Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat Pada Keluarga Di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA

DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT PADA

KELUARGA DI DESA SIMALINGKAR KECAMATAN

PANCURBATU

SKRIPSI Oleh

Pratiwi Simanungkalit 071101054

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam Keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu


(3)

Nim : 071101054

Fakultas : Keperawatan USU Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan , bina suasana dan pemberdayaan masyarakat sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Perilaku hidup bersih sehat seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya ádalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami informasi tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat dalam keluarga di desa simalingkar kecamatan pancur batu. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan sampel berjumlah 91 orang.

Dari hasil penelitian kepala keluarga yang berpendidikan dasar proporsi PHBS buruk sebanyak 9 KK (9,9%), sedang sebanyak 19 KK (20,9%). Pada kepala keluarga yang berpendidikan menengah proporsi PHBS sedang sebanyak 33 KK (36,3%), baik sebanyak 2 KK (2,2%). Sedangkan pada yang berpendidikan tinggi proporsi PHBS sedang sebanyak 4 KK (4,4%), baik sebanyak 24 KK (26,4%). Berdasarkan analisis data diperoleh tingkat signifikansi (p) 0,00 dengan α = 0,05. Karena tingkat signifikansi (p) < 0,05 maka Ho ditolak atau dengan kata lain ada hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu


(4)

Title : Corelation of Households Education Level and Healty Life Behaviors among Families at Simalingkar Village, Pancur Batu District.

Name : Pratiwi Simanungkalit

Nim : 071101054

Faculty : Nursing USU Academic Year : 2010/2011

ABSTRACT

Clean and healthy life behaviors (PHBs) is an attempt to provide a learning experience or create a condition for individuals, families, groups and communities, with open lines of communication, provide information and to educate, to enhance the knowledge, attitudes and behavior, through the leadership approach, atmosphere building and community empowerment so as to implement ways of healthy living in order to establish, maintain and improve public health. Clean living a healthy person's behavior is determined by knowledge. Factors influencing knowledge of one of them is education. Education is the guidance given by one person to another against something so they can understand the information. The purpose of this study to determine the relationship of education level of head of household with a clean healthy living behaviors in families in the Simalingkar Village, Pancur Batu District. The design was descriptive correlational study with a sample totaling 91 people.

From the results of an educated family heads the research basis of the proportion of bad PHBS 9 KK (9.9%), while as many as 19 families (20.9%). At the head of the family that the proportion of secondary education PHBs are a total of 33 families (36.3%), either of two families (2.2%). While the proportion of highly educated PHBs are as many as 4 families (4.4%), either as many as 24 families (26.4%). Based on analysis of data obtained level of significance (p) 0.00 with α = 0.05. Because the level of significance (p) <0.05 then Ho is rejected or in other words, there is a relationship of education level of head of household with a healthy hygienic behavior in the Simalingkar Village, Pancur Batu District.


(5)

Kata Pengantar

Salam Sejahtera, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Isa Almasih atas rahmat, karunia dan hidayahNya yang tiada terhitung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam Keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu”, untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penelitian dan penelitian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama masa perkuliahan di Fakultas Keperawatan dan selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep dan Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS selaku dosen penguji yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Anna Kasfi, S.Kep dan Ibu Julintha Theresia Sebayang, S.Kep selaku dosen terdekat saya yang membimbing dan memotivasi saya.


(6)

5. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.

6. Arminudin Purba selaku Kepala Desa Simalingkar yang telah memberikan izin penelitian. 7. Para responden yang telah bersedia berpartispasi selama proses penelitian berlangsung. 8. Teristimewa kepada orang tua ku tercinta Bapak S.Simanungkalit dan Ibu R.Sijabat yang

telah memberikan cinta, doa, dorongan, bimbingan, menghibur, memotivasi dan memberikan dana bagi penulis. Buat abang ku Dorlan Simanungkalit, S.Th, kakak ku Puspa Simanungkalit, SKG dan kedua adikku Bob Simanungkalit, Tari Simanungkalit serta buat keluarga besar yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terimakasih buat doa dan dukungan selama ini.

9. Teman-teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2007 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini (Nova Winda, Septian, Marliyani, Febri, Novri, Delima, Dahlia, Vina, Dian, Resti, Monica, Betty, Arif, Rini Lestari, Dira,) dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang senantiasa menemani , memberikan semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.

10.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.


(7)

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Juni 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman pengesahan ... ii

Abstrak... ... iii

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Skema.... ... xi

Bab 1. Pendahuluan.... ... ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 4

3. Tujuan penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 6

1. Pendidikan ... 6

1.1 Pengertian ... 6

1.2 Tujuan dan Proses Pendidikan ... 7

1.3 Pendidikan sebagai Sistem... 10

1.4 Tingkat Pendidikan ... 13

1.5 Hubungan Pendidikan dengan Keluarga ... 14

2. Perilaku Hidup Bersih Sehat... 16

2.1 Konsep Perilaku ... 16

2.2 Teori Perilaku ... 17

2.3 Perilaku Kesehatan ... 19

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat ... 21

2.5 Program Perilaku Hidup Bersih Sehat ... 21

Bab 3. Kerangka Penelitian ... 28

1. Kerangka Konsep ... 28

2. Defenisi Operasional ... 29

3. Hipotesis ... 29

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 32

1. Desain Penelitian ... 32

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 34

5. Instrumen Penelitian... 35

6. Validitas dan Reliabilitas ... 37


(9)

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 40

1. Hasil Penelitian ... 40

2. Pembahasan ... 43

Bab 6. Kesimpulan dan Saran….. ... 50

1. Kesimpulan.... ... 50

2. Rekomendasi... 50

Daftar Pustaka… ... 52

Lampiran 1. Informed Consent……….55

2. Jadwal Penelitian………..56

3. Taksasi Dana………57

4. Instrumen Penelitian……….58

5. Validitas dan Reliabilitas Intrument ………61

6. Surat izin Penelitian di Desa Simalingkar………63

7. Data Demografi………64

8. Master Data………..67


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Defenisi Operasional Tingkat Pendidika……….29 Tabel 2. Defenisi Operasional PHBS………...30 Tabel 3. Karakteristik Demografi Responden………...40

Tabel 4. Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat………...42

Tabel 5. Hasil hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu ………...43


(11)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Proses Pendidikan………..10 Skema 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan………..21 Skema 3. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala

Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam Keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu ... 29


(12)

Nim : 071101054

Fakultas : Keperawatan USU Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan , bina suasana dan pemberdayaan masyarakat sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Perilaku hidup bersih sehat seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya ádalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami informasi tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat dalam keluarga di desa simalingkar kecamatan pancur batu. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan sampel berjumlah 91 orang.

Dari hasil penelitian kepala keluarga yang berpendidikan dasar proporsi PHBS buruk sebanyak 9 KK (9,9%), sedang sebanyak 19 KK (20,9%). Pada kepala keluarga yang berpendidikan menengah proporsi PHBS sedang sebanyak 33 KK (36,3%), baik sebanyak 2 KK (2,2%). Sedangkan pada yang berpendidikan tinggi proporsi PHBS sedang sebanyak 4 KK (4,4%), baik sebanyak 24 KK (26,4%). Berdasarkan analisis data diperoleh tingkat signifikansi (p) 0,00 dengan α = 0,05. Karena tingkat signifikansi (p) < 0,05 maka Ho ditolak atau dengan kata lain ada hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu


(13)

Title : Corelation of Households Education Level and Healty Life Behaviors among Families at Simalingkar Village, Pancur Batu District.

