STUDI TENTANG PENGENDALIAN MUTU PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA SMP SSN DAN RSBI DI KOTA MEDAN BERBASIS PDCA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABASTRAK i

PERNYATAAN ii

KATA PENGANTAR iii

UCAPAN TERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR DIAGRAM xiii

DAFTAR GRAFIK xiv

DAFTAR LAMPIRAN 115

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 13

C. Ruang Lingkup Masalah 13

D. Batasan Masalah 14

E. Rumusan Masalah 15

F. Tujuan Penelitian 16

a. Tujuan Umum 16

b. Tujuan Khusus 16

G. Manfaat Penelitian 17

a. Manfaat Teoritis 17

b. Manfaat Praktis 17


(2)

I. Hipotesis Penelitian 19

J. Kerangka Berfikir 20

K. Defenisi Operasional 20

1. Kesadaran Guru terhadap Mutu 20

2. Komitmen Guru terhadap Mutu 21

3. Keterlibatan Guru dalam Pengendalian Mutu 21

4. Prestasi Belajar Murid 21

L. Sistematika Penulisan 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan 23

1. Pengertian Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan 23 2. Paradigma dan Prinsip Penjaminan Mutu Pendidikan 25

3. Cakupan Pnjaminan Mutu Pendidikan 26

4. Acuan Mutu Pendidikan 27

B. Pengendalian Mutu Berbasis PDCA 28

a. Plan 28

b. Do 29

c. Check 30

d. Action 30

C. Kontrol Mutu, Penjaminan Mutu dan Mutu Terpadu 35

D. Kesadaran Guru terhadap Mutu 42

E. Komitmen Guru terhadap Mutu 46

F. Keterlibatan Guru dalam Pengendalian Mutu 49


(3)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian 60

1. Jenis Instrumen 60

a. Metode Kuisoner (Angket) 60

b. Metode Tes 61

c. Metode Observasi 61

2. Alat Evaluasi / Tes

a. Tingkat Kemudahan Soal 61

b. Daya Pembeda Soal 62

B. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas / Independent Variable (X) 65

b. Variabel Terikat / Dependent Variable (Y) 65

C. Populasi 65

D. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 65

a. Validitas Instrumen 65

b. Uji Reliabilitas Instrumen 68

E. Prosedur Penelitian 70

F. Desain Penelitian 71

G. Lokasi Penelitian 72

H. Populasi dan Sampel 72

I. Pendekatan 72

J. Teknik Pengumpulan Data 72

K. Instrumen Pengumpulan Data 73


(4)

a. Uji Normalitas 75

b. Uji Linearitas 75

c. Uji Homogenitas 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian 76

1. Hasil Penelitian 76

2. Karakteristik Responden 77

a. Umur Guru 79

b. Jenis Kelamin Guru 81

c. Golongan / Pangkat Guru 83

d. Pendidikan Guru 84

e. Spesifikasi Pendidikan Guru 86

f. Agama Guru 87

g. Kesadaran dan Komitmen Kepala Sekolah dan Guru terhadap

Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan 89

3. Analisis Data Deskriptif 90

B. Pembahasan 98

1. Hubungan Kesadaran Guru Terhadap Mutu terhadap Keterlibatan

Guru Dalam Pengendalian Mutu 99

2. Hubungan Komitmen Guru Terhadap Mutu dan Keterlibatan

Guru Dalam Pengendalian Mutu 102

3. Hubungan Keterlibatan Guru Dalam Mutu dan Prestasi Belajar Murid 103 4. Hubungan Kesadaran Guru Terhadap Mutu, Komitmen


(5)

Pengendalian Mutu terhadap Prestasi Belajar Murid 104 5. Korelasi antara Sub-Variabel Kesadaran, Komitmen Mutu

Dan Keterlibatan Guru dalam pengendalian Mutu 105

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 106

B. Rekomendasi 107

DAFTAR PUSTAKA 109


(6)

DAFTAR TABEL TABEL

3.1 Rekapitulasi Tingkat Kemudahan Soal 62

3.2 Rekapitulasi Daya Pembeda Soal 64

3.3 Rekapitulasi Validasi Angket 67

3.4 Uji Reliabilitas 68

4.1 Jumlah Item Angket untuk Uji Coba 76

4.2 Hasil angket 76

4.3 Daftar Nama Sekolah dan Responden 77

4.4 Korelasi Variabel 78

4.5 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Usia Guru 79

4.6 Prosentasi Klasifikasi Usia Guru 80

4.7 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Jenis Kelamin Guru 81 4.8 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Golongan / Pangkat Guru 83 4.9 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Pendidikan Guru 84 4.10 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Spesifikasi Pendidikan Guru 86

4.11 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Agama Guru 87

4.12 Koefisien Multi Korelasi antara Kesadaran Mutu, Komitmen Mutu

& Keterlibatan Guru dalam Pengendalian Mutu 91

4.13Koefisien Determinasi Multi Korelasi antara Kesadaran Mutu,

Komitmen Mutu & Keterlibatan Guru dalam Pengendalian Mutu 93 4.14Multi Korelasi antara Kesadaran Mutu, Komitmen Mutu & Prestasi Belajar Murid 94 4.15 Koefisien Korelasi antara Keterlibatan Guru dalam Pengendalian Mutu

dan Prestasi Belajar Murid 95

4.16 Koefisien Determinasi antara Keterlibatan Guru dalam Pengendalian


(7)

DAFTAR DIAGRAM/GAMBAR/BAGAN

DIAGRAM/GAMBAR/BAGAN

1.1 Skema Hipotesis Penelitian 19

1.2 Alur Kerangka Berpikir 19

2.1 Ikhtisar Penjaminan Mutu Pendidikan di Indonesia 24

2.2 Siklus Penjaminan Mutu 25

2.3 PDCA Cycle 28

2.4 Alur PDCA 35

4.15 Analisis Multipel Korelasi dan Jalur, Kontribusi langsung dan tidak langsung, Kontribusi Total antara Kesadaran Guru Terhadap Mutu Komitmen Guru Terhadap Mutu, Keterlibatan

Guru Dalam Pengendalian Mutu terhadap Prestasi

Belajar Murid 97


(8)

DAFTAR GRAFIK GRAFIK

4.1 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Umur Guru 80

4.2 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Jenis Kelamin Guru 82 4.3 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Golongan / Pangkat Guru 84 4.4 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Jenjang Pendidikan Guru 85 4.5 Prestasi Belajar Murid berdasarkan Spesifikasi Pendidikan Guru 87


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepanjang kehidupannya manusia tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar. Belajar mempunyai bentuk dan jenis yang sangat beragam, mengambil ruang di berbagai tempat baik dalam bentuk format pendidikan formal maupun informal, dengan tingkat kompleksitas yang berbeda mulai dari yang sederhana sampai dengan yang canggih.

Para ahli mencoba menggolongkan jenis-jenis belajar ke dalam kategori-kategori. Bloom (1971) membaginya dalam katagori domain atau kognitif, afektif, dan psikomotorik. Masing-masing dibagi-bagi lagi ke dalam tingkatan yang bersifat hierarkis. Gagne membagi jenis belajar menjadi lima kategori yakni belajar kecakapan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, belajar sikap, dan belajar kecakapan (ketrampilan) motorik.

Kalau Bloom membuat klasifikasi terutama untuk menyusun rancangan alat evaluasi maka Gagne menyusunnya terutama untuk memudahkan merancang kondisi-kondisi yang sesuai dengan sifat belajar sehingga proses belajar dapat efektif. Konsep belajar yang mutakhir dibuat oleh Komisi Delors dari Unesco yang membagi belajar dalam empat kategori yang disebut pilar. Keempat pilar tersebut adalah: (1) belajar bagaimana belajar (learning to know), (2) belajar berbuat (learning to do), (3) belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live together), dan (4) belajar mengaktualisasikan diri (learning to be), (UNESCO-APNIEVE, 1997).


(10)

Belajar juga dikaitkan dengan konsep kompetensi yang berarti kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu. Untuk berbagai pekerjaan dan profesi, diperlukan kompetensi yang sifatnya generik yang melintas batas disiplin ilmu namun ada pula kompetensi khusus sesuai dengan sifat khusus bidang studi atau pekerjaan masing-masing.

Adalah tidak mudah menetapkan standar kompetensi, terlebih lagi untuk pekerjaan yang hasilnya tidak segera terlihat dan sifatnya sangat kompleks. Kompetensi merupakan usaha gabungan dari berbagai energi dan potensi yang ada pada seseorang.

