PERBEDAAN DIMENSI NON-KOGNITIF KEMATANGAN KARIR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN DAN TIDAK MENERAPKAN PROGRAM PEMINATAN KURIKULUM 2013.

(1)

ABSTRAK

Perbedaan Dimensi Non-Kognitif Kematangan Karir Peserta Didik Pada Sekolah Yang Menerapkan dan Tidak Menerapkan Program Peminatan Kurikulum 2013

di SMA Negeri Kota Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015 Oleh

Irlan Wardiansah NIM 1303286

Perubahan kurikulum saat ini mengamanatkan adanya program peminatan. Salah satu tujuannya agar peserta didik mampu memahami dan mempersiapkan diri mencapai kemandirian yang didasarkan pada kematangan pemenuhan potensi dasar, bakat, minat, dan keterampilan pekerjaan/karir. Super mengungkapkan bahwa dimensi kematangan karir mencakup kognitif dan kognitif. Penelitian ini dibatasi pada dimensi non-kognitif, meliputi: 1) perencanaan karir, 2) eksplorasi karir, dan 3) realisme keputusan karir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik pada sekolah yang menerapkan dan tidak menerapkan program peminatan Kurikulum 2013.

Metode yang digunakan metode deskriptif komparatif. Populasi dalam penelitian ini yaitu SMA Negeri Kota Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sample random proporsional sebanyak 319 orang. Untuk menjawab pertanyaan penelitian dilakukan uji t menggunakan software SPSS version 20.0 for windows.

Berdasarkan hasil uji perbandingan dua rata-rata independent samples test, diketahui bahwa dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik pada sekolah yang menerapkan program peminatan Kurikulum 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang berada pada sekolah yang tidak menerapkan program peminatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbedaan signifikan p < 0,05 pada aspek perencanaan karir. Program bimbingan karir direkomendasikan untuk dipertimbangkan sebagai salah satu layanan dalam meningkatkan dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik di SMA.

Kata Kunci:

Dimensi Non-Kognitif Kematangan Karir, Program Peminatan Kurikulum 2013, Sekolah Menengah Atas.


(2)

ABSTRACT

The Differences of Non-Cognitive Dimensions Career Maturity of Students at School Applying and not Applying Specialization Program Curriculum 2013

at SMA Negeri Tasikmalaya Academic Year 2014/2015 By

Irlan Wardiansah NIM 1303286

A change in the current curriculum mandates the specialization program. One of the aims is that learners are able to understand and prepare achieving self-reliance based on the maturity of the fulfillment of the basic potential, talents, interests, and skills of job/career. Super reveals that career maturity dimensions include the cognitive and non-cognitive. This study is limited only to the non-cognitive dimension, includes: 1) career planning, 2) career exploration, and 3) realism career decisions.

This study aims to determine differences in non-cognitive dimensions career maturity of students in schools that apply and do not apply the program specialization in Curriculum 2013.

The method used is descriptive comparative method. The population is SMA Negeri Tasikmalaya academic year 2014/2015. While the techniques used in sampling using random sample proportional to the total sample of 319 people. To answer the research question t test using SPSS software version 20.0 for Windows.

Based on the test result comparison of two averages independent samples test, it is known that the dimensions of non-cognitive career maturity of students who are at schools with a program specialization in Curriculum 2013 was higher than those in schools that did not implement the program specialization. This is indicated by a significant difference p <0.05 in aspects of career planning. Career guidance program is recommended to be considered as one of the service content in the increase of non-cognitive dimensions of career maturity in high school students.

Keywords:

Non-cognitive dimensions of career maturity, program specialization in Curriculum 2013, High School’s Student.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisaan data hasil secara eksak dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik, mulai dari pengumpulan data, penafsiran sampai dengan penyajian hasilnya. Seperti apa yang dikemukakan oleh Creswell (2013), penelitian kuantitatif pada umumnya melibatkan proses pengumpulan, analisis, dan interpretasi data, serta penulisan hasil-hasil penelitian. Data yang dihasilkan menjadi landasan untuk mengetahui perbedaan dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik pada sekolah yang menerapkan dan yang tidak menerapkan program peminatan Kurikulum 2013.

2. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif perbandingan (deskriptif komparatif). Penelitian deskriptif komparatif merupakan bentuk penelitian deskriptif yang membandingkan dua atau lebih dari dua situasi, kejadian, kegiatan, yang sejenis atau hampir sama. Dari hasil perbandingan tersebut dapat ditentukan unsur-unsur atau faktor-faktor penting yang melatar belakangi persamaan atau perbedaan (Syaodih, 2009). Yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik SMA pada sekolah yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) dengan sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP).

Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan pada saat penelitian dilakukan. Selain itu, alasan menggunakan metode deskriptif perbandingan karena peneliti bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, membandingkan dan mengambil suatu generalisasi dari pengamatan mengenai dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik SMA pada sekolah yang


(4)

menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) dengan sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP).

