Kontribusi Dimensi Attachment To God terhadap Dimensi Psychological Well-Being pada Jemaat Gereja "X" Bandung yang Berada pada Masa Dewasa Muda.

(1)

v

Abstrak

Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well – Being. Adapun responden dalam penelitian tersebut adalah 200 jemaat gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Metode pengukuran yang digunakan adalah analisis regresi, melalui dua kuesioner yang terpisah, yaitu AGI (Attachment to God Inventory) yang terdiri dari 28 item dimana 14 item mencerminkan dimensi anxiety about abandonment, dan 14 item sisanya mencerminkan dimensi avoidance of intimacy, serta Ryff’s Psychological Well – Being Scale yang terdiri dari 84 item, dimana masing – masing dimensi psychological well – being memiliki 14 item. Keduanya sama – sama memiliki item yang positif dan negatif.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua dimensi Attachment to God berkontribusi terhadap dimensi Psychological Well – Being. Kontribusi terbesar terdapat pada dimensi self acceptance (31,9%), environmental mastery (29,4%), purpose in life (28,7%), personal growth (24,2%), positive relationship with others (20,9%), dan autonomy (10,9%). Keduanya memiliki kontribusi yang berbanding terbalik dan signifikan terhadap kelima dimensi Psychological Well – Being, kecuali personal growth pada dimensi anxiety about abandonment, dan autonomy pada dimensi avoidance of intimacy. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menyarankan pihak gereja untuk mengadakan pembinaan rohani guna meningkatkan kedekatan jemaat dengan Tuhan sebagai figur attachment.


(2)

vi

Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This research is conducted to determine the existence of the contribution from the dimension of Attachment to God towards the dimension of Psychological Well – Being. The respondents of this research are taken from 200 presbyterian in “X” church Bandung in their early adulthood period.

The measurement method which is used in this research is analysis regression from two different questionnaires separately. The first questionnaire is AGI (Attachment to God Inventory), which have 28 items whereas 14 items show the dimension of anxiety about abandonment, and another 14 items show the dimension of avoidance of intimacy. The second is Ryff’s Psychological Well – Being Scale which have 84 items, whereas each of their dimension have 14 items. Both of them have positive and negative items.

The result from this research acknowledges that both of the dimension of Attachment to God are contributes to the dimension of Psychological Well – Being. The biggest contribution emerges from self acceptance (31,9%), environmental mastery (29,4%), purpose in life (28,7%), personal growth (24,2%), positive relationship with others (20,9%), and autonomy (10,9%). Both have an inversely proportional and a significant contribution to the dimension of Psychological Well – Being, except for personal growth at dimension of anxiety about abandonment, and autonomy at the dimension of avoidance of intimacy. From this result, researcher suggest a spiritual coaching from the church to Presbyterian in purpose to increase the intimacy between Presbyterian with God as an attachment figure.


(3)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR ORISINALITAS PENELITIAN ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1.Maksud Penelitian ... 6


(4)

x

Universitas Kristen Maranatha

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 7

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 7

1.5. Kerangka Pikir ... 8

1.6. Asumsi ... 16

1.7. Hipotesis ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar Attachment to God ... 18

2.1.1. Attachment ... 18

2.1.2. Attachment to God ... 19

2.1.2.1. Internal Working Model ... 20

2.1.2.2. Dimensi Attachment to God ... 22

2.2. Psychological Well – Being ... 24

2.2.1. Perkembangan Pemikiran Psychological Well – Being ... 24

2.2.2. Definisi Psychological Well – Being ... 25

2.2.3. Dimensi Psychological Well - Being ... 26

2.2.4. Faktor – faktor yang Memengaruhi Psychological Well - Being ... 31

2.3. Jemaat ... 40


(5)

xi

2.4.1. Definisi Masa Dewasa Muda ... 41

2.4.2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Muda ... 41

2.4.3. Karakteristik Perkembangan pada Masa Dewasa Muda ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 46

3.2. Bagan Prosedur Penelitian ... 46

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47

3.3.1. Variabel Penelitian ... 47

3.3.2. Definisi Operasional ... 47

3.4. Alat Ukur ... 49

3.4.1. Alat Ukur Attachment to God ... 49

3.4.1.1. Kisi – kisi Alat Ukur Attachment to God ... 50

3.4.1.2. Cara Skoring ... 50

3.4.2. Alat Ukur Psychological Well - Being ... 51

3.4.2.1. Kisi – kisi Alat Ukur Psychological Well - Being ... 52

3.4.2.2. Cara Skoring ... 53

3.4.3. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 55

3.4.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 55


(6)

xii

Universitas Kristen Maranatha

3.4.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 57

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 58

3.5.1. Populasi Sasaran ... 58

3.5.2. Karakteristik Populasi ... 58

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 58

3.6. Teknik Analisis Data ... 58

3.7. Hipotesis Statistik ... 60

3.7.1. Dimensi Anxiety about Abandonment ... 60

3.7.2. Dimensi Avoidance of Intimacy ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden Penelitian ... 63

4.2. Hasil Penelitian ... 65

4.3. Pembahasan ... 68

4.4. Diskusi ... 104

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 105

5.2. Saran ... 107


(7)

xiii

5.2.2. Saran Praktis ... 107 DAFTAR PUSTAKA….. ... …………..109

DAFTAR RUJUKAN ... 110 LAMPIRAN


(8)

xiv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Distribusi Item tiap Dimensi Attachment to God ... 50

Tabel 3.2. Skor Pilihan Jawaban ... 51

Tabel 3.3. Distribusi Item tiap Dimensi Psychological Well - Being ... 52

Tabel 3.4. Skor Pilihan Jawaban ... 54

Tabel 3.5. Kriteria Validitas ... 56

Tabel 3.6. Kriteria Reliabilitas ... 57

Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 64

Tabel 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis kelamin ... 64

Tabel 4.3. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Berjemaat ... 65

Tabel 4.4. Kontribusi Dimensi Attachment to God terhadap Dimensi Psychological Well – Being ... ……66


(9)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Kerangka Pikir ... 15 Bagan 3.1. Rancangan Prosedur Penelitian ... 46


(10)

xvi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Tabel Data Mentah ... L – 1 Lampiran II : Tabulasi Silang Dimensi Self Acceptance dengan Faktor PWB ... L – 25 Lampiran III : Tabulasi Silang Dimensi Environmental Mastery dengan Faktor PWB ... L – 34

Lampiran IV : Tabulasi Silang Dimensi Purpose in Life dengan Faktor PWB ... L – 43 Lampiran V : Tabulasi Silang Dimensi Personal Growth dengan Faktor PWB ... L – 52 Lampiran VI : Tabulasi Silang Dimensi Positive Relationship With Others dengan