Belajar juga sering dihubungkan dengan tugas perkembangan seseorang, yakni kecakapan yang diharapkan oleh lingkungan sosial untuk dapat dikuasai dan dilaksanakan oleh individu pada tahap perkembangan tertentu.

Dewasa ini dunia pendidikan di Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan mutu pendidikan berkualitas dengan melahirkan tamatan yang berkompetensi dan mampu bersaing sehat di ajang pasar kerja global. Diperlukan kerja keras dan ketekunan para pendidik dan tenaga pendidikan yang profesional untuk menggali dan mengakomodir pendidikan yang bermutu dan life–skills kepada anak didik. Pemerintah sebagai pemegang otoritas mencerdaskan kehidupan bangsa harus berperan pro-aktif bersama masyarakat menciptakan iklim yang kondusif dan terbuka agar kemajuan pendidikan bisa terkendali dan terukur.

Pengendalian mutu pendidikan merupakan hal mutlak yang harus dievaluasi dan terus ditingkatkan pemerintah baik dari pendidikan dasar dan menengah hingga perguruan tinggi. Kendali mutu inilah yang akan mengantarkan putra-putri bangsa menjadi manusia yang cerdas lahir dan batin serta bertanggungjawab terhadap kemajuan bangsa dan negara


(11)

ke depan. Prioritas kendali mutu merupakan cerminan keseriusan pemerintah dalam khususnya dalam dunia pendidikan.

Disamping itu, diperlukan kesadaran dan komitmen yang kuat oleh pendidik dan tenaga kependidikan dalam keterlibatannya terhadap pengendalian mutu proses pembelajaran sehingga menciptakan mutu hasil belajar seperti yang kita harapkan. Diupayakan semua pihak yang terlibat dalam pengendalian mutu pendidikan bersungguh-sungguh dalam bekerja, punya kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam pencapaian mutu pendidikan tamatan yang berdayaguna dan berhasilguna.

Keseriusan pemerintah dalam hal pendidikan dapat dilihat dari mutu tamatan yang semakin hari semakin baik, pengembangan kurikulum, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan yang professional serta anggaran pendidikan yang terus menerus meningkat setiap tahun. Selanjutnya, sekolah diberi kesempatan untuk meningkatkan kategorinya dari Sekolah Mandiri, Sekolah Standar Nasional bahkan Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional dan akhirnya menjadi Sekolah Bertaraf Internasional.

Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah atau hampir memenuhi standar nasional ke dalam kategori mandiri. Penjelasan selanjutnya menyebutkan bahwa sekolah kategori mandiri (SKM) harus menerapkan sistem kredit semester (SKS). SKS adalah salah satu sistem penerapan program pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subyek. Pembelajaran berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar. Peserta didik diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan minat, kemampuan, dan harapan masing-masing.


(12)

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Mengacu pada konsep tersebut, SKS dapat diterapkan untuk menunjang realisasi konsep belajar tuntas yang digunakan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Sistem Kredit Semester, setiap satu satuan kredit semester (1 SKS) berbobot dua jam kegiatan pembelajaran per minggu selama 16 minggu per semester. Pada SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, satu jam kegiatan tatap muka berlangsung selama 45 menit, sedangkan 25 menit kegiatan

terstruktur dan 20 menit kegiatan mandiri.

Dengan demikian, penerapan SKS pada KTSP perlu dilakukan penyesuaian dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas di mana satuan kegiatan belajar peserta didik tidak diukur berdasarkan lama waktu kegiatan per minggu-semester tetapi pada satuan (unit) kompetensi yang dicapai.

Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional adalah terpenuhinya standar nasional

pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester. Dari ciri tersebut Sekolah Kategori Mandiri/Sekolah Standar Nasional memiliki profil sebagai persyaratan minimal

yang meliputi :

1. Dukungan internal:

a. Kinerja Sekolah indikator terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00, persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa per kelas


(13)

maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua.

b. Kurikulum, dengan indikator memiliki kurikulum Sekolah Kategori Mandiri, beban studi dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman penilaian.

c. Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf administrasi akademik dalam menggunakan komputer.

d. Sumber Daya Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/ karir. (e) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan, ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa, Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS, Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran, memberikan layananan bimbingan karir.


(14)

2. Dukungan eksternal

Untuk menyelenggarakan SKM/SSN berasal dari dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dukungan dari tenaga pendamping pelaksanaan SKS. Sejak tanggal 8 Juli 2003 bangsa Indonesia tercinta ini berniat memperbaiki kegiatan pendidikan secara mendasar karena telah diundangkan sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam naskah Undang-undang Negara RI nomor 20 tahun 2003 Pasal 35 dituliskan “Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan Standar Nasional Pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi,

penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan


(15)

nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi. Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah. Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan. Pemerintah atau pemerintah daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(16)

Pada tanggal 16 Mei 2005 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 yang mengatur Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Peningkatan kualitas SDM ini jauh lebih mendesak untuk segera direalisasikan terutama dalam menghadapi era persaingan global dan perdagangan bebas. Oleh karena itu, peningkatan kualitas ini sejak dini merupakan kata kunci yang sangat penting untuk dipikirkan dan diaplikasikan dalam tahap implementasi secara sungguh-sungguh, sistematik dan professional.

Pendidikan merupakan salah satu instrumen utama pengembangan SDM, pendidik dalam hal ini guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting didalamnya, memiliki tanggungjawab yang besar sebagai ujung tombak kemajuan pendidikan dan mampu mengatasi serta memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi anak didik yang berkembang dan menjadi isu sentral dewasa ini. Guru merupakan komponen yang sangat menentukan baik buruknya mutu pendidikan.


(17)

Guru berkaitan erat dengan keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas sebagai unsur mikro dari keberhasilan pendidikan. Tentu saja keberhasilan proses pengajaran tidak terlepas dari kepiawaian guru dalam menerapkan metoda, teknik dan strategi pembelajaran kepada siswa. Dalam hal ini dituntut kreatifitas guru dalam proses pembelajaran yang aplikatif dan mampu menyesuaikan dengan aktifitas sehari-hari, sehingga anak didik merasa bahwa apa yang diajarkan di sekolah merupakan isu faktual dalam kehidupan nyata.

Menggagas persoalan pendidikan pada dasarnya adalah menggagas persoalan kebudayaan dan peradaban. Secara spesifik gagasan pendidikan akan merambah ke wilayah pembentukan peradaban masa depan, suatu upaya merekonstruksi pengalaman-pengalaman peradaban umat manusia secara berkelanjutan guna memenuhi tugas kehidupannya, generasi demi generasi. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah merupakan tempat pengembangan ilmu pengetahuan, kecakapan, keterampilan, nilai dan sikap yang diberikan secara lengkap kepada generasi muda. Hal ini dilakukan untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.

Dalam keseluruhan proses pendidikan khususnya pendidikan di sekolah, guru memegang peranan yang paling utama. Perilaku guru dalam proses pendidikan akan memberikan pengaruh dan warna yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian siswa. Dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (UUSPN, 2003:3).


(18)

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional ini sangat jelas peranan guru sangat esensial dan vital. Sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar (PBM), guru memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran dalam merancang, mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran (Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman, 2002:7). Guru juga memiliki kedudukan sebagai figur sentral dalam meningkatkan proses belajar mengajar (Tabrani Rusyan, dkk, 1994:3). Di tangan para gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan belajar mengajar di sekolah, serta di tangan mereka pulalah bergantungnya masa depan karir peserta didik yang menjadi tumpuan para orangtua. Maka diharapkan melalui proses ini peserta didik mempunyai sejumlah kepandaian dan kecakapan tentang sesuatu yang dapat membentuk kematangan pribadinya.

Namun, apabila kita melihat realitas yang terjadi ternyata kualitas guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang, atau masih saja dipertanyakan, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar pendidikan. Selama dasawarsa terakhir ini hampir setiap hari, media massa cetak baik harian maupun mingguan memuat berita tentang guru. Ironisnya, berita-berita tersebut banyak yang cenderung melecehkan posisi guru, baik yang sifatnya menyangkut kepentingan umum sampai kepada hal-hal yang sifatnya sangat pribadi, sedangkan dari pihak guru sendiri nyaris tidak mampu membela diri. Masyarakat kadang-kadang mencemoohkan dan menuding guru tidak berkompeten, tidak berkualitas dan sebagainya, manakala putra-putrinya tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan harapannya (Usman, M Uzer, 2006:3).

