PEMBINAAN NASIONALISME GENERASI MUDA DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA DENGAN TIMOR LESTE MELALUI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN.
DAFTAR ISI
Hal Halaman Pengesahan ... i Kata Pengantar ... ii Pernyataan Keaslian Penulisan ... iii Lembaran Motto dan Persembahan ...
Ucapan Terima Kasih ...
iv v Abstrak ... viii Daftar Isi ... x Daftar Tabel ... xvii Daftar Gambar ...
Daftar Lampiran ...
xviii xix BAB I. PENDAHULUAN ...
A.Latar Belakang Penelitian ... B. Rumusan Masalah ... C.Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Asumsi Penelitian ... F. Struktur Organisasi ...
1 1 9 10 11 12 13
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... A. Pembinaan Nasionalisme ...
15 15
(2)
Remon Bakker, 2012
1. Pengertian Pembinaan Nasionalisme ... 2. Pembinaan Nasionalisme Dalam Tripusat Pendidikan... 3. Ruang Lingkup Pembinaan Nasionalisme ... 4. Strategi Pembinaan Nasionalisme di Sekolah ... 5. Prinsip Dasar Pembinaan Nasionalisme ... 6. Komponen Pembinaan Nasionalisme ... 7. Indikator Keberhasilan Program Pembinaan Nasionalisme ...
B. Konsep Nasionalisme ... 1. Arti dan Makna Nasionalisme ... 2. Berbagai Bentuk, Jenis, Aspek, dan Model Nasionalisme ... 3. Sejarah Pembentukan Nasionalisme ... 4. Berbagai Persoalan Nasionalisme dalam Tantangan Peradaban Global ...
C. Nasionalisme Indonesia ... 1. Pengertian Nasionalisme Indonesia ... 2. Perkembangan Pemikiran dan Pembentukan Nasionalisme Indonesia ... 3. Nasionalisme Indonesia Dalam Tantangan Global dan Lokal ... 4. Pentingnya Nasionalisme Indonesia Dalam Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa, dan Bernegara ...
D. Generasi Muda ... 1. Pengertian Generasi Muda ...
15 17 22 35 40 45 49
55 55 59 62 69
74 74 76 81
88
90 90
(3)
2. Peran dan Kedudukan Generasi Muda Dalam Pembangunan
Bangsa dan Negara ... 3. Tantangan Generasi Muda dalam Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa, dan Bernegara ...
E. Wilayah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste ... 1. Wilayah Perbatasan Wilayah Secara Boundaries dan Frontier... a. Wilayah Perbatasan Secara Boundaries ... b. Wilayah Perbatasan Secara Frontier... 2. Perbandingan Wilayah Perbatasan Laut dan Darat antara Indonesia
dengan Timor Leste ... a. Wilayah Perbatasan Laut ... b. Wilayah Perbatasan Darat ...
F. Pendidikan Kewarganegaraan ... 1. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan ... 2. Komponen Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 3. PKn Sebagai Wadah Pembinaan Nasionalisme dan Integrasi Nasional ...
G. Kajian Terdahulu Tentang Pembinaan Nasionalisme Generasi Muda dan Pendidikan Kewarganegaraan ...
92
96
100 100 100 109
111 111 115
118 118 130 136
140
(4)
Remon Bakker, 2012
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 1. Lokasi Penelitian ... 2. Subjek Penelitian ... B. Pendekatan Penelitian ... C. Metode Penelitian ... D. Definisi Operasional ... 1. Pembinaan Nasionalisme ... 2. Generasi Muda ... 3. Wilayah Perbatasan ... 4. Pendidikan Kewarganegaraan ... E. Instrumen Penelitian ... F. Proses Pengembangan Instrumen ... G. Teknik Pengumpulan Data ... 1. Wawancara ... 2. Observasi ... 3. Studi Dokumentasi ... H. Analisis Data ... 1. Reduksi Data ... 2. Penyajian Data ... 3. Penarikan Kesimpulan ...
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...
145 145 145 149 154 157 157 158 159 160 161 161 168 170 173 176 178 180 181 182 183 183
(5)
1. Letak SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... 2. Sejarah Terbentuknya SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... 3. Visi dan Misi Sekolah ... 4. Sarana dan Prasarana Sekolah ... 5. Administrasi Sekolah ... 6. Struktur Organisasi Sekolah ... 7. Keadaan Siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... 8. Kegiatan Rutin dan Ekstrakurikuler SMA Negeri 2
Pulau-pulau Terselatan ... 9. Prestasi yang pernah diraih oleh siswa-siswa SMA Negeri 2
Pulau-pulau Terselatan ...
183 184 186 187 187 192 193
194
197
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 1. Realitas Nasionalisme generasi muda di Wilayah Perbatasan
Indonesia dengan Timor Leste Melalui Pendidikan Kewarganegaraan khususnya bagi para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan
Kabupaten Maluku Barat Daya... 2. Proses pembinaan generasi muda terutamanya bagi para siswa
SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di wilayah Perbatasan Indonesia dengan
Timor Leste di Kabupaten Maluku Barat Daya... 3. Faktor-faktor penghambat dan penunjang yang dapat diwujudkan
dalam proses pembinaan nasionalisme khususnya para siswa pada SMA
200
200
(6)
Remon Bakker, 2012
Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan sebagai generasi muda bangsa dan negara di Kabupaten Maluku Barat Daya melalui pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan ... 4. Peran dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam proses pembinaan
nasionalisme Generasi muda khususnya para siswa SMA
Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya
melalui Pendidikan Kewarganegaraan ...
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Gambaran Umum SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... 2. Realitas Nasionalisme generasi muda di Wilayah
Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste Melalui Pendidikan Kewarganegaraan khususnya bagi para siswa SMA Negeri 2
Pulau-pulau Terselatan... 3. Proses pembinaan generasi muda terutamanya bagi para siswa SMA
Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di wilayah Perbatasan Indonesia dengan
Timor Leste di Kabupaten Maluku Barat Daya ... 4. Faktor-faktor penghambat dan penunjang yang dapat
diwujudkan dalam proses pembinaan nasionalisme khususnya para siswa pada SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan sebagai generasi muda bangsa dan negara di Kabupaten Maluku Barat Daya melalui pembelajaran Pendidikan
227
232
239 240
248
(7)
Kewarganegaraan... 5. Peran dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam
proses pembinaan nasionalisme Generasi muda khususnya para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten
Maluku Barat Daya melalui Pendidikan Kewarganegaraan ...
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... 1. Kesimpulan Umum... 2. Kesimpulan Khusus ... B. Saran ...
274
282
296 296 296 297 300
Daftar Pustaka 303
(8)
Remon Bakker, 2012
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 4.1. Keadaan Guru SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... Tabel 4.2. Keadaan Siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... Tabel 4.3. Kegiatan Rutin SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... Tabel 4.4. Kegiatan Ekstrakurikuler SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... Tabel 4.5. Materi Pembinaan Nasionalisme Melalui Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan ... 192 194 219 224
271
(9)
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1. Paradigma Rumpun Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun 2008... Gambar 3.1. Komponen-Komponen Dalam Analisi Data (Interactive Model) ... Gambar 4.1. Denah Lokasi SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... Gambar 4.2. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ...