B. Definisi Operasional

1. Dimensi Non-Kognitif Kematangan Karir

Dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik menggunakan skala sikap. Menurut Chaplin (2006) dimensi non-kognitif (sikap) berkaitan dengan unsur-unsur afektif, yaitu perasaan yang sangat kuat, perwujudan emosi, proses-proses mental, dan konatif yaitu reaksi, perbuatan, kemauan, tingkah laku bertujuan, dan kehendak individu. Dengan demikian dimensi non-kognitif dalam skala sikap meliputi tiga aspek, yakni: 1) perencanaan karir, yaitu keterlibatan peserta didik dalam aktivitas-aktivitas karir; 2) eksplorasi karir, yaitu keinginan peserta didik untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi tentang karir dan mendapatkan informasi karir dari sumber-sumber tersebut; dan 3) realisme keputusan karir, yaitu realistis (masuk akal) tidaknya keputusan karir peserta didik sesuai dengan kondisi objektif personal (kelebihan dan kekurangan diri) serta kesempatan-kesempatan karir yang dimilikinya.

2. Jenis Sekolah

Jenis Sekolah yang dimaksud adalah SMA Negeri yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) dan SMA Negeri yang tidak menerapkan program peminatan (masih menggunakan KTSP) yang diketahui melalui identitas data yang diisi oleh subyek penelitian.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik SMA Negeri di Kota Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah sepuluh sekolah dengan komposisi delapan SMA Negeri Kurikulum 2013 dan dua SMA Negeri KTSP.

Penelitian ini menggunakan teknik sample random proporsional. Pengambilan sampel penelitian dengan cara: dari delapan sekolah pilot project dan sekolah mandiri (biaya sendiri) yang menerapkan Kurikulum 2013 diambil


(5)

empat sekolah yang mewakili dengan pertimbangan telah dua tahun menerapkan Kurikulum 2013, yaitu SMA Negeri 2, SMA Negeri 6, SMA Negeri 7, SMA Negeri 8. Sedangkan untuk sekolah yang masih menerapkan KTSP hanya ada dua sekolah sehingga dua sekolah tersebut dijadikan sampel, yaitu SMA Negeri 9 dan SMA Negeri 10.

Pengambilan sampel peserta didik dengan cara merandom kelas XI IPA dan Kelas XI IPS diambil perjurusannya satu kelas dari setiap sekolahnya. Adapun secara terperinci termuat dalam tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

No. Nama Sekolah Kurikulum Kelas/Jurusan

Target Jumlah Peserta Didik Jumlah Peserta Didik 1. SMAN. 2

Tasikmalaya

Kurikulum 2013

XI. MIPA 35 34

XI. IPS 35 31

2. SMAN. 6 Tasikmalaya

Kurikulum 2013

XI. MIPA 35 20

XI. IPS 35 40

3. SMAN. 7 Tasikmalaya

Kurikulum 2013

XI. MIPA 35 28

XI. IPS 35 30

4. SMAN. 8 Tasikmalaya

Kurikulum 2013

XI. MIPA 35 16

XI. IPS 35 12

5. SMAN. 9

Tasikmalaya KTSP

XI. MIPA 35 35

XI. IPS 35 30

6. SMAN. 10

Tasikmalaya KTSP

XI. MIPA 35 20

XI. IPS 35 23

Total 420 319

Target jumlah peserta didik dari enam sekolah adalah 420 orang, tetapi pada saat pengumpulan data dilakukan banyak peserta didik yang tidak hadir. Oleh karena itu, akhirnya dalam penelitian ini jumlah peserta didik yang menjadi responden penelitian berjumlah 319 orang. Dengan rincian pada tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.2

Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kurikulum Sekolah

No. Jenis Kurikulum Sekolah Jumlah Peserta Didik 1. SMA Kurikulum 2013 211 Orang

2. SMA KTSP 108 Orang


(6)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrumen Skala Kematangan Karir (SKK) SMA yang dibuat oleh Arie Rakhmat Riyadi. SKK SMA telah diuji-cobakan kepada 461 peserta didik SMA (responden) dan dijadikan sebagai pertimbangan dalam penyusunan pengembangan alat ukur kematangan karir siswa SMA. Di dalam instrumen SKK SMA terdiri dari dua format, yaitu SKK format 1 digunakan untuk mengukur dimensi kognitif dan SKK format 2 digunakan untuk mengukur dimensi non-kognitif. Berhubung yang akan diukur hanya dimensi non koginitifnya saja maka instrumen yang digunakan adalah SKK format 2.

Dalam instrumen SKK format 2 digunakan untuk mengukur dimensi non-kognitif kematangan karir meliputi tiga aspek, yakni: 1) perencanaan karir, yaitu keterlibatan peserta didik dalam aktivitas-aktivitas karir; 2) eksplorasi karir, yaitu keinginan peserta didik untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi tentang karir dan mendapatkan informasi karir dari sumber-sumber tersebut; dan 3) realisme keputusan karir, yaitu realistis (masuk akal) tidaknya keputusan karir peserta didik sesuai dengan kondisi objektif personal (kelebihan dan kekurangan diri) serta kesempatan-kesempatan karir yang dimilikinya. Adapun bentuk SKK format 2 ini disajikan dalam bentuk skala penilaian (Likert) dengan lima pilihan jawaban, yaitu “Sangat Sesuai (SS)”, “Sesuai (S)”, “Tidak Bisa Menentukan (TB)”, “Kurang Sesuai (KS)”, dan “Tidak Sesuai (TS)”.