Kalangan bisnis (industri) pun memprotes para guru karena kualitas lulusan dianggap kurang memuaskan bagi kepentingan perusahaan mereka. Tentu saja tuduhan dan protes


(19)

dari berbagai kalangan tersebut dapat menurunkan citra guru. Sikap dan perilaku masyarakat tersebut memang bukan tanpa alasan, karena memang ada sebagian oknum guru yang menyimpang dari kode etiknya. Anehnya lagi kesalahan sekecil apa pun yang diperbuat guru mengundang reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi karena dengan adanya sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogianya menjadi anutan bagi masyarakat di sekitarnya.

Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan suatu organisasi selain tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan.

Dalam dunia pendidikan kinerja guru atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu di dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam melaksanakan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan objektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, masih banyak ditemui perencanaan dan pelaksanaan sebagai bagian dari mutu proses pembelajaran terutama bahasa Inggris, kurang variatif , kecenderungan pada metoda lama dan tanpa memperhatikan tingkat


(20)

pemahaman anak didik terhadap materi yang diajarkan. Anak didik kurang pro-aktif dan kritis dalam menerima informasi dalam proses belajar mengajar, lebih banyak menulis dan mendengarkan, menganggap bahwa materi pengajaran tersebut sebagai bahan hafalan sehingga tidak memahami konsep yang sebenarnya. Sejauh ini konsep pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa ilmu pengetahuan hanya sebatas perangkat fakta-fakta yang harus dihafal bukan aplikatif. Kelas masih sangat terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan (Depdiknas, 2000).

Masalah yang dihadapi di dunia pendidikan dewasa ini merupakan isu lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak didik kurang dirangsang untuk mengembangkan ketrampilan aplikatifnya. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak didik menghafal untuk menghafal informasi. Anak didik terbiasa menghafal informasi untuk diingat dan menimbunnya tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingat tersebut dengan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari, akibatnya anak didik hanya pintar secara teoritis tapi miskin aplikasi. Hal seperti ini sangat terasa terjadi pada proses pembelajaran bahasa Inggris dimana anak didik diajarkan ketatabahasaan yang sangat kental dan kaku, sedangkan praktek berbicara sebagai alat komunikasi dan pengantar ilmu kurang mendapat apresiasi oleh guru. Bahkan banyak guru mengajar bahasa Inggris jarang sekali berbicara dan berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Ini merupakan preseden yang buruk bagi anak didik kita.

Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebagai aplikasi dari Kurikulum 2004, menuntut guru mengaitkan pembelajarannya dengan isu-isu nyata yang sedang berkembang saat ini. Belajar akan lebih bermakna jika anak didik mengalami apa yang dialaminya, dan mendorong anak didik membuat hubungan antara pengetahuan bahasa yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. KTSP


(21)

menghendaki proses pembelajaran berpusat pada siswa (student centered), bukan teacher centered, guru hanya sebagai fasilitator.

Pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris merupakan isu sentris yang diangkat oleh penulis untuk melihat sejauhmana prestasi belajar murid yang diperoleh apakah sudah memenuhi standar berlaku dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).

B. Identifikasi Masalah

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan prestasi belajar murid, antara lain berhubungan dengan guru menyangkut kesadaran guru, komitmen guru terhadap mutu, dan keterlibatan guru dalam pengendalian mutu, sarana dan prasarana di sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, layanan pengawasan, dan sebagainya. Dalam kesempatan ini penulis mengidentifikasi permasalahannya berfokus pada guru dengan kesadaran, komitmen, dan keterlibatannya dalam kendali mutu.

C. Ruang Lingkup Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukan di atas, ada beberapa faktor keberhasilan yang mempengaruhi pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris pada SMP SSN dan SMP RSBI adalah pengembangan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL), kurikulum, proses belajar mengajar, fasilitas, tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen, penilaian, pembiayaan, dan pengembangan aspek-aspek lainnya.

Disamping itu diperlukan pengembangan SDM, yaitu : persyaratan calon siswa baru yang memiliki kompetensi dan kecerdasan tinggi, pengembangan kompetensi guru terus


(22)

menerus, pengembangan kompetensi kepala sekolah, pengembangan tenaga pendukung, pengembangan dan pemberdayaan Tim Pengembang SBI.

Persyaratan utama sebagai penyelenggara Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional adalah para guru, kepala sekolah, dan karyawan harus mampu berkomunikasi dalam bahasa asing (bahasa Inggris). Sebagai tambahan, harus menguasai kompetensi yang dikembangkan dalam kurikulum internasional yang dipilih. Pengembangan sumberdaya manusia mutlak harus dilaksanakan:

a. Peningkatan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris bagi guru-guru semua mata pelajaran:

b. Peningkatan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris bagi kepala sekolah dan jajarannya;

c. Peningkatan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris bagi karyawan (tenaga tata usaha, laboran, teknisi dan pustakawan);

d. Peningkatan kemampuan guru dan karyawan dalam bidang studi atau latar belakang bidangnya masing-masing;

e. Peningkatan manejerial bagi kepala sekolah dan jajarannya;

f. Peningkatan kemampuan komputer dan internet bagi semua warga sekolah.

Setelah semua aspek-aspek pendukung suksesnya pelaksanaan dan penyelenggaraan RSBI tersebut, maka kita akan mengkaji dan menilai bagaimana kendali mutu proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah itu dengan mengacu kepada poin-poin diatas.

D. Batasan Masalah

Terdapat banyak aspek yang mempengaruhi berjalannya proses belajar mengajar di sekolah seperti sarana prasarana, kondisi siswa, tenaga pendidik dan kependidikan dan lain-lain. Namun pada penelitian ini permasalahan difokuskan pada kesadaran guru


(23)

terhadap kendali mutu dan komitmen guru terhadap kendali mutu, serta keterlibatan guru dalam pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris di SMP SSN dan SMP RSBI apakah telah memenuhi standar proses yang ditetapkan oleh pemerintah dan bagaimana pencapaian hasil belajar anak didik. Ketiga faktor ini dipandang memiliki peran penting dalam proses belajar mengajar di sekolah dikarenakan ketiga poin tersebut dapat bersinergi untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif. Disamping pembatasan variabel, ruang lingkup penelitian pun dibatasi di lingkungan SMP SSN dan SMP RSBI kelas IX di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris dilakukan oleh guru berbasis Plan-Do-Check-Action?

2. Bagaimana tingkat kesadaran guru terhadap pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris berbasis PDCA?

3. Bagaimana komitmen guru terhadap pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris berbasis PDCA?

4. Apakah kesadaran dan komitmen guru terhadap mutu berpengaruh terhadap keterlibatan guru dalam pengendalian mutu pendidikan berbasis PDCA?

5. Apakah kesadaran dan komitmen guru terhadap mutu, serta keterlibatan guru dalam pengendalian mutu bepengaruh terhadap prestasi belajar siswa berbasis PDCA?

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup masalah yang dikemukan diatas timbul pertanyaaan bagaimana pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris di SMP Sekolah Standar Nasional dan SMP RSBI di Kota Medan berbasis PDCA dalam kerangka


(24)

penjaminan mutu pendidikan di Sumatera Utara dihubungkan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara. Penelitian terhadap pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris di SMP SSN dan RSBI adalah untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut.

Kegiatan yang menjadi fokus penelitian mencakup :

1. Bagaimana pengaruh kesadaran mutu terhadap keterlibatan guru dalam pengendalian mutu?

2. Bagaimana pengaruh komitmen mutu terhadap keterlibatan guru dalam pengendalian mutu?

3. Bagaimana pengaruh keterlibatan guru dalam pengendalian mutu terhadap prestasi belajar murid?

4. Bagaimana pengaruh kesadaran mutu terhadap prestasi belajar murid? 5. Bagaimana pengaruh komitmen mutu terhadap prestasi belajar murid?

F. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum

Secara umum penulis ingin mengetahui seberapa besar pengendalian mutu proses pembelajaran terhadap mutu hasil pembelajaran bahasa Inggris di SMP SSN dan RSBI di Kota Medan.

b. Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan model Deming, PDCA. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirumuskan untuk mengetahui gamabaran tentang :

1. Pengaruh kesadaran mutu terhadap keterlibatan guru dalam kendali mutu. 2. Pengaruh komitmen mutu terhadap keterlibatan guru dalam kendali mutu.


