BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS OPERASIONAL UNIT PENANG KAPAN IKAN (UPI) PANCING DAN ALTERNATIF PENGEMBANGANNYA TONDA DI PPI UJONG BAROEH KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kabupaten Aceh Barat merupakan kabupaten yang berbatasan dengan Samudera Hindia (WPP 572) yang memiliki potensi besar terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan (SDI) baik ikan pelagis maupun ikan demersal. Luas wilayah

  2

  daratan Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 km atau seluas 292.795 ha, sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50,55 km dengan luas laut 12 mil

  2 atau 233 km daratan (DKP, 2007 diacu dalam Hafinuddin, 2010).

  Aktivitas penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap, di antaranya alat tangkap payang, pukat pantai, pukat cincin, jaring hanyut, jaring klitik, jaring insang tetap, jaring tiga lapis (trammel net), rawai hanyut lain selain rawai tuna, rawai dasar, rawai tetap, pancing tonda, pancing ulur dan pancing lainnya (DKP Provinsi Aceh, 2013). Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap yang dominan untuk jenis alat tangkap pancing yang digunakan nelayan di Kabupaten Aceh Barat dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan. Pada tahun 2014 jumlah alat tangkap pancing tonda di Kabupaten Aceh Barat mencapai 82 unit atau 12,56% dari total jenis alat tangkap pancing yaitu 588 unit (DKP Provinsi Aceh, 2013).

  Pancing tonda (troll line) merupakan alat tangkap yang dikelompokkan ke dalam alat tangkap pancing (hook and lines). Secara umum, pancing tonda diarahkan kepada penangkapan ikan pelagis dengan cara ditarik oleh kapal atau perahu dan menggunakan mata pancing yang bersatu dalam umpan buatan (Artificial bait) (Diniah, 2008).

  Kegiatan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Barat didukung dengan adanya pelabuhan perikanan tipe D yaitu PPI Ujong Baroh dan PPI Kuala Bubon. Berdasarkan hasil pengamatan, alat tangkap pancing tonda cenderung terkonsentrasi di PPI Ujong Baroh. Hal ini dikarenakan fasilitas-fasilitas di PPI Ujong Baroh lebih lengkap sehingga mendukung aktivitas UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh.

  Operasional penangkapan ikan suatu unit penangkapan ikan (UPI) terdiri atas aktivitas di fishing base (pelabuhan perikanan) seperti persiapan pembekalan melaut (BBM, es, air bersih dan lain-lain), persiapan kapal, alat tangkap dan nelayan. Setelah aktivitas di pelabuhan perikanan, dilanjutkan dengan aktivitas di

  

fishing ground (daerah penangkapan ikan) dan terakhir adalah kembali ke

  pelabuhan perikanan (pembongkaran hasil tangkapan, penambatan kapal di pelabuhan perikanan dan perawatan kapal serta perawatan alat tangkap). Hanya saja, aktivitas operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh belum banyak diketahui. Oleh karena itu, penelitian tingkat operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh sangat penting untuk dilakukan. Hasil dari penelitian operasional UPI pancing tonda ini akan dilanjutkan kepada aspek pengembangan UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi informasi dasar dalam pengambilan keputusan oleh

  stakeholder dalam pengembangan UPI pancing tonda di PPI Ujong Baroh.

1.2 Rumusan Masalah

  Rumusan permaslahan dari penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana kondisi operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh selama 5 tahun terakhir?

2. Bagaimana sistem pengembangan operasional pancing tonda yang tepat di

  PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat?

1.3 Tujuan

  Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Mengetahui kondisi operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat selama 5 tahun terakhir.

  2. Mengetahui alternatif pengembangan operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat

1.4 Manfaat

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

  

1. Memberikan solusi dalam upaya peningkatan produksi operasional unit

penangkapan ikan pancing di PPI Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat.

  

2. Memperoleh alternatif terbaik dalam pengembangan operasi unit penangkapan

  ikan (UPI) pancing tonda dalam usaha perbaikan penangkapan ikan berbasis ramah lingkungan .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Operasional Unit Penangkapan Ikan Pancing Tonda

  Aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu diperhatikan adalah jenis alat dan ukurannya, jenis perahu/kapal, kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan, lama trip, jumlah trip per bulan, jumlah trip tahun, penanganan hasil tangkapan selama operasi, daerah penangkapan, waktu penangkapan dan kapasitas tangkap dari unit yang diusahakan. Pancing Tonda merupakan alat tangkap ikan tradisional yang bertujuan untuk menangkap ikan- ikan jenis pelagis.Pancing Tonda dikelompokan ke dalam alat tangkap pancing (Hook and Line) (Monintja,1986).