126 180 217 148
(10)
Remon Bakker, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Hal I. Instrumen Penelitian... II. Pedoman Observasi... ... III. Pedoman Wawancara ... 1. Untuk Guru ... 2. Untuk siswa ... 3. Untuk Kepala Sekolah, Wakasek Bidang Kesiswaan dan Guru
Bimbingan Konseling ... IV. Hasil Observasi Kegiatan Guru Dalam Proses pembinaan Nasionalisme melalui
Pendidikan Kewarganegaraan ... V. Rencana Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pemetaaan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 314 316 317 317 320
323
326
(11)
VI. Hasil Wawancara:... 1. Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 2. Wawancara dengan Wakasek Bidang Kesiswaaan ... 3. Wawancara dengan Guru Bimbingan Konseling ... 4. Wawancara dengan Guru PKn I ... 5. Wawancara dengan Guru PKn II ... 6. Wawancara dengan Siswa ... VII. Dokumentasi Penelitian:... 1. Monumen/ Pilar Perbatasan Laut Indonesia dengan Timor Leste ... 2. Lokasi SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... 3. Ruang Kantor Kepala Sekolah, Guru, dan Tata Usaha SMA Negeri 2
Pulau-pulau Terselatan ... 4. Ruang Kelas/ Ruang KBM SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... 5. Ruang Perpustakaan SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan ... 6. Pembinaan Nasionalisme Melalui Pembelajaran PKn ... 7. Pembinaan Nasionalisme Melalui Kegiatan Rutinitas Sekolah ... 8. Pembinaan Nasionalisme melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Sekolah ...
336 336 339 341 344 347 350 364 364 365
366 367 368 369 370 371
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang memiliki keragaman suku, agama, dan ras, serta wilayah yang sangat luas terdiri dari ribuan pulau yang berdiri pada pertengahan abad ke-20 atau persis melalui proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945 yang bernaung di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konsep negara kesatuan lahir dari adanya pemikiran negara kesatuan mengenai keinginan warga masyarakat suatu negara dalam upaya untuk membentuk suatu kesatuan yang kokoh sebagai salah satu bingkai dasar pengikat yang bersifat nasional dan bercita-cita nasional dengan mengedepankan persatuan (union) dan kesatuan (unity).(Riyanto,2006:51).
Dalam konteks NKRI, makna dan hakikat Negara Republik Indonesia memandang bahwa keberadaan jati diri dan lingkungan, pada dasarnya merupakan penjabaran dari falsafah bangsa sesuai dengan wilayah dan fakta sejarah yang dialaminya. Hal ini menentukan cara suatu bangsa dalam memanfaatkan kondisi goegrafis, sejarah, sosial-budayanya dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasionalnya serta suatu bangsa dapat memandang diri dan lingkungannya baik ke dalam maupun ke luar.Sebagai negara kesatuan, Bangsa Indonesia harus tetap memiliki daya pengikat yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa yang disebut dengan nasionalisme.Namun tantangan ini semakin dirasakan manakala bangsa Indonesia dihadapkan pada dua kekuatan utama yang dapat menghimpit nasionalisme Indonesia sendiri, yakni adanya kecenderungan globalisasi, dan kekuatan primordialisme yang melahirkan pemikiran desentralisasi.
(13)
Globalisasi yang tengah berlangsung ini sebagai akibat dari adanya kemajuan teknologi dan informasi komunikasi, yang telah membawa berbagai perubahan pada segala aspek kehidupan manusia. Kemajuan tersebut sedang dan akan mengubah peradaban masyarakat dunia, sehingga globalisasi identik dengan dunia yang transparan, dengan memiliki konsep pengurangan kedaulatan suatu negara, penghilangan batas wilayah sebuah negara, kecanggihan teknologi, penyempitan ruang dunia dan pengembangan transaksi perdagangan berdasarkan kepada pemikiran perdagangan bebas.Senada dengan hal tersebut, Wahab dan Sapriya (2011:246) mengatakan bahwa:
Kehidupan manusia dalam era globalisasi telah terbawa pada suatu arus yang mengharuskan kita mengubah cara pandang terhadap diri kita sendiri maupun cara pandang terhadap orang lain. Pandangan suatu bangsa atau negara yang berpaling dari pandangan global hanya akan membuat negara atau bangsa itu terisolir. Dalam era globalisasi tak ada satu bangsa atau negara pun di dunia ini yang dapat bersembunyi atau mengisolasikan diri dari pengaruh globalisasi, yang menjadi hal penting bagi bangsa Indonesia adalah mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan berdasarkan kesadaran akan adanya kebhinekaan didalamnya.
Perkembangan globalisasi dalam kehidupan masyarakat dunia dengan batas-batas wilayah negara baik dalam segi geografis maupun politik tetap ada, namun kehidupan dalam suatu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, inovasi, industri, dan konsumen yang makin individualistik. Hal tersebut dikarenakan globalisasi pada intinya ingin mewujudkan negara tanpa batas (borderless), kehidupan yang tanpa batas akan mengurangi kedaulatan suatu negara.
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa keutamaan globalisasi ialah suatu tatanan masyarakat yang mendunia akan dapat mengancam dan melunturkan nilai-nilai budaya suatu bangsa. Sebagaimana kita ketahui, sesungguhnya bahwa masalah nasionalisme Indonesia sangatlah kompleks, kepercayaan diri dan kebanggaan akan simbol-simbol budaya bangsa sendiri semakin menunjukan penurunan dalam berbagai
(14)
pembangunan sekarang ini. Dalam istilah Suryadi dalam Soemantri, (2008:30) kondisi ini disebutkan bahwa:
Kebangsaan Indonesia berayun di antara dua karang.” Terutama pada masyarakat yang berdiam di daerah perbatasan dengan negara lain yang pada akhir-akhir ini sudah mulai menunjukkan gejala semakin terkikis dan memudar nilai nasionalisme Indonesia.
Persoalan tersebut muncul dari adanya fenomena yang terjadi di lingkungan kehidupan masyarakat di perbatasan negara Indonesia dengan negara Timor Leste, yakni dengan kehadiran produk-produk negara lain baik secara fisik maupun non-fisik, serta lemahnya wawasan kebangsaan masyarakat di perbatasan negara Indonesia dengan Timor Leste semakin membuktikan bahwa lemahnya semangat nasionalisme bangsa. Bahkan pengenalan akan simbol-simbol kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia seperti bendera, bahasa, lagu kebangsaan, dan sebagainya sangat minim sekali dilakukan. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun juga terjadi pada anak-anak usia sekolah yang bahkan mereka sangat kurang mengetahui mengenai identitas nasionalnya. Namun sebaliknya, simbol budaya asing justru lebih diminati dan semakin populer di kalangan generasi muda saat ini. Interaksi tanpa batas yang terjadi pada generasi muda dengan warga negara lain membawa dampak yang dapat mempengaruhi pola pikir, sifat dan perilaku mereka baik kearah positif maupun negatif. Hal itu, dikuatkan dengan pendapat Budimansyah dan Suryadi (2008:164) yang mengatakan bahwa:
Perubahan global yang mengakibatkan adanya ketergantungan manusia terhadap teknologi yang melahirkan suatu gaya hidup (a new life style) yang dapat diserap dengan cepat oleh masyarakat yang diakibatkan oleh majunya teknologi informasi. Di pihak lain, hal ini tidak diimbangi dengan upaya pemerintah secara maksimal dalam membina masyarakat khususnya generasi muda di wilayah perbatasan negara.