Faktor PWB ... ….L - 61 Lampiran VII : Tabulasi Silang Dimensi Autonomy dengan faktor PWB ... L – 70

Lampiran VIII : Hasil Perhitungan Statistik melalui SPSS ... L – 79

Lampiran IX : Validitas Alat Ukur ... L – 85

Lampiran X : Reliabilitas Alat Ukur ... L – 93 Lampiran XI : Letter of Consent ... L – 94 Lampiran XII : Kata pengantar Kuesioner ... L – 95

Lampiran XIII : Kuesioner Attachment to God ... L – 96 Lampiran XIV : Kuesioner Psychological Well – Being ... L – 100 Lampiran XV : Data Penunjang ... L – 107


(11)

xvii

Lampiran XVII : Biodata Peneliti ... L – 112 Lampiran XVIII : Formulir Pengesahan Data ... L – 113


(12)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke dalam sebuah organisasi sosial yang memiliki visi, misi, nilai – nilai ideologis, struktur sosial dan juga peran serta status dari individu yang berada di dalamnya. Istilah gereja secara sosiologis merupakan sinonim dari organisasi religi dimana gereja menjadi tempat yang digunakan untuk melakukan aktivitas religi seperti pujian dan penyembahan pada Tuhan (Moberg, 1962).

Salah satu gereja yang berada di Bandung adalah Gereja “X”. Gereja tersebut memiliki jadwal ibadah sebanyak tiga kali pada hari Minggu, yaitu ibadah pagi, siang, dan sore. Selain hari Minggu juga terdapat kebaktian persekutuan (komsel) di hari Selasa ataupun Rabu, di rumah jemaat, dan kebaktian pemuda di hari Sabtu. Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara dengan pihak administrasi gereja, kurang lebih terdapat sekitar 600 jemaat. Jemaat tersebut terbagi ke dalam beberapa tahapan usia, yang terentang mulai dari usia 3 bulan hingga 80 tahun. Menurut hasil wawancara dengan pihak administrasi gereja, dan juga dilihat dari buku daftar absensi jemaat, lebih banyak jemaat yang berada pada tahapan usia dewasa muda.


(13)

2

Masa dewasa muda menurut Hurlock (1999), secara teminologis merupakan masa dimana individu berada di antara usia 18 hingga 40 tahun, dan pada masa tersebut individu juga sudah mulai lebih mandiri dan mulai memantapkan diri di dalam pola kehidupan mereka yang baru seperti dalam hal penentuan karir, pasangan hidup, dan juga masa depan mereka. Dari segi perkembangan religiusitas, menurut Carl H.Witherington (2002), mengatakan bahwa pada masa tersebut, individu telah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem yang bersumber pada ajaran agama maupun sistem hukum yang berlaku. Motivasi mereka untuk beribadah juga ditentukan oleh diri mereka sendiri, dan bukan hanya karena ikut – ikutan dengan orang lain. Kondisi tersebut tercermin dalam

perilaku yang ditunjukkan oleh jemaat gereja “X” Bandung tersebut dimana mereka aktif

mengikuti ibadah, seperti datang ibadah di hari Minggu, dan juga ibadah komsel. Untuk jemaat yang masih berusia antara 18 – 25 tahun, mereka juga aktif mengikuti ibadah pemuda setiap hari Sabtu.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh menurut survey awal terhadap 20 jemaat, pada awalnya alasan mereka datang ada yang karena mendengar informasi dan diajak oleh temannya, ada juga yang karena ikut keluarganya karena keluarganya telah terlebih dahulu

berjemaat di gereja tersebut, dan ada juga yang karena penasaran dengan gereja “X”. Menurut

mereka, setelah mencoba untuk beribadah disana, ternyata mereka merasa cocok, baik dengan praise and worshipnya, maupun dengan isi Firman Tuhan, dan juga lingkungannya, yang membuat mereka tertarik, merasa nyaman, sehingga mereka menjadi rutin datang beribadah.

Sebanyak 75% jemaat mengatakan bahwa kehadiran dirinya di gereja, bukan karena suatu paksaan, melainkan suatu wujud ucapan syukur atas berkat dan perlindungan yang telah Tuhan berikan kepada dirinya selama satu minggu, sedangkan 25% jemaat mengatakan bahwa mereka terkadang masih merasa terpaksa untuk datang ke gereja. Mereka berpikir bahwa mereka telah datang ke ibadah Sabtu atau komsel sudah cukup, dan untuk berdoa saja


(14)

3

Universitas Kristen Maranatha atau menyembah Tuhan, masih bisa mereka lakukan sendiri di rumah. Mereka kalah oleh rasa kantuk, dan lebih memilih untuk tidur, beristirahat, atau menjadikan hari itu sebagai waktu untuk mereka mengerjakan dan menyelesaikan tugas perkuliahan yang mereka miliki. Pada hari Minggu, seringkali mereka masih dibangunkan untuk pergi ke gereja, dan akibatnya ketika ibadah, suasana hatinya kesal, marah, bahkan tidak jarang tertidur di gereja.

Jemaat juga mengatakan bahwa ketika mereka berada dalam suatu masalah, mereka berdoa meminta pertolongan Tuhan, dan setelah berdoa mereka merasa seolah dirinya memeroleh suatu penguatan, ketenangan yang membuat mereka merasa lebih lega, dan tidak khawatir kembali atas permasalahan yang dihadapi. Ketika mereka merasa lelah dan jenuh dengan rutinitas hidup yang mereka jalani, melalui pendengaran akan Firman Tuhan di komsel atau di hari Minggu, mereka merasakan adanya suatu kesegaran rohani yang membuat mereka semangat kembali. Kondisi tersebut dalam ilmu Psikologi dikenal sebagai attachment to God. Attachment to God merupakan ikatan afeksional yang nyata antara manusia dengan Tuhan sebagai figur attachment. Attachment to God memiliki dua dimensi yaitu anxiety about abandonment yang menggambarkan mengenai adanya kecemasan yang dimiliki dalam menjalin hubungannya dengan Tuhan sebagai figur attachment, dan dimensi avoidance of intimacy yang menggambarkan adanya penghindaran untuk menjalin hubungan yang intim dengan Tuhan (Okozi, 2010).

