Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari D 902008006 BAB II

Bab Dua

CATATAN DARI LAPANGAN

Pendahuluan
M etode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yangoleh sejumlah individu
atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan (Basrowi & Suwandi, 2008; Riduwan & Kuncoro, Engkos,
2008; Ruslan, 2008; Strauss & Corbin, 2007; M arshall, Catherine &
Gretchen, 1989). Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upayaupaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
prosedur-prosedur, menganalisis data secara induktif mulai dari tematema yang khusus ke tema-tema yang umum dan menafsirkan makna
data. (Creswell, 2013:4)1. Penelitian ini menerapkan cara pandang
penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual,
dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.
Dalam
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
penelitian
sebagaimana dirumuskan di atas, maka proses penelitian ini

menyandarkan pada paradigma penelitian intepretatif dengan
menggunakan metode kualitatif. Pengertian paradigma penelitian
interpretatif yang dimaksudkan disini berhubungan dengan bagaimana
cara untuk memperoleh pengetahuan (dalam rangka menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian) yang didasarkan pada proses
pemahaman melalui intepretasi dan pemaknaan dari realitas sosial
terkait penelitian ini, yang tentu saja juga melibatkan proses intepretasi
dan pemaknaan dari si peneliti (secara subyektif) terhadap hasil
pengamatan atau temuan lapangan selama proses penelitian ini,
1 Creswell John W., 2013,” Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed ”, Edisi Ketiga, Pustaka Pelajar Yogyakarta

17

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

sehingga disertasi yang disajikan disini merupakan bahan dasar dari
hasil intepretasi dan pemaknaan (Gunawan, 2012; M arshall, Catherine
& Gretchen B Rossman, 1989).
Sedangkan maksud paradigma intepretatif adalah bahwa secara

epistimologi penulis tidak menganut aliran positivisme, karena
memang justru penulis memiliki sifat kritis dan secara ontologis
menggunakan aliran konstruksionis, dengan alasan bahwa dari hasilhasil lapangan, penulis mengkonstruksi data-data lapangan sehingga
memunculkan hasil-hasil penelitian.
Dalam penulisan penelitian ini, penulis memasukkan tinjauan
pustaka di dalam bab pendahuluan. Dengan posisi ini, pustaka atau
literatur berfungsi sebagai dasar teotiris (theoretical foundation) atas
masalah penelitian sehingga tinjauan pustaka tidak dibuat dalam bab
yang terpisah (Creswell, 2013: 42; Sugiyono, 2009).

M engapa Komunitas Desa Blimbingsari
Bagi penulis, seorang Bali yang memeluk agama Kristen
Protestan, Desa Blimbingsari merupakan desa yang tidak asing.
Terlebih lagi penulis bernaung di bawah Gereja Kristen Protestan di
Bali yang kerap mengadakan acara-acara rohani di Desa Blimbingsari.
Hal ini juga karena sejarah Gereja Kristen Protestan di Bali tidak dapat
dilepaskan dari sejarah Desa Blimbingsari.
Desa Blimbingsari terletak di kecamatan M elaya, Kabupaten
Jembrana, Bali, dengan penduduk mayoritas beragama Kristen
Protestan di tengah-tengah masyarakat Bali yang sebagian besar

menganut agama Hindu. W arga desa yang merupakan orang-orang Bali
asli ini walau telah berpindah agama namun tidak meninggalkan
kebudayaan asli mereka. Keunikan desa ini dapat dilihat dari arsitektur
gereja yang jika dilihat dari depan nampak seperti sebuah pura. Tata
ruang dalam membangun desa pun masih memegang kebudayaan Bali
yang kuat.

