KENAKALAN REMAJA AKIBAT ORANG TUA BROKEN

KENAKALAN REMAJA SEBAGAI AKIBAT ORANG TUA “BROKEN HOME”
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku
menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat
penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social
yang berlaku. Di kalangan remaja, memiliki banyak teman adalah merupakan satu bentuk
prestasi tersendiri. Makin banyak teman, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya.
Ada beberapa teori penyebab kenakalan remaja (Kartini, 2002:25) yaitu teori biologis,
teori psikogenesis, teori sosiologis, dan teori subkultur. Teori psikogenesis adalah salah satu
teori yang menekankan sebab-sebab tingkah laku deliquen atau kenakalan dari aspek
psikologis atau kejiwaan. Beberapa faktor yang berangkat dari teori psikogenesis adalah
orang tua broken home atau bercerai yang diawali perang dingin dalam keluarga.
Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang
tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat sering
terjadi konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat berujung pada
perceraian. Hal ini akan berdampak besar terhadap suasana rumah yang tidak lagi kondusif,
orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya sehingga berdampak pada
perkembangan anak khususnya anak remaja.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengeni pengaruh broken home ini terhadap
psikologi anak. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmaita (2012) pada siswa kelas XI SMA
Arjuna Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013, bahwa beberapa hal yang mengakibatkan
kenakalan ramaja akibat orangtua broken home adalah a) Kebiasaan orang-orang di sekitar

rumah yang sering tidak harmonis atau bermusuhan dengan persentase 70,59%, b) Tidak
adanya kedisiplinan di rumah dengan persentase sebesar 94,12%, c) Orang tua yang kurang
memperhatikan prestasi anak dengan persentase sebesar 64,71%, d) Kurangnya komunikasi
orang tua dengan persentase sebesar 73,53%, e) Peraturan yang sangat kaku dengan
persentase sebesar 94,12%, f) Peraturan yang tidak konsisten dengan persentase sebesar
64,71%, g) Senioritas sebagai upaya pendisiplinan dengan persentase sebesar 52,94%, h)
Wewenang senior terhadap juniornya dengan persentase sebesar 100,00%.
Broken home diawali dengan adanya perang dngin di antara suami isteri. Perang
dingin dapat dikatakan lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin
selain kurang terciptanya dialog juga terdapat rasa perselisihan dan kebencian dari masingmasing pihak. Awal perang dingin dalam rumah tangga dapat disebabkan karena suami dan

isteri sama-sama ingin memenangkan pendapat sendiri atau saling keras kepala. Kondisi ini
akan bertahan lama selagi keduanya tidak mau menekan egonya masing-masing.
Kondisi perang dingin ini tidak hanya berdampak pada pasangan suami isteri itu saja,
melainkan dampak yang paling signifikan adalah pada psikologis atau kejiawaan anak. Anak
akan merasa jenuh dan bosan dengan situasi di rumah. Sehingga mereka lebih senang berada
di luar berkumpul bersama teman-teman mereka. Kemudian mereka akan senang mencoba
hal-hal baru yang cenderung negatif yang mereka anggap sebagai pelampiasan atas tekanan
mental yang mereka alami di rumah. Dari hal inilah terjadilah kenakalan-kenakalan remaja
yang penyebabnya tak lain adalah permasalahan yang ada di dalam keluarganya.

Selanjutnya, dampak dari keegoisan dan kesibukan orang tua serta kurangnya waktu
untuk anak dalam memberikan kebutuhannya menjadikan anak memiliki karakter; mudah
emosi, kurang konsentrasi belajar, tidak peduli terhadap lingkungan dan sesamanya, tidak
tahu sopan santun, tidak tahu etika bermasyarakat, mudah marah dan cepat tersinggung,
senang mencari perhatian orang, ingin menang sendiri, susah diatur, suka melawan orang tua,
tidak memiliki tujuan hidup, dan kurang memiliki daya juang.
Berdasarkan hal tersebut tergambar bahwa kenakalan remaja akibat orang tua broken
home sebagai perilaku agresif tidak bisa didiamkan dan diabaikan begitu saja. Perlu ada
upaya dari berbagai pihak untuk mengatasi kenakalan remaja yang terjadi di sekolah, salah
satunya yaitu guru bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan konseling yang dilakukan
di sekolah membuat guru bimbingan dan konseling mengetahui banyak permasalahan yang
dihadapi siswa di sekolah, termasuk permasalahan siswa orang tua broken home.
Guru bimbingan dan konseling juga seringkali menjadi tempat siswa-siswa
melaporkan masalah yang mereka alami di sekolah, termasuk diantaranya kasus orang tua
broken home yang menimpa mereka. Siswa cenderung bercerita kepada guru bimbingan dan
konseling guna mendapat penyelesaian dari masalahnya tersebut. Guru bimbingan dan
konseling dituntut agar dapat memberi perhatian dan penanganan yang mendalam bagi siswasiswa yang terlibat dalam kasus orang tua broken home. Berdasarkan fungsi dan layanan
bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling juga dapat memberikan kontribusi
nyata dalam mengatasi kenakalan remaja akibat orang tua broken home.
Jika remaja diharapkan pada kondisi “broken home” dimana orang tua mereka tidak

