ASPEK PENDIDIKAN NILAI KERJA KERAS PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT DENGAN LAKON DEWA RUCI Aspek Pendidikan Nilai Kerja Keras Pada Pertunjukan Wayang Kulit Dengan Lakon Dewa Ruci (Dalam Acara Bersih Desa Di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupa

ASPEK PENDIDIKAN NILAI KERJA KERAS PADA PERTUNJUKAN
WAYANG KULIT DENGAN LAKON DEWA RUCI
(Dalam Acara Bersih Desa Di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan
Balong, Kabupaten Ponorogo)

NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai
derajatSarjana S-1 Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan

Disusun Oleh:
SITI RAHAYU
A220090067

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

PERSETUJUAN NASKAH PUBLIKASI

ASPEK PENDIDIKAN NILAI KERJA KERAS PADA PERTUNJUKAN

WAYANG KULIT DENGAN LAKON DEWA RUCI
(Dalam Acara Bersih Desa Di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan
Balong, Kabupaten Ponorogo)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

SITI RAHAYU
A220090067

Telah disetujui untuk dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi
Pendidikan Kewarganegaraan

Pembimbing

Drs. Yulianto Bambang Setyadi, M.Si
NIP. 196107301987031002

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH


Bismillahirrahmanirrohim
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama
: Siti Rahayu
NIM
: A220090067
Fakultas/Jurusan
: FKIP/PPKn
Jenis
: SKRIPSI
Judul
: ASPEK PENDIDIKAN NILAI KERJA KERAS
PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT DENGAN
LAKON DEWA RUCI (Dalam Acara Bersih Desa Di
Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan Balong,
Kabupaten Ponorogo)
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk:
1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya
ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan,

mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, serta
menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada
Perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan
pihak Perpustakaan UMS, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas
pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat
digunakan sebagaimana semestinya.

Surakarta, 17 Juli 2013
Yang menyatakan,

Siti Rahayu

ASPEK PENDIDIKAN NILAI KERJA KERAS PADA PERTUNJUKAN
WAYANG KULIT DENGAN LAKON DEWA RUCI
(Dalam Acara Bersih Desa Di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan
Balong, Kabupaten Ponorogo)
Siti Rahayu, A.220090067, Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan (PKn) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013
xviii + 58 halaman
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan aspek pendidikan nilai
kerja keras pada pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci. Jenis
penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di
balai desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo. Subjek penelitian
ini adalah Ki Bey Rangga Carita selaku dalang dalam pertunjukan wayang kulit,
dan objek dari penelitian ini adalah aspek pendidikan nilai kerja keras pada
pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang
digunakan adalah Interactive Models of Analysis(IMA).
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat aspek pendidikan
nilai kerja keras disampaikan lewat adegan-adegan dalam pertunjukan wayang
kulit lakon Dewa Ruci. Pertunjukan wayang kulit lakon Dewa Ruci ini dapat
dipahami melalui dialog dan adegan yang diperankan oleh dalang Ki Bey Rangga
Carita yang menggambarkan tentang kehidupan memerlukan kerja keras. Aspek
pendidikan nilai kerja keras dalam pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa
Ruci dilihat dari 4 (empat) indikator yaitu memiliki prakarsa, tekun/ rajin,

penetapan/ perencanaan yang matang, dan kecerdikan/ kecerdasan. Cerita, adegan,
dan dialog pada pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci ini
mengandung aspek pendidikan nilai kerja keras sehingga pertunjukan wayang
kulit tersebut dapat digunakan sebagai media pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
Kata kunci: pendidikan nilai, kerja keras, wayang kulit, Dewa Ruci.
Surakarta, 17 Juli 2013
Penulis