18

Catatan Dari Lapangan

Berawal dari sebuah desa pembuangan (meselong) yang miskin
yang tidak berpengharapan hingga menjadi salah satu desa di
Kabupaten Jembrana yang pada tahun 2011 terpilih dan ditetapkan
oleh Gubernur Bali menjadi desa wisata dan berhasil membangun
perekonomian Desa Blimbingsari dalam kurun waktu yang cepat. Hal
inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian di
Desa Blimbingsari untuk melihat bagaimana proses tranformasi ini bisa
terjadi serta faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi sehingga
tranformasi di Desa Blimbingsari ini bisa terjadi.

Desa Blimbingsari yang terletak sekitar 25 km ke arah barat
pusat kota Negara, Jembrana yang merupakan desa Kristen pertama di
Bali dengan mayoritas penduduknya yang beragama Kristen
(Protestan). Sepintas lalu sepertinya nyaris tidak ada yang berbeda
dengan desa tradisional lainnya yang ada di Bali. Dari bentuk
bangunan, pakaian, bahasa bahkan nama pendudukpun juga
menggunakan nama Bali seperti Putu, M ade, Nyoman dan lainnya.
Tentu saja karena mereka merupakan orang-orang Bali dan bukan
pendatang dari pulau lain. W alaupun telah beralih agama tetap
memegang kebudayaan dan mempertahankan indentitas kebaliannya.
Bahkan kebudayaan bali tidak hanya diserap dalam arstitektur gedung
gereja namun juga nampak dalam setiap hari raya umat kristiani.
Dimana ibadah diiringi gamelan Bali dengan pelayanan dalam Bahasa
Bali serta penggunaan pakaian adat Bali. Hal inilah yang membuat desa
ini menjadi unik dan menarik.

M enuju Lokasi Penelitian
Tidaklah sulit untuk mencapai Desa Blimbingsari yang terletak
di sebelah barat pulau Bali ini. M enempuh waktu kira-kira 2,5 jam dari
kota Denpasar kita akan sampai di desa ini. Tiba di Desa Blimbingsari

ini bagaikan melepaskan kepenatan kota yang hiruk pikuk dengan
kesibukan dan kebisingannya. Suasana tenang dan damai desa ini
membuat penulis terlena untuk beristirahat sejenak melepaskan lelah
setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang.
19

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

Berbekal surat ijin melakukan penelitian dari Program Pasca
Sarjana Doktor Studi Pembangunan (PPsDSP) UKSW , penulis
menemui Kepala Desa Blimbingsari I M ade John Ronny. Kepala desa
Blimbingsari menunjukkan penerimaan yang baik dan memudahkan
penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Dapat dikatakan
bahwa berkat bantuan Bapak Kepala Desa Blimbingsari, penulis dapat
melakukan observasi, pengamatan langsung dan wawancara mendalam
dengan semua informan.
Namun walau saya memiliki pertemanan dan persahabatan
yang baik dengan Kepala Desa M ade John Ronny, tetap saja peneliti
mengadakan pendekatan dengan orang lain (informan) di luar dia.
Seperti aparat desa di bagian kepala urusan (bidang), pemimpin

wilayah atau enjungan dan pemimpin gereja serta majelis jemaat. Tidak
hanya itu, penulis juga bertemu dengan para pengusaha Blimbingsari
dan melakukan pendekatan-pendekatan agar saat proses pengumpulan
data lebih lengkap dan bisa menjalin kepercayaan. Awalnya penulis
merasa canggung untuk memulai percakapan. Tetapi akhirnya dari
perjumpaan dengan para pengusaha tersebut terbuka relasi dan penulis
menjadi lebih dekat. Cara agar tidak canggung penulis lakukan dengan
makan siang bersama di keluarganya, walau sebenarnya agak malu
untuk makan bersama dengan orang yang belum terlalu kita kenal,
atau ikut mendengarkan dan diskusi dengan mereka setelah selesai
makan.

