TINDAK TUTUR PEMBERIAN ULOS PADA ACARA KEMATIAN SAUR MATUA ADAT BATAK TOBA(KAJIAN PRAGMATIK).

TINDAK TUTUR PEMBERIAN ULOS PADA ACARA KEMATIAN SAUR
MATUA ADAT BATAK TOBA
(KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh
IREN SISKA RAJAGUKGUK
NIM 2112210005

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat dan rahmatNyalah, Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi
ini berjudul “Tindak Tutur Pemberian Ulos pada Acara Kematian Saur Matua
Adat Batak Toba (Kajian Pragmatik)”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak
mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai
pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1 Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan,
2 Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni,
3 Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,
4 S. Fahmy Dalimunthe. S.Sos., M.I.Kom., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia,
5 Dr. Wisman Hadi, M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia,
6 Drs. T. R. Pangaribuan, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi,
7 Drs. H. Sigalingging, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik,
8 Drs. Sanggup Barus, M.Pd., Dosen Pengarah,
9 Dra. Inayah Hanum, M.Pd., Dosen Pengarah,
10 Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,


11 Kedua orang tua penulis, Anton Rajagukguk dan Rayati Pasaribu yang tidak
pernah lelah berdoa dan memberikan dukungan, dan kasih sayang selama ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1,
12 Adik-adik penulis, Widury Tania Rajagukguk, Doriono Rajagukguk, Lamsihar
Rajagukguk dan Oktavia Rajagukguk yang selalu memberi semangat dan
dukungan selama penyelesaian Skripsi ini,
13 Bibi penulis Murni Rajagukguk, Dorta Rajagukguk dan nenek penulis yang
selalu menyemangati penulis,
14 Teman terdekat di hati yang selalu menyemangati dan mendukung penulis Jung
Hutabarat,
15 Teman-teman Nondik 2011 seperjuangan yang telah mendukung penulis dan
memberikan semangat kepada penulis, Formanty Padang, Listi Arini Hutauruk,
Ebenezer Simorangkir, Ruben Sitorus, Domi Siburian, Oktavius Sembiring,
Yenni Siregar, dan Rullyansyah,
16 Kepala Desa Jumantuang, Kec. Siempat Nempu, Kab. Dairi yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian kepada penulis,
Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan dunia
pendidikan di Indonesia.
Medan, Agustus 2015
Penulis,


Iren Siska Rajagukguk
NIM 2112210005

ABSTRAK
Iren Siska Rajagukguk. Nim 2112210005. Tindak Tutur Pemberian Ulos
pada Acara Kematian Saur Matua Adat Batak Toba (Kajian Pragmatik).
Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni.
Universitas Negeri Medan, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tindak tutur yang
digunakan dalam pemberian ulos pada acara kematian Saur Matua adat Batak
Toba serta memaknai nilai-nilai budaya yang ada didalamnya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Teknik
pengumpulan data adalah dengan teknik dengan menggunakan studi pustaka,
observasi dan wawancara. Teknik analisis data adalah mempersiapkan objek
kajian, mengidentifikasi dan menerjemahkan data kedalam bahasa Indonesia,
melakukan pengamatan terhadap kata ataupun kalimat, mengklasifikasikan data,
dan kemudian melakukan kesimpulan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa tindak tutur direktif berupa
permintaan yang berjumlah 17 data dengan persentase 45.9% . Tindak tutur

representatif berada diurutan kedua yang berjumlah 15 data dengan persentase
40.5% . Tindak tutur ekspresif berada diurutan ketiga berjumlah 5 dengan
persentase 13.5%. Tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian Saur Matua
adat Batak Toba didominasi oleh tindak tutur direktif, dimana tindak tutur direktif
berupa tuturan perintah, permintaan dan pemberian saran.
Kata kunci: Tindak Tutur, Saur Matua, Pragmatik.

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ...............................................................................

ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

iv


DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................

1

B. Identifikasi Masalah...........................................................................

7

C. Batasan Masalah ................................................................................

8

D. Rumusan Masalah ..............................................................................


8

E. Tujuan Penelitian ...............................................................................

9

F. Manfaat Penelitian .............................................................................

9

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN
A. Landasan Teoretis ..............................................................................

