Hubungan antara model Attachment masa dewasa dan Ryff Psychological Well Being Dimensi Self Acceptance, Autonomy, dan Positive Relationships with Other pada mahasiswa psikologi

(1)

HUBUNGAN ANTARA MODEL ATTACHMENT MASA DEWASA DAN RYFF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DIMENSI SELF-ACCEPTANCE,

AUTONOMY, DAN POSITIVE RELATIONSHIPS WITH OTHER PADA MAHASISWA PSIKOLOGI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Carolina Pramesti Dewi

089114136

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2 Agustus 2013 Penulis,

Carolina Pramesti Dewi

iv


(5)

HUBUNGAN ANTARA MODEL ATTACHMENT MASA DEWASA DAN RYFF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DIMENSI SELF-ACCEPTANCE,

AUTONOMY, DAN POSITIVE RELATIONSHIPS WITH OTHER PADA MAHASISWA PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA Carolina Pramesti Dewi

ABSTRAK

Penelitian kuantitatif korelasional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara model

attachment masa dewasa dan Ryff Psychological Well-Being dimensi self-acceptance (SA), autonomy (A), dan positive relationships with other (PRO) pada mahasiswa psikologi. Hipotesis

penelitian menyatakan ada hubungan signifikan antara model attachment pada masa dewasa dan Ryff Psychological Well-Being dimensi self-acceptance, autonomy, dan positive relationships with

other. Subjek penelitian adalah 82 mahasiswa semester 4 Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma yang dipilih secara purposive. Data dikumpulkan dengan Relation Style Questionnaire (RSQ) dan 18 item tambahan serta Skala Ryff’s Psychological Well-Being (RPWB). Hasil analisis korelasi Pearson product moment dan Spearman Rank menunjukkan sembilan antarvariabel memiliki hubungan signifikan dan tiga antarvariabel memiliki hubungan tidak signifikan. Hubungan positif signifikan ditemukan antara model secure dan dimensi SA, A, PRO. Hubungan negatif signifikan ditemukan antara model preoccupied dan dimensi SA, PRO. Hubungan negatif tidak signifikan ditemukan antara model preoccupied dan dimensi A. Hubungan negatif signifikan ditemukan antara model fearful dan dimensi SA, PRO. Hubungan negatif tidak signifikan ditemukan antara model fearful dan dimensi A. Hubungan positif signifikan ditemukan antara model dismissing dan dimensi SA, A. Hubungan negatif tidak signifikan ditemukan antara model

dismissing dan dimensi PRO.


(6)

THE CORRELATION BETWEEN ADULT ATTACHMENT STYLE AND RYFF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DIMENSIONS OF SELF-ACCEPTANCE, AUTONOMY, AND POSITIVE RELATIONSHIPS

WITH OTHER AMONG PSYCHOLOGY UNDERGRADUATE STUDENT SANATA DHARMA UNIVERSITY

Carolina Pramesti Dewi ABSTRACT

This quantitative correlational research aims to investigate the correlation between adult attachment style and Ryff Psychological Well-Being dimensions of self-acceptance, autonomy, and positive relationships with other. The hypothesis says there is a significant correlation between adult attachment style and Ryff Psychological Well-Being dimensions of self-acceptance (SA), autonomy (A), and positive relationships with other (PRO). The purposively selected subjects of this research were eightytwo at fourth semester students of Psychology Faculty of Sanata Dharma University. Data were collected with the Relationship Style Quetionaire (RSQ) plus 18 items and Ryff’s Psychological Well-Being Scale (RPWB). The results of Pearson product moment correlation and Spearman Rank correlation show that nine hypotheses are accepted and three hypotheses are rejected. It means that nine variables have a significant correlation and three variables have no significant correlation. Secure has a significant positive correlation with SA, A, PRO. Preoccupied has a significant negative correlation with SA, PRO. Preoccupied has no significant negative correlation with A. Fearful has a significant negative correlation with SA, PRO. Fearful has no significant negative correlation with A. Dismissing has a significant positive correlation with SA, A. Dismissing has no significant negative correlation with PRO.

Keywords: adult attachment style, ryff psychological well-being

vi


(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Carolina Pramesti Dewi

Nomor Mahasiswa : 089114136

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan antara Model Attachment Masa Dewasa dan

Ryff Psychological Well-Being Dimensi self-acceptance, autonomy, dan positive relationships with other pada Mahasiswa Psikologi

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolahnya di internet atau media lain untuk kepentingan akedemis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 2 Agustus 2013

Yang menyatakan,

(Carolina Pramesti Dewi)


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Bunda Maria atas segala rahmat Roh Kudus yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai mahasiswa psikologi. Penulis menemukan keyakinan yang besar dengan bertekun dan berpasrah pada Tuhan. Dengan keyakinan ini, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan antara Model Attachment masa dewasa dan Ryff Psychological

Well- Being dimensi self- acceptance, autonomy, dan positive relationships with other pada mahasiswa Psikologi”. Penulis menyadari banyak orang yang telah

mengisi kehidupan penulis selama menimba ilmu Psikologi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah memberikan warna-warni untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Mereka adalah :

1. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S.Psi., M.si. selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan. 2. Romo Dr. A. Priyono Marwan, S.J. selaku dosen pembimbing skripsi atas

keyakinan bahwa penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

3. Suster Lidwina TA, FCJ, MA. selaku dosen semester tujuh atas waktu yang disediakan untuk berdiskusi dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dan referensi jurnal yang diberikan.

4. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku dosen Statistik atas kesediaan menjelaskan semua pertanyaan mengenai Statistik.

viii


(9)

5. Semua dosen dan karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membagi ilmu, mendampingi dan membimbing selama masa studi atas segala buah baik yang telah diberikan.

6. Ayah penulis yang selalu hidup di hati, mama dan adik atas doa, semangat, dan saran yang tanpa lelah diberikan selama hidup penulis.

7. Sahabat “Kepompong”, sahabat berbagi suka dan duka (Patrick, Ayu, Nana, Dinar dan Ndut) atas cinta, kepedulian, kritik, dan saran kalian yang sudah berjalan selama 5 tahun.

8. “eL”, sahabat hati penulis atas kasih dan dukungan yang selalu diberikan selama 3 tahun ini.

9. Teman-teman satu dosen pembimbing skripsi (Kris, Manda, Mengty, Jeje), atas kebersamaan berkeluh-kesah, bersukaria saat jenuh mengerjakaan skripsi, dan belajar bersama.

10. Teman-teman Psikologi angkatan 2008 (khususnya kelas D) dan berbagai angkatan atas dinamika yang berjalan selama masa studi.

Penulis menyadari ketidaksempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini.

Yogyakarta, 2 Agustus 2013 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...iv

ABSTRAK ...v

ABSTRACT ...vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...9

C. Tujuan Penelitian ...9

D. Manfaat Penelitian ...9

1. Manfaat Praktis ...9

2. Manfaat Teoritis ...10


(11)

BAB II LANDASAN TEORI ...11

A. ...11

1. Pengertian Attachment pada Masa Dewasa ...11

Attachment pada Masa Dewasa ... 1. Dinamika Hubungan antara Model Attachment dan Dim Autonomy RPWB ... ma ... BA 2. Model Attachment pada Masa Dewasa ...14

3. Karakteristik Model Attachment pada Masa Dewasa ...17

B. Psychological Well-Being ...19

1. Pengertian Psychological Well-Being ...20

2. Ryff Psychological Well-Being ...21

C. Masa Dewasa Awal ...26

D. Hubungan Attachment dan Psychological Well-Being pada Masa Dewasa ...28

ensi Self-Acceptance RPWB ...29

2. Dinamika Hubungan antara Model Attachment dan Dimensi ...32

3. Dinamika Hubungan antara Model Attachment dan Dimensi Positive Relationships with Other RPWB ...35

E. Ske ...39

F. Hipotesis ...41

B III METODOLOGI PENELITIAN ...43

A. Jenis Penelitian ...43


(12)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...44

1. Model Attachment pada Masa Dewasa ...44

2. Psychological Well-Being ...45

D. Subjek Penelitian ...45

E. Metode Pengumpulan Data ...46

F. Alat Pengumpulan Data ...47

1. Skala Model Attachment pada Masa Dewasa ...47

2. Skala Ryff’s Psychological Well-Being (RPWB) ...49

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ...52

1. Uji Validitas ...52

2. Seleksi Item ...53

3. Uji Reliabilitas ...55

H. Metode Analisis Data ...57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...58

A. Persiapan Penelitian ...58

B. Pelaksanaan Penelitian ...60

C. Hasil Penelitian ...61

1. Uji Asumsi Penelitian ...61

2. Uji Hipotesis ...76

D. Pembahasan ...80

1. Hipotesisi Diterima...80

2. Hipotesis Ditolak ...83 xii


(13)

3. Temuan Tambahan ...88

BAB V PENUTUP ...90

A. Kesimpulan ...90

B. Keterbatasan Penelitian ...91

C. Saran ...92

DAFTAR PUSTAKA ...94


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor item-item Favorable pada Skala Model Attachment ...48

Tabel 2 Skor item-item Unfavorabe kala Model Attachment ...48

Tabel 3 Blueprint Skala Model Attachment Sebelum Seleksi Item ...49

Tabel 4 Skor item-item Favorabel pada Setiap Dimensi Skala RPWB ...50

Tabel 5 Skor item-item Unfovor pada Setiap Dimensi Skala RPWB ..51

Tabel 6 Blueprint Skala ksi Item ...51

Tabel 7 Blueprint Skala Model Attachment Setelah Seleksi Item ...54

Tabel 8 Blueprint Skala RPWB Setelah Seleksi Item ...55

Tabel 9 Kolmogorov-Smirnov Test ...62

Tabel 10 Test for Linearity ...75

Tabel 11 Uji Hipotesis Korelasi Pearson Product Moment ...76

Tabel 12 Uji Hipotesi Spearman Rank ...78

xiv l pada S

able

RPWB Sebelum Sele


(15)

DAFTAR GAMBAR

ambar 1 Model Attachment pada Masa Dewasa ...15

ambar 2 Grafik Histogram Model Secure Attachment ...63

ambar 3 Grafik Histogram Model Preoccupied Attachment ...63

ambar 4 Grafik Histogram Model Fearful Attachment ...64

ambar 5 Grafik Histogram Model Dismissing Attachment ...64

Gambar 6 Grafik Histogram Dimens f-Acceptance ...65

Gambar 7 Grafik Histogra ...65

Gambar 13 G G G G G i Sel m Dimensi Autonomy ... Gambar 8 Grafik Histogram Dimensi Positive Relationships with Other ...66