Penelitian di Desa Blimbingsari
Pilihan wilayah akan memusatkan di Blimbingsari sebagai unit
pengamatan, didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut. Pertama,
bahwa dari awalnya desa ini adalah desa untuk pembuangan
(meselong) yang miskin yang tidak berpengharapan, sampai saat ini
menjadi desa Blimbingsari yang terpilih menjadi desa wisata dan
makmur di Kabupaten Jembrana, yang mendapat bantuan dana dari
Propinsi Bali. Kedua, Desa Blimbingsari terletak di kecamatan M elaya,


20

Catatan Dari Lapangan

Kabupaten Jembrana, Bali, dengan mayoritas penduduknya beragama
Kristen Protestan, walau berada di tengah-tengah masyarakat yang
mayoritas Hindu. Artinya desa ini memiliki keunikan tersendiri yaitu
terkenal dengan Desa Kristen (Pasikian Pekraman Kristen), belum
pernah ada desa pekraman yang didasari oleh ajaran Kristen di Bali.
Ketiga, Luas tanah sekitar 400 (empat ratus) hektar, yang jumlah
penduduknya sekitar 230 (dua ratus tiga puluh) kepala keluarga
diberikan dengan “cuma-cuma” oleh pemerintahan Belanda pada tahun
1931, berhasil membangun ekonomi Desa Blimbingsari dengan luar
biasa. Keempat, W arga Blimbingsari memiliki banyak wirausaha yang
sukses dalam bidang ternak sapi, ayam, babi dan lele serta hasil-hasil
perkebunan seperti kopi, coklat dan kelapa. Kelima, desa ini mau
menerapkan nilai-nilai kearifan lokal dalam mendukung pembangunan
lokal. Selanjutnya secara detail akan dibahas di bab empat tentang
kemajuan Desa Blimbingsari.

Selain pertimbangan metodologis, pemilihan Blimbingsari
sebagai unit amatan juga karena alasan praktis. W ilayah Blimbingsari
sudah dikenal dengan baik oleh penulis, sehingga akan mempermudah
untuk mengorganisir dan mendapatkan data, bertemu informan kunci
dan membuat penelitian ini akan lebih mendalam.

M embuka Relasi
Saat kepala desa Blimbingsari memperkenalkan penulis dengan
sesepuh desa, disanalah penulis melihat suatu jalan dan lebih memiliki
relasi lebih dalam dengan para warga senior, pengusaha (entrepreneur
Blimbingsari), seperti peternak ayam, penjual buah kelapa, penjual
coklat, peternak sapi, peternak babi, peternak lele, pedagang
kelontong, penjual air isi ulang, pemilik sawah, hutan sengon, warung
makan dan pemilik guest house/villa. Bahkan penulis bisa bertemu
dengan pemanjat kelapa dan pengusaha pembuat gula kelapa yang
sangat sederhana.

21

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari


Tidak hanya sampai disitu, penulis juga ikut masuk ke ladang,
sawah dan perkebunan yang mereka miliki, dan ikut dalam kegiatan
dan usaha mereka. Ini menjadi hal yang menarik bagi penulis, yang
biasanya penulis hidup di kota yang bergelimangan dengan tamu
wisata/tourist dan hidup gemerlapan dengan dunia diskotik serta
kemewahan hotel dan restoran. Namun demikian, penulis merasa
tertarik dan tertantang untuk melakukan penelitian.

M endapat Fasilitas Kepala Desa
Transport yang penulis pakai dari kota Denpasar ke
Blimbingsari adalah kendaraan pribadi. Jaraknya yang cukup jauh dari
Kota Denpasar, membuat letih dan lelah sebelum masuk ke Desa
Blimbingsari untuk mengadakan wawancara, observasi dan
dokumentasi. Penulis mengumpulkan data dan melakukan wawancara
mendalam serta melakukan dokumentasi semua aktivitas. Setiba di
rumah kepala desa, penulis disuguhi kopi, dan teh serta beberapa kue
pisang goreng dan nagasari.
Setelah menikmati kudapan yang
disiapkan, penulis minta ijin untuk berdiskusi dengan Bapak Kepala