Derajat dari kedua dimensi tersebut menggambarkan sejauh mana kedekatan hubungan antara jemaat dengan Tuhan sebagai figur attachment mereka, dan dengan adanya kecemasan untuk menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan dan keengganan untuk dekat dengan Tuhan tersebut dapat memengaruhi bagaimana jemaat berperilaku terhadap Tuhan. Dari 20 jemaat, sebanyak 85% jemaat merasa cemas mengenai hubungannya dengan Tuhan (anxiety about abandonment), dan 15% ada juga yang merasa takut untuk ditolak oleh Tuhan, sehingga mereka cenderung menghindari Tuhan (avoidance of intimacy). Jemaat yang merasa


(15)

4

cemas dalam menjalin hubungannya dengan Tuhan (anxiety about abandonment) mengatakan bahwa dirinya merasa tidak yakin apakah Tuhan benar – benar mengasihi dirinya atau tidak. Mereka menjadi semakin sering berdoa, namun cenderung mendoakan hal yang sama secara berulang – ulang karena khawatir bahwa doanya tidak sampai dan tidak didengar oleh Tuhan. Saat doa mereka belum dijawab Tuhan, kecemasan mereka semakin meningkat. Jemaat yang merasa takut untuk diabaikan oleh Tuhan (avoidance of intimacy), mereka merasa enggan untuk berdoa dan meminta pertolongan Tuhan karena mereka merasa bahwa mereka tidak layak, mereka telah berdosa di hadapan Tuhan, dan Tuhan belum tentu mau menerima dan mengampuni dirinya. Sebagai contoh adalah seorang jemaat wanita yang mengatakan bahwa dirinya pernah hamil di luar nikah. Ia merasa sangat berdosa, tidak layak lagi di hadapan Tuhan, yakin bahwa Tuhan pasti tidak akan mengampuni dosanya, dan menyalahkan diri serta perbuatan yang telah ia lakukan, sehingga ia tidak mau datang ke gereja, tidak mau berdoa, dan berusaha untuk selalu menghindari Tuhan.

Perilaku jemaat yang terbentuk menurut kedua dimensi attachment to God tersebut, yaitu anxiety about abandonment dan avoidance of intimacy, pada akhirnya berpengaruh terhadap kondisi psychological well – being jemaat. Psychological Well – Being merupakan suatu hasil evaluasi kognitif akan hidup, kehadiran dari emosi yang positif atau menyenangkan seperti happiness dan joy, serta kehadiran dari emosi yang negatif atau tidak menyenangkan seperti kesedihan, depresi, kecemasan yang dapat terukur melalui keenam dimensi yaitu dimensi penerimaan diri (self – acceptance), dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), dimensi otonomi (autonomy), dimensi penguasaan lingkungan (environmental mastery), dimensi tujuan hidup (purpose in life), dan dimensi pertumbuhan diri (personal growth) (Ryff, 1989).

Berdasarkan hasil wawancara di survey awal, jemaat yang merasa cemas dalam menjalin hubungannya dengan Tuhan (anxiety about abandonment) sering membandingkan


(16)

5

Universitas Kristen Maranatha diri dengan orang lain dan melihat bahwa orang lain lebih baik dari mereka, sehingga kepercayaan diri mereka rendah. Kondisi tersebut juga membuat mereka cenderung bersikap konfomis dan sulit untuk mengambil keputusan sendiri (self acceptance, autonomy). Di satu sisi, mereka terkadang merasa khawatir akan masa depan mereka, namun di sisi yang lain, mereka berusaha untuk percaya bahwa Tuhan sudah menyiapkan rencana yang indah dan besar untuk mereka (purpose in life). Ketika menghadapi masalah baik dalam keluarga maupun pekerjaan, mereka tetap berdoa kepada Tuhan, namun apabila masih belum memeroleh jalan keluar, mereka menjadi semakin cemas, dan akhirnya meminta bantuan pada orang lain (environmental mastery). Akan tetapi, meskipun mereka memiliki kecemasan untuk berelasi dengan Tuhan, mereka tetap mampu untuk menjalin relasi dengan orang lain. Melalui komsel misalnya, dimana mereka saling sharing satu dengan yang lain, sehingga melalui pengalaman sharing tersebut, saling menguatkan, mereka juga saling mendoakan akan setiap pergumulan mereka, dan meningkatkan kebersamaan juga, misalnya dengan mengadakan rekreasi atau acara makan bersama (positive relationship with others). Dari komsel pula, mereka memeroleh dukungan atau feedback dari rekan – rekan mereka yang dapat membantu mereka untuk memerbaiki diri dan semakin berkembang menjadi individu yang lebih baik lagi (personal growth).

Pada jemaat yang menghindari hubungan yang terlalu dekat dan tidak ingin memiliki hubungan emosional yang mendalam dengan Tuhan sebagai figur attachment (avoidance of intimacy), mereka justru memandang diri mereka secara positif seperti merasa mampu untuk mengatasi segala sesuatu sendiri. Ketika menghadapi suatu kesulitan, mereka lebih memilih untuk mengandalkan kekuatan mereka sendiri daripada mengandalkan Tuhan ataupun orang lain. Dalam hal tujuan hidup juga, mereka sendiri yang memutuskan mereka mau menjadi apa, tanpa perlu bertanya kepada Tuhan (self acceptance, autonomy, purpose in life). Dalam menjalin relasi dengan orang lain, mereka tidak mau menjalin hubungan yang lebih intim dan


(17)

6

mendalam dengan orang lain, dan bagi mereka relasi hanya sebatas relasi dan tidak semua hal tentang diri mereka harus diketahui oleh orang lain, termasuk keluarga (positive relationship with others). Karena relasi mereka dengan orang lain kurang begitu hangat dan dekat, mereka kurang memeroleh feedback ataupun saran dari orang lain mengenai perilaku mereka, sehingga pertumbuhan dan perkembangan diri mereka menjadi terhambat (personal growth). Mereka juga cenderung menyalahkan diri mereka atau lingkungan atas segala sesuatu yang terjadi (environmental mastery). Menurut hasil yang diperoleh, hubungan antara jemaat dengan Tuhan dapat berdampak terhadap cara mereka menjalin hubungan dengan sesama individu, terutama terhadap masing – masing keenam dari dimensi psychological well – being.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kontribusi dari dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well – Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

1.2. Identifikasi masalah

Ingin mengetahui seberapa besar kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well – Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Ingin memeroleh gambaran dimensi Attachment to God dan dimensi Psychological Well - Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.


(18)

7

Universitas Kristen Maranatha 1.3.2. Tujuan Penelitian

Ingin mengetahui kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well - Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

Memberikan informasi mengenai sejauh mana kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well – Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

 Memberikan informasi pada bidang ilmu Psikologi Positif dan Integratif mengenai dimensi Psychological Well – Being dan dimensi Attachment to God yang terkait dengan spiritualitas

 Sebagai referensi dan pendorong bagi peneliti lain yang akan meneliti lebih lanjut mengenai dimensi Attachment to God dan dimensi Psychological Well – Being.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada pihak gereja mengenai kondisi attachment jemaat dengan Tuhan beserta derajat dari masing – masing dimensinya. Informasi tersebut dapat membantu pihak gereja untuk membimbing kerohanian jemaat sehingga dapat meningkatkan attachmentnya dengan Tuhan, dan menurunkan derajat kecemasan atau keengganan jemaat terhadap Tuhan.


