistik,Evaluasi dan Pelaporan; Bidang Statistik, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas mendata,

   menyusun dan mengkoordinasikan perencanaan di bidang statistik, evaluasi dan pelaporan perencanaan pembangunan daerah . Dalam melaksanakan tugasnya Bidang Statistik, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai fungsi; Perumusan kebijakan pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data

   statistik pembangunan dan potensi daerah. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah.

   Koordinasi dan pelaksanaan pelaporan pelaksanaan pembangunan daerah

   Pelaksanaan tugas – tugas lain yang diberikan atasan. 

  7. Kelompok Jabatan Fungsional.

  Kelompok Jabatan Fungsional perencanaan melaksanakan sebagian tugas

   perencanaan pembangunan daerah di Bappeda sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. Kelompok Jabatan Fungsional perencanaan terdiri dari sejumlah tenaga

   dalam jenjang Jabatan Fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Kelompok Jabatan Fungsional perencanaan dipimpin oleh seorang tenaga

   fungsional senior yang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati; Jumlah dan jenis serta jenjang tenaga fungsional perencanaan diatur dan

   ditetapkan oleh Bupati berdasarkan kebutuhan dan beban kerja serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional perencana diatur berdasarkan

   peraturan perundang-undangan yang berlaku; Kelompok jabatan fungsional perencanaan mempunyai tugas sesuai

   dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6.2.2 Dinas Pekerjaan Umum

  Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Agam ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Agam. Dimana tugas pokok dan fungsinya yaitu melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah di bidang Perencanaan dan Pengawasan Teknis, bidang Tata Ruang, bidang Bina Marga, bidang Pemukiman dan Perumahan, bidang Pengelolaan Sumber Daya Air dan bidang Kebersihan dan Pertamanan.

  Secara keseluruhan, struktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Agam ini terdiri atas:

  1. Kepala Dinas;

  2. Sekretaris, membawahi:

  a. Subbagian Umum dan Kepegawaian

  b. Subbagian Keuangan c. Subbagian Perencanaan dan Pelaporan

  3. Bidang Tata Ruang, membawahi:

  a. Seksi Penataan & Pemanfaatan Tata Ruang

  b. Seksi Pengendalian, Pengawasan Tata Ruang & Bangunan

  4. Bidang Bina Marga, membawahi:

  a. Seksi Jalan

  b. Seksi Jembatan

  c. Seksi Peralatan & Pengujian

  5. Bidang Pemukiman & Perumahan, membawahi:

  a. Seksi pemukiman & Prasarana Wilayah

  b. Seksi Penyehatan Lingkungan

  6. Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air, membawahi:

  a. Seksi Irigasi dan Pengelolaan Tata Guna Air

  b. Seksi Sungai, Danau, Pantai dan Rawa

  c. Seksi Konservasi Sumber Air

  7. Bidang Kebersihan dan Pertamanan, membawahi:

  a. Seksi Kebersihan

  b. Seksi Pertamanan

  8. Kelompok jabatan fungsional

  9. Unit pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

6.3 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  

Struktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Agam bidang

Kebersihan dan Pertamanan sudah cukup menggambarkan tata laksana kerja.

Tata laksana kerja ini harus mendefinisikan lingkup tugas, wewenang, tanggung

jawab serta bentuk interaksi antar unit kerja. Hal-hal yang harus diperhatikan

dalam menyusun tatalaksana kerja yang baik antara lain sebagai berikut:

  1. Menciptakan pengendalian otomatis;

  2. Tingkat pembebanan merata;

  3. Pendelegasian wewenang yang proporsional dan berimbang;

  4. Birokrasi yang pendek; 5. Penugasan yang jelas dan teratur.

  6.4 Kondisi Sumber Daya Manusia Bidang Cipta Karya

  Jumlah pegawai Bidang Kebersihan Dan Pertamanan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Agam tahun 2012 adalah sebanyak 50 orang, dengan rincian sebagai berikut :

  (PNS) : 13 orang (26%)

    Non PNS : 37 orang (74%)

  • PTT (Pegawai Tidak Tetap) : 24 orang
  • Kontrak : 3 orang
  • PHL (Pegawai Harian Lepas) : 10 orang

Tabel 6.1 Jumlah SDM di Dinas PU Kab. Agam Jenis Pegawai Tingkat Jumlah Pendidikan Non PNS

  

