KENAKALAN REMAJA AKIBAT KELOMPOK PERTEMANAN SISWA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sosiologi

Oleh

GYTHA LARASATI JERRY 1005427

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2014


(2)

Oleh

GythaLarasati Jerry

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas PendidikanIlmuPengetahuanSosial

© GythaLarasati Jerry 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Kenakalan Remaja ... 11

1. Remaja dan Perkembangannya ... 11

2. Pengertian Kenakalan Remaja ... ... 14

3. Jenis-jenis Kenakalan Remaja ... 15

B. Teori Penyimpangan Sosial ... 17

1. Definisi Penyimpangan Sosial atau Perilaku Menyimpang …. 17

2. Batasan Perilaku Menyimpang ………. 19

3. Kategori Perilaku Menyimpang ……… 20

4. Subkultur Menyimpang ……… 21

C. Teori Pertukaran ... 21

1. Teori Pertukaran George Homans ……… 22

D. Kelompok Sosial ………. 25

1. Pengertian Kelompok Sosial ……….... 25

2. Karakteristik dan Faktor Pembentuk Kelompok Sosial ……... 26

3. Tipe-Tipe Kelompok Sosial ……….. 28


(5)

5. Dinamika Kelompok Sosial ... .. 32

6. Peran Kelompok dalam Pembentukan Kepribadian ………….. 35

E. Kelompok Pertemanan ……….. ... 36

1. Pengertian Kelompok Pertemanan ……….. 36

2. Jenis-Jenis Kelompok Sebaya ………. 39

3. Ciri-ciri Kelompok Pertemanan atau Kelompok Sebaya ……… 40

4. Fungsi Kelompok Pertemanan atau Kelompok Sebaya ……….. 41

G. Penelitian Terdahulu ... ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Pendekatan dan Metode Penelitian... 46

B. Teknik Penelitian dan Pengumpulan Data ... 50

1. Wawancara ... 50

2. Observasi ... 52

3. Studi Literatur ………... 53

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 53

1. Lokasi Penelitian ... 53

2. Subjek Penelitian ... 54

D. Prosedur Penelitian ... 55

1. Tahap Pra Penelitian ... 55

a. Prosedur Administrasi Penelitian ……….. 55

b. Persiapan Penelitian ………... 56

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 56

E. Analisis Data ... 57

1. Reduksi Data ... 57

2. Penyajian Data ... 57

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi ... 57

F. Uji Keabsahan Data ……..……….. 58

1. Pengecekan Anggota (Member Chek) ……… 58

2. Triangulasi ……….. 58


(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Gambaran Umum SMK Vijaya Kusuma Bandung ……… 60

1. Sejarah SMK Vijaya Kusuma Bandung ……… 60

2. Identitas Sekolah ……… 61

3. Visi SMK Vijaya Kusuma Bandung ………. 62

4. Misi SMK Vijaya Kusuma Bandung ………. 62

5. Tujuan SMK Vijaya Kusuma Bandung ………. 62

6. Sarana Pendukung Pendidikan SMK Vijaya Kusuma Bandung 63 7. Kegiatan Ekstrakulikuler Siswa ……….. 63

B. Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 64

 Hasil Observasi ……… 64

 Hasil Wawancara ………. 67

C. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 97

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……… ... 123

A. Simpulan ……….. 123

B. Saran ……… 125

DAFTAR PUSTAKA ……….. 127

LAMPIRAN I ……….. 131

LAMPIRAN II ... …. 135

LAMPIRAN III ………... 149

LAMPIRAN IV ………... 155


(7)

1005427 ABSTRAK

Penelitian ini memaparkan kenakalan remaja akibat kelompok pertemanan siswa pada siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung yang pernah tercatat pada buku kasus sekolah dan sekaligus tergabung dalam sebuah kelompok pertemanan. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui penyebab kelompok pertemanan siswa memiliki pengaruh dalam memicu terjadinya tindak kenakalan remaja. Terutama tindak kenakalan yang dilakukan oleh siswa jurusan otomotif di SMK Vijaya Kusuma Bandung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menggunakan wawancara dan observasi sebagai alat pengumpul data yang dilakukan peneliti terhadap informan penelitian. Selain dari itu juga diperoleh data kenakalan yang dilakukan siswa melalui buku kasus pihak Bimbingan dan Konseling sekolah. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 7 orang siswa otomotif sebagai informan pokok. Serta Kepala sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, dan guru BK sebagai informan pangkal. Untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan oleh peneliti adalah menggunakan pedoman wawancara yang sudah dirancang sedemikian rupa berdasarkan kisi-kisi instrumen penelitian. Selain itu juga didukung oleh hasil observasi yang sudah dilakukan oleh peneliti selama 4 bulan. Untuk menguji keabsahan data dilakukan wawancara berkali-kali kepada informan untuk memastikan bahwa jawaban informan sudah pasti, melalui memberchek dan triangulasi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kenakalan remaja yang terjadi akibat pengaruh norma dan perilaku kelompok yang mereka masuki. Dengan adanya proses pertukaran di dalam kelompok menyebabkan anggota kelompok mau mematuhi norma yang diciptakan oleh kelompok itu sendiri agar ia mendapatkan reward dan menghindari hukuman dari kelompoknya tersebut. Selain itu, solidaritas kelompok juga merupakan salah satu hal yang paling dijunjung tinggi oleh kelompok pertemanan remaja.


(8)

Juvenile Delinquency As A Result Of Friendship Groups Of Students Gytha Larasati Jerry

1005427 ABSTRACT

This research exposes juvenile delinquency as a result of friendship groups of students on student SMK Vijaya Kusuma in Bandung ever recorded on the books of the school cases and at once joined in a friendship group. The purpose of this research was done to determine the cause of friendship groups have influence in students triggered acts of juvenile delinquency. Primarily acts of delinquency perpetrated by students majoring in automotive in SMK Vijaya Kusuma in Bandung. Research methods used in this research are methods of qualitative approach with case studies. Using interviews and observations as a means of collecting the data that researchers conducted against the informant research. Aside from it also obtained data on delinquency committed students through the book of guidance and Counseling parties case school. The subject of the research in this study was the automotive students as the main informant. As well as the Principal, Vice Principal, and counsellor teacher as the base of the informant. To answer the problem formulation has been established by researchers are using the interview guide was designed based on the lattice research instrument. Besides that also supported by the observation that has been carried out by researchers for four months. To test the validity of the data is done many times to interview informants to make sure that the informant was certainly answer, through memberchek and triangulation. Of research results can be known that juvenile delinquency that results from the influence of norms and behaviors of the group which they entered. With the Exchange process within the group led to the members of the Group want to abide by the norms created by the group itself in order to get the reward and avoid punishment from the Group. In addition, the solidarity group is also one of the most high esteem by friendship groups of teenagers. Keyword: Juvenile delinquency, Friendship groups of student


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Masalah kenakalan remaja merupakan salah satu bagian dari masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Kenakalan remaja dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang, karena suatu perbuatan mengabaikan norma sosial yang berlaku secara umum.

Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Remajalah yang nantinya akan memajukan bangsa. Rijalihadi (9 Februari 2011) dalam artikelnya yang berjudul Fenomena Kenakalan Remaja Di

Indonesia menyatakan bahwa “Berdasarkan Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2007) menunjukkan jumlah remaja di Indonesia mencapai 30 % dari jumlah penduduk, jadi sekitar 1,2 juta jiwa. Hal tersebut tentu saja dapat menjadi asset bagi bangsa Indonesia jika remaja tersebut menunjukkan potensi diri yang positif namun sebaliknya akan menjadi bencana bagi bangsa ini jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai terlibat dalam kenakalan remaja. Namun, melihat kondisi remaja saat ini, harapan remaja sebagai generasi penerus bangsa yang menentukan kualitas negara di masa yang akan datang sepertinya sulit untuk diwujudkan. Perilaku nakal dan menyimpang dikalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis. Telah banyak remaja yang terjerumus ke dalam kehidupan yang dapat merusak masa depannya.

Salah satu faktor penyebab terjadinya tindak kenakalan remaja adalah pergaulan remaja dengan kelompok pertemanan yang menyimpang. Banyaknya kelompok-kelompok remaja yang melakukan perilaku menyimpang semakin meyakinkan kita bahwa lingkungan pertemanan memiliki andil yang cukup besar dalam menimbulkan terjadinya tindak kenakalan. Kelompok-kelompok remaja tersebut dengan mudahnya melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

Manusia adalah makhluk sosial yang menyebabkan manusia tersebut saling membutuhkan satu sama lainnya. Secara naluriah manusia akan hidup


(10)

berkelompok. Kelompok-kelompok sosial yang terbentuk berasal dari berbagai faktor. Setiadi dan Kolip (2011, hlm. 102) menyatakan bahwa:

Faktor yang membentuk kelompok sosial dapat dilihat dari beberapa faktor. Faktor yang pertama yaitu hubungan kedekatan. Hubungan

kedekatan akan terkait dengan faktor geografis. Semakin dekat jarak geografis antara dua orang semakin mungkin mereka memiliki tingkat keseringan berinteraksi seperti saling melihat, berbicara, dan berasosiasi. Faktor yang kedua adalah adanya kesamaan. Selain hubungan kedekatan secara fisik, terdapat faktor kesamaan antar mereka yang menimbulkan rasa keanggotaan. Ada kecendrungan manusia untuk memilih berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan, seperti kesamaan minat, agama/kepercayaan, nilai, usia, tingkat pendidikan, dan karakter personel lainnya.