Karakteristik gaya hidup tersebut ialah kehidupan dunia yang dilandasi oleh persaingan dan pemujaan terhadap berbagai penyelesaian persoalan secara instan telah menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini. Kecenderungan inilah
(15)
yang perlu diantisipasi, sehingga adopsi teknologi tidak melangkahi nilai-nilai dasar yang menjadi fundamen kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Ini berarti bahwa manusia Indonesia harus dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat global dalam tatanan yang mendunia. Seiring dengan perkembangan dunia yang mengglobal tersebut, Arianto dalam Budimansyah dan (2006:213) mengatakan bahwa:
Indonesia memiliki masalah yang multi dimensional mulai dari beragamnya etnis atau suku bangsa, ragam bahasa, agama, kepercayaan, jumlah penduduk yang tersebar disekian banyak pulau sampai persoalan keamanan dan potensi disintegrasi bangsa.Berbagai kajian ilmiah yang berkaitan dengan konflik yang bernuansa etnik dan agama di beberapa daerah di Indonesia.Salah satu penyebabnya adalah akibat dari lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kehidupan berbangsa dan bernegara. Konflik akan muncul apabila tidak ada distribusi nilai yang adil kepada masyarakat. Perbedaan ras pada masyarakat menjadi penanda awal yang secara budaya sudah dilabelkan hambatan-hambatannya, yakni prasangka rasial. Prasangka rasial ini sangat sensitif karena melibatkan sikap seseorang ataupun kelompok etnik tertentu terhadap etnik lain. Prasangka ini juga bisa muncul oleh situasi sosial, sejarah masa lalu, stereotype dan etnosentrisme yang menjadi bagian dalam kebudayaan kelompok tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dinamika dan perkembangan masyarakat Indonesia ke depan sangat dipengaruhi oleh pola-pola hubungan-hubungan antar etnis. Kondisi tersebut diperparah dengan lemahnya nasionalisme warga negara, sehingga mengakibatkan berkembangnya nasionalisme yang berbasis identitas-identitas primordialisme seperti etnis, suku dan ras.Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih luas, nasionalisme etnikdidefinisikan sebagai doktrin yang melekat pada suatu kelompok masyarakat yang merasa memiliki perbedaan budaya, sejarah, maupun prinsip-prinsip hidup tersendiri sehingga mereka merasa perlu memiliki sebuah pemerintahan sendiri di luar pemerintahan yang sah.Nasionalisme etnik dapat pula dipahami sebagai bentuk hilangnya loyalitas dari suatu kelompok masyarakat tertentu terhadap sebuah ikatan yang lebih besar, yakni bangsa dan negara Indonesia. Jika fenomena nasionalisme etnik berlangsung dalam jangka waktu lama, maka bukan tidak mungkin NKRI akan berpotensi
(16)
terjadi disorientasi terhadap wawasan kebangsaan seperti yang dinyatakan oleh Suryadi dalam Soemantri, (2008:29) bahwa:
“…di saat sekelompok orang menjadi pemuja gagasan global dan nyaris terperosok ke dalam westronomia, muncul sekelompok orang dengan orientasi primordialisme yang kental, fanatisme yang sempit, etnosentris yang menjadi-jadi, sehingga demokrasi dan hak-hak sosial dikapling berdasarkan status kepribumian dan asal usul geneologi. Landscape nusantara telah dikotak-kotakan menurut kamus kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi telah jungkir balik”.
Fenomena nasionalisme Indonesia dengan segala persoalannya saat ini menjadi suatu wacana penting yang patut untuk diperhatikan.Salah satunya adalah menyangkut hubungan antara nasionalisme dengan fenomena kebangkitan sentimen primordialisme atau etnisitas di daerah perbatasan negara. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi untuk kembali pada nilai-nilai primordialisme dimungkinkan makin tumbuh dan menguat setelah reformasi berlangsung, persoalan kebangkitan sentimen primordialisme baik dalam ekspresi keetnisan maupun keagamaan.Penting untuk dipahami sebab eksistensi nasionalisme sebagai sumber motivasi untuk mempersatukan keragaman masyarakat dan seluruh teritorial bangsa, dapat goyah ketika sentimen primordialisme menguat dan menunjukan potensi memperlemahkan komitmen nilai kebangsaan tersebut.Oleh karena itu, nasionalisme kewarganegaraan Indonesia menurut Suryadi dalam Soemantri,(2008:30) bahwa:
“ Kebangsaan Indonesia berayun di antara dua karang, di satu sisi nasionalisme Indonesia harus mampu menghadapi kecenderungan global, namun di sisi lain dihimpit oleh tarikan primordialisme yang membonceng ide desentralisasi. Civic Nationalisme (nasionalisme kewargaan) diketengahkan sebagai entitesanasionalisme berdasarkan etnik (ethnonasionalisme) yang menjamin kesederajatan warga negara yang berbeda agama, suku, dan perbedaan primordialisme lainnya.Civic Nationalisme berkarakter demokratis karena mengakui kemartabatan rakyat, sekaligus berdimensi etis karena perbedaan primordialisme dipandang sebagai ordinal semata. Di sisi lain, ethno nationalisme berbasis identitas primordial, dalam sudut pandang ekstrim, ethno nationalism memandang doktrin yang melekat pada sekelompok masyarakat yang memiliki “wilayah etnik” yang eksklusif, yang karenanya merasa perlu memiliki pemerintahan tersendiri membangun nasionalisme kewargaan bukan saja menuntut kesadaran, pentingnya membangun komunitas yang majemuk, tetapi juga menumbuhkan warganegara yang partisipatif dalam menyelesaikan persoalan di
(17)
sekelilingnya. Hal terakhir tidak kalah pentingnya karena nasionalisme sejatinyaadalah keterikatan dan keterlibatan”.
Sehubungan dengan hal tersebut, realitas letak wilayah Provinsi Maluku khususnya Kabupaten Maluku Barat Daya yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste, bukan tidak mungkin bahwa kondisi ini akan semakin terkikisnya sikap dan nilai nasionalisme anak bangsa khususnya generasi muda yang merupakan bagian dari masyarakat di daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain. Pada hakikatnya permasalahan ini tidak perlu dibiarkan terjadi berlarut-larut, kita harus mengkajinya terutama dari segi pendidikan kewarganegaraan.Sebab nasionalisme dan semangat kebangsaan tidak dapat dipelihara dengan sendirinya, melainkan perlu pembinaan secara berkesinambungan dari berbagai pihak, baik individu, keluarga, sekolah maupun masyarakat.Di kawasan atau wilayah perbatasan khususnya perlu mendapat pembinaan secara berkesinambungan tersebut, maka sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peranan dan tanggung jawab yang besar dalam mempersiapkan dan membentuk warga negara yang mempunyai rasa cinta terhadap bangsanya sendiri. Dalam kaitan dengan hal ini, Tri Poetranto dalam Buletin Puslitbang Strahan Balitbang Dephan (2008:4-6) mengemukakan bahwa nilai strategis mengapa daerah perbatasan diperhatikan pembinaannya, yakni:
a. Daerah perbatasan mempunyai pengaruh penting bagi kedaulatan negara;
b. Daerah perbatasan merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya;
c. Daerah perbatasan mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara; dan
d. Daerah perbatasan mempunyai pengaruh terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional.
Di sisi lain, semangat nasionalisme dalam suatu bangsa yang terbangun sejak zaman kemerdekaan lalu masih tetap relevan dengan dunia masa kini. Bagi Indonesia, rumusan
(18)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, yakni membangun sebuah negara kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, membina persahabatan dalam pergaulan antar bangsa, menciptakan perdamaian dunia yang berlandaskan keadilan, serta menolak penjajahan dan segala bentuk eksploitasi yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Upaya mengembangkan paham kebangsaan itu dengan sendirinya akan menyesuaikan diri dengan tantangan perubahan zaman. Nasionalisme harus memperkuat posisi ke dalam dengan memelihara dan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah NKRI.Nasionalisme harus dibangun berdasarkan kepentingan yang konkrit, untuk hidup dan merasakan permasalahan bangsa dalam segala bidang, yakni politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan dan keamanan yang secara langsung maupun tidak langsung akan dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dengan begitu, Menurut Wahab dalam Budimansyah dan Suryadi, (2008:70) mengatakan bahwa:
Kebangsaan Indonesia harus dilestarikan secara defenisif, antisipastif dan dinamis untuk mengatasi perubahan sistem sosial yang terukur karena batasan-batasanditentukan berdasarkan tantangan masa kini dan masa depan bukan sekedar utopia masa lalu (terselimut dalam rasa ketakutan), ataupun khayalan masa depan yang terlalu imajiner. Pemikiran yang nyata yang sangat diperlukan untuk membangun suatu bangsa yang kuat dan mempunyai cita-cita luhur.Tuntutan semacam itu harus direspons oleh berbagai elemen dalam masyarakat termasuk elemen fundamental yaitu pendidikan yang bertanggung jawab untuk mengembangkan manusia-manusia, warga negara atau warga masyarakat untuk terbina warga negaranya.