PNS

  1 S2 1 -

  1

  3 SMA

  4

  5

  9

  4 SMP

  3

  25

  28

  5 SD

  5

  7

  12 Jumlah

  13

  37

  50

  6.5 ANALISIS KELEMBAGAAN

6.5.1 Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Kesepakatan untuk mewujudkan kondisi sarana dan prasarana yang baik bagi seluruh masyarakat Kabupaten Agam, merupakan komitmen yang telah dinyatakan secara tegas oleh Pemerintah Kabupaten dalam RPJMD Kabupaten Agam. Dalam rencana pembangunan ini, Pemerintah Kabupaten Agam telah menegaskan bahwa pembangunan sarana dan prasarana bidang keciptakaryaan merupakan salah satu sektor pembangunan yang menempati posisi prioritas dalam upaya untuk mencapai visi Kabupaten Agam. Dalam rangka pencapaian visi pembangunan secara efektif, Pemerintah Kabupaten Agam menyadari bahwa berbagai upaya pembangunan di Kabupaten Agam haruslah ditopang dengan kelembagaan yang kuat. Kelembagaan yang kuat dalam konteks ini dipahami oleh Pemerintah Kabupaten sebagai suatu jaringan relasi sosial yang melembaga, yang melibatkan Pemerintah Kabupaten, masyarakat, kelompok adat, LSM dan swasta, dengan struktur, aturan, norma, serta cara kerja yang sistematis dan terarah pada pencapaian target pembangunan yang ingin dicapai.

6.5.2 Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Dengan kelembagaan yang kuat maka diharapkan pembangunan dan pengelolaan sarana dan prasarana bidang keciptakaryaan di Kabupaten Agam dapat didukung dengan sebuah sistem dan mekanisme yang menjamin:

  1. Adanya kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, kelompok adat, LSM dan swasta.

  Artinya kelembagaan ini hendaklah dapat memperlihatkan sebuah kondisi pembagian ruang peran aktif yang jelas antara Pemerintah Kabupaten , masyarakat termasuk kelompok adat, dan LSM di dalamnya serta swasta. Dengan demikian pembangunan dan pengelolaan hasil pembangunan sarana dan prasarana keciptakaryaan bukan hanya menjadi tugas pemerintah semata, melainkan menjadi tugas yang terbagi secara proporsional terhadap seluruh elemen publik Kabupaten Agam .

  2. Adanya kelengkapan dalam penanganan seluruh fungsi pengelolaan sarana dan prasarana.

  Artinya kelembagaan ini haruslah mampu memperlihatkan sebuah kondisi bahwa seluruh rangkaian fungsi dalam pembangunan dan pengelolaan sarana dan prasarana bidang keciptakaryaan, yang meliputi fungsi perencanaan, pengadaan, pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi pembangunan dapat dijalankan dan ditangani dengan baik. Selain itu seluruh rangkaian fungsi pembangunan tersebut haruslah ditangani oleh lembaga atau organisasi atau pihak yang tepat dengan mekanisme penanganan yang jelas.

  3. Adanya peningkatan kualitas layanan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Kabupaten Agam .

  Artinya kelembagaan ini haruslah mampu memperkuat kemampuan Pemerintah melalui unit-unit pelaksana yang ada dalam memberikan layanan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Agam.

  4. Sinergisitas antar pelaksanaan fungsi

6.5.3 Analisis Sumber Daya Manusia (SDM)

  Kelembagaan Kabupaten Agam haruslah mampu memperlihatkan suatu kondisi dimana keterlibatan berbagai lembaga atau pihak dalam pembangunan dan pengelolaan diwarnai dengan keterkaitan antar institusi dan antar fungsi secara harmonis. Dengan demikian diperlukan adanya sistem, mekanisme, kebijakan atau norma yang mengatur keterkaitan antar fungsi dan lembaga agar dapat mewujudkan satu kesatuan tindak yang efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan sarana dan prasarana.

6.5.4 Analisis SWOT Kelembagaan

  Untuk mengetahui potensi dan permasalahan dalam bidang kelembagaan di digunakan Analisis SWOT. Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Strategi yang digunakan adalah bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada (strategi S-O); bagaimana cara mengatasi kelemahan untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada (strategi W-O); bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada (strategi S-T); dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan untuk menjawab tantangan yang ada (strategi W-T). Berdasarkan informasi serta analisis tentang keorganisasian, tata laksana dan SDM bidang Cipta Karya pada sub-bab sebelumnya, selanjutnya dapat dirumuskan Matriks Analisis SWOT Kelembagaan seperti pada Tabel 6.1.