Masa remaja adalah salah satu tahap di mana individu akan merasa sangat butuh untuk membentuk maupun memasuki suatu kelompok untuk mempelajari orang lain dan menemukan jati dirinya sendiri. Pemilihan kelompok yang akan dimasuki oleh remaja tersebut pun berdasarkan oleh kesamaan-kesamaan yang mereka miliki, termasuk rasa nyaman berada di dalam kelompok tersebut, sehingga konformitas dalam berkelompok menjadi hal yang paling penting bagi remaja.

Kelompok memberikan sugesti kepada tiap anggota kelompoknya untuk memunculkan norma kelompok di dalam diri mereka masing-masing, apalagi pada diri remaja yang masih berupaya mencari konsep dirinya, mereka akan sangat mudah untuk tersugesti terhadap hal apa saja yang menurut mereka membuat dirinya nyaman dan bernilai. Dirdjosisworo (1985, hlm. 196) mengungkapkan bahwa:

Faktor pergaulan adalah faktor yang sangat berpengaruh atas pertumbuhan anak-anak seperti dikemukakan oleh Sheldon dan Eleanor Clusck:

“Lebih dari 95% anak-anak nakal adalah mereka yang telah

berhubungan dengan “bad companious” and “bad habits”.

Norma dan aturan yang berlaku di dalam kelompok remaja dibuat berdasarkan pandangan kelompok itu sendiri, tanpa berpedoman kepada norma yang berlaku dimasyarakat, sehingga dengan adanya kelompok yang memiliki norma dan perilaku menyimpang menyebabkan kenakalan remaja pun akan terus terjadi. Pada artikel yang berjudul Fenomena Kenakalan Remaja Di Indonesia yang


(11)

BNN bekerjasama dengan UI menyatakan jumlah penyalahguna narkoba sebesar 1,5% dari populasi atau 3,2 juta orang, terdiri dari 69% kelompok teratur pakai dan 31% kelompok pecandu dengan proporsi laki laki sebesar 79%, perempuan 21%”.

Umaroh (29 Desember 2013) pada Jurnal Kenakalan Remaja menuliskan

bahwa “Penelitian LSM Sahabat Anak dan Remaja Indonesia (Sahara) Bandung antara tahun 2000-2002, remaja yang melakukan seks pra nikah, 72,9% hamil, dan 91,5% di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98% mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30% adalah para remaja. Artinya, ada 230 ribu sampai 575 ribu remaja putri yang diperkirakan melakukan aborsi setiap tahunnya. Sumber lain juga menyebutkan, tiap hari 100 remaja melakukan aborsi dan jumlah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun”.

SMK Vijaya Kusuma merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan yang berada di Kota Bandung, sekolah ini memiliki 2 jurusan kompetensi keahlian, yaitu jurusan Teknik Kendaraan Ringan (Otomotif) dan Teknik Komputer Jaringan (TKJ). Siswa laki-laki di sekolah ini lebih banyak jumlahnya dibandingkan siswa perempuan. Pelanggaran dan kenakalan di sekolah ini terjadi secara terus menerus, yang pada umumnya di lakukan oleh siswa laki-laki dari jurusan Teknik Kendaraan Ringan. Berdasarkan pencatatan pada buku kasus sekolah, beberapa jenis kenakalan yang pernah terjadi adalah sebagai berikut:

1. Bolos sekolah. Siswa bolos dari sekolah selama 16 hari bahkan ada pula siswa yang tidak masuk sekolah selama sebulan.

2. Kabur pada saat jam pelajaran.

3. Merokok di sekitar wilayah sekolah dan kamar mandi sekolah. 4. Terlambat datang ke sekolah


(12)

6. Berkelahi

7. Kabur dari sekolah

8. Menyimpan gambar porno di dalam handphone

9. Meminum-minuman keras

10.Bergabung dengan genk motor yang menyimpang

Salah satu tindak kenakalan yang terjadi akhir-akhir ini adalah sekelompok siswa yang ketahuan oleh pihak sekolah meminum-minuman keras, dan bergabungnya siswa ke dalam genk motor yang berperilaku negatif. Kenakalan remaja yang terjadi lebih sering dilakukan secara berkelompok, karena remaja merasa mendapatkan penguatan dari kelompoknya dan menjadi lebih berani. Pada umumnya, siswa berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah kebawah, namun mereka tetap ingin bergabung dengan kelompok-kelompok pertemanan yang ada walaupun harus mengeluarkan uang dalam menjalankan kegiatan kelompoknya. Tambunan (1982, hlm. 72) mengungkapkan bahwa:

Untuk sekedar melepaskan kerisauan hati terhadap keluarganya, remaja akan bergabung dengan kelompok anak-anak remaja lain yang mungkin senasib dengan dirinya, disinilah dia kemudian memperhambakan dirinya hanya untuk mendapatkan tempat di dalam kelompok. Sebagai anggota yang baru ia harus tunduk, dan harus mau melakukan apa saja yang dikehendaki kepala kelompok.

Pernyataan Tambunan tersebut didukung oleh Gardner (1996, hlm. 30) yang

menyatakan bahwa “Orang-orang muda (remaja) bertindak sesuka hatinya dan begitu memuja identitas kelompoknya serta penerimaan kelompok terhadap

dirinya”.

Penghargaan yang didapat oleh individu di dalam kelompoknya

menyebabkan ia secara tidak sadar akan „membayar‟ penghargaan tersebut dengan

mengaplikasikan norma dan aturan kelompok dalam dirinya. Apabila individu tidak menerima penghargaan dari kelompoknya, maka ia bisa saja menjadi tidak nyaman berada di kelompok tersebut dan akan berupaya untuk mencari kelompok lain yang akan memberikan penghargaan terhadap dirinya.


(13)

Tarde (dalam Budimansyah 2009, hlm. 82) menyatakan bahwa:

Manusia itu semuanya melakukan hubungan sosial (social interaction), yaitu berkisar pada proses contoh mencontoh, dalam sosial. Lingkungan yang buruk akan cenderung menghasilkan manusia-manusia melakukan hal-hal yang buruk, demikian pula sebaliknya.

Pelanggaran yang dilakukan oleh siswa SMK Vijaya Kusuma tetap saja terjadi, padahal sekolah ini terletak di wilayah yang ramai, dan berada di sekitar Kampus UPI yang mencetak para pendidik bangsa. Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat sekitar belum bisa berperan menjadi pengontrol sosial yang baik dalam mencegah terjadinya tindak kenakalan remaja. Jika tindak kenakalan ini terus menerus dibiarkan terjadi, maka mungkin saja remaja ini akan tumbuh menjadi individu dengan kepribadian yang buruk.

Kelompok merupakan tempat remaja bersosialisasi dan berinteraksi menyebabkan remaja tersebut memilih untuk mengikuti aturan kelompoknya masing-masing. Jika aturan itu bersifat menyimpang, maka bentuk pengabaian norma seperti kenakalan remaja adalah wujud perilaku kelompoknya. Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Menyimpang Siswa di Sekolah (Studi Deskriptif Analitik di SMA Kartika Siliwangi II Bandung Kelas XI) pada tahun 2009 oleh Yunita Pratiwi dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya yang menyimpang menyebabkan siswa juga melakukan perilaku yang menyimpang. Realitasnya sebuah interaksi tidak selalu menjamin bahwa seseorang itu akan merasa akrab dan mudah saling mempengaruhi dengan orang lain tanpa ada nya keuntungan-keuntungan yang mereka dapatkan dari hubungan tersebut.

Kenakalan remaja yang terjadi ini memperlihatkan mulai bobroknya moral generasi penerus bangsa. Jika dari remaja saja individu sudah melakukan tindakan kenakalan, lalu nanti disetiap tahapan kehidupannya ia akan dengan mudah melakukan penyimpangan atau pelanggaran terhadap aturan dan norma yang berlaku dimasyarakat. Selain itu, tindak kenakalan yang terjadi ini juga berpengaruh terhadap pembelajaran siswa. Siswa yang melakukan tindak kenakalan memiliki motivasi dan minat belajar yang rendah, sehingga banyak siswa yang membolos dari sekolah bahkan dalam jangka waktu yang sangat lama.


(14)

Berdasarkan pencatatan buku kasus sekolah, pernah ada siswa yang bolos dari sekolah hingga satu bulan lamanya. Perilaku ini pun lama kelamaan bisa saja menular kepada siswa lainnya, karena interaksi antar siswa yang terjadi saling mempengaruhi satu sama lain.

Semakin meningkatnya kasus kenakalan remaja yang terjadi pada saat ini, membuat kita semakin khawatir pula dengan masa depan bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan salah satu faktor penyebab terjadinya kenakalan itu adalah tergabungnya remaja tersebut ke dalam sebuah kelompok yang memiliki norma dan perilaku kelompok yang menyimpang. Untuk itu, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Kenakalan Remaja Akibat Kelompok

Pertemanan Siswa (Studi Kasus pada Siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung)”. B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan dan melihat kondisi yang terjadi di lapangan, dapat disimpulkan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Tindak kenakalan remaja yang akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Siswa dengan mudahnya melakukan pelanggaran dengan cara mengabaikan norma dan aturan yang berlaku di sekolah, terbukti dengan pelanggaran tata tertib sekolah yang hampir setiap hari terjadi.

2. Kenakalan yang dilakukan siswa tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga di luar lingkungan sekolah. Selain itu, siswa lebih sering melakukan tindak kenakalan bersama teman-teman kelompoknya.