Gambar 9 Grafik Stem and Leaf Plot dan Normal Q-Q Plots Model Secure Attachment ...67

Gambar 10 Grafik Stem and Leaf Plot dan Normal Q-Q Plots Model Preoccupied Attachment ...68

Gambar 11 Grafik Stem and Leaf Plot dan Normal Q-Q Plots Model Fearful Attachment ...69

Gambar 12 Grafik Stem and Leaf Plot dan Normal Q-Q Plots Model Dismissing Attachment ...70

Grafik Stem and Leaf Plot dan Normal Q-Q Plots Dimensi Self-Acceptance ...71


(16)

Gambar 14 Grafik Stem and Leaf Plot dan Normal Q-Q Plots Dimensi

Autonomy ...72

Gambar 15 Grafik Stem and Leaf Plot dan Normal Q-Q Plots Dimensi

Positive Relationships with Other ...73

xvi


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

ampiran A Skala Penelitian ...100

ampiran B Uji Reliabilitas ...114

ampiran C Uji Normalitas ...128

ampiran D Uji Linearitas ...130

ampiran E Uji Hipotesis ...135

xvii L

L L L L


(18)

BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan menyajikan empat bagian, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Di zaman modernisasi, masalah gangguan jiwa secara global mengalami peningkatan, termasuk di Indonesia. World Health Organization (WHO) meramalkan bahwa jumlah penderita sakit mental akan terus meningkat hingga mencapai 450 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2013 (Safitri, 2011). Riset dasar kesehatan nasional tahun 2007 menyebutkan bahwa sekitar satu juta orang Indonesia mengalami gangguan jiwa berat dan 19 juta orang lainnya menderita gangguan jiwa ringan sampai dengan sedang (Safitri, 2011). Dari satu juta penderita gangguan jiwa di Indonesia, hanya 10 persen penderita yang pernah berobat ke rumah sakit jiwa atau fasilitas kesehatan lainnya (Harnowo, 2013).

Riyadi (2013 dalam Harnowo, 2013) menjelaskan bahwa salah satu penyebab minimnya penderita gangguan jiwa yang memeriksakan diri adalah masalah akses pelayanan kesehatan. Rumah sakit jiwa di Indonesia yang dimiliki pemerintah hanya berjumlah 33 buah, yang dikelola oleh swasta berjumlah 40-an, dan tersebar 8 provinsi (khususnya provinsi pemekaran) belum memiliki fasilitas kesehatan jiwa. Selain itu, sumber daya manusia


(19)

(SDM) di Indonesia juga masih tergolong rendah. Menurut data kesehatan nasional, jumlah psikiater adalah 616 orang yang terpusat di kota-kota besar dan belum menyebar keseluruh Indonesia. Dengan kata lain, seorang ahli jiwa melayani 400.000 penduduk. Porsi ini masih jauh dari perbandingan ideal layanan kesehatan mental yaitu 1 psikiater untuk 30.000 penduduk (Safitri, 2011).

Tidak hanya psikiater, konselor juga berpotensi untuk membantu mengatasi masalah kurangnya SDM layanan kesehatan di Indonesia. Sumber daya manusia yang berkualitas pun sangat diharapkan untuk mengatasi masalah tersebut (Suliswati dkk, 2005). George dan Cristiani (1995) menegaskan bahwa kualitas konselor yang efektif tidak hanya dilihat dari kedalaman penguasaan teori tetapi juga diperhatikan pada kemampuan konselor untuk menjadi individu yang berfungsi sepenuhnya atau “fully fuctioning”. Hernández, Seem dan Shakoor (2010) menambahkan bahwa berfungsi sepenuhnya atau “fully functioning” adalah indikasi dari kemampuan konselor untuk menolong orang lain. Kualitas individu ini merupakan indikator penting untuk proses konseling yang efektif. Kualitas konselor yang efektif akan membangun hubungan therapeutic yang positif dan menuju pada perubahan therapeutic (Russell, 2009). Lambert (1992 dalam Russell, 2009) memperkirakan bahwa kualitas seorang konselor yang efektif menyumbangkan 30% keberhasilan hubungan therapeutic yang secara efektif positif.


(20)

3   

Berfungsi sepenuhnya atau “fully functioning” merupakan bentuk optimal dari Psychological Well Being (PWB). Ryff (1989) menegaskan well-being sebagai kemampuan untuk berusaha berfungsi sepenuhnya atau “fully functioning” dan mewujudkan talenta unik (potensi diri) yang dimilikinya. Waterman (1993) mengatakan bahwa well-being merupakan kemampuan untuk mengenali diri dan hidup sesuai potensi diri.

Psychological well-being berhubungan dengan berbagai macam karakteristik kepribadian. Sebagai contoh, individu dengan psychological well-being cenderung memiliki empati yang lebih tinggi (Acun-Kapikiran, 2011). Chang dan Sanna (2001 dalam Acun-Kapikiran, 2011) mengatakan bahwa individu dengan karakteristik optimis memiliki psychological well-being yang lebih baik daripada individu dengan karakteristik pesimis. Selain itu, Işiklar (2012) menemukan bahwa dimensi penerimaan diri dalam psychological well-being berkorelasi positif dengan self-esteem. Diamond dan Hicks (2005) mengatakan bahwa attachment mungkin memainkan peran penting dalam pencapaian PWB.

Ryff (1989) membangun konsep well-being dengan menggunakan teori psikologi positif. Teori psikologi positif yang digunakan, antara lain teori masa perkembangan manusia (Erikson, 1959 dalam Ryff, 1989), teori klinis mengenai pertumbuhan pribadi (Allport, 1961; Maslow, 1968; Rogers, 1961 dalam Ryff, 1989) dan kriteria positif dari kesehatan mental oleh Jahoda (1958 dalam Ryff, 1989). Ryff (1989) menjelaskan well-being ke dalam enam


(21)

Kemandiriani (autonomy), (3) Hubungan positif dengan orang lain (positive relationships with other), (4) Penguasaan Situasi Hidup (environmental mastery), (5) Tujuan hidup (purpose in life), (6) Perkembangan diri (personal growth).

George dan Cristiani (1995) menulis dua belas karakteristik personal konselor yang efektif. Karakteristik ini dirangkum melalui analisis individu yang berkualitas. Berdasarkan konsep “fully functioning” Ryff (1989) mengenai Psychological Well-Being (RPWB), empat karakteristik personal konselor yang efektif mencerminkan tiga dari enam dimensi RPWB. Tiga dimensi RPWB yang dimaksud adalah penerimaan diri (self-acceptance), kemandirian (autonomy), hubungan positif dengan orang lain (positive relatianships with other). Penjelasan mengenai hubungan antara karakteristik personal konselor yang efektif dan tiga dimensi RPWB adalah sebagai berikut:

Pertama, dimensi penerimaan diri (self-acceptance) dipahami sebagai sikap individu yang mampu menerima diri apa adanya. Salah satu tanda dari adanya penerimaan diri adalah mau mengakui kelemahan dan kekuatan diri. Dimensi ini mencerminkan karakteristik terbuka dan menerima perasaaan dan pengalaman hidup serta memiliki kesadaran diri. Karakteristik-karakteristik tersebut ditunjukkan dengan konselor yang tidak berusaha untuk mengontrol reaksi emosi tetapi berusaha menerima perasaan baik positif maupun negatif dan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri serta mau menerima apa adanya


(22)

5   

Kedua, dimensi kemandirian (autonomy) digambarkan sebagai individu mengevaluasi diri berdasarkan standar diri dan memiliki kontrol diri. Kemampuan ini membantu individu untuk berani mengambil sikap mandiri dan menolak tekanan sosial untuk bertindak dan berpikir sesuai dengan standar diri. Dimensi ini mencerminkan karakteristik menyadari nilai dan keyakinan diri. Karakteristik menyadari nilai dan keyakinan diri memperlihatkan bahwa konselor mengetahui nilai-nilai yang penting untuk mereka dan memiliki standar diri untuk menjalani hidup. Kejelasan mengenai nilai hidup akan membantu mereka untuk menemukan cara hidup yang bermakna. Mereka pun menghindari perilaku yang tidak efektif dan tidak konsisten dan berperilaku lebih positif dan bermakna.

Yang terakhir, dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relationships with other) ditandai dengan individu memiliki interaksi yang hangat dengan orang lain. Interaksi ini ditunjukkan dengan adanya perhatian terhadap kesejahteraan dan menunjukkan empati, afeksi, dan keintiman dengan orang lain. Dimensi ini mencerminkan karakteristik mengembangkan hubungan yang hangat dan mendalam dengan orang lain. Karakteristik mengembangkan hubungan yang hangat dan mendalam dengan orang lain memperlihatkan bahwa konselor harus bisa menghargai orang lain. Konselor harus bisa menghargai perasaaan, pendapat dan pribadi orang lain. Sikap ini ditunjukkan dengan memberikan kepedulian dan menerima pribadi orang lain apa adanya. Dapat disimpulkan bahwa konsep RPWB hanya tiga dari enam


(23)

dimensi, yaitu: dimensi self-acceptance, autonomy, dan positive relatianships with other yang mencerminkan karakteristik personal konselor yang efektif.

Salah satu karakteristik kepribadian yang berhubungan dengan psychological well-being adalah attachment (Diomond & Hicks, 2005). Bowlby (1977 dalam Bartholomew & Horowitz, 1991) mengemukakan bahwa attachment adalah kecenderungan manusia (bayi) untuk membangun ikatan afeksi yang kuat dengan orang tertentu (pengasuhnya). Ikatan afeksi yang dibangun antara bayi dan pengasuhnya ditunjukkan oleh sistem attachment. Sistem attachment merupakan segala bentuk perilaku yang didasarkan pada sistem motivasi (kebutuhan atau libidinal needs) dan dorongan untuk memelihara kedekatan dengan pengasuhnya (Bowlby, 1973 dalam Bartholomew & Horowitz, 1991). Tujuan dari sistem attachment adalah menyediakan perlindungan dan membangun perasaan aman atau “felt security”.