(25)

3. Pengaruh keterlibatan guru dalam kendali mutu terhadap prestasi belajar siswa. 4. Pengaruh kesadaran mutu terhadap prestasi belajar murid.

5. Pengaruh komitmen mutu terhadap prestasi belajar murid.

G. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Ditinjau dari dari aspek pengembangan ilmu pengetahuan (teoritis), penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada Program Studi Penjaminan Mutu Pendidikan SPs UPI dalam hal pengendalian mutu pendidikan. Hal ini dapat dijadikan studi lanjutan yang relevan dan bahan kajian tentang upaya peningkatan pengendalian mutu proses pembelajaran.

b. Manfaat Praktis

Ditinjau dari aspek praktis dari penelitian ini adalah informasi dan kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh, akan dijadikan dasar pertimbangan untuk memberikan masukan kepada sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Medan serta sebagai rujukan bagi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara untuk pendataan pengendalian mutu pendidikan di Provinsi Sumatera Utara dengan harapan berguna sebagai masukan dalam menyusun strategi pengendalian mutu pendidikan. Bagi guru untuk meningkatkan profesionalisme, tergugah dan termotivasi tinggi untuk terus menerus meningkatkan kompetensinya (teacher’s professional development) dan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement).


(26)

H. Asumsi Penelitian

Asumsi merupakan titik pangkal penelitian yang akan dipakai sebagai bahan untuk menyusun hipotesis penelitian. Pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris dengan pendekatan berbasis PDCA dapat terukur dan dikelola dengan baik, sehingga mutu hasil pembelajaran akan meningkat sesuai dengan harapan kita semua. Dalam hal ini asumsi yang dipakai menjadi landasan adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian mutu proses pembelajaran merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk menghasilkan mutu hasil yang lebih baik.

2. Perencanaan yang sistematis dan terpadu akan menghasilkan mutu hasil yang lebih baik.

3. Pelaksanaan pembelajaran yang mengacu kepada perencanaan yang lebih baik akan menghasilkan output yang lebih baik.

4. Evaluasi terhadap pelaksanaan yang baik akan menghasilkan nilai mutu hasil yang lebih baik.

5. Feedback dan continuous improvement terhadap apa yang telah dilakukan oleh guru di dalam dan di luar kelas akan menghasilkan mutu hasil yang terus menerus meningkat.

6. Kesadaran dan komitmen guru terhadap mutu, serta keterlibatan guru merupakan suatu keharusan untuk menciptakan budaya mutu pendidikan. 7. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar murid, seperti jenjang


(27)

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang perlu dibuktikan kebenarannya. Arikunto (2006:71) mendefinisikan hipotesis sebagai, ”Suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data terkumpul”.

Bertitik tolak dari pendapat diatas, dan berdasarkan fokus masalah yang diteliti, maka hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah :

” Terdapat kontribusi yang positif dan signifikan pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris di SMP SSN dan RSBI di Kota Medan terhadap mutu hasil pembelajaran”.

Secara skematik paradigma penelitian dividualisasikan sebagai berikut :

Kesadaran Guru Terhadap Mutu (X1)

Keterlibatan Guru Prestasi Belajar Murid dalam Pengendalian (Y2)

Mutu (Y1) Komitmen Guru

Terhadap Mutu (X2)

Gambar 1.1

Skema Hipotesis Penelitian

Berdasarkan skema hipotesis penelitian diatas bahwa mutu prestasi belajar murid (Variabel Y2) ditentukan oleh Pengendalian mutu proses pembelajaran (Variabel X1, X2 dan Y1).


(28)

J. Kerangka Berfikir KEPALA SEKOLAH

PLAN DO

GURU CHECK MURID PRESTASI BELAJAR MR

ACTION

TES GURU TES MURID

Gambar 1.2

Alur Kerangka Berpikir

Keberhasilan output atau mutu hasil belajar tidak terlepas dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi atau penilaian dan tindaklanjut (feedback) serta perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Untuk itu diperlukan tindakan yang sinerji oleh guru dan anak didik yang berperan aktif didalam kegiatan belajar mengajar (KBM) baik dari awal hingga akhir proses pembelajaran.

Kesadaran dan komitmen yang kuat terhadap mutu hasil pembelajaran yang baik oleh guru selalu direspon dan dihargai oleh anak didik, sehingga anak didik menjadi pusat pelaku pembelajaran dan guru bertindak sebagai fasilitator dan pengarah untuk terciptanya proses belajar mengajar yang produktif dan bermutu.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian mutu proses pembelajaran yang baik tentu akan menghasilkan mutu hasil yang baik pula.

K. Defenisi Operasional 1. Kesadaran Guru terhadap Mutu

Kesadaran adalah suatu keadaan, dimana setiap orang yang mengetahui apa yang ia ketahui. Dari setiap apa-apa yang sudah ia ketahui tersebut, secara langsung akan


(29)

berfungsi sebagai pijakan untuk pengetahuan atau kesadaran lebih lanjut. Ini menunjukan bahwa kesadaran akan menempuh lapisan-lapisan. Semakin tinggi lapisan kesadaran sesorang, pada saat yang sama sebetulnya membuktikan semakin mendasar pula pengetahuan orang itu.

2. Komitmen Guru terhadap Mutu

Komitmen merupakan sikap atau prilaku dan tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan sampai dengan pencapaian hasil yang sebagaimana diharapkan. Mutu adalah perubahan. Komitmen untuk bermutu berarti komitmen untuk berubah. Untuk melaksanakan program mutu diperlukan beberapa dasar pijakan yang kuat, yaitu:

a. Komitmen akan perubahan baik kepala sekolah maupun pendidik (pendidik dan tenaga kependidikan).

b. Pemahaman terhadap kondisi yang ada di sekolah.

c. Memiliki visi dan misi yang jelas ke depan sebagai pedoman.

d. Memiliki rencana strategis yang jelas untuk melaksanakan visi dan misi. e. Menjalankan prinsip manajemen mutu total (total quality management). 3. Keterlibatan Guru dalm Pengendalian Mutu

Keterlibatan guru dalam pengendalian mutu berbasis PDCA sudah sangat jelas digambarkan bagaimana andil guru melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan program tindaklanjut terhadap mutu proses pembelajarannya, sehingga menghasilkan prestasi belajar murid sebagaimana ditargetkan dan diharapkan pencapaiannya.

4. Prestasi Belajar Murid

Prestasi belajar murid adalah hasil akhir atas pencapaian mutu proses pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh guru. Semakin tinggi level kesadaran, komitmen terhadap mutu, dan keterlibatan guru dalam pengendalian mutu diharapkan menghasilkan pencapaian yang lebih tinggi bagi prestasi murid itu sendiri.


(30)

L. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dan pemecahan masalah secara terstruktur dan sistematis, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, ruang lingkup masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan hipotesis penelitian, kerangka berfikir, dan definisi opersional serta sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Menguraikan kajian pustaka berupa uraian mengenai teori-teori yang mendukung penelitian ini sebagai dasar pemikiran dan pemecahan masalah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bagian ini berisi tentang uraian langkah-langkah yang dilakukan selama penelitian dan penulisan tesis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bagian ini berisi keseluruhan data hasil penelitian dan kuesioner. Memaparkan hasil pengelolaan data berdasarkan metode yang telah ditetapkan serta analisis data yang dilakukan. Hasil analisis ini kemudian dilakukan pembahasan berkaitan dengan permasalahan penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bagian ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan rekomendasi mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru dan sekolah/organisasi/institusi berdasarkan hasil penelitian.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian

Metode pengumpulan data merupakan suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilaksanakan secara sistematis dengan prosedur yang standar (Arikunto 1998: 225). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis Instrumen

a. Metode Kuesioner (Angket)

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui. (Arikunto 1998: 140). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dari responden mengenai Plan, Do, Check, Action, dan Covariates (karakteristik responden). Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala, yaitu merupakan kumpulan dari pernyataan atau pertanyaan yang pengisiannya oleh responden dilakukan dengan memberikan tanda centang (√) pada tempat yang sudah disediakan dengan alternatif jawaban yang disediakan merupakan sesuatuyang berjenjang (Arikunto 2005: 105). Untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel yang pengumpulan datanya menggunakan keusioner (angket), setiap indikator dari data yang dikumpulkan terlebih dahulu diklasifikasikan dan diberi skor atau nilai

yaitu:

1) skor 5 jika jawaban responden selalu 2) skor 4 jika jawaban responden sering 3) skor 3 jika jawaban responden jarang 4) skor 2 jika jawaban responden tidak pernah 5) skor 1 jika jawaban responden tidak tahu.