3. Sekelompok siswa yang ketahuan oleh pihak sekolah meminum-minuman keras. Dengan uang seadanya sekelompok siswa tersebut beriuran untuk dapat membeli minuman keras. Walaupun siswa berasal dari keluarga yang berekonomi menengah kebawah, ia tetap mau mengeluarkan uang untuk mengikuti kebiasan negatif kelompoknya.

4. Siswa banyak tergabung sebagai anggota genk motor yang memiliki norma dan perilaku menyimpang. Norma dan perilaku tersebut sudah menjadi kebiasaan oleh anggotanya, sehingga perbuatan-perbuatan yang negatif dianggap benar oleh anggota.


(15)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Untuk memperoleh hasil penelitian yang sesuai sasaran, dan tujuan yang hendak dicapai peneliti, maka rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah

“bagaimanakah bentuk kenakalan remaja akibat kelompok pertemanan siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung?”

Agar ruang lingkup penelitian konsisten pada masalah yang diteliti dan tidak terlalu luas ruang lingkupnya serta terarah pada tujuan yang hendak dicapai maka peneliti merasa perlu membatasi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tindak kenakalan remaja akibat kelompok pertemanan siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung?

2. Bagaimana wujud perilaku dan norma yang dibentuk oleh kelompok-kelompok pertemanan siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung?

3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan individu mau mematuhi norma dalam kelompok pertemanannya?

4. Bagaimana andil kelompok pertemanan tersebut dalam memicu timbulnya kenakalan remaja?

5. Upaya apa saja yang dilakukan pihak sekolah untuk menanggulangi terjadinya tindak kenakalan remaja?

D. Tujuan Penelitian 1) Tujuan umum:

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk memahami tentang tindak kenakalan remaja akibat kelompok pertemanan siswa. Dalam penelitian ini peneliti melakukan studi kasus pada siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung.

2) Tujuan khusus:

a) Mendeskripsikan tindak kenakalan remaja akibat kelompok pertemanan siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung.

b) Mendeskripsikan wujud perilaku dan norma yang dibentuk oleh kelompok-kelompok pertemanan siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung.


(16)

c) Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab individu di dalam kelompok mau mematuhi norma kelompok.

d) Mengetahui andil kelompok pertemanan tersebut dalam memicu timbulnya kenakalan remaja.

e) Mengidentifikasi upaya yang dilakukan pihak sekolah untuk menanggulangi terjadinya tindak kenakalan remaja.

E. Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis

Dapat memberikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian dalam dunia ilmu Sosiologi terutama dalam hal yang berkaitan dengan konsep perilaku menyimpang, proses sosial, dan proses pertukaran antar individu di dalam kelompok.

2) Manfaat praktis

Manfaat penelitian secara praktis dibagi kepada pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat. Manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pihak sekolah

Sebagai upaya perbaikan dan peningkatan bagi Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, dan guru dalam upaya pencegahan dan meminimalisir terjadinya tindak kenakalan remaja di sekolah yang bersumber dari kelompok-kelompok sosial pertemanan yang dimiliki siswa, dengan pengendalian atau kontrol sosial terhadap kelompok-kelompok tersebut, dan terkhusus kepada siswa itu sendiri.

b. Orang tua

Sebagai upaya dalam membentuk kepribadian dan moral anak, dengan cara mengawasi pergaulan anak dan melakukan komunikasi yang intensif dengan anak.

c. Masyarakat

Sebagai upaya memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan tindak kenakalan remaja yang terjadi.


(17)

F. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi atau sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Pendahuluan merupakan bagian awal dalam penyusunan skripsi yang berisi: latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi penelitian.

2. BAB II Kajian Pustaka

Kajian pustaka mempunyai peran yang sangat penting. Melalui kajian

pustaka ditunjukkan “the state of the art” dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Dalam kajian pustaka, peneliti membandingkan, mengontraskan, dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji dikaitkan dengan masalah yang diteliti. 3. BAB III Metode Penelitian

Pada BAB metode penelitian ini akan menjelaskan mengenai metodologi yang ingin digunakan dan jenis penelitian apa yang dipilih oleh penulis. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif.

4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada BAB 1V ini berisikan tentang pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis temuan. Pengolahan data dilakukan berdasarkan tahap-tahap yang telah ditentukan. Di dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Pembahasan dalam BAB ini dikaitkan dengan teori-teori terkait yang telah dibahas pada BAB II Kajian Pustaka.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Pada BAB V akan disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Ada dua alternatif cara penulisan kesimpulan, yakni dengan cara butir demi butir, atau dengan cara uraian padat. Kesimpulan harus menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah. Saran atau rekomendasi yang ditulis setelah kesimpulan dapat ditujukkan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan,


(18)

kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya, kepada pemecahan masalah di lapangan atau follow up dari hasil penelitian.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara untuk menemukan kebenaran dengan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dan diperoleh secara sistematis. Menurut Sugiyono (2006, hlm. 2) “Metode penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaantertentu”.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis berpendapat bahwa terdapat empat kata kunci yang mewakili pengertian dari sebuah metode penelitian, yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Hal ini berarti penelitian tersebut dilakukan dengan cara yang ilmiah dengan menemukan data-data yang membantu untuk mencapai tujuan dan kegunaan yang telah dirumuskan oleh peneliti. Data yang diperoleh oleh peneliti adalah data yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, yaitu sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Metode penelitian dapat dikategorikan menjadi penelitian dasar dan penelitian terapan. Suriasumantri (dalam Sugiyono 2006, hlm. 5) menyatakan bahwa “Penelitian dasar atau murni adalah penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui, sedangkan penelitian terapan adalah bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis”.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian itu digunakan sesuai dengan masalah atau tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti, sehingga hasil penelitiannya tersebut dapat memiliki kegunaan dan manfaat untuk masyarakat dan dunia pendidikan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Wirartha (2006, hlm. 144) mengungkapkan bahwa “Sifat khas studi kasus adalah menggunakan pendekatan yang bertujuan mempertahankan keutuhan (wholeness) objek penelitian”. Selanjutnya, Wirartha

(2006, hlm. 145) juga menyatakan bahwa “Studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail”. Wirartha (2006, hlm. 146) mengungkapkan bahwasanya:


(20)

Penelitian difokuskan pada satu unit analisis yang dianggap sebagai kasus. Fokus utama studi kasus adalah menjawab menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana.

Metode studi kasus digunakan karena penelitian ini mengkaji secara utuh mengenai kasus kenakalan remaja yang dilakukan oleh siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok pertemanan.

Berdasarkan alasan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis pun memiliki alasan untuk memilih metode yang tepat digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sugiyono (2006, hlm. 9) menyatakan bahwasanya:

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generaliasi.

Sugiyono (2006, hlm. 231) mengungkapkan bahwa: “masalah” dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentativ dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan. Dalam penelitian kualitatif, akan terjadi tiga kemungkinan terhadap “masalah” yang dibawa oleh peneliti dalam penelitian. Yang pertama masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sehingga sejak awal sampai akhir penelitian sama. Yang kedua “masalah” yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu memperluas atau memperdalam masalah yang telah disiapkan. Yang ketiga “masalah” yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total, sehingga harus “ganti” masalah.

Berdasarkan pendapat Sugiyono diatas, penulis berpendapat bahwa penelitian kualitatif ini masalah yang akan diteliti bersifat sementara, belum pasti, dan akan mengalami perubahan-perubahan lainnya, sehingga peneliti harus jeli dalam menemukan masalah dalam penelitian kualitatif ini, sehingga jika masalah yang sudah ditentukan ternyata tidak terjadi di lapangan, maka peneliti harus


(21)

mengganti masalah yang akan dikaji atau mencari tempat lain yang sedang mengalami masalah yang akan diteliti oleh peneliti tersebut.

Sugiyono (2006, hlm. 233) mengungkapkan bahwasanya:

Dalam pandangan penelitian kualitatif gejala dari suatu obyek itu bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

Pemilihan menggunakan penelitian kualitatif karena berdasarkan atas beberapa pertimbangan yang dijabarkan oleh Moleong (2007, hlm. 9), yaitu:

1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak.

2. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden.

3. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan tahap pola-pola nilai yang dihadapi.

Penulis mengemukakan alasan dalam menggunakan pendekatan kualitatif di dalam penelitian ini adalah agar penulis mendapatkan galian masalah yang lebih mendalam, selain itu penulis ingin melakukan interaksi langsung dengan sumber data yang berada di lapangan.

Sugiyono (2006, hlm. 240) mengungkapkan bahwa “Dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik, jumlah teori yang harus dimiliki oleh peneliti kualitatif jauh lebih banyak karena harus disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan”. Peneliti harus memiliki wawasan yang luas dan benar-benar menguasai teori sebelum memulai untuk turun ke lapangan, agar peneliti dapat memahami secara mendalam fenomena yang sedang terjadi.

Instrumen utama dalam sebuah penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri, karena peneliti lah yang terjun langsung ke lapangan dengan wawancara dan observasi (pengamatan). Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2006, hlm. 251) bahwa “Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas


(22)

temuannya”. Selanjutnya, masih diungkapkan oleh Sugiyono (2006, hlm. 241) bahwa “Untuk dapat menjadi instrumen penelitian yang baik, peneliti kualitatif dituntut untuk memiliki wawasan yang luas, baik wawasan teoritis maupun wawasan yang terkait dengan konteks sosial yang diteliti yang berupa nilai, budaya, keyakinan, hukum, adat istiadat yang terjadi dan berkembang pada konteks sosial tersebut”.