SKK SMA ini telah teruji baik validitas, reliabilitas, maupun aplikabilitasnya di lapangan. SKK format 2 terdiri dari 38 butir soal berbentuk skala penilaian dengan lima pilihan jawaban yang memiliki indeks reliabilitas tinggi (0.807) dengan SEM sebesar 7.969 (Riyadi, 2006).

1. Validitas

Validitas merupakan dukungan bukti dan teori terhadap penafsiran skor tes sesuai dengan tujuan penggunaan tes. Oleh karena itu validitas merupakan fundamen paling dasar dalam mengembangkan dan mengevalusi suatu tes. Validitas adalah penafsiran skor tes seperti tercantum pada tujuan penggunaan tes,


(7)

bukuan tes itu sendiri. Apabila skor tes digunakan ditafsirkan lebih dari satu makna, setiap penafsiran atau pemaknaan harus divalidasi (Mardapi D, 2008: 16).

Instrumen yang baik harus valid dan reliabel. Suatu instrumen yang valid harus mempunyai validitas internal (rasional) dan validitas eksternal (empiris). Validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas internal meliputi validitas isi (content validity). Instrumen yang mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Validitas internal instrumen dikembangkan menurut teori yang relevan (Sugiyono, 2006: 138). Sutrisno Hadi (Sugiono, 2006) menyatakan bahwa “bila bangunan teorinya sudah benar, maka hasil pengukuran dengan alat ukur (instrumen) yang berbasis pada teori itu sudah dipandang sebagai hasil yang valid”. Pembuktian validitas isi dilakukan dengan cara menyusun angket berdasarkan kisi-kisi yang dikembangkan dari kajian teoritis yang mendalam, mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing (expert judgment). Setelah mendapat persetujuan dari dosen pembimbing, penelitian baru dapat dilakukan. Dengan demikian butir-butir instrumen ini telah mencakup seluruh kawasan isi variabel yang hendak di ukur.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena intrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas sering disamakan dengan konsistensi, stabilitas atau dependability, yang pada prinsipnya menunjukkan sejauhmana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama (Mardapi D, 2008: 58). Tingkat reliabilitas ditentukan berdasarkan besarnya koefisien reliabilitas yang dimiliki. Semakin tinggi koefisien korelasi, semakin tinggi pula reliabilitas instrumen tersebut. Ini berarti semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali (Sukardi, 2007: 128).


(8)

E. Prosedur Penelitian

Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan dan pelaporan dengan penjabaran sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Membuat proposal penelitian dan mendiskusikan dengan pembimbing akademik.

b. Mengikuti seminar proposal tesis yang di uji oleh tiga penguji dosen bimbingan dan konseling.

c. Mengajukan permohonan dosen pembimbing tesis melalui departemen psikologi pendidikan dan bimbingan kemudian di lanjutkan permohonan pengakatan SK dosen pembimbing tesis melalui asisten direktur sekolah pascasarjana.

d. Mengajukan permohonan izin penelitian melalui asisten direktur sekolah pascasarjana. Surat izin keluar disampaikan kepada kepala SMA Negeri di Kota tasikmalaya yang menjadi sampel penelitian.

e. Membuat permohonan izin penggunaan instrumen penelitian SKK SMA kepada saudara Arie Rakhmat Riyadi. Kemudian mendapatkan izin penggunaan instrumen penelitian SKK SMA dari saudara Arie Rakhmat Riyadi kepada peneliti.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dari tanggal 18 April 2015 s.d. 23 Mei 2015. Dengan mengumpulkan data dan menyebarkan angket kepada peserta didik kelas XI program MIPA dan IPS di SMA Negeri Kota Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015.

3. Hasil dan Laporan

Pada tahap akhir dilakukan pengolahan dan menganalisis data mengenai gambaran dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik SMA serta membuat kesimpulan, implikasi dan rekomendasi dari hasil penelitian.


(9)

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data ini dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah yang sistematis dari buku manual Skala Kematangan Karir (SKK) SMA. Agar peneliti dapat menggunakan data-data yang diperoleh tersebut dengan mudah, maka dalam pengolahan data dibantu dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS for Windows versi 20.

Berikut tahapan dari analisis data dimensi non-kognitif kematangan karir.

1. Penyeleksian Data

Setelah angket terkumpul dari sampel sebagai sumber data, maka harus diseleksi untuk memeriksa keabsahan pengisian angket mungkin saja terdapat sebagian butir pernyataan dalam angket yang tidak diisi oleh responden. Data yang diolah sebagai data penelitian.

2. Penyekoran

Pemberian skor terhadap dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik di sekolah yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) dan di sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP). Penyekoran dilakukan berdasarkan pedoman yang ada pada manual SKK berikut ini.