  Menurut Monintja (1986) alat penangkapan pancing mempunyai segi-segi positif, yaitu:

  1. Alat-alat pancing tidak susah dan mudah dalam pengoperasiannya.

  2. Organisasi usahanya kecil, dengan modal sedikit usaha pancing, sudah dapat berjalan.

  3. Syarat-syarat fishing groundnya relatif sedikit dan dapat dengan bebas memilih.

  4. Pengaruh cuaca, suasana laut relatif kecil.

  5. Ikan-ikan yang ditangkap satu per satu sehingga kesegaran dapat terjamin.

  Menurut Monintja(1986) dari segi-segi positif di atas, teknik penangkapan ikan ini mempunyai beberapa kelemahannya, yaitu :

  1. Jumlah ikan yang ditangkap relatif sedikit.

  2. Umpan sangat berpengaruh terhadap jumlah kali operasi yang dapat dilakukan.

  3. Keahlian pemancing sangat menonjol walaupun tempat, waktu dan persyaratan lainnya sama, hasil tangkapnya akan berbeda beda satu sama lainnya.

  4. Pancing terhadap ikan adalah pasif, pancing akan di tarik setelah ikan memakan umpannya.

2.2 Pelabuhan perikanan

2.2.1Fasilitas dan fungsi pelabuhan

  Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 02/ MEN/2006 tentang organisasi dan tata kerja pelabuhan perikanan, fasilitas- fasilitas pelabuhan perikanan umumnya terdiri atas: 1) Fasilitas pokok ialah fasilitas yang diperlukan kapal ikan untuk berlayar keluar masuk pelabuhan secara aman dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal tersebut.

  Fasilitas pokok ini terdiri dari penahan gelombang, dermaga, slipway/shipyard, alur pelayaran, dan turap penahan. 2) Fasilitas fungsional ialah fasilitas pelengkap dari fasilitas pokok untuk memperlancar pemberian jasa-jasa pelabuhan. Fasilitas ini mencakup rambu rambu navigasi menara mercusuar, perbengkelan, tempat memperbaiki dan menjemur alat-alat perikanan, tempat parkir kendaraan, fasilitas penyediaan air tawar dan bahan bakar, tempat bongkar muat ikan, tempat pelelangan ikan, fasilitas pengawet, fasilitas pengolahan, fasilitas komunikasi, klinik, rumah obat, fasilitas perkantoran, tempat rekreasi, fasilitas olahraga, rumah penjaga dan lain-lain. 3) Fasilitas tambahan yaitu fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum serta tidak dapat dimasukkan dalam 2 fasilitas di atas. Fasilitas tersebut antara lain penginapan nelayan, mess operator, perkantoran pengusaha perikanan, kantor, poliklinik, dan tempat ibadah.

  Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 02/MEN/2006 adalah sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi yang meliputi berbagai kegiatan, yaitu: 1) Pelaksanaan perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan.

  2) Pelaksanaan pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran pelabuhan Perikanan. 3) Pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan kebersihan kawasan pelabuhan Perikanan. 4) Pelaksanaan pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan

  5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan. 6) Pelaksanaan fasilitasi pengawasan, penanganan, pengolahan, serta pemasaran hasil dan mutu hasil perikanan. 7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik Perikanan. 8) Pelaksanaan fasilitasi pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya. 9) Pelaksanaan fasilitasi pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan 10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.2.2 Klasifikasi pelabuhan perikanan

  Klasifikasi pelabuhan perikanan menurut SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 tahun 2004 memiliki kriteria sebagai berikut:

  1 Kelas A, Pelabuhan Perikanan Samudera dengan kriteria:  Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah laut teritorial, ZEEI, dan perairan internasional;  Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang kurangnya 60 GT;  Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;  Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6000 GT kapal perikanan sekaligus;  Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 60 ton/hari;  Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;  Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 30 ha;  Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan; dan Terdapat industri perikanan.

  2 Kelas B, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dengan kriteria:  Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah laut teritorial dan ZEEI;

   Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 30 GT;  Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;  Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus;  Jumlah ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;  Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 15 ha;  Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan; dan Terdapat industri perikanan.

  3 Kelas C, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dengan kriteria:  Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan wilayah ZEEI;  Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang kurangnya 10 GT;  Panjang Dermaga sekurang-kurangnya 100 dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;  Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus; dan memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 5 ha.

  4 Kelas D Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dengan kriteria:  Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan;  Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 3 GT;  Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;  Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus; dan Memiliki lahan sekurang-kurangnya 2 ha.

2.2.3 Pangkalan pendaratan ikan Ujong Baroeh

  Pangkalan pendaran ikan Ujong Baroeh terletak administratif di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat. Pelabuhan ini cukup berhasil pengelolaannya dilihat dari besaran angka produksi hasil tangkapan yang didaratkan, dibandingkan dengan pangkalan pendaratan ikan Kuala Bubon.