Alasan menjadikan peneliti sebagai instrumen penelitian sendiri adalah seperti yang dikemukakan oleh Nasution (dalam Sugiyono 2006, hlm. 251) sebagai berikut:

“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunyabelum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secra pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”

Menurut Nasution (dalam Sugiyono 2006, hlm. 252) peneliti sebagai instrument penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu isntrumen berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.

5. Peneliti sebagai instrument dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mentest hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.


(23)

7. Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrument, respon yang aneh. Yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

B. Teknik Penelitian Dan Pengumpulan Data

Peneliti adalah sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2006, hlm. 252) bahwa:

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

Berdasarkan pendapat Sugiyono di atas, penulis menyimpulkan bahwa peneliti adalah instrumen utama dalam penelitian kualitatif, sehingga segala hal yang ada di lapangan nantinya peneliti lah yang dapat menemukan makna dan menafsirkannya, yang nantinya wawancara dan observasi adalah sebagai instrumen pendukung peneliti.

Selama peneliti melakukan penelitian, peneliti hendaknya menyatu dengan sumber data. Dalam penelitian kualitatif, peneliti langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data dalam kondisi yang alamiah. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah melalui observasi, wawancara, dan studi literatur.

Teknik penelitian untuk pengumpulan data yang digunakan peneliti diuraikan sebagai berikut:

1. Wawancara

Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab terhadap informan penelitian. Esterberg (dalam Sugiyono 2006, hlm. 260) mendefinisikan “Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”.


(24)

Selanjutnya Stainback (dalam Sugiyono 2006, hlm. 261) mengemukakan bahwa “Dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi”.

Wawancara dilakukan tujuan utamanya adalah untuk mengenali informan penelitian dan mendapatkan data berupa bagaimana kenakalan remaja pada kelompok pertemanan siswa. Dalam melakukan wawancara, peneliti itu sendiri sebelumnya harus berada dalam posisi yang netral, agar tidak menghasilkan data yang bias atau menyimpang dari yang seharusnya. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2006, hlm. 264) bahwa “Kebiasan data ini akan tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai, situasi, dan kondisi pada saat wawancara”.

Untuk mendapatkan data yang bermanfaat, yang kemudian data tersebut dapat dianalisis, maka peneliti hendaknya melakukan wawancara dengan teliti dan mendalam sesuai dengan pedoman wawancara yang telah disiapkan dan terfokus pada masalah yang dikaji dalam penelitian.

Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara terstruktur dengan keadaan yang nonformal. Sugiyono (2006, hlm. 262) menyatakan bahwa “Dengan wawancara terstruktur ini setiap informan diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya”. Dalam melakukan wawancara peneliti akan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan, dan juga menggunakan alat bantu perekam. Peneliti melakukan wawancara secara terbuka dan dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi subjek yang akan diwawancarai. Peneliti juga langsung mengadakan wawancara kepada para informan yang telah ditetapkan untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan fokus masalah yang telah ditentukan dalam penelitian.

Wawancara terstruktur yang dilakukan oleh peneliti menggunakan perdoman wawancara yan telah disiapkan sebelumnya. Lalu peneliti dibantu oleh Guru Bimbingan dan Konseling sekolah memilih anak-anak yang akan dijadikan informan wawancara sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti sesuai dengan fokus masalah penelitian. Wawancara ini bersifat nonformal, sehingga informan tidak merasa kaku dalam menjawab


(25)

pertanyaan peneliti. Wawancara yang dilakukan tidak terpaku pada pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun dalam pedoman wawancara, namun tidak melenceng ataupun mengurangi maksud dan tujuan dari rumusan pedoman wawancara yang telah disusun.

2. Observasi

Observasi atau dapat disebut sebagai pengamatan merupakan suatu teknik pengumpulan data yang sangat berkontribusi dalam sebuah penelitian kualitatif. Pada saat melakukan sebuah observasi, peneliti akan melihat, mendengar, dan memahami fenomena sosial yang diteliti. Nasution (dalam Sugiyono 2006, hlm. 254) menyatakan bahwa “Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan”.

Patilima (2011, hlm. 63) mengungkapkan bahwa “Metode pengamatan merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan”. Pengamatan membuat peneliti melihat dan mendengarkan proses yang terjadi di lapangan, sehingga dapat membantu peneliti itu sendiri untuk mengumpulkan data. Terkait dengan pernyataan diatas, Bungin (2010, hlm. 115) mengungkapkan “Definisi dari observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit”.

Menurut Suparlan (dalam Patilima 2011, hlm. 63) ada delapan hal penting yang harus diperhatikan oleh peneliti yang menggunakan metode pengamatan, yakni:

1. ruang atau tempat. Setiap kegiatan, meletakkan sesuatu benda, dan orang dan hewan tinggal, pastim membutuhkan ruang dan tempat. Tugas dari si peneliti adalah mengamati ruang atau tempat tersebut untuk dicatat atau digambar.

2. pelaku. Peneliti mengamati ciri-ciri pelaku yang ada di ruang atau tempat. Ciri cirri tersebut dibutuhkan untuk mengkategorikan pelaku yang melakukan interaksi.

3. kegiatan. Pengamatan dilakukan pelaku-pelaku yang melakukan kegiatan-kegiatan di ruang, sehingga menciptakan interaksi antara pelaku yang satu dengan pelaku lainnya dalam ruang atau tempat.


(26)

4. benda-benda atau alat-alat. Peneliti mencatat semua benda atau alat-alat yang digunakan oleh pelaku untuk berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan pelaku.

5. waktu. Peneliti mencatat setiap tahapan-tahapan waktu dari sebuah kegiatan. Bila memungkinkan, dibuatkan kronologi dari setiap kegiatan untuk mempermudah melakukan pengamatan selanjutnya, selain juga mempermudah menganalisis data berdasarkan deret waktu. 6. peristiwa. Peneliti mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi selama

kegiatan pelaku. Meskipun peristiwa tersebut tidak menjadi perhatian atau peristiwa biasa saja, namun peristiwa tersebut sangat penting dalam penelitian.

7. tujuan. Peneliti mencatat tujuan dari setiap kegiatan yang ada. Kalau perlu mencatat tujuan dari setiap bagian kegiatan.

8. perasaan. Peneliti perlu juga mencatatkan perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap peserta atau pelaku kegiatan, baik dalam bahasa verbal maupun non verbal yang berkaitan dengan perasaan atau emosi. Dalam melakukan observasi atau pengamatan, peneliti juga memiliki sebuah instrumen observasi atau pengamatan yang telah disiapkan sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Instrumen observasi atau pengamatan tersebut akan membantu peneliti untuk menggali dan menemukan data-data yang akan dianalisis pada tahap selanjutnya oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi atau pengamatan terhadap perilaku siswa baik dalam melakukan interaksi pertemanan, maupun dalam proses belajar di sekolah.

3. Studi Literatur

Studi literatur merupakan sebuah teknik pengumpulan data untuk menjabarkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang dikaji dalam sebuah penelitian dan dapat digunakan sebagai bahan-bahan dalam pembahasan penelitian, yang mana teori ini nantinya akan dikaitkan dengan temuan-temuan peneliti di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti membaca dan mempelajari buku-buku yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti, lalu ditambahkan pula dengan jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu yang sejenis. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan penguatan data hasil penelitian ini.

C. Lokasi Dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Vijaya Kusuma Bandung yang beralamat di Jl. Dr.


(27)

Setiabudi No. 238, Bandung. Alasan penulis untuk memilih SMK Vijaya Kusuma Bandung sebagai lokasi penelitian yakni, karena SMK Vijaya Kusuma Bandung memiliki siswa laki-laki yang lebih banyak dibandingkan siswa perempuannya yang disebabkan oleh jurusan kompetensi keahlian yang memang lebih banyak diminati oleh anak laki-laki. Lalu SMK Vijaya Kusuma ini adalah salah satu sekolah yang terletak di Kota Bandung, namun belum banyak dikenali oleh masyarakat, dan memiliki fasilitas serta sarana dan prasarana sekolah yang masih minim. Siswa yang bersekolah di SMK Vijaya Kusuma Bandung ini pada umumnya berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah. Kasus kenakalan atau pelanggaran yang terjadi di sekolah ini cukup sering terjadi, hal-hal tersebut yang menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah ini. 2. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah beberapa siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung yang pernah terlibat dalam tindak kenakalan remaja, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, dan Guru BK.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan istilah informan pokok dan informan pangkal dalam mengklasifikasikan subjek penelitian. Informan pokok merupakan sumber data utama dalam penelitian ini, sehingga sebagian besar jawaban dari rumusan masalah dapat digali melalui informan pokok. Siswa di dalam penelitian ini adalah sebagai informan pokok. Sedangkan dari informan pangkal, kita akan mendapatkan informasi mengenai informan pokok dan data-data yang mendukung serta menguatkan penjelasan sumber data-data utama. Informan pangkal dalam penelitian ini, yaitu Guru BK, Kepala Sekolah, dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan.