Tabel 3.3

Pola Skor Dimensi Non-Kognitif Kematangan Karir

Pilihan Jawaban

Skor Butir Soal

Favorable Non-Favorable

Sangat Sesuai (SS) 4 0

Sesuai (S) 3 1

Tidak Bisa Menentukan (TB) 2 2

Kurang Sesuai (KS) 1 3

Tidak Sesuai (TS) 0 4

*Keterangan:

Butir-butir favorable, nomor = 1 s.d. 26, Nonfavorable, nomor = 27 s.d 38


(10)

3. Perhitungan Norma

Untuk mengetahui makna skor yang dicapai peserta didik dari data dimensi non-kognitif, maka ditetapkan suatu norma sebagai standarisasi dalam menafsirkan skor yang sudah ada dalam buku pedoman manual SKK. Norma tersebut disusun dalam bentuk persentil, yang disusun berasal dari skor yang telah dicapai peserta didik baik skor pada setiap aspek maupun skor total (Riyadi, 2006).

Tabel 3.4

Norma Skor Dimensi Non-Kognitif Kematangan Karir

RENTANG

PERSENTIL Total

Perencanaan Karir

Eksplorasi Karir

Realisme Keputusan

Karir

Kategori

≥ 75 ≥ 98 ≥ 42 ≥ 27 ≥ 34 Tinggi

26 – 74 74 – 97 26 – 41 21 – 26 22 – 33 Sedang

≤ 25 ≤ 73 ≤ 25 ≤ 20 ≤ 21 Rendah

4. Penafsiran

Penafsiran data berdasarkan pedoman yang ada pada buku pedoman manual SKK berikut ini.

a. Kategori Tinggi, peserta didik terlibat dalam aktivitas-aktivitas rencana karir, memiliki keinginan untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi karir dan mendapatkan informasi karir dari sumber-sumber tersebut, serta realistis (masuk akal/logis) dalam membuat keputusan karir sebab didasari oleh penerimaan dan pemahaman yang baik tentang diri dan pilihan karir, termasuk menerima dan menjalankan dengan optimal keputusan yang dibuatnya.

b. Kategori Sedang, peserta didik terlibat hanya pada beberapa aktivitas rencana karir, memiliki sedikit keinginan untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi karir dan sedikit mendapatkan informasi karir dari sumber-sumber tersebut serta kurang realistis dalam membuat keputusan karir sebab didasari oleh penerimaan dan pemahaman yang seadanya tentang keadaan diri serta pilihan karir, termasuk kurang menerima dan kurang optimal menjalankan keputusan yang dibuatnya.


(11)

c. Kategori Rendah, peserta didik tidak terlibat dalam aktivitas-aktivitas rencana karir, tidak memiliki keinginan untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi karir dan tidak pula mendapatkan informasi karir dari sumber-sumber tersebut, kemudian tidak realistis dalam membuat keputusan karir sebab tanpa didasari oleh penerimaan dan pemahaman tentang keadaan diri serta pilihan karir, termasuk tidak menerima dan tidak optimal menjalankan karir yang dibuatnya.

5. Teknik pengolahan data perbandingan

Perbandingan dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik di sekolah yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) dan di sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP) menggunakan rumus uji komparatif (uji t/t test). Tujuan dilakukan pengujian ini adalah untuk membandingkan dua nilai jenis Kurikulum 2013 dan jenis KTSP dengan mengajukan pertanyaan apakah ada perbedaan antara kedua kategori tersebut secara signifikan. Pengujian perbedaan dimensi non-kognitif hanya dilakukan terhadap rerata kedua nilai saja, dan untuk keperluan tersebut dilakukan uji t ( t-test). Dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows versi 20.0.


(12)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa hipotesis pada penelitian ini diterima yaitu terdapatnya perbedaan dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik di SMA Negeri Kota Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015 ditinjau dari sekolah yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) dan sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP). Artinya sekolah yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) memiliki pengaruh lebih tinggi terhadap dimensi non-kognitif dibandingkan dengan sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP). Beberapa simpulan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Gambaran umum dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik di sekolah yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) mayoritas berada pada kategori tinggi. Artinya peserta didik terlibat dalam aktivitas-aktivitas rencana karir, memiliki keinginan untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi karir dan mendapatkan informasi karir dari sumber-sumber-sumber-sumber tersebut, serta realistis (masuk akal/logis) dalam membuat keputusan karir sebab didasari oleh penerimaan dan pemahaman yang baik tentang diri dan pilihan karir, termasuk menerima dan menjalankan dengan optimal keputusan yang dibuatnya.

2. Gambaran umum dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik di sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP) mayoritas berada pada kategori sedang. Artinya peserta didik terlibat hanya pada beberapa aktivitas rencana karir, memiliki sedikit keinginan untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi karir dan sedikit mendapatkan informasi karir dari sumber-sumber tersebut serta kurang realistis dalam membuat keputusan karir sebab didasari oleh penerimaan dan pemahaman yang seadanya tentang


(13)

keadaan diri serta pilihan karir, termasuk kurang menerima dan kurang optimal menjalankan keputusan yang dibuatnya.

