Pemanfaatan Mikroba Pengikat N Pada Akar untuk meningkatkan Kesuburan dan Produk Pakan Ternak Berbasis Sistem Tiga Strata Secara in vitro.

PEMANFAATAN MIKROBA PENGIKAT N PADA AKAR UNTUK
MENINGKATKAN KESUBURAN DAN PRODUK PAKAN TERNAK
BERBASIS SISTEM TIGA STRATA SECARA IN VITRO

Oleh:
SRI ANGGRENI LINDAWATI

PROGRAM DOKTOR ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Sang Hyang Widi Wase, berkat
karunia-Nya, makalah dengan judul “Pemanfaatan Mikroba Pengikat N pada Akar
Untuk Meningkatkan Kesuburan Dan Produk Pakan Ternak Berbasis STS Secara In
Vitro” dapat diselesaikan pada waktunya. Melalui kesempatan ini disampaikan
terimakasih kepada dosen pengasuh


Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Suarna, MS dan

Ibu Dr. Ir. I Nyoman Suryani, MS atas saran dan arahannya dalam penulisan makalah
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu mohon saran dan kritik yang bersifat
menyempurnakan, sangat diperlukan. Akhir kata semoga makalah ini dapat dijadikan
salah satu sumber informasi yang bermanfaat bagi yang memerlukan.

Desember
Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................

i


DAFTAR ISI.............................................................................................................

ii

PEDAHULUAN .......................................................................................................

1

Latar Belakang ..............................................................................................

1

Tujuan ...........................................................................................................

3

Manfaat .........................................................................................................

3


PEMBAHASAN .......................................................................................................

4

KESIMPULAN .........................................................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

13

ii

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman pakan merupakan salah satu faktor pendukung dalam perencanaan
produksi ternak oleh sebab itu kualitas dan ketersediaannya harus terus menerus terjaga

sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak. Selama ini ketersediaan hijauan pakan masih
sangat kurang dikarenakan oleh anggapan bahwa tanaman pakan tidak menguntungkan
secara ekonomi. Oleh karena itu pertanian yang mengkhusus dalam memproduksi
tanaman pakan masih sangat jarang di Indonesia. Tanaman pakan biasanya terintegrasi
dalam pengelolaan lahan yang bertujuan untuk konservasi tanah dan air (As-syakur et al.,
2006).
Masyarakat mulai sadar, pentingnya akan ketersediaan pakan ternak dalam
menunjang kebutuhan energinya sekali gus menunjang kebutuhan manusia akan gizi.
Dalam pemenuhan akan gizi masyarakat, yaitu penyediaan daging maka kebutuhan atau
permintaan tanaman pakan sebagai hijauan dan legume akan mengalami peningkatan.
Permasalahan yang sering muncul dalam penyediaan pakan adalah pada saat musim
kemarau dilahan kering,marginal penyediaan pakan kurang bahkan dapat menurunkan
berat badan.

Agustyanto (2003)

menyatakan bahwa beberapa alternative telah

ditawarkan, namun para petani sering mengalami kesulitan untuk mengadopsinya dan
tidak adanya bahan pakan alternatif yang bisa diperolehnya. Nitis (2001) membantu

petani dalam

penyediaan pakan ternak dengan metode yang relative mudah untuk

diterapkan, yaitu “Sistem Tiga Strata” (STS).

Dengan STS berat badan yang turun

tersebut dapat dikembalikan dengan Compensatory Growth. Sistem Tiga Strata adalah
penyediaan

hijauan

berkualitas

sepanjang

tahun

dengan


mengatur

waktu

pemotongan/pemangkasan hijauan untuk ternak (Nitis, 2001). Realita yang terjadi
dimasyarakat berdasarkan survey kelapangan (Bukit Pecatu) pada saat musim kering
hampir semua hijauan tidak tumbuh, seperti rumput mati suri, yang mampu hidup hanya
pohon Gamal namun

terjadi kerontokan daun (masalah dalam penyediaan pakan).