Pemilihan siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah berdasarkan indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti, dan peneliti pun dibantu oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dan Guru BK sekolah untuk menemukan anak-anak yang sesuai dengan indikator tersebut. Hal ini sesuai dengan teknik sampling yang digunakan oleh peneliti, yaitu teknik purposive sampling dan snow ball sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, Sugiyono (2006, hlm. 95). Purposive sampling


(28)

digunakan pada saat penentuan informan pangkal dan siswa subjek penelitian berdasarkan indikator. Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar, Sugiyono (2006, hlm. 95). Ketika siswa telah ditentukan melalui teknik purposive sampling, lalu nanti informasi tambahan mengenai penelitian tersebut akan didapatkan melalui warga sekolah lainnya yang akan dijadikan informan pula oleh peneliti, sampai pada titik jenuh data, yaitu peneliti tidak menemukan informasi yang baru lagi.

D. Prosedur Penelitian 1. Tahap Pra Penelitian

Sebelum melakukan tahap pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan tahap pra penelitian terlebih dahulu. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti pada tahap pra penelitian ini meliputi: memilih masalah yang menarik untuk diteliti, menentukan judul, membuat rumusan masalah, menentukan pendekatan metode penelitian, menentukan lokasi dan subjek penelitian, melakukan studi pendahuluan, mengumpulkan data, lalu membuat dan menyusun proposal penelitian.

Tahapan yang ditempuh peneliti sebelum melaksanakan penelitian, yakni sebagai berikut:

a. Prosedur Administrasi Penelitian.

Prosedur perijinan yang penulis tempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada ketua jurusan Pendidikan Sosiologi FPIPS UPI.

2) Dengan membawa surat rekomendasi izin penelitian dari jurusan, penulis meminta surat izin pemberitahuan penelitian tahap selanjutnya kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat.

3) Setelah mendapatkan surat izin pemberitahuan penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat dengan suratnya No.070/3273/BKBPM, penulis lalu mengajukan surat ini kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung.


(29)

4) Setelah memberikan surat izin pemberitahuan penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Masyarakat kepada Dinas Pendidikan Kota Bandung, penulis kemudian mendapatkan surat izin penelitian skripsi dengan suratnya No.070/5508-Disdik/2013.

5) Setelah mendapatkan surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Bandung kemudian penulis memberikan surat tersebut kepada Kepala Sekolah SMK Vijayakusuma Bandung Jl. Dr. Setiabudi No. 238, Bandung.

b. Persiapan Penelitian

Beberapa tahap persiapan sebelum melakukan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis, adalah sebagai berikut:

1) Menyusun beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan kepada Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dan Guru BK sekolah, untuk mengetahui sedikit gambaran umum mengenai perilaku siswa.

2) Pertanyaan yang akan ditanyakan tersebut sebelumnya telah didiskusikan terlebih dahulu kepada Dosen Pembimbing, supaya lebih terfokus kepada masalah yang akan diteliti dan dalam pemilihan redaksi kalimat yang pantas.

3) Menemui Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dan Guru BK sekolah untuk mengetahui mengenai perilaku siswa, dan menemukan anak yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian sesuai dengan indikator yang telah ditentukan penulis.

4) Mempersiapkan perizinan penelitian yang diperlukan. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah melakukan tahap persiapan untuk penelitian, maka peneliti pun memasuki lokasi penelitian untuk memulai pelaksanaan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan observasi dan pendekatan kepada pihak sekolah serta siswa-siswa yang akan menjadi subjek penelitian, hal ini dilakukan agar informan nantinya akan lebih terbuka kepada peneliti. Penggalian informasi pun dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan data yang berkualitas.


(30)

Penelitian dilakukan penulis terhadap siswa-siswa SMK Vijaya Kusuma Bandung yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No. 238, Bandung. Dengan lebih mengkhusukan penelitian terhadap siswa-siswa yang melakukan tindak kenakalan dan pernah bergabung dalam sebuah kelompok pertemanan.

E. Analisis Data

Patilima (2011, hlm. 92) mengungkapkan bahwa “Pada analisis data kualitatif, peneliti membangun kata-kata dari hasil wawancara atau pengamatan terhadap data yang dibutuhkan untuk dideskripsikan atau dirangkum”.

Untuk analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan/verifikasi hal ini diungkapkan oleh Miles dan Huberman (1992, hlm. 16):

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Secara sederhana dapat dijelaskan: dengan “reduksi data’ kita ridak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi.

b. Penyajian data

“Penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan—lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan—berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut.

c. Menarik kesimpulan/verifikasi

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap yang pertama yaitu reduksi data, reduksi data dilakukan untuk memfokuskan data yang didapat sesuai dengan masalah yang telah ditentukan peneliti. Setelah dilakukan reduksi data, tahap selanjutnya yaitu penyajian data, dan tahapan yang terakhir yaitu menarik kesimpulan atau verifikasi data untuk menguji kebenaran data.


(31)

F. Uji Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengecekan anggota (member chek)

Moleong (2007, hlm. 335) mengungkapkan bahwa pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemerikasaan derajat kepercayaan. Yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan. 2. Triangulasi

Moleong (2007, hlm.330) mengungkapkan bahwa teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebgai pembanding terhadap data itu. Untuk menetapkan keabsahan data dalam penelitian kualitatif, didasarkan atas empat tekhnik. Moleong (2007, hlm. 324) menyatakan bahwa ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).


(32)

G. Alur Pikir

Memilih topik kajian penelitian Menyusun

proposal penelitian

Mengkaji isu-isu yang sedang

berkembang

Observasi awal peneliti

Secara resmi memasuki lokasi penelitian

Perumusan masalah

Menyusun pedoman wawancara dan observasi, serta

Memilih informan penelitian

Menyusun kajian pustaka dan metode penelitian

Pengumpulan data (wawancara dan observasi)

Analisis data (reduksi data, display data, dan

verifikasi data) Dekripsi hasil penelitian

dan pembahasan

Uji keabsahan data

Purposive dan

snowball sampling

Informan pokok:  7 orang siswa

Informan pangkal:  Kepala sekolah.

wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, dan guru BK Teori Pertukaran dalam

menganalisis kelompok pertemanan remaja Teori Penyimpangan Sosial dalam mengkaji fenomena kenakalan remaja


(33)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh penulis. Maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Gambaran tindak kenakalan remaja yang terjadi akibat pengaruh kelompok pertemanan adalah bergabung dengan genk motor dan melakukan perilaku-perilaku kelompok yang menyimpang seperti tawuran dengan genk motor yang lain, meminum-minuman keras bersama teman-teman kelompok, merokok, melanggar tata tertib lalu lintas seperti menerobos lampu merah, tidak menggunakan helm pada saat berkendara, terkena razia karena memodifikasi motor tanpa izin dan bentuk kenakalan pelanggaran status seperti bolos dari sekolah bersama-sama, tidak memakai atribut seragam sekolah, tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru, dan berkata-kata yang tidak sopan, dan berbohong.

Wujud perilaku dan norma yang dibentuk oleh kelompok-kelompok pertemanan yang dimiliki siswa terbagi menjadi perilaku yang negatif dan perilaku yang positif. Perilaku negatif merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku pada masyarakat secara umum. Kelompok pertemanan remaja ini hanya memikirkan kesenangan yang didapatkan tanpa berpedoman kepada norma-norma masyarakat. Perilaku dan norma tersebut adalah mengadakan pertemuan rutin dan nongkrong hingga larut malam. Remaja yang tergabung sebagai anggota genk motor akan mengikuti perilaku dan norma yang dibentuk oleh genknya itu sendiri. Anggota genk motor akan mengikuti ospek sebelum benar-benar bergabung sebagai anggota resmi, ospek yang dilalui pun memiliki cara-cara yang berbeda tiap genknya, selain itu anggota genk motor akan melakukan konvoi, meminum-minuman keras, melakukan tawuran dengan anggota genk lain, serta melakukan aksi brutal yang dapat mengganggu masyarakat sekitar. Untuk kelompok pertemanan siswa lainnya, mereka sering


(34)

sama-sama merencanakan untuk bolos dari sekolah, bermain playstation, dan merokok. Selain perilaku yang negatif juga terdapat kelompok yang melakukan perilaku dan norma yang bersifat positif, seperti kelompok yang anggotanya sering mengadakan belajar bersama, olahraga atau mengadakan hiking, aktif mengikuti kegiatan organisasi sekolah, dan kelompok yang menyenangi hal-hal yang berhubungan dengan Jepang, sehingga mereka mempelajari berbagai macam tentang Jepang.

Faktor-faktor yang menyebabkan individu mau mematuhi norma dalam kelompok pertemanannya adalah perasaan nyaman yang ia dapatkan di dalam kelompok, penghargaan-penghargaan yang di dapatkan di dalam kelompok, solidaritas yang terjadi dalam kelompok, adanya ancaman dari anggota kelompok lainnya jika ia tidak mematuhi norma kelompok, sanksi dan hukuman dari anggota lainnya jika ia tidak mematuhi norma kelompok, dan perasaan ingin dianggap dalam kelompoknya itu. Reward dan hukuman yang didapatkan oleh anggota kelompok juga menyebabkan anggota mau mematuhi norma dalam kelompok pertemanannya.

Kelompok pertemanan yang dimasuki remaja memiliki andil yang cukup besar dalam memicu timbulnya kenakalan remaja. Adanya proses pertukaran di dalam kelompok menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang, akibat terdapatnya norma yang menyimpang di dalam kelompok itu yang harus dijalankan anggotanya agar mendapatkan penghargaan dari kelompok. Selain itu, adanya rasa kebersamaan dan solidaritas kelompok juga menyebabkan kelompok memiliki andil yang cukup besar dalam mempengaruhi perilaku anggotanya.

Upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk menanggulangi terjadinya tindak kenakalan remaja terbagi menjadi dua, yaitu upaya preventif dan upaya pembinaan. Upaya preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja, sedangkan upaya pembinaan dilakukan kepada remaja yang belum pernah melakukan tindak kenakalan, dan kepada remaja yang sudah pernah melakukan tindak kenakalan agar ia tidak mengulangi lagi kenakalannya. Bentuk upaya preventif yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah dengan pelaksanaan apel rutin setiap hari Senin atau Sabtu. Kegiatan apel rutin ini berisikan


(35)

pengarahan-pengarahan oleh pihak sekolah kepada siswa mengenai tata tertib sekolah. Sedangkan bentuk upaya pembinaan ditekankan pada pembinaan mental, kepribadian, termasuk kepribadiaan beragama siswa. Selain itu, hukuman atau sanksi yang diterapkan oleh pihak sekolah merupakan salah satu bentuk upaya pembinaan yang diberikan oleh pihak sekolah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ditarik penulis, maka penulis mengajukan beberapa saran yang dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang memerlukannya. Saran-saran tersebut sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Siswa seharusnya memilih kelompok pertemanan yang memiliki kegiatan positif dan terarah. Selain itu, seharusnya siswa dapat mengontrol emosi diri sendiri dan lebih meningkatkan kegiatan beragama agar memiliki pertahanan diri yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh hal-hal yang negatif.

2. Bagi Pihak Sekolah

Sekolah sebaiknya menciptakan suasana sekolah yang menyenangkan dengan meningkatkan fasilitas sekolah dalam menunjang kegiatan pembelajaran siswa, agar siswa lebih termotivasi untuk bersekolah. Selain itu, seharusnya ekstrakurikuler yang telah dibentuk sekolah berjalan dengan aktif dan bisa diikuti oleh seluruh siswa.

3. Bagi Orang Tua

Orang tua sebaiknya lebih memperhatikan pergaulan anaknya, dengan membatasi jam bermain atau jam malam anak dan melakukan komunikasi rutin kepada anak. Selain itu, orang tua sebaiknya benar-benar mengetahui minat dan bakat yang dimiliki anaknya, sehingga dapat mengikutsertakan anaknya ke dalam kelompok positif yang sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki.

4. Bagi Masyarakat

Masyarakat sebaiknya lebih memperhatikan perilaku remaja yang sering terjadi akhir-akhir ini, sehingga jika remaja melakukan tindak kenakalan, masyarakat akan lebih peka dan dapat melakukan upaya pembinaan. Selain


(36)

itu, masyarakat sebaiknya tidak mendirikan warnet ataupun tempat rental

playstation di sekitar wilayah sekolah agar siswa tidak lagi menjadikannya sebagai tempat untuk bolos bersekolah.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya menambah fokus penelitiannya kepada perbandingan konformitas kelompok yang dimiliki oleh kelompok remaja dengan status ekonomi yang berbeda-beda. Lalu, mengembangkan penelitiannya tidak hanya pada kelompok informal saja namun juga kepada kelompok formal yang diikuti remaja seperti organisasi siswa di sekolah.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Al-Mighwar, M. (2011). Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia.

Budimansyah, D. (2009). Pengantar Kriminologi. Bandung: Laboratorium PKn UPI.

Bungin, B. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Boeree, C.G. (2010). Psikologi Sosial. Jogjakarta: Prismasophie. Dirdjosisworo, S. (1985). Sosiologi. Bandung: Alumni.

Gardner, E.J. (1996). Memahami Gejolak Masa Remaja. Jakarta: Penerbit Mitra Utama.

Halimah. (2013). Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya dengan Kenakalan Remaja. Skripsi pada Jurusan Psikologi FIP UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Henslin, J.M. (2007). Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Huberman A. M dan Miles B. M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Kartono, K. (2011). Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Kartono, K. (2011). Patologi Sosial. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Narwoko, J.D. dan Suyanto, B. (2007). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.

Naszir, N. (2008). Sosiologi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Nurhayati. (2007). Studi tentang Hubungan Kelompok Teman Sebaya Dengan Perilaku Moral Remaja di SMA Pasundan 8 Bandung (Studi Kasus pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Patilima, H. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Alfabeta. Pratiwi. (2009). Pengaruh Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku


(38)

Siliwangi II Bandung Kelas XI). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Ramadhan, M.F. (2010). Latar Belakang Sosial Kenakalan Remaja di Kota Bandung (Studi Deskriptif pada Siswa SMK di Kota Bandung). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Ritzer, G., dan Goodman, J.D. (2010). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Salim, A. (2008). Pengantar Sosiologi Mikro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santosa, S. (1999). Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Setiadi, E.M. dan Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana. Soekanto, S. (2003). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Sudarsono. (2008). Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Syani, A. (1987). Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Jakarta: Fajar Agung Tambunan, H.E. (1982). Mencegah Kenakalan Remaja. Bandung: Indonesia

Publishing House.

Willis, S.S. (2010). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Wirartha, I. M. (2006). Metodologi Penelitia Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sumber Jurnal:

Adila, N. (2009). Jurnal: Pengaruh Kontrol Sosial Terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Depok: Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia.

Amelia, R. (2013). Jurnal: Kenakalan Remaja Di Kota Pekanbaru (Studi Kasus Di Kelurahan Labuh Batu Timur Kecamatan Payung Sekaki).

Sumber Internet:

Rijalihadi. (2011). Artikel: Fenomena Kenakalan Remaja di Indonesia. Nusa Tenggara Barat: BKKBN NTB.

http://ntb.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=673 (tanggal akses 14 Desember 2013, 15:35 WIB)


(39)

Umaroh, Z. (2013). Jurnal: Kenakalan Remaja. Semarang: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

http://jurnalilmiahtp2013.blogspot.com/2013/12/kenakalan-remaja.html (tanggal akses 14 Desember 2013, 19:00 WIB)


(40)

Kenakalan Remaja Hingga Sekarang Kepala

Sekolah

 Wilayah padat penduduk

 Terdapat beberapa sekolah lainnya yang berada di sekitar sekolah yang diteliti

 Pada umumnya berasal dari keluarga ekonomi menengah

kebawah

 Kebanyakan anak bermasalah juga bermasalah di dalam keluarganya

 Keluarga yang kurang harmonis  Kelompok-kelompok kecil yang dimasuki oleh remaja

 Pribadi yang ingin bebas tidak mau terikat peraturan  Tingkat

religiusitas siswa rendah

 Motivasi dan minat belajar siswa yang perlu ditingkatkan lagi  Siswa kelas XI

yang paling sering melakukan tindak kenakalan

 Merokok, bolos, keluar atau mengundurkan diri dari sekolah  Memasuki kelompok-kelompok kecil negatif

 Kenakalan jenis pelanggaran status terus terjadi  Siswa lebih sering

melakukan tindak kenakalan secara berkelompok  Pelanggaran yang

terjadi dari dulu hingga sekarang tidak meningkat Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan

 Sekolah terletak di lingkungan yang padat penduduk  Terdapat area bisnis

dan komplek TNI  Terdapat beberapa

sekolah lainnya di lingkungan tersebut

 Berasal dari keluarga ekonomi menengah

kebawah

 Anak juga merasa tertekan di dalam keluarga

 Tingkat

pendidikan orang tua yang rendah

 Pengaruh lingkungan remaja berada mencerminkan pula bagaimana pula ia berperilaku (lingkungan keluarga dan lingkungan pertemanan)

 Pribadi yang ingin bebas tidak mau terikat peraturan  Tingkat

religiusitas siswa rendah

 Motivasi dan minat belajar siswa yang perlu ditingkatkan lagi  Siswa kelas X

dan XI yang sering melakukan tindak kenakalan

Bolos, merokok, terlambat datang ke sekolah, berbohong, berseragam tidak sesuai dengan aturan, tidak mengerjakan tugas  Minum-minuman keras  Berkelahi

 Bergabung dengan genk motor

 Kenakalan jenis pelanggaran status terus terjadi  Siswa lebih sering

melakukan tindak kenakalan secara berkelompok  Pelanggaran yang

terjadi dari dulu hingga sekarang tidak meningkat


(41)

tempat rental warnet dan playstation  Terdapat komplek

Secapa AD

kebawah

 Anak juga merasa tertekan di dalam keluarga  Tingkat pendidikan orang tua rendah  Kelompok pertemanan yang dimasuki remaja lain  Tingkat religiusitas siswa yang sangat rendah

 Siswa kelas XI yang paling sering melakukan tindak kenakalan berbohong, berseragam tidak sesuai dengan aturan, tidak mengerjakan tugas  Minum-minuman keras  Berkelahi

 Bergabung dengan genk motor

 Siswa lebih sering melakukan tindak kenakalan secara berkelompok  Pelanggaran yang

terjadi dari dulu hingga sekarang tidak meningkat

Siswa  Lingkungan padat penduduk

 Banyak terdapat tempat-tempat untuk bolos dari sekolah

 Berasal dari keluarga ekonomi menengah

kebawah

 Anak juga merasa tertekan di dalam keluarga

 Tingkat

pendidikan orang tua rendah  Di rumah tidak

menyenangkan  Tidak begitu akrab

dengan saudara lainnya

 Tidak nyaman berada di rumah

 Sekolah yang membosankan  Bergabung dengan genk motor  Bergabung dengan kelompok anak-anak yang bebas  Ingin melakukan hal-hal yang memiliki resiko tinggi  Solidaritas kelompok pertemanan  Bergabung dengan kelompok-kelompok yang berbahaya  Mudah tersulut

emosi

 Pantang kalah  Malas mengikuti

kegiatan keagamaan  Malas belajar  Bosan berada di

sekolah

 Siswa kelas XI yang paling sering melakukan tindak kenakalan

 Kabur dari sekolah, merokok, tidak mematuhi aturan berseragam, tidak mengerjakan tugas, bermain hingga larut malam  Berkelahi, meminum-minuman keras, bergabung dengan genk motor  Melanggar peraturan lalu lintas  Menggunakan obat-obatan yang tidak diketahui jenisnya