3. Perbedaan gambaran umum dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik di sekolah yang menerapkan program peminatan (Kurikulum 2013) lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah yang tidak menerapkan program peminatan (KTSP) di SMA Negeri Kota Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015.

Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dimensi non-kognitif kematangan karir peserta didik tidak hanya bergantung pada jenis sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 ataupun sekolah yang masih menerapkan KTSP tetapi memang harus ditunjang oleh perencanaan karir yang direncanakan lebih awal serta di dukung oleh eksplorasi karir dan realisme keputusan karir yang difahami dengan baik oleh peserta didik.

B. Implikasi

Penelitian yang dilakukan memberikan impikasi bahwa peserta didik pada tahap remaja hendaknya mampu mencapai kematangan karir agar peserta didik mampu merencanakan studi lanjutan dan karir yang sesuai bagi dirinya di masa depan. Terlebih pada Kurikukum 2013, program peminatan merupakan suatu aspek penting dalam pelaksanaan pendidikan. Pelayanan arah peminatan peserta didik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan terintegrasi dalam program pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan, khususnya dalam jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Dengan demikian, hal ini berdampak bahwa program pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan yang lengkap dan penuh harus memuat kegiatan pelayanan arah peminatan peserta didik yang tentunya erat kaitannya dengan pencapaian kematangan karir peserta didik. Untuk itu sebagai implikasi dari temuan tentang hasil penelitian dibuatkan program bimbingan hipotetik mengacu pada kematangan karir peserta didik yang sejalan dengan harapan dari adanya program peminatan Kurikulum 2013 dan juga bagi sekolah yang belum menerapkan program peminatan (KTSP) (lampiran).


(14)

C. Rekomendasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan sebagai upaya tindak lanjut dan upaya membantu lembaga dan pihak-pihak yang berkepentingan, maka rekomendasi diberikan sebagai berikut.

1. Peserta didik

Bagi peserta didik hendaknya merencanakan karir sesuai dengan minat dan potensinya dan harus sudah mulai mencari informasi mengenai karir yang akan ditekuninya dimasa depan sehingga dapat mempersiapkan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk menjalani pilihan karirnya.

2. Guru Bimbingan dan Konseling

Memfasilitasi peserta didik terkait dengan aspek perencanaan karir, eksplorasi karir, realisme keputusan karir lebih awal dengan harapan peserta didik bisa mencapai pada dimensi non-kognitif kematangan karir yang baik, sehingga tumbuh sikap percaya diri, bertanggung jawab, mengarahkan dan mengembangkan diri, tekun, kreatif, inisiatif, serta ingin melakukan sendiri. Cara sederhana yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan informasi tentang: a. Program peminatan peserta didik dilakukan saat pertama kali masuk sekolah

(bersamaan dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB) atau pada awal masuk sekolah setelah dinyatakan diterima (awal masa orientasi studi (MOS)). b. Cara-cara belajar, kegiatan pengembangan minat dan bakat, dan sarana dan

prasaran belajar yang ada di sekolah/madrasah.

c. Karir atau jenis pekerjaan yang perlu dipahami dan/atau yang dapat dijangkau setelah tamat mengikuti pendidikan yang sedang ditempuh.

d. Studi lanjutan setelah tamat pendidikan yang sedang ditempuh. 3. Sekolah

Pihak sekolah diharapkan betul-betul melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses peminatan, seperti sejak dini sudah harus bisa mendeteksi kemampuan peserta didik mengenai potensi diri, prestasi belajar dan prestasi non akademik yang telah diperoleh, cita-cita, minat belajar dan perhatian orang tua. Terkait dengan potensi diri pihak sekolah bisa mengadakan psikotes yang waktunya dilaksanakan pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).


(15)

4. Peneliti selanjutnya

Proses dan hasil penelitian ini tidak dapat dipisahkan keterbatasan penulis dalam menyusun dan mengelola kegiatan penelitian ini, oleh sebab itu kepada peneliti selanjutnya di rekomendasikan untuk:

a. Melakukan penelitian kematangan karir peserta didik yang tidak hanya dilihat dari dimensi non-kognitif saja, dapat ditambahkan dimensi kognitif ataupun dimensi keterampilan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih beragam.

b. Mempertimbangkan faktor-faktor lain yang juga dapat berpengaruh dalam tercapainya kematangan karir, misalnya faktor internal seperti intelegensi, minat, bakat, kepribadian, hasil belajar, dan kelemahan-kelemahan baik fisik maupun psikologis ataupun faktor eksternal lain selain karakteristik sekolah seperti keluarga, gender, tingkat sosial ekonomi dan kultur/budaya.

c. Melakukan penelitian dengan membandingkan jurusan yang ada di SMA (IPA, IPS, Bahasa) karena pada penelitian ini tidak untuk membandingkan jurusan yang ada di sekolah, sehingga bisa diketahui perbedaan yang lebih spesifik.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: ABKIN.

ABKIN & ILO. (2011). Panduan Pelayanan Bimbingan Karir: Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: ILO.

ABKIN. (2013). Panduan Khusus Bimbingan dan Konseling (Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik). Jakarta: ABKIN.

