EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA.

(1)

Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh,

EVI ZUHARA

1200997

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Oleh

Evi Zuhara

S.Pd. I UIN AR-RANIRY BANDA ACEH, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Bimbingan Dan Konseling

© Evi Zuhara 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2014

Hak Cipta Dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, Dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(Penelitian Kuasi Eksperimen Kelas X di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I

Prof. Dr. Uman Suherman, AS., M.Pd. NIP. 1962 0623 1986 101001

Pembimbing II

Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. NIP. 1966 1115 1991 022002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sps UPI (Universitas Pendidikan Indonesia)

Dr. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 1960 0501 1986 031004


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TEKNIK SOSIODRAMA DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA ... 13

A. Bimbingan Kelompok dan Teknik Sosiodrama ... 13

1. Bimbingan kelompok ... 13

a. Pengertian Bimbingan kelompok ... 13

b. Tujuan Bimbingan kelompok ... 14

2. Teknik-Teknik Bimbingan Kelompok ... 15

a. Teknik Pemberian Informasi ... 15

b. Diskusi kelompok ... 16

c. Teknik pemecahan masalah ... 16

d. Permainan Peran (Role Playing) ... 16

e. Sosiodrama ... 17

f. Psikodrama ... 17

g. Permainan Simulasi ... 17

h. Home Room ... 17

i. Karya Wisata (Field trip) ... 17

j. Remedial Teaching ... 18

3. Sosiodrama ... 19

a. Pengertian Sosiodrama ... 19

b. Tujuan Sosiodrama ... 21

c. Manfaat Sosiodrama ... 22

d. Prinsip-Prinsip penggunaan Sosiodrama ... 23

e. Langkah-Langkah Pelaksanaan Sosiodrama (Pola Prosedural Sosiodrama ... 24


(5)

f. Kelebihan Sosiodrama ... 25

g. Kelemahan Sosiodrama ... 26

h. Upaya untuk mengurangi Kelemahan Sosiodrama 27 B. Komunikasi Interpersonal ... 28

1. Konsep Dasar Komunikasi ... 28

2. Konsep Dasar Komunikasi Interpersonal ... 31

a. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 31

b. Komunikasi Interpersonal yang Efektif ... 32

c. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 36

d. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 39

e. Komunikasi Interpersonal Remaja ... 41

1) Karekteristik Perkembangan Sosial Remaja SMA ... 41

2) Komunikasi Interpersonal Remaja ... 43

C. Bimbingan dan Konseling dengan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Siswa ... 45

D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 48

E. Asumsi Penelitan ... 50

F. Kerangka Pemikiran ... 52

G. Hipotesis ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian ... 54

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 55

C. Definisi Operasional Variabel ... 56

1. Komunikasi Interpersonal ... 56

2. Teknik sosiodrama ... 57

D. Instrumen Penelitian ... 59

1. Penyusunan Instrumen ... 59

2. Kisi-Kisi Instrumen ... 59

3. Pedoman Skoring ... 60

E. Uji Coba Instrumen ... 61

1. Uji Kelayakan Instrumen ... 61

2. Uji Keterbacaan Item ... 61

3. Uji Validitas Butir Item ... 62

4. Uji Reabilitas ... 65

F. Teknik Pengumpulan Data ... 66

G. Teknik Analisis Data ... 67

1. Uji Prasyarat ... 67

a. Uji Normalitas ... 67

b. Uji Homogenitas Varian ... 68

c. Uji- t ... 68

H. Prosedur Penelitian ... 69

1. Persiapan ... 69

2. Prosedur Pelaksanaan Sosiodrama ... 70


(6)

I. Rumusan Intervensi Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Sebelum Judgment ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 84

A. Hasil Penelitian ... 84 1. Profil Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas

X Kartika Siliwangi 2 Bandung ... 84 a. Profil Umum Kemampuan Komunikasi Interpersonal

Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Sebelum Memperoleh Intervensi ... 84 b. Profil Umum Kemampuan Komunikasi Interpersonal

Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Berdasarkan Aspek ... 86 2. Rumusan Intervensi Teknik Sosiodrama Untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Setelah Judgment ... 90 3. Efektifitas Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung ... 105 a. Uji Notmalitas ... 106 b. Uji Homogenitas Varians ... 107 c. Uji Hipotesis Efektivitas Teknik Sosiodrama Untuk

Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung ... 108 B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 113

1. Pembahasan Profil Kemampuan Komunikasi Interpersonal Sebelum dan Sesudah Memperoleh Intervensi ... 113 a. Pembahasan Profil Kemampuan Komunikasi

Interpersonal Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Sebelum Memperoleh Intervensi ... 113 b. Pembahasan Profil Aspek-aspek Kemampuan

Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Sebelum Memperoleh

Intervensi ... 115 c. Pembahasan Efektivitas Teknik Sosiodrama untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa Setelah Memperoleh Intervensi ... 119 d. Pembahasan Data Hasil Observasi ... 127 e. Pembahasan Pelaksanaan Intervensi Melalui Teknik

Sosiodrama untuk Meningkatkan kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa ... 129


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 135

A. Kesimpulan ... 135

B. Rekomendasi ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 142 RIWAYAT HIDUP


(8)

ABSTRAK

Evi Zuhara (2014). Efektivitas Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal Siswa (Penelitian Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).

Masa remaja merupakan masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan. Hubungan sosial akan terjalin dengan baik apabila terdapat komunikasi interpersonal di dalamnya. Siswa yang memiliki kesulitan melakukan komunikasi interpersonal akan sulit menyesuaikan diri, cenderung memaksakan kehendak dan egois, Penelitian bertujuan mengetahui efektivitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa serta menghasilkan rumusan intervensi yang efektif untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa. Masalah utama penelitian adalah

“Apakah teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung”. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen dengan Equivalent Pretest-Posttest Control Group Design. Sampel penelitian 15 siswa, 8 siswa kelompok eksperimen dan 7 siswa kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan komunikasi interpersonal ditandai pada perubahan kemampuan komunikasi interpersonal siswa pada setiap aspeknya serta peningkatan yang signifikan skor rata-rata saat pretest dan posttest. Rekomendasi penelitian ditujukan kepada (1) guru bimbingan dan konseling, dapat mempergunakan rumusan intervensi teknik sosiodrama sebagai pedoman melakukan layanan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa dan (2) peneliti selanjutnya, dapat menggunakan pengungkap komunikasi interpersonal dilihat dari fakto-faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal, di antaranya persepsi interpersonal dan konsep diri.


(9)

ABSTRACT

Evi Zuhara (2014). The Effectivity of Sociodrama Technique to Enhance Students’ Interpersonal Communication towards Grade X Students of Kartika Siliwangi 2 Senior High School in Bandung in Academic Year 2013/2014.

Adolescence is a period of social because all of social relationships is becoming more obvious and very dominant. Social relationship will be established with good interpersonal communication when there is in it. Students who have difficulty in interpersonal communication will be difficult to adjust themselves, tend to be overbearing and selfish. The aims of this research is to determine the effectiveness of the sociodrama technique to improve interpersonal communication students, and resulted in the formulation of effective interventions to improve students' interpersonal communication. The main of research problem was "Is sociodrama technique will be effectived for enhancing students’ interpersonal communication grade X students of Kartika Siliwangi 2 Senior High School in Bandung". The research method used is quasi-experimental with

Equivalent Pretest-Posttest Control Group Design. The research sample of 15 students, 8 students in experiment group and 7 students in control group. The results showed that the sociodrama technique is effective to improve interpersonal communication marked at the change students' interpersonal communication skills in every aspect and a significant increase in the average scores when pretest and

posttest. The research recommendations addressed to (1) guidance and counseling teacher, can use the formula of sociodrama technique as a guideline to perform guidance and counseling services to improve students' interpersonal communication and (2) The researchers can then use the revealer of the interpersonal communication seen from the factors that affect interpersonal relationships,which areinterpersonal perception and self-concept.

Keywords: Interpersonal communication, senior high school students, the sociodrama technique.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan keberadaan manusia lain terkait kebutuhannya baik dalam bentuk jasa maupun kebutuhan yang sifatnya material. Kebutuhan manusia akan mudah terpenuhi apabila terjalin suatu hubungan yang baik antar sesama manusia yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya, memerlukan hubungan sosial yang ramah dengan cara membina hubungan yang baik dengan orang lain. Manusia selalu ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Manusia ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan ingin mencintai dan dicintai (Rakhmat, J. 2012: 14).

Kehidupan manusia dalam prosesnya dimulai sejak lahir hingga dewasa mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu fase perkembangan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan yang dilalui oleh individu. Masa remaja merupakan periode kehidupan penting dalam perkembangan individu dan merupakan masa transisi menuju pada perkembangan masa dewasa yang sehat (Yusuf, S. 2007: 71).

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dan masa dimana keingintahuan tentang segala sesuatu yang remaja belum tahu, termasuk didalamnya adalah tentang bagaimana melakukan hubungan interpersonal yang baik agar bisa diterima oleh lingkungan sosialnya. Masa remaja sebagai masa periode yang tidak menentu (Wijayanti, D. 2012: 1).