  

Tabel: 6.1

Matriks Analisis SWOT Kelembagaan

FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR

  INTERNAL PELUANG (O)

Adanya dukungan dana dari

pusat dan provinsi untuk

menunjang pengembangan

sanitasi

Pengembangan SPAM untuk

seluruh kota

Adanya kemungkinan kerjasama

dengan pengembang, khususnya

pengembangan di perumahan

baru

Kesempatan kerjasma dg

perusahaan swasta dalam

memanfaatkan dana CSR

Adanya kesempatan untuk

mengikuti Bimtek/ pelatihan dari

pusat terkait dengan tugas pokok

dan fungsi

Adanya kesempatan

mendapatkan bantuan hibah dari

lembaga donor (Ausaid, INDII,

  IBRD, ADB)

Promosi perumahan

berwawasan lingkungan ANCAMAN (T)

  Bertambahnya jumlah penduduk Law Inforcement dalam penegakan hukum terkait lingkungan. Terbatasnya dana untuk allokasi bidang sanitasi Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam bidang sanitasi

  KEKUATAN (S) Secara kelembagaan, lembaga yang ada dan terkait dengan bidang Cipta Karya mempunyai kewenangan yang kuat karena ditetapkan ber dasarkan Perda Tersedianya dokumen perencanaan yg lengkap seperti RPJMD, RISPAM, SSK, SPPIP, KSPD, Bisnis plan PDAM dll Pembagian tugas dan fungsi antara satuan kerja telah merata demikian pula wewenang dan tanggungjawab sudah jelas Uraian tugas para pimpinan telah ada yang dirumuskan dalam SK Bupati sehingga telah jelas dan mampu menghindari tumpang tindih yang tidak perlu.

  

Segera menyiapkan

persaratan/dokumen yang

dibutuhkan pemerintah pusat

dan lembaga donor sebagai

persaratan untuk mendapatkan bantuan hibah

Meningkatkan sosialisasi kepada

masyarakat, pengembang terkait dengan isu2 lingkungan.

Memberikan kesempatan seluas-

luasnya kepada pegawai untuk mengikuti pelatihan/ bimtek

Meningkatkan disiplin dan

motivasi kerja kepada pegawai

dengan menerapkan sistem reward dan funishment

Penempatan personil yang tepat

sesuai dengan keahlian dan Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dan swasta dalam menanggulangi masalah sanitasi Meningkatkan penegakan hukum bagi masyarakat dan badan hukum yang melakukan pelanggaran peraturan Campaign kepada para pengambil keputusan (DPR) terkait dengan pendanaan sanitasi. latar belakang pendidikan KELEMAHAN (W)

Koordinasi external antara Meningkatkan kinerja lembaga- Meningkatkan kinerja pegawai

lembaga terkait bidang Cipta lembaga yang terkait dengan dalam melasanakan fungsi

Karya masih kurang. bidang Cipta karya koordinasi dan penyuluhan kepada

Kurangnya koordinasi antara Pengadaan pegawai yang masyarakat

pemerintah Kota/ Pusat dengan memiliki pendidikan dan Meningkatkan kinerja pembiayaan

pihak swasta (developer) dalam kemampuan di bidang Cipta bidang Cipta karya dg

pengembangan, penanganan dan Karya memanfaatkan dana dari

pengelolaan kawasan masih Menerapkan reward dan masyarakat, swasta/CSR,

kurang. funishment kepada pegawai. pemerintah pusat, dan lembaga

Kinerja lembaga pengelola bidang Menerapkan program karier donor dalam pengembangan

cipta karya belum maksimal pegawai sanitasi.

Dukungan dana APBD untuk Campaign kepada pengambil Memperbaiki kinerja sistem

operasi & pemeliharaan serta keputusan terkait (DPR dan kepegawaian yang ada untuk

pembangunan sanitasi sangat eksekutip) terkait dengan isu2 mencegah allokasi pegawai yang

kurang lingkungan. tidak sesuai dengan kebutuhan

SDM yang tersedia kurang serta mutasi yang tidak diinginkan.

memadai baik dari segi jumlah maupun kualitas khususnya dalam bidang Cipta Karya Kurangnya sarana dan prasarana bidang Cipta Karya seperti sarana & prasarana persampahan, air limbah, drainase. Jangkauan pelayanan sarana dan prasarana kota belum memadai dan merata. Adanya tambahan pegawai namun sering tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan seperti keahlian dan latar belakang pendidikan Pegawai yang memiliki kemampuan dibidang Cipta Karya di mutasi ke satuan kerja yang tidak terkait dengan bidang Cipta Karya Pemberian reward bagi SDM yang berprestasi dan funishment kepada SDM yang melakukan kesalahan belum berjalan sebagaimana mestinya