Berdasarkan teori Bowlby (1973, 1980 & 1982 dalam Bartholomew & Horowitz, 1991), pengalaman attachment dengan pengasuhnya diinternalisasikan oleh anak ke dalam representasi internal atau mental model diri dan orang lain untuk membangun model relasi dengan orang lain di luar anggota keluarga di masa depan. Bartholomew dan Horowitz (1991) menggunakan konsep representasi internal atau mental model diri dan orang lain untuk menggambarkan model attachment pada masa dewasa. Kombinasi mental model diri dan orang lain menghasilkan empat model attachment pada


(24)

7   

Model pertama adalah secure yang mengindikasikan sikap kelayakan diri dan harapan bahwa secara umum orang lain menerima dan berperilaku responsif. Model kedua adalah fearful yang menunjukkan sikap ketidaklayakkan diri serta cenderung memandang orang lain negatif. Model ketiga adalah preoccupied yang menggambarkan sikap ketidaklayakkan diri (tidak dicintai), tetapi mereka memandang orang lain positif. Sikap ini membangun penerimaan diri didapatkan dengan melihat penilaian positif orang lain pada dirinya. Model keempat adalah dismissing yang mengindikasikan sikap mencintai diri atau kelayakkan diri, namun cenderung berperilaku negatif pada orang lain.

Berdasarkan literatur, attachment berhubungan positif dengan berbagai macam karakteristik psychological well-being. Penelitian sejauh ini menunjukkan bahwa secure attachment memperlihatkan personal dan sosial self-esteem yang tinggi (Feeney & Noller, 1990), regulasi emosi yang baik (Kobak & Sceery, 1988; Mikulincer, Florian, & Tolmacz, 1990), kemampuan mandiri dan interdependen (Merz & Consedine, 2009; Merz, Consedine, Schulze, & Schuengel, 2009 dalam Merz & Consedine, 2012).

Di sisi lain, Collin dan Read (1990) menemukan anxious dan avoidant attachment memperlihatkan harga diri, kepercayaan diri sosial, sikap arsertif, dan kontrol diri yang rendah. Erozkan (2009) mengatakan bahwa insecure attachment mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan memperlihatkan kemampuan komunikasi yang berkarakteristik penghindaran sosial. Feeney dan Noller (1990) juga menemukan bahwa avoidant attachment


(25)

memperlihatkan kurang dapat percaya pada orang lain dan anxious attachment memperlihatkan kemandirian yang rendah serta keinginan untuk intim dalam berelasi. Levy dan Davis (1988) menambahkan bahwa avoidant dan anxious attachment memperlihatkan karakteristik relasi yang negatif.

Subjek yang berpotensi menjadi konselor yang berkualitas antara lain adalah mahasiswa psikologi. Dari sudut profesional, mereka sedang menjalani proses pendidikan psikologi yang kelak akan menjadi sarjana psikologi dan berpotensi menjadi konselor. Peneliti memiih mahasiswa karena mahasiswa perlu mempersiapkan diri untuk menjadi konselor yang efektif. Oleh karena itu, proses pendidikan yang mendukung pertumbuhan pribadi mahasiswa penting diketahui agar para pendidik mampu membantu mahasiswa menjadi pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Dari sudut kepribadian, mahasiswa psikologi berada tahap perkembangan dewasa awal. Tugas perkembangan masa dewasa awal adalah menjadi pribadi mandiri (Santrock, 2009) dan membangun hubungan intim dengan orang lain (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Berkaitan dengan kemandirian, individu dituntut untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri (karir, identitas diri, dan gaya hidup yang ingin dijalani). Berkaitan dengan membangun hubungan intim dengan orang lain, kebutuhan ini ditunjukkan dengan relasi yang kuat, stabil, dekat dan penuh perhatian. Dapat diketahui bahwa mahasiswa dipilih karena mereka sedang menjalani proses pendidikan psikologi dan berpotensi menjadi SDM layanan kesehatan yang berkualitas.


(26)

9   

Dalam minat pada mahasiswa psikologi yang berpotensi menjadi SDM layanan kesehatan dan dalam hubungan konselor, psychological well-being, dan attachment, maka peneliti membatasi diri pada hubungan antara attachment masa dewasa dan dimensi self-acceptance, autonomy, dan positive relationships with otherRPWB pada mahasiswa psikologi.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana hubungan antara model attachment dan psychological well-being pada masa dewasa?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara model attachment pada masa dewasa dan psychological well-being mahasiswa psikologi.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai hubungan attachment dan “fully functioning” sebagai bentuk optimal psychological well-being yang dibutuhkan oleh mahasiswa psikologi untuk memiliki kualitas konselor yang efektif.


(27)

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan antara model attachment dan psychological well-being pada masa dewasa awal.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan landasan teori dalam enam bagian, yakni

attachment masa dewasa, psychological well-being, masa dewasa awal,

hubungan antara attachment masa dewasa dan psychological well-being, skema, serta hipotesis.

A. ATTACHMENT PADA MASA DEWASA

Pada bagian ini attachment pada masa dewasa dijelaskan dalam tiga sub-bagian, yakni pengertian attachment masa dewasa, model

attachment masa dewasa, dan karakteristik model attachment masa

dewasa.

1. Pengertian Attachment pada Masa Dewasa

Bowlby (1973 dalam Diehl, Elnick, Bourbeau & Labouvie-Vief, 1998) menegaskan bahwa relasi attachment pada anak terbentuk dari interaksi dengan pengasuhnya yang dihasilkan prototipe kerangka model internal dalam hubungan akrab. Ainsworth, Blehar, Waters, dan Wall (1978 dalam Simpson, 1990) melakukan penelitian berdasarkan teori Bowlby (1973 dalam Simpson, 1990) untuk membedakan gaya atau pola attachment pada anak-anak. Penelitian tersebut


(29)

mengindentifikasikan tiga gaya utama attachment, yaitu: secure,

anxious/ambivalent, dan avoidant.

Banyak penelitian mengenai attachment masa dewasa yang mengadopsi tiga kategori model attachment Ainsworth, et.al (1978 dalam Simpson, 1990) untuk mengetahui hubungan dari secure,

anxious-ambivalent, dan avoidant pada masa dewasa awal (Collin &

Read, 1990; Feeney & Noller, 1990; Hazan & Shaver, 1987; Kirkpatrick & Davis, 1994; Kobak & Hazan, 1991; Main, et.al., 1985 dalam Diehl, Elnick, Bourbeau & Labouvie-Vief, 1998). Penelitian sejauh ini tidak ada yang mempertimbangkan keseluruhan empat kategori (kombinasi antara model mental diri dan orang lain baik positif atau negatif; Bartholomew & Horowitz, 1990) untuk klasifikasi model attachment masa dewasa. Sebagai contoh, penelitian Main (1985 dalam Bartholew & Horowitz, 1991) ditemukan kelemahan dalam klasifikasi model attachment masa dewasa. Penelitian tersebut gagal mendiskusikan kemungkinan subjek memiliki model diri dan orang lain negatif.

Penelitian ini memilih perspektif attachment masa dewasa menurut Bartholomew dan Horowitz (1991). Kedua tokoh tersebut melakukan klasifikasi model attachment masa dewasa dengan prosedur self-report dan wawancara semi struktur. Dengan kombinasi prosedur tersebut, penelitian ini memiliki kelebihan dalam


(30)

13   

mendiskusikan keseluruhan kombinasi positif atau negatif model diri dan orang lain yang tidak ditemukan pada penelitian sebelumnya.

Perspektif attachment menurut Bartholomew dan Horowitz (1991) dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

Attachment merupakan kebutuhan manusia secara universal

untuk membentuk ikatan afeksi yang dekat dengan orang lain (Bowlby, 1973, 1980, 1982 dalam Bartholomew & Horowitz, 1991). Perspektif attachment Bartholomew dan Horowitz (1991) didasarkan oleh teori Bowlby (1973, 1980 & 1982) yang mengemukakan bahwa kualitas hubungan masa kanak-kanak dengan pengasuhnya dihasilkan dari representasi internal atau kerangka model diri dan orang lain. Kerangka model diri dan orang lain pada masa ini akan menentukan model relasi sosial di masa depan.

Bartholomew dan Horowitz (1991) menegaskan bahwa

attachment masa dewasa adalah pandangan kelekatan (ikatan afeksi)

diri orang dewasa pada orang lain yang dihasilkan dari model mental diri dan model mental orang lain baik secara positif maupun negatif. Model mental diri dipahami sebagai keyakinan bahwa diri dicintai (lovability) dan layak mendapatkan perhatian (worthiness of care). Model mental orang lain dimengerti sebagai harapan bahwa orang lain hadir secara emosional dan responsif.

Model diri positif bercirikan sikap diri di mana individu mampu menghargai diri sendiri dan memiliki harapan bahwa orang


(31)

lain akan merespon mereka secara positif. Model diri negatif bercirikan individu yang memiliki kecemasan pada penerimaan diri sendiri dan penolakkan dari orang lain dalam hubungan akrab. Kecemasan ini disebabkan oleh pengalaman individu akan kecemasan dan ketergantungan dalam hubungan akrab. Model orang lain positif bercirikan individu yang suka mencari keintiman dan dukungan dalam hubungan akrab. Model orang lain negatif mengindikasikan individu yang memiliki kecenderungan untuk menghindari keintiman dalam suatu hubungan. Hasil interaksi dari model-model ini membangun

attachment masa dewasa dan dikategorikan ke dalam empat model attachment (Bartholomew & Horowitz, 1991).