Hurlock, E. B. (Istiwidayanti, 1995: 10) mengemukakan:

Dalam perkembangannya remaja memiliki tugas perkembangan yang menitikberatkan kepada hubungan sosial yang diantaranya: mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan wanita, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.


(11)

Salah satu aspek perkembangan sosial remaja adalah hubungan remaja dengan lingkungan sosialnya termasuk teman sebayanya. Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya. Santrock, J.W. (2003: 219) mengungkapkan yang dimaksud dengan teman sebaya adalah “anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama”.

Peserta didik dalam perkembangannya mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dan memiliki teman. Membangun hubungan antar teman tidak mudah. Seseorang harus memiliki penerimaan diri yang baik agar tercipta hubungan yang baik dan sehat. Max De Pree (Felber, 2007) menjelaskan tidak ada usaha yang lebih penting untuk meraih keberhasilan dan hubungan antara manusia yang memuaskan kecuali dengan mempelajari komunikasi”.

Kemampuan melakukan komunikasi yang berkualitas dan partisipasi dapat mempengaruhi hubungan interpersonal yang lebih baik, Davis & Yoder (Kusjarwati, E. 2001). Hubungan interpersonal adalah keseluruhan hubungan baik yang bersifat formal maupun informal yang perlu diciptakan dan dibina dalam suatu organisasi sedemikian rupa sehingga tercipta suatu team work yang intim dan harmonis dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Siagian, 2000: 4). Hubungan interpersonal adalah dimana ketika berkomunikasi, bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Artinya ketika berkomunikasi tidak hanya menentukan content

melainkan juga menentukan relationship. Dicks & Heider (Hafis, A. 2009) menjelaskan hubungan interpersonal sebagai „hubungan yang erat yang terjadi antara dua individu atau lebih‟. Dari segi psikologi komunikasi, dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi interpersonal yang berlangsung diantara komunikan.


(12)

Komunikasi interpersonal merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif dalam mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Komunikasi interpersonal terjadi antara dua orang dengan bentuk percakapan face to face dan adanya feedback

secara langsung atau seketika Enjang (2009: 17). Komunikasi interpersonal menjadikan seseorang mampu berada pada status sosial tertentu dan menjadi cerminan identitas pribadi seseorang. Kualitas dan keterampilan pada komunikasi interpersonal menjadi ukuran sejauh mana seseorang dapat diterima atau tidak dalam lingkungannya, dapat memahami antar sesamanya dan mengetahui informasi mengenai lingkungan sekitarnya, sehingga mampu mengambil tindakan dan keputusan sebagai respon dari informasi yang diberikan (Aelani, L. 2011: 2).

Beberapa dampak negatif bagi kehidupan remaja apabila mengalami kegagalan dalam melakukan komunikasi interpersonal, yaitu:

“... menjadi agresif, senang berkhayal, „dingin‟, sakit fisik dan mental, dan mengalami „fight syndrome’ (ingin melarikan diri dari lingkungannya)”

Packard (Rakhmat, J. 2012: 14).

Remaja yang mengalami kegagalan dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan lingkungannya, tidak diterima, ditolak dan dikucilkan. Dampaknya siswa semakin kesulitan dalam melakukan interaksi sosial yang lebih baik.

Menurut Tedjasaputra (2011: 34) akibat ketidakmampuan melakukan komunikasi interpersonal, siswa cenderung menarik diri dan melakukan tindakan agresif, sulit menyesuaikan diri, mudah marah, cenderung memaksakan kehendak, egois, dan ingin menang sendiri sehingga mudah terlibat perselisihan. Ketidakmampuan dalam komunikasi cenderung akan menghambat pembentukan kepribadian dan aktualiasi diri dalam kehidupan, terutama dalam meraih prestasi disekolah dan dikhawatirkan dapat menimbulkan persoalan lain yang lebih kompleks.

Penelitian Pratiwi, W. S & Sukma, D. (2013) mengungkapkan pada saat siswa berkomunikasi dengan teman sebayanya cenderung mengeluarkan kata-kata kurang baik. Selain itu, lemahnya komunikasi interpersonal siswa juga


(13)

menyebabkan kurangnya keterbukaan, kurangnya berempati dalam berkomunikasi, suka membeda-bedakan teman, siswa juga cenderung memaksakan kehendak, egois, ingin menang sendiri, mengolok-olok serta siswa cenderung mencari rasa aman pada berbagai bentuk mekanisme pertahanan diri seperti proyeksi. Sikap egois, ingin menang sendiri, suka membeda-bedakan teman mengakibatkan terjadi perselisihan dan perkelahian antar siswa.

Masalah komunikasi menjadi pembuka bagi permasalahan lainnya terutama penyimpangan moral, dendam yang mengarah kepada perkelahian, pembunuhan dan lain-lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 180 remaja dikabupaten Kudus menunjukkan 94% menyatakan pernah melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap orang lain. Tindakan tidak menyenangkan melalui komunikasi yang sering dilakukan adalah mengejek dan memberikan julukan. Sasaran atau kepada siapa tindakan tidak menyenangkan tersebut dilakukan adalah 50% kepada teman sekelas, 16 % adik kelas, 14 % kepada anak dari sekolah lain, 7 % kepada kakak kelas dan 5% kepada guru (Mahardayani, 2010). Data-data bermakna siswa kurang mampu menunjukkan sikap kesetaraan dan sikap positif kepada teman sebayanya.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung (2013) terdapat gejala-gejala kesulitan komunikasi interpersonal pada siswa, yang diindikasikan oleh diam ketika diberi kesempatan untuk bertanya, masih ada perilaku komunikasi interpersonal siswa yang kurang baik dengan teman sekelasnya dan kelas lainnya. Selain itu masih ada siswa yang kurang terbuka dalam mengungkapkan masalahnya kepada guru bimbingan konseling karena ada perasaan malu, sungkan dan takut.

Penelitian yang dilakukan peneliti merupakan penelitian yang dilakukan dengan tujuan menguatkan penelitian penelitian-penelitian terdahulu berkaitan dengan komunikasi interpersonal. Aspek komunikasi interpersonal yang secara spesifik menjadi fokus penelitian berlandaskan teori DeVito (1997) dengan aspek keterbukaan (openess), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness),


(14)

sikap positif positiveness), kesetaraan (equality) karena aspek tersebut merupakan aspek-aspek pendukung utama dalam mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal.

Komunikasi interpersonal yang baik setidaknya memiliki lima indikator yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality) (DeVito, 1997: 259-264). Dengan kata lain, apabila lima indikator tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan kualitas komunikasi interpersonal siswa kurang baik dan perlu ditingkatkan.

Komunikasi interpersonal berorientasi pada perilaku, sehingga penekanannya pada proses penyampaian informasi dari satu orang ke orang lain. Komunikasi interpersonal dipandang sebagai dasar untuk mempengaruhi perubahan perilaku, dan yang mempersatukan proses psikologi seperti misalnya persepsi, pemahaman, dan motivasi di satu pihak dengan bahasa pada pihak lain (Thoha, 2002 :165).

Tujuan komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh DeVito (1997: 145) yakni:

(1) menemukan jati diri; (2) menemukan dan mengenal dunia luar, seperti berbagai objek dan pristiwa; (3) membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain; (4) mengubah sikap-sikap dan perilaku orang; (5) hiburan dan kesenangan, dan (6) membantu orang lain dalam interaksi interpersonal sehari-hari.

Johnson (Supratiknya, 1995: 21) mengemukakan beberapa manfaat dari hubungan komunikasi interpersonal yang baik remaja yaitu, pertama, komunikasi interpersonal membantu perkembangan intelektual dan sosial remaja. Kedua,

identitas dan jati diri remaja terbentuk lewat komunikasi dengan orang lain.

Ketiga dalam rangka memahami realitas di sekelilingnya, remaja melakukan perbandingan sosial untuk memperoleh pemahaman mengenai dunia disekelilingnya. Keempat, kesehatan mental remaja sebagian ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan interpersonal yang terjalin anatara remaja dengan orang-orang terdekatnya (significant others).


(15)

Usaha membantu mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa di sekolah dapat dilakukan melalui layanan bimbingan dan konseling. Personel yang paling bertanggungjawab terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling memegang peranan penting dalam perkembangan peserta didik sebagai bagian integral pendidikan. Pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I Pasal 1 ayat (4) menyatakan:

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Peraturan Menteri pendidikan Nasional No.27 Tahun 2008 pada butir pendahuluan dikemukakan konteks tugas konselor berada pada kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera, dan peduli kemaslahatan umum. Secara rinci tugas/tanggungjawab guru bimbingan dan konseling adalah: (1) melakukan “need

assesment” yang terkait dengan karakteristik siswa, tugas-tugas perkembangan, masalah-masalah yang dialami, motivasi belajar; (2) mengorganisasikan dan mengelola program bimbingan dan konseling; (3) memberikan informasi tentang program bimbingan dan konseling kepada siswa, orang tua, guru-guru, kepala sekolah, dan staf administrasi; (4) memberikan layanan bimbingan, konseling kelompok, konseling individual (perorangan) kepada siswa terkait dengan aspek pribadi, sosial, karir, dan akademik; (5) mengevaluasi program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan (Yusuf, S. 2009: 64).