Achdisty, O.T. (2008). Program Bimbingan untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Alvarez, G.M. (2008). “Career Maturity: a Priority for Secondary Education”. Journal of Research in Educational Psychology. ISSN. 1696-2095. No. 16. Vol. 6 (3) 2008, pp: 749-772. Spain: Department of Educational Research Methods and Diagnostics, University of Barcelona.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. (2013). Pedoman Peminatan Peserta Didik. Jakarta: Kemendikbud.

Brown, S.D., Lent, R.W. (Eds.) (2005). Career Development and Counseling: Putting Theory and Research to Work. USA: John Wiley & Sons, Inc. Budiamin, A. (2002). ”Manajemen Layanan Bimbingan Karier pada SMU Negeri

di Kabupeten Bandung”. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. 2 (4), 259 – 266.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi (Kartini Kartono, Trans.). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Creswell, J.W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Terjemahan: Ahmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Crites, J.O. (1986). Career Counseling: Models, Methods, and Materials. New York: McGrawHill Book Company.


(17)

Irlan Wardiansah, 2015

Darmaningtyas. (2013). Problematika Implementasi Kurikulum 2013. Tersedia:

http://koran.tempo.co/konten/2013/07/10/315407/Problematika-Implementasi-Kurikulum-2013 [20 Januari 2015].

Depdiknas. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, Tentang Guru. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta penjelasannya. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Ditjen PMPTK. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaran Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Furqon. (2002). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gati, I., & Asher, I. (2001). The PIC model for career decision making: Prescreening, in-depth exploration, and choice. In T. L. Leong & A. Barak (Eds.), Contemporary models in vocational psychology: A volume in honor of Samuel H. Osipow (pp. 6–54). Mahwah, NJ: Erlbaum.

Greenhaus, J.H., Callanan, G.A. (2006). Encyclopedia of Career Development. USA: Sage Publications.

Hayadin. (2006). Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa Jenjang Pendidikan Menengah (survey pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 59 (12), 383-394.

Herr, E.L & Crammer, S.H. (1996). Career Guidance and Counseling Through the Life Span. Toronto: Little, Brown & Company.

Hurlock, B.E. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Jean, D, and Helen C. (2003). “Workforce investment act summer youth activities participants' work ethic and career maturity”, Makalah disampaikan pada Conference Proceedings for the Annual Meeting of the American Vocational Education Research Association (AVERA), USA, 11-14 Desember 2003.

Kemendikbud. (2013), Kemdikbud Keluarkan Data Terbaru Jumlah Sekolah

Pelaksana Kurikulum 2013. Tersedia:


(18)

___________. (2013). Draf Kurikulum 2013: Rasional, Kerangka Dasar, Struktur, Implementasi, Dan Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Kemendikbud. ___________. (2013). Modul 1; Kurikulum 2013 dan Profesionalisasi Bimbingan

dan Konseling. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 2; Implementasi Program Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 3; Pengukuran dan Peminatan Peserta Didik. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 4; Praktik Peminatan Peserta Didik. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 5; Evaluasi, Pelaporan, dan Tindak Lanjut Pelayanan Peminatan Peserta Didik. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK. ___________. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor

81A Tahun 2013, Tentang Impelementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

___________. (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013, Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud.

___________. (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69, Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah. Jakarta: Kemendikbud.

Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 111 Tahun 2014, Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.

___________. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 159 Tahun 2014, Tentang Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Kemendikbud. Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses Dalam

Sertifikasi Guru. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Linn, R.L. (ed) (1989). Educational Measurement. Third edition. New York: American Council on Education/Macmillan Publishing Company.


(19)

Irlan Wardiansah, 2015

Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia (2013). Masukan Pemikiran Tentang Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013.

McMahon, M & Patton, W. (2006). Career Counselling: Consructivist Approaches. London and New York: Routledge.

Munandir. (1996). Program Bimbingan Karir di Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nurlaelasari, I. (2009). Profil Tugas-tugas Perkembangan Karir Sebagai Dasar Pengembangan Program Bimbingan Karir di SMA Plus Assalam Bandung. Skripsi PPB UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Patton, W and Peter A.C. (2001). “Developmental Issues in Career Maturity and Career Decision Status.” The Career Development Quarterly 4, no.4. Patton, W and Lokan, J. (1998). “Perspective on Donald Super’s Construct of

Career Maturity”. The Career Development Quarterly 47, no. 1.

P4TK Penjas dan BK. (2010), Pengelolaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Riyadi, A.R. (2006). Pengembangan Alat Ukur Kematangan Karir Siswa SMA. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Santrock, J.W. (2003). Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. (2007). Psikologi Perkembangan. Edisi 1 Jild 1. Jakarta: Erlanga. Sharf, R.S. (1992). Applying Career Development Theory to Counseling.

California: Woodsworth, Inc.

Savickas. (2001). A Developmental Perspective on Vocational Behavior. International Journal for Educational and Vocational Guidance, 1,49-57 Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh, Bandung: CV.

Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, U. (2009). Konseling Karir Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung: Program Studi Bimbingan dan Konseling SPs UPI Bandung.


