TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT NA GOK BATAK TOBA (KAJIAN PRAGMATIK).

TINDAK TUTUR ILOKUSI DALAM UPACARA
PERKAWINAN ADAT NA GOK BATAK TOBA
(KAJIAN PRAGMATIK)

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

MEGA LESTARI SIMAMORA
NIM 2101210006

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016

ABSTRAK

Mega Lestari Simamora, NIM 2101210006, Tindak Tutur Ilokusi

dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba (Kajian Pragmatik).
Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni.
Universitas Negeri Medan 2015.
Penelitian ini membahas tentang tindak tutur ilokusi yang dituturkan
dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba, yang bertujuan untuk
mengetahui apa saja jenis tindak tutur yang dituturkan dan apa maknanya serta
bagaimana bentuk penyampaian tuturannya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dan sumber data dalam
penelitian ini adalah tuturan yang disampaikan dalam acara perkawinan sebagai
sumber primer dari raja parhata dan buku dokumentasi sebagai sumber data
sekunder. Kajian yang digunakan dalam tuturan ini adalah kajian tindak tutur
pragmatik. Dari hasil perolehan data ditemukan sebanyak 42 tuturan ilokusi,
tindak tutur representatif 16 tuturan, tindak tutur direktif 17 tuturan, tindak tutur
ekspresif 7 tuturan, tindak tutur komisif tidak terdapat dalam tuturan dan tindak
tutur deklaratif 2 tuturan. Penyampaian tuturan dengan menggunakan
ungkapan/umpama dan umpasa.
Kata kunci: adat na gok, pragmatik, tindak tutur

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan
judul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba
(Kajian Pragmatik). Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Sastra bagi mahasiswa jenjang
S1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
FBS UNIMED.
Dalam penulisan Skripsi ini, banyak pihak yang memberikan dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini sebagaimana mestinya. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang tak
terhingga kepada kedua orang tua tercinta Marcius Simamora dan Bumi Putri
Purba yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta doa demi
keberhasilan untuk dapat mengarungi kehidupan sebagai mahasiswa. Penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
sekaligus Dosen Pengarah
4. S. Fahmy Dalimunthe, S.Sos., M.I.Kom., Sekretaris Jurusan Bahasa dan

Sastra Indonesia.

5. Prof. Dr. Wisman Hadi, Ketua Program Studi Sastra Indonesia
6. Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi
7. Prof. Tiur A. Siburian yang telah banyak meluangkan waktu dan
tenaganya untuk membimbing penulis
8. Dra. Rosdiana Siregar, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis
9. Dosen Penguji, Bapak Hendra K. Pulungan, S. Sos, M.I.Kom. yang telah
memberikan masukan dalam rangka menyempurnakan dan memperbaiki
penulisan skripsi ini
10. Terima kasih yang sedalam-dalamnya buat keluarga besar Simamora, yang
amat sangat sabar menghadapi penulis sampai sejauh ini, kakak, abang,
adik terlebih Dad and Mom
11. Teman satu gerakan dalam organisasi GMKI serta teman-teman di Gelora
Teater UK-KMK st. Martinus
12. Terima kasih kepada kesayangan, Harry Pakpahan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca serta menjadi masukan dalam dunia pendidikan.


Medan,

Februari 2016

Penulis

Mega Lestari Simamora
NIM 2101210006

DAFTAR ISI

Halaman
Abstrak .............................................................................................................

i

Kata Pengantar ...................... ..........................................................................

ii


Daftar Isi................................ ..........................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN ..... ..........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................

7

C. Batasan Masalah ..............................................................................

8


D. Rumusan Masalah ...........................................................................

8

E. Tujuan Penelitian .............................................................................

8

F. Manfaat Penelitian ...........................................................................

9

BAB II LANDASAN TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN .....

10

A. Landasan Teoretis ...........................................................................

10


1. Upacara Perkawinan Adat Na Gok ..............................................

10

2. Pragmatik ....................................................................................

19

3. Tindak Tutur................................................................................

21

a. Bentuk Tindak Tutur .........................................................

22

B. Pertanyaan Penelitian ......................................................................

31


BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................. ....

32

A. Metode Penelitian................................................................. .........

32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................. ........

32

C. Sumber Data ....................................................................... ............

33

D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian................ .