  Pelabuhan pendaratan ikan Ujong Baroeh mempunyai fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Ujong Baroeh terdiri atas dermaga, kolam pelabuhan, jalan kompleks PPI, drainase dan lahan pelabuhan. Fasilitas fungsional terdiri atas tempat pelelangan ikan (TPI), perkantoran dan pabrik es. Fasilitas penunjang yang terdapat di PPI Ujong Baroeh meliputi semua fasilitas yang menunjang aktivitas / memberi kemudahan bagi pelaku dunia usaha (nelayan, pedagang, pengolah), misalnya balai pertemuan nelayan, musholla,dan kios. Transportasi untuk mencapai PPI ini cukup mudah dengan kondisi jalan yang lebar dan beraspal serta dilengkapi dengan lapangan parkir yang luas (Hafinuddin,2010).

  Pangkalan pendaratan ikan Ujong Baroeh dikelola oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat. Dalam pengelolaan aktivitas, Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat telah mempunyai struktur organisasi yang tertuang dalam keputusan Bupati Aceh Barat nomor : 205 tahun 2005 tentang uraian tugas dan fungsi dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat (Hafinuddin,2010).

  Pelaksana pelelangan di pelabuhan ini dilakukan oleh Toke Bangku. Hal ini terjadi karena umumnya ikan sudah ada pemiliknya yaitu pemberi modal atau Toke Bangku. Adapun kegiatan yang ada umumnya hanya penimbangan ikan(Hafinuddin,2010).

2.3 Unit penangkapan pancing tonda

2.3.1 Kapal pancing tonda

  Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil. Panjangnya 15-20 m dengan mesin diesel dalam berkekuatan 33 HP yang menggunakan 15 pancing. Secara rinci spesifikasi perahu pancing tonda adalah sebagai berikut :1) Jenis perahu inboard engine; 2) dimensi 11,5 x 2,8 x 1,2 m. 3) bahan kayu bungur; 4) mesin utama (yanmar 22 PK) dan mesin cadangan (jiondang 18 PK); 5) bahan bakar solar; 6) tanki BBM sebanyak 2 buah dengan kapasitas tiap tangki 250 liter; 7) palkah sebanyak 3 buah, bagian luar dan penutupnya dari kayu, bagian dalamnya dari alumunium. Penangkapan pancing tonda dilakukan di siang hari, kegiatan penangkapan bisa menggunakan perahu layar, atau kapal motor (Subani dan Barus, 1989).

  Gambar 1. Kapal pancing tonda

2.3.2 Alat tangkap ikan pancing tonda

  Pancing tonda merupakan Pancing tonda dikelompokan ke dalam Nelayan yang menggunakan pancing tonda biasanya menangkapagak jauh ke tengah laut. Pancing tonda biasa digunakan pada siang Pancing tonda dalam pengoperasiannya dibantu dengan menggunakan kapal motor ataudan membawa hasil tangkapan. Hasil penangkapan pancing tonda biasanya yaitu ikan-ikan pelagis. Pancing tonda terdiri dari beberapa bagian yaitu tali utama, pemberat dan matapada pancing tonda biasanya terbuat dari tali nilon. Pancing tonda dikenal juga dengan sebutan

  

troll line (Supardi, 2011). Gambar alat tangkap pancing tonda dapat dilihat pada

gambar 2.

  Gambar 2. Alat tangkap pancing tonda

  2.3.3 Hasil tangkapan pancing tonda

  Menurut subani dan barus (1989), salah satu alat tangkap rawai atau pancing tonda dapat menangkap beberapa ikan pelagis besar, antara lain : tuna sirip kuning (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna mata besar (Thunnus obesus), albacora (Thunnus alalunga). Adapun hasil tangkapan sampingan (by catch) adalah : ikan layaran (Istophorus orientalis), setuhuk putih (Makaira mazara), ikan pedang (xiphias gladius), setuhuk hitam (Makaira

  

indica), setuhuk loreng (Tetrapturus mitsukurii), berbagai jenis cucut (cucut

mako, cucut martil dan sejenisnya).

  2.3.4 Nelayan

  Nelayan adalah aktor utama dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan menurut aktifitasnya dikelompokkan menjadi: (1) nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk menangkap ikan; (2) nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk menangkap ikan; dan (3) nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang hanya sebagian kecil waktunya digunakan untuk menangkap ikan. Jumlah nelayan yang dibutuhkan untuk pengoperasian setiap unit penangkapan ikan tergantung dari ukuran kapal/perahu yang digunakan, jenis alat tangkap, dan tingkat teknologi yang digunakan (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2010)

2.4 Analisis strength weakness opportunity threat(SWOT)

  Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan. Maka, perencana strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi saat ini. Hal ini disebut analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997).

  Data yang sudah didapat kemudian dianalisis untuk memperoleh faktor- faktor internal dan eksternal. Analisis internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman.Analisis SWOT juga disebut sebagai analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat deskriptif (memberi suatu gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan juga kondisi sebagai sebagai faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing (Rangkuti,1997).