10

1. Pengertian Pragmatik ..................................................................

10

2. Tindak Tutur ...............................................................................


11

3. Jenis- jenis Tindak Tutur ............................................................

14

4. Tindak Tutur Pemberian Ulos ....................................................

19

5. Ulos Batak Toba .........................................................................

21

6. Nama atau Istilah Mati pada Adat Batak Toba...........................

24

7. Acara Kematian Saur Matua ......................................................


27

B. Pertanyaan Penelitian.........................................................................

35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................

37

1. Lokasi Penelitian ...........................................................................

37

2. Waktu Penelitian............................................................................

37


B. Sumber Data dan Subjek Penelitian ..................................................

37

C. Metode Penelitian ..............................................................................

38

D. Instrumen Penelitian ..........................................................................

38

E. Teknik Analisis Data .........................................................................

39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................................

41


B. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................

58

BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................

61

B. Saran ..................................................................................................

63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

64

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Tabel Tindak Tutur Pemberian Ulos .......................................


65

Lampiran 2 : Transkrip Data Hasil Rekaman ................................................

74

Lampiran 3 : Dokumentasi ............................................................................

85

Lampiran 4 : Glosarium .................................................................................

90

Lampiran 5 : Daftar Informan ........................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari

berbagai macam suku bangsa, budaya, tradisi, agama, dan kekayaan alam lainnya.
Keanekaragaman suku-suku tersebut menjadi salah satu aset bangsa yang jarang
dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. Salah satu suku yang dibahas pada penelitian ini
yaitu suku Batak Toba. Suku Batak Toba merupakan salah satu sub-etnis dari
masyarakat Batak selain Batak Simalungun, Karo, Mandailing, dan Pakpak. Salah
satu yang menjadi pembeda antara sub-etnis adalah bahasa dan letak geografis
daerah.
Pada pelaksanaan adat masyarakat Batak Toba sangat berbeda dengan
beberapa daerah yang dikenal dengan Batak Holbung, Silindung, dan Humbang.
Perbedaan yang mendasar pada ketiga daerah ini adalah dalam hal pelaksanaan
adat Batak Toba khususnya dalam pembagian jambar (penghargaan) dan
pembagian ulos (selendang) sedangkan kesamaannya adalah alat komunikasi yang
digunakan dan bahasa yang digunakan yaitu bahasa Batak Toba.
Bahasa adalah alat komunikasi yang memiliki peran penting dalam
bersosialisasi dengan sesama manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain
dalam menyampaikan maksud dan tujuan masing-masing melalui bahasa. Tanpa
bahasa di masyarakat tidak dapat interaksi atau hubungan timbal balik antara
sesama manusia. Hampir semua bahasa sepaham dengan defenisi bahasa yang

mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat
sebagai alat komunikasi ( Sibarani, 2004:35).
Menurut Ahimsa (dalam Sobur, 2001: 23) mengemukakan, bahasa
merupakan bagian dari budaya, hubungan antara kebudayaan dan bahasa saling
mempengaruhi, bahasa mempengaruhi kebudayaan atau sebaliknya kebudayaan
mempengaruhi bahasa.
Dari berbagai jenis bahasa daerah yang tumbuh subur di Indonesia kurang
lebih ratusan jenis bahasa daerah yang ada di pelosok nusantara. Beberapa jenis
bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara adalah Bahasa Batak Toba, Bahasa
Simalungun, Bahasa Karo, Bahasa Angkola Mandailing, Bahasa Pakpak Dairi.
Beberapa bahasa etnis tersebut merupakan bahasa sehari-hari masyarakat dan
dipakai pada upacara adat. Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa
daerah di Indonesia yang masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya dalam
kehidupan berinteraksi sehari-hari. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai bahasa
pertama dalam komunikasi sosial dari berbagai lapisan masyarakat Batak Toba.
Suku batak merupakan suku yang terkenal dengan sebutan marga sebagai garis
keturunan patrinial yang secara generasi ke generasi mempunyai garis keturunan
marga yang berbeda-beda berdasarkan garis keturunannya. Bahasa Batak ini
memiliki banyak persamaan dengan bahasa sub-etnis lainnya.
Masyarakat Batak Toba pada umumnya memiliki bahasa dan adat istiadat
yang berbeda, tetapi perbedaan tersebut tidak menjadikan perpecahan di antara
masyarakat Batak. Masyarakat Batak Toba juga memiliki berbagai budaya dan
adat istiadat. Salah satunya adalah upacara adat kematian Saur Matua Batak Toba.