33


E. Teknik Analisis Data............................................................. ........

34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................

35

A. Hasil Penelitian ....................................................................................

35

1. Tindak Tutur Penerima istri/Pihak Paranak ....................................

36

2. Tindak Tutur Pemberi Istri/Pihak Parboru................................... ...

48


3. Tindak Tutur Situan na Torop.................................................. .......

63

B. Pembahasan Hasil Penelitian......................................................... ......

65

1. Jenis dan Makna Tindak Tutur.......................................................

65

2. Bentuk Penyampaian Tinda Tutur..................................................

72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................

76


A. Kesimpulan.................................................................................... ......

76

B. Saran.....................................................................................................

77

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. .........

78

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian ..................................................................... 34
Table Lampiran Hasil Temuan Data ........................................................... 105

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Transkrip Data............................................................................. 80

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,
beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara
mengakui

perbedaan

sebagai

eksistensi

suku

bangsa

dengan

segala

kebudayaannya hidup dalam satu wadah yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang
menggambarkan bahwa Indonesia penuh dengan corak dan warna kebudayaan.
Budaya sebagai identitas dan jati diri suatu bangsa merupakan nilai dan
norma etik dari bangsa itu yang di dalam eksistensinya tidak terlepas dari multi
perkembangan dan aneka pengaruh interaksi fenomena sosial sepanjang sejarah
kemanusiaan (Lundu Panjaitan dalam Rajamarpodang. 1992:iv).
Salah satu unsur kebudayaan yang paling utama adalah bahasa, sebagai
alat mengekspresikan diri, berkomunikasi dan menyatakan pikiran. Masingmasing etnis atau suku bangsa memiliki bahasa daerah yang menjadi identitas dan
ciri khasnya. UUD 1945 pasal 36 bab XV menyatakan bahwa bahasa daerah
merupakan lambang identitas daerah, lambang kebanggaan daerah, dan menjadi
pembinaan serta pengembangan kebudayaan daerah.
Batak Toba sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa
daerah tersendiri yang digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama, baik

dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbagai acara adat-istiadat. Di
samping suku batak lainnya yang memiliki perbedaan dialek yaitu: sub-suku
Batak Mandailing, sub-suku Batak Angkola – Sipirok Padang Lawas, sub-suku
Batak Simalungun, Batak Karo dan sub-suku Batak Pakpak – Dairi.
Masyarakat Batak Toba pada dasarnya hidup diatur oleh dan dalam adat,
dalam berbagai konteks ketika sesama orang Batak Toba saling berhubungan dan
melakukan partuturan Batak akan selalu diukur dengan adat. Apakah tergolong
beradat atau justru tidak beradat. Adat berfungsi untuk menciptakan kerukunan
dan keteraturan dalam hubungan sosial untuk mencapai keharmonisan horizontal
dengan sesama dan vertikal dengan Tuhan, ditegaskan dalam ungkapan:
Adat do ugari
Sinihathon ni Mulajadi
Siradotan manipat ari
Salaon disiula bakung ari (Simanjuntak, 2009:98)
yang artinya adat adalah aturan yang ditetapkan oleh Tuhan, yang dituruti
sepanjang hari akan tampak dalam kehidupan.
Pelaksanaan upacara adat Batak Toba dalam pandangan masyarakat lain
terkesan sangat lama dan rumit, terlebih pada saat upacara adat perkawinan.
Pelaksanaan adat Batak Toba berbeda dalam masyarakat Batak Toba Holbung
yang berada di sekitar Balige, Porsea, Laguboti, Toba Silindung di sekitar
Tarutung – Pahae dan

Toba Humbang yaitu Humbang Hasundutan –

Doloksanggul sekitarnya dan Humbang Habissaran – Sipahutar, Pangaribuan
sampai Garoga. Seperti ungkapan Batak yang mengatakan muba dolok muba