Desa tentang rencana penelitian dan bertemu sesepuh atau warga
senior Blimbingsari (Ibu Ni W ayan Kari, Bapak I Gusti Rata dan Bapak
Sunarya), pemerintah desa dinas (Kelian desa, juru arah dan jarannya),
Pengurus dan M ajelis Gereja Pniel Blimbingsari (Pdt. Ketut Suyaga
Ayub dan majelis jemaat GKPB Pniel Blimbingsari) serta komite
pariwisata (Pak Sudigda, M urti dan Ibu Cahya Herani A). Tentu semua
itu difasilitasi oleh kepala desa. Seperti untuk masuk ke ladang dan
sawah serta ke tempat usaha-usaha mereka, penulis menggunakan
sepeda motor milik kepala desa, kadang-kadang meminjam motor milik
salah satu keluarga kepala desa atau penduduk yang sudah dikenal.
Penulis, biasanya tinggal dan berdiam sejenak di rumah kepala desa
dan Pdt. Ketut Suyaga Ayub setelah dari observasi dan wawancara,
bahkan terkadang langsung diantar ke sumber data (informan) secara
mandiri. Karena sudah dekat dengan kepala desa dan tidak jarang
penulis makan di rumah Bapak Kepala Desa, M ade John Ronny, sambil
22

Catatan Dari Lapangan

menanyakan tentang perubahan-perubahan Desa Blimbingsari dan

jikalau kami merasa kurang lengkap, untuk mengumpulkan data, kami
datang lagi ke Pak Kepala Desa dengan membuat janji terlebih dahulu.

M embangun Komunikasi dan Peralatan Penelitian
Sebagai peneliti, penulis harus elegan dan rendah hati agar bisa
membangun komunikasi yang efektif dengan para informan. Karena
penulis yang membutuhkan data dan informasi, maka sering penulis
meminta nomer handphone atau nomer telepon rumah agar bisa
menjalin komunikasi. Jikalau penulis mau bertemu untuk mengamati
dan meneliti atau mengumpulkan data, bisa lebih cepat prosesnya.
Disamping itu juga karena sudah ada rekomendasi dan himbauan dari
kepala desa, bahwa penulis akan melakukan penelitian maka biasanya
lebih cepat akrab dengan informan. W alaupun begitu, penulis tidak
gegabah, artinya tetap membuat surat permohonan kepada Kecamatan
M elaya, Kelurahan Desa Blimbingsari yang dibuat oleh PPs-DSP
Universitas Kristen Satya W acana (UKSW ), yang isinya untuk
memohon ijin untuk meneliti, baik di pemerintahan maupun di gereja.
Tanpa ada rasa kepercayaan, bisa saja informasi yang diberikan hanya
yang baik-baik saja. Cenderung datar, dan harmonis saja. Ketika rasa
percaya timbul dan tumbuh, penulis tidak lagi dianggap orang asing
tetapi sudah dianggap seperti orang dalam atau saudara dalam
komunitas tersebut. Sehingga berpengaruh untuk pengumpulan data
yang ‘apa adanya’ (Creswell, 2007).
Sebelum melakukan kegiatan penelitian, berbagai persiapan
sudah dilakukan sejak awal. Kesiapan sangat diperlukan sebelum
peneliti mulai masuk lokasi penelitian. Semua kebutuhan terkait secara
matang dipersiapkan sehingga tidak mengganggu jalannya penelitian.
Kebutuhan terkait itu seperti korespondensi, buku catatan lapangan,
pedoman wawancara, kamera, dan voice recorder (perekam suara).
Adapun peralatan yang penulis bawa adalah alat digital voice
recorder (perekam suara) yang ukurannya kecil yang bisa masuk di
23

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

kantong baju yang tidak ribet untuk merekam suara informan
(rekaman proses). Hasil rekaman ini setidaknya sangat membantu
untuk didengar kembali dan dibuat transkripnya. Rekaman suara dari
informan sangat vital, sehingga menghindari catatan yang terlupakan
atau yang tidak sempat terakomodasi. Kadang-kadang saking asiknya
diskusi penulis tidak sempat mencatat, namun karena ada rekaman, hal
ini sangat membantu penulis.