Siti Rahayu

1

PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia banyak berbagai macam pertunjukan seni budaya.
Pertunjukan seni budaya dari Sabang sampai Merauke itu berbeda-beda di setiap
daerahnya. Salah satu produk budaya yang masih digemari oleh masyarakat
adalah pertunjukan seni wayang. Pertunjukan wayang cukup merakyat di
kalangan masyarakat Jawa. Menurut Dharsono sebagaimana dikutip Rustopo
(2012: 215-216), kebudayaan hasil tangan trampil bangsa Indonesia dari berbagai

macam budaya-seni menurut daerahnya masing-masing merupakan modal dasar
pembangunan, perlu adanya kajian dan penggalian sebagai satu usaha
pelestarian.Menurut Sarwanto sebagaimana dikutip Rustopo (2012: 290),
pertunjukan wayang kulit sebagai salah satu genre seni pertunjukan Indonesia
sudah cukup lama hidup dan berkembang di Indonesia. Pertunjukan wayang
paling banyak dan lengkap telah tersebar di pulau Jawa. Jawa Tengah khususnya
di Surakarta, selain wayang kulit purwa, di masa lampau pernah hidup dan
berkembang wayang madya, wayang gedhog, wayang krucil, wayang klitik,
wayang makripat, wayang kuluk, wayang suluh, wayang kancil, wayang beber,
wayang bibel, wayang warta, dan wayang sadat.Dari sekian pertunjukan wayang,
wayang kulit purwalah yang mempunyai tempat khusus di hati sanubari orang
Jawa, karena mempunyai ikatan yang erat dengan orang Jawa. Mengenai umur
dan asal mula pertunjukan wayang menurut Timbul Haryono, wayang
(pertunjukan wayang) diperkirakan telah ada sejak masa Jawa Kuna (tahun 908
M), pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung dari Kerajaan Mataram Kuna,
seperti tersurat dalam Prasasti Wukajana sebagai berikut:
binyunakin tontonan mamidu hyang sinalu macarita bbima kumara
macarita bbima kumara mangigil kicaka si jaluk macarita Ramayana
mamirus mabanyol si mungmuk si galigi mawayang buatt hyang macarita
ya kumara (Timbul Haryono, 2005: 177 sebagaimana dikutip Rustopo,

2012: 290).
Makna tulisan dalam prasasti tersebut adalah:
(diadakan pertunjukan, yaitu menyanyi (nembang) oleh Sang Tangkil,
Hyang si Nalu bercerita Bhima kumara dan menarikan Kicaka. Si jaluk
bercerita Ramayana, menari topeng dan melawak oleh Si Mungmuk. Si

2

Galigi memainkan wayang untuk hyang (arwah nenek moyang) dengan
cerita (Bhima) kumara (Timbul Haryono, 2005: 177 sebagaimana dikutip
Rustopo, 2012: 290).
Pada dewasa ini pertunjukan wayang kulit purwatelah mengalami
perkembangan baik dari bentuk maupun dari fungsinya. Perkembangan ini
dipengaruhi oleh warisan tradisional maupun hasil interaksi dengan pengaruh dari
luar, yang akhirnya terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan struktur sosial.
Hazim Amir sebagaimana dikutip Rustopo (2012: 133), menyatakan bahwa
wayang merupakan salah satu wahana atau alat pendidikan watak yang baik
sekali, karena wayang mengajarkan ajaran dan nilai tidak secara dogmatis dan
teoritis sebagai suatu indoktrinasi, tetapi secara demokrasi dan kongkret dengan
mnghidupkan tokoh-tokoh sebagai teladan yang nyata. Materi pendidikan watak

yang ada dalam wayang berupa lakon-lakon, tokoh-tokoh dan ajrannya serta nilainilainya dapat digunakan bagi pendidikan watak dengan metoda lain, seperti
pendidikan agama, PMP, dll.
Lakon yang dipertontonkan merupakan suatu pokok acara terpenting dalam
suatu pertunjukan wayang. Berisi atau tidaknya lakon sangat bergantung kepada
sikap kesenian, ketangkasan, kecerdasan budi pekerti, dan pengetahuan umum
dalang tentang kemasyarakatan, keagamaan, politik, ekonomi, ketentaraan, ilmu
jiwa, filsafat, dll (Markhamah dalam Sastroamidjojo,2006: 26). Lakon adalah
deretan yang diorganisasi dari adegan-adegan yang berkesinambungan dalam
sebuah pertunjukan (Claire Holt sebagaimana dikutip Markhamah, 2006: 26).