Bimbingan dan konseling berperan dalam meningkatkan perkembangan sosial terkait dengan komunikasi interpersonal siswa. Terkait dengan tujuan bimbingan dan konseling agar individu dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir, kehidupan masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki secara optimal;


(16)

(3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat dan lingkungan kerjanya; serta (4) mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam studi, sekolah, masyarakat, maupun lingkungan kerja (Nurihsan, 2009: 8).

Secara khusus bimbingan konseling bertujuan membantu siswa agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir (Yusuf, S. 2009: 49). Pada bimbingan dan konseling, komunikasi interpersonal termasuk kedalam ranah bimbingan pribadi-sosial. Nurihsan, A, J (2007: 15) mengartikan bimbingan pribadi sosial sebagai layanan bimbingan untuk membantu individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi sosial. Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan yang tepat.

Spesifiknya layanan bimbingan konseling pada perkembangan sosial siswa berperan memfasilitasi siswa dalam mencapai tugas-tugas perkembangan dilingkungan sosialnya, seperti berperilaku dapat diterima secara sosial, memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya, serta memainkan peran dilingkungan sosialnya. Terpenuhinya tugas perkembangan sosial menjadikan siswa mampu mencapai perkembangan sosialnya yang optimal, sehingga siswa dapat diterima dengan baik sebagai anggota masyarakat atau lingkungan sosial tempat dirinya berada.

Bimbingan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa dapat diberikan melalui bimbingan kelompok. Tujuan bimbingan kelompok merupakan upaya bantuan untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi siswa, khusunya kemampuan berkomunikasi, sebagaimana tujuan dari konseling kelompok, bimbingan kelompok juga bermaksud mengentaskan masalah klien dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Apabila dinamika kelompok dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok akan saling menolong menerima dan berempati dengan tulus. Bimbingan kelompok merupakan suatu layanan untuk menjembatani dalam proses penerimaan diri dan orang lain, menemukan alternatif cara berkomunikasi dengan orang lain


(17)

dan mengambil keputusan yang tepat dari permasalahan yang di alaminya. Dengan demikian bimbingan kelompok memberikan kontribusi yang penting dalam meningkatkan komunikasi antar peserta didik (Prayitno & Amti, E. 2004: 2).

Bimbingan kelompok dipandang tepat digunakan pada layanan bimbingan dan konseling yang dapat diberikan kepada siswa yang belum memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang efektif. Melalui dinamika kelompok diharapkan siswa secara optimal mendapatkan pemahaman dan perubahan untuk mencapai kemampuan perkembangan komunikasi interpersonal yang positif. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok (Sukardi, D & Kusmawati, N. 2008: 68).

Teknik bimbingan kelompok yang dapat digunakan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa di sekolah ialah melaui teknik sosiodrama. Teknik sosiodrama dipandang tepat membantu siswa untuk meningkatkan hubungan interpersonal sesuai dengan salah satu tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial yaitu memiliki kemampuan interaksi sosial yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan atau silaturahmi dengan sesama manusia (Depdiknas, 2008: 198).

Teknik sosiodrama dipilih secara spesifik dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa karena pada teknik sosiodrama siswa dapat saling berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman, pengetahuan, gagasan, ide-ide yang diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan komunikasi interpersonal. Siswa juga mempunyai kesempatan untuk menggali potensi belajar yang dimiliki melalui sebuah pemeran tokoh tertentu, selanjutnya siswa dapat melatih dan memiliki kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian melalui interaksi antar anggota kelompok yang akan menimbulkan rasa saling percaya untuk mengungkapkan masalah.


(18)

Winkel, W. S. (2012: 571) mengungkapkan sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial.

Senada dengan Winkel, (Anitah, S. 2009: 523) mengungkapkan:

Teknik sosiodrama merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok. Proses bimbingan kelompok yang menggunakan teknik sosiodrama cenderung obyeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan bimbingan kelompok yang bersifat pura-pura. Di samping itu dalam teknik sosiodrama siswa diajak untuk bermain peran beberapa prilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan bimbingan yang ingin dicapai.

Sementara Roestiyah (2008: 90) mengemukakan:

Dengan menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis.

Teknik sosiodrama dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa dalam membuat rencana dan keputusan yang tepat. Pada teknik sosiodrama, siswa juga diharapkan memperoleh suatu dorongan atau kekuatan untuk menjaga hubungan interaksi dengan sesama (hubungan interpersonal), dimaksudkan agar siswa mampu belajar menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar, lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Natawijaya, R. 1987: 33).

Teknik sosiodrama dijadikan alat untuk mengatasi siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang rendah, dikarenakan teknik sosiodrama memiliki kelebihan yaitu dapat membantu siswa dalam memahami seluk-beluk kehidupan dan suatu permasalahan khususnya permasalahan sosial atau konflik-konflik sosial (Romlah, T. 2001: 104). Teknik sosiodrama menuntut kualitas tertentu pada siswa, siswa diharapkan mampu menghayati tokoh-tokoh (peran) atau posisi yang dikehendaki keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan, dan


(19)

identifikasi diri terhadap nilai berkembangnya (Hasan, A. 1996: 266). Melalui teknik sosiodrama para siswa diajak untuk belajar memecahkan dilema-dilema pribadi yang mendukungnya dengan bantuan kelompok sosial yang anggota-anggotanya adalah teman-teman sendiri.

Dinamika yang tercipta di dalam kelompok membuat siswa yang diberi tugas memainkan peran dapat berusaha mengekplorasi perilaku sesuai dengan perannya, sehingga siswa yang semula pemalu, pendiam dapat belajar berbicara di depan kelas dan di hadapan temannya. Siswa yang semula kurang berani mengemukakan pendapat dapat belajar berpendapat dan memberi masukan kepada teman yang kurang sempurna dalam memainkan peran yang diperoleh. Setelah memainkan sosiodrama, diharapkan juga terdapat perubahan perilaku pada siswa yaitu siswa dapat mengatasi hambatan-hambatan komunikasi interpersonal (Djannah, W, 2012: 171).

Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Komunikasi interpersonal memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi untuk mengubah perilaku seseorang dibandingkan bentuk komunikasi lain. Siswa yang memiliki perilaku komunikasi interpersonal yang baik dapat memudahkan siswa bersosialisasi dan lancar dalam memperoleh pemahaman dari guru serta sumber belajar di sekolah. Komunikasi interpersonal merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki siswa sebagai remaja pada perkembangan sosial. Komunikasi interpersonal merupakan permasalahan pribadi siswa pada ranah sosial yang perlu dikembangkan. Salah satu layanan dalam bimbingan dan konseling yang dapat digunakan dalam upaya mengembangkan komunikasi interpersonal siswa adalah dengan teknik sosiodrama. Sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, termasuk


(20)

konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial Winkel (2012: 571). Penggunakan teknik sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis Roestiyah (2008: 90).

Melalui teknik sosiodrama, siswa akan belajar melakukan komunikasi efektif dengan orang lain dalam bentuk kegiatan memainkan sebuah peran yang dapat melatih kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan orang lain atau berinteraksi sosial dengan orang lain di lingkungan di sekolah. Penggunaan sosiodrama akan menimbulkan interaksi antar anggota kelompok sehingga timbul rasa saling percaya untuk mengungkapkan masalah. Pada saat sosiodrama dilaksanakan, akan terjadi suatu komunikasi efektif antar anggota kelompok sehingga dapat tercipta suatu pemahaman melalui diskusi dan tanya jawab antar anggota kelompok sebagai sesuatu yang mendasari individu untuk aktif berkomunikasi. Berdasarkan hasil pembahasan dalam kelompok, maka anggota kelompok (siswa) dapat belajar dari pengalaman baru yang berupaya aktifitas yang diperoleh dari kegiatan sosiodrama yaitu pelatihan untuk dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan sesama secara mudah dan tepat (Kurniawan, E. 2012: 152 ).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah penelitian adalah: “Bagaimana efektivitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa kelas X di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014”.

Rumusan masalah penelitian dijabarkan dalam pertanyaan penelitian, yakni:

1. Seperti apa profil komunikasi interpersonal siswa kelas X di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014”

2. Seperti apa rumusan intervensi teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa kelas X di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.