(19)

8

Memberikan informasi kepada pihak gereja mengenai kondisi psychological well – being jemaat yang dipengaruhi oleh beragam faktor. Informasi tersebut diharapkan dapat membantu pihak gereja dalam melakukan pendekatan terhadap jemaat dan juga membantu serta mengarahkan jemaat dalam menyikapi pengalaman hidup yang dialami.

1.5. Kerangka Pikir

Jemaat Gereja “X” Bandung yang selanjutnya akan disebut dengan jemaat, merupakan sekumpulan individu yang beribadah di gereja “X” Bandung. Gereja tersebut kurang lebih memiliki 600 jemaat, yang dimana lebih banyak jemaat yang berada di antara usia 18 hingga 40 tahun. Menurut Hurlock (1999), individu yang berada pada usia antara 18 hingga 40 tahun termasuk ke dalam masa dewasa muda. Hurlock menyatakan bahwa masa dewasa merupakan tahap dimana individu telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap untuk menerima kedudukan dalam masyararakat. Masa tersebut ditandai dengan adanya ketidaktergantungan secara finansial dari orangtua, adanya rasa tanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan, serta periode penyesuaian terhadap pola – pola kehidupan baru dan harapan sosial yang baru.

Terdapat beberapa karakteristik perkembangan yang terjadi pada tahap usia dewasa muda, diantaranya perkembangan fisik dimana mereka sudah lebih matang, mapan, dan siap secara fisik untuk bekerja, menikah, dan memiliki anak. Sebagian besar jemaat telah bekerja dan salah satu contohnya dari perkembangan fisik adalah kemampuan mereka untuk lebih mandiri, memilih untuk menikah dan membangun rumah tangganya sendiri. Perkembangan intelektual juga dialami dimana pemikiran mereka sudah semakin kompleks, dan mereka memiliki keinginan untuk mengaktualisasikan diri dan menyalurkan potensi mereka melalui pekerjaan yang dimiliki. Dapat terlihat dari cara jemaat ketika mereka menyelesaikan


(20)

9

Universitas Kristen Maranatha permasalahan yang mereka miliki, dan kemampuan untuk memanajemen waktu yang mereka miliki antara bekerja dengan kuliah contohnya, atau dengan pelayanan.

Secara emosi, semakin bertambahnya usia, kemampuan jemaat untuk menguasai kondisi emosinya akan semakin meningkat dan menjadi lebih stabil. Ketika mereka memiliki perbedaan pendapat contohnya dengan salah satu rekan, mereka mampu untuk menahan emosi mereka, tidak langsung meledak – ledak, sehingga tidak terjadi perselisihan di antara mereka. Dalam hal karier, pemilihan karir yang tepat dapat membantu jemaat untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri. Hal ini terlihat dari seorang jemaat yang telah bekerja di bidang IT, dimana ia bekerja di tempat yang diinginkan, sehingga kemampuan dan keterampilan yang ia miliki menjadi semakin berkembang, dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi tantangan dalam pekerjaan yang ia lakukan. Dari segi agama, semakin bertambahnya usia, kematangan dalam beragama juga menjadi semakin meningkat dan pada masa tersebut. Jemaat sudah memiliki keyakinan yang kuat dan teguh terhadap ajaran agama yang dianutnya berdasarkan pertimbangan pikirannya yang semakin kompleks dan matang.

Kondisi kematangan beragama tersebut dapat terlihat melalui seberapa dekat jemaat dengan Tuhan, yang dalam Psikologi disebut dengan attachment to God. Menurut Okozi (2010), attachment to God adalah ikatan afeksional yang nyata antara manusia dengan Tuhan sebagai figur attachment. Terdapat dua buah dimensi dalam attachment to God yaitu dimensi anxiety of abandonment dan dimensi avoidance of intimacy (Beck dan McDonald, 2004). Anxiety about abandonment adalah refleksi dari preokupasi dan kecemasan jemaat mengenai satu cinta kepada Tuhan, rasa takut akan penolakan atau berpisah dengan Tuhan sebagai figur attachment, dan adanya kondisi distress atau marah ketika jemaat merasa tidak direspon. Dimensi avoidance of intimacy merujuk pada adanya resistensi dalam hal kedekatan emosional antara jemaat dengan Tuhan, keengganan untuk terlibat dalam komunikasi yang dalam dengan Tuhan, dan kecenderungan untuk mengandalkan diri sendiri.


(21)

10

Kedua dimensi tersebut didasari oleh internal working model terhadap diri sendiri maupun orang lain, dimana dalam hal ini, orang lain diganti dengan Tuhan sebagai figur attachment, baik yang positif maupun negatif. Menurut Collins (1996), internal working model merupakan representasi kognitif dari hubungan attachment di masa lalu dengan figur attachment yang menuntun seseorang ke dalam harapan akan masa mendatang dan gaya dalam hubungan dengan figur attachment. Apabila jemaat memandang Tuhan dan diri sendiri secara positif, maka derajat anxiety about abandonment dan avoidance of intimacynya rendah, yang membuat jemaat akan mengembangkan gaya attachment yang secure. Akan tetapi, apabila pandangan terhadap Tuhan dan diri sendiri itu negatif, maka derajat anxiety about abandonment dan avoidance of intimacynya tinggi, yang membuat jemaat akan mengembangkan gaya attachment yang insecure. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat memengaruhi kondisi psychological well – being jemaat. Menurut Ryff (1989), psychological well – being merupakan suatu hasil evaluasi kognitif akan hidup, kehadiran dari emosi yang positif atau menyenangkan seperti happiness dan joy, serta kehadiran dari emosi yang negatif atau tidak menyenangkan seperti kesedihan, depresi, kecemasan.