Name : Pratiwi Simanungkalit

Nim : 071101054

Faculty : Nursing USU Academic Year : 2010/2011

ABSTRACT

Clean and healthy life behaviors (PHBs) is an attempt to provide a learning experience or create a condition for individuals, families, groups and communities, with open lines of communication, provide information and to educate, to enhance the knowledge, attitudes and behavior, through the leadership approach, atmosphere building and community empowerment so as to implement ways of healthy living in order to establish, maintain and improve public health. Clean living a healthy person's behavior is determined by knowledge. Factors influencing knowledge of one of them is education. Education is the guidance given by one person to another against something so they can understand the information. The purpose of this study to determine the relationship of education level of head of household with a clean healthy living behaviors in families in the Simalingkar Village, Pancur Batu District. The design was descriptive correlational study with a sample totaling 91 people.

From the results of an educated family heads the research basis of the proportion of bad PHBS 9 KK (9.9%), while as many as 19 families (20.9%). At the head of the family that the proportion of secondary education PHBs are a total of 33 families (36.3%), either of two families (2.2%). While the proportion of highly educated PHBs are as many as 4 families (4.4%), either as many as 24 families (26.4%). Based on analysis of data obtained level of significance (p) 0.00 with α = 0.05. Because the level of significance (p) <0.05 then Ho is rejected or in other words, there is a relationship of education level of head of household with a healthy hygienic behavior in the Simalingkar Village, Pancur Batu District.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dengan perkataan lain masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri, dengan demikian masyarakat mampu menjadi subjek dalam pembangunan kesehatan (Dinkes Propsu, 2002).

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh

penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat (Syafrudin, 2009)

Perilaku hidup bersih dan sehat di Indonesia saat ini masih rendah, hal ini terkait dengan berbagai permasalahan kesehatan atau penyebaran penyakit berbasis lingkungan yang secara epidimiologis masih tinggi di Indonesia (Tursilowati et al., 2007). Data Departemen Kesehatan menyebutkan, sedikitnya 30 ribu desa di 440 kabupaten di Tanah Air memiliki sanitasi lingkungan yang buruk. Ini berarti banyak kabupaten yang masyarakatnya belum berperilaku hidup


(15)

sehat. Akibatnya,angka kesakitan masyarakat sangat tinggi, terutama diare, DBD, thypoid, dan kolera (Tim Teknis Pembangunan Sanitasi, 2009).

Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan (penyakit), masih banyak berorientasi pada penyembuhan penyakit. Dalam arti apa yang dilakukan masyarakat dalam bidang kesehatan hanya untuk mengatasi penyakit yang telah terjadi atau menimpanya, di mana hal ini dirasa kurang efektif karena banyaknya pengeluaran. Upaya yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kesehatan sebenarnya adalah dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dengan berperilaku hidup sehat, namun hal ini ternyata belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat (Kusumawati, 2004) .

Sesuai tuntutan reformasi pembangunan kesehatan, maka sekitar kesehatan juga mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu mengajak dan memotivasi masyarakat pada umumnya dan penyelenggara pelayanan kesehatan pada khususnya untuk mulai mengubah pola pikir dari sudut pandang sakit menjadi sudut pandang sehat yang lebih dikenal paradigma sehat. Paradigma Sehat tersebut perlu dijabarkan dan dioperasikan antara lain dalam bentuk Program Perilaku Hidup Bersih Sehat atau PHBS (Dinkes Sumatera Utara, 2002).

Program PHBS adalah bentuk perwujudan Paradigma Sehat dalam budaya hidup perorangan, keluarga, masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental spiritual maupun sosial (Dinkes Sumatera Utara, 2002).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,


(16)

makanan, serta lingkungan. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya ádalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika tingkat pendidikan seseorang rendah, akan menghambat perkembangan perilaku seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan lebih menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai) (Mubarak et al., 2007). Tetapi pada kenyataanya fakta tidak selalu mendukung teori, karena di Daerah Labuang Baji ada dua orang dokter yang meninggal dunia karena terserang penyakit demam berdarah (Saroso, 2007). Selain itu di daerah Simalingkar Kecamatan Pancur Batu terdapat 2 warga yang meninggal dunia akibat terserang penyakit DBD. Meskipun penyuluhan telah dilakukan setiap bulan namun baru-baru ini desa tersebut terserang wabah chikunguya. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti apakah benar atau tidak ada hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat.


(17)

Permasalahan dalam penelitian ini adalah adakah hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat pada keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu.

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat pada keluarga di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pendidikan kepala keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu.

2. Mengidentifikasi Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 4.1 Pendidikan Keperawatan Komunitas

Sebagai bahan masukan dalam menentukan prioritas masalah yang ada dalam suatu lingkungan yang berkaitan dengan PHBS.

4.2 Bagi Praktek Keperawatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya promosi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi masyarakat.


(18)

4.3Penelitian Keperawatan

Sebagai bahan masukan dan dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam mengembangkan ilmu serta dapat digunakan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang ada kaitannya dengan PHBS.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendidikan

1.1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi di manapun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan latar belakang sosial setiap masyarakat tertentu (Tirtarahardja et al., 2005).

Menurut Fuad (2005) dalam bukunya pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat.

Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari generasi satu ke genari yang lain. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Tirtarahardja et al., 2005).

Proses pembentukan pribadi meliputi dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang dewasa, dan bagi yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terakhir ini disebut pendidikan diri sendiri (zelf vorming). Kedua-duanya bersifat alamiah dan menjadi keharusan. Bayi yang


(20)

baru lahir kepribadiannya belum terbentuk, belum mempunyai warna dan corak kepribadian yang tertentu. Ia baru merupakan individu, belum suatu pribadi. Untuk menjadi suatu pribadi perlu mandapat bimbingan, latihan-latihan, dan pengalaman melalui bergaul dengan lingkungannya, khususnya dengan lingkungan pendidikan (Tirtarahardja et al., 2005).

Bagi mereka yang sudah dewasa tetap dituntut adanya pengembangan diri agar kualitas kepribadian meningkat serempak dengan meningkatnya tantangan hidup yang selalu berubah. Dalam hubungan ini dikenal apa yang disebut pendidikan sepanjang hidup. Pembentukan pribadi mencakup pembentukan cipta, rasa, dan karsa (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan fisik (Tirtarahardja et al., 2005).

1.2 Tujuan dan Proses Pendidikan 1) Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan ada dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen, tujuan pendidikan menduduki posisi penting di antara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah terjadi.


(21)

Disini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilali hidup yang baik (Tirtarahardja et al., 2005).

Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu, maka menjadi keharusan bagi pendidikan untuk memahaminya. Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sangat sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu. Pelaksanaannya hanya mungkin apabila tujuan yang ingin dicapai itu dibuat jelas (eksplisit), konkret, dan lingkup kandungannya terbatas. Dengan kata lain tujuan umum perlu dirinci sehingga menjadi tujuan yang lebih khusus dan terbatas agar mudah direalisasikan di dalam praktek (Tirtarahardja et al., 2005).

Secara keseluruhan macam-macam tujuan tersebut merupakan suatu kebulatan. Tujuan umum memberikan arah kepada semua tujuan yang lebih rinci dan yang jenjangnya lebih rendah. Sebaliknya tujuan yang lebih khusus menunjang pencapaian tujuan yang lebih luas dan yang jenjangnya lebih tinggi untuk sampai kepada tujuan umum (Tirtarahardja et al., 2005).

2) Proses Pendidikan

Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan pleh pendidik kepada pencapaian tujuan pendidikan.


(22)

Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan (Tirtarahardja et al., 2005)

Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, dan mikro. Pengelolaan proses dalam lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan dalam bentuk UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, SK Menteri, SK Dirjen, serta dokumen-dokumen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain. Pengelolaan dalam ruang lingkup meso merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional ke dalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup wilayah di bawah tanggungjawab Kakanwil Depdikbud. Pengelolaan dalam ruang lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan sekolah ataupun kelas (Tirtarahardja et al., 2005).