(21)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian bertujuan untuk memperoleh data dan informasi efektivitas teknik sosiodrama dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa kelas X di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

Secara khusus penelitian dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui profil komunikasi interpersonal siswa kelas X di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014”

2. Menghasilkan rumusan intervensi teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa kelas X di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Guru bimbingan dan konseling

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa.

b. Bagi program studi bimbingan dan konseling

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi program studi bimbingan dan konseling terkait rumusan intervensi teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian diharapakn dapat menjadi acuan dalam mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dengan teknik yang lebih komprehensif.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan, Metode dan Desain Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode Kuasi-Eksperimen. Metode Kuasi-Eksperimen yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Metode Kuasi-Eksperimen digunakan untuk mengetahui efektivitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa antara sebelum dan sesudah mendapatkan teknik sosiodrama. Desain quasi-eksperimen yang digunakan adalah “Equivalent Control Group Design”, yang terdiri dari dua kelompok subjek, yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain “Equivalent Control Group Design” yang dimaksudkan ialah sampel yang dilibatkan dalam intervensi sama-sama berada pada kategori rendah, sampel juga berasal dari jenjang/kelas x serta pada jenjang usia yang sama. Desain dapat digambarkan pada tabel 3:

Tabel 3.1 Desain penelitian

Keterangan :

O1 = Pre-test pada kelas eksperimen.

O3 = Pre-test pada kelas kontrol.

X = Treatment dengan Teknik Bermain Peran terhadap kelas eksperimen. O2 = Post-test pada kelas eksperimen.

O4 = Post-test pada kelas kontrol.

(Sugiyono, 2012: 79)

O1 X O2 O3 O4


(23)

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian adalah SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014, yang beralamat di Jln. Pak Gatot Raya No. 73 s Geger Kalong Bandung. Berdasarkan hasil pengamatan studi pendahuluan yang dilakukan, jumlah guru bimbingan dan konseling (BK) di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung berjumlah tiga orang. Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung yang berjumlah 85 siswa. Jumlah populasi tersaji dalam tabel 3.2:

Tabel 3.2

Jumlah Anggota Populasi Penelititan Siswa Kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung

No Kelas Anggota Populasi

1 X IPA 30

2 X IPS 1 27

3 X IPS 2 28

Total 85

Pertimbangan memilih kelas X karena pada jenjang SMA usia siswa merupakan masa remaja yang memiliki kondisi komunikasi yang mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Pada usia, merupakan proses adaptasi dan penyesuaianya dengan lingkungan sosial sekolahnya, sehingga memerlukan bimbingan dan pemahaman dalam menyesuaikan dirinya dengan anggota kelompoknya.

Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dengan pertimbangan tertentu. Adapun yang menjadi pertimbangan dan penetapan populasi dan sampel sebagai berikut:

1) Dari segi usia, kelas X termasuk dalam fase remaja. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam siklus perkembangan peserta didik serta masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

2) Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling (BK), terdapat banyak siswa yang pasif, malu untuk bertanya, hasil


(24)

belajarnya kurang dari ketuntasan minimal, yang rata-rata terdapat di kelas X. Selanjutnya kelas dilihat berdasarkan kelas yang memiliki kecenderungan komunikasi interpersonal yang berada pada kategori rendah dari seluruh kelas.

C. Defenisi Operasional Variabel 1. Komunikasi Interpersonal

DeVito (1997: 18) mengungkapkan komunikasi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat saling mempengaruhi. Komunikasi interpersonal di awali dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (Openess), empati (Empathy), sikap mendukung (Supportiveness), sikap positif (Positiveness), kesetaraan

(Equality) DeVito, (1997: 259 : 264).

Defenisi operasional variabel pada penelitian adalah kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi langsung secara tatap muka baik secara verbal maupun nonverbal antara siswa dengan guru serta siswa dengan temannya, dengan aspek keterbukaan (openess), empati

(emphaty), sikap suportif (supportiveness), sikap positif (positiviness),

dankesamaan (equality) dalam lingkungan sekolah.

1) Keterbukaan (openess), ialah pengungkapan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapan di masa kini. Indikator keterbukaan adalah memulai hubungan baru dengan orang lain, menunjukkan keterbukaan dalam hubungan, dan menunjukan kepercayaan dalam membagi perasaan yang dirasakan. 2) Empati (empathy), adalah kemampuan seseorang untuk

menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. Indikator empati adalah menunjukan perhatian kepada orang lain, menjaga perasaan orang lain, dan mengerti keinginan orang lain

3) Sikap mendukung (supportiveness), terkait menyampaikan perasaaan dan persepsi kepada orang lain tanpa menilai, memuji atau


(25)

mengecam, sehingga orang tersebut merasa dihargai. Indikator

supportiveness adalah memberi dukungan kepada teman, memberikan penghargaan terhadap orang lain dan spontanitas. 4) Sikap positif (positiveness) merupakan kecenderungan seseorang

untuk mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain. Indikator sikap positif ialah menghargai orang lain, berpikiran positif terhadap orang lain, dan tidak menaruh curiga secara berlebihan

5) Kesetaraan (equality) ialah perasaan sama dengan orang lain tanpa membedakan tinggi rendah seseorang dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga ataupun sikap. Indikator kesetaraan ialah menempatkan diri setara dengan orang lain, mengakui pentingnya kehadiran orang lain, komunikasi dua arah, dan suasana komunikasi: akrab dan nyaman.

2. Teknik Sosiodrama

Winkel, W.S (2012: 571) mengungkapkan sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial. Roestiyah (2008: 90) mengemukakan dengan menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis.

Menurut Winkel, W.S (2012: 572) pola prosedural dalam penggunaan sosiodrama pada dasarnya sebagai berikut:

a. Menentukan topik persoalan. Persoalan yang menyangkut pergaulan dengan orang lain diketengahkan dan diuraikan situasi pergaulan yang akan dikaji.


(26)

b. Menentukan pemeran. Penentuan pemeran didasarkan pada kerelaan beberapa peserta didik yang menyatakan kesediannya untuk maju dan memegang peranan tertentu.

c. Pemeran memainkan peran secara spontan. Permainan tidak boleh berjalan terlalu lama dan hanya berlangsung cukup lama untuk mengetengahkan situasi problematis serta cara pemecahannya.

d. Pemeran mengungkapkan apa yang dirasakannya selama memainkan peran.

e. Observer mendiskusikan jalannya permainan dan efektivitas dari cara pemecahan yang terungkap dalam dramatisasi.

f. Apabila dianggap perlu, adegan yang sama diulang kembali dengan mengambil pelaku-pelaku yang lain.

Langkah-langkah dalam sosiodrama melibatkan tiga fase : 1) fase pemanasan (tahap awal) yang ditandai dengan penentuan sutradara yang siap memimpin kelompok dan konseli siap dipimpin, 2) fase tindakan (tahap inti) yang melibatkan tindakan yang jelas pada pemain protagonis untuk mengekspresikan emosi-emosi yang muncul dan menemukan cara baru yang efektif untuk mengatasinya, 3) fase integrasi (tahap akhir) yang melibatkan kegiatan diskusi dan penutupan (closure), umpan balik sangat penting dari setiap konseli dan protagonis agar mendapat jalan keluar yang jelas mengenai permasalahan yang diangkat dalam sebuah judul sosiodrama kemudian terjadi perubahan dan terciptanya integrasi (Gladding, 1995).

Teknik sosiodrama yang dimaksud dalam penelitian didefinisikan sebagai suatu teknik bimbingan dan konseling yang dilakukan secara kelompok dimana guru pembimbing memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memerankan peranan (drama/bermain peran) tertentu mengenai masalah-masalah sosial yang timbul dengan kelompok teman sebaya serta dengan guru melalui dialog-dialog dan peran-peran tertentu. Tujuannya agar peserta didik mampu melatih, menemukan dan memecahkan permasalahannya dalam lingkungan sosial terkait dengan hubungan interpersonal siswa yang menghambat atau menyebabkan rendahnya hubungan interpersonal yang ditandai dengan kemampuan komunikasi interpersonal yang baik pada siswa.


(27)

D. Instrumen Penelitian 1. Penyusunan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen yang disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan teori mengenai

komunikasi interpersonal. Butir-butir pernyataan dalam instrumen merupakan gambaran tentang kecenderungan komunikasi interpersonal

pada siswa. Angket menggunakan skala Guttman yang terdiri atas: Ya dan

Tidak.