 Setiap hari ada siswa yang melakukan pelanggaran  Kenakalan jenis

pelanggaran status terus terjadi  Siswa lebih sering

melakukan tindak kenakalan bersama kelompok

 Siswa lebih sering melakukan tindak kenakalan di luar lingkungan sekolah

dibandingkan di dalam sekolah


(42)

Informan Faktor Penyebab Remaja Membentuk Ataupun

Memiliki Kelompok Pertemanan

Proses Atau Tahapan Remaja Memasuki

Suatu Kelompok Pertemanan

Faktor Yang

Mempengaruhi Munculnya Nilai Dan Norma Yang

Dianut Bersama Oleh Anggota Kelompok

Perilaku Positif Dan Negatif Yang Dilakukan Individu

Dengan Kelompok Pertemanannya

Dampak Positif Dan Negatif Remaja Tergabung Dalam Sebuah

Kelompok Pertemanan Wakil Kepala

Sekolah Bidang Kesiswaan

 Kebutuhan naluriah manusia

 Agar dapat bersama-sama dengan orang yang satu idealism  Mendapatkan

kesenangan

 Mendapatkan identitas dan peran di dalam kelompok

 Berawal dari ajakan teman-teman atau saudara, lalu selanjutnya mengikuti alurnya saja

 Adanya kesamaan dalam hal pemikiran

 Dibuat untuk

mendapatkan kesenangan  Untuk mengatur perilaku

anggota kelompok  Menciptakan identitas

dan karakter kelompok

 Perilaku positif kelompok: belajar bersama, hicking, ikut kegiatan ekstrakulikuler, kelompok pecinta alam

 Perilaku negatif kelompok: bergabung dengan genk motor, pelanggaran tata tertib sekolah, pelanggaran status sebagai pelajar

 Dampak positif: memiliki banyak teman, belajar berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik

 Dampak negatif: melakukan perilaku negatif kelompok, mudah terpengaruh dengan kelompok yang berperilaku

menyimpang

Guru BK  Ingin keberadaannya dianggap

 Dapat melakukan segala hal bersama teman kelompok  Mendapatkan peran di

dalam kelompok

 Bergaul dengan orang lain

 Diajak oleh teman atau pun saudara

 Adanya kesamaan dalam hal pemikiran

 Dibuat untuk

mendapatkan kesenangan  Untuk mengatur perilaku

anggota kelompok  Menciptakan identitas

dan karakter kelompok

 Perilaku positif kelompok: belajar bersama, hicking, ikut kegiatan ekstrakulikuler, kelompok pecinta alam

 Perilaku negatif kelompok:

bergabung dengan genk motor, pelanggaran tata

 Dampak positif: memiliki banyak teman, belajar berinteraksi dan bersosialisasi dengan baik

 Dampak negatif: melakukan perilaku negatif kelompok, mudah terpengaruh dengan kelompok yang berperilaku


(43)

 Mendapatkan kesenangan

 Mendapatkan identitas di dalam kelompok  Lebih senang bersama

teman-teman

dibandingkan keluarga  Tempat berbagi cerita

saudara

 Dikenalkan pada sebuah kelompok pertemanan  Mendaftar dengan

mengisi formulir  Mengikuti kegiatan

ospek kelompok (genk motor)  Mengikuti kebiasaan dan perilaku kelompok hal pemikiran

 Menciptakan identitas kelompok

 Agar unik dan berbeda dengan kelompok lainnya

 Membuat kegiatan yang menyenangkan dan menantang

kelompok: belajar bersama, hicking, ikut kegiatan ekstrakulikuler, bakti sosial  Perilaku negatif

kelompok: bergabung dengan genk motor, pelanggaran tata tertib sekolah, pelanggaran status sebagai pelajar banyak teman, memiliki pergaulan yang luas, menjadi lebih percaya diri, bisa menyelesaikan masalah bersama teman-teman  Dampak negatif: ketika

bergabung dengan genk motor menjadi punya banyak musuh, ikut-ikutan melakukan perilaku yang buruk, semakin malas untuk berada di rumah, malas untuk bersekolah, sering melakukan tindak kenakalan

Tabel 2 Wujud Perilaku Dan Norma Yang Dibentuk Oleh Kelompok-Kelompok Pertemanan

Informan Hubungan Sosial Antar Anggota Kelompok Pengalaman Bersama Yang Dialami Bersama Kelompok Penghargaan Atau Reward Yang Didapatkan Individu Dalam Kelompok Kerugian Yang Didapatkan Remaja Jika

Tidak Mematuhi Norma Kelompok Keberadaan Pemimpin Di Dalam Kelompok Pandangan Remaja Mengenai Norma Kelompoknya Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan

 Interaksi yang cukup akrab sehingga menjadi mudah terpengaruh  Kesetiaan

 Melakukan tindak kenakalan

bersama-sama  Pengalaman yang

menantang

 Rasa bangga menjadi anggota kelompok  Rasa nyaman

dalam kelompok  Kasih sayang

 Tidak dianggap lagi di dalam kelompok  Ancaman dari anggota

kelompok lainnya  Adanya hukuman

 Berfungsi untuk mengatur anggota lainnya  Kepribadian pemimpin sangat berpengaruh bagi anggotanya  Biasanya

 Selama masih berada di dalam kelompok itu, remaja akan tetap mematuhi norma kelompoknya


(44)

lebih dari anggota lainnya Siswa  Interaksi yang

akrab  Adanya pertemuan rutin kelompok dalam satu minggu sekali  Berhubungan lewat handphone seperti sms dan

bbm, serta lewat media sosial seperti

facebook dan

twitter

 Pengalaman dikejar-kejar oleh genk motor musuh  Pengalaman

dikejar oleh polisi karena tawuran  Pengalaman ketika

bersama-sama dihukum oleh sekolah

 Pengalaman ketika mengikuti kegiatan ospek genk motor  Kepedulian anggota kelompok lainnya  Pujian  Kasih sayang

antar anggota kelompok  Kelompok yang tidak perhitungan soal materi  Saling bantu  Merasa bangga

dan hebat menjadi anggota

 Tidak dianggap lagi di dalam kelompok  Dibeda-bedakan di

dalam kelompok  Adanya sindiran dari

anggota lain  Adanya hukuman  Merasa malu  Dianggap tidak solid

 Pemimpin tidak terlalu

dibutuhkan  Semua anggota

sebaiknya dianggap sama dalam kelompok  Pada genk motor,

pemimpin adalah orang yang paling senior dan berpengaruh dalam genk

 Norma dibuat untuk bersenang-senang  Setiap anggota harus

menjalankan norma tersebut

 Norma yang diciptakan oleh tiap kelompok mencerminkan identitas kelompok itu sendiri


(1)

anggota kelompok lainnya

pemimpin adalah orang yang ekonominya lebih dari anggota lainnya Siswa  Interaksi yang

akrab  Adanya

pertemuan rutin kelompok dalam satu minggu sekali  Berhubungan

lewat handphone seperti sms dan bbm, serta lewat media sosial seperti facebook dan twitter

 Pengalaman dikejar-kejar oleh genk motor musuh  Pengalaman

dikejar oleh polisi karena tawuran  Pengalaman ketika

bersama-sama dihukum oleh sekolah

 Pengalaman ketika mengikuti

kegiatan ospek genk motor

 Kepedulian anggota kelompok lainnya  Pujian  Kasih sayang

antar anggota kelompok  Kelompok

yang tidak perhitungan soal materi  Saling bantu  Merasa bangga

dan hebat menjadi anggota

 Tidak dianggap lagi di dalam kelompok  Dibeda-bedakan di

dalam kelompok  Adanya sindiran dari

anggota lain  Adanya hukuman  Merasa malu  Dianggap tidak solid

 Pemimpin tidak terlalu

dibutuhkan  Semua anggota

sebaiknya dianggap sama dalam kelompok  Pada genk motor,

pemimpin adalah orang yang paling senior dan berpengaruh dalam genk

 Norma dibuat untuk bersenang-senang  Setiap anggota harus

menjalankan norma tersebut

 Norma yang diciptakan oleh tiap kelompok mencerminkan identitas kelompok itu sendiri


(2)

Guru BK  Interaksi yang cukup akrab sehingga menjadi mudah terpengaruh  Sering bermain

bersama-sama

 Melakukan tindak kenakalan

bersama-sama  Punya

pengalaman-pengalaman yang dianggap keren

 Rasa bangga menjadi anggota kelompok  Rasa nyaman

dalam kelompok  Kasih sayang

anggota kelompok lainnya

 Tidak dianggap lagi di dalam kelompok  Ancaman dari anggota

kelompok lainnya  Adanya hukuman  Dianggap tidak solider

 Berfungsi untuk mengatur anggota lainnya  Kepribadian

pemimpin sangat berpengaruh bagi anggotanya  Biasanya

pemimpin adalah orang yang ekonominya lebih dari anggota lainnya

 Selama masih berada di dalam kelompok itu, remaja akan tetap mematuhi norma kelompoknya