Dalam mengatasi perubahan sistem sosial, maka dibutuhkan suatu proses pendidikan yang dapat mengembangkan individu sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Oleh karena itu, Lickona, (1992) dalam Budimansyah dan Suryadi,(2008:70) mengatakan bahwa:
“... pada dasarnya pendidikan mempunyai tujuan besar yakni mengembangkan individu dan masyarakat yang “smart and good” yang artinya bahwa tujuan pendidikan tidak lain adalah untuk mengembangkan individu dan masyarakat agar cerdas (smart) dan baik (good) “.
(19)
Dengan demikian, agar bangsa dan negara ini mendapatkan kembali nilai-nilai kebangsaan dan memiliki peran yang signifikan dalam konteks interdependensi kehidupan, baik yang terjadi dalam skala lokal, nasional, regional maupun global, maka pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu meningkatkan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya generasi muda akan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan pembinaan nasionalisme yang dapat dilakukan dengan senantiasa memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan bernegara dalam kehidupan bermasyarakat.Terkait dengan hal tersebut, maka menurut Budimansyah (2002:11) bahwa:
Anak adalah warga negara hipotetik, yakni warga negara yang “belum jadi” karena masih harus dididik menjadi warga negara dewasa yang sadar akan hak dan kewajibannya. Masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya yang dipersiapkan untuk menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya. Keinginan tersebut lebih tepat disebut sebagai perhatian yang terus tumbuh terutama dalam masyarakat demokratis.
Pertimbangan akan pentingnya pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaraan, diperkuat dengan hasil penelitian terdahulu, Sapriya (2006), dan Budimansyah (2010) yang menunjukan bahwa:
Nasionalisme bangsa Indonesia perlu untuk dibina secara berkesinambungan guna menjadi warga negara yang baik dan cerdas khususnya bagi generasi muda guna menghadapi berbagai tantangan dewasa ini.
Terkait dengan permasalahan tersebut, maka penulis terdorong dan cenderung untuk mengkaji lebih mendalam tentang masalah tersebut sekaligus sebagai objek penelitian dalam rangka penulisan ilmiah ini dengan judul: “Pembinaan Nasionalisme Generasi Muda Di Wilayah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Kasus Pada SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten
(20)
B.Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian diatas, maka yang menjadi suatu masalah pokok atau fokus penelitian yakni “ Bagaimanakah Pembinaan Nasionalisme Generasi Muda di Wilayah Perbatasan Indonesia Dengan Timor Leste Melalui Pendidikan Kewarganegaraan ? ”. Selanjutnya, mengingat luasnya permasalahan tersebut, maka untuk mempertegas dan memperjelas permasalahan perlu dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah realitas nasionalismegenerasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui pendidikan kewarganegaraan khususnya bagi para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya ?
2. Bagaimanakah proses pembinaan generasi muda terutamanya bagi para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di wilayah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di Kabupaten Maluku Barat Daya ?
3. Faktor-faktor penghambat dan penunjang apa sajakah yang dapat diwujudkan dalam proses pembinaan nasionalisme khususnya para siswa pada SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan sebagai generasi muda bangsa dan negara di Kabupaten Maluku Barat Daya melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?
4. Bagaimanakah peran dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam proses pembinaan nasionalisme Generasi muda khususnya para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya melalui Pendidikan Kewarganegaraan ?
(21)
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dalam penelitian ini tidak lain adalah untuk mengkaji dan mengungkapkan lebih dalam mengenai bagaimana Pembinaan Generasi Muda di Wilayah Perbatasan Indonesia-Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaraan khususnya pada siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya. Dan khusus tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui :
a. Realitas nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui pendidikan Kewarganegaraan khususnya para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya ?
b. Proses pembinaan generasi muda terutamanya bagi para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan melalui Pendidikan Kewarganegaraan di wilayah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di Kabupaten Maluku Barat Daya ? c. Faktor-faktor penghambat dan penunjang apa sajakah yang dapat diwujudkan
dalam proses pembinaan nasionalisme khususnya para siswa pada SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan sebagai generasi muda bangsa dan negara di Kabupaten Maluku Barat Daya melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ?
d. Bagaimanakah peran dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam proses pembinaan nasionalisme Generasi muda khususnya para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya melalui Pendidikan Kewarganegaraan ?
(22)
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini memberikan manfaat dari segi pemahaman ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan pemahaman mengenai proses pembinaan nasionalisme generasi muda dan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap lembaga pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam rangka pembentukan dan pembinaan nasionalisme berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan informasi kepada:
a. Pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya dan generasi muda Kabupaten Maluku Barat Daya khususnya Para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya untuk memahami secara positif Pembinaan Nasionalisme di wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya,
b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada semua pembaca untuk menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa yang baik demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia,
c. Memberikan pemahaman kesadaran akan pentingnya hidup bersama sesuai dengan Pancasila, sehingga pemerintah dan masyarakat mampu menata kehidupan pribadi, keluarga, organisasi dan negara dengan prinsip lebih mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi atau golongan.
(23)
d. Agar hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi penelitian yang lebih mendasar, sekaligus sebagai informasi dan diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang Pembinaan Nasionalisme Generasi Muda di Wilayah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste Melalui Pendidikan Kewarganegaraan khususnya di daerah Kabupaten Maluku Barat Daya- Provinsi Maluku.
E. Asumsi Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka yang menjadi asumsi dalam penelitian ini adalah; Pertama, Pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan merupakan suatu hal yang amat penting bagi negara Indonesia, hal ini merupakan suatu upaya dalam mengembangkan dan menumbuhkan kesadaran warga negara khususnya generasi muda di wilayah perbatasan, hal ini ditandai dengan adanya perubahan global yang mengakibatkan adanya ketergantungan manusia terhadap teknologi yang melahirkan suatu gaya hidup (a new life style) yang dapat diserap dengan cepat oleh masyarakat yang diakibatkan oleh majunya teknologi informasi sehingga mengubah pola perilaku khususnya bagi generasi muda. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab dari lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kehidupan berbangsa dan bernegara.Sehingga konflik akan muncul apabila tidak ada distribusi nilai yang adil kepada masyarakat,(Budimansyah dan Suryadi, 2008:164).
Kedua, sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat diperlukan adanya suatu kesadaran kebangsaan atau nasionalisme dalam diri setiap warga negara di wilayah perbatasan sehingga di perlukan suatu pemahaman akan kehendak bangsa untuk bersatu
(24)
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan syarat utama dalam mewujudkan nasionalisme nasional.
Ketiga, nasionalisme bangsa Indonesia perlu dibina secara berkesinambungan bagi generasi muda guna menghadapi berbagai tantangan dewasa ini. Berkaitan dengan hal tersebut, setiap warga negara khususnya generasi muda perlu memiliki semangat nasionalisme dalam mempertahankan eksistensi persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu, perlu adanya pembinaan sikap nasionalisme yang dilakukan secara sistematis, programatis, integrated, dan berkesinambungan bagi generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste khususnya pada Siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku. Salah satu strategi yang paling penting dalam pembinaan nasionalisme yakni melalui Pendidikan Kewarganegaraansebagai sarana untuk menumbuhkembangkan pembinaan nasionalisme yang dapat dilakukan dengan senantiasa dalam memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan bernegara dalam kehidupan bermasyarakat.