lagi menjadi panutan bagi dirinya maka akan berdampak besar pada perkembangan dirinya.
Dampak psikis yang dialami oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi
lebih pendiam, pemalu, bahkan despresi berkepanjangan.

Faktor lingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain jika orang tua sudah
sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada di lingkungan pergaulan yang negatif,
karena keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja akan tercebur dalam
lembah pergaulan yang tidak baik.
Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang
dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah
diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang
mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga
bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak
disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan
karena mereka hanya ingin mencari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guruguru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan
pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.
Kemungkinan terjemus dalam pengaruh negatif bagi orang tua (dewasa) dalam
konteks broken home ini sangat kecil. Orang tua dapat mencari solusi untuk menenangkan
pikirannya. Namun berbeda dengan seorang anak yang sedang menghadapi situasi BH. Anakanak dapat saja terjerumus dalam hal-hal negatif, apalagi dengan media informasi dan
komunikasi yang menawarkan banyak hal. Contoh konkritnya, merokok, minuman keras

(alkohol), obat-obat terlarang (narkoba) bahkan pergaulan bebas yang menyesatkan.
Orang tua harus mampu mengendalikan diri dalam menyikapi masalah ini, jangan
sampai permasalahan mereka secara tidak langsung menjadi doktrin bumerang negatif yang
akan berkembang dalam psikis anak. Orang tua sebagai panutan sekaligus guru yang menjadi
contoh bagi anak dalam belajar untuk hidup melalui berbagai proses yang semua tak lepas
dari tanggung jawab mereka. Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila orang tua
juga mampu untuk mengontrol dan mengatasi persoalan mereka sendiri tanpa harus
mensosialisasikan perbedaan pendapat yang mengarah ke konflik keluarga kepada anak.
Orang tua hendaknya memberikan contoh yang baik pada anak dan harus lebih
memperhatikan prestasi anak, menciptakan suasana harmonis dirumah, dengan lebih
memperbanyak komunikasi antar anggota keluarga.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa faktor yakni lingkungan
rumah yang kurang baik yang juga disebabkan oleh orang tua memberikan contoh kurang
baik pada anak, orang tua yang berbuat kasar kepada anak, orang tua yang kurang
memperhatikan prestasi anak, orang tua yang kurang memperhatikan perilaku sehari-hari
anak, orang tua yang kurang memperhatikan pergaulan anak. Kemudian faktor

ketidakharmonisan di rumah yang disebabkan oleh ketidakhadiran orang tua, kurangnya
komunikasi antara orang tua, ketidakmampuan sosial ekonomi. Faktor karakter anak yang
disebabkan oleh perilaku agresif baik secara fisik maupun verbal dan pendendam atau iri hati.

Dan faktor lingkungan sekolah yang disebabkan oleh peraturan yang sangat kaku, peraturan
yang tidak konsisten, senioritas sebagai upaya pendisiplinan, dan senioritas sebagai sebagai
bentuk kesewenangan-wenangan senior terhadap juniornya. Biasanya motivasi belajar dai
anak dari keluarga broken home lebih rendah dari pada siswa dari keluarga utuh.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua yaitu, orang tua harus
menciptakan kondisi linkungan rumah yang baik, memberi contoh yang baik, dan bersikap
harmonis di rumah. Sehingga akan membentuk karakter anak yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi, Sugeng dkk. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang : UPT. UNNES Press.
Kartini, Kartono. 2002. Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju.
Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Pujo Sowarno, Sayekti. 1994. Psikologi Keluarga. Yogyakarta : Menara Mas Offset
Rachmawita. 2012. Deskripsi Kenakalan Remaja Akibat Orang Tua Broken Home pada
Siswa Kelas XI SMA Arjuna Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/20213, penelitian.
Bandar Lampung.
Sarlito, W.S. 2006. Jenis-jenis Kenakalan Remaja. Dalam http://www.damandiri.
or.id/file/ulfahmariaugmbab2.pdf, di akses Desember 2012.
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual. Bandung : CV. Alfabeta