Proses dan Dinamika serta Etika Pengumpulan Data
Lapangan
Setidaknya ada proses utama dalam proses pengumpulan data
lapangan yaitu observasi dan wawancara mendalam (M oleong, 2009;
Strauss & Corbin, 2007). Proses ini selalu dengan seksama, hati-hati,
dan kritis. Tujuan pentingnya melihat reaksi dari objek penelitian:
apakah mereka benar-benar sudah menerima penulis dengan kerelaan
hati, untuk melakukan proses penelitian dan pengambilan data.
Sebelum melakukan proses pengambilan data, langkah yang harus
dipersiapkan lebih awal adalah mengecek kembali pedoman
wawancara yang telah disusun, disesuaikan dengan tujuan penelitian.
W alaupun dalam prosesnya (wawancara) ada indikator-indikator,
pertanyaan-pertanyaan lain yang akan muncul (biasanya) untuk
ditelusuri dalam wawancara.
W awancara mendalam (in-depth interview) baru benar-benar
terealisasi secara maksimal setelah rasa kepercayaan itu muncul,
dengan demikian tidak ada informasi yang ditutup-tutupi atau
dirahasiakan, kecuali hal-hal tertentu yang secara etis harus penulis
jaga. Saat wawancara mendalam tidak ada alat perekam atau
menyibukan diri dengan dokumentasi. Keduanya benar-benar sangat
mengganggu jika dilakukan saat wawancara mendalam dan Informan
menjadi merasa tidak nyaman. Biasanya pencatatan dilakukan pada
malam hari.

24

Catatan Dari Lapangan

Dari percakapan dengan kepala desa ini terpancar jalan-jalan
untuk menemui para sesepuh dan orang-orang kunci sebagai informan
yang sangat membantu peneliti, seperti I Gusti Rata sebagai warga
senior yang paling lanjut usianya di Blimbingsari, yang nantinya akan
memberikan kesaksiannya dan informasi tentang bagaimana
orangtuanya berpindah kepercayaan (konversi agama dari Hindu ke
Kristen) dan berpindah menuju ke Blimbingsari dari Badung Selatan ke
Alas Cekik, Jembrana, kemudian Pak Pdt. W ayan Sunarya, yang juga
sebagai saksi sejarah yang tahu tentang bagaimana komunitas
Blimbingsari menggunakan Bus Sapakira menuju ke Alas Cekik, yang
juga mengetahui sejarah awal kehidupan orang-orang Blimbingsari dan
membuka lahan baru, kemudian berlanjut ke Bapak Pdt. Suyaga Ayub
sebagai kepala rohani GKPB saat itu (Ketua M ajelis Jemaat Pniel
Blimbingsari), dan penulis kadang-kadang tinggal menetap di rumah
bersama Pdt. Ayub dan kadang-kadang di rumah kepala desa untuk
mengamati dan melakukan penelitian. Kemudian informan selanjutnya
adalah kepala desa-kepala desa tetangga, dan mantan-mantan Kepala
Desa Blimbingsari dan mantan pemimpin rohani di Blimbingsari.
Setiap kali melakukan wawancara mendalam penulis selalu
mencermati situasi dan kondisi para informan. Hal yang paling mudah
adalah dengan mencermati mimik muka jika mimik mukanya cerah,
maka ini adalah waktu yang baik dan tepat untuk melakukan
wawancara mendalam. Kesabaran sangat diperlukan jika mengahadapi
situasi seperti ini.
Hal lain yang terkadang diabaikan adalah pengambilan gambar
dan video atau merekam dengan alat perekam. Penulis mengusahakan
terlebih dahulu meminta izin dari pihak yang bersangkutan, karena ini
adalah etika seorang peneliti.

Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ada di Desa Blimbingsari di Kecamatan
M elaya, Kabupaten Jembrana, Bali (lihat gambar 2.1 Peta Pulau Bali).
25

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

Gambar 2.1. Peta Pulau Bali diambil dari Google earth

Blimbingsari terletak di sebelah tenggara gunung Kelatakan dengan
sebutan “Alas Cekik”, dengan ketinggian 698 meter dari permukaan
laut, Jembrana. Apa sebenarnya arti dari kata Alas Cekik tersebut?
Bapak M ade John Rony 2 menyebutkan sebagai berikut: Alas artinya
Hutan, dan Cekik artinya M engerikan. Jadi Blimbingsari ini dulunya
adalah Hutan yang mengerikan. Lokasi Blimbingsari berada masuk ke
dalam sekitar tujuh kilometer dari jalan besar M elaya-Gilimanuk,
dengan jalan beraspal.

Teknik Pengumpulan Data


W awancara

W awancara merupakan teknik pengumpulan data dengan
mengadakan tanya jawab langsung dengan para informan (warga

2

Wawancara dengan Kepala Desa Blimbingsari (periode 2007-sekarang), di
Blimbingsari tanggal 25 November 2009.
26

Catatan Dari Lapangan

/penduduk) baik itu kepala desa, pemimpin rohani, sesepuh komunitas
Desa Blimbingsari, beberapa diaspora komunitas Desa Blimbingsari,
pengurus dan perangkat desa (LPM , LPD), Kecamatan dan Kelurahan
Desa Blimbingsari dan pelayan Jemaat di Gereja Pniel Blimbingsari.
Seperti yang dikemukakan oleh Subagyo (1995:34), wawancara
merupakan kegiatan pengumpulan data melalui tanya jawab yang
dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada informan. Dalam
penelitian ini wawancara dilakukan secara mendalam menggunakan
pedoman wawancara (interview-guide) dengan para informan yang
memahami tentang proses terbentuknya Desa Blimbingsari sampai
terjadi transformasi sosial ekonomi Blimbingsari. Koentjaraningrat
(1994:129) mengemukakan bahwa wawancara mendalam dalam suatu
penelitian bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan
manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian mereka itu.
Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive, yaitu
informan yang mempunyai pengetahuan tentang proses terbentuknya
Desa Blimbingsari sampai terjadi transformasi sosial ekonomi
Blimbingsari , seperti tiga orang pendeta jemaat (10 tahun terakhir)
yang melayani di Desa Blimbingsari, dua orang mantan Kepala Desa
Blimbingsari, satu orang Kepala Desa Blimbingsari yang masih aktif, 2
orang sesepuh Desa Blimbingsari yang berumur lebih dari 93 tahun
(Ibu W ayan Kari berusia 105 tahun).Bapak Gusti Rata (100 tahun) dan
1 orang sesepuh desa berusia lebih dari 70 tahun (Pdt I W ayan
Sunarya, 72 tahun) dimana penulis melakukan wawancara mendalam
berkenaan dengan awal mula kedatangan warga ke Blimbingsari dan
pergumulan dan tantangan yang dihadapi serta peran kepemimpinan
saat itu. Komite Pariwisata (Bapak M utiyasa, Gede Sudigda dan Ibu
Cahaya Herani Ayub). Kepala Desa tetangga Blimbingsari ( Nusa
Sari,Candi Kesuma dan M elaya). Beberapa pengusaha Blimbingsari
(Bapak M urji, bapak Karyan, Bapak Sukerta, Bapak Suwirya, Bapak
Ketut Suyaga Ayub), tujuh tokoh masyarakat Kristen Blimbingsari,
tiga orang yang terkena dampak Bom Bali 1, satu orang yang terkena
dampak Bom Bali 2, 3 orang komite pariwisata Blimbingsari, satu orang
27

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

Bendesa Adat Blimbingsari, Ketua Bali Tourism Board (BTB), Camat
M elaya, dan Bupati Jembrana, Prof. Dr. drg. Gede W inasa.