Pelaksanaan pembangunan infrasuktur yang disiapkan masih belum terencana dengan baik, terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan yang berkelanjutan. Disamping itu pendayagunaan sumber daya , baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia belum optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan pembangunan di berbagai Kecamatan. Berdasarkan gambaran yang telah dijalankan oleh berbagai pihak di Kabupaten Agam, maka nampak bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam aspek kelembagaan di Kabupaten Agam yang perlu ditangani secara sistematis. Permasalahan tersebut terwujud dalam bentuk: 1. keterbatasan cakupan dan efektivitas layanan pengelolaan air limbah domestik, sampah, dan drainase lingkungan yang saat ini dapat diberikan oleh institusi

  Pemerintah Kabupaten Agam; 2. masih terdapatnya fungsi pengelolaan prasarana yang terabaikan atau tidak tertangani oleh pihak manapun di Kabupaten Agam; 3. masih kurangnya sinergisitas yang terbangun antara Pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam pelaksanaan fungsi pengelolaan air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan.

  Ketiga permasalahan tersebut di atas muncul karena faktor penyebab yang sangat bervariasi. Masalah pertama, keterbatasan kinerja layanan pengelolaan yang dihadapi oleh institusi Pemerintah Kabupaten Agam yang pada dasarnya terjadi karena faktor:

  1. Kekurangjelasan dan ketidaksesuaian tupoksi Kekurangjelasan dan ketidakjelasan batasan tupoksi saat ini terlihat dalam tupoksi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH).

  Tupoksi Bidang Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum belum mendeskripsikan secara tegas tugas yang diemban sebagai dinas daerah (operator) yang bertanggungjawab dalam kegiatan pengelolaan kebersihan dan lingkungan, disisi lain BPLH mempunyai tupoksi yang hampir sama.

  2. Ketidakseimbangan kapasitas layanan dengan beban kerja institusi Terkait dengan ketidaksesuaian tupoksi dengan bentuk organisasi, seperti di bahas di atas, maka terdapat konsekuensi adanya ketidakseimbangan antara kapasitas institusi secara internal dalam tubuh organisasi untuk menjalankan tugas dengan beban kerja yang diemban oleh institusi ini. Kondisi ini telah membuat keterbatasan untuk memberikan layanan ke seluruh cakupan wilayah Kabupaten Agam. Oleh karena itu penambahan kapasitas dan penempatan mitra untuk memberikan layanan pengelolaan air limbah domestik dan sampah sangat diperlukan agar pengelolaan masing-masing sub sektor tersebut dapat dilakukan secara optimal. Dalam kondisi keterbatasan kapasitas yang dihadapi saat ini, sesungguhnya terdapat SKPD lain yang dapat didayagunakan untuk menjalankan fungsi penyuluhan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk dalam pengelolaan air limbah domestik dan sampah.

  Masalah kelembagaan yang kedua berupa masih terdapatnya fungsi pengelolaan prasarana yang terabaikan atau tidak tertangani oleh pihak manapun di Kabupaten Agam, dapat terlihat dalam fungsi pembersihan sampah dan pemeliharaan fisik sarana pengelolaan drainase lingkungan. Hal ini terjadi karena faktor:

  1. Tidak adanya tugas pembersihan sampah dan pemeliharaan fisik dalam tupoksi institusi manapun di Pemerintah Kabupaten Agam.

  2. Belum terbangunnya pengetahuan, kesadaran dan kepedulian dalam pengelolan drainase lingkungan di antara Pemerintah, masyarakat dan sektor swasta.

  Masalah kelembagaan yang ketiga yakni kurangnya sinergisitas yang terbangun antara Pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam pelaksanaan fungsi pengelolaan air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan, berakar dari faktor:

  1. Belum terbangunnya pengetahuan, kesadaran dan kepedulian dalam pengelolan prasarana di antara Pemerintah, masyarakat dan sektor swasta.

  2. Belum terdapatnya kebijakan yang mengatur tentang peran antar Pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pengelolaan prasarana.

  3. Adanya keterbatasan dalam beberapa substansi kebijakan terkait dengan sektor prasarana.

  Sesuai dengan Peraturan tentang Penataan Bangunan pada dasarnya telah mengatur kewajiban bagi wajib IMB untuk menyediakan sarana atau fasilitas pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan sampah dan drainase lingkungan. Namun demikian Perda tersebut belum didukung dengan petunjuk-petunjuk teknis tentang syarat kesehatan yang harus dipatuhi oleh pemilik bangunan dalam penyediaan fasilitas-fasilitas prasarana tersebut di atas. Oleh karena itu pemahaman mengenai kewajiban pemenuhan syarat kesehatan ini tidak terinformasikan secara lengkap kepada para pemilik bangunan. Selain itu Perda ini masih lemah dari sisi ancaman sanksi serta penegakaannya.