2. Model Attachment pada Masa Dewasa

Interaksi antara model diri dan model orang lain menghasilkan empat model attachment, yaitu secure, preoccupied, fearful, dan

dismissing. Model attachment secure mengarah pada secure attachment dan model attachment preoccupied, fearful, dan dismissing mengarah pada insecure attachment (Bartholomew & Horowitz, 1991). Gambar 1 mengilustrasikan empat model attachment sebagai berikut:


(32)

15   

Gambar 1. Model attachment pada masa dewasa MODEL OF SELF (Dependence)

Positive Negative (Low) (High)

SEL I

SECURE Comforable with intimacy

and autonomy SEL II PREOCCUPIED Preoccupied with relationships SEL IV DISMISSING Dismissing of intimacy

Counter-dependent

SEL III

FEARFUL Fearful of intimacy socially

avoidant

Positive (Low) MODEL OF OTHER (Avoidance)

Negatif (High)

Model diri dan model orang lain mewakili harapan umum mengenai sikap kelayakkan diri dan kehadiran orang lain (Griffin & Bartholomew, 1994). Berdasarkan ciri khas setiap sel, empat model

attachment dijelaskan sebagai berikut:

Sel I: Individu dengan klasifikasi secure memiliki pandangan model diri positif dan model orang lain positif. Mereka tidak mudah tergantung (low dependency) dan tidak ingin menghindar (low

avoidance). Model ini mengindikasikan sikap kelayakan diri dan

harapan bahwa secara umum orang lain menerima dan berperilaku responsif. Mereka pun mudah menerima dirinya dan tidak mengkhawatirkan penolakan orang lain.

Sel II: Individu dengan klasifikasi preoccupied memiliki gambaran model diri negatif tetapi model orang lain positif. Mereka memiliki kecenderungan mudah tergantung (high dependency) dan


(33)

tidak ingin menghindar (low avoidance). Model ini mengindikasikan sikap ketidaklayakkan diri (tidak dicintai), tetapi mereka memandang orang lain positif. Penerimaan diri didapatkan dengan melihat penilaian positif orang lain pada dirinya.

Sel III: Individu dengan klasifikasi fearful memiliki pandangan model diri dan model orang lain yang negatif. Mereka mudah menjadi tergantung (high dependency) dan ingin menghindar (high avoidance). Model ini mengindikasikan sikap ketidaklayakkan diri serta cenderung memandang orang lain negatif. Dengan kata lain, orang lain tidak dapat dipercaya dan ditolak. Untuk melindungi diri dari penolakan orang lain, individu fearful memilih menghindari keterlibatan akrab dengan orang lain.

Sel IV: Individu dengan klasifikasi dismissing memiliki gambaran model diri positif tetapi model orang lain negatif. Mereka cenderung tidak mudah tergantung (low dependency) dan memiliki keinginan yang tinggi untuk menghindar (high avoidance). Model ini mengindikasikan sikap mencintai diri atau kelayakkan diri, namun cenderung berperilaku negatif pada orang lain. Untuk menghindari kekecewaan, mereka melindungi diri dengan menghindari hubungan akrab dan memelihara sikap mandiri serta ketidakrapuhan diri.


(34)

17   

3. Karakteristik Model Attachment pada Masa Dewasa

Griffin dan Bartholomew (1994) mengartikan empat model

attachment sebagai strategi untuk mengontrol perasaan aman dalam

hubungan akrab. Setiap model bercirikan perbedaan pada perilaku interpersonal dan kontrol emosi. Empat model attachment tersebut akan digambarkan sebagai berikut:

Secure. Secara umum, individu secure biasanya memiliki hubungan yang akrab dengan orang lain. Mereka memiliki sikap kelayakkan diri sehingga merasa nyaman terlibat dalam hubungan akrab, mampu mandiri dan memiliki keinginan untuk membangun kepercayaan. Mereka juga lebih percaya diri dan sensitif pada saat dibutuhkan. Mereka memiliki respon yang bersifat fleksibel dan

coping yang baik. Oleh karena itu, mereka cenderung memiliki variasi

strategi coping yang efektif dan biasanya dapat menyelesaikan konflik secara konstruktif. Mereka lebih terintergrasi dalam struktur diri, terutama ketika berada di bawah tekanan. Mereka pun memiliki keseimbangan dalam memandang diri. Hal ini dikarenakan mereka melihat diri tidak hanya bersumber pada diri tetapi juga melihat pandangan orang lain.

Preoccupied. Secara umum, individu preoccupied digambarkan sebagai individu yang menginginkan keintiman sehingga mencemaskan kesendirian. Mereka memiliki kekhawatiran bahwa


(35)

orang lain menilai mereka berlawanan dengan penilaian mereka. Sehingga penerimaan diri mereka bersumber pada penilaian positif orang lain. Mereka pun memiliki kepercayaan diri yang rendah. Mereka mengalami kesulitan menyelesaikan masalah tanpa pertolongan orang lain. Hal ini dikarenakan mereka memiliki model diri negatif dan model orang lain positif. Ketika suasana hati mereka negatif, seketika itu juga mereka mudah untuk mencari orang lain. Mereka termasuk orang yang ekspresif; reaksi mereka terlihat kuat. Mereka suka mencari perhatian ketika berhadapan dengan masalah atau berbuat salah. Dengan pandangan model orang lain positif, mereka cenderung suka bergaul dan selalu ingin diperhatikan orang lain. Mereka pun sangat menuntut kedekatan dalam suatu hubungan.

Fearful. Secara umum, individu fearful memiliki model diri negatif. Model diri negatif memperlihatkan bahwa mereka kurang percaya diri. Mereka pun mudah menjadi cemburu dan mencemaskan keterpisahan. Mereka ingin berhubungan dengan orang lain, tetapi merasa tidak nyaman karena sangat sensitif terhadap tanda-tanda penolakkan dan takut merasakan sakit. Untuk menghindari rasa sakit, mereka memilih menghindari kemesraan. Di sisi lain, mereka membutuhkan orang lain untuk penerimaan diri. Mereka juga mengalami kesulitan dalam membangun kepercayaan pada orang lain. Hal tersebut dikarenakan mereka memiliki pandangan negatif terhadap


(36)

19   

mereka bereaksi secara emosional, sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan distres mereka. Mereka pun tidak mencoba mencari dukungan orang lain untuk menyelesaikan distres. Hal ini dikarenakan mereka tidak termasuk orang yang terbuka secara emosional.

Dismissing. Secara umum, individu dismissing bersifat defensif. Mereka merasa tidak nyaman dalam suatu hubungan dan memilih tidak tergantung pada orang lain. Hal ini dikarenakan mereka memiliki pandangan model orang lain negatif dan model diri positif. Mereka mempergunakan pengalaman orang lain yang ditolak untuk mempertahankan perasaan harga diri dan kepercayaan diri. Mereka juga memelihara sikap kelayakan diri dengan menolak nilai-nilai dalam hubungan akrab dan tidak mencemaskan kemandirian, autonomi, dan perasaan ketidakrapuhan diri. Mereka termasuk orang yang mampu mandiri secara emosional. Dengan kata lain, mereka adalah orang yang bergantung pada diri sendiri. Ketika mengalami keterpisahan (dalam suatu hubungan) dengan orang terdekat, mereka cenderung tidak mudah cemburu ataupun cemas. Ketika berhadapan dengan masalah atau berbuat salah, mereka tidak berusaha mencari dukungan dari orang lain dan mengabaikan emosi sendiri.

B. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

Pada bagian ini psychological well-being dijelaskan dalam dua sub-bagian, yakni pengertian psychological well-being dan Ryff psychological


(37)

1. Pengertian Psychological Well-Being

Kualitas well-being mengaju pada pengoptimalan fungsi psikologis dan pengalaman hidup. Ilmu psikologi menjelaskan

well-being melalui dua perspektif, yaitu perspektif hedonic (kesenangan

hidup) dan perspektif eudaimonic (hidup bermakna; Waterman, 1993). Perspektif hedonic dapat dimengerti sebagai pengalaman subjektif dari individu, di mana individu meyakini bahwa segala hal penting yang didapatkan selama hidup berupa kesenangan (Kraut, 1979 dalam Waterman, 1993). Dalam hal ini, kesenangan merupakan kegembiraan tunggal tanpa memperdulikan penyebab dari kesenangan (Tatarkiewicz, 1976 dalam Waterman, 1993). Dalam perspektif

hedonic, Diener (1984 dalam Gallagher, Lopez, Preacher, 2009)

menegaskan subjektif well-being sebagai evaluasi pengalaman hidup mengenai perasaan (emosi dan suasana hati) positif dan negatif serta kepuasaan hidup. Pada penelitian Diener, subjektif well-being bersinonim dengan hedonic well-being (Kahneman, Diener, & Schwart, 1999 dalam Gallagher, Lopez, Preacher, 2009). Waterman (1993) mengartikan well-being sebagai pencapaian kebahagiaan yang diukur melalui keseimbangan antara pengalaman hidup positif dan negatif. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, perspektif hedonic menggambarkan well-being sebagai pencapaian kebahagiaan,


(38)

21   

Di sisi lain, perspektif eudaimonic dijelaskan sebagai ekspresi personal dari individu, di mana individu berusaha hidup sesuai dengan potensi diri, mampu mewujudkan potensi diri (self-realization), dan hal tersebut membantu individu menemukan makna dan tujuan hidupnya (Waterman, 1993). Perspektif eudemonic diwakili oleh Carol Ryff (1989) yang membangun teori Psychological Well-Being (PWB) ke dalam ringkasan yang lebih sederhana. Ryff dan Keyes (1995) menunjukkan well-being sebagai pencapaian diri yang sempurna berupa realisasi potensi diri yang dimiliki oleh individu. Dengan kata lain, well-being dinilai melalui seberapa baik individu hidup berdasarkan potensi yang dimilikinya. Ryff dan Singer (1998) menambahkan bahwa well-being bukan sekedar pencapaian kebahagiaan, tetapi buah kehidupan yang dihayati. Berdasarkan PWB yang dibangun oleh Ryff (1989), perspektif eudemonic menegaskan

well-being sebagai individu yang berusaha untuk berfungsi

sepenuhnya (function fully) dan mewujudkan talenta unik (potensi diri) yang dimilikinya. Untuk menjelaskan well-being, ilmu psikologi lebih mengacu pada psychological well-being (perspektif eudemonic) daripada subjektif well-being (perspektif hedonic; Abbott et al., 2006). 2. Ryff Psychological Well-Being

Penelitian ini memilih psychological well-being menurut Carol Ryff (1989), yaitu Ryff Psychological Well-Being (RPWB) sebagai landasan teori. Alasan pemilihan RPWB adalah RPWB dibangun


(39)

berdasarkan perkembangan semasa hidup dan mencoba mendefinisikan hidup yang baik (Becker, 1992 dalam Dierendonck, Díaz, Rodríguez-Carvajal, Blanco, & Moreno-Jiménez, 2008). Selain itu, RPWB tidak hanya memiliki kesamaan bahkan melengkapi kriteria fungsi psikologis yang positif. Pada kenyataannya, perspektif ini membangun pandangan baru mengenai sehat secara mental. Pandangan bahwa sehat bukan diartikan sebagai ketidakadaanya suatu gangguan tetapi kemampuan menghadirkan sesuatu yang positif (WHO, 1948; Ryff & Singer 1998 dalam Dierendonck, Díaz, Rodríguez-Carvajal, Blanco, & Moreno-Jiménez, 2008).