(32)

b. Metode Tes

Guru dan siswa diuji dengan tes untuk melihat kendali mutu dan pemahaman siswa terhadap rangakaian proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, sehingga dapat diambil nilai skor kemampuan dan kompetensi siswa yang diajar, secara otomatis dapat diambil kesimpulan jawaban dari angket yang disebarkan kepada guru dan siswa. Tes yang diujikan kepada guru dan siswa adalah sama soalnya baik materi pertanyaanya (butir soal) maupun tingkat kesukarannya. Hal ini disengaja untuk mengukur hasil tesnya, agar terlihat apakah benar ada perbedaan yang signifikan antara keduanya.

c. Metode observasi

Pada kesempatan pemberian angket dan tes, penulis juga mengadakan pengamatan dan penilaian di dalam kelas dan lingkungan sekolah untuk melihat apakah sekolah tersebut benar-benar kondusif untuk pelaksanaan proses pembelajaran serta didukung oleh sarana dan prasarana yang berorientasi kepada kemajuan dan mutu belajar siswa.

2. Alat evaluasi / Tes a. Tingkat Kemudahan Soal

Untuk memperoleh data tentang Kompetensi Guru dan Mutu Proses Pembelajaran Murid diperoleh melalui tes. Soal tes harus memenuhi syarat valid (sahih), memiliki taraf kemudahan, memiliki taraf pembeda, dan reliabel. Adapun rumus yang digunakan untuk pengujian kesahihan tes diatas adalah:

P = B (Arikunto, 2003)

Js Keterangan: P = Indeks Kemudahan

B = Banyak siswa yang menjawab soal itu benar Js = Jumlah seluruh siswa


(33)

Kriteria: P = 0,00 : Soal sangat sukar 0,00 <P≤ 0,30 : Soal sukar

0,03 <P≤ 0,70 : Soal sedang 0,70 <P≤ 1,00 : Soal mudah

Berdasarakan hasil analisis terhadap tingkat kemudahan soal, diperoleh hasi seperti tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Rekapitulasi Tingkat Kemudahan Soal

No Soal TK Interpretasi

1 1,00 Mudah

2 0,70 Mudah

3 0,95 Mudah

4 1,00 Mudah

5 1,00 Mudah

6 1,00 Mudah

7 0,90 Mudah

8 0,80 Mudah

9 1,00 Mudah

10 1,00 Mudah

11 1,90 Mudah

12 1,00 Mudah

13 1,00 Mudah

14 1,00 Mudah

15 1,00 Mudah

16 1,00 Mudah

17 0,95 Mudah

18 1,00 Mudah

19 1,00 Mudah

20 1,00 Mudah

21 0,95 Mudah

22 1,00 Mudah

23 1,00 Mudah

24 1,00 Mudah

25 1,00 Mudah

26 1,00 Mudah

27 0,55 Sedang

28 0,95 Mudah

29 0,20 Sukar

30 0,95 Mudah

b. Daya Pembeda Tes

Daya pembeda tes setiap butir soal dapat digunakan rumus: D = BA-BB = PA-PB


(34)

Keterangan: D = Daya pembeda

JA = Jumlah siswa kelompok atas JB= Jumlah siswa kelompok bawah

BA= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar BB= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar PA= Proporsi jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar PB= Proporsi jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab salah Kriteria: DP ≤ 0,10 : sangat jelek

0,10< DP ≤ 0,20 : jelek 0,20< DP ≤ 0,40 : cukup 0,40< DP ≤ 0,70 : baik 0,70< DP ≤ 1,00 : sangat baik


(35)

Berdasarkan hasil analis terhadap tingkat kemudahan soal, diperoleh hasil seperti terlihat dalam table 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Rekapitulasi Daya Pembeda Soal

No Soal DP Interpretasi

1 0,00 Sangat jelek

2 0,10 Sangat jelek

3 -0,15 Sangat jelek

4 0,10 Sangat jelek

5 -0,05 Sangat jelek

6 -0,05 Sangat jelek

7 -0,30 Sangat jelek

8 0,20 Jelek

9 0,15 Jelek

10 0,00 Sangat jelek

11 0,05 Baik

12 0,10 Sangat jelek

13 0,05 Baik

14 0,05 Baik

15 0,20 Jelek

16 0,15 Jelek

17 0,10 Sangat jelek

18 0,05 Sangat jelek

19 0,00 Sangat jelek

20 0,05 Sangat jelek

21 0,00 Sangat jelek

22 -0,10 Sangat jelek

23 0,15 Jelek

24 0,15 Jelek

25 0,00 Sangat jelek

26 0,50 Baik

27 0,55 Baik

28 0,05 Sangat jelek

29 -0,25 Sangat jelek

30 -0,05 Sangat jelek

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi perhatian suatu penelitian (Arikunto 1998: 99). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian meliputi variabel bebas dan variabel terikat.


(36)

a. Variabel Bebas / Independent Variable (X)

Variabel bebas adalah variabel yang akan mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kesadaran Guru Terhadap Mutu (X1), yaitu kendali mutu proses guru dalam merencanakan, mengorganisir, menilai dan tindaklanjut proses pembelajaran atau RPP. Variabel bebas Komitmen Guru Terhadap Mutu (X2), yaitu perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan tindaklanjut guru dalam proses pembelajaran inovatif di kelas.

b. Variabel Terikat / Dependent Variable (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikat (Y1) adalah variabel Keterlibatan Guru dalam Pengendalian Mutu dan Prestasi Belajar Murid pembelajaran sebagai Variabel (Y2), yaitu mutu hasil pembelajaran sebagai output dari proses pembelajaran itu sendiri.

C. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1998: 115). Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru-guru bahasa Inggris kelas IX SMP di SMP SSN dan RSBI di kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan di 24 sekolah, melibatkan 24 kepala sekolah, 50 orang guru bahasa Inggris dan 781 siswa dijadikan sampel.

D. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian a. Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto 1998: 160). Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan, apabila dapat mengungkapkan data variabel yang diteliti secara tepat. Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas internal


(37)

yaitu, validitas yang dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen secara keseluruhan (Arikunto 1998: 162). Dalam penelitian ini digunakan analisa butir, untuk menguji validitas setiap butir, skor-skor yang ada pada tiap butir dikorelasikan dengan skor total. Sedangkan rumus yang digunakan adalah uji Korelasi Product Moment, yang rumusnya:

rxy =

( )

[

]

[

( )

]

∑ ∑

− − − 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N = jumlah responden

ΣX = jumlah skor butir soal

ΣY = jumlah skor total

ΣXY = jumlah perkalian skor butir soal (ΣX)2 = jumlah kuadrat skor butir soal (ΣY)2 = jumlah kuadrat skor total

Kemudian hasil rxy hit dikonsultasikan dengan r tabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika didapatkan harga rxy hit > r tabel, maka butir instrument dikatakan valid, akan tetapi sebaliknya jika harga rxy hit < r tabel, maka dikatakan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid (Arikunto 1998 : 146). Berdasarkan hasil uji coba validitas angket penelitian tentang pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris pada SMP SSN dan RSBI di Kota Medan berbasis PDCA, pada lampiran yang diujicobakan kepada 20 responden diperoleh hasil sebagai berikut:


(38)

Tabel 3.3

Rekapitulasi Validasi Angket

No Item Nilai Hitung r Nilai Tabel r Keterangan

1 0.999 0.444 Valid

2 0.999 0.444 Valid

3 0.999 0.444 Valid

4 0.999 0.444 Valid

5 0.999 0.444 Valid

6 0.999 0.444 Valid

7 0.999 0.444 Valid

8 0.999 0.444 Valid

9 0.999 0.444 Valid

10 0.999 0.444 Valid

11 0.999 0.444 Valid

12 0.999 0.444 Valid

13 0.999 0.444 Valid

14 0.998 0.444 Valid

15 0.998 0.444 Valid

16 0.999 0.444 Valid

17 0.999 0.444 Valid

18 0.999 0.444 Valid

19 0.998 0.444 Valid

20 0.998 0.444 Valid

21 0.998 0.444 Valid

22 0.997 0.444 Valid

23 0.998 0.444 Valid

24 0.998 0.444 Valid

25 0.998 0.444 Valid

26 0.997 0.444 Valid

27 0.998 0.444 Valid

28 0.999 0.444 Valid

29 0.999 0.444 Valid

30 0.999 0.444 Valid

31 0.999 0.444 Valid

32 0.999 0.444 Valid

33 0.999 0,444 Valid

34 0.999 0.444 Valid

35 0.999 0.444 Valid

36 0.999 0.444 Valid

37 0.999 0.444 Valid

38 0.998 0.444 Valid

39 0.999 0.444 Valid

40 0.999 0.444 Valid

41 0.998 0.444 Valid

42 0.999 0.444 Valid

43 0.999 0.444 Valid

44 0.999 0.444 Valid

45 0.999 0.444 Valid

46 0.999 0.444 Valid

47 0.999 0.444 Valid


(39)

49 0.999 0.444 Valid

50 0.998 0.444 Valid

Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas instrumen. Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel jika pengukurannya konsisten dan cermat akurat. Jadi uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara beberapa kali hasil pengukuran.