Upacara adat kematian Saur Matua bagi masyarakat Batak Toba Humbang, Batak
Toba Silindung dan juga Batak Toba Holbung yang tidak terlepas dari pemberian
ulos khususnya kematian saur matua Batak Toba Humbang di kota Sidikalang.
Melihat dari banyaknya ulos yang diberikan sesuai dengan kondisinya secara
umum mengandung arti yang hampir sama, tetapi yang menjadi perbedaan adalah
ungkapan dari pemberi ulos kepada penerima ulos. Ungkapan-ungkapan pada saat
pemberian ulos tersebut yang akan diteliti melalui tindak tutur.
Menurut sejarahnya, ulos adalah sebuah tanda yang bisa mengayomi dan
memberikan kehangatan bagi pemakainya. Tetapi dalam hal ini, ulos diartikan
sebagai sebuah sarana pelindung yang mampu memberikan perlindungan, kasih
sayang oleh pemberi kepada penerima ulos. Pada saat pemberian ulos tersebut
maksud dan tujuan pemberi memberikan ulos tersebut terucapkan. Sihombing
(1989: 215) menyatakan bahwa seseorang yang meninggal pada saat masih di
dalam kandungan disebut mate di Bortian. Meninggal pada saat masih bayi
disebut Mate poso-poso. Tradisi atau prosesi adat kematian yaitu jenazah ditutupi
selembar ulos (kain tenunan khas Batak) yang diberikan oleh orang tuanya. Mate
dakdanak berarti meninggal saat masih kanak-kanak. Tradisi atau prosesi adat
kematian yaitu jenazah ditutupi oleh ulos (kain tenunan khas Batak) yang
dilakukan oleh tulang (paman/saudara laki-laki dari ibu). Mate Di Paralangalangan atau Mate Punu berarti meninggal pada saat sudah berumah tangga
(sudah menikah) namun belum memiliki keturunan. Mate Saur Matua berarti
meninggal dalam keadaan anak-anaknya sudah menikah semua dan sudah
memiliki anak (cucu dari orang yang meninggal tersebut).

Khusus tentang ulos saput dan tujung perlu ditegaskan tentang
pemberiannya. Menurut Sihombing (1989: 228-229) jika yang meninggal adalah
laki-laki (baoa) maka yang memberikan saput ialah pihak “tulang”, sebagai bukti
bahwa tulang masih tetap ada hubungannya dengan kemenakan (berenya).
Sedangkan ulos tujung diberikan oleh hula-hula kepada istri yang meninggal.
Sebaliknya, apabila yang meninggal perempuan (borua) maka yang memberikan
saput ialah pihak “hula-hula”, sedangkan ulos tujung diberikan oleh “tulang”.
Namun, ada tempat tertentu di Toba Samosir (Batak Holbung) tidak berlaku hal
demikian. Jika yang meninggal laki-laki (baoa) maka yang memberikan ulos
Saput dan ulos Sampe Tua hanya dari pihak Hula-hula. Begitu juga sebaliknya,
jika yang meninggal perempuan (Borua) maka yang memberikan ulos Saput dan
ulos Sampe Tua yaitu pihak Hula-hula. Ulos tersebut diberikan pada saat pagi
hari sebelum acara besar. Jenis ulos yang digunakan pada saat upacara kematian
saur matua adat Batak Toba adalah ulos Saput, ulos Tujung, ulos holong, ulos ragi
hidup, ulos sampe dan jenis ulos lainnya.
Tindak tutur pemberian ulos pada upacara kematian saur matua adat Batak
Toba tidak terlepas dari maksud yang disampaikan oleh pembicara kepada
pendengar (penyimak). Dalam menelaah tindak tutur harus benar-benar disadari
betapa pentingnya konteks ucapan atau ungkapan.
Menurut Siahaan, Dalihan Na Tolu dipergunakan dalam setiap upacara adat
masyarakat Batak Toba, tanpa Dalihan Na Tolu suatu upacara tidak bisa
dikatakan upacara adat (1982: 45). Dalihan Na Tolu mempunyai tiga hal yang
berhubungan dengan pemberian ulos pada acara kematian saur matua Batak Toba.