  Selain itu, kebijakan-kebijakan yang berlaku di Kabupaten Agam dalam hal pengelolaan prasarana saat ini masih terbatas pada pengaturan tentang retribusi yang diwajibkan bagi pengguna jasa dalam pengelolaan air limbah domestik khususnya penyedotan kakus, dan layanan pengelolaan sampah. Sementara kebijakan yang mengatur tentang peran nyata masyarakat, dan sektor swasta untuk mengelola prasarana melalui bentuk-bentuk aktivitas lain yang memberi dampak positif pada kondisi prasarana Kabupaten Agam belum terformulasikan hingga saat ini. Tidak adanya kebijakan yang mengatur substansi tentang peran tersebut telah menjadi kendala bagi pelaksanaan peran yang nyata dari masyarakat dan swasta. Dengan kondisi kebijakan yang demikian, maka saat ini titik tumpu kegiatan pembangunan dan pengelolaan prasarana masih ada di pihak Pemerintah.

  4. Belum adanya rencana kerja pembangunan prasarana yang terintegrasi dan sistematis yang disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan di Kabupaten Agam. Kondisi ini telah menyebabkan pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengelolaan prasarana yang dilakukan di Kabupaten Agam masih dilakukan secara parsial oleh masing-masing pemangku kepentingan. Kondisi ini juga dapat menyebabkan setiap upaya untuk membangun dan mengelola prasarana tidak dapat dipastikan berjalan dalam arah yang saling mendukung dan dilakukan secara benar.

  Berdasarkan pada pemahaman akan masalah kelembagaan di Kabupaten Agam ini, maka dapat memetakan beberapa kebutuhan mendasar yang dibutuhkan dalam rangka penguatan kelembagaan prasarana di Kabupaten Agam. Kebutuhan penguatan tersebut adalah:

  1. Penguatan kebijakan yang diarahkan pada aspek substansi maupun kelengkapan untuk menopang upaya pembangunan dan pengelolaan prasarana.

  2. Pembenahan pada institusi Pemerintah Kabupaten Agam yang bertanggungjawab atas layanan sektor air limbah domestik, sampah maupun drainase lingkungan.

  Pembenahan ini diarahkan pada bentuk organisasi dan juga pada tupoksi. Upaya pembenahan tersebut dapat dilakukan dengan mengacu pada ketentuan PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah daerah Kabupaten / Kota, serta PP No. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

  3. Pembenahan mekanisme pelibatan masyarakat dan sektor swasta dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana di Kabupaten Agam. Pembenahan mekanisme tersebut diarahkan dengan tujuan untuk menciptakan pemberdayaan dan menguatkan norma sosial dan norma adat yang telah berkembang kuat di masyarakat Kabupaten Agam.

6.5 RENCANA PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

  Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisa SWOT, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi yaitu strategi pengembangan organisasi, strtegi pengembangan tata laksana, dan strtegi pengembangan sumber daya manusia.

6.5.1 Rencana Pengembangan Keorganisasian

  1. Meningkatkan kinerja manajemen bidang cipta karya dalam perencanaan, pelaksanaan dan monev;

  2. Meningkatkan jumlah pegawai untuk mengikuti pelatihan dan bimtekbidang cipta karya;

  3. Mengalokasikan dana APBD yang ada didukung dengan sumber pendanaan lainnya seperti dari APBD Provinsi, APBN Pusat, swasta melalui dana CSR serta lembaga donor untuk meningkatkan pelayanan sanitasi

  4. Bekerjasama dengan instansi terkait lainnya untuk melakukan tindakan hukum bagi masyarakat atau badan usaha yang melakukan pelanggaran Perda yang terkait dengan isu-isu lingkungan

  5. Bekerjasama dengan instansi terkait lainnya melakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat terkait isu-isu lingkungan termasuk Perda.

  6.5.2 Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan

  1. Meningkatkan koordinasi dengan menambah intensitas pertemuan untuk membahas permasalahan sanitasi

  2. Pengadaan pegawai baru yang memiliki keahlian dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan

  6.5.3 Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia

  Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT, maka rencana pengembangan SDM di Kabupaten Agam adalah sebagai berikut:

  1. Pengadaan pegawai baru yang memiliki keahlian dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan

  2. Meningkatkan kemampuan staf teknis dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi dengan memberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan di bidang Cipta karya

  3. Meningkatkan kesejahteraan pegawai

  4. Menerapkan reward dan funishment kepada semua pegawai Beberapa strategi yang akan dikembangkan untuk aspek kelembagaan ini antara lain :