Yang menjadi tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar. Sebab berkembangnya tingkah laku peserta didik sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya pengalaman belajar yang optimal itu. Kegiatan mendidik diri setiap saat sepanjang hidup itu selalu merupakan kebutuhan terlepas dari hasilnya. Juga bukan semata-mata sebagai bekal untuk kehidupan di masa mendatang. Dengan kata lain, pendidikan itu merupakan bagian integral dari hidup itu sendiri. Prinsip pendidikan seperti itu mengandung makna bahwa pendidikan itu lekat dengan diri manusia, karena dengan itu manusia dapat terus menerus meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat,meningkatkan self fullfilment (rasa kepenuhmaknaan) dan terarah kepada aktualisasi diri. Dalam


(23)

hubungan dengan lingkungan mereka dapat menyesuaikan diri secara adaptif dan kreatif terhadap tantangan zaman (Tirtarahardja et al., 2005).

Skema 1. Proses Pendidikan

1.3 Pendidikan sebagai Sistem

Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen, yaitu :

1) Sistem baru merupakan masukan mentah (raw input) yang akan diproses menjadi tamatan (out put)

2) Guru dan tenaga nonguru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, prasarana dan sarana merupakan masukan instrumental (instrumental input) yang memungkinkan dilaksanakannya pemrosesan masukan mentah menjadi tamatan.

Input atau masukan Dalam hal ini adalah subjek belajar (siswa) atau individu,

kelompok, keluarga dan

Proses terjadi melalui proses

belajar mengajar

Keluaran/out put Adanya perilaku baru dalam bentuk kemampuan sebagai hasil

perubahan perilaku yang sehat

• Latar belakang pendidikan • Bagaimana factor social dan

ekonominya • Kesiapan fisik

• Kesiapan psikologis/kejiwaan

PBM (Proses Belajar Mengajar) akan berjalan dengan baik bila ditunjang :

• Materi kurikulum yang tepat

• Sumber daya (dana dan fasilitas pendukung lain baik perangkat lunak/perangkat keras)

• Lingkungan belajar yang kondusif

• SDM (Sumber Daya Manusia : Dosen/Guru yang ahli dibdangnya)

• Subyek belajar berperan aktif dengan baik, dan lain sebagainya.


(24)

3) Corak budaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan keamanan negara merupakan faktor lingkungan atau masukan lingkungan (environtmental input) yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap berperannya masukan instrumental dalam pemrosesan masukan mentah (Tirtarahardja et al., 2005).

Sistem pendidikan terdiri dari 3 subsistem, yaitu : 1) Pendidikan Nonformal, 2) Pendidikan Formal, 3) Pendidikan Informal.Pendidikan Formal yang sering disebut pendidikan persekolahan berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku. Mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Perguruan Tinggi. Sementara itu pendidikan Taman kanak-kanak masih dipandang sebagai pengelompokan belajar yang menjambatani anak dalam suasana hidup dalam keluarga dan di sekolah dasar (Tirtarahardja et al., 2005).

Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan setiap warga negara diwajibkan mengikuti pendidikan formal minimal samapi tamat SMP. Bagi warga negara yang tidak sempat mengikuti ataupun menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu dalam pendidikan formal (putus sekolah) disediakan pendidikan non-formal, untuk memperoleh bekal guna terjun ke masyarakat. Pendidikan non-formal (PNF) sebagai mitra pendidikan formal (PF) semakin hari semakin berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat dan ketenagakerjaan. Pendidikan informal sebagai suatu fase pendidikan yang berada di samping dan di dalam pendidikan formal dan nonformal sangat menunjang keduanya (Tirtarahardja et al., 2005).

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, non-formal, dan informal ketiganya hanya dapat dibedakan tetapi sulit dipisah-pisahkan


(25)

karenakeberhasilan pendidikan dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumber daya manusia sangat tergantung kepada sejauh mana ketiga sub-sistem tersebut berperan (Tirtarahardja et al., 2005).

Istilah pengajaran dapat dibedakan dari pendidikan, tetapi sulit dipisahkan. Jika pengajaran ingin dibedakan dari pendidikan, masih ada segi-segi lain yang dapat dikemukakan sebagai berikut :

PENGAJARAN PENDIDIKAN

• Lebih menekankan pada

penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang/ program tertentu seperti pertanian, kesehatan, dll.

• Makan waktu relatif pendek.

• Metode lebih bersifat rasional, teknis praktis.

• Lebih menekankan pada

pembentukan manusianya (penanaman perilaku dan nilai-nilai)

• Makan waktu relatif panjang

• Metode lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi

Pembedaan dilakukan untuk keperluan analisis agar masing-masing segi dapat didalami. Di dalam praktek pelaksanaan pendidikan kedua-duanya diupayakan menyatu. Semakin luas dan dalam wawsan dan pengetahuan seseorang semakin kukuh terbentuknya perilaku dan nilai-nilai, sebaliknya kualitas perilaku dapat mempengaruhi usaha memperluas dan memperdalam wawasan keilmuan seseorang. Dalam hubungan ini pendidikan modern lebih cenderung mengutamakan pembentukan sikap seperti sikap terbuka, sikap inovatif, dorongan untuk maju, kegairahan mencari dan menemukan sesuatu, kepercayaan diri, dan seterusnya. Jika sikap tersebut sudah tertanam dan


(26)

terbentuk, pencarian ilmu pengetahuan akan berlangsung dengan sendirinya (Tirtarahardja et al., 2005).

1.4 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi ( Ikhsan, 2005).

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar.

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta


(27)

dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.

Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan selain untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan tinggi, juga untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan untuk memasuki lapangan kerja atau mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan menengah adalah SMP, SMA dan SMK.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia ( Ikhsan, 2005).

Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan Tinggi terdiri dari Strata 1, Strata 1, Strata 3 ( Ikhsan, 2005).

1.5 Hubungan Pendidikan dan Keluarga

Kelurga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karen hubungan sedarah. Keluarga dapat membentuk keluarga inti


(28)

ataupun keluarga yang diperluas. Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak. Di samping faktor iklim sosial itu, faktor-faktor lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi tumbiuh kembang anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahan dsb. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya (Tirtarahardja et al., 2005)

Fungsi dan peranan keluarga, disamping pemerintah dan masyarakat, dalam Sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan. Pendidikan keluarga itu merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup (Tirtarahardja et al., 2005).

Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal.. Keluarga juga membina dan mengembangkan perasaan sosial anak seperti hidup hemat, hidup sehat, menghargai kebenaran, tenggang rasa, menolong, hidup damai. Jelaslah bahwa lingkungan keluarga bukannya pusat menanam dasar pendidikan watak pribadi saja, tetapi pendidikan sosial. Di dalam


(29)

keluargalah tempat menanam dasar pendidikan watak anak-anak (Tirtarahardja et al., 2005).

2. Perilaku Hidup Bersih Sehat 2.1 Konsep Perilaku

Perilaku menurut Skinner (1938) dalam Mubarak (2007) merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respons). Disebut teori “SOR” Stimulus Organism Respons.

1) Respondent respons (respondent behavior), yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan/elicting stimuli tertentu. Elicting stimuli menimbulkan respon yang bersifat relatif tetap. Contoh : makanan lezat dan beraroma akan merangsang keluarnya air liur.

2) Operant respons, timbul dan berkembang diikuti oleh rangsangan tertentu, perangsangan itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku tertentu yang telah dilakukan manusia dan merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia, serta kemungkinannya untuk dimodifikasi sangat besar dan tak terbatas.

Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari . Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk meyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku dapat berbentuk


(30)

perilaku pasif dan perilaku aktif manusia. Bentuk pasif (respons internal), perilaku semacam ini masih terselubung (covert behavior) dan terjadi di dalam diri manusia dan tidak dapat diamati secara langsung oleh orang lain, seperti : pikiran, tanggapan, sikap batin dan pengetahuan, sedangkan bentuk aktif (respon eksternal), perilaku ini sudah merupakan tindakan nyata (overt behavior) dan merupakan respons yang secara langsung dapat diobservasi, seperti : menjadi akseptor keluarga berencana (Mubarak, 2007).

2.2 Teori perilaku

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, salah satunya adalah teori dari Lawrence Green, 1980. Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behvior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Perilaku kesehatan itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1) Faktor predisposisi (predisposising factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dsb.

2) Faktor-faktor pndukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dsb.


(31)

3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas keshehatan, atau petugas yang lain,yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Mubarak, 2007).

Menurut teori Green dalam Mubarak (2007) perilaku seseorang atau masyarakat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Perilaku manusia secara operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 macam domain, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan nyata atau perbuatan. Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom, 1908 seorang psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam 3 domain atau ranah atau kawasan yang terdiri dari : domain cognitive, domain affective dan psychomotor domain. Dalam perkembangan selanjutnya para ahli pendidikan, untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain itu diukur dari :

1) Pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Pengetahuan adalah hasil dari mengingat sesuatu hal. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan, sebab perilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau aturan yang mengharuskan untuk berbuat.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek


(32)

penelitian atau responden. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahan seseorang adalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan kepada seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memeahami. Tidak dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan sesorang semakin mudah pula mereka memahami informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

2) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

3) Tindakan

Sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Mubarak, 2007).

2.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua


(33)

unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan ( Notoadmodjo, 2007).

Perilaku kesehatan dapat diklasifikaskan menjadi 3 kelompok : Pertama, perilaku pemeliharaan kesehatan (haelth maintenance), seperti perilaku pencegahan penyakit, perilaku peningkatan kesehatan dan erilaku pemenuhan kebutuhan gizi. Kedua, perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan (health seeking behavior), seperti mengobati sendiri (self treatment) dan pengobatan di dalam/luar negeri. Ketiga, perilaku kesehatan lingkungan, yang meliputi:

1) Perilaku hidup sehat, seperti : makan dengan menu seimbang (appropriate diet), olahraga teratur, tidak merokok dan tidak minum-minuman keras, istirahat cukup, mengendalikan stres, gaya hidup yang positif.

2) Perilaku sakit, yaitu pengetahuan tentang penyebab, gejala, dan pengobatan 3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

4) Peran pasien yaitu hak-hak orang sakit (right) seperti : memeperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan lain-lain, kewajiban orang sakit (obligation) seperti : memberitahukan penyakit kepada orang lain terutama kepada dokter, tidak menularkan penyakit kepada orang lain, dan lain-lain, perilaku peran orang sakit (the sick role) seperti : tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal fasilitas penyembuhan yang layak, megetahui hak dan kewajiban orang sakit dan lain-lain (Mubarak, 2007).


(34)

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sehat

Menurut Green dalam Mubarak (2007) mengemukakan teori yang menggambarkan faktor-faktor yang mempengauhi perilaku kesehatan seperti pada gambar 2.

Skema 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan (Mubarak, 2007)

2.5 Program Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) 1) Pengertian

Program PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri dalam tatanan rumah

Kualitas Hidup

Masalah Kesehatan Predisposising Factors

Pendidikan Kesehatan Enabling Factor Perilaku


(35)

tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Dinkes Propsu, 2002). PHBS tatanan rumah tangga adalah upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk berperilaku bersih dan sehat (Wahyuni, 2007).

2) Tujuan dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Tujuan PHBS adalah untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dankemauan masyarakat agar hidup sehat, serta meningkatkan peran aktif masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha, dalam upaya mewujudkan derajat hidup yang optimal (Amalia, 2009). Tujuan PHBS dalam Rumah Tangga adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku anggota keluarga di tatanan rumah tangga terhadap program kesehatan ibu dan anak, gizi, kesehatan lingkungan, gaya hidup sehat dan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat (Wahyuni, 2007).

3) Manfaat PHBS dalam Tatanan Rumah Tangga

Manfaat dilaksanakanya program PHBS ini adalah:

a. Setiap anggota rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.

b. Rumah tangga sehat dapat meningkatkan produktifitas kerja anggota rumah tangga.

c. Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi lain seperti pendidikan dan usaha lain. d. Guna meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga.


(36)

e. Sebagai salah satu indikator keberhasilan pemerintah kabupaten atau kota dalam bidang pembangunan kesehatan.

f. Dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain. (Wahyuni, 2007)

4) Indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga

Dalam tatanan rumah tangga, yang menjadi indikator PHBS adalah (Promkes Depkes, 2009):

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi obstetri dan 20 % oleh sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah “3 Terlambat” dan “4 Terlalu”. Tiga faktor terlambat yang dimaksud adalah terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ke tempat rujukan, dan terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan. Adapun 4 terlalu adalah terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak melahirkan. Untuk mengatasi hal itu diperlukan upaya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan keterlibatan masyarakat madani termasuk organisasi profesi dalam menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2. Meningkatkan persentase pemberian ASI Esklusif

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,15 jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk jangka


(37)

6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, dan pemberian ASI dapat diteruskan sampai ia berusia 2 tahun (Kamalia, 2005) 3. Menimbang bayi dan balita di posyandu

Masa bayi dan balita bahkan sejak dalam kandungan adalah periode emas karena jika pada masa tersebut pertumbuhan dan perkembangan balita tidak dipantau dengan baik dan mengalami gangguan tidak akan dapat diperbaiki pada periode selanjutnya. Sehingga perlu dilakukan pemantauaan pertumbuhan rutin pada pertumbuhan balita sehingga dapat terdeteksi apabila ada penyimpangan pertumbuhan dan dapat dilakukan penanggulangan sedini mungkin sehingga tidak terjadi gangguan pada proses tumbuh kembang balita. Salah satu tempat pemantauan pertumbuhan balita yaitu di posyandu. Posyandu merupakan layanan kesehatan masyarakat, yang mempunyai salah satu kegiatan penimbangan balita. Tujuan penimbangan balita tiap bulan yaitu untuk memantau pertumbuhan balita sehingga dapat sedini mungkin diketahui penyimpangan pertumbuhan balita (KTI Kebidanan, 2010).

4. Menggunakan air bersih dalam kebiasaan sehari-hari

Kebutuhan air bersih yaitu banyaknya air yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air dalam kegiatan sehari – hari misalnya mandi, mencuci, memasak, menyiram tanaman dan lain sebagainya. Sumber air bersih untuk kebutuhan hidup seharihari secara umum harus memenuhi standar kuantitas dan kualitas. Kebutuhan dasar air bersih adalah jumlah air bersih minimal yang perlu disediakan agar manusia dapat hidup secara layak yaitu dapat memperoleh air yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dasar sehari-hari (Wulan, 2005).


(38)

5. Mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Wulandari, 2009).

6. Menggunakan jamban kalau buang air besar

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

a. Melindungi kesehatan masyarakat dar penyakit.

b. Melindungi dari gangguan estetika, baud an penggunaan prasarana yang aman. c. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vector penyakit.

d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Pembuangan tinja merupakan bagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga (Tarigan, 2008). 7. Memberantas jentik nyamuk

Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut. Penanggulangan penyakit DBD mengalami masalah yang cukup kompleks, karena penyakit ini belum ditemukan obatnya. Tetapi cara paling baik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan pemberantasan jentik nyamuk penularny a atau dikenal dengan istilah. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN - DBD) (Depkes RI,1996 a dalam Yudhastuti et al., 2005).

Keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti diobservasi pada rumah beserta kontainer dengan memakai panduan observasi menurut Petunjuk Teknis


(39)

Pemberantasan Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue (Depkes RI, 1992 b dalam Yudhastuti et al., 2005), yaitu :

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada atau tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA) yang berukuran besar seperti : bak mandi, tempayan, drum , dan bak penampungan air lainnya, jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik tunggu kira -kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil seperti vas bunga, pot tanaman air, botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh, biasanya digunakan senter (Yudhastuti et al., 2005).

8. Makan buah-buahan dan sayuran setiap hari

Sayur dan buah-buahan merupakan sumber makanan yang mengandung gizi lengkap dan sehat. Sayur berwarna hijau merupakan sumber kaya karoten (provitamin A). Semakin tua warna hijaunya, maka semakin banyak kandungan karotennya. Didalam sayuran dan buah juga terdapat vitamin yang bekerja sebagai antioksidan. Antioksidan dalam sayur dan buah bekerja dengan cara mengikat lalu menghancurkan radikal bebas dan mampu melindungi tubuh dari reaksi oksidatif yang menghasilkan racun (Padmiari, 2010).

9. Melakukan aktivitas fisik secara teratur dan terprogram/olahraga


(40)

latihan, 2) prinsip beban latihan, 3) faktor istirahat, 4) kebiasaan hidup sehat dan 5) faktor lingkungan 6) faktor makanan (Wibowo, 2005).

10. Tidak merokok di dalam rumah.

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negative yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu penyakit sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat mendorong munculnya penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Beberapa jenis penyakit yang dapat dipicu karena rokok adalah penyakit kardiovaskular, penyakit saluran nafas, peningkatan tekanan darah dan lain-lain (Nasution, 2007).


(41)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari . Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk meyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut (Mubarak et al., 2007). Latar belakang tingkat pendidikan termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku kesehatan dengan melalui proses belajar mengajar (Tirtarahardja et al., 2005).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku hidup bersih sehat seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya ádalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami informasi tersebut (Mubarak et al, 2007)

Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular, diantaranya diare. Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular (Wulandari,2009)


(42)

Skema 3. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam Keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu

2. Defenisi Operasional 2.1 Tingkat pendidikan

Tabel 1. Defenisi Operasional Tingkat Pendidikan

No Variabel Definisi Operasional Skala Cara Pengukuran

1 Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan yang

dimaksud adalah jenjang pendidikan yang diikuti dengan menamatkan pendidikan yang diikuti sampai memperoleh

Ordinal Kuesioner

Variabel Bebas Tingkat Pendidikan

1. Pendidikan Dasar

2. Pendidikan Menengah

3. Pendidikan Tinggi

Variabel terikat Perilaku Hidup Bersih Sehat

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

2. Meningkatkan persentase pemberian ASI Esklusif

3. Menimbang bayi dan balita di posyandu 4. Menggunakan air bersih dalam kebiasaan

sehari-hari

5. Mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban kalau buang air besar

7. Memberantas jentik nyamuk

8. Makan buah-buahan dan sayuran setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik secara teratur dan terprogram/olahraga


(43)

ijazah. Tingkat pendidikan yang diobservasi terdiri dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar, pendidikan menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan pendidikan tinggi yaitu Strata 1, Strata 2, Strata 3 dengan penilaian :

1 = Pendidikan Dasar 2 = Pendidikan Menengah 3 = Pendidikan Tinggi

2.2 Perilaku Hidup Bersih Sehat

Indikator PHBS yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, meningkatkan persentase pemberian ASI Esklusif, menimbang bayi dan balita di posyandu, menggunakan air bersih dalam kebiasaan sehari-hari, mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun, menggunakan jamban kalau buang air besar, memberantas jentik nyamuk, makan buah-buahan dan sayuran setiap hari, melakukan aktivitas fisik secara teratur dan terprogram/olahraga, tidak merokok di dalam rumah.

Tabel 2. Defenisi Operasional PHBS

No Variabel Definisi Operasional Skala Cara Pengukuran

1 Perilaku Hidup Bersih

Sehat

Perilaku Hidup Bersih Sehat merupakan upaya untuk


(44)

meningkatkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan yang masing-masing indikatornya tercantum dalam kuesioner PHBS.

Jawaban pernyataan positif: 1. Benar : nilai 1

2. Salah : nilai 0

Jawaban pernyataan negatif: 1. Benar : nilai 0

2. Salah : nilai 1 Total Skor = 20 Kategori untuk PHBS : 0 – 7 = buruk 8 – 14 = sedang 15 – 20 = baik

3. Hipotesis

Ha : Ada hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat pada keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu. Ho : Tidak ada hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku

hidup bersih sehat pada keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancurbatu.


(45)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Desain Deskriptif Korelasional yaitu mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti mencari suatu hubungan,memperkirakan, menguji berdasarkan teori yang ada. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain (Nursalam, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kontribusi tingkat pendidikan terhadap perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu. Desain ini menggunakan pendekatan Cross Sectional, yaitu pengukuran variabel bebas dan variabel terikat hanya satu kali pada satu saat.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004 dalam Hidayat, 2007). Populasi penelitian ini adalah setiap kepala keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu. Ada terdapat 7 dusun di Desa Simalingkar dengan 1870 kepala keluarga.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Issac & Michael (Arikunto, 2006) sebagai berikut:


(46)

n =

n =

=

=

x2 NP (1-P) d2(N-1) + x2 P(1-P)

Keterangan:

n : besarnya sampel N : jumlah populasi

x2 : standar defiasi normal 1,96 dengan taraf kepercayaan 95% d2 : tingkat kesalahan 10% = 0,1

P : proporsi perkiraan jumlah sampel minimal (0,5)

Berdasarkan rumus tersebut di atas, maka besarnya sampel minimal yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1,96)2.0,5(1-0,5).1870

0,12(1870-1) + (1,96)2 0,5(1-0,5) 1795,948

19,6504 91

Teknik sampling pada penelitian ini adalah unstratified random sampling yang digunakan untuk mengetahui beberapa variabel pada populasi yang merupakan hal yang penting untuk mencapai sampel yang mewakili populasi (Nursalam,2003). Setiap dusun diperlukan sampel sebanyak 13. Sampel untuk kepala keluarga tamatan Pendidikan Dasar diperlukan 4 sampel per dusun, untuk Pendidikan Sekolah Menengah ( SMP,SMA ) 5 sampel perdusun, untuk Pendidikan Tinggi ( S1, S2 ) 4 sampel.


(47)

Adapun kriteria inklusi sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Sudah berumah tangga dan menjadi kepala keluarga

b. Pendidikan minimal Sekolah Dasar c. Bisa membaca dan menulis

d. Bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

Dalam memilih samel hal yang dilakukan peneliti adalah pertama mendatangi kepala dusun dari setiap dusun di Desa Simalingkar dan meminta alamat dari calon responden yang akan diteliti sesuai dengan tingkat pendidikan yang diperlukan dalam penelitian ini. Kemudian peneliti mengacak alamat calon responden yang akan dituju menurut tingkat pendidikan dengan metode cabut nomor.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu. Alasan peneliti memilih tempat ini untuk memudahkan jangkauan peneliti dalam pengambilan sampel dan juga di daerah ini terdapat kepala keluarga yang tingkat pendidikan terendah sampai tertinggi. Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan yaitu bulan September 2010-Juni 2011.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU, selanjutnya mengirim surat permohonan kepada Kepala Desa Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu. Peneliti melakukan penelitian setelah mendapat persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan.