Yang pertama, ulos saput diberikan kepada yang meninggal dunia sebagai tanda
perpisahan yang diberikan oleh hula-hula/tulang. Yang kedua, pemberian ulos
tujung yang diberikan oleh pihak hula-hula kepada keluarga yang meninggal dan
yang ketiga, pemberian ulos holong yang diberikan oleh pihak hula-hula, tulang
rerobot bahkan bona ni Ari termasuk dari anak manjae/ hula-hula ni na marhaha
maranggi kepada keluarga yang meninggal.
Berikut salah satu tuturan yang diucapkan oleh hula-hula ketika
memberikan ulos panggabei pada saat acara kematian Saur Matua adat Batak
Toba:
1

Di hamu pomparan ni Lae nami on. Di son hupasahat hami tu hamu sada
ulos panggabei, sai mangulosi panggabean ma on, mangulosi parhorason,
mangulosi daging muna dohot tondimu sude pomparan ni lae on. Horas
ma dihita sude. Artinya: untuk semua anak-anak dari Lae ini, di sini
kami sampaikan sehelai ulos panggabei (berkat) untuk menyelimuti
semua keluarga dan supaya melimpah berkat dan kesehatan bagi
keluarga.

2

Sangge-sangge do on, parasaran ni bingkurung. Naung sahat gabe do
amangboru on, jala sahat maulibulung. Artinya: rumput tinggi berbau
harum menjadi sarang jangkrik, sekarang amangboru ini sudah
terberkati dengan banyak keturunan dan juga sudah punya cucu dari
semua keturunannya.
Dari segi tuturan tersebut, bahwa pemberian ulos panggabei tidaklah sama

penyampaian dan pemberinya dengan ulos tujung apabila dilihat dari konteks

upacara dan kedudukan si pemberi ulos dan si penerima. Penelitian ini memuat
tentang tindak tutur pemberian ulos pada upacara kematian laki-laki (baoa) saur
matua adat Batak Toba (kajian pragmatik). Tindak tutur merupakan salah satu
bidang kajian penting pragmatik bahasa. Tindak tutur merupakan telaah
bagaimana seseorang dengan menggunakan tuturan sekaligus melakukan tindakan
atau ucapan kepada orang lain. Sedangkan menurut Tarigan (1986: 32), pragmatik
adalah menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus terutama
memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka
konteks sosial performansi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau
interpretasi. Pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dan
konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman
bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa
menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks secara tepat.
Sejalan dengan pendapat di atas, pragmatik mengkaji tentang tuturan bahasa.
Dengan demikian pragmatik sangat erat dengan tindak tutur. Tuturan tersebut
memiliki makna, maksud atau tujuan, sehingga perlu dikaji dengan bidang
pragmatik.
Sejauh yang diamati, penelitian mengenai tindak tutur pemberian ulos
dalam upacara kematian saur matua adat Batak Toba belum pernah dilakukan, dan
penulis tertarik dalam meneliti tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian
saur matua adat Batak Toba karena penulis ingin mengetahui lebih banyak
pengetahuan tentang tindak tutur di dalam acara kematian Saur Matua. Melihat
dari banyaknya ulos yang diberikan sesuai dengan kondisinya secara umum ulos