Akhirnya ada suatu pertanyaan, 1. Kenapa hanya gamal yang mampu tumbuh pada daerah
kering pada saat musim kering? 2. Ada apakah pada gamal (akarnya)? Nitis (2001)
menyatakan bahwa pada lahan STS, jenis tanaman akan dapat memberikan kesuburan

2
tanah. Salah satunya adalah bintil akar pada tanaman legumenosa akan memberikan
sumbangan untuk kesuburan tanah. Salah satu cara untuk meningkatkan kesuburan tanah
dan tanaman dengan jalan inovasi teknologi pemanfaatan bakteri pengikat N yang ada

pada bintil akar. Dahlan et al, (2012) melaporkan pada bintil akar akan ditemukan adanya
bakteri pengikat N yang dapat menyerap N pada tanah maupun diudara. Nitrogen banyak
tersedia dalam tanah tetapi lebih banyak pada udara 74%.

Ini tidak dapat langsung

digunakan oleh tanaman tetapi harus difiksasi oleh mikroba penambat N (Nitrogen
tersedia bagi tanaman). Mikroba penambat N ada yang hidup bersimbiosis dan ada pula
yang hidup bebas. Mikroba yang hidup bersimbiosis dalam bintil akar legumenosa adalah
Rhizobium sp, khusus untuk legumenosa, sedangkan mikroba penambat N non
legumenosa simbiosis dapat digunakan untuk semua jenis tanaman sebagai factor tumbuh,
seperti Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Bakteri ini akan dapat menangkap N bebas
diudara. Bakteri ini berfungsi untuk, 1) menjaga kesuburan tanah, 2) mampu menyerap
unsur hara sehingga disebut sebagai factor tumbuh/biostimulan. Mekanisme kerja dari
bakteri ini dapat memperpanjang akar melalui pembentukan sekat-sekat akar sehingga
bintil akar bertambah banyak yang dapat menyebabkan penyerapan unsur hara lebih
banyak. Hal ini menyebabkan tanah menjadi lebih subur karena tersedianya unsur hara
lebih banyak dengan harapan kesegaran tanaman lebih lama/lebih tahan terhadap
kekeringan sehingga untuk jangka panjang dengan harapan yang terprogram dalam STS 4
bulan musim hujan dan 8 bulan musim kering, sehingga masalah penyediaan pakan yang 8

bulan musim kering dapat diperpendek waktunya.
Tanaman pakan ternak yang akan dikembangkan dalam konsep ini, yakni tanaman
kedelai. Jasmal et al, (2010) melaporkan hasil penelitianya bahwa tanaman pangan seperti
kedelai, jerami kedelai dan bijinya dapat dipakai sebagai pakan untuk sapi penggemukan
(sapi potong) karena digunakan sebagai sumber protein. Disamping itu dari

fungsi

tanaman pangan, kedelai sangat baik untuk kesehatan sehingga dapat menciptakan ternak
yang sehat. Kedelai dapat membantu meningkatkan kondisi penyakit ginjal, tekanan
darah tinggi, diabetes. osteoporosis, kanker.
Berdasarkan atas hal diatas, diinovasi teknologi pemanfaatan bakteri pengikat N
untuk meningkatkan kesuburan dan produksi tanaman pakan ternak (kedelai) berbasis
Sistem Tiga Strata.

3
Perumusan Masalah
Perumusan masalahnya adalah :
Bagaimana cara meningkatkan kesuburan tanah dan mengatasi penyediaan pakan ternak
dan ketahanan tananam pada musim kemarau di lahan STS (kering, marginal, kritis)


Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Tiga Strata
2. Untuk mengetahui mekanisme mikroba pengikat N pada akar dapat meningkatkan
kesuburan dan produk pakan ternak berbasis STS melalui perbanyakan akar dan bintil
akar.
3. Dapat dikembangkannya pemanfaatan bakteri pengikat N sebagai factor tumbuh untuk
kesuburan dan mempersiapkan tanaman pakan hijauan didaerah /lahan STS.

Manfaat
1. Terciptanya konsep penggunaan jasa mikroba dalam pola tanam pakan ternak
2. Dapat berfungsi sebagai fungisida
3. Terdukungnya pengembangan Sistem tiga strata (termodifikasi) melalui penggunaan
jasa mikroba.
4. Ketahanan tanaman pakan ternak dapat diperpanjang.