(20)

Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Akasara.

Sukmadinata, N.S. (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2000). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2009). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cetakan ke V.

Supriatna, M. (2009). Layanan Bimbingan Karir Di Sekolah Menengah. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional.

Syahrul. (2011). “Analisis Model Struktural Kematangan Vokasional Mahasiswa Program D-3 Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM”, Jurnal MEDTEK 3, No. 2.

Syamsiah. (2012). Profil Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Atas Serta Implikasinya Bagi Bimbingan Karir. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Tresnaputri, T. (2008). Perbandingan Konsep Diri Antara Siswa Kelas Berstandar Internasional dengan Siswa Kelas Reguler. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (laporan buku, makalah, skripsi, tesis, disertasi). Bandung: UPI.

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Winkel, W.S & M.M. Sri Hastuti. (2006). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yovanka, E. (2012). Program Bimbingan Karir Untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa. Tesis.

Yusuf, Syamsu L.N. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Yusuf, Syamsu L.N & Nurihsan, J. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(1)

Irlan Wardiansah, 2015

PERBEDAAN DIMENSI NON-KOGNITIF KEMATANGAN KARIR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN DAN TIDAK MENERAPKAN PROGRAM PEMINATAN KURIKULUM 2013

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4. Peneliti selanjutnya

Proses dan hasil penelitian ini tidak dapat dipisahkan keterbatasan penulis dalam menyusun dan mengelola kegiatan penelitian ini, oleh sebab itu kepada peneliti selanjutnya di rekomendasikan untuk:

a. Melakukan penelitian kematangan karir peserta didik yang tidak hanya dilihat dari dimensi non-kognitif saja, dapat ditambahkan dimensi kognitif ataupun dimensi keterampilan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih beragam.

b. Mempertimbangkan faktor-faktor lain yang juga dapat berpengaruh dalam tercapainya kematangan karir, misalnya faktor internal seperti intelegensi, minat, bakat, kepribadian, hasil belajar, dan kelemahan-kelemahan baik fisik maupun psikologis ataupun faktor eksternal lain selain karakteristik sekolah seperti keluarga, gender, tingkat sosial ekonomi dan kultur/budaya.

c. Melakukan penelitian dengan membandingkan jurusan yang ada di SMA (IPA, IPS, Bahasa) karena pada penelitian ini tidak untuk membandingkan jurusan yang ada di sekolah, sehingga bisa diketahui perbedaan yang lebih spesifik.


(2)

Irlan Wardiansah, 2015

PERBEDAAN DIMENSI NON-KOGNITIF KEMATANGAN KARIR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN DAN TIDAK MENERAPKAN PROGRAM PEMINATAN KURIKULUM 2013

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: ABKIN.

ABKIN & ILO. (2011). Panduan Pelayanan Bimbingan Karir: Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: ILO.

ABKIN. (2013). Panduan Khusus Bimbingan dan Konseling (Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik). Jakarta: ABKIN.

Achdisty, O.T. (2008). Program Bimbingan untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Alvarez, G.M. (2008). “Career Maturity: a Priority for Secondary Education”.

Journal of Research in Educational Psychology. ISSN. 1696-2095. No. 16. Vol. 6 (3) 2008, pp: 749-772. Spain: Department of Educational Research Methods and Diagnostics, University of Barcelona.

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. (2013). Pedoman Peminatan Peserta Didik. Jakarta: Kemendikbud.

Brown, S.D., Lent, R.W. (Eds.) (2005). Career Development and Counseling: Putting Theory and Research to Work. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Budiamin, A. (2002). ”Manajemen Layanan Bimbingan Karier pada SMU Negeri di Kabupeten Bandung”. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. 2 (4), 259 – 266.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi (Kartini Kartono, Trans.). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Creswell, J.W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Terjemahan: Ahmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Crites, J.O. (1986). Career Counseling: Models, Methods, and Materials. New York: McGrawHill Book Company.


(3)

Irlan Wardiansah, 2015

PERBEDAAN DIMENSI NON-KOGNITIF KEMATANGAN KARIR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN DAN TIDAK MENERAPKAN PROGRAM PEMINATAN KURIKULUM 2013

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Darmaningtyas. (2013). Problematika Implementasi Kurikulum 2013. Tersedia:

http://koran.tempo.co/konten/2013/07/10/315407/Problematika-Implementasi-Kurikulum-2013 [20 Januari 2015].

Depdiknas. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, Tentang Guru. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta penjelasannya. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Ditjen PMPTK. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaran Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Furqon. (2002). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gati, I., & Asher, I. (2001). The PIC model for career decision making: Prescreening, in-depth exploration, and choice. In T. L. Leong & A. Barak (Eds.), Contemporary models in vocational psychology: A volume in honor of Samuel H. Osipow (pp. 6–54). Mahwah, NJ: Erlbaum.

Greenhaus, J.H., Callanan, G.A. (2006). Encyclopedia of Career Development. USA: Sage Publications.

Hayadin. (2006). Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa Jenjang Pendidikan Menengah (survey pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 59 (12), 383-394.