F. Struktur Organisasi
Adapun struktur organisasi dalam penulisan tesis yang berjudul : “ Pembinaan Nasionalisme Generasi Muda di Wilayah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste Melalui Pendidikan Kewarganegaraan” (Studi kasus Pada SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku) ini dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I: Berisikan Pendahuluan, yang terdiri atas; (a) latar belakang masalah; (b) rumusan masalah; (c) tujuan penulisan; (d) manfaat penulisan; (e) defenisi konseptual, dan; (f) Struktur organisasi
(25)
BAB II: Berisi Kajian Pusataka, memuat penjelasan tentang konsep atau teori, dalil dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yaitu Pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaaan (Studi Kasus Pada SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku), serta kajian penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. BAB III: Berisi Metode Penelitian, yang terdiri atas; pendekatan penelitian,
metode Penelitian, Subjek penelitian dan sumber data, sampling penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, keabsahan temuan penelitian, Tahap-tahap pelaksanaan penelitian
BAB IV: Berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, terdiri atas pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, serta pembahasan atau analisis temuan. BAB V: Berisi Kesimpulan dan Saran, yang memuat penafsiran dan pemaknaan
(26)
BAB III
METODE PENELITIAN
Adapun hal-hal yang menjadi bagian dari metode penelitian, yakni; lokasi dan subjek penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Berkaitan dengan permasalahan yang hendak diteliti adalah fenomena kehidupan sosial masyarakat khususnya generasi muda, maka pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian tentang pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaraan ialah SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku.
2. Subjek Penelitian
Berkaitan dengan penelitian ini, maka teknik penentuan subjek penelitian dimaksudkan agar peneliti dapat sebanyak mungkin memperoleh informasi dan segala komplesitas yang berkenaan dengan pembinaan nasionalisme yang diperlukan. Meskipun demikian, pemilihan subjek penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari persamaan yang mengarah pada pengembangan generalisasi, melainkan untuk mencari informasi secara rinci yang sifatnya spesifik yang memberikan citra khas dan unik.
(27)
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian, yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process), sejalan dengan hal tersebut Alwasilah, (2003:145-146), menguraikan kriteria-kriteria dalam menetapkan subjek penelitian antara lain;
a. Latar, merupakan situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni di dalam maupun di luar sekolah wawancara di rumah, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal, berkomunikasi resmi dan berkomunikasi tidak resmi,
b. Pelaku yang dimaksudkan adalah pakar yang berlatar keilmuan terkait dengan dimensi tertentu serta banyak menaruh perhatian yang tinggi terhadap fokus penelitian;
c. Peristiwa, adalah pandangan, pendapat dan penilaian tentang peranan suatu kajian ilmu dalam proses pengembangan diri dari subjek yang dimintai penjelasan yang disampaikan secara individual baik dalam kegiatan belajar mengajar.
d. Proses, adalah wawancara peneliti dengan subjek penelitian berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian tertentu.
Informasi dan data aktual yang akan didapatkan oleh peneliti baik dalam bentuk lisan maupun tulisan pada penelitian kualitatif berturut-turut menjadi data primer dan sekunder penelitian. Data primer yang dikumpulkan mencakup persepsi dan pemahaman individu serta deskripsi lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian, sedangkan data sekunder merupakan data mengenai jumlah individu dan kualifikasinya serta berkas kertas kerja yang dapat mengungkapkan informasi, tentang pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku.
Berdasarkan bentuk-bentuk data ulang akan dikumpulkan dalam penelitian ini, maka sumber-sumber data penelitian ini meliputi manusia, benda dan peristiwa. Manusia dalam penelitian kualitatif merupakan sumber data, berstatus sebagai informan mengenai fenomena atau masalah sesuai dengan fokus penelitian. Benda
(28)
peristiwa merupakan informasi yang menunjukan kondisi yang berhubungan langsung dengan proses pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka fokus masalah penelitian ini, memiliki unit-unit akan di analisis adalah: (a) realitas nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste khususnya bagi para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya melalui pendidikan kewarganegaraan ?, (b) proses pembinaan generasi muda terutamanya bagi para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan dalam menghadapi tantangan globalisasi di wilayah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di Kabupaten Maluku Barat Daya ?, (c) faktor penghambat dan faktor penunjang dalam proses pembinaan nasionalisme khususnya para siswa pada SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan sebagai generasi muda bangsa dan negara di Kabupaten Maluku Barat Daya dalam menghadapi tantangan globalisasi ?, (d) Peran dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam proses pembinaan nasionalisme Generasi muda khususnya para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan di Kabupaten Maluku Barat Daya pada konteks globalisasi di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia ?
Adapun sumber data untuk unit-unit analisis tersebut adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswanaan, Guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP), Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Pegawai Tata Usaha Sekolah dan siswa, termasuk dokumen tentang kebijakan-kebijakan penyelenggaraan serta dokumen sekolah yang relevan dengan fokus penelitian.
Teknik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan yang nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif, sampel dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk melakukan generalisasi, sehingga sampel
(29)
benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi. Dalam penelitian berparadigma alamiah, sebagaimana dijelaskan Lincoln dan Guba (1985: 199-200) bahwa:
All sampling is done with some purpose in mind. Within the conventional paradigm that purpose almost always is to define a sample that is some sense representative of population to which it is desired sense that every element in the population has an equal change of being chosen.
Menurut Moleong (1995:165) bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Maksudnya sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukan memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi, melainkan untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam rumusan konteks yang unik. Di samping itu, sampling ini dimaksudkan untuk menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif ini tidak ada sapel acak, tetap sampel bertujuan (purposive sampling). Terkait dengan hakekat penelitian kualitatif, maka Bodgan dan Biklen, (1982) mengatakan bahwa:
Subjek dalam penelitian ditentukan secara snow ball sampling, artinya subjek penelitian relatif sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian, namun subjek penelitian dapat terus bertambah sesuai keperluannya.
Dalam penelitian ini, teknik snowball sampling dilakukan apabila dalam pengumpulan datanya tidak cukup hanya dari satu sumber, maka dapat dikumpulkan juga data sumber-sumber-sumber lain yang berkompeten. Misalnya, jika pengumpulan data tidak cukup, hanya kepala sekolah saja, maka dikumpulkan juga dari pihak Dinas Pendidikan dan Olahraga, komite sekolah, guru, siswa dan/atau dari masyarakat pengguna jasa kependidikan. Teknik-teknik penentuan jumlah subjek
(30)
B. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian mengenai “pembinaan nasionalisme generasi muda dalam
menghadapi tantangan globalisasi di wilayah perbatasan negara Indonesia dengan Timor Leste “ ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan upaya dan usaha kuantitatif atau dengan perhitungan-perhitungan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif. Oleh karena itu, Creswell (1998:15) menegaskan bahwa:
Qualitative research is inquiry process of understanding based on distinct methodological tradition of inqury that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, reports detailes views of informants, and conducts the study in a natural setting”. Artinya bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia.
Peneliti membuat gambaran kompleks yang bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Van Dyke (1965) mengartikan pendekatan dalam penelitian ini sebagai:
“ An approach consists or criteria of selection-criteria employed in selecting the problems or questions to consider and in selecting the date to bring to bear; it consists of standards governing the inclusion of question and date “. Artinya bahwa suatu pendekatan terdiri dari ukuran-ukuran pemilihan, ukuran-ukuran yang digunakan dalam memilih masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan untuk dipertimbangkan dan dalam memilih data yang diperlukan diadakan; ini terdiri dari ukuran-ukuran baku yang menetapkan pemasukan atau pengeluaran pertanyaan-pertanyaan dan data.
Berkaitan dengan berbagai pertanyaan dalam suatu penelitian menggambarkan bahwa suatu pendekatan mengandung mengandung kriteria pemilihan yang dipergunakan dalam menentukan masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan dan data penelitian. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa pendekatan atau ancaman ilmiah merupakan bentuk
(31)
sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berimplikasi pada penggunaan ukuran-ukuran kualitatif secara konsisten, artinya dalam pengolahan data, sejak mereduksi, menyajikan, dan memverifikasi serta menyimpulkan data tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif.