Penelitian Dokumen

M etode dokumenter adalah cara mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan buku-buku tentang
pendapat teori atau hukum yang berhubungan dengan masalah
peneliatian (M argono,1997 : 187).
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi
melalui suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumendokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu
berupa buku,
surat kabar dan lain sebagainya. Penulis juga
menggunakan teknik observasi langsung melalui pengamatan dan
pencatatan fenomena-fenomena yang tampak mengenai proses
transformasi ekonomi Blimbingsari masa kini. Sebagaimana
dikemukakan oleh Nawawi (1995:94), teknik ini adalah cara
pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan
gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian yang pelaksanaannya
langsung pada tempat di antara suatu peristiwa, keadaan atau situasi
yang sedang terjadi masa kini. Sesuai dengan karakter penelitian
kualitatif, maka teknik observasi atau pengamatan sangat penting
karena merupakan cara untuk mengamati perilaku masa kini, dan
benda-benda yang digunakan atau dihasilkan oleh masyarakat masa
kini yang hendak dipahami melalui penelitian .
Demikian juga observasi yang dilakukan penulis untuk
memperoleh data tentang berbagai informasi yang menyangkut obyek
penelitian, adalah melalui pengamatan secara langsung tentang dampak
transformasi ekonomi masa kini, terhadap komunitas Desa
Blimbingsari, bagaimana daya tarik kota dan industri pariwisata yang
notabene berada di Kuta, Denpasar sehingga komunitas Desa
Blimbingsari melakukan perpindahan dari desa ke kota/urbanisasi yang
menyebabkan komunitas Desa Blimbingsari menjadi “kehilangan“
warganya (desa sekarat). Serta ingin mengetahui strategi pembangunan
28

Catatan Dari Lapangan

macam apa yang diterapkan di Desa Blimbingsari dalam menghadapi
tantangan globalisasi ini, sehingga masyarakatnya tidak “keluar” atau
“pindah” ke kota, dari strategi pembangunan baik dalam bidang sosial,
ekonomi, dan budaya. Di lapangan, peneliti mengumpulkan data baik
yang melalui wawancara dengan pihak-pihak yang memahami
komunitas Desa Blimbingsari maupun pengamatan secara langsung.
Peneliti melibatkan diri secara sistematis dan tidak mencolok sehingga
tercipta suatu interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan
masyarakat Desa Blimbingsari.



Trianggulasi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan terbukanya
akses untuk melakukan penelitian di Blimbingsari, maka pada tahapan
ini penulis mulai menemui informan yang mampu memberikan
informasi berdasarkan pedoman wawancara yang telah penulis susun
sebelumnya. Pedoman wawancara ini penulis butuhkan sebagai
pegangan agar pertanyaan-pertanyaan tetap terfokus pada arah untuk
menjawab tujuan penelitian. Di samping itu data lapangan diperoleh
juga melaui observasi langsung mengenai beberapa kejadian, fenomena,
tindakan dan kenyataan yang teramati di Blimbingsari dan
sekelilingnya. M etode ini dipentingkan sebagai bahan triangulasi
terhadap data dari hasil wawancara, sehingga menurut Bungin
(2007:65-66)3 melalui observasi akhirnya dapat diketahui dengan lebih
valid kejadian yang sebenarnya terjadi di unit amatan dan keterlibatan
dari setiap warga Desa Blimbingsari secara lebih objektif.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. M etode
triangulasi berarti penulis menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Bila penulis menggunakan triangulasi, maka sebenarnya penulis

3 Bungin, B., 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodelogis kearah penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada.