Herr, E.L & Crammer, S.H. (1996). Career Guidance and Counseling Through the Life Span. Toronto: Little, Brown & Company.

Hurlock, B.E. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Jean, D, and Helen C. (2003). “Workforce investment act summer youth activities participants' work ethic and career maturity”, Makalah disampaikan pada Conference Proceedings for the Annual Meeting of the American Vocational Education Research Association (AVERA), USA, 11-14 Desember 2003.

Kemendikbud. (2013), Kemdikbud Keluarkan Data Terbaru Jumlah Sekolah

Pelaksana Kurikulum 2013. Tersedia:


(4)

Irlan Wardiansah, 2015

PERBEDAAN DIMENSI NON-KOGNITIF KEMATANGAN KARIR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN DAN TIDAK MENERAPKAN PROGRAM PEMINATAN KURIKULUM 2013

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

___________. (2013). Draf Kurikulum 2013: Rasional, Kerangka Dasar, Struktur, Implementasi, Dan Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Kemendikbud. ___________. (2013). Modul 1; Kurikulum 2013 dan Profesionalisasi Bimbingan

dan Konseling. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 2; Implementasi Program Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 3; Pengukuran dan Peminatan Peserta Didik.

Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 4; Praktik Peminatan Peserta Didik. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK.

___________. (2013). Modul 5; Evaluasi, Pelaporan, dan Tindak Lanjut Pelayanan Peminatan Peserta Didik. Bogor: PPPPTK Penjas dan BK. ___________. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor

81A Tahun 2013, Tentang Impelementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

___________. (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013, Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud.

___________. (2013). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69, Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah. Jakarta: Kemendikbud.

Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 111 Tahun 2014, Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.

___________. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 159 Tahun 2014, Tentang Evaluasi Kurikulum. Jakarta: Kemendikbud. Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses Dalam

Sertifikasi Guru. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Linn, R.L. (ed) (1989). Educational Measurement. Third edition. New York: American Council on Education/Macmillan Publishing Company.


(5)

Irlan Wardiansah, 2015

PERBEDAAN DIMENSI NON-KOGNITIF KEMATANGAN KARIR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN DAN TIDAK MENERAPKAN PROGRAM PEMINATAN KURIKULUM 2013

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Masyarakat Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia (2013). Masukan Pemikiran Tentang Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Kurikulum 2013.

McMahon, M & Patton, W. (2006). Career Counselling: Consructivist Approaches. London and New York: Routledge.

Munandir. (1996). Program Bimbingan Karir di Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nurlaelasari, I. (2009). Profil Tugas-tugas Perkembangan Karir Sebagai Dasar Pengembangan Program Bimbingan Karir di SMA Plus Assalam Bandung. Skripsi PPB UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Patton, W and Peter A.C. (2001). “Developmental Issues in Career Maturity and

Career Decision Status.” The Career Development Quarterly 4, no.4. Patton, W and Lokan, J. (1998). “Perspective on Donald Super’s Construct of

Career Maturity”. The Career Development Quarterly 47, no. 1.

P4TK Penjas dan BK. (2010), Pengelolaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Riyadi, A.R. (2006). Pengembangan Alat Ukur Kematangan Karir Siswa SMA. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Santrock, J.W. (2003). Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. (2007). Psikologi Perkembangan. Edisi 1 Jild 1. Jakarta: Erlanga. Sharf, R.S. (1992). Applying Career Development Theory to Counseling.

California: Woodsworth, Inc.

Savickas. (2001). A Developmental Perspective on Vocational Behavior. International Journal for Educational and Vocational Guidance, 1,49-57 Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh, Bandung: CV.

Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, U. (2009). Konseling Karir Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung: Program Studi Bimbingan dan Konseling SPs UPI Bandung.


(6)

Irlan Wardiansah, 2015

PERBEDAAN DIMENSI NON-KOGNITIF KEMATANGAN KARIR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH YANG MENERAPKAN DAN TIDAK MENERAPKAN PROGRAM PEMINATAN KURIKULUM 2013

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Akasara.

Sukmadinata, N.S. (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2000). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, N.S. (2009). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cetakan ke V.

Supriatna, M. (2009). Layanan Bimbingan Karir Di Sekolah Menengah. Bandung: Departemen Pendidikan Nasional.

Syahrul. (2011). “Analisis Model Struktural Kematangan Vokasional Mahasiswa Program D-3 Teknik Elektro Fakultas Teknik UGM”, Jurnal MEDTEK 3, No. 2.

Syamsiah. (2012). Profil Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Atas Serta Implikasinya Bagi Bimbingan Karir. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Tresnaputri, T. (2008). Perbandingan Konsep Diri Antara Siswa Kelas Berstandar Internasional dengan Siswa Kelas Reguler. Skripsi. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (laporan buku, makalah, skripsi, tesis, disertasi). Bandung: UPI.

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Winkel, W.S & M.M. Sri Hastuti. (2006). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yovanka, E. (2012). Program Bimbingan Karir Untuk Meningkatkan Kematangan Karir Siswa. Tesis.

Yusuf, Syamsu L.N. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Yusuf, Syamsu L.N & Nurihsan, J. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.