(48)

Ada beberapa hal yang harus dilakukan peneliti sebelum melakukan pengumpulan data yaitu : peneliti menjelaskan maksud, tujuan, dan prosedur penelitian kepada responden. Apabila responden bersedia untuk diteliti maka terlebih dahulu responden menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden dalam lembar kuesioner demi menjaga kerahasiaan responden. Lembar tersebut hanya diberi kode tertentu untuk menjamin kerahasiaan yang diberikan oleh responden (Nursalam, 2003)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuisioner merupakan alat ukur berupa angket dengan beberapa pertanyaan/pernyataan (Hidayat, 2007).Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah langsung tertutup yang berupa pertanyaan dimana responden harus memilih jawaban yang disediakan. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari data demografi dan data PHBS. Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan. Data demografi ini berguna untuk membantu peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bias berpengaruh terhadap penelitian ini. Salah satu data diatas juga merupakan variabel bebas dari penelitian ini yaitu tingkat pendidikan yang akan diteliti. Tingkat pendidikan ini akan diobervasi melalui data demografi. Skala pengukuran variabel tingkat pendidikan adalah skala ordinal yaitu dengan penilaian :


(49)

1 = Pendidikan Dasar 2 = Pendidikan Menengah 3 = Pendidikan Tinggi

Kuesioner PHBS terdiri dari dua jenis pernyataan yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif yang berisi 20 pernyataan. Pernyataan negatif terdiri dari 6 pernyataan yaitu pada nomor 2,3,9,12,13,20 Sedangkan pernyataan positif terdiri dari 15 pernyataan yaitu pada nomor 1,4,5,6,7,8,9,10,11,14,15,16,17,18,19.

Penilaian untuk jawaban pernyataan/pertanyaan positif : 1. Benar : nilai 1

2. Salah : nilai 0

Penilaian untuk jawaban pernyataan/pertanyaan negatif : 1. Benar : nilai 0

2. Salah : nilai 1

Skala pengukuran yang dipakai adalah skala numerik dengan total skor 20. Untuk menentukan katagori tingkat perilaku hidup bersih sehat dapat dilihat dengan menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2007) yaitu:

P = Rentang / Banyak kelas

dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah). Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 20 dan nilai terendah adalah 0 yang dibagi dalam 3 katagori banyak kelas. Dengan demikian data tentang perilaku hidup bersih sehat dikategorikan sebagai berikut:

0 - 7 = buruk 8-14 = sedang 15 -20 = baik


(50)

6. Validitas dan Realiabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi (Hidayat, 2009). Uji validitas pada intrumen penelitian ini menggunakan uji validitas isi. Instrumen dikatakan valid apabila r>=0,7 ( Polit & Hungler, 1995). Uji validitas akan dilakukan oleh seseorang yang ahli dalam bidangnya yaitu bidang Departemen Komunitas Keperawatan USU. Setelah dilakukan uji validitas, instrument penelitian dinyatakan valid.

Reliabilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlawanan (Nursalam, 2008). Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 10 orang diluar sampel yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Uji reliabilitas yang digunakan untuk menguji instrumen dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus Kuder Richardson-20. Rumus KR-20 digunakan apabila skor untuk setiap butir soal hanya berupa dikotomi (Arikunto, 2007). Dikatakan reliabel bila nilai rhitung≥ rtabel dengan α = 5% dan rtabel = 0,7(Arikunto, 2006). Dari perhitungan didapati rhitung = 0,9. Dengan begitu instrumen dikatakan reliabel karena rhitung≥ rtabel.

7. Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data secara mendiri dengan membagikan kuesioner secara langsung kepada responden. Sebelum melakukan pengumpulan data peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan ijin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU.. Setelah itu menjelaskan tujuan,


(51)

manfaat, prosedur prngumpulan data pada calon responden. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden). Selanjutnya menjelaskan cara pengisian kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan cermat. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak mengerti.

Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dan memeriksa jika ada lembar kuesioner yang tidak lengkap atau pertanyaan yang tidak diisi seluruhnya oleh responden. Jika ada yang tidak lengkap maka responden diminta untuk melengkapi. Setelah data terkumpul dari semua responden, maka dilakukan analisa atau pengolahan data.

8. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data dilakukan analisa data. Tahap pertama adalah editing yaitu memeriksa kelengkapan data dan memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk. Tahap kedua adalah coding yaitu memberi angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu melakukan tabulasi dan analisa data (Arikunto, 2006). Tabulasi dan analisa data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial.

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Dahlan, 2008). Statistik dekriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi yang meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan. Statistik Inferensial adalah teknik statistik yang


(52)

digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Statistik inferensial digunakan untuk menganalisis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku hidup bersih sehat (Dahlan, 2008). Untuk menguji hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku hidup bersih sehat digunakan analisis statistik dengan uji anova ( Analysis of Variance). Uji anova merupakan teknik yang dipakai untuk menguji perbedaan lebih dari dua nilai dan dipakai pada skala pengukuran numerik, lebih dari 2 kelompok yang akan diteliti (Arikunto, 2007). Uji anova juga digunakan apabila data berdistribusi normal. Jika data tidak berditribusi normal digunakan uji Kruskal-Wallis (Dahlan, 2006). Dasar pengambilan keputusan untuk menjawab hipotesis penelitian, yaitu berdasarkan tingkat signifikansi (nilai p), yaitu: jika nilai p > 0,05 maka Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan dan jika nilai p < 0,05 maka Ho ditolak atau ada hubungan. Setelah dilakukan uji kenormalan data, ternyata data yang akan di analisa berdistribusi tidak normal sehingga yang dipakai adalah uji Kruskal-Wallis.


(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengumpulan data penelitian dilakukan dari bulan Februari-Maret 2011 di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 91 responden.

5.1. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu adalah sebagai berikut :

5.1.1 Karakteristik Responden

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan karakteristik responden di Desa Simalingkar ( N = 91 )

Karakteristik Responden Frekuensi (%)

Umur 20-30 31-40 40-50 51-60 61-70 Mean : 42 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Agama Islam Kristen

Tingkat Pendidikan KK Pend. Dasar Pend. Menengah Pend. Tinggi 11 20 49 10 1 52 39 51 40 28 35 28 12,0 21,9 53,8 10,9 1,0 57,1 42,9 56 44 30,8 38,5 30,8


(54)

Pekerjaan Pegawai Swasta/Wiraswasta Buruh/Petani PNS/TNI/POLRI Penghasilan <500.000 500.000-1.000.000 1.000.000-3.000.000 >3.000.000 48 28 15 9 37 43 2 52,7 30,8 16,5 9,9 40,7 47,3 2,2

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas umur kepala keluarga berada diantara 40-50 tahun (53,8%). Kemudian jumlah jenis kelamin yang mengisi kuesioner untuk laki-laki (57,1%) dan untuk perempuan (42,9%). Mayoritas penduduk memeluk agama Islam (56%) dan Kristen (44%).

Berdasarkan penghasilan, mayoritas penduduk memiliki penghasilan <500.000 (9,9%), 500.000-1.000.000 (40,7%), 1.000.000-3.000.000 (47,3%), >3.000.000 92,2%).

5.1.2 Tingkat pendidikan Kepala Keluarga

Tingkat pendidikan responden sesuai dengan kriteria sampel yang sudah direncanakan yaitu jumlah untuk Pendidikan Dasar 28 responden, Pendidikan Menengah 35 responden, Pendidikan Tinggi 28 responden.