PEMBAHASAN

Sistem Tiga Strata (STS).

Dalam penyediaan pakan ternak, yang menjadi problem, adalah

pada saat

penyediaan pakan pada musim kemarau, sehingga Nitis (2001) memperkenalkan hasil
penelitian pola tanam pakan ternak dengan Sistem Tiga Strata.
Konsep Sistem Tiga Strata, diperuntukkan untuk daerah iklim E (5 bulan musim
hujan dan 7 bulan musim kering) dan daerah iklim F (4 bulan hujan dan 8 bulan musim
kering). Persediaan pakan hijauan pada musim hujan berlebih sehingga ternak ruminansia
tumbuh dengan cepat dan kekurangan pada saat musim kemarau menyebabkan lambat

4
bahkan turun berat badannya. Dengan pertumbuhan kompensasi, turunnya berat badan
dapat dikejar asal tidak lebih dari 20% berat badan. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
STS.
Sistem Tiga Strata adalah menyediakan hijauan berkualitas sepanjang tahun yaitu
dengan mengatur waktu pemotongan/pemangkasan hijauan untuk ternak (Nitis, 2001).
Pola penyediaan pakan dibedakan atas 3 bagian, yaitu :
1. Strata 1: pada musim hujan sebagian besar sumber pakan ternak berasal dari
rumput dan leguminosa

2. Strata 2: pada musim kering sebagian hijauan makanan ternak berasal dari semaksemak.
3. Strata 3: akhir musim kering sebagian besar hijauan makanan ternak berasal dari
pohon.
Dengan mengintegrasikan tanaman leguminosa pada STS, diharapkan kesuburan
lahan akan bertambah karena sumbangan nitrogen dari bintil-bintil akarnya. Disamping
itu nilai gizi ransum ternak berkualitas karena legumenosa, kadar proteinnya lebih tinggi
dari non legumenosa.

Deskripsi STS
Lahan yang digunakan untuk STS ini seluas 25 are, yang terdiri dari 3 bagian, yaitu :
-) Bagian inti seluas 1600 m2, bagian ini terletak ditengah unit. Lahan ini ditanami
jagung, kedele, ketela pohon atau tanaman lain (cengkeh, vanili, kelapa). Tata cara
penanamannya seperti yang biasa dilakukan petani.
-) Bagian selimut, lahan ini seluas 900 m2 yaitu lahan yang terletak antara bagian inti
dan bagian pinggir. Pada bagian ini ditanami rumput seperti bafel, orokloa dan
panikum serta leguminosa seperti sentrosemia, stelo verano dan stelo skabra.
-) Bagian pinggir adalah bagian paling luar yang mengelilingi bagian selimut dengan
keliling 200 m2 yang menjadi batas keliling dari satu unit STS. Lahan ini ditanami
semak dan pohon bunut, santan dan waru dengan jarak tanam 5 meter disekeliling
unit tersebut. Diantara 2 pohon tersebut ditanami 50 gamal dan diantara 2 pohon
berikutnya ditanami

lamtoro atau akasia vilosa dengan jarak tanam 10 cm

sehingga satu unit STS dikelilingi pagar hidup yang terdiri atas 100 semak gamal

5
dan 1000 semak lamtoro (Strata II). Sebanyak 14 pohon bunut, 14 pohon santan,
14 pohon waru (Strata III), maka akan diperoleh setiap 2500 m2 STS akan terdapat
1600 m2 tanaman pangan, 900 m2 rumput dan legumenosa 2000 semak dan 42
pohon.

Manfaat STS
Manfaat diterapkan STS pada lahan tanaman pakan hijauan :
1. Meningkatkan persediaan dan mutu hijauan makanan ternak.