Karakteristik pokok yang menjadi perhatian penelitian kualitatif adalah kepedulian terhadap makna. Dalam hal ini penelitian naturalistik tidak peduli terhadap persamaan dari objek penelitian, melainkan sebaliknya, mengungkapkan pandangan tentang kehidupan dari orang-orang yang berbeda-beda. Pemikiran ini didasarkan pada kenyataan bahwa makna yang ada dalam setiap manusia berbeda-beda. Untuk itu, tidak mungkin untuk mengungkapkan kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu menggunakan alat lain selain manusia sebagai instrumen. Selanjutnya, Lincoln dan Guba (1985:199) menyatakan bahwa:
“…the human-as instrument is inclined toward methods that are extensions of normal human activities: looking, listening, speaing, reading, and the like”. Artinya bahwa keunggulan manusia sebagai instrumen dalam penelitian yang bersifat alamiah, karena alat ini dapat melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan manusia pada umumnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka peneliti kualitatif lebih peduli pada proses daripada hasil atau produk, (Bogdan dan Biklen,1992:31). Proses dalam hal ini merupakan kegiatan-kegiatan penyelidikan dengan fokus pada pembinaan nasionalisme generasi muda dalam menghadapi tantangan globalisasi di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. Sehubungan hal tersebut, Creswell, (1998:7) mengatakan bahwa:
Penelitian kualitatif sering juga disebut sebagai metode etnografik, metode fenomenologis, atau metode impresionistik. Sebab metode penelitian kualitatif sering digunakan untuk menghasilkan teori berdasarkan data dari lapangan, maka teori yang dihasilkan disebut sebagai generating theory, karena itu, ketetapan interpretasinya sangat bergantung pada ketajaman analisis, objektivitas, sistematik
(32)
Penelitian kualitatif disebut juga dengan penelitian naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat ukur. Disebut naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa di manipulasi, (Nasution, 1996:18). Karena pendekatan kualitatif (qualitative research) merupakan pendekatan yang menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, yang bersifat deskriptif analitik, menekankan proses, dan bersifat induktif. Hal tersebut dipertegas oleh Bogdan dan Biklen (1982:27-29) secara terperinci menjabarkan karakteristik penelitian kualitatif, diantaranya:
a. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung sumber data;
b. Mengimplementasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung kata-kata daripada angka;
c. Melalui analisis induktif, peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang terjadi;
d. Mengungkapkan makna sebagai hal yang esensial dari pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yang pada umumnya menggunakan peneliti sendiri sebagai instrumen atau manusia sebagai instrument utama. Dalam hal ini Sugiono (2008) mengemukakan bahwa:
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas dari hasil penelitian, yakni kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkaitan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Dalam hal ini, peneliti adalah instrumen utama (key instrument) dalam pengumpulan data. Maka peneliti adalah merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka Nasution (1996:9) berpendapat bahwa:
(33)
“ Hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau
kamera peneliti tetap memegang peran utama sebagai alat penelitian.”
Dari kutipan tersebut, peneliti yang bertindak sebagai alat penelitian utama, yang bertindak di lapangan dalam pelaksanaan penelitian. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Moleong (2009:9) bahwa:
Bagi peneliti kualitatif, manusia adalah instrumen utama, karena ia menjadi segala dari keseluruhan penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor penelitiannya.
Atas dasar itulah, maka yang menjadi alasan bagi peneliti dalam menggunakan pendekatan naturalistik-kualitatif pada penelitian ini adalah:
1. Fokus penelitian ini berorientasi bagaimana realitas nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui pendidikan kewarganegaraan. Hal ini dapat terungkap melalui pendekatan kualitatif sesuai dengan karakteristik kualitatif yang dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen (1982:28) bahwa:
“ qualitative researchers are concerned with process rather simply with outcomes or products. Penekanan kualitatif pada proses secara khusus memberi keuntungan dalam penelitian pendidikan di mana dapat dilakukan kejadian mengenai performan siswa dan harapan guru yang dapat dilihat dalam aktivitas keseharian.
Selanjutnya, Nana Sudjana dan Ibrahim (1989: 189) mengatakan bahwa
“tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil”.
2. Penelitian ini mencoba mengungkapkan dokumen proses pembinaan nasionalisme generasi muda terutama para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. Beberapa
(34)
alasan dalam menggunakan dokumen tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2003:156) bahwa :
a. Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari
b. Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliruan interpretasi
c. Dokumen itu sumber data alami, bukan hanya muncul dari konteksnya, tetapi juga menjelaskan konteks itu sendiri.
d. Dokumen itu relatif mudah dan murah e. Dokumen itu sumber data yang non-reaktif
f. Dokumen itu berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh lewat interview atau observasi.
3. Penelitian ini mencoba mengungkapkan bagaimana peran dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam proses pembinaan nasionalisme generasi muda khususnya para siswa SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya. Untuk memahami hal-hal tersebut dapat ditenukan apabila dilakukan penelitian melalui pendekatan naturalistik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Lincoln dan Guba (1985:39) bahwa:
“Naturalist elects to carry out research in the natural setting or context of entity for which study is purposed because naturalistic ontology suggests that realities are who lows that cannot be understood in isolation from their contexts not can be fragmented for separate study of the parts”. Artinya bahwa Pendekatan naturalistik-kualitatif yang digunakan dalam model penelitian ini, yang satuan kajiannya dilakukan dalam lingkup yang terbatas. Dalam hal yang lebih khusus, studi ini pada prinsipnya adalah model studi kasus tunggal (single case study). Penggunaan model studi kasus dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitiannya dilakukan pada satu sekolah. Di samping itu, studi kasus mempunyai kelebihan dibandingkan studi lainnya yakni peneliti dapat mempelajari sasaran penelitian secara mendalam dan menyeluruh.
Pendekatan naturalistik-kualitatif dalam model studi kasus ini untuk mengungkapkan data atau informasi sebanyak mungkin tentang bagaimana pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui PKn. Sesuai dengan hakekat pendekatan penelitian kualitatif, peneliti ingin memperoleh pemahaman terhadap bagaimana persoalan tersebut, maka aspek-aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan kondisi faktual lembaga pendidikan
(35)
dalam hal ini, SMA Negeri 2 Pulau-pulau terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya, dan khususnya yang berkaitan dengan sikap dan perilaku siswa.
Dengan melakukan pendekatan penelitian kualitatif, peneliti dapat lebih leluasa memahami konteks pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu, peneliti ingin dapat mengungkapkan perilaku individu, gagasan dan pikirannya, sebab penelitian kualitatif sebagaimana diungkapkan oleh Nasution, (1992: 5) pada hakekatnya merupakan pengamatan kepada orang-orang tertentu dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa mereka serta menafsirkannya sesuai dengan dunianya.
C. Metode Penelitian
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Metode merupakan suatu cara, prosedur, atau prinsip-prinsip dan proses yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam suatu penelitian. Dengan demikian maka, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus dipilih sebagai metode dalam penelitian ini karena permasalahan yang dikaji terjadi pada tempat dan situasi tertentu. Menurut Maxfield (1930) dalam Moh. Nazir (2007:65) bahwa penelitian kualitatif juga dapat menggunakan studi kasus atau penelitian kasus (case study), adalah proses meneliti tentang status penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Lebih lanjut dikatakan bahwa studi kasus atau case study adalah:
(36)
“ Penelitian yang subjek penelitiannya dapat berupa individu, kelompok lembaga maupun masyarakat. Sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari suatu kasus, yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat
umum”.