Ryff (1989) membangun PWB berdasarkan penelitian di area kesehatan mental, perkembangan masa hidup manusia, dan psikologi klinis. Bidang kesehatan mental memberikan konsep berupa kriteria positif kesehatan mental dan tipe-tipe negatif dari psikologis negatif (Jahoda, 1958). Perkembangan masa hidup manusia menyumbangkan teori perkembangan psikososial (Erikson, 1959), tendensi dasar hidup dan fulfillment (Buhler & Massarik, 1968), serta konsep perubahan kepribadian (Neugarten, 1973). Psikologi klinis memberikan konsep individu yang beraktualisasi diri (Maslow, 1968), individu yang matang (Allport, 1961), individu yang berfungsi sepenuhnya (Roger, 1961), dan individu yang terindividuasi (Jung, 1933).


(40)

23   

Hubungan positif dengan orang lain (positive relatianships with other), 3. Kemandirian (autonomy), 4. Penguasaan Situasi Hidup (environmental mastery), 5. Tujuan hidup (purpose in life), 6. Perkembangan diri (personal growth). Penjelasan mengenai enam model PWB sebagai berikut:

1. Penerimaan diri (self-acceptance)

Penerimaan diri (self-acceptance) dapat dipahami sebagai sikap mampu menerima diri apa adanya. Sikap ini ditandai dengan pandangan positif mengenai diri sendiri, menerima secara positif peristiwa-peristiwa masa lalu, dan mau mengakui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Pencapaian penerimaan diri dibangun melalui kesadaran akan kekuatan dan kelemahan diri, kejujuran atas evaluasi diri, kesadaran atas kesalahan dan keterbatasan diri, serta mencintai diri sendiri.

2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relatianships with

other)

Hubungan positif dengan orang lain (positive relationships

with other) bercirikan interaksi yang hangat dan adanya

kepercayaan individu pada orang lain, mau memperhatikan kesejahteraan orang lain, dan memiliki keinginan untuk menunjukkan empati, afeksi dan keintiman. Ciri dari keberhasilan hubungan ini adalah individu mendapat penguatan, merasa nyaman


(41)

dan bahagia ketika berada dalam suatu hubungan yang akrab, intim, dan rasa cinta yang kuat.

3. Kemandirian (autonomy)

Kemandirian (autonomy) bercirikan individu yang tidak memerlukan afirmasi dari orang lain untuk mengevaluasi diri. Dengan kata lain, individu ini memiliki kemampuan mengevaluasi dirinya berdasarkan standar pribadi dan tidak mencari persetujuan dari orang lain untuk menentukan standar diri. Kemampuan ini ditandai dengan sikap mandiri dan kontrol diri. Kedua sikap tersebut berkaitan dengan kapasitas individu untuk mampu mengambil keputusan sendiri dan memiliki kontrol diri. Dengan kata lain, individu ini berani mengambil sikap mandiri dan menolak tekanan sosial untuk bertindak dan berpikir sesuai dengan standar diri. 4. Penguasaan Situasi Hidup (environmental mastery)

Penguasaan Situasi Hidup (environmental mastery) merupakan kemampuan individu mengatur secara efektif situasi hidupnya agar sesuai dengan kondisi psikisnya melalui perilaku dan upaya diri. Aspek ini digambarkan dengan kemampuan untuk mengatur dan mengontrol situasi yang kompleks. Dengan kata lain, penguasaan situasi hidup merupakan kemampuan individu untuk menguasai dan mengubah situasi di sekitarnya secara kreatif melalui


(42)

25   

5. Tujuan hidup (purpose in life)

Tujuan hidup (purpose in life) adalah sikap individu yang memiliki tujuan dan makna hidup. Sikap ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk menjadi produktif, kreatif atau mencapai kestabilan emosi. Kemampuan ini akan makin membantu individu menemukan makna dan arah hidup melalui pengalaman pribadi. 6. Perkembangan diri (personal growth)

Perkembangan diri (personal growth) dapat digambarkan sebagai individu yang tidak hanya mencapai prioritas karakteristik diri, tetapi individu yang memiliki keinginan untuk mengembangkan potensi diri. Pengembangan potensi diri ini ditandai dengan keinginan membuka diri pada pengalaman baru (tantangan baru, tugas-tugas perkembangan semasa hidup), memaksimalkan potensi diri, keinginan memperbaiki diri dari kesalahan, dan mampu berubah sesuai dengan kemampuan diri.

Berdasarkan konsep RPWB, well-being diartikan sebagai proses multidimensional manusia yang meliputi pencapaian tujuan hidup, memaksimalkan potensi diri, membangun hubungan dengan orang lain, mampu mengatur situasi hidup, melatih sikap mandiri, dan menerima diri secara positif (Ryff & Singer, 1996 dalam Strauser, Lustig, & Çiftçi, 2008).


(43)

Penelitian ini hanya menggunakan tiga dari enam dimensi RPWB, yaitu: self-acceptance, autonomy, positive relationships with other. Pemilihan ini dikarenakan tiga dimensi tersebut merupakan aspek penting yang dibutuhkan untuk mencapai karakteristik personal konselor yang efektif (George & Christiani, 1995).

C. Masa Dewasa Awal

Mahasiswa pada umumnya berada pada tahap perkembangan remaja akhir ataupun dewasa awal. Masa dewasa awal merupakan transisi dari masa remaja menuju masa dewasa dan berada dalam periode usia “emerging adulthood”. Periode usia “emerging adulthood” diawali pada usia 18-25 tahun (Santrock, 2009). Pada periode usia ini, individu dituntut menjadi pribadi yang mandiri dan membangun hubungan intim dengan orang lain (Papalia, Olds, & Feldman, 2009; Santrock, 2009).

Roisman, Masten, Coatswarth, dan Tellegen (2004 dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) mengidentifikasi beberapa tugas perkembangan masa dewasa awal. Tugas-tugas tersebut adalah meninggalkan rumah masa kecil demi pendidikan tinggi, pekerjaan atau tugas militer; mengembangkan sense of efficacy dan individuasi. Individuasi adalah kesadaran diri (sense of self) akan kemandirian dan kemampuan untuk bergantung pada diri sendiri. Arnett (1995 dalam Santrock, 2009) menambahkan bahwa individu dewasa ditandai dengan menerima


(44)

27   

berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan diri, dan membangun relasi dengan orang lain. Pada masa ini individu ditugaskan untuk mengembangkan kemandirian atas hidupnya.

Papalia, Olds, dan Feldman, 2009 menambahkan bahwa tugas perkembangan masa dewasa awal juga meliputi membangun hubungan intim dengan orang lain. Kebutuhan ini ditunjukkan dengan relasi yang kuat, stabil, dekat dan penuh perhatian. Keintiman dapat tercipta melalui sikap saling terbuka, responsif terhadap kebutuhan orang lain, dan saling menghargai dan menerima.

George dan Cristiani (1995) menulis tentang karakteristik personal konselor yang efektif. Karakteristik ini dirangkum melalui analisis individu yang berkualitas. George dan Cristiani (1995) menyebutkan karakteristik personal konselor yang efektif adalah sebagai berikut: (1) memiliki kesadaran diri, (2) terbuka dan menerima perasaan dan pengalaman hidupnya sendiri, (3) menyadari nilai dan keyakinan diri, (4) mampu menampilkan diri apa adanya, (5) berpikir terbuka, (6) berani mengambil resiko, (7) memiliki intuisi, (8) mengembangkan tingkat aspirasi yang realistik, (9) menerima tanggung jawab atas perilaku sendiri, (10) memiliki ketertarikan terhadap perilaku dan kepribadian manusia, (11) memiliki rasa humor, dan (12) mampu mengembangkan hubungan yang hangat dan mendalam dengan orang lain.

Berdasarkan tugas perkembangan masa dewasa awal dan karakeristik personal konselor yang efektif, ciri-ciri khas mahasiswa


(45)

psikologi pada masa dewasa awal adalah individu yang mampu menerima diri, menjadi pribadi yang mandiri, dan membangun hubungan yang hangat dan mendalam dengan orang lain.

D. HUBUNGAN ATTACHMENT DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MASA DEWASA

Attachment pada masa dewasa berperan penting dalam pencapaian

kualitas hubungan interpersonal dan penyesuaian diri secara keseluruhan (Hazan & Shaver, 1994 dalam dalam Diehl, Elnick, Bourbeau, & Labouvie-Vief, 1998). Pernyataan tersebut didasarkan pada attachment masa kanak-kanak terbentuk oleh interaksi antara anak dan pengasuhnya dalam hubungan dekat dan anak menginternalisasikan pengalaman tersebut ke dalam kerangka model internal (Bowlby, 1973 dalam Diehl, Elnick, Bourbeau, & Labouvie-Vief, 1998). Kerangka model internal ini mengintegrasikan keyakinan dasar mengenai diri, orang lain dan dunia sosial secara umum. Selain itu, kerangka model internal diperkirakan mampu mempengaruhi pembentukan dan pemeliharan relasi sosial kehidupan individu di masa depan (Bowlby, 1988 dalam Diehl, Elnick, Bourbeau, & Labouvie-Vief, 1998). Model attachment juga diyakini akan membentuk struktur kepribadian individu secara menyeluruh, mempengaruhi karakteristik kepribadian serta cara individu bereaksi terhadap kebutuhan internal dan eksternal (Bowlby, 1988 dalam Diehl,


(46)

29   

Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan model attachment berhubungan dengan perbedaan masalah interpersonal, seperti self-esteem, kemampuan berekspresi, kemampuan percaya pada orang lain, keyakinan mengenai sifat manusia, gaya mencintai (Collin & Read, 1990), kualitas relasi interpersonal (Hazan & Shaver, 1987), dan kemampuan regulasi diri (Kobak & Sceery, 1988). Bartholomew dan Horowitz (1991) membuktikan bahwa attachment pada masa dewasa berhubungan dengan konsep diri (distres, self-esteem, dan self-acceptance), kemampuan bersosialisasi, dan masalah interpersonal (autocratic, competitive, cold,

introverted, subassertive, exploitable, nurturant, dan ekspressive). Diehl,

Elnick, Bourbeau, dan Labouvie-Vief (1998) menambahkan bahwa

attachment pada masa dewasa mengindikasikan kepercayaan diri, psychological well-being, dan kemampuan bersosialisasi.