Setiap unit

STS

terdapat 9 are rumput dan leguminosa, 2000 semak dan 42 pohon. Hal ini akan
meningkatkan persediaan hijauan sebesar 48 %. Daun leguminosa sentrosema, stelo
skabra dan stelo verano pada stratum 1. Daun gamal, akasia velosa dan lamtoro pada
stratum 2 mengandung protein 18-25.
2. Menyediakan hijauan sepanjang tahun, dengan memotong hijauan sesuai dengan pola
STS yaitu S1 pada musim hujan, S2 pada pertengahan musim kering dan S3 pada
akhir musim kering.
3. Mempercepat pertumbuhan dan reproduksi ternak, mutu hijauan meningkat maka sapi
jantan tumbuh 13% lebih cepat, sapi betina beratnya hingga 81% dan interval
birahinya lebih cepat 31%, frekuensi birahi menjadi 69 % lebih sering, berat anak lahir
12% lebih tinggi dan berat anak waktu sapih 18% lebih besar (Agustyanto, 2003),
perkembangan didaerah Nusa Penida. Disamping itu STS juga mengurangi waktu
memelihara ternak,karena makanan sudah tersedia.
4. Meningkatkan kesuburan tanah, bintil akar dari tanaman legumenosa yang dapat
melepaskan nitrogen untuk tanaman disekitarnya. Sedangkan akar dan daun rumput,
semak dan pohon yang melapuk juga bisa meningkatkan humus tanah.
5. Mengurangi erosi, bagian selimut dan bagian pinggir dari STS dapat menahan air
hujan diatas tanah sehingga tidak mengalir dengan deras, sehingga erosi pada tanah
miring dapat dikurangi sebesar 45%.
6. Menyediakan kayu api dan kayu keras.
7. Menyediakan bibit untuk perluasan STS.
8. Merangsang timbulnya kegiatan penunjang.
9. Menambah kehijauan dan keindahan lingkungan.

6

Gambar 1.Denah Sistem Tiga Strata
.
Integrasi STS Dengan ternak
Ternak (sapi,kambing, 7 ayam kampung) diintegrasikan pada tahun ke 2. Lahan 9
are rumput dan 2000 semak serta 42 pohon menyediakan cukup pakan untuk 1 ekor sapi
berat 375 kg, atau satu ekor induk dengan satu ekor pedet sapih atau 6 ekor kambing
dengan berat masing-masing 60 kg.

Satu ekor STS cukup untuk 25-50 ekor ayam

kampung.

Pakan Ternak Berbasis STS Termodivikasi Dengan Tanaman Kedelai
Jenis tanaman yang akan dimodivikasi dalam sistem tiga strata dalam makalah ini
yakni pada Strata I yang bertujuan untuk sapi penggemukan atau sapi potong. Jasmal et
al, (2010) ketersediaan pakan ternak sangat terbatas baik dari segi jumlah dan kualitas.
Oleh karena itu harus terjadi integrated dengan tanaman pangan sehingga memperoleh
limbah maupun tanaman pangannya sebagai pakan ternak dari biji maupun jeraminya.

7
Terkait dengan sistem tiga strata yaitu penerapannya pada lahan kering maupun marginal,
sehingga untuk memodivikasi diperlukan tanaman yang mampu tumbuh di lahan tersebut.
Kedelai merupakan tanaman legumenosa yang mampu tumbuh dilahan marginal. Lahan
marginal adalah lahan yang tidak terurus oleh campur tangan manusia sehingga
merupakan lahan kritis.

Nitis (2001) menyatakan bahwa jenis-jenis tanaman dalam

system tiga strata, yakni pada Strata I (rumput dan leguminosa (leguminosa sentrosema,
steloskabra dan steloverano)). Strata II, terdiri dari tanaman semak (gamal, akasia velosa
dan lamtoro). Pada Strata III terdiri dari pohon. Pakan ternak system strata tiga yang
termodivikasi dapat dilihat pada Gambar. 1 dibawah ini dengan mengganti legumenosa
pada Strata 1 dengan jenis legumenosa yang lain yaitu kedelai.
Tanaman kedelai digunakan sebagai pengganti legumenosa pada Strata 1
disebabkan, 1) tanaman kedelai dapat tumbuh pada lahan marginal, kering tetapi
memerlukan hara tinggi protein karena itu perlu pupuk dalam penanaman. Untuk
mengantisipasi hal ini dicoba menggunakan bakteri pengikat N untuk membantu
penyediaan unsur hara. 2) dalam hal ini bertujuan untuk pemeliharaan sapi potong
(penggemukan) karena kedelai berfungsi sebagai sumber protein. Anonimous (2006)
menyatakan bahwa sifat fungsional kedelai, yakni mempunyai efek menyehatkan karena
mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam linoleat dan
linolenat, membantu kesehatan jantung, kolesterol, tekanan darah tinggi, osteoporosis dan
ginjal.