METODE PENELITIAN
Tempat penelitian ini adalah balai desa Dadapan, Kecamatan Balong,
Kabupaten Ponorogo.Waktu pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama empat
bulan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2005: 1), metode penelitian kualitatif
sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah (natural setting) juga disebut sebagai metode etnographi.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk

3


meneliti pada obyek yang alamiah (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti
adalah obyek instrument kunci.Strategi penelitian ini adalah kasus tunggal
terpancang. Agar penelitian ini lebih mudah dalam mencari data yang sesuai
dengan masalah, serta mengumpulkan datanya lebih terarah daripada tujuan yang
hendak dicapai. Menurut Surakhmad (1990: 143), “studi kasus memusatkan
perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendatail. Subjek yang diselidiki
terdiri dari satu unit (atau satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai kasus”.
Adapun studi kasus dalam penelitian ini adalah:
a. Aspek pendidikan nilai kerja keras pada pertunjukan wayang kulit dengan
lakon Dewa Ruci(Dalam Acara Bersih Desa di Masyarakat Desa Dadapan,
Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo).
b. Proses pertunjukan pada wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci(Dalam Acara
Bersih Desa di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupaten
Ponorogo).
c. Tujuan diadakannya pertunjukan pada wayang kulit dengan Lakon Dewa
Ruci(Dalam Acara Bersih Desa di Masyarakat Desa Dadapan, Kecamatan
Balong, Kabupaten Ponorogo).
d. Peralatan yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa
Ruci.

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Menurut Arikunto (2007: 127), “observasi adalah kegiatan
pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
mencapai sasaran”.Menurut Bugin (2010: 157-158),wawancara mendalam
merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau informasi dengan cara
langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapat gambaran
lengkap tentang topik yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara
intensif dan berulang-ulang.Pada penelitian kualitatif, wawancara mendalam
menjadi alat utama yang dikombinasikan dengan observasi partisipasi. Menurut
Nasution (1988: 85), data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari
sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara. Akan
tetapi adapula sumber bukan manusia, non human resources, diantaranya

4

dokumen, foto dan bahan statistik.Dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti
buku harian, surat-surat, dan dokumen resmi.Dokumentasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dokumen foto dan dokumen pribadi seperti CD
pementasan.Foto diambil secara langsung oleh peneliti sedangkan CD berupa
dokumen pribadi milik dalang yang menjadi sumber dari penelitian ini.Penelitian

ini menggunakan analisis data Interactive Models of Analysis (IMA).

HASIL PENELITIAN
Mendiskripsikan aspek pendidikan nilai kerja keras pada pertunjukan
wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci (dalam acara bersih desa di masyarakat
Desa Dadapan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, peneliti menggunakan
analisis semiotik yang bertujuan untuk mengkaji tanda-tanda yang ada dalam film.
Pertunjukan wayang kulit lakon Dewa Ruci ini diadakan di desa Dadapan,
Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo dalam rangka bersih desa. Pementasan
wayang kulit lakon Dewa Ruci dipersembahkan untuk masyarakat desa Dadapan
dan untuk generasi muda di lingkungan sekitar oleh dalang Ki Bey Rangga Carita.
Pertunjukan wayang kulit dilaksanakan kurang lebih 2 jam. Dalang mengambil
lakon Dewa Ruci, karena lakon ini banyak mengandung aspek pendidikan nilai
dan moralnya antara lain kerja keras, kepatuhan, tanggung jawab, yang
bermanfaat untuk membangun jiwa semangat masyarakat desa Dadapan pada
umumnya dan generasi muda khususnya. Banyak makna yang bisa diambil dari
pertunjukan wayang kulit lakon Dewa Ruci, salah satunya yaitu nilai kerja keras.
Lakon Dewa Ruci menggambarkan jiwa seorang murid yang bekerja keras untuk
bisa memenuhi keinginan gurunya. Pemeran utama lakon ini yaitu Bima. Sekilas
cerita Dewa Ruci, dimulai ketika Begawan Durna (yang dianggap guru) oleh
Bima