2. Kisi-Kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap kecenderungan komunikasi interpersonal pada siswa dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Kisi-kisi dari instrumen disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa (Sebelum Uji Coba)

Aspek Indikator No

Pernyataan

1. Keterbukaan

(openness)

a. Memulai hubungan baru dengan

orang lain 1,2,3, 4, 4

b. Menunjukkan keterbukaan dalam

hubungan dengan orang lain 5,6, 7,8,9,10 6 c. Menunjukkan kepercayaan

kepada orang lain untuk berbagi perasaan

11,12,13

14, 15,16, 6 2. Empati

(empathy)

a. Menunjukkan perhatian kepada orang lain

17,18,19, 20,21,22 6 b. Menjaga perasaan orang lain 23,24,25 3 c. Mengerti keinginan orang lain 26, 27,28 3 3. Sikap

mendukung

(supportivenes)

a. Memberi dukungan kepada teman 29,30, 31 3 b. Memberikan penghargaan

terhadap orang lain 32,33,34 3

c. Spontanitas 35,36,37 3


(28)

Aspek Indikator No

Pernyataan

(positiveness) orang lain 41,42, b. Berpikiran positif terhadap orang

lain 43, 44,45 3

c. Tidak menaruh curiga secara

berlebihan 46,47, 48,49 4

5. Kesetaraan

(Equality)

a. Menempatkan diri setara dengan

orang lain 50,51 2

b. Mengakui pentingnya kehadiran

orang lain 52,53 2

c. Komunikasi dua arah 54,55,56,

57,58 5

d. Suasana komunikasi akrab dan nyaman

59,60

2

3. Pedoman Skoring

Butir pernyataan pada alternatif jawaban siswa diberi skor 1 dan 0. Apabila siswa menjawab pada kolom “Ya” diberi skor 1, kolom “Tidak” diberi skor 0. Semakin tinggi alternatif jawaban siswa maka semakin tinggi tingkat kecenderungan komunikasi interpersonal siswa dan semakin rendah alternatif jawaban siswa maka semakin rendah pula tingkat kecenderungan kemampuan komunikasi interpersonal siswa. Ketentuan pemberian skor kecenderungan komunikasi interpersonal peserta didik siswa dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban

Alternatif Jawaban Positif

Ya 1


(29)

E. Uji Coba Instrumen

Kuesioner sebagai alat pengumpul data yang digunakan telah melalui beberapa tahap pengujian, sebagai berikut:

1. Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen bertujuan mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk, dan konten. Penimbang dilakukan oleh dosen ahli untuk mengetahui kelayakan instrumen. Masukan dari dosen ahli dijadikan landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data yang dibuat.

Instrumen ditimbang oleh 3 orang dosen, yaitu 1) Dr. H. Nurhudaya, M. Pd.; 2) Dr. Hj. Nani M. Sugandi, M.Pd dan 3) Dr. H. Amin Budiamin, M.Pd. Hasil penimbangan menunjukan terdapat 60 item dapat digunakan. Hasil penimbangan dari ahli, ditampilkan pada tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Hasil Penimbangan Angket Pengungkap Komunikasi Interpersonal

Hasil Penimbangan

Pakar

Nomor Item Jumlah

Memadai 1,2,3, 4, 5,6, 7,8,9,10, 11,12,13 14, 15,16, 17,18,19,

20,21,22, 23,24,25, 26, 27,28, 29,30, 31, 32,33,34, 38,39,40, 41,42, 43, 44,45, 46,47, 48,49, 50,51, 52,53, 54,55,56,

57,58, 59,60

60

2. Uji Keterbacaan Item

Sebelum instrumen komunikasi interpersonal diuji validitas, instrumen terlebih dahulu di uji keterbacaan kepada sampel setara yaitu kepada tiga orang siswa kelas X dari sekolah yang berbeda, untuk


(30)

mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen. Setelah uji keterbacaan pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian di revisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat di mengerti oleh siswa kelas X dan kemudian dilakukan uji validitas eksternal. Berdasarkan hasil uji keterbacaan, dapat disimpulkan:

1) Petunjuk pengerjaan instrumen sudah dipahami oleh peserta didik. 2) Terdapat beberapa kata yang banyak ditanyakan artinya, sehingga

perlu diganti dengan kata yang dapat dipahami subjek, yaitu pada item nomor 1 (kata berpapasan diganti menjadi bertemu), nomor 11 (saya menunjukkan perasaan terbuka menjadi saya menunjukkan perasaan terbuka kepada teman), nomor 20 (kata menyela diganti menjadi

memotong).

3. Uji Validitas Butir Item

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Uji validitas diuji cobakan pada kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 pada tanggal 24 Mei 2014. Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah seluruh item yang terdapat dalam angket pengungkap komunikasi interpersonal siswa. Uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur (Sugiyono, 2009: 267). Semakin tinggi nilai validasi soal menunjukan semakin valid instrumen yang akan digunakan. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows. Pengujian validitas alat pengumpul data menggunakan rumus korelasipoin biserial dengan skor mentah.


(31)

Keterangan:

:

koefisiensi kolerasi bisrial titik

: Rata-rata dari subjek yang menjawab benar bagi item yang diuji validitasnya

: Rata-rata skor total : Standar deviasi

: Proporsi responden menjawab benar

: Proporsi responden menjawab salah ( )

(Arikunto, 2010: 326)

Pengujian validitas dilakukan terhadap 60 item pernyataan dengan jumlah subjek 85 siswa. Dari 60 item diperoleh 48 item yang valid dan 12 item tidak valid.

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Butir Item

Kesimpulan Item Jumlah

Valid 3,4,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16, 17,18,21,22,23,24,

25,26,27,28,29,30,31,32,33,35,36,39,40,42,43, 46,48,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58,59,60

48

Tidak valid 1,2,5,19,20,34,37,38,41,44,45,47 12

Lebih jelasnya hasil perhitungan validitas dengan menggunakan rumus

korelasipoin biserial tersaji pada tabel berikut:

Tabel 3.7

Skor t hitung dan t tabel Hasil Uji Validitas Butir Item

No Pernyataan

t hitung t tabel Kesimpulan Keterangan

1 1,134 1,645 Invalid Dibuang


(32)

3 1,846 1,645 Valid Dipakai

4 1,660 1,645 Valid Dipakai

5 0,683 1,645 Valid Dibuang

6 2,373 1,645 Valid Dipakai

7 1,886 1,645 Valid Dipakai

8 3,627 1,645 Valid Dipakai

9 4,712 1,645 Valid Dipakai

10 1,675 1,645 Valid Dipakai

11 2,253 1,645 Valid Dipakai

12 4,168 1,645 Valid Dipakai

13 4,656 1,645 Valid Dipakai

14 4,341 1,645 Valid Dipakai

15 3,146 1,645 Valid Dipakai

16 4,332 1,645 Valid Dipakai

17 2,473 1,645 Valid Dipakai

18 2,627 1,645 Valid Dipakai

19 1,459 1,645 Invalid Dibuang

20 0,843 1,645 Invalid Dibuang

21 1,748 1,645 Valid Dipakai

22 6,183 1,645 Valid Dipakai

23 4,921 1,645 Valid Dipakai

24 4,026 1,645 Valid Dipakai

25 3,287 1,645 Valid Dipakai

26 3,693 1,645 Valid Dipakai

27 4,670 1,645 Valid Dipakai

28 8,530 1,645 Valid Dipakai

29 4,983 1,645 Valid Dipakai

30 5,127 1,645 Valid Dipakai

31 3,261 1,645 Valid Dipakai

32 4,010 1,645 Valid Dipakai

33 5,314 1,645 Valid Dipakai

34 -8,310 1,645 Invalid Dibuang

35 3,697 1,64 Valid Dipakai

36 3,720 1,645 Valid Dipakai

37 1,611 1,645 Invalid Dibuang

38 1,609 1,645 Invalid Dibuang

39 3,518 1,645 Valid Dipakai

40 3,282 1,645 Valid Dipakai

41 1,240 1,645 Invalid Dibuang

42 4,875 1,645 Valid Dipakai

43 1,785 1,645 Valid Dipakai

44 1,273 1,645 Invalid Dibuang

45 0,246 1,645 Invalid Dibuang


(33)

47 1,380 1,645 Valid Dibuang

48 2,424 1,645 Valid Dipakai

49 4,731 1,645 Valid Dipakai


(34)

51 4,407 1,645 Valid Dipakai

52 2,871 1,645 Valid Dipakai

53 3,598 1,645 Valid Dipakai

54 5,259 1,645 Valid Dipakai

55 4,627 1,645 Valid Dipakai

56 3,674 1,645 Valid Dipakai

57 4,938 1,645 Valid Dipakai

58 3,983 1,645 Valid Dipakai

59 4,034 1,645 Valid Dipakai

60 5,285 1,645 Valid Dipakai

4. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen merupakan penunjuk sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen dapat dipercaya. Reliabilitas intrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Derajat konsistensi diperoleh sebagai proporsi varians skor perolehan subjek. Rumus yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah Kuder-Richardson (KR20) sebagai berikut :

(

)

Keterangan :

= Reliabilitas Instrumen

k = Jumlah item

= Varian total

= Banyaknya skor subjek yang skornya 1: N

= Proporsi subjek yang mendapat skor 0 (q = 1 – p) (Arikunto, 2010: 231)


(35)

Sebagai tolak ukur, digunakan klasifikasi rentang koefisien berdasarkan Sugiyono (2009: 257) reliabilitas yang tersaji pada tabel:

Tabel 3.8

Kategori Reabilitas Instrumen

Batasan Derajat Keterandalan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Cukup

0,60 – 0,799 Tinggi

0,80 – 1,00 Sangat Tinggi

Berdasarkan pengolahan data, hasil perhitungan memperlihatkan dari 48 item pernyataan, menunjukkan koefisien reliabilitas (konsistensi internal) instrumen komunikasi interpersonal sebesar 0.895 yang artinya, tingkat korelasi dan derajat keterandalan instrumen komunikasi interpersonal berada pada kategori sangat tinggi.

F. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian disusun berdasarkan dimensi dan indikator variabel dengan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian maka dikembangkan alat pengumpul data, yaitu:

1. Skala komunikasi interpersonal digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kemampuan komunikasi interpersonal siswa sebelum dan sesudah diberikan teknik sosiodrama.

2. Observasi dan partisipasi serta pencatatan terhadap subjek penelitian. 3. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dengan


(36)

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, inventori, angket, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikannya ke dalam kategori dan dijabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting, dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Arikunto, 2006: 212).

1. Uji Prasyarat

Syarat melakukan uji-t (t-test) adalah melakukan uji normalitas (data berdistribusi normal) dan uji homogenitas (data memiliki varian yang sama atau homogen).

a. Uji Normalitas

Sugiyono (2012: 241) mengemukakan uji normalitas berguna untuk menentukan analisis data. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengujian normalitas data menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for windows

dengan uji statistic Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah:

H0 = Data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.

H1 = Data pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistrtibusi tidak

normal.

Dasar pengambilan keputusan adalah:

H0 diterima apabila nilai signifikan (sig. ≥ 0.05), dan H0 ditolak atau

H1 diterima apabila nilai signifikan (sig.< 0.05).

Apabila kedua data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians. Apabila salah satu atau kedua data yang dianalisis


(37)

berdistribusi tidak normal maka tidak dilakukan uji homogenitas varians, melainkan dilakukan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.

b. Uji Homogenitas Varian

Sugiyono (2012: 276) mengemukakan uji homogenitas varian bertujuan menentukan apakah varian kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Uji homogenitas dilakukan apabila data berdistribusi normal, pengujian homogenitas data menggunakan bantuan software SPSS 17.0 for windows

dengan uji statistic leven’s test dengan taraf signifikan 5%. Uji homogenitas dimaksudkan untuk menilai untuk menilai apakah data hasil penelitian dari dua kelompok yang diteliti memiliki varian yang sama atau tidak. apabila data memiliki varians yang cenderung sama (homogen) berarti sampel-sampel dari kedua kelompok berasal dari populasi yang sama/seragam. Hipotesis pengambilan keputusan uji homogenitas adalah:

H0 = Data kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varian yang sama

(homogen)

H1 = Data kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varian yang berbeda

(tidak homogen)

Dasar pengambilan keputusan adalah:

H0 diterima apabila nilai signifikan (sig. ≥ 0.05), dan H0 ditolak atau

H1 diterima apabila nilai signifikan (sig.< 0.05). c. Uji-t

Apabila data memenuhi asumsi normalitas dan homogenitas varians, maka digunakan uji t. Skor t hasil penelitian menggunakan program SPSS 17.0, dengan menggunakan teknik analisis Paired-Samples T-Test. Uji-t bertujuan mengkaji efektivitas suatu perlakauan (treatment) dalam mengubah suatu prilaku dengan cara membandingkan antara keadaan sebelumnya dengan keadaan sesudah perlakuan diberikan (Furqon, 2009: 198).


(38)

H. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ditentukan dua kelas sebagai subyek penelitian, kelas pertama sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol.

Pertama masing-masing kelompok diberi pretest dengan maksud mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pelaksanaan teknik sosiodrama oleh kelompok siswa yang prosedur dan cara permainannya sudah di sosialisasikan terlebih dahulu. Kegiatan dilakukan dalam situasi pembelajaran, topik yang diberikan berisi materi tentang aspek komunikasi interpersonal, yakni keterbukaan (openess), empati (emphaty),

sikap suportif (supportiveness), sikap positif (positiviness), dan kesamaan

(equality).

Pelaksanaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan komunikasi interpersonal Siswa

a. Persiapan

Sebelum pelaksanaan sosiodrama, hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah:

1) Peran Konselor Sebagai Sutradara

Sebagaimana telah diungkapkan teknik sosiodrama adalah mendramakan peran-peran sosial yang ada dalam kehidupan nyata secara umum terjadi saat ini, untuk menampilkan pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku individu yang diperankan secara spontan. Pada kegiatan drama tentu terdapat yang mengatur yaitu sutradara (pemimpin kelompok atau fasilitator), terdapat pemain atau audien sebagai pengamat sekaligus penonton.

2) Peran Sutradara atau pemimpin kelompok

Sutradara juga dapat sebagai pemimpin kelompok atas fasilitator yang bersikap netral, berperan sebagai pengatur adegan dan karakter pemain


(39)

dari waktu ke waktu, pengarahan perilaku dan reaksi pemain serta memandu diskusi antara pemain dan audien. Fasilitator memunculkan pertanyaan-pertanyaan khusus dan proaktif untuk memancing emosi pemain yang dapat menjadi cerminan audien (observer).

3) Peran pemain

Pada sosiodrama siswa menjadi pemain, dengan sukarela dapat memilih peran sesuai tema dan tujuan pengarahan sutradara atau fasilitator. pemain dengan spontan mengeksplorasi pemikiran dan perasaan dalam melakukan adegan karakter yang sesuai dengan peran mereka, latar belakang karakter, motivasi dan perilaku yang diharapkan. Aktivitas yang dimunculkan pemain dapat memberikan wawasan bagi penonton.

4) Peran Audien

Audien atau penonton sebagai observer dari semua kegiatan drama, memberikan respon atau refleksi dari peran karakter yang dimunculkan pemain bersifat pribadi atau kelompok. Audien mengevaluasi dan memberikan masukan kepada pemain untuk perubahan perilaku selanjutnya setelah drama selesai.

b. Prosedur Pelaksanaan Sosiodrama

Pelaksanaan sosiodrama secara umum mngikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Persiapan

Fasilitator menjelaskan masalah, tema yang akan disosidramakan dan tujuan permainan. Selanjutnya diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan.

2) Membuat Skenario dan Menentukan Pemain

Merancang skenario drama yang kan dimainkan kelompok sesuai dengan kebutuhan. Memillih siswa yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan siswa dalam peran dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau rambu-rambu masing-masing peran, usulan dari anggota kelompok yang lain, atau berdasarkan keduanya.


(40)

3) Menentukan Kelompok Penonton dan Tugasnya

Kelompok penonton adalah anggota kelompok lainyang ikut menjadi pemain. Tugas kelompok penonton adalah mengobservasi pelasanaan permainan. hasil observasi kelompok merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai.

4) Pelaksanaan Sosiodrama

Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatanuntuk berdiskusi bebrapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama kan dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Masing-Masing pemain memerankan perannya berdasarkan imajinasi tentang peran yang akan dimainkan. Pemain diharapkan dapat memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkan.

5) Evaluasi dan Diskusi

Setelah selesai permainan, dilanjutkan dengan diskusi mengenai pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan tanggapan- tanggapan penonton. Diskusi diarahkan untuk membahas tanggapan mengenai bagaiman para pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan peran. data yang paling lengkap melalui rekaman video tyang diambil pada waktu permainan berlangsung dan kemudian diputar kembali.

6) Ulangan permainan

Berdasarkan hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan permainan ulang atau tidak.

c. Pelaporan

Tahapan pelaporan merupakan tahap akhir dari prosedur penelitian. Pada tahap pelaporan seluruh kegiatan dan hasil penelitian dianalisis dan


(41)

dilaporkan dalam bentuk karya ilmiah (tesis) untuk kemudian dipertanggungjawabkan.

RUMUSAN INTERVENSI TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK

MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA KELAS X SMA 2 KARTIKA SILIWANGI TAHUN AJARAN 2013/2014

(SEBELUM JUGMENT)

A. Rasional

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa (fase) remaja. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada masa dewasa yang sehat (Kanopka, dalam Yusuf, 2005: 1). Remaja dalam rentang kehidupannya memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja yaitu mampu bergaul, memperluas hubungan dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar baik pria maupun wanita. Masa remaja ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis, dan sosialnya. Berkaitan dengan hubungan sosial pada remaja, hampir seluruh waktu yang digunakan remaja adalah berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, baik dengan orangtua, saudara, guru, teman, dan sebagainya. Sejalan dengan studi yang dilakukan Larson, Csikszantmihalyi, & Graef (Wisnuwardhani & Fatmawati, 2012: 1) yang menemukan bahwa 70 persen dari 179 remaja dan orang dewasa melakukan aktivitas bersama orang lain setidaknya dua kali dalam sehari.

Kemampuan melakukan komunikasi yang berkualitas dan partisipasi dapat mempengaruhi hubungan interpersonal yang lebih baik, Davis & Yoder (www. e gidiustae.wordpress.com, Kusjarwati, 2001). Hubungan interpersonal pada masa remaja dapat menjadi pengaruh yang mendominasi dalam proses identifikasi dan pengembangan dirinya dibandingkan lingkungan keluarga. Hubungan interpersonal dimulai dengan satu, dua orang dan lambat laun jumlahnya semakin bertambah dan memungkinkan terbentuknya suatu kelompok sosial remaja yang


(42)

dasarnya dilandasi oleh persamaan hobi, gagasan, dan gaya hidup. Pada kelompok sosial, remaja memiliki kesempatan mengaktualisasikan diri secara optimal (Wijayanti, D. 2012: 3).