Jemaat yang memandang Tuhan sebagai figur yang mengasihi, selalu hadir, responsif untuk menolong, tempat untuk berlindung dan bersandar, serta sumber kekuatan khususnya ketika mereka menghadapi masalah atau penyakit, memiliki derajat kecemasan untuk menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan (anxiety about abandonment) dan derajat penolakan untuk memiliki hubungan emosional yang mendalam dengan Tuhan (avoidance of intimacy) yang rendah. Mereka tidak khawatir akan hidup mereka, karena mereka mengetahui bahwa Tuhan selalu ada bersama mereka, dalam kondisi apapun. Mereka juga tidak takut untuk tidak diterima Tuhan, karena mereka percaya bahwa Tuhan itu Maha Penyayang, Maha Pengasih, dan Maha pengampun (anxiety about abandonment). Mereka tidak menghindari Tuhan, kemudian merasa senang dan nyaman ketika datang ke hadirat Tuhan, baik melalui


(22)

11

Universitas Kristen Maranatha rajin datang ke gereja, rajin berdoa, memiliki keinginan untuk melakukan pelayanan (avoidance of intimacy). Hal tersebut membuat mereka memandang bahwa diri mereka layak di hadapan Tuhan, sehingga mereka bersyukur bahwa dirinya diterima oleh Tuhan, sehingga mereka mampu menerima kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Mereka juga merasa bahwa mereka layak untuk dicintai (self acceptance). Mereka memiliki hubungan yang dekat, hangat, intim dengan Tuhan sebagai figur attachmentnya, sehingga mereka membangun hubungan dengan orang lain yang didasari adanya rasa kasih, kenyamanan, dan kesediaan untuk menjalin hubungan secara lebih mendalam (positive relationship with others). Mereka juga mampu untuk mengambil keputusan sendiri karena mereka yakin bahwa mereka dimampukan oleh Tuhan dan diberi hikmat untuk menentukan yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dalam permasalahan yang sulit, mereka tidak merasa segan untuk bergantung kepada Tuhan, karena mereka yakin bahwa Tuhan dapat diandalkan setiap waktu (autonomy). Kegagalan dipandang sebagai suatu tantangan dalam hidup dan mereka percaya bahwa masalah yang mereka hadapi tidak akan melebihi kekuatan dan kemampuan mereka, sedangkan keberhasilan dipandang sebagai berkat yang Tuhan berikan dan bukan sesuatu yang diperoleh secara kebetulan, faktor keberuntungan atau kemampuan mereka sendiri (environmental mastery). Mereka berani untuk bertumbuh dan mengembangkan diri mereka secara positif karena mereka menjadikan Tuhan sebagai dasar rasa aman untuk melakukan eksplorasi diri dan mencoba berbagai hal baru di dalam kehidupan mereka (personal growth). Mereka berserah dan percaya bahwa Tuhan memiliki rencana yang terbaik untuk mereka sehingga mereka memandang masa depan secara positif (purpose in life).

Jemaat yang memandang Tuhan sebagai figur yang tidak responsif, dingin, penuh dengan ketidakpastian untuk menolong, derajat kecemasan untuk menjalin hubungan yang dekat dengan Tuhan (anxiety about abandonment) dan derajat penolakan untuk memiliki hubungan emosional yang mendalam dengan Tuhan (avoidance of intimacy) menjadi tinggi.


(23)

12

Jemaat tidak percaya bahwa Tuhan itu akan menjaga dan selalu menolong mereka di kala kesulitan, sehingga mereka menjadi tidak berani untuk menggantungkan hidup dan masa depan mereka kepada Tuhan, yang membuat kecemasan mereka untuk dekat dengan Tuhan meningkat (anxiety about abandonment). Mereka juga merasa bahwa Tuhan tidak dapat mereka andalkan setiap saat, sehingga hal tersebut membuat mereka menolak untuk bergantung kepada Tuhan sepenuhnya dan lebih memilih untuk mengandalkan kemampuannya sendiri (avoidance of intimacy).

Dengan adanya pandangan tersebut, jemaat memandang bahwa diri mereka tidak layak untuk dicintai, ditolak oleh Tuhan dan tidak diinginkan, sehingga mereka tidak menganggap bahwa diri mereka berharga dan sulit untuk menerima dirinya apa adanya (self acceptance). Hubungan mereka dengan Tuhan banyak dipenuhi oleh kecemasan, ketidakpastian, ketidakpercayaan, sehingga ketika menjalin relasi dengan orang lain cenderung menjaga jarak, tidak mau menjalin hubungan yang terlalu dekat, merasa takut ditolak, dan takut diabaikan (positive relationship with others). Ketika menghadapi masalah dan belum memeroleh jalan keluar, kecemasan mereka meningkat, bahkan membuat diri mereka menjadi semakin yakin bahwa Tuhan mengabaikan diri mereka, dan merasa Tuhan tidak dapat diandalkan, sehingga mereka cenderung mengandalkan kekuatan mereka sendiri (autonomy).

Ketika mereka gagal, mereka menyalahkan lingkungan, dan keberhasilan dipandang sebagai hasil usaha mereka sendiri. Mereka cenderung menjaga jarak dan memilih lingkungan yang hanya cocok dengan mereka (environmental mastery). Tuhan tidak dipandang sebagai dasar rasa aman untuk bereksplorasi dan keinginan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri rendah, karena mereka cepat merasa puas dengan hasil yang mereka peroleh (personal growth). Mereka memandang masa depan secara pesimis dan tidak


(24)

13

Universitas Kristen Maranatha memiliki harapan. Tujuan hidup mereka juga tidak jelas dan banyak dipengaruhi oleh adanya kecemasan akan kesanggupan diri mereka untuk mencapainya (purpose in life).

Psychological well – being dipengaruhi oleh lima faktor, seperti faktor demografis, dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup, locus of control, dan juga religiusitas (Ryff dan Singer dalam Halim dan Atmoko, 2005). Semakin bertambahnya usia, memiliki pendidikan yang semakin tinggi, jenjang karir yang semakin mapan, status sosial ekonomi yang tergolong tinggi, dapat meningkatkan kondisi psychological well – being individu. Stereotype gender juga turut berperan dalam bagaimana individu berelasi dan bersikap terhadap orang lain, sehingga dapat memengaruhi psychological well – beingnya. Dukungan sosial adalah rasa nyaman, perhatian, penghargaan, dan pertolongan yang dipersepsikan individu yang menerima bantuan dari orang lain atau kelompok (Cobb, dalam Sarafino, 1990). Melalui adanya dukungan sosial tersebut, jemaat menjadi tidak sendirian, ada pihak – pihak yang mendukung terutama di kala dirinya mengalami kesulitan, yang dapat meningkatkan kondisi psychological well – being.

Evaluasi jemaat terhadap pengalaman hidupnya memiliki pengaruh yang penting terhadap psychological well – beingnya (Ryff, 1995). Hal tersebut dikarenakan melalui evaluasi, jemaat dapat belajar dari pengalaman, memeroleh kritik, saran, dan masukkan dari orang lain juga yang dapat membantu individu untuk semakin mengaktualisasikan dirinya. Adanya locus of control yang internal membuat jemaat menjadi lebih aktif dalam mencari informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan, dan mencari solusi yang tepat serta konstruktif bagi permasalahan yang mereka hadapi, sehingga kondisi psychological well – beingnya lebih tinggi daripada jemaat dengan locus of control external. Terkait dengan religiusitas, Ryff (2010) menyebutkan bahwa ada hubungan attachment to God dengan psychological well – being, dimana semakin rendah derajat dimensi anxiety about


(25)

14

abandonment dan avoidance of intimacy, maka semakin tinggi derajat psychological well – beingnya.