(55)

5.1.3 Perilaku Hidup Bersih Sehat Kepala Keluarga

Berdasarkan tabel 4 dibawah dapat dilihat bahwa dari 28 KK yang memiliki Tingkat Pendidikan Dasar mempunyai perilaku hidup bersih sehat sedang sebanyak 19 KK (20,9%), yang mempunyai perilaku hidup bersih sehat buruk sebanyak 9 KK (9,9%) dan tidak ada yang memiliki perilaku hidup bersih sehat yang baik. Kemudian dari 35 KK yang memiliki Tingkat Pendidikan Mennengah mempunyai perilaku hidup bersih sehat baik sebanyak 2 KK (2,2%), yang mempunyai perilaku hidup bersih sehat sedang sebanyak 33 KK (36,3%) dan tidak ada yang memiliki perilaku hidup bersih sehat yang buruk. Sedangkan dari 28 KK yang memiliki Tingkat Pendidikan Tinggi mempunyai perilaku hidup bersih sehat baik sebanyak 24 KK (26,4%), yang mempunyai perilaku hidup bersih sehat sedang sebanyak 4 KK (4,4%) dan tidak ada yang memiliki perilaku hidup bersih sehat yang buruk.

Tabel 4. Perilaku Hidup Bersih Sehat ( N=91)

Tingkat Pendidikan KK

Perilaku Hidup Bersih Sehat

Total

Baik Sedang Buruk

N (%) N (%) N (%)

Pend.Dasar 0 19(21) 9(10) 28

Pend.Menengah 2(2) 33(36) 0 35

Pend.Tinggi 24(26) 4 (4) 0 28


(56)

5.1.4 Hasil hubungan antara tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu

Berdasarkan tabel 5 di bawah dapat dilihat bahwa nilai significance (p) sebesar 0,00 dinilai lebih kecil dari level of significance (α) sebesar 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu.

Tabel 5. Hasil hubungan tingkat pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih sehat di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu

Test Statistik

PHBS Chi-Square

Df

Asymp. Sig.

60.312 2 .000 a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable : T.Pendidikan

5.2 Pembahasan

5.1.2 Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku hidup bersih sehat seseorang ditentukan oleh pengetahuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya ádalah pendidikan (Mubarak et al, 2007).


(57)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya variasi tingkat pendidikan pada masyarakat Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu yaitu 30,7% berpendidikan SD, 38,4 berpendidikan menengah, 30,7% berpendidikan tinggi. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan No.0306/V/1995, tentang pelaksanaan wajib belajar adalah 9 tahun. Tingkat Pendidikan akan mempengaruhi kualitas PHBS karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang berhubungan erat dengan kualitas PHBS (Amalia, 2009). Dari hasil penelitian tingkat pendidikan kepala keluarga di Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu masih ada masyarakat yang kepala keluarganya tamat Sekolah Dasar bahkan ada yang tidak tamat SD. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan informasi tentang Keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan yang diputuskan pada tahun 1995, tentang pelaksanaan wajib belajar adalah 9 tahun. Pada masa mereka berada diusia sekolah mereka tidak tahu bahwa suatu kewajiban bagi seseorang mengecap pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama. Oleh karena itu masih ada beberapa masyarakat yang tidak bersekolah karena mereka menganggap itu tidak suatu kewajiban.

5.1.3 Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) Kepala Keluarga

PHBS pada masyarakat Desa Simalingkar Kecamatan Pancur Batu diperoleh dari lembar kuesioner yang disebarkan. Dari hasil pengumpulan data 91 responden terdapat kepala keluarga dengan PHBS baik sebanyak 26 KK (29%), PHBS sedang sebanyak 56 KK (61,6%), PHBS buruk 9 KK ( 10%). Dilihat dari persentase diatas bahwa Perilaku Hidup Bersih Sehat dalam masyarakat Desa Simalingkar masih banyak di tingkat sedang. Meskipun masih terdapat persentase


(58)

yang buruk. Namun sangat diharapkan masyarakat seharusnya memiliki PHBS yang baik.

Dari 20 item kuesioner yang dibagikan dapat dilihat perilaku sehat yang sering tidak dilakukan adalah keluarga adalah tidak melakukan olahraga secara teratur, keluarga tidak menaburkan bubuk abate 2-3 bulan sekali pada penampungan air, keluarga sering tidak mengubur semua barang-barang bekas yang ada disekitar / di luas rumah yang dapat menampung air hujan. Masyarakat di desa Simalingkar sering mengabaikan perilaku yang seharusnya dilakukan tersebut karena memang jika dilakukan atau tidak mereka menganggap hal itu sama saja. Padahal perilaku tersebut apabila dibiasakan mungkin tidak berefek sekarang tetapi dimasa depan.

5.1.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat

Dari hasil analisa data dapat dilihat PHBS pada Kepala Keluarga yang tingkat pendidikannya Pendidikan Dasar 9,9% buruk dan 20,9% sedang, kemudian pada Kepala Keluarga yang tingkat pendidikannya Pendidikan Menengah PHBSnya 36,3% sedang dan 2,2% baik. Sedangkan pada Kepala Keluarga dengan tingkat pendidikannya Pendidikan Tinggi PHBSnya 4,4% sedang dan 26,4 baik. Pendidikan yang rendah menjadikan masyarakat sulit memahami akan pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular. Dengan sulit memahami arti penting PHBS menyebabkan masyarakat tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit menular (Amalia,2009). Hal diatas akan berbeda dengan masyarakat


(59)

yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi karena memiliki PHBS lebih baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Goodman dalam Amalia (2009), bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi dapat lebih memelihara tingkat kesehatannya daripada seseorang yang berpendidikan lebih rendah. Orang yang berpendidikan lebih tinggi lebih mudah untuk menjaga kesehatan di lingkungannya.

Pada Kepala Kepala keluarga yang tingkat pendidikannya Pendidikan Dasar perilaku kurang sehat yaitu tidak rutin memantau berat badan bayi/balita, memberi makanan tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan, tidak rutin membawa bayi/balita ke posyandu, tidak diberikan ASI sampai usia bayi/balita 2 tahun, tidak mengubur barang-barang bekas, tidak menaburkan bubuk abate 2-3 bulan sekali, keluarga tidak mengkonsumsi buah setiap hari, tidak pernah olahraga dan merokok. Sedangkan perilaku yang sehat yaitu bayi/balita dilahirkan di Rumah Sakit/Puskesmas/Klinik Bersalin, keluarga memasak air hingga mendidih, air di rumah jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, sebelum makan kelurga mencuci tangan dengan sabun, setelah buang air besar cuci tangan dengan sabun, keluarga buang air besar di jamban, keluarga mengkonsumsi sayuran setiap hari.

Pada Kepala Keluarga yang tingkat pendidikannya Pendidikan Menengah perilaku yang kurang sehat yaitu bayi/balita tidak diberikan ASI sampai usia 2 tahun, memberi makanan tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan, sebelum menyiapkan makanan keluarga tidak mencuci tangan dengan sabun, keluarga tidak mengubur barang-barang bekas, keluarga tidak menaburkan bubuk abate 2-3 bulan sekali di penampungan air, olahraga tidak teratur, anggota keluarga merokok. Sedangkan perilaku yang sehat yaitu keluarga memasak air hingga mendidih, air di rumah jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, keluarga


(60)

buang air besar di jamban, jarak jamban dengan sumber air minum >10m, keluarga menguras bak mandi seminggu sekali, keluarga menutup rapat-rapat tempat penampungan air, keluarga mengkonsumsi sayuran setiap hari.