Penelitian kualitatif meliputi sejumlah metode penelitian, antara lain kerja lapangan, penelitian lapangan, studi kasus, etnografi, prosedur interpretasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, maka penulis memilih metode dalam penelitian ini yang dianggap tepat adalah studi kasus. Berkaitan dengan hal tersebut, Dedy Mulyana (2002:201) mengemukakan bahwa:
Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi atau komunitas, suatu program atau suatu situasi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Mereka sering menggunakan berbagai metode wawancara (riwayat hidup), pengamatan, penelaahan dokumen, (hasil) survey, dan data apapun untuk menguraikan suatu kasus secara terinci. Sehingga alih-alih menelaah sejumlah kecil variabel dan memilih suatu sampel besar yang mewakili populasi, peneliti secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti, (Dedi Mulyana, 2002:201).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan secara intensif terinci dan mendalam terhadap organisasi, atau lembaga sekolah dengan berbagai gejala tertentu, yang ditinjau dari lingkup wilayahnya, maka penelitian kasus ini hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian yang berbasis kasus lebih mendalam dan membicarakan kemungkinan untuk memecahkan persoalan yang aktual dengan mengumpulkan data, menyusun dan mengaplikasi serta menginterpretasikannya. Terkait dengan hal tersebut, menurut Nasution (1996:55) bahwa:
Studi kasus atau case study adalah untuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia didalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, kelompok atau suatu golongan manusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.
(37)
Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa keuntungan. Lincoln dan Guba dalam Deddy Mulyana, (2002:201) mengemukakan bahwa keistimewaan studi kasus meliputi hal-hal berikut:
a. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian sistemik, yaitu menyajikan pandangan subjek yang diteliti.
b. Studi kasus menyaji uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden.
d. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness)
e. Studi kasus member “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atau transferabilitas.
f. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kasus merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengkaji gejala-gejala sosial dari suatu kasus dengan cara menganalisanya secara mendalam. Subjek penelitian kasus tersebut dapat berupa seseorang, sebuah masa atau peristiwa, sebuah proses, atau suatu satuan kehidupan sosial. Tujuan penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial, yakni individu, kelompok, lembaga atau masyarakat yang menjadi subjek. Oleh karena pada dasarnya kasus mempelajari secara intensif seseorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu.
Dari pandangan dan gagasan di atas dapat diuraikan bahwa metode studi kasus lebih menitikberatkan pada suatu kasus, adapun kasus yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, yakni SMA Negeri 2 Pulau-pulau Terselatan Kabupaten Maluku Barat Daya.
(38)
mengungkap aspek-aspek yang diteliti terutama terutama pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste melalui Pendidikan Kewarganegaraan mulai dari realita nasionalisme generasi muda, proses pembinaan, faktor penunjang dan hambatan dalam pembinaan, peran dan upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam proses pembinaan nasionalisme Generasi muda melalui PKn di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.
Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif dengan studi kasus dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi yang objektif dan mendalam tentang fokus penelitian. Oleh karena itu, penulis lebih banyak menggunakan pendekatan antar person di dalam penelitian ini, artinya selama proses penelitian berlangsung penulis akan lebih banyak mengadakan hubungan dengan orang-orang di lingkungan lokasi penelitian. Dengan demikian, diharapkan peneliti dapat lebih leluasa mencari informasi dan sekaligus mendapatkan data akurat yang lebih terperinci tentang bagaimana hal-hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Selain itu juga, penulis akan berusaha untuk mendapatkan pandangan dari orang di luar lembaga atau sistem dari subjek penelitian, atau dari pengamat, untuk menjaga objektivitas hasil penelitian.
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesimpangsiuran terhadap pengertian istilah yang penulis gunakan dalam penulisan ini, maka penulis merasa perlu menggunakan penjelasan yang tercantum dalam judul penelitian ini, antara lain:
1. Pembinaan Nasionalisme
Pembinaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara
(39)
pertumbuhan tersebut yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, menyempurnakan dan mengembangkannya. (Widjaja, 1989; dalam Acta Civicus 2008:32).
Nasionalisme adalah ideologi yang menekankan bangsa sebagai prinsip sentral dari organisasi politik dengan pelbagai cita-cita dan tujuan. (Kalidjernih, 2010:116). Selanjutnya, Mahpudz dalam Budimansyah dan Syam (2006:280) mengatakan bahwa nasionalisme sebagai ungkapan perasaan senasib sepenanggungan dalam lingkup bangsa dalam bentuk kepedulian dan kepekaan akan masalah-masalah yang dihadapi bangsa, termasuk didalamnya masalah yang berkaitan dengan rasa solidaritas sebangsa dan setanah air, pada saat kini sangat perlu terus ditumbuhkembangkan.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa nasionalisme merupakan manifestasi sikap mental dan kepribadian yang lahir dari budaya dan karakter bangsa Indonesia. Nasionalisme hakikatnya adalah keinginan untuk hidup bersama dan keinginan untuk eksis bersama, bertumpu pada kesadaran adanya jiwa dan prinsip spiritual yang berakar pada kepahlawanan yang tumbuh karena kesamaan penderitaan dan kemuliaan di masa lalu.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pembinaan nasionalisme pada hakikatnya merupakan proses pendidikan yang menitikberatkan pada upaya menumbuhkembangkan karakter dan kepribadian bangsa. Agar Pembinaan Nasionalisme tersebut dapat berjalan dengan baik, maka harus berorientasi pada identitas, karakter, dan integritas bangsa yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional.
2. Generasi Muda
(40)
berusia muda berumur antara 15 sampai dengan 30 tahun baik secara individual maupun secara kelompok ataupun sebagai suatu kesatuan kemasyarakatan. Termasuk didalamnya siswa yang masih di bangku sekolah, mahasiswa di universitas maupun perguruan tinggi yang usianya antara 15 sampai dengan 30 tahun.
Secara sosial, defenisi pemuda atau generasi muda adalah generasi antara 20 sampai dengan 40 tahun. Sedangkan dalam referensi lain ada juga yang menyebutkan usia 18 hingga 30 tahun. Sementara dalam kajian ilmu sosial, puncak kematangan peran publik seseorang berkisar antara 40 tahun hingga 60 tahun. (Syamsuddin, 2008:8)
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa generasi muda merupakan generasi atau komunitas baru yang memiliki batas usia minimum sampai batas usia maksimum serta memiliki potensi dalam peran publik guna meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan negara.
3. Wilayah Perbatasan
Wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dengan penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-ekonomi, dan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan antar negara yang berbatasan. Kawasan Perbatasan Negara menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan kawasan strategis yang dilihat dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan. Penjelasan Pasal 5, ayat (5) yang termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional, yaitu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
(41)
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Riyanto, (2010:315) mengatakan bahwa Indonesia adalah negara bangsa yang pada tanggal 17 Agustus 1945 yang berwawasan nusantara, dengan memiliki Pancasila sebagai pandangan hidup dan jati diri, yang terbentang dari sabang sampai merauke. Memiliki kepulauan yang luas lebih dari 5.000 km dari ujung Barat ke ujung Timur dan hampir 2.000 km dari ujung Utara ke ujung Selatan; dari data perkembangan hingga tahun 2010, Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 82.205 km, dengan jumlah pulaunya ± 17.500, besar dan kecil, hanya sekitar 6.000 yang dihuni. Dengan jumlah penduduk sebanyak ± 234,2 juta jiwa. Penduduk dalam pulau-pulau itu beraneka ragam, berbahasa lebih dari 300 dialek, malahan diantaranya ada bahasa mandiri, sedangkan adat-istiadatnya, atau budaya setempatnya beraneka variasi pula, serta dianugerahi kekayaan sumber daya alam yang melimpah.