Dari segi psikologi komunikasi, dapat dinyatakan makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi interpersonal yang berlangsung diantara komunikan.

Komunikasi interpersonal terjadi antara dua orang dengan bentuk percakapan face to face dan adanya feedback secara langsung atau seketika Enjang (2009: 17). Komunikasi interpersonal berorientasi pada perilaku, sehingga penekanannya pada proses penyampaian informasi dari satu orang ke orang lain. Komunikasi interpersonal dipandang sebagai dasar untuk mempengaruhi perubahan perilaku, dan yang mempersatukan proses psikologi seperti misalnya persepsi, pemahaman, dan motivasi di satu pihak dengan bahasa pada pihak lain (Thoha, M. 2002 :165). Johnson (Supratiknya, 1995: 21) mengemukakan beberapa manfaat dari hubungan komunikasi interpersonal yang baik remaja yaitu, pertama, komunikasi interpersonal membantu perkembangan intelektual dan sosial remaja. Kedua, identitas dan jati diri remaja terbentuk lewat komunikasi dengan orang lain. Ketiga dalam rangka memahami realitas di sekelilingnya, remaja melakukan perbandingan sosial untuk memperoleh pemahaman mengenai dunia disekelilingnya. Keempat, kesehatan mental remaja sebagian ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan interpersonal yang terjalin anatara remaja dengan orang-orang terdekatnya (significant others).

Terdapat dampak negatif bagi kehidupan remaja apabila mengalami kegagalan dalam melakukan komunikasi interpersonal, Menurut Tedjasaputra (2011: 34) akibat ketidakmampuan melakukan komunikasi interpersonal, siswa cenderung menarik diri dan melakukan tindakan agresif, sulit menyesuaikan diri, mudah marah, cenderung memaksakan kehendak, egois, dan ingin menang sendiri sehingga mudah terlibat perselisihan. Ketidakmampuan dalam komunikasi cenderung akan menghambat pembentukan kepribadian dan aktualiasi diri dalam


(43)

kehidupan, terutama dalam meraih prestasi disekolah dan dikhawatirkan dapat menimbulkan persoalan lain yang lebih kompleks.

Hasil need assement di lapangan, diperoleh gambaran umum dan aspek komunikasi interpersonal peserta didik kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Secara umum gambaran komunikasi interpersonal peserta didik tersaji pada tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Profil Umum Kemampuan Komunikasi Interpersonal

Siswa Kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun ajaran 2013/2014

Kategori Z-Score F %

Tinggi Z > 1 11 12,94

Sedang 1 ≤ Z ≤ 1 59 69,41

Rendah Z < - 1 15 17,65

Jumlah 85 100%

Tabel 1 menunjukkan profil umum komunikasi interpersonal siswa kelas X Kartika Siliwangi 2 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang diwakili 85 siswa yaitu: sebanyak 11 siswa (12,94% ) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori tinggi, sebanyak 59 siswa (69,41%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori sedang, sebanyak 15 siswa (17,65%) dari jumlah subjek penelitian berada pada kategori rendah. Berdasarkan data tersebut diperoleh 15 siswa dari 85 siswa yang menjadi objek penelitian yang berada pada kategori rendah.

Secara umum diperoleh gambaran kemampuan komunikasi interpersonal siswa kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung tahun ajaran 2013/2014 memiliki kemampuan komunikasi interpersonal tinggi, artinya siswa telah mencapai tingkat komunikasi interpersonal yang optimal pada setiap aspeknya dan siswa pada tingkat komunikasi interpersonal rendah masih memerlukan upaya bimbingan dan dukungan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal yang dimilikinya. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilaksanakan terhadap siswa kelas X SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung tahun ajaran 2013/2014, diketahui siswa kelas X memiliki kemampuan


(44)

komunikasi interpersonal yang cukup optimal. Siswa yang berada pada kategori rendah dirasa belum maksimal dan perlu adanya upaya untuk mengarah pada suatu kegiatan yang dapat membantu peserta didik mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal yang lebih baik. Sehingga pada saat di kelas peserta didik merasa nyaman dan kompak, apabila peserta didik merasa nyaman dan kompak di kelas maka peserta didik dapat belajar dengan baik.

Usaha membantu mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa di sekolah dapat dilakukan melalui layanan bimbingan dan konseling. Personel yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling memegang peranan penting dalam perkembangan peserta didik sebagai bagian integral pendidikan. Pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Bab I Pasal 1 ayat (4) menyatakan:

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Secara rinci tugas/tanggungjawab guru bimbingan dan konseling adalah: (1) melakukan “need assesment” yang terkait dengan karakteristik siswa, tugas-tugas perkembangan, masalah-masalah yang dialami, motivasi belajar; (2) mengoerganisasikan dan mengelola program bimbingan dan konseling; (3) memberikan informasi tentang program bimbingan dan konseling kepada siswa, orang tua, guru-guru, kepala sekolah, dan staf administrasi; (4) memberikan layanan bimbingan, konseling kelompok, konseling individual (perorangan) kepada siswa terkait dengan aspek pribadi, sosial, karir, dan akademik; (5) mengevaluasi program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan (Yusuf, 2009: 64).

Teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi interpersonal siswa ialah melalui teknik sosiodrama. Teknik sosiodrama dipandang tepat membantu siswa untuk meningkatkan hubungan


(45)

interpersonal sesuai dengan salah satu tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial yaitu memiliki kemampuan interaksi sosial yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan atau silaturahmi dengan sesama manusia (Depdiknas, 2008: 198). Dengan menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis (Roestiyah, 2001: 90).

Teknik sosiodrama dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa dalam membuat rencana dan keputusan yang tepat. Pada teknik sosiodrama, siswa juga diharapkan memperoleh suatu dorongan atau kekuatan untuk menjaga hubungan interaksi dengan sesama (hubungan interpersonal), hal ini dimaksudkan agar siswa mampu belajar menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar, lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Natawijaya, 1987: 33). Teknik sosiodrama dijadikan alat untuk mengatasi siswa yang memiliki kemampuan interaksi sosial yang rendah, dikarenakan teknik sosiodrama memiliki kelebihan yaitu dapat membantu siswa dalam memahami seluk-beluk kehidupan dan suatu permasalahan khususnya permasalahan sosial atau konflik-konflik sosial (Romlah, T. 2001: 104).

Pemilihan teknik sosiodrama secara spesifik dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa karena pada teknik sosiodrama siswa dapat saling berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman, pengetahuan, gagasan, ide-ide yang diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan komunikasi interpersonal. Siswa juga mempunyai kesempatan untuk menggali potensi belajar yang dimiliki melalui sebuah pemeran tokoh tertentu, selanjutnya siswa dapat melatih dan memiliki kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian melalui interaksi antar anggota kelompok yang akan menimbulkan rasa saling percaya untuk mengungkapkan masalah.


(46)

Secara umum tujuan dari program intervensi dengan teknik sosiodrama adalah untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa dengan melatih cara bersosioalisasi dengan teman sebaya. Secara khusus program intervensi dengan teknik sosiodrama bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek sebagai berikut:

1. Siswa memiliki kemampuan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal yang dimilikinya diantaranya kemampuan melakukan komunikasi yang berkualitas seperti kemampuan peserta didik melakukan keterbukaan dalam menjalin hubungan interpersonal terhadap orang lain bukan sebatas dengan orang terdekat saja.

2. Peserta didik mampu menunjukan perhatian/kepedulian kepada teman tidak hanya kepada orang terdekat saja.

3. Peserta didik mampu memberikan dukungan kepada sesama teman tidak hanya kepada teman terdekat saja.

4. Peserta didik mampu bersikap ramah kepada setiap orang

5. Peserta didik mampu mengkomunikasikan kesetaraan dengan baik dan benar dalam bentuk verbal maupun non verbal

6. Siswa mampu menyelesaikan permasalahan individu maupun kelompok dengan memerankan tokoh melalui teknik sosiodrama.

C. Dasar Pelaksanaan Kegiatan

Pengembangan program intervensi dengan teknik sosiodrama dalam meningkatkan komunikasi interpersonal didasarkan kepada landasan hukum, antara lain:

1. Undang-Undang No.20 tahun 2003 Pasal 1 Butir 6 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengemukakan “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.

2. SK Mendikbud No. 025 tahun 1995, tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada Suatu Pendidikan Formal.


(1)

d. Selama tahap pemanasan, anggota harus diyakinkan bahwa kegiatan sosiodrama merupakan kegiatan yang menyenangkan dan memberikan rasa nyaman, anggota adalah orang-orang untuk memutuskan apa yang akan mengungkapkan dan kapan akan mengungkapkan, dan bisa berhenti kapan pun di inginkan.