memberikan

Ilmu

sejati

kepada

Bima

alias

Bratasena

atau

Werkudara.Brotosena diwajibkan mencari kayu gung susuhing angin(pohon besar
bersarangnya angin) di alas Rekso Muko yang berada di gunung Condro
Muko.Alas Rekso muko alas yang sangat gawat sekali, jalma moro jalmo mati
satu moro satu mati. Berangkatlah Bima ke alas Rekso Muko di gunung Condro
Muko mencari kayu gung susuhing angin.Berhari-hari masuk ke hutan Bima tidak

5

menemukan kayu gung susuhing angin tetapi malah bertemu dengan 2 raksasa
penunggu hutan yang tidak terima Bima memasuki hutan tersebut.Kemudian
terjadilah peperangan itu. Dari peperangan itu kedua raksasa dapat dibunuh oleh
Bima, kemudian setelah mati raksasa berubah menjadi dewa yang bernama Batara
Endro dan Batara Bayu, yang memberikan petunjuk kepada Bima bahwa ilmu
sejati tidak berada dihutan ini melainkan berada di samudera minang kalbu yang
berwujud TirtaPerwita Sari. Berangkatlah Bima ke samudera minang kalbu.
Setelah masuk kedalam samudera minang kalbu Bima berperang dengan seekor
naga yang bernama Naga Nembur Nawa. Kemudian terjadilah peperangan sengit
yang keduanya, yang akhirnya dimenangkan oleh Bima.Setelah selesi berperang
dengan naga, Bima berperang dengan sosok kecil yang persis dengan dirinya yang
bernama Dewa Ruci.Dari sinilah Bima mendapatkan wejangan mengenai ilmu
sejati.
Aspek pendidikan nilai yang terkandung dalam pertunjukan wayang kulit
lakon Dewa Ruci antara lain aspek pendidikan nilai kerja keras.Adapun indikator
kerja keras adalah sebagai berikut: a) memiliki prakarsa, b) tekun dan rajin, dan c)
kecerdasan/ kecerdikan. Diskripsi aspek pendidikan nilai kerja keras dalam
adegan dan dialog Dewa Ruci ini meliputi:(1) Bima tetap memasuki alas reksa
muka meskipun dia tahu bahwa tempat tersebut sangat gawat, karena Bima tidak
ingin mengecewakan gurunya Durna, (2) Bima berperang dengan kedua raksasa
yang bernama RukMuka Rukmakala, meskipun sebenarnya Bima tahu kalau
kedua raksasa ini sakti tetapitetap melakukan peperangannya untuk bisa
mendapatkan kayu gung susuhing angin, (3) untuk yang kedua kalinya Bima
melakukan peperangan lagi dengan Naga Nembur Nawa, selanjutnya (4) Bima
tidak takut mati demi mendapatkan permintaan gurunya apapun akan dilakukan
sekalipun nyawa menjadi taruhannya.

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
Setiap daerah nusantara memiliki budaya yang berbeda-beda, baik tradisi
ataupun adat istiadatnya.Indonesia memiliki beragam budaya, tradisi dan adat
istiadat yang berbeda tetapi itu tidak menjadikan negara Indonesia berpecah