Dinamika hubungan antara model attachment masa dewasa dan dimensi self-acceptance, autonomy, positive relationships with other

RPWB dijelaskan sebagai berikut:

1. Dinamika Hubungan antara Model Attachment dan Dimensi Self-Acceptance RPWB

Dalam perspektif attachment masa dewasa, mental model diri merupakan respresentasi harapan mengenai kelayakan diri (Griffin & Bartholomew, 1994). Secure attachment memiliki model diri positif yang mengindikasikan kemampuan penerimaan diri. Kemampuan ini dihasilkan dari sikap kelayakan diri (self-worth) yang bersumber pada


(47)

penghargaan diri yang positif (penilaian internal dan tidak bergantung pada penilaian eksternal; Bartholomew, 1990). Kemampuan ini juga disebabkan oleh kepuasan diri (self-liking) akan hubungan yang hangat dengan orang lain dan penerimaan positif dari orang lain (Brennan & Morris, 1997). Bartholomew dan Horowitz (1991) menemukan bahwa secure attachment berhubungan positif dengan

self-concept (self-esteem, self-acceptance, subjective distress). Park,

Crocker, dan Mickelson (2004) menambahkan bahwa individu dengan pandangan model diri positif (misalnya, secure attachment) memiliki

self-esteem yang tinggi dibandingkan dengan individu dengan

pandangan model diri negatif (anxious-ambivalent attachment).

Preoccupied attachment memiliki pandangan model diri

negatif. Bartholomew (1990) mengungkapkan bahwa model diri negatif berhubungan dengan kecemasan akan penerimaan dan penolakkan dalam hubungan akrab. Selain itu, mereka mengkhawatirkan kebutuhan akan kelekatan (attachment). Hasil dari kecemasan dan kekhawatiran tersebut adalah individu ini cenderung mudah bergantung (high dependency) pada orang lain. Penerimaan diri pun didapatkan dengan berusaha diterima dan dinilai positif oleh orang lain.

Brennan dan Bosson (1998 dalam Park, Crocker & Mickelson, 2004) mengemukakan bahwa individu preoccupied attachment


(48)

31   

validation), umpan balik positif (positive feedback), dan penenangan

hati (reassurance) mereka berasal dari orang lain. Collin dan Read (1990 dalam Park, Crocker & Mickelson, 2004) menambahkan bahwa

self-esteem individu preoccupied attachment cenderung mengalami

fluktuatif yang dramatis dalam respon pada penerimaan atau penolakkan dari orang lain. Bartholomew (1990 dalam Park, Crocker & Mickelson, 2004) menegaskan bahwa individu ini mengalami ketidakpuasan atas keinginan untuk mendapatkan persetujuan orang lain berupa standar kelayakan dan penilaian diri.

Fearful attachment juga memiliki pandangan model diri

negatif. Brennan dan Morris (1997) mengemukakan bahwa secara umum model diri negatif memiliki gambaran diri yang negatif (negative self-image), perasaan tidak dicintai dan tidak berharga, serta

self-esteem yang rendah. Park, Crocker dan Mickelson (2004)

menemukan bahwa individu fearful attachment memiliki self-esteem yang rendah, yang ditandai dengan ketidakyakinan (insecure) dan kecemasaan (anxious) akan kelayakan diri (self-worth). Mereka juga memiliki keyakinan bahwa mereka tidak layak (unworthy) dan tidak pantas (undeserving) mendapatkan cinta dari orang lain sehingga penerimaan diri sangat tergantung pada penilaian positif dari orang lain.

Dismissing attachment memiliki pandangan model diri positif

yang dihasilkan dari pengalaman negatif dengan orang lain, yaitu


(49)

pengalaman relatif dingin (cold) dan tidak responsif dengan orang lain (Bartholomew, 1990 dalam Park, Crocker & Mickelson, 2004). Untuk meregulasi perasaan aman (feelings of security), individu ini menjadi tidak mudah tergantung (low dependency) secara emosional pada orang lain dan memiliki kepercayaan diri (self-reliant) yang tinggi. Brennan dan Morns (1997) menemukan bahwa individu dismissing

attachment memiliki self-esteem yang tinggi yang dihasilkan dari

kompetensi diri (self-competence). Park, Crocker & Mickelson (2004) menegaskan bahwa self-esteem dismissing attachment tidak berasal dari penerimaan orang lain, dukungan keluarga ataupun cinta pada Tuhan (God’s love).

2. Dinamika Hubungan antara Model Attachment dan Dimensi Autonomy RPWB

La Guardia, Ryan, Couchman, & Deci (2000) menyatakan bahwa sensitifitas dan responsif berkaitan dengan tiga kebutuhan psikologis, yaitu kemandirian, kompetensi dan berelasi dengan orang lain. Berdasarkan perspektif tersebut, pengasuh sensitif adalah pengasuh yang merespon dengan cara meningkatkan pengalaman bayi mengenai kepuasaan akan kebutuhan dasar psikologis. Kepuasan tersebut mengakibatkan bayi tertarik untuk berelasi dan mengalami kesejahteraan hidup (well-being).


(50)

33   

kemandirian, kompetensi, dan berelasi dengan orang lain. Berkaitan dengan attachment, figur mendukung kemandirian diartikan sebagai figur dalam secure attachment, dimana keduanya merupakan objek dasar pencapaian psikologis (La Guardia, Ryan, Couchman, & Deci, 2000). Figur mendukung kemandirian merupakan figur yang membantu individu menjadi diri sendiri, mengekspresikan pendapat mereka secara terbuka, mengikuti minat mereka, dan memenuhi kebutuhan dasar psikologis mereka. Individu ini pun mampu mengembangkan motivasi internal dan integrasi aktifitas motivasi eksternal yang baik (Milyavskaya, McClure, Ma, Koestner & Lydon, 2012).

Secure attachment memiliki model orang lain positif yang

dihasilkan dari harapan bahwa secara umum orang lain menerima dan responsif (Bartholomew & Horowitz, 1991). Berkaitan dengan kemandirian, model orang lain positif diartikan sebagai individu dengan figur mendorong kemandirian. Pengalaman tidak terima oleh figur mengontrol kemandirian diabaikan dan percaya akan ada pengalaman penerimaan di tempat lain (Milyavskaya, McClure, Ma, Koestner & Lydon, 2012). Merz dan Consedine (2009 dalam Merz & Consedine, 2012) mengungkapkan bahwa secure attachment memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan antara kemandirian dan ketidakrapuhan diri. Selain itu, model diri positif yang dimiliki individu ini juga membantu kemandirian. Penyataan ini didukung


(51)

penelitian Besser dan Priel (2003 dalam Permuy, Merino, & Fernandez-Rey, 2009) menemukan bahwa individu dengan pandangan positif model diri berhubungan dengan kemandirian yang tinggi.

Individu preoccupied attachment memiliki pengalaman figur

attachment yang tidak konsisten (inconsistent) dan tidak dapat

dipercaya (unreliable) dalam memberikan dukungan dan cinta. Pengalaman dengan figur tersebut dipahami sebagai figur yang mengontrol kemandirian. Penyataan ini didukung penelitian Whipple, Annie, dan Genevieéve A. (2011) menemukan bahwa figur mendorong autonomy berhubungan negatif dengan preoccupied

attachment. Figur ini membentuk individu bertindak dengan cara

tertentu dan penerimaan diri didapat dengan penghargaan bersyarat (conditional regard) berupa prestasi yang telah dicapai (Milyavskaya, McClure, Ma, Koestner & Lydon, 2012). Feeney dan Noller (1990) menambahkan bahwa individu preoccupied attachment cenderung lebih mementingkan orang lain. Dalam hal ini, individu ini sangat menyesuaikan diri dengan tekanan sosial. Hal ini juga disebabkan oleh pandangan model orang lain positif yang dimilikinya (Bartholomew & Horowitz, 1991).

Fearful attachment memiliki model orang lain negatif yang

dihasilkan dari harapan bahwa orang lain untrustworthy dan menolak (Bartholomew & Horowitz, 1991). Berkaitan dengan kemandirian,


(52)

35   

mengontrol kemandirian. Figur ini memberikan pengalaman bahwa individu belajar dan beradaptasi dengan tujuan diterima dalam lingkungan interpersonal. Mereka pun memaksimalkan kemampuannya untuk sesuai dengan lingkungan (situasi sosial). Milyavskaya, McClure, Ma, Koestner & Lydon (2012) menegaskan bahwa subjek fearful attachment (anxious attachment) memiliki kemandirian yang rendah.

Dismissing attachment cenderung tidak mudah bergantung

pada orang lain (low dependency; Bartholomew dan Horowitz, 1991). Dalam hal ini, penghargaan diri positif (standar diri) bersumber dari penilaian internal dan tidak berasal dari penilaian eksternal. Mereka pun mampu memelihara independensi dan ketidakrapuhan diri (invulnerability). Brennan dan Bosson (1998 dalam Park, Crocker & Mickelson, 2004) menambahkan bahwa individu dismissing

attachment memiliki skor yang tinggi pada pengukuran RPWB

dimensi autonomy dan environmental mastery.

3. Dinamika Hubungan antara Model Attachment dan Dimensi Positive Relationships with Other RPWB

Dalam teori attachment masa dewasa, Bartholomew dan Horowitz (1991) mengemukakan karakteristik individu mengenai kemampuan bersosialisasi. Menghindari keintiman digambarkan sebagai individu yang menghindari kontak dekat dengan orang lain sebagai hasil ekspektasi dari konsekuensi permusuhan. Model


(53)

attachment yang menggambarkan menghindari keintiman menunjukan

kesulitan untuk menjadi dekat dan mengandalkan orang lain. Hal ini dikarenakan model attachment ini memiliki model mental orang lain negatif.