duhutna, muba huta muba ruhutna (lain daerah lain rumputnya, lain pulalah adat
dan aturannya).
Semua sistem tata cara pelaksanaan acara dalam adat Batak Toba
disesuaikan dengan peran masing-masing masyarakat dalam Dalihan Na Tolu.
Dalihan artinya tungku yang dibuat dari batu, Na artinya yang dan Tolu artinya
tiga. Dalihan Na Tolu artinya tiga tiang tungku yang dimaknai masyarakat dalam
adat dan kehidupan sehari-hari adalah Somba Marhula-hula, Elek Marboru dohot
Manat Mardongan Tubu. Dalihan Na Tolu sebagai wujud pancaran dari Mulajadi
Na Bolon di bumi dalam kehidupan manusia yaitu Hula-hula pemilik
kebijaksanaan, Suhut Na Mardongansabutuha sebagai wujud dari kebenaran atau
kesucian dan Boru pemilik kekuatan (Gultom Rajamarpodang. 1992:55).
Batak Toba memiliki satu prinsip yang terkenal di belahan bumi yaitu
Anakhonhi do hamoraon di ahu artinya anakkulah kekayaanku yang paling utama.
Tidak heran apabila para orang tua Batak Toba memperjuangkan keberhasilan
sekolah anaknya dengan kerja keras bahkan hanya dengan mata pencaharian
bercocok tanam. Secara keseluruhan keseharian masyarakat Batak Toba
berazaskan adat. Adat adalah sakral. Orang yang mematuhi adat (na maradat)
hidupnya akan sejahtera, dalam bahasa Batak Toba diungkapkan gabe na niula,
sinur na pinahan, horas jolma (Nainggolan, 2012:84).
Upacara adat dalam Batak Toba harus dihadiri oleh ketiga belah pihak
dalam sistem Dalihan Na Tolu sebagai bentuk dari kekerabatan yang dijunjung
tinggi. Di masyarakat Batak Toba ada upacara adat seperti adat kelahiran, adat
sulang-sulang sipanganon, upacara adat perkawinan, upacara adat kematian dan

mangongkal holi serta acara adat lainnya yang biasa dilangsungkan dalam
kehidupan masyarakat. Upacara-upacara ini sudah terlangsung sejak dahulu,
sebagai warisan dari nenek moyang – Ompu parjolo martungkot sialagundi,
pinungka ni na parjolo siihuthonon ni naparpudi. Artinya hasil karya adat istiadat
nenek moyang diikuti oleh keturunannya.
Semakin

berkembangnya

zaman,

semakin

banyak

orang

yang

berpandangan bahwa upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Batak
Toba seperti orang yang belum beragama atau mengurangi nilai religius terhadap
Tuhan. Seperti upacara-upacara kematian, mangongkal holi yang masih dilakukan
sampai sekarang yaitu semacam penghormatan kepada arwah para leluhur.
Mangokkal Holi adalah menggali tulang-belulang manusia. Penggunaan ulos yang
dianggap sebagai praktek okultisme karena dulu ulos dianggap kain indah yang
digunakan Debata Mulajadi Nabolon membungkus jiwa manusia sehingga
mendatangkan kesejahteraan jasmani dan rohani. Kemudian upacara lain seperti
pasu-pasu Raja dalam perkawinan dan konsep Dalihan Na Tolu – somba
Marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Upacara-upacara tersebut
dianggap sebagai penduaan Tuhan oleh kemajuan pemikiran orang, akan tetapi
sampai sekarang masyarakat Batak masih tetap melaksanakan upacara-upacara
tersebut terlebih eksis dalam upacara perkawinan, (http://richsonblogs.blogspot.co
m/2013/03/adat-batak-dan-kekristenan-di-tinjau.html).
Penelitian tentang religi dan adat Batak Toba mengatakan bahwa
masyarakat Batak Toba hingga kini masih melakukan ritus sebagai perayaan