Mikroba Pengikat N sebagai Unsur Hayati
Hara hayati merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah
sebagai inokulan untuk membantu tanaman menyediakan unsur hara. Hara hayati ini juga
menghasilkan hormon tumbuhan, asam amino, vitamin, dan dapat berfungsi sebagai
fungisida. Biswas et al, (2000) melaporkan bahwa bakteri yang bermanfaat dan bersifat
sebagai pupuk untuk mengembalikan kesuburan tanah termasuk kedalam bakteri PGPR
(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) seperti bakteri penambat nitrogen yaitu genus
Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum dan bakteri pelarut pospat seperti genus Bacillus,
Pseudomonas, Arthrobacter, Bacterium dan Mycobacterium. Saraswati dan Sumarno
(2008) bakteri tersebut mempunyai peran penting dalam mendukung terlaksananya

8
pertanian ramah lingkungan melalui berbagai proses seperti dekomposisi bahan organic,
fiksasi hara, pelarut hara, nitrifiksi dan denitrifikasi. Kyuma (2004) Rhizobium (Root
Nodulating Bacteria) adalah bakteri yang mampu menambat protein dari udara melalui
simbiosis dengan membentuk bintil akar pada tanaman leguminosa, sedangkan
Azotobacter, Azospirillum merupakan bakteri non simbiotik yang berasosiasi dengan
berbagai tanaman. Bakteri tersebut mempunyai kemampuan menambat nitrogen bebas
dari udara sehingga unsur N tersedia bagi tanaman serta sebagai pemantap agregat tanah
dan interaksinya akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.

Aguskrisno (2012)

bentuk N diatmosfir yaitu, ammonia (NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O),
nitrogen oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2). Bakteri ini juga menghasilkan hormone
pertumbuhan dan juga mampu merombak bahan organik (selulosa, amilosa) di dalam
tanah dan bakteri ini dapat menghambat bakteri pathogen melalui sintesis senyawa
antibiotic. Widawati dkk (2015) melaporkan bahwa bakteri Rhizobium leguminosa,
Bacillus, Azotobacter dan Azospirillum dapat melarutkan pospat dan nitrogen dengan
kisaran pH 5.1- 6.0 dengan populasi 109 cfu/mL. Bakteri ini juga menghasilkan hormon
IAA yaitu diperoleh pada Bacillus, Azotobacter dan Azospirillum berturut-turut 6.08;
6.14; 6.21 ppm. Khamali et al, (2015), melaporkan hasil penelitianya, bahwa bakteri
tersebut menghasilkan juga hormone IAA , acetoin dan urease yang berfungsi untuk
membantu pertumbuhan tanaman.

Manfaat Mikroba Pengikat N Dalam Meningkatkan Kesuburan Tanah
Hindersan dan Simarta (2004) menyatakan bahwa kesehatan biologis suatu tanah
akan banyak ditentukan oleh dominansi dari rizobakteri yang diberikan mikroba tanah
sehingga tanaman mendapatkan manfaat yang optimal dari rizobakter yang diberikan.
Beberapa hasil penelitian yang membuktikan bahwa bakteri pengikat N dapat
meningkatkan kesuburan tanah, seperti Widawati et al, (2015) melaporkan hasil
penelitianya bahwa tanah yang dipergunakan untuk melakukan penelitian tanaman kedelai
itu memiliki kualitas yang rendah dengan terlihatnya total plat count

yang bersifat

biofertilizer 104 -105 cfu/g. Keadaan tanah seperti ini termasuk tanah tidak subur atau
marginal. Obaton (1977) tanah subur itu mengandung total plate count 10 7 dan semakin

9
tinggi populasi mikroba tanah, akan makin tinggi aktivitas biokimiawinya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat Pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa tanah sebelum dan sesudah tanam (pemupukan)
Sampel

pH tanah

P tersedia(mg/g)