  SWOT adalah singkatan dari:S = Strength (kekuatan),W = Weaknesses (kelemahan),O = Opportunities (Peluang), T = Threats (ancaman). Adapun penjelasan adalah sebagai berikut (Rangkuti,2004) :

  1. Strenght (S) yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kekuatan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini. Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini adalah setiap perusahaan atau organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di bandingkan dengan para pesaingnya. Misalnya jika kekuatan perusahaan tersebut unggul di dalam teknologinya, maka keunggulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju.

  2. Weaknesses (W) yaitu analisi kelemahan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kelemahan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini.

  Merupakan cara menganalisis kelemahan di dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi yang menjadi kendala yang serius dalam kemajuan suatu perusahaan atau organisasi.

  3. Opportunity (O) yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar suatu organisasi atau perusahaan dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah untuk mencari peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan atau masa yang akan datang.

  4. Threats (T) yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau ancaman yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan ataupun organisasi untuk menghadapi berbagai macam faktor lingkungan yang tidak menguntungkan pada suatu perusahaan atau organisasi yang menyebabkan kemunduran. Jika tidak segera di atasi, ancaman tersebut akan menjadi penghalang bagi suatu usaha yang bersangkutan baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang. Tabel 1.Diagram matrik SWOT

  IFAS EFAS STRENGTHS (S)

  Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal WEAKNESSES (W)

  Tentukan 5-10 faktor- faktor kelemahan internal

  OPPORTUNITIE S (O) Tentukan 5-10 faktor-faktor peluang eksternal

  STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memamfaatan peluang

  STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memamfaatkan peluang

  TREATHS (T) Tentukan 5-10 faktor-faktor ancaman eksternal

  STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

  STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

  Sumber : Rangkuti 2004 Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penyusunan matrik SWOT adalah :

  1. Tentukan faktor-faktor strategis peluang eksternal perusahaan

  2. Tentuan faktor-faktor strategis ancaman eksternal perusahaan

  3. Tentukan faktor-faktor strategis kekuatan internal perusahaan

  4. Tentukan faktor-faktor strategis kelemahan internal perusahaan

  5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S-O

  6. Sesuaikan kelemahan internal dengan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O

  7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S-T

  8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W-T

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Waktu dan tempat penelitian

  Pengumpulan data di lapangan telah dilaksanakan pada bulan November tahun 2015. Tempat penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan Ujong Baroeh Kabupaten Aceh Barat.

  3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

  Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Survei dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuesioner kepada responden (Effendi, 2012). Diagram alir metode penelitian bisa di lihat pada gambar 3.

  Operasional UPI Pancing Metode Penelitian Survei Data Primer Data

  Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis SWOT Operasional

  Alternatif

  

Kesimpulan

  Gambar 3. Diagram alir penelitian

  3.3 Teknik Pengumpulan Data

  Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

  

purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel

  dengan wawancara langsung kepada sumber informasi yang diperlukan bagi penelitiannya (Arikunto,2002). Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder.

  1. Data Primer Data primer akan diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara

kepada nelayan di PPI Ujong Baroh. Berdasarkan panduan dan pertanyaan

  

(kuisoner). Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi tentang operasional

unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda.

  Pengumpulan data primer berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 2: Tabel 2: Data primer berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh

  N Sumber Informasi Jumlah o Data

  Responden

  1 Nelayan Operasional unit penangkapan ikan (UPI) 20 orang pancing tonda dan pengembangannya di berdasarkan PPI Ujong Baroeh. jumlah armada penangkapan

  Adapun jumlah responden nelayan yang diambil dalam penelitian ini menggunakan rumus Pengambilan sampling dalam (Arikunto, 2002).

  n=25 % xN

  Keterangan : n = Jumlah sampel N= Jumlah Populasi

  2. Data Sekunder

  Data sekunder diperoleh dari catatan dan laporan dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ujong Baroeh dan Dinas Perikanan & Kelautan Aceh Barat. Adapun data sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3: Tabel 3: Data sekunder berdasarkan sumber dan informasi yang diperoleh

  No Sumber Informasi Data

  1 Dinas

  a. Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Kelautan Barattahun 2010-2014 dan b. Jumlah alat tangkap Kabupaten Aceh Barattahun 2010-

  Perikanan 2014 Provinsi

  c. Jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014 Aceh

  d. Produksi dan nilai produksi yang didaratkan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2010-2014

  2 Bappeda Peta lokasi penelitian (Peta posisi PPI Ujong Baroeh)

  3 BPS Letak geografis Kabupaten Aceh Barat Kabupaten Aceh Barat

  3.4 Tahapan Penelitian

  Penelitian ini menggunakan 2 tahap. Tahap pertama penelitian tentang operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda di PPI Ujong Baroeh. Hasil dari penelitian tahap pertama dijadikan acuan untuk menyusun kuesioner pengembangan SWOT. Kemudian data dianalisis menggunakan analisis SWOT. Barulah didapatkan alternatif pengembangan unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4