Secure attachment memiliki model orang lain positif sehingga

mampu bersosialisasi dengan baik. Pernyataan tersebut didasari penelitian Bartholomew dan Horowitz (1991) menemukan bahwa subjek dengan model orang lain positif memiliki skor tinggi pada pengukuran bersosialisasi. Individu ini juga menunjukkan kenyamanan dalam hubungan dekat yang dihasilkan dari keyakinan diri pada situasi sosial yang tinggi (Collin & Read, 1990), keterlibatan pada dunia sosial yang disebabkan oleh gambaran mereka mengenai dunia sosial positif (Diehl, Elnick, Bourbeau, & Labouvie-Vief, 1998), dan karakteristik hubungan yang positif (Levy & Davis, 1998).

Preoccupied attachment memiliki pandangan model diri

negatif dan ketidakkonsistenan dalam memandang orang lain (Pietromonaco dan Barrett, 1997). Ketidakkonsistenan ini terlihat pada keinginan untuk menjadi intim dengan orang lain tetapi tidak puas dengan relasi mereka. Hal ini ditandai dengan kemampuan bersosialisasi yang tinggi dan hangat dalam menjalin relasi.Di sisi lain, mereka juga melihat orang lain sebagai figur yang kurang memberikan perhatian dan kurang positif sehingga mereka


(54)

37   

dalam Pietromonaco & Barrett, 1997) menambahkan bahwa individu

preoccupied attachment memperlihatkan ekspresi emosi yang tinggi

dan memiliki hubungan romantik yang rendah. Erozkan (2009) menegaskan bahwa individu dengan model diri negatif (seperti

preoccupied attachment) menurunkan kemampuan berkomunikasi

dalam mempertahankan dan memelihara hubungan interpersonal. Selain itu, relasi mereka berkarakteristik dengan sangat berjaga-jaga (hypervigilance) dan rasa khawatir akan penolakkan sosial.

Fearful attachment digambarkan sebagai individu yang kurang

merasa dicintai (lack a sense of lovability) dan menghindari orang lain sebagai antisipasi dari penolakkan (Bartholomew & Horowitz, 1991). Hal ini disebabkan oleh pandangan model diri negatif yang dimilikinya sehingga mereka merasa tidak pantas untuk dicintai dan didukung oleh orang lain. Erozkan (2009) menambahkan bahwa

fearful attachment termasuk model attachment yang berhubungan

dengan relasi yang tidak sehat. Model relasi yang ditunjukkan adalah keintiman dan kedekatan yang rendah. yang ditandai dengan sikap sensitif akan penolakkan. Perilaku yang muncul adalah enggan (unwillingness) mengekspresikan emosi negatif sebagai strategi perilaku untuk menghindari ketegangan interpersonal dan konflik.

Dismissing attachment digambarkan sebagai individu yang

melindungi diri dengan menolak kebutuhan dan keinginan terlibat dalam kontak sosial. Model diri positif digunakan untuk


(55)

meminimalisir kesadaran diri atas distres kebutuhan bersosialisasi (Bartholomew, 1990). Griffin dan Bartholomew (1994) mengungkapkan bahwa individu dismissing attachment menghindari kedekatan untuk menghindari pengalaman kekecewaan dalam berelasi. Erozkan (2009) menambahkan bahwa insecure attachment (termasuk dismissing attachment) menunjukkan kesulitan tinggi dalam penyesuaian diri dan kemampuan berkomunikasi yang berkarakteristik dengan menghindari sosialisasi.

Penelitian-penelitian di atas menegaskan bahwa model attachment memiliki hubungan yang signifikan dengan Ryff psychological well-being. Dalam hal model attachment, hubungan yang signifikan ditunjukkan sebagai berikut: Pertama, hubungan positif antara secure attachment dan dimensi self-acceptance, autonomy, positive relationships with other

RPWB. Kedua, hubungan negatif antara preoccupied attachment dan

dimensi self-acceptance, autonomy, positive relationships with other

RPWB. Ketiga, hubungan negatif antara fearful attachment dan dimensi self-acceptance, autonomy, positive relationships with other RPWB.

Keempat, hubungan positif antara dismissing attachment dan dimensi

self-acceptance dan autonomy serta hubungan negatif antara dismissing attachment dan dimensi positive relationships with other RPWB.


(56)

39          Ryff Psychological Well-Being E. SKEMA Model Attachment masa Dewasa                           Secure Attachment (Model diri dan orang lain positif)

Positif (+)

Self-acceptance •Penghargaan diri positif

•Kepuasaan hubungan akrab •Kelayakkan diri

•Mengekspresikan pendapat secara terbuka

•Keseimbangan antara kemandirian dan kerapuhan diri

•Mampu bersosialisasi dengan baik

•Nyaman dengan hubungan dekat

Autonomy

Preoccupied attachment (model diri negatif, model orang lain

positif)

Positif (+)

•Cemas dan khawatir akan penerimaan dan penolakkan •Mudah bergantung

•Penghargaan positif dari orla •Penerimaan diri didapat dari

conditional regard •Sangat menyesuaikan diri

dengan tekanan sosial •

Positif (+)

Negatif (-)

Negatif (-)


(57)

 

Self-acceptance Negatif (-)

Negatif (-)

Negatif (-)

Positif (+) Positif (+)

•Cemas akan kelayakkan diri •Penghargaan positif dari orla •Conform dalam lingkungan

interpersonal

•Mudah bergantung

•Menolak hubungan akrab •Keintiman dan kedekatan

rendah

•Sensitif akan penolakkan

•Tidak mudah bergantung •Kepercayaan diri tinggi •Self-esteem tinggi •Tidak mudah bergantung

•Penghargaan positif dari penilaian internal

•Mampu memelihara independensi •Self-image negatif

Autonomy (Model diri dan orang lain negatif)

Fearful Attachment

Dismissing attachment (Model diri positif, model orang


(58)

41   

F. HIPOTESIS

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif antara model secure attachment dan RPBW dimensi (self-acceptance).

2. Ada hubungan positif antara model secure attachment dan RPBW dimensi (autonomy).

3. Ada hubungan positif antara model secure attachment dan RPBW dimensi (positive relationship with other).

4. Ada hubungan negatif antara model preoccupied attachment dan RPBW dimensi (self-acceptance).

5. Ada hubungan negatif antara model preoccupied attachment dan RPBW dimensi (autonomy).

6. Ada hubungan negatif antara model preoccupied attachment dan RPBW dimensi (positive relationship with other).

7. Ada hubungan negatif antara model fearful attachment dan RPBW dimensi (self-acceptance).

8. Ada hubungan negatif antara model fearful attachment dan RPBW dimensi (autonomy).

9. Ada hubungan negatif antara model fearful attachment dan RPBW dimensi (positive relationship with other).

10. Ada hubungan positif antara model dismissing attachment dan RPBW


(59)

11. Ada hubungan positif antara model dismissing attachment dan RPBW dimensi (autonomy).

12. Ada hubungan negatif antara model dismissing attachment dan RPBW dimensi (positive relationship with others).

Semua hipotesis tersebut memiliki hubungan yang bersifat signifikan.


(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metodologi penelitian dalam delapan bagian, yaitu jenis penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, validitas dan realibilitas alat pengumpulan data, dan metode analisis data.

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk membuktikan hubungan antara model attachment pada masa dewasa (secure, preoccupied, fearful, dismissing) dan tiga dimensi psychological well-being (penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, dan autonomi).

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel adalah objek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(61)

Variabel pertama : Model Attachment pada Masa Dewasa

1. Secure 2. Fearful 3. Preoccupied 4. Dismissing

Variabel kedua : Ryff Psychological Well-Being 5. Autonomy

6. Self-acceptance

7. Positive relationship with other

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari model attachment pada masa dewasa dan Ryff psychological well-being. Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Model Attachment pada Masa Dewasa Awal

Definisi operasional dari model attachment pada masa dewasa awal adalah ubahan yang diukur melalui adaptasi Relationship Style Questionnaire (RSQ) yang dibangun oleh Dale Griffin dan Kim Bartholomew (1994) dan tambahan 18 item dari peneliti. Alasan peneliti mengembangkan untuk memberikan cadangan item yang gugur. Skala ini


(62)

45   

2. Psychological Well-Being

Definisi operasional dari Psychological Well-Being adalah ubahan yang diukur melalui skala Ryff’s Psychological Well-Being (RPWB) yang dibangun oleh Carol Ryff (1989). Skala RPWB mengukur enam dimensi Ryff Psychological Well-Being. Penelitian ini hanya mengukur tiga dimensi dari psychological well-being, yaitu penerimaan diri ( self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with other), dan kemandirian (autonomy). Tiga dimensi tersebut merupakan kemampuan yang penting dibutuhkan untuk menjadi konselor yang efektif.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah 82 mahasiswa semester empat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Purwanto & Sulistyastuti, 2007). Subjek dewasa awal yang dipilih adalah mahasiswa semester empat Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pemilihan mahasiswa psikologi didasarkan pada mereka sedang menjalani proses pendidikan psikologi dan berpotensi menjadi seorang konselor.


(63)

Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah:

1. Berstatus mahasiswa semester empat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Berada dalam rentang usia dewasa awal (18-25 tahun)

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode survei dengan cara penyebaran skala yang diisi oleh subjek. Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu Relationship Style Questionnaire (RSQ) dengan 18 item tambahan dan skala Ryff’s Psychological Well-Being (RPWB). Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala yang dibangun oleh Dale Griffin dan Kim Bartholomew (1994), yaitu Relationship Style Questionnaire (RSQ). Kemudian, peneliti menambahkan 18 item sebagai cadangan item gugur. Item skala tersebut disusun berdasarkan pernyataan dalam skala Attachment Measure (Hazan & Shaver, 1987), Adult Attachment Scale (Collins & Read, 1990), dan Relationship Questionnaire (Bartholomew & Horowitz, 1991). 18 item tambahan disusun berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Bartholomew dan Horowitz (1990). Sedangkan skala Ryff’s Psychological Well-Being (RPWB) mengadaptasi skala yang dibangun oleh Carol Ryff (1989). Item skala tersebut disusun berdasarkan


(64)

47   

Penerimaan diri (self-acceptance), 2. Hubungan positif dengan orang lain

(positive relatianships with other), 3. Kemandirian (autonomy), 4. Penguasaan Situasi Hidup (environmental mastery), 5. Tujuan hidup

(purpose in life), 6. Perkembangan diri (personal growth).