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Formula yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini adalah Koefisien Alfa (a) dari Cronbach (1951), yaitu (Suharsimi Arikunto, 1993: 236), dengan menggunakan SPSS 17 for Windows diperoleh hasil:

Tabel 3.4

Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(40)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted ltem1 208.65 217.608 .634 .904 Item2 208.65 216.661 .701 .904 ltem3 208.60 223.200 .403 .906 ltem4 208.60 223.200 .403 .906 ltem5 208.50 227.000 .000 .908 ltem6 209.50 203.421 .770 .900 ltem7 208.90 222.937 .207 .907 ltem8 208.50 227.000 .000 .908 ltem9 208.70 220.958 .481 .906 ltem10 208.75 223.250 .268 .907 ltem11 208.80 217.958 .517 .905 ltem12 209.25 216.934 .408 .905 ltem13 209.20 218.274 .498 .905 ltem14 209.40 225.937 .019 .910 ltem15 209.55 225.839 .019 .910 ltem16 209.60 219.411 .378 .906 ltem17 209.20 218.905 .394 .906 ltem18 209.25 216.092 .494 .905 ltem19 209.90 219.358 .287 .907 ltem20 210.15 212.766 .572 .903 ltem21 210.30 212.011 .545 .904 ltem22 210.60 212.989 .495 .904 ltem23 210.35 216.661 .372 .906 ltem24 209.80 217.432 .320 .907 ltem25 209.95 217.945 .378 .906 ltem26 210.10 215.042 .335 .907 ltem27 209.50 225.421 .022 .911 ltem28 209.45 213.839 .567 .904 ltem29 209.10 219.147 .295 .907 ltem30 209.15 221.608 .247 .907 ltem31 209.00 217.263 .524 .904 ltem32 208.70 224.221 .212 .907 ltem33 209.30 214.116 .547 .904 ltem34 208.90 221.884 .267 .907 ltem35 209.05 216.997 .541 .904 ltem36 209.20 210.695 .673 .902 ltem37 209.55 205.103 .731 .901 ltem38 209.00 221.368 .291 .907 ltem39 209.05 227.524 .051 .909 ltem40 209.00 222.000 .146 .909 ltem41 208.75 223.987 .212 .907 ltem42 209.00 222.632 .268 .907 ltem43 208.75 220.724 .461 .906 ltem44 209.00 216.632 .560 .904 ltem45 209.00 211.263 .626 .903 ltem46 208.80 221.853 .283 .907


(41)

ltem47 209.25 214.934 .496 .904 ltem48 209.70 216.011 .420 .905 ltem49 209.15 215.503 .561 .904 ltem50 209.40 207.621 .661 .902

Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas dengan program SPSS, diketahui nilai koefisien alpha sebesar 0,907, dan nilai tabel r adalah 0,444. Dengan demikian nilai hitung alpha lebih besar dari nilai tabel r atau 0,907 > 0,444, artinya instrumen angket dinyatakan reliabel dan dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data (data terlampir).

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan gambaran tahapan-tahapan atau urutan langkah-langkah yang ditempuh peneliti. Secara garis besar tahapan-tahapan penelitian yang ditempuh terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap analisis dan pelaporan. Rincian pada masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

Tahap Persiapan, meliputi:

1. Mengidentifikasi permasalahan beserta latar belakang masalah. 2. Melakukan studi kepustakaan.

3. Merumuskan masalah penelitian. 4. Menentukan batasan masalah. 5. Membuat definisi operasional.

6. Menentukan lokasi penelitian dan metode penelitian. 7. Menentukan model/desain penelitian.

8. Menyusun instrumen pengumpulan data. 9. Menguji coba instrumen.

10. Melakukan revisi instrumen.


(42)

1. Mengumpulkan responden kepala sekolah SMP SSN dan RSBI.

2. Mengumpulkan responden guru bahasa Inggris kelas IX SMP SSN dan RSBI. 3. Mengumpulkan responden siswa kelas IX SMP SSN dan SMP RSBI.

4. Mengelompokkan jawaban responden kepala sekolah, guru bahasa Inggris dan siswa SMP SSN dan RSBI.

5. Memilah instrumen yang telah diisi, dan hanya menggunakan instrumen yang terisi lengkap.

6. Memeriksa jawaban responden dengan mengacu pada kunci jawaban. 7. Memberikan scoring untuk semua jawaban responden.

Tahap analisis dan pelaporan, mencakup aktivitas:

1. Melakukan penghitungan setiap kelompok responden. 2. Menguji hipotesis.

3. Menganalisis dan melakukan pembahasan data temuan. 4. Membuat kesimpulan.

5. Merumuskan saran-saran. 6. Membuat laporan komprehensif.

F. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan sebuah pola atau gambaran sebuah penelitian yang akan dilaksanakan. Desain penelitian berguna sebagai acuan peneliti melaksanakan pekerjaan dan menunjukkan tampilan awal kepada pembaca. Desain penelitian ini adalah menggambarkan seberapa besar pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris di SMP SSN dan RSBI.


(43)

G. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di 24 (dua puluh empat) SMP baik SMP SSN maupun SMP RSBI di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 2 (dua) bulan saat kegiatan belajar mengajar di sekolah aktif yakni mulai bulan Maret hingga April 2010.

H. Populasi dan Sampel

Unsur terpenting dalam kegiatan penelitian adalah pengumpulan data. Data diperoleh dari para guru bahasa Inggris, kepala sekolah dan siswa di SMP SSN dan RSBI. Pemilihan sampel dilakukan secara random murni, yaitu dilakukan dengan mencari guru bahasa Inggris, kepala sekolah dan siswa kelas IX yang memenuhi kategori untuk kemudian dikumpulkan dan diberikan angket atau tes. Angket dan tes diberikan kepada para guru bahasa Inggris, dan angket kepada kepala sekolah serta tes diuji kepada siswa.

I. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan angket dan tes kepada guru dan murid. Responden dikumpulkan dalam satu ruang kelas. Hasil angket dan tes serta skor yang diperoleh dari responden merupakan gambaran seberapa besar pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris pada masing-masing sekolah dan menghasilkan perbandingan yang jelas dan fakor-faktor yang mempengaruhinya.


(44)

Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan. Atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka, simbol, kode dan lain-lain (Hasan, 2002:82). Kunci keberhasilan pengumpulan tergantung pada teknik pengumpulan data yang dipilih dan digunakan. Teknik Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2006 : 253) pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Kesalahan dalam memilih atau menggunakan teknik pengumpulan data dapat berakibat tidak diperolehnya data yang diharapkan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan memberikan angket kepada kepala sekolah, angket dan tes kepada guru bahasa Inggris serta siswanya. Penggunaan teknik ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran objektif dan mengukur seberapa besar pengendalian mutu proses pembelajaran di sekolah tersebut. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai bahan perbandingan antara katagori sekolah tersebut guna mendapatkan jawaban atas hipotesis yang disusun di bagian depan.

K. Instrumen Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan jalan memberikan instrumen berupa angket kepada kepala sekolah, guru dan murid serta tes kepada guru-guru dan murid. Instrumen yang digunakan disusun dan dikembangkan oleh peneliti. Instrumen tersebut telah dilakukan pengujian terhadap validitas, reliabilitas, maupun tingkat kesukaran pada setiap butir soal. Dengan demikian diyakini instrumen yang ada mampu menguji pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris oleh guru pada masing-masing sekolah tersebut dan bisa menjadi acuan dalam kerangka penjaminan mutu pendidikan di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.