  Tahap I Analisis operasional UPI pancing tonda di PPI Ujong

  Baroeh Acuan pengembangan SWOT program pengembnagan UPI

  Tahap II pancing tonda Analisis data SWOT

  Alternatif pengembangan UPI Pancing tonda Gambar 4. Tahapan penelitian

  3.5 Metode Analisis Data

  3.5.1 Analisis operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda

  Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menjelaskan operasional unit panangkapan ikan (UPI) pancing tonda dari persiapan, penentuan daerah penangkapan ikan, perjalanan, proses penangkapan, pengangkutan dan pengelolaan hasil tangkapan di atas kapal, dan pendaratan. Analisis deskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajari alat, teknik, atau prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan yang telah dilakukan. Kegiatan – kegiatan tersebut antara lain adalah kegiatan pengumpulan data, pengelompokkan data, penentuan nilai dan fungsi statistik, serta pembuatan grafik, diagram dan gambar (Erfan,2007).

  

3.5.2 Analisis pengembangan kegiatan unit penangkapan ikan (UPI)

pancing tonda

  Analisis yang di gunakan dalam kegiatan pengembangan unit penangkapn ikan (UPI) pancing tonda menggunakan analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2004) analisis SWOT merupakan cara sistematis untuk mengidentifikasi faktor- faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi dan strategi yang menggambarkan kecocokan yang paling baik di antaranya. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rangkuti,2004).

  3.5.3 Kriteria Penilaian dalam SWOT

  

1. Bobot : adalah faktor persentasi seberapa pentingnya variabel atau indikator

  di dalam perusahaan yang sejenis pada umumnya. Total dari bobot untuk masing-masing analisa adalah 100.

  

2. Skala : adalah penilaian yang diberikan untuk kondisi atau keadaan yang

sudah berjalan selama ini di dalam perusahaan.

  • Skala 1 : untuk kondisi yang sangat lemah
  • Skala 2 : untuk kondisi lemah
  • Skala 3 : untuk kondisi sedang atau normal

  Skala 4 : untuk kondisi kuat atau unggul •

  • Skala 5 : untuk kondisi sangat kuat atau sangat unggul

  3. Nilai : adalah perkalian antara bobot dan skala yang akan menjadi ukuran untuk menentukan posisi perusahaan secara umum.

   100 : untuk kondisi yang sangat lemah

   101-200 : untuk kondisi lemah

   201-300 : untuk kondisi sedang atau normal

   301-400 : untuk kondisi kuat atau unggul  401-500 : untuk kondisi sangat kuat atau sangat unggul.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

  4.1. Letak geografis lokasi penelitian

  Secara geografis KabupatenAceh Barat terletak antara 04°06'-04°47' Lintang Utara dan 95°52'- 96°30' Bujur Timur. Wilayah KabupatenAceh Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie jaya di sebelah utara, dan sebelah timur Kabupaten Aceh Tengah dan sebelah barat Samudra Indonesia Kabupaten Nagan Raya di sebelah barat dan selatan (BPS Aceh Barat, 2014).

  Kabupaten Aceh Barat terletak dibagian ujung pulau sumatera dipesisir

  2 Barat, luas wilayah Kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927,95 Km atau seluas

  292,795 Ha sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50.55 Km dengan luas

  2

  laut 12 mil atau 233 Km daratan (DKP, 2007 diacu dalam Hafinuddin, 2010) Kabupaten ini memiliki empat kecamatan yang berbatasan lansung dengan

  Samudera Indonesia dan empat diantaranya merupakan Kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek. Sedangkan kecamatan daratan ada 8 yaitu Kaway XVI, Sungai Mas, Pantee Ceureumen, Panton Ree, Bubon, Woyla, Woyla Barat dan Woyla Timur.

  PPI Meulaboh berlokasi di Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan

  2 Pahlawan. Luas Wilayah Kecamatan Johan Pahlawan adalah 44,91 Km atau 1,53 % dari luas kabupaten (BPS Aceh Barat, 2014).

  4.2. Keadaan umum Perikanan laut Aceh Barat

  Kabupaten Aceh Barat memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup besar dan memiliki peluang yang cukup menjanjikan untuk pengembangan sub sektor perikanan khususnya perikanan tangkap. Diperkirakan potensi perikanan laut di perairan Aceh Barat pada tahun 2013 mencapai 12.556,5 ton, dengan nilai Rp. 246.794.334 (DKP Provinsi Aceh,2013).