6

belah.Adanya budaya yang berbeda itu malah membuat warga Indonesia bersatu
dan saling menjaga serta melestarikan kebudayaan yang ada. Kebudayaan Jawa
ini melahirkan berbagai bentuk seni klasik dalam bentuk karawitan, tari, keris,
batik, arsitektur, interior, wayang dan sebagainya. Di Jawa yang terkenal yaitu
budaya wayangnya. Banyak model wayang, ada wayang golek, wayang wong,
wayang kulit, dan lain sebagainya. Peneliti mengambil judul pertunjukan wayang
kulit lakon Dewa Ruci yang pertunjukannya berada di Desa Dadapan, Kecamatan
Balong, Kabupaten Ponorogo. Kesimpulan yang dapat diambil oleh peniliti adalah
sebagai berikut:
1. Pementasan wayang kulit yang ditanggap oleh masyarakat Desa Dadapan,
kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo ditanggap dalam acara bersih Desa,
dalang yang memainkan wayang ini adalang Ki Bey Rangga Carita. Lakon
yang diambil dalam pertunjukan ini yaitu lakon Dewa Ruci. Makna yang
diambil dalam pertunjukan ini adalah nilai kerja keras.
2. Salah satu nilai yang tepat dalam pertunjukan wayang kulit lakon Dewa Ruci
oleh dalang Ki Bey Rangga Carita ini nilai kerja kerasnya. Diambilnya nilai
kerja keras diharapkan dapat menumbuhkan dan mengajak masyarakat serta
pemuda Desa Dadapan untuk bangun dari keterpurukan hidup, dan pendidikan
bisa lebih maju lagi.
3. Pertunjukan wayang bagi masyarakat Dadapan tidak hanya sebagai hiburan
saja tetapi sebagai media pembelajaran mengenai kehidupan yang membuat
dalang terpacu untuk menampilkan pertunjukan wayang kulit lakon Dewa Ruci
yang berkesan dan bermakna bagi penontonnya baik itu orang dewasa, anakanak, dan remaja.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Bugin, Burhan. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

7

Markhamah, Slamet Subiyantoro dan Kritianti.2006. Pengembangan Model
Revitalisasi Seni Pertunjukan Wayang Wong.Surakarta:Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Nasution. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Rustopo. 2012. Seni Pewayangan Kita. Solo: ISSI Press Solo.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Surakhmad, Winarno. 1990. Penelitian Ilmiah Dasar Metoda dan Teknik.
Bandung: Tarsito.

8

Dokumen yang terkait

Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat Pada Keluarga Di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu

3 49 85

Studi Deskriptif Pertunjukan Reog Ponorogo Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Jawa Di Desa Kampung Kolam Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

0 65 96

PENDAPAT MASYARAKAT TENTANG PERANAN STASIUN RADIO PANDOWO FM DALAM PELESTARIAN KESENIAN WAYANG KULIT Studi Pada Masyarakat Desa Wonorejo Kec. Sumbergempol Tulungagung

0 6 2

PROSPEK HOME INDUSTRY WAYANG HIASAN UD. SANGGAR WAYANG JAYA MOJOWARNO KABUPATEN JOMBANG (Studi kasus home industry UD. Sanggar Wayang Jaya Mojowarno di Desa Mojowangi Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang)

0 18 2

FUNGSI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL WAYANG KULIT DALAM ACARA RUWATAN ALAM (Studi Pada Tradisi Ruwatan Alam Di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto)

0 94 37

Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah (Pendekatan Komunikasi Antar Budaya Terhadap Pementasan Wayang Kulit Ki Yuwono Di Desa Bangorejo Banyuwangi)

1 11 134

PERSEPSI MASYARAKAT PADA TOKOH WAYANG PANDAWA (Studi Pada Masyarakat Jawa Dusun Tiga Desa Jati Agung, Kecamatan Way Huwi, Kabupaten Lampung Selatan

0 10 4

PERSEPSI MASYARAKAT PADA TOKOH WAYANG PANDAWA (Studi Pada Masyarakat Jawa Dusun Tiga Desa Jati Agung, Kecamatan Way Huwi, Kabupaten Lampung Selatan)

0 12 4

View of DEIKSIS WAKTU DALAM PERTUNJUKAN WAYANG KULIT PURWA GAGRAG BANYUMASAN LAKON BAWOR DADI RATU OLEH DALANG KI SUGINO SISWACARITA

0 1 6

View of ANALISIS STRUKTUR CERITA PANJI DALAM PERTUNJUKAN DRAMA TARI WAYANG TOPENG MALANG LAKON PANJI RENI

0 0 18