(26)

15

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1. Kerangka Pikir

Jemaat Gereja “X” yang

berada pada masa dewasa muda

Dimensi :

Anxiety about Abandonment Avoidance of Intimacy

Attachment to God

Psychological Well – Being

Internal Working Model

Kematangan Beragama

Karakteristik Perkembangan :  Fisik  Intelektual  Emosi  Karier  Agama 

Faktor yang memengaruhi :  Demografis

 Dukungan sosial  Evaluasi Pengalaman

Hidup

Locus of Control  Religiusitas

Dimensi : Autonomy Self Acceptance

Environmental Mastery Personal Growth Purpose in Life

Positive Relationship with Others


(27)

16

1.6. Asumsi

 Jemaat Gereja “X” Bandung lebih banyak yang berusia 18 – 40 tahun sehingga termasuk ke dalam tahap perkembangan masa dewasa muda.

 Semakin bertambahnya usia, maka semakin meningkat pula kematangan

beragama yang dimiliki oleh jemaat Gereja “X” Bandung

Internal working model mendasari tinggi rendahnya derajat kecemasan dan keengganan jemaat untuk menjalin hubungan yang intim dan dekat dengan Tuhan sebagai figur signifikan

Derajat tinggi rendahnya dimensi anxiety about abandonment dan avoidance of intimacy dapat memengaruhi derajat tinggi rendahnya keenam dimensi dari psychological well – being jemaat Gereja “X” Bandung.

1.7. Hipotesis

Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi self acceptance pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi positive relationship with others pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi autonomy pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.  Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi

environmental mastery pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.


(28)

17

Universitas Kristen Maranatha Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi purpose

in life pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.  Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi

personal growth pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi self acceptance pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi positive relationship with others pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi autonomy

pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi environmental mastery pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi purpose in life pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.

Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi personal growth pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.


(29)

105

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kedua dimensi attachment to God, yaitu dimensi avoidance of intimacy dan anxiety about abandonment, memiliki kontribusi yang signifikan terhadap keenam dimensi psychological well – being

2. Kontribusi terbesar terdapat pada dimensi self acceptance (31,9%), environmental mastery (29,4%), purpose in life (28,7%),, personal growth (24,2%),, positive relationship with others (20,9%), dan kontribusi yang paling kecil adalah pada dimensi autonomy (10,9%)

3. Dimensi avoidance of intimacy memiliki pengaruh yang berbanding terbalik dan signifikan terhadap dimensi self acceptance, environmental mastery, purpose in life, personal growth, dan positive relationship with others, namun tidak signifikan terhadap autonomy.

4. Dimensi anxiety about abandonment memiliki pengaruh yang berbanding terbalik dan signifikan terhadap dimensi self acceptance, environmental mastery, purpose in life,


(30)

106

Universitas Kristen Maranatha positive relationship with others, dan autonomy, namun tidak signifikan terhadap personal growth.

5. Dimensi self acceptance pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, penghayatan akan kegagalan, cara jemaat dalam mengatasi masalah, harapan, lamanya berjemaat, dan keaktifan pelayanan.

6. Dimensi environmental mastery pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan kegagalan, harapan, dan keaktifan pelayanan.

7. Dimensi purpose in life pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan pengalaman yang tidak menyenangkan, penghayatan akan kegagalan, harapan, lamanya berjemaat, dan keaktifan pelayanan.

8. Dimensi personal growth pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan pengalaman yang tidak menyenangkan, penghayatan akan kegagalan, cara jemaat dalam mengatasi masalah, dan keaktifan pelayanan.

9. Dimensi positive relationship with others pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor penghayatan akan kegagalan, cara jemaat dalam mengatasi masalah, harapan, dan lamanya berjemaat.


(31)

107

Universitas Kristen Maranatha 10. Dimensi autonomy pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda

cenderung berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, dan penghayatan akan kegagalan.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Bagi peneliti lain yang hendak meneliti variabel yang sama, disarankan untuk memerhatikan data penunjang yang terkait dengan sampel penelitian secara lebih spesifik.

2. Disarankan pada peneliti berikutnya untuk dapat mewawancarai seluruh responden yang dimiliki, dalam rangka untuk menambah data hasil wawancara agar lebih representatif. Selain itu, disarankan pula untuk menggali lebih dalam mengenai data penunjang melalui wawancara.

3. Peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kedua variabel tersebut, disarankan untuk mencoba meneliti mengenai kontribusi antara faktor dari dimensi psychological well – being terhadap dimensi psychological well – being tersebut, terutama dimensi autonomy dan personal growth.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi gereja, disarankan untuk mengadakan suatu pembinaan rohani secara rutin untuk meningkatkan kedekatan antara jemaat dengan Tuhan.


(32)

108

Universitas Kristen Maranatha 2. Adapun materi pembinaan rohani yang disarankan untuk dapat dipertimbangkan

berkaitan dengan faktor – faktor dari psychological well – being, contohnya seperti bagaimana cara untuk menyikapi stress atau permasalahan yang dialami, realita kegagalan, pengalaman yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan melalui perspektif agama Kristen.

3. Bagi jemaat, disarankan untuk meluangkan waktu untuk mengikuti pembinaan rohani yang diadakan pihak gereja secara rutin dalam rangka meningkatkan attachment to God.


(33)

KONTRIBUSI DIMENSI ATTACHMENT TO GOD TERHADAP

DIMENSI PSYCHOLOGICAL WELL – BEING PADA JEMAAT GEREJA

“X” BANDUNG YANG

BERADA PADA MASA DEWASA MUDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

OLEH:

AUDREY KRISTIANTI NRP : 1130027

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(34)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : AUDREY KRISTIANTI NRP : 1130027

Fakultas : Psikologi

Menyatakan bahwa laporan penelitian ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.

Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensi sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 17 Tahun 2010.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.


(35)

iv

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : AUDREY KRISTIANTI NRP : 1130027

Fakultas : Psikologi

menyatakan bahwa:

1. Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Hak Bebas Royalti Non – Eksklusif (Non – Exclusive Royalty Free Right) atas kaya ilmiah saya yang berjudul:

“Kontribusi Dimensi Attachment to God terhadap Dimensi Psychological Well – Being pada Jemaat Gereja “X” Bandung yang Berada pada Masa Dewasa Muda”

2. Universitas Kristen Maranatha bandung berhak menyimpan, mengalihmediakan / mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikannya dan menampilkan / mempublikasikannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta.