kurban untuk mendapat berkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa adat merupakan
ideologi bagi kelangsungan hidup masyarakat Batak Toba. (Nainggolan, 2012:13)
Penelitian ini mengkaji tentang Tindak Tutur Ilokusi dalam Upacara
Perkawinan Adat Na Gok Batak Toba dengan objek penelitian sistem perkawinan
batak Toba, Toba Humbang yaitu Humbang Hasundutan di Doloksanggul. Tindak
tutur merupakan kajian pragmatik yang berkaitan dengan makna, konteks dan
komunikasi. Penelitian ini menggunakan kajian tindak tutur ilokusi yang mana
dalam tuturan Upacara adat perkawinan banyak terdapat pengucapan suatu
pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan, sapaan dan lain sebagainya yang dapat
dikategorikan guna mengetahui makna dari tuturan-tuturan yang disampaikan
dalam adat na gok perkawinan Batak Toba.
Upacara perkawinan adat na gok dalam Batak Toba merupakan upacara
yang dilangsungkan dengan hadirnya dari pihak boru maupun dari pihak baoa
beserta semua kerabat yang sudah diatur perannya dalam Dalihan Na Tolu. Semua
kerabat ini akan melakukan tuturan-tuturan yang resmi dan sakral, tuturan yang
baik. Tindak tutur yang digunakan dalam upacara adat ini tidak sama dengan
tuturan yang digunakan masyarakat sehari-hari. Penggunaan tuturan harus sesuai
konteks, tindak tutur ini memiliki kekhasan tersendiri biasanya dibarengi dengan
penggunaan umpama dohot umpasa dalam istilah kebahasaan disebut nasihat atau
petuah dan ungkapan. Tindak tutur yang digunakan mengandung makna yang
mendalam dan menjaga kesantunan berbahasa serta menjaga keseimbangan
kehidupan sosial.

Hal tersebut membuat Peneliti tertarik untuk mengkaji tindak tutur yang
digunakan dalam upacara perkawinan Batak Toba guna mengetahui makna dari
tuturan dan sekaligus untuk menjaga eksistensi dan nilai kebudayaan yang
terkandung dalam adat masyarakat Batak Toba, dengan judul penelitian Tindak
Tutur Ilokusi dalam Upacara Perkawinan Adat na Gok Batak Toba (Kajian
Pragmatik).

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana masyarakat Batak Toba menanggapi perkembangan zaman
terhadap budaya asli Batak Toba.
2. Jenis tindak tutur yang diujarkan masyarakat dalam upacara adat na
gok perkawinan Batak Toba.
3. Apa makna tindak tutur yang dituturkan Parhata dalam upacara Adat
na gok perkawinan Batak Toba.
4. Bentuk-bentuk tindak tutur yang bagaimana digunakan dalam
menyampaikan tuturan dalam upacara perkawinan Adat na gok pada
masyarakat Batak Toba.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka
diperlukan pembatasan masalah untuk mempermudah peneliti dalam mengkaji

masalah agar lebih terarah. Dalam penelitian ini Penulis membatasi masalah pada
jenis tindak tutur ilokusi teori filsuf Searle, serta makna dan bentuk tindak tutur
yang diujarkan pada saat Adat Na Gok perkawinan Batak Toba Humbang
berlangsung di Doloksanggul.

D. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari berbagai pernyataan di atas, maka Penulis membuat
rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1. Jenis tindak tutur apa yang diujarkan dalam upacara perkawinan adat
na gok di Batak Toba?
2. Makna seperti apa yang terkandung di dalam tindak tutur yang
diujarkan dalam upacara adat na gok perkawinan Batak Toba?
3. Bagaimana bentuk penyampaian tindak tutur pada upacara Adat na gok
perkawinana Batak Toba?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui jenis tindak tutur yang diujarkan dalam upacara
perkawinan adat na gok Batak Toba.
2. Untuk mengetahui makna dari tuturan yang disampaikan dalam
upacara perkawinan adat na gok Batak Toba.
3. Mengetahui bentuk penyampaian tindak tutur dalam upacara
perkawinan adat na gok Batak Toba.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis
maupun teoritis.
1. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi mengenai kajian pragmatik terhadap tuturan dalam upacara
perkawinan adat na gok Batak Toba.
2. Manfaat teoretis. Bagi Peneliti, dapat menemukan jawaban atas
masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, serta
dapat memperluas wawasan. Menambah bahan bacaan mengenai
kajian tindak tutur pragmatik Batak Toba. Penelitian ini bermanfaat
untuk menjaga eksistensi budaya Batak Toba.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini yang dapat disimpulkan berdasarkan pokok
permasalahan atau rumusan masalah adalah apa jenis tindak tutur dan
maknanya serta bagaimana cara penyampaian tuturan tersebut dalam
upacara perkawinan adat na gok dalam masyarakat Batak Toba. Jenis
tindak tutur yang terdapat dalam penelitian analisis tindak tutur ilokusi
oleh filsuf Searle ini adalah tindak tutur representatif, direktif, ekspresif
dan deklaratif. Petutur dan mitra tutur dibedakan dari dua pihak yakni dari
pihak laki-laki/penerima istri terdiri dari paidua ni suhut paranak, raja
parsaut dan suhut paranak dan pihak perempuan/pemberi istri yaitu
paidua ni suhut parboru, raja parsinabung dan suhut parboru. Akan tetapi
sesuai dengan prinsip adat na gok dalam konteks dalihan na tolu
disertakan dengan paopat sihal-sihal yakni situan na torop.
Tindak tutur representatif yang dituturkan dari pihak laki-laki yaitu
tuturan menyatakan dari paidua ni suhut paranak 1 tuturan, dari suhut
paranak 2 tuturan dan dari raja parsaut 2 tuturan. Sedangkan Tindak tutur
representatif yang dituturkan dari pihak perempuan yaitu, representatif
menyatakan 1 tuturan dari suhut boru, mengakui 1 tuturan, dan
memberkati 8 tuturan. Tindak tutur member kesaksian dari situan natorop
1 tuturan.