4.2.1 Alat tangkap

  Berdasarkan data DKP Provinsi Aceh tahun 2014, di Kabupaten Aceh Barat jumlah alat tangkap ikan pada tahun 2014mencapai 849 unit, yang didominasi oleh pancing (Hook and lines )653 unit, pukat kantong (Seine Nets) 20 unit, jaring insang (Gill Nets) 155 unit dan perangkap (Traps) 3 unit. Jenis dan jumlah alat tangkap dapat dilihat pada tabel 4.

  5 Pancing / hook Rawai tuna

  35

  35

  45 Rawai tetap 137 127 127 127 127 Rawai tetap dasar

  45

  45

  45

  45

  65 Rawai hanyut

  34 Sub Total 144 144 117 117 155 Jaring angkat

  70

  35 Pancing tonda

  34

  34

  34

  34

  26 Jaring tiga lapis

  26

  26

  26

  35

  82

  30 Jaring insang tetap

  3

  3 Total Alat Tangkap 930 841 763 749 849

  3

  17

  3

  3

  3 Sub total

  3

  17

  3

  82

  Sub Total 740 653 588 588 653

  97 Pancing lainnya 374 267 267 267 267

  32

  32

  32

  32

  82 Pancing ulur

  82

  82

  26

  30

  Tabel 4. Jenis dan jumlah alat tangkap tahun 2010 -2014

  15 Dogol Pukat pantai

  20

  20

  22

  5 Sub Total

  5

  5

  5

  7

  15

  20

  15

  15

  15

  Pukat Payang

  ne net

  2 Pukat kantong/sei-

  Sub Total

  1 Pukat Udang

  No Alat tangkap Tahun 2010 2011 2012 2013 2014

  20

  3 Pukat Cincin

  30

  Jaring Insang hanyut

  30

  30

  27 Jaring Klitik

  27

  65 Jaring lingkar

  27

  27

  27

  27

  4 Jaring Insang

  21

  21

  21

  21

  21

  21

  21 Sub Total

  21

  21

  21

6 Perangkap Bubu

  Lanjutan tabel 4. Jenis dan jumlah alat tangkap tahun 2010 – 2014

  Pertumbuhan alat tangkap per tahun -9,57 -9,27 -1,83 13,35 Rata rata pertumbuhan per tahun -1,47

  Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 – 2014 Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata pertumbuhan pertahun jumlah alat tangkap pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar -9.57% per tahun, pada tahun 2012 jumlah alat tangkap tidak mengalami pertumbuhan dari tahun sebelumnya -9,27% per tahun dan pada tahun 2013 jumlah alat tangkap mengalami penurunan sebesar -1,83% per tahun, sedangkan pada tahun 2014 jumlah alat tangkap mengalami kenaikan sebesar 13,35% per tahun. Dan untuk rata-rata pertumbuhan pertahun jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Barat sebesar -1,47% tahun.

  Gambar 5. Grafik perkembangan alat tangkap tahun 2010 - 2014 Berdasarkan gambar diatas jumlah alat tangkap, maka dapat diketahui jumlah alat tangkap pada tahun 2010 merupakan jumlah alat tangkap tertinggi yang mencapai 930 unit, pada tahun 2011 mencapai 841 unit, sedangkan pada tahun 2012 merupakan jumlah alat tangkap terendah yang mencapai 763 unit, pada tahun 2013 mencapai 749 unit dan pada tahun 2014 mencapai 849 unit.

  2010 2011 2012 2013 2014 100 200 300 400 500 600 700 800 900

  1000 930 841

  763 749 849

  Tahun A la t Ta n g k a p U n it )

  2.35% 2.46% 76.64% 18.19% 0.35%

  Gambar 6. Persentase jumlah alat tangkap tahun 2014 Persentase jumlah alat tangkap pada tahun 2014 diantaranya meliputi pukat kantong 2%, pukat cincin 3%, jaring insang 18% dan pancing mencapai

  79%, perangkap 0%.

4.2.2 Armada penangkapan ikan

  Armada 2010 2011 2012 2013 201

  41

  74 Kapal Motor 565 565 565 559 559 Sub Total 639 639 639 633 633

  74

  74

  74

  74

  7 Sub Total 215 215 215 215 215 Pertumbuhan per tahun Perahu tanpa

motor 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rata rata pertumbuhan per tahun perahu tanpa motor perahu motor Motor tempel

  7

  7

  7

  7

  41 Besar

  41

  4 Perahu tanpa motor Jukung

  41

  Berdasarkan dataDKP Provinsi Aceh 2014 jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat mencapai 848 unit, yang didominasi oleh armada perahu kapal motor 559 unit. Rincian data jumlah armada penangkapan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah armada penangkapan pada tahun 2010 – 2014

  93 Sedang

  93

  93

  93

  93

  74 Kecil

  74

  74

  74

  74

  41 Lanjutan tabel 5. Jumlah armada penangkapan tahun 2010 - 2014

  