3. Saya bersedia menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.


(36)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Kontribusi Dimensi Attachment to God terhadap Dimensi Psychological Well – Being pada Jemaat Gereja “X” Bandung yang Berada pada Masa Dewasa Muda.” Penelitian tersebut disusun sebagai persyaratan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Dalam menyelesaikan penelitian tersebut, peneliti banyak mengalami tantangan, namun dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, peneliti mampu menyelesaikan penelitian tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama, yang telah membimbing, memberikan dorongan, dan saran kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tersebut

3. Heliany Kiswantomo, M.Si., Psik selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan banyak masukkan, semangat dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. Efnie Indrianie, M.Si., Psikolog, selaku dosen wali peneliti yang telah memberikan banyak ilmu terutama mengenai neuroscience, arahan, masukkan, dan semangat bagi peneliti dari awal hingga akhir semester.


(37)

vi

5. Orang tua, adik, dan pasangan peneliti yang selalu mendukung, mengingatkan peneliti untuk tetap semangat dan tidak mudah menyerah, serta percaya bahwa peneliti mampu untuk dapat menyelesaikan penelitian tersebut.

6. Pemimpin gereja “X”, ketua komsel, dan ketua kebaktian pemuda yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan survey awal, pengambilan data, observasi, serta wawancara untuk penelitian tersebut.

7. Jemaat Gereja “X” Bandung yang telah bersedia untuk membantu peneliti dalam mengisi kuesioner yang diperlukan

8. Pihak lain yang telah membantu peneliti dalam menyebarkan kuesioner kepada jemaat baik di gereja maupun di komsel, serta memberikan semangat kepada peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tersebut.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, peneliti berharap agar penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Juni 2016


(38)

109

Universitas Kristen Maranatha Daftar Pustaka

Barret, L.S. (2000). The Internal Working Model Concepts: What do We Really Know About the Self in Relation to Others. Review of General Psychology, 4 (2), 155 – 175

Bartholomew,K. (1991). Attachment Styles among Young Adults: A Test of a Four Category Model. Journal of Personality and Social Psychology, 61, 226 – 244

Beck, R. (2004). Attachment to God: The Attachment to God Inventory, Tests of Working Model Correspondence, and an Exploration of Faith Group Differences. Journal of Psychology and Theology, 32. 92 – 103

Beck, R. (2006). God as a Secure Base: Attachment to God and Theological Exploration. Journal of Psychology and Theology, 34.125 – 132

Colins, N. (1996). Adult Attachment, Working Models, and Relationship Quality in Dating Couples. Journal of Personality and Social Psychology, 58. 644 - 663

Cooper, Laura B. (2009). Differentiated Styles of Attachment to God and Varying Religious Coping Efforts. Journal of Psychology and Theology, 37. 134 – 141. Huntsville.Biola University

Dierendonck, D. (2008). Ryff’s Six Factor Model of Psychological Well – Being. Soc Indic Res, 87. 473 – 479

Dodge, R. (2012). The Challenge of Defining Well – Being. International Journal of Well – Being, 2 (3). 222 – 235

Kirkpatrick, Lee. (2005). Attachment, Evolution, and the Psychology of Religion. New York : The Guilford Press

Moberg. (2007). Church as Social Institution. New York : Mc Graw Hill

Okozi. (2010). Attachment to God: It’s Impact on the Psychological Well – Being of Persons with Religious Vocation. Seton Hall University Dissertations and Theses (ETDs). 1- 75

Palys, T. (2008). Purposive Sampling. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods, 2. 697 – 698

Priyatno, D. (2004). SPSS 22 Pengolahan Data Terpraktis. Jakarta: Andi

Ryff, C.D. (1989). Happiness is Everything, or is it ? Explorations on the Meaning of Psychological Well – Being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069 – 1081

Ryff, C.D. (1995). The Structure of Psychological Well – Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69. 719 727


(39)

110

Universitas Kristen Maranatha Daftar Rujukan

Andini, Widya. (2015). Kontribusi Religiusitas terhadap Psychological Well – Being. (Online). (Pustaka.unpad.ac.id, diakses pada 7 Mei 2015)

Febriana, I. (2014). Pengaruh Kepribadian dan Sense of Humor terhadap Psychological Well

– Being (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta

Gloria, A.M. (2011). Bab II Landasan Teori Universitas Sumatera Utara. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23483/3/Chapter%20II.pdf, diakses pada 2 April 2016)

Greenberg, M. (2013). Turning to the Positive: Personal Growth After Trauma. (Online). (https://www.psychologytoday.com/blog/the-mindful-self-express/201303/turning-the-positive-personal-growth-after-trauma, diakses pada 2 April 2016).

Hutapea, M. (2011). Chapter II USU Institutional Repository. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26019/4/Chapter%20II.pdf, diakses 2 April 2016).

Melati, A. (2011). Chapter II USU Institutional Repository Universitas Sumatera Utara. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28956/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada 2 April 2016)

Mulyana, D. (2014). Makalah Perkembangan Orang Dewasa. (Online). (www.academia.edu, diakses pada 13 September 2015)

Preferred terms for Life Stafes / Age Groups. (2013). (Online). Widener.edu, diakses 8 Februari 2016

Rahayu, M. (2008). Psychological Well – Being (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta

Sari, I.M. (2008). Validitas. (Online). (http://file.upi.edu/Direktori/ pdf, diakses pada 17 Januari 2016)

Seifert, A.T. (2005). The Ryff Scales of Psychological Well – Being. (Online). (http://www.liberalarts.wabash.edu/ryff-scales/, diakses 10 Maret 2015)

Suharjo, S. (2014). Cara Melakukan Analisis Regresi Multiples dengan SPSS. (Online). (www.spssindonesia.com, diakses pada 10 Februari 2016)

Tassos, K. (2016). Jemaat: Definisinya, Kepalanya, Anggota – anggotanya. (Online).

(http://www.jba.gr/Bahasa/pdf/Jemaat-definisinya-kepalanya-dan-anggota-anggotanya.pdf, diakses pada 6 Mei 2016).

Wald, M. (2003). A Portrait of Well – Being in Early Adulthood. (Online). (http://www.hewlett.org/uploads/files/APortraitofWellBeinginEarlyAdulthood.pdf, diakses pada 25 November 2015).


(1)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : AUDREY KRISTIANTI NRP : 1130027

Fakultas : Psikologi

Menyatakan bahwa laporan penelitian ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.

Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensi sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 17 Tahun 2010.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.