Pada Kepala Keluarga yang tingkat pendidikannya Pendidikan Tinggi perilaku yang kurang sehat yaitu keluarga tidak melakukan olahraga secara teratur, keluarga tidak menaburkan bubuk abate 2-3 bulan sekali pada penampungan air, keluarga tidak mengubur barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah. Sedangkan perilaku yang sehat yaitu bayi/balita diberikan ASI sampai usia 2 tahun, tidak memberi makanan tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan, sebelum menyiapkan makanan keluarga mencuci tangan dengan sabun, anggota keluarga tidak merokok, air di rumah jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, keluarga buang air besar di jamban, jarak jamban dengan sumber air minum >10m, keluarga menguras bak mandi seminggu sekali, keluarga menutup rapat-rapat tempat penampungan air, keluarga mengkonsumsi sayuran setiap hari. Proporsi PHBS berdasarkan tingkat pendidikan yaitu kepala keluarga yang berpendidikan menengah memiliki PHBS lebih baik dari pada kepala keluarga yang berpendidikan SD. Demikian juga pada kepala keluarga yang berpendidikan tinggi memiliki PHBS lebih baik dari pada kepala keluarga yang tingkat pendidikannya Sekolah Dasar dan Menengah. Proporsi tersebut menunjukkan adanya hubungan sangat signifikan antara tingkat pendidikan dan perilaku hidup bersih dan sehat dengan nilai p sebesar 0,000. Tingkat pendidikan kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap menuju perilaku hidup bersih dan sehat. Tingkat pendidikan kepala keluarga yang rendah akan mempengaruhi keluarga dalam memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian


(61)

menentukan pilihan dalam menerapkan hidup sehat. Pendidikan kepala keluarga yang rendah menjadikan keluarga sulit memahami akan arti pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Hermawan (2007) yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Persepsi dengan Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Pemeliharaan Kebersihan Lingkungan” bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin baik perilaku ibu rumah tangga dalam memelihara kebersihan lingkungan dengan sampel ibu rumah tangga di Rukun Warga /RW 14 didaerah Mancagar Kelurahan Panglayungan Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya yang berjumlah 461 orang yang tersebar di 7 RT (Rukun Tetangga).

Banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya kualitas lingkungan.

Diantaranya, yaitu rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat

tentang lingkungan, sehingga mereka kurangrespon untuk dapat menerima informasi yangbermanfaat bagi dirinya (Hermawan,2007).

Orang yang berpendidikan lebih tinggi lebih mudah untuk menjaga kesehatan dilingkungannya. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada kepala keluarga menjadikan keluarga lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki 45 status kesehatan yang lebih baik (Widyastuti, 2005).

Hasil penelitian Amalia (2009) yang berjudul “Hubungan Antara Pendidikan, Pendapatan Dan Perilakuhidup Bersih Dan Sehat (Phbs) Pada Pedagang Hidangan Istimewa Kampung (Hik) Di Pasar Kliwon Dan Jebres Kota Surakarta” juga menemukan adanya hubungan tingkat pendidikan masyarakat


(62)

dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Penelitian in menggunakan sampel sebanyak 40 pedagang hidangan istimewa kampung. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian Kusumawati (2004) yang berjudul “Hubungan Antara Pendidikan dan Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Kesehatan Lingkungan Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Di Kelurahan Joyotakan Surakarta”, mengemukakan bahwa ada hubungan antara pendidikan kepala keluarga dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 175 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Joyotakan Surakarta.


(1)

Lampiran 8 MASTER DATA

No.Resp Pendidikan Dasar Total

1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 9 2 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 7 3 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 4 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 8 5 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8 6 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 7 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 9 8 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 9 9 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6 10 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7 11 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 9 12 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8 13 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 10 14 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 11 15 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7 16 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7 17 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 8 18 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 10 19 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 8 20 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 8 21 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 8 22 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 9 23 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 10 24 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 7 25 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6 26 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 9 27 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7 28 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8

8,10714

No.Resp Pendidikan Menengah Total

1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 11 2 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 11 3 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 12 4 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 11 5 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 12 6 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 10 7 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 10 8 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 11


(2)

9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 13 10 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 12 11 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 11 12 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 11 13 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 11 14 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 11 15 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 11 16 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 10 17 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 12 18 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 14 19 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 11 20 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 9 21 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 10 22 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 14 23 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 11 24 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15 25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 17 26 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 12 27 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 10 28 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 14 29 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 10 30 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 10 31 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 9 32 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 14 33 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 8 34 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 8 35 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 10 11,31429

No.Resp Pendidikan Tinggi Total

1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 15 2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 15 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 18 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 19 5 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 17 6 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 17 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 16 8 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 16 9 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 15 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 17


(3)

14 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 17 15 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 16 16 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 17 17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 17 18 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 16 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 17 20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 17 21 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 16 22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 17 23 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 14 24 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 13 25 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 13 26 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 16 27 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 15 28 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 13 16


(4)

Lampiran 9 Hasil Analisa Data

Test Kenormalan Data

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

P.Dasar .429 28 .000 .591 28 .000

P.Menengah .536 28 .000 .287 28 .000

P.Tinggi .513 28 .000 .419 28 .000

a. Lilliefors Significance Correction Kruskal-Wallis Test

Ranks

T.Pendidikan N Mean Rank

PHBS Dasar 28 27.05

Menengah 35 39.84

Tinggi 28 72.64

Total 91

Test Statisticsa,b

PHBS

Chi-Square 60.312

df 2

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: T.Pendidikan


(5)

Mann-Whitney Test

Ranks

T.Pendidikan N Mean Rank Sum of Ranks

PHBS Dasar 28 25.70 719.50

Menengah 35 37.04 1296.50

Total 63

Test Statisticsa

PHBS

Mann-Whitney U 313.500

Wilcoxon W 719.500

Z -3.702

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: T.Pendidikan Ranks

T.Pendid

ikan N Mean Rank Sum of Ranks

PHBS Dasar 28 15.86 444.00

Tinggi 28 41.14 1152.00

Total 56

Test Statisticsa

PHBS

Mann-Whitney U 38.000

Wilcoxon W 444.000

Z -6.299

Asymp. Sig. (2-tailed) .000


(6)

Ranks

T.Pendidikan N Mean Rank Sum of Ranks

PHBS Menengah 35 20.80 728.00

Tinggi 28 46.00 1288.00

Total 63

Test Statisticsa

PHBS

Mann-Whitney U 98.000

Wilcoxon W 728.000

Z -6.358

Asymp. Sig. (2-tailed) .000


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA DENGAN RUMAH SEHAT DI DESA DUWET Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga dengan Rumah Sehat di Desa Duwet Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 4 16

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU HIDUP SEHAT LANSIA DI DESA WIROGUNAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Perilaku Hidup Sehat Lansia Di Desa Wirogunan Kartasura.

1 24 15

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Perilaku Hidup Sehat Lansia Di Desa Wirogunan Kartasura.

0 1 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU HIDUP SEHAT LANSIA DI DESA WIROGUNAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Perilaku Hidup Sehat Lansia Di Desa Wirogunan Kartasura.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA MANCASAN WILAYAH PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO.

0 1 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT KELUARGA DI KELURAHAN LIMAU MANIS SELATAN TAHUN 2012.

0 0 22

Hubungan Pengetahuan Dan Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Keluarga Di Kelurahan Limau Manis Selatantahun 2012.

0 1 2

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT KELUARGA DIKELURAHAN LIMAU MANIS SELATAN TAHUN 2012.

0 1 11

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI RT 3 RW 07 KELURAHAN PAKUNCEN WIROBRAJAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pendidikan dan Sikap Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan S

0 0 13

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA LANSIA DI DESA RAKIT KABUPATEN BANJARNEGARA

0 0 16