mengandung arti yang sama, tetapi yang menjadi perbedaannya adalah ungkapan
dari sipemberi ulos kepada sipenerima ulos. Penulis tertarik meneliti ungkapanungkapan disaat pemberian ulos dan penerimaan ulos.
Untuk mengetahui lebih banyak lagi maka penulis mencoba untuk
membahas kajian ini, sehingga akan mendapatkan hasil yang dapat memuaskan.
Untuk memahami tentang tindak tutur dan apa saja jenis tindak tutur yang
digunakan pada kehidupan sehari-hari khususnya tindak tutur yang digunakan
pada acara kematian Saur Matua adat Batak Toba, penulis mengacu pada
pendapat Searle. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan antara lain: teori
tersebut terdapat unsur-unsur penginterpretasian makna lokusi yaitu tindak tutur
dengan kata, dan kalimat itu sendiri sesuai dengan makna yang terkandung oleh
kata dan kalimat itu sendiri. Tindak ilokusi merupakan suatu tindakan melakukan
sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan
tindak perlokusi adalah suatu tindakan yang menimbulkan efek atau pengaruh
kepada mitra tutur.

B.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, adapun identifikasi

masalah dalam penelitian ini adalah:
1

pada saat pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat Batak Toba
ada beberapa jenis tindak tutur ilokusi yang digunakan si pemberi ulos
kepada penerima ulos

2

tindak tutur ilokusi yang paling dominan digunakan pada acara kematian
Saur Matua adat Batak Toba.

C.

Batasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar analisis penelitian yang dihasilkan

konkrit, detail, dan mengarah pada hasil yang lebih baik. Merujuk pada tujuan
tersebut, penulis membatasi masalah dan hanya membahas tindak tutur seperti apa
yang digunakan dalam pemberian ulos pada acara kematian laki-laki saur matua
adat Batak Toba, dan jenis tindak tutur apa yang paling dominan digunakan pada
acara kematian saur matua adat Batak Toba

Humbang khususnya di kota

Sidikalang. Penelitian ini mengacu pada pendapat Searle yang mengemukakan
tiga jenis tindak tutur yaitu tindak tutur ilokusi, tindak tutur lokusi dan tindak tutur
perlokusi,dan penulis menganalisis penelitian ini melalui tindak tutur ilokusi yang
terbagi menjadi lima yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi.

D.

Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:
1

Tindak tutur ilokusi apa saja yang digunakan pada saat pemberian ulos
pada acara kematian Saur Matua adat Batak Toba?

2

Tindak tutur ilokusi apa yang paling dominan digunakan dalam pemberian
ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba?

E.

Tujuan Penelitian
Suatu penelitian pasti memilki tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian

tersebut. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :

1

untuk mengetahui jenis tindak tutur apa yang digunakan dalam pemberian
ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba

2

untuk mengetahui jenis tindak tutur apa yang paling dominan digunakan
dalam pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat masyarakat
Batak Toba.

F.

Manfaat Penelitian
Manfaat teoretis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1

menambah khanazah informasi tentang tindak tutur pemberian ulos pada
acara kematian saur matua adat masyarakat Batak Toba

2

menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin membicarakan
tentang tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian saur matua adat
masyarakat Batak Toba
Manfaat praktis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1

sebagai rujukan atau sumber acuan yang diharapkan dapat mengangkat
pengetahuan masyarakat tentang tindak tutur pemberian ulos pada acara
kematian saur matua adat Batak Toba

2

sebagai bahan inventarisasi dalam usaha melestarikan kebudayaan daerah
khususnya kebudayaan Batak.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.

Simpulan
Tindak tutur pemberian ulos pada upacara kematian saur matua adat Batak

Toba tidak terlepas dari maksud yang disampaikan oleh pembicara kepada
pendengar (penyimak). Jenis tindak tutur yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jenis tindak tutur menurut Searle yang diklasifikasikan berdasarkan pada
maksud penutur ketika berbicara. Jenis tindak tutur tersebut diklasifikasikan
menjadi 5 jenis tindak tutur yaitu:
1.

Representatif
Representatif/asertif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya
kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya. Yang termasuk tindak tutur
jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, menunjukkan,
melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi.

2. Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam
tuturannya. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain
tuturan

meminta,

mengajak,

memaksa,

menyarankan,

mendesak,

menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang,
memberi aba-aba.
3. Ekspresif
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan

dalam tuturan itu, meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh,
mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, meyalahkan, dan mengkritik.
4. Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya
bersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul.
5. Deklarasi
Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan
penuturnya utuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang
baru. Tindak tutur ini disebut juga dengan istilah isbati. Yang termasuk ke
dalam jenis tuturan ini adalah tuturan dengan maksud mengesankan,
memutuskan,

membatalkan,

melarang,

mengabulkan,

mengizinkan,

menggolongkan, mengangkat, mengampuni, memaafkan.
Masyarakat Toba memiliki adat-istiadat kematian sebagai tradisi yang
diwariskan oleh nenek moyang dari generasi kegenerasi, yaitu upacara yang
dilakukan untuk membuat sebuah ikatan sosial dan ikatan kekeluargaan. Pada
upacara kematian Saur Matua adat Batak Toba adanya pemberian ulos yang
memiliki fungsi yang sangat penting. Dari hasil perolehan data, ditemukan 37 data
jenis tindak tutur ilokusi diantaranya jenis tuturan direktif berupa permintaan yang
berjumlah17 data dengan persentase 45.9% . Tindak tutur representatif berada
diurutan kedua yang berjumlah 15 data dengan persentase 40.5% . Tindak tutur
ekspresif berada diurutan ketiga berjumlah 5 dengan persentase 13.5%. Total
keseluruhan data berjumlah 37 data. Tindak tutur yang mendominasi adalah

tindak tutur direktif berupa permintaan berada pada urutan pertama yang
berjumlah 17 data dengan persentase 45.9% . Tindak tutur representatif berada
diurutan kedua yang berjumlah 15 data dengan persentase 40.5% . Tindak tutur
ekspresif berada pada urutan ketiga berjumlah 5 dengan persentase 13.5%. Dari
hasil perolehan 37 data yang ditemukan dalam acara kematian Saur Matua adat
Batak Toba yang paling dominan adalah jenis tindak tutur direktif berupa
permintaan yang merupakan bagian dari tindak tutur ilokusi.

B.

Saran
Berdasarkan hasil data dan simpulan yang telah penulis kemukakan di atas,

pada bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1 kepada masyarakat terutama pada generasi muda agar mampu mengenali
budaya adatnya sendiri

sehingga budaya tersebut tidak kabur seiring

berkembangnya zaman.
2 kepada prodi Sastra Indonesia, peneliti berharap adanya penelitian lanjutan
mengenai tindak tutur pemberian ulos pada acara kematian Saur Matua adat
Batak Toba yang dapat memperkaya pengetahuan tentang budaya.
Dengan adanya penelitian ini, semoga dapat berguna di kemudian hari
dalam upaya melestarikan budaya Batak Toba. Demikianlah skripsi ini
diselesaikan. Atas perhatian pembaca, penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2004. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Depdikbud. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Harahap, B.H. 1987. Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar
Williem Iskandar
Hasibuan, Jamaludin. 1985. Art Et Culture: Seni Budaya Batak. Jakarta: PT. Jaya
Karta Agung Offset.
J.C. Vergouwen. 1986. Masyarakat dengan Hukum Batak Toba. Jakarta; Pustaka
Azet.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya, Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Niessen, SA. 1985. Motifs of Life In Toba Batak Texts dan Textiles. Belanda:
Foris Publications.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik: Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar
Media.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Searle, J.R. 1969. Speech Acts: An Essay In The Philosophy Of Language.
Cambridge: University Press.
Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Na Tolu, Prinsip dan Pelaksanaannya.
Jakarta: Tulus Jaya.
Sihombing. T.M .1989. Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat. Jakarta: CV. Tulus
Jaya.
Simorangkir, O.P. 2006. Berhala, Adat Istiadat dan Agama:Kajian Batak Kristen.
Jakarta: Yayasan Lobu Harambir.
Sinaga, Richard. 2010. Silsilah Marga-marga Batak. Jakarta: Dian Utama.
Siregar,M.T. Ulos Dalam Tatacara Adat Batak. Medan; C.V. Napitupulu & Son.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.