2. Tahap Tindakan (Aksi/ inti)

Tahap tindakan merupakan kegiatan inti dalam permainan sosiodrama yang menggunakan kejadian masa lalu atau kejadian masa sekarang yang terjadi dalam kejadian nyata sehari-hari. Tujuan fase tindakan adalah untuk membantu siswa dalam membawa pikiran-pikiran yang mendasari sikap dan perasaan yang siswa tidak sepenuhnya sadar. kondisi tersebut berguna untuk memfasilitasi proses sosiodrama sehingga protagonis dapat bergerak ke dalam tindakan sesegera mungkin. Dalam melakukan fase inti, pemimpin dapat menarik isyarat penting terhadap protagonis dalam menyajikan perannya, termasuk ekspresi wajah, kiasan, dan postur tubuh. Pemimpin (guru BK) membantu protagonis mendapatkan fokus yang jelas pada perhatian khusus.

Titik intervensi adalah untuk menghindari komentar dan untuk mencoba pendekatan alternatif dalam tindakan. Setelah protagonis memiliki rasa yang jelas tentang apa yang ingin dikembangkan, adalah mungkin untuk menciptakan adegan dan pelatihan ego tambahan. Saran lain adalah bahwa kemampuan berfantasi tentang masa depan, sehingga berbagi pemikiran pribadi dengan penonton. Durasi tahap tindakan bervariasi dan tergantung pada evaluasi

pemimpin (guru BK) dalam keterlibatan protagonis dan pada tingkat keterlibatan kelompok.

Pada akhir tahap tindakan, penting untuk membantu siswa memperoleh makna dan perasaan untuk setiap adegan dalam sosiodrama yang telah mereka perankan. Salah satu cara yang berguna untuk mengakhiri kegiatan sosiodrama adalah mengatur praktek perilaku untuk membantu protagonis menerjemahkan kelompok belajar dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dari praktek perilaku adalah untuk menciptakan iklim yang me mungkinkan mencoba berbagai perilaku baru. Kemudian siswa dapat menerapkan beberapa perilaku yang baru dengan orang lain yang signifikan di luar kelompok dan menghadapi situasi yang lebih efektif. Berbagai teknik yang digunakan, seperti pembalikan peran, proyeksi masa depan, teknik kaca, dan umpan balik, sering digunakan untuk membantu


(2)

3. Tahap Akhir (Berbagi dan Diskusi)

Tahap akhir dalam kegiatan sosiodrama adalah berbagi dan diskusi.

a. Diskusi yang pertama, terdiri dari pernyataan tentang diri sendiri, sebuah diskusi dari proses kelompok berikutnya. Setelah adegan itu dapat diterapkan, pemimpin (guru BK) mengundang semua anggota kelompok untuk mengekspresikan bagaimana perasaan mereka secara pribadi mengenai kegiatan sosiodrama yang telah dimainkan. Mereka yang mengambil peran pembantu dapat berbagi dalam dua cara:

1) Pertama, mereka mungkin didorong untuk membagikan apa yang mereka temukan dalam diri mereka tentang perasaan atau pemikiran dalam peran mereka.

2) Kedua, mereka bisa memerankan lebih lanjut dan berbagi dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh kedalam setiap adegan sosiodrama.

b. Anggota kelompok dalam sosiodrama tidak seharusnya memberikan saran

atau analisis terhadap protagonis tetapi berbicara tentang diri sendiri dan bagaimana anggota dipengaruhi oleh kegiatan sosiodrama. Setiap anggota kelompok dapat lebih terbuka dan berbagi pendapat yang memiliki efek penyembuhan. Pengungkapan pengalaman orang lain memberikan perasaan bahwa mereka tidak sendirian dan menimbulkan sebuah ikatan. Interpretasi dan evaluasi datang kemudian, ketika protagonis tidak begitu peka.

c. Selama fase berbagi dalam sosiodrama, fungsi pemimpin (guru BK) adalah untuk memimpin diskusi yang termasuk sebagai peserta dalam umpan balik. Tahap berbagi memberikan semua anggota dalam kelompok sosiodrama mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan. Apabila anggota telah membuka diri dan menyatakan perasaan yang mendalam, anggota harus bisa mengandalkan dukungan kelompok untuk mengintegrasikan melalui berbagi dan beberapa makna daya eksploratif dari pengalaman siswa.


(3)

d. Pemimpin (guru BK) harus memperkuat jenis diskusi yang memerlukan pengungkapan diri, dukungan, dan keterlibatan emosional terhadap sebagian dari anggota. Diskusi lebih baik terstruktur sehingga anggota berdiskusi tentang bagaimana anggota dipengaruhi oleh setiap sesi.

e. Penutupan tidak selalu berarti bahwa kekhawatiran dapat diselesaikan, tapi semua yang terlibat dalam sosiodrama harus memiliki kesempatan untuk berbicara tentang bagaimana mereka terkena dampak dan apa yang mereka pelajari. Sebuah aspek kunci dari penutupan adalah proses pembekalan dari protagonis dan peran pembantu.

f. Salah satu tugas yang paling menantang bagi pemimpin (guru BK) adalah

belajar untuk membawa penutupan dalam setiap sesi tanpa membatasi diri lebih lanjut anggota kelompok sosiodrama untuk bereksplorasi, yang diperlukan adalah jalan keluar yang mendalam tentang masalah siswa.

I. Sesi Kegiatan

Program intervensi dengan teknik sosiodrama dalam meningkatkan

hubungan interpersonal remaja dilakukan selama tujuh sesi. Sesi intervensi yang dirancang berdasarkan hasil pertimbangan fenomena tingkat komunikasi

interpersonal remaja yang rendah. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara guru bimbingan dan konseling, peneliti dengan siswa. Gambaran setiap sesi intervensi sebagai berikut:

Sesi 1

Sesi pertama merupakan “pre-test: mengukur tingkat kemampuan komunikasi

interpersonal”. Sesi pertama bertujuan untuk mengetahui profil komunikasi

interpersonal pada siswa dilakukan dengan metode pengisian instrument komunikasi interpersonal.

Sesi 2

Sesi dua dengan topik kegiatan “Menjalin Relasi Sosial yang Ramah”. Sesi

dua bertujuan meningkatkan kemampuan memulai interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih besar.


(4)

Sesi tiga dengan topik kegiatan “Menjaga Hubungan Sosial”. Sesi tiga bertujuan meningkatkan sikap empati peserta didik pada sesama.

Sesi 4

Sesi empat dengan topik kegiatan “Pendengar yang baik”. Sesi empat

bertujuan meningkatkan kemampuan peserta didik menciptakan suasana mendukung dengan memelihara dan mengembangkan kemampuan mendengarkan.

Sesi 5

Sesi lima dengan topik kegiatan “Bersikap Positif”. Sesi lima bertujuan

membantu siswa mampu bersikap ramah pada sesama secara verbal maupun nonverbal.

Sesi 6

Sesi enam dengan topik kegiatan “Komunikasi yang Setara”. Sesi enam bertujuan meningkatkan kemampuan siswa memecahkan permasalahan pada dirinya dan orang lain dengan mengikuti dan mampu mendengarkan saran teman.

Sesi 7

Sesi ketujuh merupakan Post-Test: Mengukur “Tingkat Kemampuan

komunikasi Interpersonal”. Sesi ketujuh bertujuan untuk membantu siswa mengukur tingkat komunikasi interpersonal peserta didik setelah mengikuti layanan bimbingan dengan teknik sosiodrama untuk mengembangkan komunikasi interpersonal. Media yang digunakan adalah instrument komunikasi interpersonal.

J. Evaluasi Dan Indikator Keberhasilan

Mengukur indikator keberhasilan teknik sosiodrama dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa bukan hanya dari hasil yang diperoleh akan tetapi pada bagaimana proses bimbingan tersebut terlaksana. Intervensi dikatakan berhasil apabila siswa menunjukkan perubahan pola pikir, persepsi, dan tindakan yang memperlihatkan perubahan perilaku terutama dalam melakukan komunikasi interpersonal. Kriteria keberhasilan peningkatan komunikasi interpersonal siswa


(5)

dapat dilihat pada hasil post test yang dilaksanakan setelah selesai bimbingan, dengan membandingkan perolehan skor antara pretest dan postest, apabila hasilnya meningkat maka dapat dikatakan peningkatan komunikasi interpersonal siswa berhasil.

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Evi Zuhara, lahir di Aceh tengah, 12 Maret 1989, dari pasangan Hermansyah dan Asnawati. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dengan kakak pertama bernama Wira Yanti, kakak kedua bernama Syarfian dan adik bernama Ayu Agustina. Alamat penulis Jln. Putri Pukes No.145 Kota Takengon Kab. Aceh tengah.

Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis sebagai berikut: 1. MI Negeri 2 Takengon-Aceh Tengah, lulus tahun 2001.

2. MTs Negeri 1 Takengon-Aceh Tengah, lulus tahun 2004. 3. MA Negeri 1 Takengon-Aceh Tengah, lulus tahun 2007.

4. UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris kependidikan Islam Prodi Bimbingan Konseling, lulus tahun 2011


(6)

5. UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) Bandung, Studi Bimbingan dan Konseling, masuk tahun 2012.