(45)

L. Teknik Pengolahan Data

Kegiatan pengolahan data dilakukan dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan sebelumnya. Pengujian hipotesis menggunakan metoda deskriptif : Regresi dan Korelasi untuk mengetahui seberapa besar pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris yang terdapat pada SMP RSBI dan SMP SSN tersebut. Uji statistik yang digunakan adalah Analisis Jalur (Path Analysis).

Teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknis analisis regresi dan korelasi, yaitu untuk mengungkapkan hubungan dan keterkaitan antara variabel terikat dan bebas. Uji korelasi memungkinkan membuat prakiraan bagaimanakah hubungan antara dua atau tiga variabel. Jika dua variabel memiliki hubungan sangat erat, maka koefisien korelasi akan diperoleh hampir 1,00, akan tetapi semakin jauh hubungan keduanya maka akan diperoleh koefisien 0,00. Makin erat hubungan dua variabel maka prakiraan yang dibuat berdasarkan hubungan tersebut semakin tepat. Untuk interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi tersebut, peneliti mengacu kepada ketentuan yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1990:70) sebagai berikut:

1. antara 0,81 sampai dengan 1,00 = sangat tinggi 2. antara 0,61 sampai dengan 0,80 = tinggi 3. antara 0,41 sampai dengan 0,60 = cukup 4. antara 0,21 sampai dengan 0,40 = rendah

5. antara 0,00 sampai dengan 0,20 = sangat rendah.

Data yang terkumpul diolah menggunakan perhitungan statistik dengan bantuan SPSS 17 for windows. Data yang dikumpulkan berupa data interval sebagai hasil penskoran


(46)

pada setiap jawaban responden. Adapun langkah yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas menunjukkan bahwa data berdistribusi normal atau tidak, penyebaran data digambarkan dalam sebuah grafik. Jika regresi memenuhi asumsi normalitas, maka data layak digunakan dan dianalisis (data terlampir).

b. Uji Linieritas Regresi

Uji linieritas regresi untuk menunjukkan adanya konstribusi kedua variabel bebas, yakni Mutu Proses manajemen Sekolah dan Mutu Proses Guru terhadap variabel terikat, yakni Kompetensi Guru dan Mutu Proses Pembelajaran, digunakan untuk menentukan nilai F untuk menunjukkan tingkat signifikansi kontribusi tersebut terikat (data terlampir).

c. Uji Homogenitas

Persyaratan uji parametrik selanjutnya adalah homogenitas data. Pengujian ini berfungsi untuk menguji sama tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih (data terlampir).

Setelah diketahui seberapa besar pengendalian mutu proses pembelajarannya, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan atas pertanyaan penelitian yang diuji.


(47)

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis dan pembahasan data studi tentang pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris pada SMP SSN dan RSBI di Kota Medan berbasis PDCA, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kesadaran guru terhadap mutu memiliki hubungan dan kontribusi sangat signifikan terhadap keterlibatan guru dalam pengendalian mutu. Semakin tinggi kesadaran guru akan mutu akan menghasilkan keterlibatan yang semakin tinggi dalam pengendalian mutu.

2. Komitmen guru terhadap mutu berkontribusi sangat signifikan terhadap keterlibatan guru dalam pengendalian mutu. Komitmen guru yang tinggi dalam pencapaian prestasi belajar murid akan mendorong keterlibatannya yang besar untuk menghasilkan prestasi tersebut.

3. Kesadaran dan komitmen yang tinggi terhadap mutu otomatis berkontribusi sangat signifikan terhadap prestasi belajar murid . Murid akan belajar lebih serius dan termotivasi oleh kesadaran dan komitmen guru yang tinggi terhadap mutu.

4. Keterlibatan guru yang besar dalam pengendalian mutu berkontribusi sangat signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Guru dan murid berkolaborasi yang tinggi dalam menghasilkan prestasi yang tinggi.

5. Pangkat/Golongan Guru dan pengalaman mengajar guru berkontribusi sangat signifikan terhadap prestasi belajar murid. Semakin tinggi pangkat/golongan guru dan semakin lama pengalaman mengajar seorang guru memberikan prestasi yang semakin tinggi bagi murid.


(49)

6. Jenjang Pendidikan Guru memiliki kontribusi sangat signifikan terhadap prestasi belajar murid. Semakin tinggi jenjang pendidikan guru baik diploma, sarjana, S2 bahkan S3 akan lebih mewarnai prestasi belajar siswa. Dalam hal ini tingkat kesadaran, komitmen dan wawasan serta keterlibatan guru dalam pengendalian mutu dan prestasi murid akan semakin meningkat dan bermutu.

B. Rekomendasi

Setelah memperhatikan berbagai temuan di lapangan, penulis mengajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Pengendalian mutu proses pembelajaran bahasa Inggris pada SMP SSN dan RSBI di Kota Medan berbasis PDCA tidak akan berhasil tanpa dukungan kesadaran dan komitmen guru terhadap mutu serta keterlibatan mereka dalam pengendalian mutu, sehingga menghasilkan mutu lulusan yang kompeten dan berkualitas. Kesadaran dan komitmen mutu yang tinggi memacu pencapaian murid yang tinggi berupa output yang unggul dan daya saing tinggi.

2. Guru harus terus menerus belajar dan meningkatkan kesadaran, komitmen akan mutu serta keterlibatannya dalam melaksanakan kegiatan pengembangan profesi guru (teacher’s professional development) dan perbaikan berkelanjutan (sustainable development).

3. Keaktifan dan keterlibatan guru-guru dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) harus memberikan andil yang sangat signifikan untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen akan mutu serta profesionalisme. 4. Peningkatkan jenjang pendidikan baik S2 maupun S3 untuk mengupgrade


(50)

pendidikan dengan menguasai teknologi canggih dewasa ini, melalui internet, dan media cetak lainnya.

5. Bagi peneliti lainnya, penulis berpandangan perlu dilaksanakan penelitian komparatif dan lebih luas sebagai upaya untuk mengetahui dampak pengendalian mutu proses pembelajaran di tingkat yang lebih tinggi, seperti di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan, dimana dapat diketahui apakah hubungan antara kesadaran guru terhadap mutu, komitmen guru terhadap mutu, dan keterlibatan guru dalam pengendalian mutu terhadap prestasi belajar murid memiliki kontribusi yang sangat signifikan seperti di SMP SSN dan RSBI Kota Medan, berlaku juga pada SMA / SMK di Kota Medan.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon (2005). Apalikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Arikunto, S. (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Alfonso, R.J.Firth, G.H.,& Neville,R.F.(1981). Instructional: A Behavior System. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Australian Commission for UNESCO (1998). Education for the 21st Century in the Asia Pacific Region. Report on the Melbourne UNESCO Conference, Canberra.

Bloom, Benyamin S. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook I Cognitive Domain. David Mc Kay Company Inc.

Blumberg, A. Greenfield, W.(1974). Supervisors and teacher. A Private Cold War. Barkeley, California: McCuthan Publishing Corporation.

Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyana. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya, h. 21.

Crosby, Philip B. (1986). Quality is Free. New York, Mentor Books.

Deming,W. Edwards (1986). Out of the Crisis. MIT Center for Advanced Engineering Study. ISBN 0-911379-01-0

Depdikbud (1994). Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Dasar.

Depdiknas (2008). Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Cet. Ke- 2, h. 895.

Depdiknas (2008). Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Depdiknas (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Depdiknas (2007). Panduan Rintisan Sekolah bertaraf Internasional (SBI) untuk Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.


(52)

Depdikbud (1982). Kepmendikbud RI No.0487/U/1982 tentang Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.

Dick, W. dan Carey, L (1985). Systematic Design of Instruction. Second Edition,Glenview, Illionis:Scott, Foreman and Company.

Djamarah, S.B. dan Azwan Zain (2003). Strategi Belajar Mengajar. Penerbit: Rineka Cipta

Echols, John M dan Hassan Shadily. 1960. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Gaspersz, V. (2005). Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Gibson J.L., dan Ivan Cevich (1993). Organisasi dan Manajemen. Terjemahan: Sulistyo, Jakarta: Erlangga, h. 28.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Harris, B.M.(1985). Supervisory Behavior in Education. New Jersey: Prentice-Hall, lnc., Englewood Cliffs.

Howell, B.(1981). Profile of Principalship. Journal of Educational Leadership, Vol 38, Halaman 333-336.