Tindak tutur direktif dituturkan oleh pihak laki-laki yaitu
memberikan aba-aba dari 2 tuturan dari raja parsaut,dan menyarankan 1
tuturan. Paidua ni suhut paranak menuturkan dengan maksud meminta 2
tuturan dan memohon 1 tuturan. Pihak perempuan menuturkan tindak tutur
direktif dengan meminta 3 tuturan dari paidua ni suhut parboru dan 2
tuturan dari suhut parboru. Tindak tutur mengajak 2 tuturan, menyarankan
2 tuturan dan menyuruh 1 tuturan dari paidua ni suhut parboru.
Tindak tutur ekspresif mengucapkan terima kasih dituturkan oleh
pihak laki-laki 2 tuturan dan dari pihak perempuan mengucapkan terima
kasih 2 tuturan, mengucapkan selamat 1 tuturan dan memuji 2 tuturan.
Tindak tutur deklaratif dalam upacara adat ini dituturkan oleh Situan na
Torop atau Dongan Sahuta yaitu untuk mengesahkan 1 tuturan dan
mengabulkan dari suhut parboru 1 tuturan.
Dalam upacara perkawinan adat na gok Batak Toba cara
penyampaian tuturan

atau cara menyampaikan isi

hati

penutur

diungkapkan dengan menggunakan ungkapan/umpama dan umpasa.

B. Saran
Penelitian tindak tutur dengan menggunakan kajian pragmatik sudah
banyak dilakukan oleh para peneliti terhadap berbagai upacara adat daerahdaerah di Indonesia, namun peneliti mengharapkan supaya adanya penelitian
lanjutan dengan aspek yang lebih spesifik terhadap dialek-dialek daerah untuk
membangkitkan kembali nilai budaya dari keberagaman indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari buku
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta
Leech, Geoffrey.1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Balai Pustaka.
Nababan, Leo. 2012. Mahasiswa Pejuang, Pejuang Mahasiswa. Jakarta:
Lunar
Indigo
Nadar. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarata: Graha Ilmu
Nainggolan, Togar. 2012. Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi.
Medan: Penerbit Bina Media Perintis.
Purba, Antilan. 2002. Pragmatik Bahasa Indonesia. Medan: USU Press
Rahardi, K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Rajamarpodang, Gultom. 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya dan Suku Batak.
Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara
Richson,
2013.
Adat
Batak
dan
Kekristenan
ditinjau
dari
Perspektif
Dogmatis,(Online),
(http://richsonblogs.
Blogspot.com/2013/03/adat-batakdan-kekristenan-ditinjau.html, diakses
2014).
Rohmadi, M. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarata: Lingkar Media.
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press
Setiawan. 2005. Pragmatik dan Tindak Tutur, (Online), (http://www.pengertiantindak-tutur.co.id, diakses 29 Juni 2014).
Sibarani, Thomson. 2008. Analisis Tindak Tutur Perkawinan Batak Toba.
Tesis
tidak diterbitkan. Medan: USU.
Simanjuntak, Bungaran. 2009. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sugiyono. 2005. Memahami
CV
Alfabeta

Penelitian

Kualitatif.

Bandung:

Penerbit

Sumarsono dan Paina. 2002 Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda
Tarigan. 1987. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa
Tarigan. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.