29

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data dengan
berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Analisis Data
Studi ini adalah tentang proses transformasi yang bersifat
evolutiv dan longitudinal dan di masa lalu, jadi wawancara dan metode
dokumen adalah sumber utama data untuk research ini. Penulis ingin
dan berupaya meningkatkan validity secara deskriptif, interpretatip
dan teoritis kepada pembaca, sehingga penulis mewawancarai dua
orang sesepuh desa ( Ibu W ayan Kari berumur 105 tahun dan Bapak I
Gusti Rata berusia lebih dari 100 tahun). Di samping itu juga penulis
menggunakan arsip-dukumen jaman dulu yang tersimpan di gereja
atau buku yang berbicara tentang studi ini.
Penulis melakukan wawancara dengan sesepuh desa Ibu
W ayan Kari dan Bapak I Gusti Rata yang sudah berusia lebih dari 90
tahun, Pdt. I W ayan Sunarya, Pdt. Ketut Suyaga Ayub. Pemilihan
informan ini karena mereka adalah generasi pertama yang terlibat di
dalam proses transmigrasi. W alaupun mereka sudah tua
pendengarannya masih baik sehingga dapat menjawab pertanyaan
penulis yang diajukan dalam Bahasa Bali dan semua pertanyaan ini
dapat dimengerti. Kadang-kadang proses wawancara terhenti karena
informan sambil/ nyambi bekerja. W awancara itu tidak berlangsung
sekali saja, bahkan sering penulis merasa kurang detail (kekurangan
data yang lengkap), penulis mendatangi lagi informan tersebut, dan
untuk memperoleh informan berikutnya terkadang penulis meminta
rekomendasi dari informan sebelumnya. M etode ini dikenal sebagai
M etode Bola Salju (snow boling method). W awancara ini terjadi
seperti bola salju dimana wawancara tersebut secara tidak langsung
menyebutkan nama-nama informan yang perlu dan harus di
wawancarai yang memiliki keterkaitan/keterhubungan. M isalnya
W arga Blimbingsari mayoritas memiliki kebun kelapa dan menjualnya
ke pengepul. Dan informan menyebutkan nama warga yang menjadi
pengepul terbesar, tentu pengepul ini melakukan aktivitas ekonominya
30

Catatan Dari Lapangan

seperti apa itu yang informan pertama tidak mengerti, sehingga penulis
mencari tahu dimana warga atau pengepul (informan) itu tinggal dan
lokasi rumahnya, penulis pergi ke sana dan melakukan wawancara
yang penulis tidak bisa langsung melakukan wawancara mendalam
dengan informan, karena informan masih membutuhkan waktu untuk
membangun kepercayaan. Untuk membangun kepercayaan (trust)
tersebut bisa melalui pendekatan informal (Creswell, 2013;
Krippendorff, 1991).
Penelitian ini terdiri dari dua fase yaitu fase lama dan yang
sekarang. Untuk fase yang lama penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode pemanfataan oral history dan studi dokumen.
Pada fase masa kini penelitian menggunakan metode observasi dan
interview.
Setelah data terkumpul melaui interview, penulis meneruskan
dengan membuat transkrip hasil wawanvcraa berdasarkan wawancara
itu. Setelah itu penulis membuat identifikasi tema dari data yang
diperoleh dari interview, dan menyusun outline dan penulis akhirnya
menulis (M iles dan Huberman,1992:17-19).
Sugiyono (2009) menyatakan bahwa ”yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
teks yang bersifat naratif”. Dengan demikian akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang sudah dipahami tersebut.

Penutup
Penelitian tidak akan pernah berakhir dan berhasil (selesai)
ditulis, jika proses pengumpulan data, membaca dan merenung tidak
‘diakhiri’. Karena tidak akan ada habisnya.
Pekerjaan meneliti dan mencari data sangat mengasikkan, dan
puas rasanya batin, apalagi bagi seorang akademisi atau dosen yang
harus menjalankan tri dharma perguruan tinggi, karena data-data yang
terkumpul bisa dipakai untuk meneliti kasus-kasus lainnya yang masih
31

Transformasi Ekonomi Komunitas Blimbingsari

ada di satu objek penelitian tersebut dengan persoalan penelitian yang
berbeda. Oleh karena itu, sebagai peneliti harus berani dan tegas untuk
memutuskan berhenti pada titik tersebut.

32