Johnson, E. (1974). A Meaning for Competency. Athens, Georgia: Competency Based Education Central.

Kaory Ishikawa (1985). Guide to Quality Control, Asian Productivity Organization. New York: UNIPUB.

Katner, Robert (1989). Management. Hougton Mifflin Company.

Krathwohls, David R.,Bloom, Benyamin S., and Masia Bertran, B. (1971). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook II Affective Domain. David Mc Kay Company Inc. Lembaga Kajian Pendidikan Keislaman dan Sosial (LeKDiS), (2005). Standar Nasional Pendidikan. Ciputat: Han.s Print, h. 26-27.

Lovelly, J.T.,Wiles,K.(1983). Supervision for better schools, New York:Prentice-Hall Inc.Engelwood. Cliffs.Nj.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Rosdakarya, h. 67.

Mantja, W.(1990). Supervisi Pengajaran: Kasus Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Negeri Kelompok Budaya Etnik Madura di Kraton, disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon (2005). Apalikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Arikunto, S. (1993). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Alfonso, R.J.Firth, G.H.,& Neville,R.F.(1981). Instructional: A Behavior System. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Australian Commission for UNESCO (1998). Education for the 21st Century in the Asia Pacific Region. Report on the Melbourne UNESCO Conference, Canberra.

Bloom, Benyamin S. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook I Cognitive Domain. David Mc Kay Company Inc.

Blumberg, A. Greenfield, W.(1974). Supervisors and teacher. A Private Cold War. Barkeley, California: McCuthan Publishing Corporation.

Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyana. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya, h. 21.

Crosby, Philip B. (1986). Quality is Free. New York, Mentor Books.

Deming,W. Edwards (1986). Out of the Crisis. MIT Center for Advanced Engineering Study. ISBN 0-911379-01-0

Depdikbud (1994). Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Ditjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Dasar.

Depdiknas (2008). Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Cet. Ke- 2, h. 895.

Depdiknas (2008). Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Depdiknas (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Depdiknas (2007). Panduan Rintisan Sekolah bertaraf Internasional (SBI) untuk Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.


(2)

Depdikbud (1982). Kepmendikbud RI No.0487/U/1982 tentang Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.

Dick, W. dan Carey, L (1985). Systematic Design of Instruction. Second Edition,Glenview, Illionis:Scott, Foreman and Company.

Djamarah, S.B. dan Azwan Zain (2003). Strategi Belajar Mengajar. Penerbit: Rineka Cipta

Echols, John M dan Hassan Shadily. 1960. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Gaspersz, V. (2005). Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Gibson J.L., dan Ivan Cevich (1993). Organisasi dan Manajemen. Terjemahan: Sulistyo, Jakarta: Erlangga, h. 28.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Harris, B.M.(1985). Supervisory Behavior in Education. New Jersey: Prentice-Hall, lnc., Englewood Cliffs.

Howell, B.(1981). Profile of Principalship. Journal of Educational Leadership, Vol 38, Halaman 333-336.

Johnson, E. (1974). A Meaning for Competency. Athens, Georgia: Competency Based Education Central.

Kaory Ishikawa (1985). Guide to Quality Control, Asian Productivity Organization. New York: UNIPUB.

Katner, Robert (1989). Management. Hougton Mifflin Company.

Krathwohls, David R.,Bloom, Benyamin S., and Masia Bertran, B. (1971). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook II Affective Domain. David Mc Kay Company Inc. Lembaga Kajian Pendidikan Keislaman dan Sosial (LeKDiS), (2005). Standar Nasional Pendidikan. Ciputat: Han.s Print, h. 26-27.

Lovelly, J.T.,Wiles,K.(1983). Supervision for better schools, New York:Prentice-Hall Inc.Engelwood. Cliffs.Nj.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Rosdakarya, h. 67.

Mantja, W.(1990). Supervisi Pengajaran: Kasus Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Negeri Kelompok Budaya Etnik Madura di Kraton, disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.


(3)

Marks, S.R. Stoops (1985). Handbook of Education Supervision. A Guide for the practitioner, Boston: Allyn ad Bacon, Inc.

Mouly, George (1973). Psychology for Effective Teaching. Holt Rinehart and Winston: Inc., New York.

Millan, James MC dan Sally Schumacher, 2001. Research in Education. New York: Addison Wesley Longman Inc.

Muhidin, S. Ali dan Maman Abdurrahman (2007). Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Penerbit: Pustaka Setia Bandung.

Murgatroyd, S. & Morgan, C. (1994). Total Quality Management and the School. Buchingham-Philadelphia: Open University Press.

Muslich, M (2008). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Muslim, Sri Banun (2009). Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru. Penerbit: Alfabeta.

Nawawi, Hadari. Administrasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1996), h. 34. Nitisemoto, Alex S.(1996). Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia, h. 101-102 Oliva, P.F.(1984). Supervision for Study’s schools. New York: Thomas Y. Crowell Company.

Peter, Senge (1994). Buku Disiplin ke (lima) Manajemen. Yogjakarta: CV Paung Bonajaya.

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun1990 (1990) tentang Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud.

Purwanto, M. Ngalim (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosadakarya. Cet. Ke- 19, h. 85.

Poerbakawatja, R. Soeganda (1990). Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung. h.183

Poerwadarminta, WJS.(1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, h. 56.

Rebore, Ronald W.(1985). Educational Administration: A Management Approach. Englewood Cliffs, NY: Prentice Hall. Inc.

Roman J. Aldag and Timothy Stearns (1987). Management. Chicago: South Western Publishing Co., h.77.

Slameto (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengeruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Cet. Ke-4, h. 2.


(4)

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukardi, Dewa Ketut (1983). Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional. Cet. Ke-1, h.17.

Suparno, A. Suhaenah (1985). Pengaruh Kondisi Instruksional Terhadap Kecakapan Profesional Calon Guru. Disertasi IKIP Jakarta.

Suparno, A. Suhaenah (2001). Membangun Kompetensi Belajar. Penerbit: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

S. Nasution (1989). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bina Aksara, Jakarta, Cet. III.

Suryabrata, Sumardi (2002). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cet. Ke-2, h.231.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. H. 150.

Tauchid et al (1961). Karya Ki Hajar Dewantara, Taman Siswa, Jogyakarta. UNESCO-PROAP/APNIEVE dan IKIP Bandung (1997) Learning To Live Together in Peace and Harmony, UNESCO – APNIEVE Sourcebook.

---. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

---, (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

---, (2007). Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

---, (2007). Sertifikat Pelatihan Auditor ISO ---, (2006). Sertifikasi Pelatihan ISO 9001:2000

---, (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no. 7 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan ---, (2008). Pedoman Mutu LPMP Sumatera Utara revisi 01

---, (2009). Bahan Kuliah QA. SPsUPI.

Sabri, Alisuf (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Cet. Ke-2, h. 99-100

Short, J (2008). Presentasi Quality Assurance Capacity Building of Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (Education Quality Assurance Institution) and Balai Diklat Keagamaan (Board of Education and Training).


(5)

Simanjuntak, Payaman J. (2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: LPFE UI, h.10-13.

Suprihanto, John (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia II. Jakarta: Karunika UT, h. 22-28

Suryadi, Ace dan Budimansyah, D. (2009). Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional, Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik. Penerbit: Widya Aksara Press Bandung

---, (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Jakart: Depdiknas.

Shewhart, Walter Andrew (1939). Statistical Method from the Viewpoint of Quality Control. New York: Dover. ISBN 0-486-65232-7

Shewhart, Walter Andrew (1980). Economic Control of Quality of Manufactured Product/50th Anniversary Commemorative Issue. American Society for Quality. ISBN 0-87389-076-0

Syafruddin Nurdin dan M. Basyiruddin Usman (2002). Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press, h. 7

Tabrani Rusyan, dkk. (1994). Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya. Cet. 3, h. 3.

Tjiptono, Fandi dan Diana, A (2000). Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Umeidi (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu. Jakarta: Depdikbud.

UUSPN (2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendididkan Nasional. Bandung: Citra Umbara. H. 3

Usman, M.Uzer (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer (2000). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya. Cet. ke-12, h. 16-17.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Cet. Ke-4, h. 247. Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. H. 247.


(6)

Sumber – sumber dari internet:

http://ajisaka.sosblog.com/Ajis-b1/SEKOLAH-STANDAR-NASIONAL-b1-p35.htm

http://www.scribd.com/doc/3371469/Permendiknas-No-41-Tahun-2007.