(2)

iv

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : AUDREY KRISTIANTI NRP : 1130027

Fakultas : Psikologi

menyatakan bahwa:

1. Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Hak Bebas Royalti Non – Eksklusif (Non – Exclusive Royalty Free Right) atas kaya ilmiah saya yang berjudul:

“Kontribusi Dimensi Attachment to God terhadap Dimensi Psychological Well – Being pada Jemaat Gereja “X” Bandung yang Berada pada Masa Dewasa Muda”

2. Universitas Kristen Maranatha bandung berhak menyimpan, mengalihmediakan / mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikannya dan menampilkan / mempublikasikannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta.

3. Saya bersedia menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.


(3)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Kontribusi Dimensi Attachment to God terhadap Dimensi Psychological Well – Being pada Jemaat Gereja “X” Bandung yang Berada pada Masa Dewasa Muda.” Penelitian tersebut disusun sebagai persyaratan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Dalam menyelesaikan penelitian tersebut, peneliti banyak mengalami tantangan, namun dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, peneliti mampu menyelesaikan penelitian tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada:

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama, yang telah membimbing, memberikan dorongan, dan saran kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tersebut

3. Heliany Kiswantomo, M.Si., Psik selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan banyak masukkan, semangat dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. Efnie Indrianie, M.Si., Psikolog, selaku dosen wali peneliti yang telah memberikan banyak ilmu terutama mengenai neuroscience, arahan, masukkan, dan semangat bagi peneliti dari awal hingga akhir semester.


(4)

vi

5. Orang tua, adik, dan pasangan peneliti yang selalu mendukung, mengingatkan peneliti untuk tetap semangat dan tidak mudah menyerah, serta percaya bahwa peneliti mampu untuk dapat menyelesaikan penelitian tersebut.

6. Pemimpin gereja “X”, ketua komsel, dan ketua kebaktian pemuda yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan survey awal, pengambilan data, observasi, serta wawancara untuk penelitian tersebut.

7. Jemaat Gereja “X” Bandung yang telah bersedia untuk membantu peneliti dalam mengisi kuesioner yang diperlukan

8. Pihak lain yang telah membantu peneliti dalam menyebarkan kuesioner kepada jemaat baik di gereja maupun di komsel, serta memberikan semangat kepada peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tersebut.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, peneliti berharap agar penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, Juni 2016


(5)

109

Universitas Kristen Maranatha Daftar Pustaka

Barret, L.S. (2000). The Internal Working Model Concepts: What do We Really Know About the Self in Relation to Others. Review of General Psychology, 4 (2), 155 – 175

Bartholomew,K. (1991). Attachment Styles among Young Adults: A Test of a Four Category Model. Journal of Personality and Social Psychology, 61, 226 – 244

Beck, R. (2004). Attachment to God: The Attachment to God Inventory, Tests of Working Model Correspondence, and an Exploration of Faith Group Differences. Journal of Psychology and Theology, 32. 92 – 103

Beck, R. (2006). God as a Secure Base: Attachment to God and Theological Exploration. Journal of Psychology and Theology, 34.125 – 132

Colins, N. (1996). Adult Attachment, Working Models, and Relationship Quality in Dating Couples. Journal of Personality and Social Psychology, 58. 644 - 663

Cooper, Laura B. (2009). Differentiated Styles of Attachment to God and Varying Religious Coping Efforts. Journal of Psychology and Theology, 37. 134 – 141. Huntsville.Biola University

Dierendonck, D. (2008). Ryff’s Six Factor Model of Psychological Well – Being. Soc Indic Res, 87. 473 – 479

Dodge, R. (2012). The Challenge of Defining Well – Being. International Journal of Well – Being, 2 (3). 222 – 235

Kirkpatrick, Lee. (2005). Attachment, Evolution, and the Psychology of Religion. New York : The Guilford Press

Moberg. (2007). Church as Social Institution. New York : Mc Graw Hill

Okozi. (2010). Attachment to God: It’s Impact on the Psychological Well – Being of Persons with Religious Vocation. Seton Hall University Dissertations and Theses (ETDs). 1- 75

Palys, T. (2008). Purposive Sampling. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods, 2. 697 – 698

Priyatno, D. (2004). SPSS 22 Pengolahan Data Terpraktis. Jakarta: Andi

Ryff, C.D. (1989). Happiness is Everything, or is it ? Explorations on the Meaning of Psychological Well – Being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069 – 1081

Ryff, C.D. (1995). The Structure of Psychological Well – Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69. 719 727


(6)

110

Universitas Kristen Maranatha Daftar Rujukan

Andini, Widya. (2015). Kontribusi Religiusitas terhadap Psychological Well – Being. (Online). (Pustaka.unpad.ac.id, diakses pada 7 Mei 2015)

Febriana, I. (2014). Pengaruh Kepribadian dan Sense of Humor terhadap Psychological Well

– Being (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta

Gloria, A.M. (2011). Bab II Landasan Teori Universitas Sumatera Utara. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23483/3/Chapter%20II.pdf, diakses pada 2 April 2016)

Greenberg, M. (2013). Turning to the Positive: Personal Growth After Trauma. (Online). (https://www.psychologytoday.com/blog/the-mindful-self-express/201303/turning-the-positive-personal-growth-after-trauma, diakses pada 2 April 2016).

Hutapea, M. (2011). Chapter II USU Institutional Repository. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26019/4/Chapter%20II.pdf, diakses 2 April 2016).

Melati, A. (2011). Chapter II USU Institutional Repository Universitas Sumatera Utara. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28956/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada 2 April 2016)

Mulyana, D. (2014). Makalah Perkembangan Orang Dewasa. (Online). (www.academia.edu, diakses pada 13 September 2015)

Preferred terms for Life Stafes / Age Groups. (2013). (Online). Widener.edu, diakses 8 Februari 2016

Rahayu, M. (2008). Psychological Well – Being (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta

Sari, I.M. (2008). Validitas. (Online). (http://file.upi.edu/Direktori/ pdf, diakses pada 17 Januari 2016)

Seifert, A.T. (2005). The Ryff Scales of Psychological Well – Being. (Online). (http://www.liberalarts.wabash.edu/ryff-scales/, diakses 10 Maret 2015)

Suharjo, S. (2014). Cara Melakukan Analisis Regresi Multiples dengan SPSS. (Online). (www.spssindonesia.com, diakses pada 10 Februari 2016)

Tassos, K. (2016). Jemaat: Definisinya, Kepalanya, Anggota – anggotanya. (Online).

(http://www.jba.gr/Bahasa/pdf/Jemaat-definisinya-kepalanya-dan-anggota-anggotanya.pdf, diakses pada 6 Mei 2016).

Wald, M. (2003). A Portrait of Well – Being in Early Adulthood. (Online). (http://www.hewlett.org/uploads/files/APortraitofWellBeinginEarlyAdulthood.pdf, diakses pada 25 November 2015).