Pertumbuhan per tahun Perahu Motor 0,00 0,00 0,00 -0,94 0,00

Rata rata pertumbuhan per tahun perahu motor -0,19 Total 854 854 854 848 848

  Pertumbuhan per tahun Armada Penangkapan Ikan 0,00 0,00 0,00 -0,70 0,00 Rata rata pertumbuhan per tahun -0,14 Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 - 2014; diolah kembali

  Adapun rata-rata pertumbuhan per tahun armada perahu tanpa motor tidak mengalami pertumbuhan per tahunnya selama periode tahun 2010-2014, sedangkan untuk armada perahu motor rata-rata pertumbuhan per tahunnya mengalami penurunan sebesar -.0,19% , dan untuk armada penangkapan ikan dari tahun 2010-2014 rata-rata pertumbuhan pertahun mengalami penurunan yaitu sekitar -0.14 % per tahun.

  856

854 854 854

854 t) ni

  852 (U

  850 a

  848 848 ad

  848 rm

  846 A

  844 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun

  Gambar 7. Grafik Pertumbuhan armada penangkapan tahun 2010 - 2014 Berdasarkan gambar diatas maka dapat diketahui, jumlah armada penangkapan tahun 2010-2012 mencapai 854 unit, dan tidak mengalami penurunan maupun kenaikan dari tahun sebelunya, sedangkan pada tahun 2013- 2014 jumlah armada penangkapan mengalami penurunan yaitu mencapai 848 unit.

  Perahu tanpa motor; 25.35% perahu motor; 74.65%

  Gambar 8. Persentase jumlah armada tahun 2014 Persentase jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2014 untuk perahu tanpa motor jumlah persentasenya sekitar 25%, persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan perahu motor mencapai jumlah persentase sekitar 75%.

4.2.3Volume produksi dan nilai produksi perikanan laut

  Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode 2010-2014 di PPI Ujong Baroeh mengalami kenaikan yang cukup baik dengan didukung oleh tingginya nilai jual ikan. Nilai produksi tertinggi dalam lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2014 dengan produksi perikanan sebesar 12.767 ton/tahun dengan nilai produksi Rp. 250.988.543. Nilai produksi yang terendah dalam lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2010 dengan produksi perikanan sebesar 11.217 ton/tahun dengan nilai produksi Rp.155.903.166,50.

  Perkembangan produksi perikanan laut periode 2010-2014 di PPI Ujong Baroeh dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Perkembangan produksi perikanan laut Kabupaten Aceh Barat selama periode tahun 2010 – 2014.

  Tahun Volume produksi (Ton) Pertumbuhan per tahun 2010 11.217,00 0,00 2011 10.715,60 -4,47 2012 12.400,60 15,72 2013 12.557 1,257 2014 12.767 1,677

  Pertumbuhan rata-rata per tahun 2,84 Sumber : DKP Provinsi Aceh,2013; diolah kembali

  2010 2011 2012 2013 2014 9,500 10,000 10,500 11,000 11,500 12,000 12,500 13,000 11,217

  10,716 12,401 12,557 12,767

  Tahun

  V ol um e pr od uk si ( to n)

  Gambar 9. Grafik volume produksi tahun 2010 – 2014 Dari data yang diperoleh volume produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 12.767 ton. Sedangkan volume produksi terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 10.715.60 ton. Dan rata-rata pertumbuhan pertahun volume produksi sebesar 2.84%. Nilai produksi dari 2010-2014 dapat dilihat di tabel 7. Tabel 7. Nilai produksi Kabupaten Aceh Barat tahun 2010 – 2014

  Tahun Nilai produksi (x Rp 1000) Pertumbuhan per tahun

2010 155.903.166,50 0,00

2011 199.635.418,40 28,05

2012 249.697.905,80 25,08

2013 246.794.334 -1,163

2014 250.988.543 1,699

  Pertumbuhan rata-rata per tahun 10,73 Sumber: DKP Provinsi Aceh, 2010 - 2014; diolah kembali

  2010 2011 2012 2013 2014 000 50,000,000 100,000,000

  150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000

  Tahun N ila i p ro du ks i ( x R p

  10

  00 )

  Gambar 10. Grafik nilai produksi tahun 2010 - 2014 Dari data yang diperoleh nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu Rp.250.988.543 . Sedangkan nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar Rp. 155.903.166,50. Dan untuk rata-rata pertumbuhan per tahun berkisar 10,73%.