Total plate count(cfu/g)

Tanah asal

5.80

0.65a

1.00x105

Tanpa pupuk

5.80

0.65a

1.00x105

Pupuk kompos

6.45

0.81c

2.00x106

Pupuk kimia

6.44

0.72d

1.00x105

POH azofir 1

7.02

0.91d

3.00x107

POH azofor 2

7.01

0.83c

3.00x107

POH azofos

7.04

0.95d

3.00x107

POH mix

7.12

0.95d

4.00x107

Tanah sesudah panen
7

Keterangan:
1 : inokulan cair dari bakteri Bradyrhizobium japonicum,Rhizobiun1,Rhizobium2,Rhizobium
3,Azotobacter dan Azospirillum
POH azofor 2 : Rhizobium leguminosarum,burkhoderia cepacea,Bcenospacea,Banthiana,Azotobacter
dan Azospirillum
POH azofos
: B. cereus, B.thuringiensis, B. megaterium,B .phantothenticus,Azotobacter dan
Azospirillum
Bakteri ini diinkubasi selama 1 minggu hingga total plate count 108-109 cfu/g
POH azofor

Mikroba Pengikat N Dalam Meningkatkan Produk Tanaman dan Mekanismenya
Bakteri pengikat N (Rhizobium, Azotobacter dan Azospirillum) mengikat unsur
nitrogen dari lingkungan sekitar. Dalam penyediaan pakan ternak, yang menjadi problem,
adalah pada saat penyediaan pakan pada musim kemarau, sehingga Nitis, (2001)
memperkenalkan hasil penelitian pola tanam pakan ternak dengan Sistem Tiga Strata.
Tentang konservasi tanahnya, langsung dari jenis tanaman tersebut, yaitu tanaman pada
kemarau rontok daun nantinya sebagai humus, dan juga dari bintil akar tanaman dari
leguminosa yang dapat memberi kesuburan tanah. Dalam konsep ini bertujuan untuk
memperbanyak bintil akar sehingga tanaman legumenosa pada musim kemarau masih
bertahan sebagai persediaan pakan ternak yang segar. Biswas et al, (2000), menyatakan
bahwa salah satu cara inovasi teknologi untuk menyuburkan tanah dengan menggunakan
bakteri yang bermanfaat dan bersifat memupuk

untuk meningkatkan kemampuan

10
tanaman dalam menyerap unsur hara sehingga kualitas dan kuantitas tanaman dapat
ditingkatkan,

dikelompokan

dalam

bakteri

PGPR

(Plant

Growth

Promoting

Rhizobacteria), merupakan bakteri penambat N seperti, genus Rhizobium, Azospirillum
dan bakteri pelarut fospat seperti, Bacillus dan Pseudomonas, Arthrobacter, Bacterium
dan Mycobacterium. Rhizobhium, bakteri yang mampu menambat N dari udara melalui
simbiosis dengan membentuk bintil akar pada tanaman legumenosa (Kyuma, 2004).
Azospirillum dan Azotobacter merupakan bakteri non smbiotik yang berasosiasi dengan
berbagai tanaman dengan kemampuannya menambat nitrogen bebas dari udara sehingga
unsur N tersedia bagi tanaman serta sebagai pemantap agregat tanah dan interaksinya
akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dengan memperbanyak bintil akar. Selain
itu juga menghasilkan hormon pertumbuhan dan mampu merombak bahan organic
selulosa, amiselulosa didalam tanah dan sekaligus mampu menghambat patoghen melalui
sintesis senyawa antibiotik sehingga pemanfaatan mikroba penambat N sekaligus dapat
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri pathogen pada tanah. Khamali et al,
(2015) bakteri pengikat N termasuk sebagai bakteri penghasil acetoin dan menghasilkan
hormon sebagai factor tumbuh yang akhirnya disebut Plant Growth Promoting (IAA).
Akbar e tal, (2007), melaporkan semua isolat hasil identifikasi dari akar kedelai
menghasilkan hormone IAA (Bacillus cereus (6.08), Azotobacter (6.14) dan Azospirillum
(6.21)). Alexander (1977) menyatakan bahwa Azotobacter merupakan bakteri fiksasi N2
yang mampu menghasilkan substansi pemicu tumbuh IAA sehingga (Gholami et al,
(2009)) dapat memicu pertumbuhan akar. Widawati et al, (2015) melaporkan hasil
penelitiannya bahwa efektifitas bakteri penambat N pada pertumbuhan tanaman kedelai
lebih unggul dibandingkan bakteri pelarut fosfat dan pupuk lain serta kontrol pada tanah
marginal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