Tabel 3 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Individu Mau Mematuhi Norma Dalam Kelompok Pertemanan

Informan Pengaruh Kelompok Dalam Kenakalan Remaja

Solidaritas Dalam Kelompok Pertemanan

Kepemahaman Remaja Mengenai Perilaku

Menyimpang Dan Norma Sosial

Kuantitas Aktifitas Melakukan Tindak Kenakalan Bersama Kelompok Pertemanan

Upaya Yang Dilakukan Dalam Mempertahankan

Keberadaan Kelompok

Wakil Kepala Sekolah Bidang

Kesiswaan

 Kelompok memiliki pengaruh yang cukup besar dalam timbulnya kenakalan remaja

 Remaja mulai mencari jati diri sendiri di dalam kelompok

 Tidak ada larangan yang kuat dalam kelompok tersebut terhadap apapun yang dilakukan

anggotanya

 Remaja baru mengenal kata-kata

“solid” sehingga

belum begitu paham dan sering kali menjadi solidaritas negatif

 Solidaritas adalah hal yang paling dijunjung tinggi oleh kelompok remaja

 Remaja sebenarnya sudah mengetahui perilaku menyimpang dan norma-norma sosial, namun mereka belum mau untuk memahaminya

 Siswa sering melakukan tindak kenakalan bersama kelompok

pertemanannnya  Siswa dihukum bersama-sama kelompok pertemanannya  Di luar lingkungan

sekolah siswa sering melakukan tindak kenakalan bersama kelompoknya (genk

 Kelompok adalah harga diri anggota

 Eksistensi kelompok akan dijaga

 Menajalankan norma dan kebiasaan kelompok


(3)

motor atau

kelompok bersama teman sekitar rumah) Siswa  Ikut-ikutan teman

 Perilaku dan kebiasaan kelompok

 Merasa hebat sudah melakukan pelanggaran

 Solidaritas adalah nomer 1 bagi kelompok

 Susah dan senang bersama

 Saling batu jika ada masalah

 Kelompok yang solid adalah kelompok yang anggotanya mau melakukan semuanya bersama-sama

 Kesetiakawanan adalah bentuk solidaritas  Saling berbagi

 Merasa sudah pernah mempelajari perilaku menyimpang dan norma sosial, namun tidak begitu ingat  Tidak begitu paham

mengenai perilaku menyimpang dan norma

 Merasa tidak terikat dengan norma sosial yang ada

 Lebih sering melakukan

kenakalan bersama teman-teman  Lebih berani

melakukan tindak kenakalan bersama teman-teman  Jika dihukum

bersama-sama akan lebih menyenangkan dan tidak menjadi malu

 Menjalankan norma dan kebiasaan kelompok  Mengadakan

pertemuan rutin  Komunikasi tetap

berjalan baik bertemu langsung ataupun dengan handphone atau BB

 Membuat group di jejaring sosial semacam Facebook

 Menambah jumlah anggota

 Membuat aksesoris kelompok, seperti jaket Guru BK  Kelompok memiliki

pengaruh yang cukup besar dalam timbulnya kenakalan remaja

 Remaja ingin menemukan jawaban pertanyaan “siapa sih aku” pada dirinya

 Solidaritas merupakan hal yang dijunjung tinggi oleh remaja

 Remaja sebenarnya sudah mengetahui perilaku menyimpang dan norma-norma sosial, namun mereka belum mau untuk memahaminya

 Siswa sering melakukan tindak kenakalan bersama kelompok

pertemanannnya  Siswa dihukum bersama-sama kelompok pertemanannya  Di luar lingkungan

sekolah siswa sering melakukan tindak kenakalan bersama

 Kelompok adalah harga diri anggota

 Eksistensi kelompok akan dijaga

 Menajalankan norma dan kebiasaan kelompok


(4)

Informan Pandangan Pihak Sekolah Terhadap Kenakalan

Remaja

Tindakan Pihak Sekolah Dalam Menyikapi Terjadinya

Tindak Kenakalan Remaja

Peraturan Dan Tata Tertib Di Sekolah

Sarana Dan Prasarana Yang Dimiliki Sekolah

Sikap Remaja Dalam Menyikapi Sanksi Yang

Muncul

Kepala Sekolah

 Kenakalan remaja semain lama semakin mengkhawatirkan  Kenakalan remaja harus

dicegah dan ditanggulangi

 Upaya preventif dalam mencegah terjadinya tindak kenakalan: mengadakan apel rutin

 Tindakan yang dilakukan bagi siswa yang sudah melakukan tindak kenakalan: siswa akan diberikan teguran, jika masih melakukan

pelanggaran akan dipanggil orang tuanya oleh pihak sekolah, menandatangani surat perjanjian. Sanksi yang paling berat adalah dikeluarkan dari sekolah

 Peraturan dan tata tertib sekolah dibuat sedemikian rupa agar siswa dapat berperilaku sesuai dengan statusnya yaitu sebagai seorang pelajar

 Sarana dan prasarana sekolah belum memadai  Sekolah sedang

berupaya dalam pembangunan sarana dan prasarana sekolah

 Beberapa siswa jera , namun tetap ada siswa yang melakukan kenakalan remaja

Wakil Kepala Sekolah

Bidang Kesiswaan

 Kenakalan remaja semakin lama semakin mengkhawatirkan  Kenakalan remaja harus

dicegah melalui kegiatan yang positif

 Dibutuhkan keaktifan orang tua untuk mengarahkan anak ke hal-hal yang baik untuk menciptakan anak menjadi pribadi yang baik, tidak melanggar norma-norma yang berlaku dimasyarakat

 Upaya preventif dalam mencegah terjadinya tindak kenakalan: mengadakan apel rutin, mengadakan kegiatan yang positif seperti kegiatan ekstrakulikuler, membuat suatu wadah untuk mereka dapat berkelompok dan melakukan perilaku kelompok yang positif  Tindakan yang dilakukan

bagi siswa yang sudah melakukan tindak kenakalan: siswa akan diberikan teguran dan acaman, jika masih melakukan pelanggaran

 Peraturan dan tata tertib sekolah dibuat sedemikian rupa agar siswa dapat berperilaku sesuai dengan statusnya yaitu sebagai seorang pelajar

 Sarana beribadah masih kurang

 Sarana dan prasarana sekolah yang masih belum memadai  Sekolah sedang berupaya dalam pembangunan sarana dan prasarana sekolah

 Beberapa siswa jera , namun tetap ada siswa yang melakukan kenakalan remaja  Siswa yang melakukan

tindak kenakalan adalah siswa yang sama secara terus menerus


(5)

akan dipanggil orang tuanya oleh pihak sekolah,

menandatangani surat perjanjian. Sanksi yang paling berat adalah dikeluarkan dari sekolah Guru BK  Kenakalan remaja

semakin lama semakin mengkhawatirkan  Kenakalan remaja harus

dicegah melalui kegiatan yang positif

 Ekstrakulikuler merupakan salah satu kegiatan positif yang dapat diikuti siswa

 Upaya preventif dalam mencegah terjadinya tindak kenakalan: mengadakan apel rutin, mengadakan kegiatan yang positif seperti kegiatan ekstrakulikuler, membuat suatu wadah untuk mereka dapat berkelompok dan melakukan perilaku kelompok yang positif  Tindakan yang dilakukan

bagi siswa yang sudah melakukan tindak kenakalan: siswa akan diberikan teguran dan acaman, jika masih melakukan pelanggaran akan dipanggil orang tuanya oleh pihak sekolah,

menandatangani surat perjanjian. Sanksi yang paling berat adalah dikeluarkan dari sekolah

 Peraturan dan tata tertib sekolah dibuat sedemikian rupa agar siswa dapat berperilaku sesuai dengan statusnya yaitu sebagai seorang pelajar

 Sarana beribadah masih kurang

 Sarana dan prasarana sekolah yang masih belum memadai  Sekolah sedang berupaya dalam pembangunan sarana dan prasarana sekolah

 Beberapa siswa jera , namun tetap ada siswa yang melakukan kenakalan remaja

Siswa  Kegiatan apel rutin yang berisikan pengarahan dari pihak sekolah

 Jika melakukan kenakalan dikenai sanksi berupa: push up, sit up, lari keliling lapangan.

 Peraturan dan tata tertib sekolah tidak terlalu mengikat  Banyak siswa

yang masih melanggar

 Sarana dan prasarana sekolah belum sesuai dengan standar yang diinginkan

 Kantin tidak ada, hanya berupa warung kecil

 Merasa senang jika diberikan sanksi bersama teman-teman  Mulai merasa khawatir

ketika orang tua dipanggil pihak sekolah  Tidak terlalu


(6)

 Salah satu sanksi lainnya adalah membersihkan seluruh sekolah  Jika masih melakukan

kenakalan, selanjutnya orang tua akan dipanggil ke sekolah

 Membuat surat perjanjian  Dikeluarkan dari sekolah

(Drop Out)

peraturan dan tata tertib sekolah  Siswa hanya

takut kepada salah satu tokoh di sekolah

 Toilet sekolah yang kotor dan tidak terawat

 Sekolah tidak memiliki gerbang sehingga

memudahkan siswa untuk kabur dari sekolah

memikirkan sanksi yang akan diterima jika melakukan tindak kenakalan, yang penting senang