4.2.4 Nelayan

  Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Nelayan di Kabupaten Aceh Barat di bagi ke dalam tiga kategori yaitu nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan sambilan tambahan. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktunya untuk menangkap ikan. Nelayan sambilan utama nelayan yang sebagian besar waktunya untuk menangkap ikan, dan nelayan sambilan tambahan nelayan yang hanya sebagian kecil waktunya digunakan untuk menangkap ikan. Nelayan berdasarkan kategori dapat di lihat pada tabel 8. Tabel 8. Nelayan berdasarkan kategori tahun 2010 – 2014

  Kategori Nelayan Tahu Pertumbuha Total

  Nelayan Nelayan Sambilan Nelayan Sambilan n n per tahun Penuh Utama Tambahan

  2010 1.134 582

  33

  1.74 9 0,00 2011 1.134 582

  33

  1.74

  9 2012 1.134 582

  33

  1.74

  9 2013 1.987 608

  61

  2.65 6 51,86 2014 1.987 608

  61

  2.65 6 0,00 Rata-rata pertumbuhan per tahun 10,37

  Sumber : DKP Provinsi Aceh tahun 2010 - 2014; diolah kembali

  2010 2011 2012 2013 2014 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 1,749 1,749 1,749

  2,656 2,656 Tahun N el ay an ( Ji w

  a)

  Gambar 11. Diagram kategori nelayan tahun 2010 - 2014 Berdasarkan data Statistik Perikanan Provinsi Aceh 2010-2014, jumlah nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2013-2014 yaitu mencapai 2.656 jiwa sedangkan jumlah nelayan terendah terjadi pada tahun 2010-2012. Rata-rata pertumbuhan per tahun jumlah nelayan Kabupaten Aceh Barat yaitu sebesar 10,37% per tahun.

  Nelayan penuh; 74.81% nelayan sambilan utama; 22.89%

  Nelayan sambilan tambahan; 2.30%

  Gambar 12. Persentase nelayan berdasarkan kategori tahun 2014 Persentase nelayan berdasarkan kategori pada tahun 2014. Nelayan penuh sebesar 75%, nelayan sambilan utama sebesar 23% dan nelayan sambilan tambahan sebesar 2%.

4.2.5 Musim dan daerah penangkapan

  Aceh Barat mengenal adanya dua musim yang berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan ikan, yaitu musim barat dan musim timur. Musim timur biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai April, musim ini adalah musim melaut bagi nelayan dalam menangkap ikan. Sedangkan musim barat adalah sebaliknya yaitu kondisi di mana nelayan tidak melaut yang ditandai dengan kondisi cuaca yang buruk, angin bertiup kencang disertai badai musim barat terjadi sekitar bulan Mei - September

  Armada penangkapan ikan yang ada di Kabupaten ini didominasi oleh armada kapal motor dengan ukuran grosstonase yang besar (5 – 10 GT), yaitu sebanyak 534 unit (DKP Provinsi Aceh,2013) maka diduga jarak tempuh armada tersebut jauh dari perairan Aceh Barat atau diprediksikan nelayan Kabupaten ini melaut dengan radius 150 mil ke arah laut lepas.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Unit Penangkapan Ikan (UPI) Pancing Tonda

  Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap yang dominan untuk jenis alat tangkap pancing yang digunakan nelayan di Kabupaten Aceh Barat dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan. Pada tahun 2014 jumlah alat tangkap pancing tonda di Kabupaten Aceh Barat mencapai 82 unit atau 12,56% dari total jenis alat tangkap pancing yaitu 588 unit (DKP Provinsi Aceh, 2013). Unit pancing tonda merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, daerah penangkapan ikan dan nelayan. Dalam operasional unit penangkapan ikan (UPI) pancing tonda terdiri atas tiga aktivitas yaitu persiapan pembekalan melaut, kegiatan penangkapan dan kegiatan paska penangkapan.

5.1.1.1 Kapal pancing tonda

  Armada penangkapan Pancing tonda di PPI Ujong Baroeh pada umumnya berupa kapal motor. Kapal pancing tonda yang ada di PPI Ujong Baroeh memiliki ukuran GT yang bervariasi, dengan kisaran 5 - 12 GT. Hasil wawancara dengan nelayan pancing tonda mengatakan bahwa jumlah palkah pada kapal pancing tonda adalah 3 buah, 2 buah diantaranya terdapat dibagian depan kapal dan 1 buah terdapat dibagian belakang. Kapasitas palkah pada pancing tonda dapat menampung hasil tangkapan sebesar 5 ton. Gambar kapal pancing tonda dapat dilihat pada gambar 13.

  Gambar 13. Kapal pancing tonda Kasko kapal pada kapal pancing tonda yang terdapat di PPI Ujong Baroeh adalah round flat bottom yaitu tipe kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata bagian bawahnya.

  Sumber : Rouf, 2004

5.1.1.2 Alat tangkap pancing tonda

  Alat tangkap pancing tonda atau yang lebih dikenal nelayan dengan sebutan pancing tuna atau pancing tongkol sudah lama digunakan oleh nelayan Ujong Baroeh. Alat tangkap ikan pelagis ini terdiri dari beberapa bagian yaitu tali utama, pemberat, mata pancing dan roll pengulung. Komponen alat tangkap pancing tonda dapat dilihat pada tabel 9 dan gambar 14. Tabel 9. Komponen alat tangkap pancing tonda