11
Tabel 2. Hasil Panen Kedelai per 10 pohon
Perlakuan

Tanpa
pupuk
Pupuk
kompos
Pupuk
kimia
POH azofor
1
POH azofor
2
POH
azofos
POH Mix

Berat
tanaman
/10
pohon
290a


bintil
akar/10
pohon (butir)

Berat
Polong/10pohon (g)

∑ polong/10 pohon
(buah)

Berat
pohon

78a

150.50a

380a

87.42a

290a

97c

150.85a

372a

99.94bc

320ab

85b

151.20a

397a

100.7c

440cd

119e

227.42d

483cd

126.4e

400c

112d

183.04c

460bc

116.37d

360b

98c

177.12b

425ab

103.3c

480d

129f

229.40d

512d

130.5e

biji/10

Mekanisme kerjanya, bakteri penambat N akan menghasilkan acetoin (3 hydroksibutan2- butanone) dan enzim urease. Acetoin merupakan senyawa volatile yang dihasilkan oleh
bakteri yang berfungsi sebagai pemicu dalam proses stimulasi pertumbuhan tanaman dan
juga dapat menginduksi ketahanan tanaman ( Ryu et al, 2003). Taghavi et al, (2009)
acetoin berperan penting dalam menstimulasi terjadinya proses

organogenesis

(morphogenesis) tanaman sehingga pembentukan organ-organ tanaman lebih cepat
sehingga pertumbuhan tanaman semakin cepat. Diperjelas oleh Rudrappa et al, (2010)
acetoin dapat meningkatkan pembentukan jumlah cabang, akar, dan bunga. Sedangkan
urease adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3, selanjutnya
NH3 akan diserap oleh akar menjadi N bagi tanaman sehingga meningkatkan efisiensi
tanaman dalam penggunaannya. Khamali et al, (2015) dalam penelitiannya melaporkan
bahwa penggunaan mikroba pengikat N ( termasuk bakteri penghasil acetoin dan urease)
yang digunakan sebagai inokulan dengan metode seed coating dengan tujuan agar bakteri
tersebut seawal mungkin dapat menempel benih. Dalam kondisi lembab, diameter poripori kulit benih akan lebar sehingga memudahkan inokulan untuk masuk dan menetap
didalam benih sehingga pada saat benih berkecambah bakteri-bakteri tersebut sudah
mendominasi perakaran tanaman akibat terbentuknya kolonisasi bakteri dengan harapan
kualitas dan kuantitas tanaman seperti terlihat dalam Tabel 3.

12
Tabel 3.

Pengaruh acetoin-producing terhadap tinggi tanaman, diameter batang,
kandungan klorafil, jumlah bintil akar, berat kering akar, berat kering
tanaman kedelai

Perlakuan

Tinggi
tanaman

Diameter
batang
(mm)

Kandungan
Jumlah
klorofil (SPAD bintil akar
unit)
7a

Berat
kering
akar
(gr)
1.70 a

Berat
kering
batang
(gr)
14.60 a

Kontrol

30,25 c

0,622 a

38,7 a

K. pneumonia A552

34,42 b

1,039 b

51,2 b

19 c

2.15 b

17.30 b

K. variicola 04

35,12 ab

1,352 b

49,7 b

34 d

2.25 b

18.95 c

P. mirabilis AL3Ba

34,52 b

1,350 b

49,8 b

18 c

2.20 b

18.15 c

P. rettgeri AL2TT

37,07 a

1,854 b

50,1 b

18 c

2.34 b

19.70 c

K. pneumonia 06

33,82 b

1,352 b

47,9 b

12 b

1.90 a

16.25 b

Nilai yang diikuti huruf yang sama pada masing-masing perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P