Dalam penelitian ini, setiap subjek merespon dua skala dengan membuat tanda pada enam poin skala Likert. Enam poin tersebut adalah 1 (sangat tidak setuju), 2 (lebih dari tidak setuju), 3 (tidak setuju), 4 (setuju), 5 (lebih daripada setuju), 6 (sangat setuju).

F. ALAT PENGUMPULAN DATA

1. Skala Model Attachment pada Masa Dewasa

Skala ini berisi 36 item yang didesain untuk mengukur empat model attachment pada masa dewasa awal. Empat model attachment tersebut, antara lain: secure, fearful, preoccupied, dan dismissing. Setiap model attachment terdiri dari 9 item. Skala ini bertujuan menggambarkan karakteristik subjek dalam relasi hubungan dekat. Setiap pernyataan didesain agar subjek merespon berdasarkan perasaan mereka mengenai relasi hubungan dekat.

Pemberian skor pada skala model attachment didasarkan pada item-item favorable dan unfavorable. Skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek memiliki tendensi yang tinggi pada model attachment tertentu dan skor rendah mengindikasikan bahwa subjek memiliki


(65)

tendensi yang rendah pada model attachment tersebut. Pemberian skor Skala model attachment adalah sebagai berikut:

Tabel 1.

Skor item-item favorable pada Skala Model attachment

Respon Skor

SS 6

LS 5

S 4

TS 3

LTS 2

STS 1

Tabel 2.

Skor item-item unfavorable pada Skala Model attachment

Respon Skor

SS 1

LS 2

S 3

TS 4

LTS 5


(66)

49   

Tabel 3.

Blueprint Skala Model attachment sebelum seleksi item

MODEL ATTACHMENT

ITEM JUMLAH ITEM

Favorable Unfavorable

Secure 1, 3, 4, 8, 9 2, 5, 6, 7 9

Fearful 10, 11, 12,

13, 14, 15, 16, 17, 18

9

Preoccupied 20, 21, 22, 23, 24, 25,

26, 27

19 9

Dismissing 28, 29, 30,

31, 32, 33, 34, 35

36 9

Jumlah 30 6 36

2. Skala Ryff’s Psychological Well-Being (RPWB)

RPWB berisi 42 item yang disusun berdasarkan tiga dimensi psychological well-being: self-acceptance, autonomy, dan positive relations with others. Setiap dimensi psychological well-being terdiri dari 14 item. Dalam penelitian ini, respon subjek hanya dihitung untuk tiga dimensi, yaitu kemandirian (autonomy), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), dan penerimaan diri ( self-acceptance).


(67)

Pemberian skor RPWB didasarkan pada item favorable dan unfavorable. Skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek memiliki kontrol pada dimensi psychological well-being tertentu dalam kehidupan subjek dan skor rendah mengindikasikan bahwa subjek berusaha keras untuk merasa nyaman dengan konsep dimensi psychological well-being. Pada penelitian ini, skor subjek dilihat pada skor tiga dimensi: autonomi, penerimaan diri, dan hubungan positif dengan orang lain. Total skor tiga dimensi digunakan untuk skor keseluruhan skala RPWB. Pemberian skor RPWB adalah sebagai berikut:

Tabel 4.

Skor item-item favorable pada setiap dimensi skala RPWB

Respon Skor

SS 6

LS 5

S 4

TS 3

LTS 2


(68)

51   

Tabel 5.

Skor item-item unfavorable pada setiap dimensi skala RPWB

Respon Skor

SS 1

LS 2

S 3

TS 4

LTS 5

STS 6

Tabel 6.

Blueprint Skala RPWB sebelum seleksi item

DIMENSI PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ITEM JUMLAH ITEM Favorable Unfavorable Kemandirian

(autonomy)

2, 3, 5, 7, 9, 12, 14

1, 4, 6, 8, 10, 11, 13

14

Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

15, 18, 19, 21, 23, 26,

28

16, 17, 20, 22, 24, 25,

27,

14

Penerimaan diri (self acceptance)

29, 30, 33, 34, 36, 40,

41

31, 32, 35, 37, 38, 39, 42

14

Jumlah 21 21 42


(69)

G. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENELITIAN 1. Uji Validitas

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukut dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran tersebut (Azwar, 2012). Validitas isi digunakan peneliti untuk menguji validitas alat ukur. Validitas isi dilakukan dengan melihat apakah setiap item dari skala tersebut telah mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur melalui analisis rasional dan professional judgement (Azwar, 2012). Uji validitas kedua skala penelitian sebagai berikut:

a. Skala model attachment

Uji validitas isi dilakukan dengan dua langkah. Pertama, item-item diadaptasi dari item-item Relationship Style Questionnaire (RSQ) kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Proses penterjemahan item dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam bidang bahasa Inggris dengan pendidikan S1. Untuk 18 item pengembangan, peneliti menyusun item didasarkan oleh konsep yang dikemukakan oleh Bartholomew dan Horowitz (1990). Kedua, Item-item terjemahan dan pengembangan diberikan


(70)

53   

b. Skala RPWB

Validitas isi dilakukan oleh dua orang professional judgement, yaitu orang yang berkompeten dalam bidang bahasa Inggris dengan pendidikan S1 dan dosen pembimbing.

2. Seleksi Item

Uji seleksi item menggunakan korelasi item total melalui SPSS for Windows versi 16.00. Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang valid. Untuk memilih item-item-item-item yang sahih ditetapkan batasan ≥ 0,30 karena item yang mencapai koefisien minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan (Azwar, 2012). Item yang memiliki indeks daya diskriminasi kurang dari 0,30 dinyatakan gugur.

Seleksi item pada skala model attachment menghasilkan 26 item sahih dari 36 item. Item-item yang sahih meliputi 6 item untuk model secure attachment, 8 item untuk model fearful attachment, 6 item untuk model preoccupied, dan 6 item untuk model dismissing attachment. Berikut ini dapat dilihat tabel blueprint skala model attachment setelah dilakukan seleksi item.


(1)

132

 

 

b.

Test of Linearity Preoccupied Attachment dan Self-Acceptance (SA),

Autonomy (A), Positive Relationships With Other (PRO)

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. TSA *

Tpreoccupied

Between Groups

(Combined) 2043.933 22 92.906 2.476 .003 Linearity 1184.987 1 1184.987 31.584 .000 Deviation from

Linearity 858.946 21 40.902 1.090 .383

Within Groups 2213.591 59 37.518

Total 4257.524 81

TA *

Tpreoccupied

Between Groups

(Combined) 778.748 22 35.398 .979 .502 Linearity 92.881 1 92.881 2.569 .114 Deviation from

Linearity 685.867 21 32.660 .903 .588

Within Groups 2133.203 59 36.156

Total 2911.951 81

TPRO * Tpreoccupied

Between Groups

(Combined) 1561.213 22 70.964 1.983 .019 Linearity 722.771 1 722.771 20.196 .000 Deviation from

Linearity 838.442 21 39.926 1.116 .359

Within Groups 2111.531 59 35.789

Total 3672.744 81

 

 

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

c.

Test of Linearity Fearful Attachment dan Self-Acceptance (SA),

Autonomy (A), Positive Relationships With Other (PRO)

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. TSA *

Tfearful

Between Groups

(Combined) 1869.315 22 84.969 2.099 .013 Linearity 1526.153 1 1526.153 37.703 .000 Deviation from

Linearity 343.162 21 16.341 .404 .988 Within Groups 2388.210 59 40.478

Total 4257.524 81

TA * Tfearful

Between Groups

(Combined)

1341.581 22 60.981 2.291 TA * Tfearful

Linearity .002 1 .002 .000

Deviation from

Linearity 1341.580 21 63.885 2.400 Within Groups 1570.370 59 26.616

Total 2911.951 81

TPRO * Tfearful

Between Groups

(Combined) 1954.385 22 88.836 3.050 .000 Linearity 1166.104 1 1166.104 40.038 .000 Deviation from

Linearity 788.281 21 37.537 1.289 .220 Within Groups 1718.359 59 29.125

Total 3672.744 81

 

 

 


(3)

134

 

 

d.

Test of Linearity Dismissing Attachment dan Self-Acceptance (SA),

Autonomy (A), Positive Relationships With Other (PRO)

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig. TA *

Tdismissing

Between Groups

(Combined) 1445.100 17 85.006 3.709 .000 Linearity 286.566 1 286.566 12.503 .001 Deviation from

Linearity 1158.534 16 72.408 3.159 .001 Within Groups 1466.851 64 22.920

Total 2911.951 81

TSA * Tdismissing

Between Groups

(Combined) 1112.648 17 65.450 1.332 .203 Linearity 237.887 1 237.887 4.841 .031 Deviation from

Linearity 874.761 16 54.673 1.113 .363 Within Groups 3144.876 64 49.139

Total 4257.524 81

TPRO * Tdismissing

Between Groups

(Combined) 516.215 17 30.366 .616 .867 Linearity 37.833 1 37.833 .767 .384 Deviation from

Linearity 478.381 16 29.899 .606 .867 Within Groups 3156.529 64 49.321

Total 3672.744 81

 

 

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

LAMPIRAN E

UJI HIPOTESIS


(5)

136

 

 

HASIL UJI HIPOTESIS

1.

Analisis Korelasi Pearson Product Moment

Correlations

 

 

TSA

TA

TPRO

Tsecure

Pearson Correlation

.559

**

.072

.544

**

Sig. (1-tailed)

.000

.519

.000

N

82

82

82

Tpreoccupied Pearson Correlation

-.528

**

-.179

-.444

**

Sig. (1-tailed)

.000

.108

.000

N

82

82

82

Tfearful

Pearson Correlation

-.599

**

.000

-.563

**

Sig. (1-tailed)

.000

.994

.000

N

82

82

82

Tdismissing Pearson Correlation

.236

*

.314

**

-.101

Sig. (1-tailed)

.033

.004

.364

N

82

82

82

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

2.

Analisis Korelasi Spearman Rank

Correlations

 

TA TPRO

Spearman's rho Tsecure Correlation Coefficient .253* Sig. (1-tailed) .022

N 82

Tpreoccupied Correlation Coefficient -.175 Sig. (1-tailed) .116

N 82

Tfearful Correlation Coefficient -.117 Sig. (1-tailed) .294

N 82

Tdismissing Correlation Coefficient -.042

Sig. (1-tailed) .707

N 82

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).