Timor Leste atau yang disebut dengan Timor Lorosae adalah bekas wilayah dan atau salah satu Provinsi yang pernah bergabung dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah merdeka dan berdaulat pada tanggal 20 Mei 2002, yang terletak di samudera Pasifik Selatan. (Fachrurazzi (2002:1)
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste adalah wilayah geografis yang terletak di samudera Pasifik selatan, yang memiliki batas teritorial tertentu, dengan penduduk yang bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-ekonomi, dan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu pula. Lebih dari itu, wilayah perbatasan merupakan pintu gerbang ke wilayah Indonesia, oleh karena itu pemberdayaan
(42)
mensejahterakan rakyat. Ironisnya, sampai sekarang debat tentang pemberdayaan
wilayah perbatasan yang seringkali dijuluki sebagai “beranda terdepan bangsa” hanya
sebatas retorika. Kenyataan di lapangan, wilayah perbatasan masih sering terabaikan.
4. Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan program pendidikan atau pembelajaran yang secara programatis prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia atau anak didik baik secara pribadi maupun secara kehidupan bersama dalam masyarakat menjadi warganegara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan atau yuridis konstitusional bangsa dan negara yang bersangkutan, (Djahiri, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan usaha untuk membentuk dan membekali peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. (penjelasan Pasal 37 ayat 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
E. Instrumen Penelitian
Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama (key instrument) dalam pengumpulan data . Karena itu, peneliti memliki peranan yang fleksibel dan adaptif. Artinya bahwa peneliti dapat menggunakan seluruh alat indera yang dimilikinya untuk memahami fenomena sesuai dengan fokus penelitian (Creswell, 1998; Lincoln dan Guba, 1985:4; Boglan dan Biklen, 1992:28).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti sendiri langsung ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan seluruh data sesuai dengan fokus penelitian, yakni pembinaan nasionalisme generasi muda di wilayah perbatasan
(43)
Indonesia dengan Timor Leste. Adapun instrumen penelitian ini diakomodir dalam prosedur pengambilan data melalui teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Secara umum untuk proses pengembangan instrumen dalam penelitian kualitatif, maka menurut Lincoln dan Guba, (1985: 290) bahwa :
Dalam penelitian kualitatif hal yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kriteria truth value, applicability, consistency, dan netrality yang sering juga disebut dengan istilah-istilah credibility, transferability, dependability dan confirinbility. Keempat kriteria ini merupakan atribut-atribut yang membedakan penelitian kualitatif berturut-turut dengan validitas internal, validitas eksternal, relibilitas, dan objektivitas dalam tradisi atau paradigma penelitian positivistik. Selain itu, peneliti juga melakukan triangulasi dengan pendekatan cross-check yang bertujuan untuk pemeriksanaan keabsahan data dalam penelitian ini, yakni membandingkan data yang terkumpul dengan cara memeriksa kesesuaian hasil analisis dengan kelengkapan data.
Selanjutnya, dikatakannya bahwa pengujian keabsahan temuan penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Credibility (Derajat Kepercayaan-validitas internal)
Kredibilitas merupakan suatu ukuran tentang kebenaran data yang dikumpulkan. Tujuannya dalam penelitian kualitatif adalah untuk menggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan konsep yang ada pada responden atau narasumber. Kredibilitas dalam penelitian kualitatif ini identik dengan validitas internal dalam tradisi penelitian positivistik.
Untuk meningkatkan derajat kepercayaan dalam penelitian ini dapat dicapai dengan cara-cara, yakni: (a) peneliti cukup lama di lapangan; (b) triangulasi, yaiyu pemeriksaan keabsahan data dengan cara mengecek atau membandingkan data melalui pemanfaatan sumber-sumber lain; (c) peer debriefing, yakni pembicaraan
(44)
kepentingan langsung dengan penelitian yang dilakukan peneliti), dan (d) melakukan member-check.
2. Transferability (Derajat Keteralihan-validitas eksternal)
Suatu temuan penelitian naturalistik berpeluang untuk diterapkan pada konteks lain apabila terdapat kesamaan karakteristik antara setting penelitian dengan setting penerapan. Sejalan dengan hal tersebut, Lincoln dan Guba (1995:316) menerangkan bahwa :
The naturalist cannot specify the external validity of an inquiry, he or she can provide only the thick description necessary to enable some one interested in making a transfer to reach a conclusion about whether transfer can be comtemplated as a possibility. Dalam arti bahwa dalam konteks transferabilitas, di mana permasalahan dalam kemampuan terapan merupakan permasalahan bersama antara peneliti dengan pemakai. Dalam hal ini, tugas peneliti yakni mendeskripsikan setting penelitian secara utuh, menyeluruh, lengkap, mendalam dan rinci. Sedangkan tugas pemakai adalah menerapkannya jika terhadap kesamaan antara setting penelitian dengan setting penerapan.
Derajat keteralihan ini identik dengan validitas eksternal dalam tradisi penelitian kualitatif. Transferability yang tinggi dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan menyajikan deskripsi yang relatif banyak, karena metode ini tidak dapat menetapkan validitas eksternal dalam arti yang tepat. Dalam hal ini, peneliti mencoba mendeskripsikan informasi atau data penelitian secara luas dan mendalam tentang pembinaan nasionalisme generasi muda dalam menghadapi tantangan globalisasi di wilayah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.
3. Dependability (Derajat Keterandalan)
Reliabilitas atau derajat keterandalan dalam temuan penelitian ini dapat diuji melalui pengujian proses dan produk. Sebagaimana dikatakan Lincoln dan Guba, (1988:515) bahwa pengujian data, temuan-temuan, interpretasi-interpretasi, rekomendasi-rekomendasi dan pembuktian kebenarannya bahwa hal itu didukung oleh data yang diperoleh langsung dari lapangan. Keterandalan dalam penelitian ini
(1)
(2000). Regionalism and Global Economic Integration: Europe, Asia
and the Americas. London and New York: Routledge.
Sudjana N dan Ibrahim, (1989) Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensinso.
..., (1993) Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah. Jakarta: Direktur Jenderal Pembinaan Agama Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islamyah
..., (2005), Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sugiono, (2005) Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
..., (2008) Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Suhartono, (1985). Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi
1908 – 1945. Yogkarta: Pustaka Pelajar.
Suhartoyo Hardjosatoto, (1985). Sejarah Pergerakan Nasional Suatu Analisis Ilmiah. Yogkarta: Liberty.
Sumantri E, dkk (2003). Modul Pendidikan Politik. Universitas Terbuka: Jakarta Sumantri M, (1984) Nasionalisme: Arti, dan Sejarah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suryabrata S, (2005) Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada
Suryokusumo S, (2007) Pengadilan Ad Hoc Bagi Pelanggar Hak Asasi Manusia di
Timor Timur. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Suryosubrata, (2009) Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsudin A, (2008) Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. Jakarta: PT. Wahana Semesta Inter Media
Tim ICCE, (1994) Civic Education: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, ICCI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan The Asia Foundation
Usman Wan, dkk (2003) Tinjauan Ilmiah Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Jakarta: Program PKn Pascasarjana UI
Van Klinken G, (1996) Akar Perlawanan Rakyat Timor Timur. Jakarta: ELSAM.
Villanueva K. J. et. all, (2001) Report on the Special Technical Meeting of The Technical
Sub-Commite on Border Demarcation and Regulation between the Republic of Indonesia and East Timor/ UNTAET 11-12 Desember 2001. Bogor-Cibinong: Bakorsurtanal.
(2)
Remon Bakker, 2012
Viotti P dan Kauppi M (2007) “International relations and World Politics: Security, Ecomony, Identity, Third Edition, (Upper Saddle River, New Jersey:
Pearson Education Inc.
Wahab A. A dan Sapriya, (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta
Wahidin S, (2010) Pendidikan Kewarganegaraan. Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Walter S. J (1993) Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi Politik
Internasional, dan Tatanan Dunia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
William D.Coleman dan Geofrey R. D Underhill, (2000) Regionalism and Global
Economic Integration: Europe, Asia and the Americas. London and
New York: Routledge.
Winataputra dan Ardwinata, (1991) Materi Pokok Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Universitas Terbuka
..., dan Sapriya, (2003) Pendidikan Kewarganegaraan: Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium
PKn FPIPS-UPI
Winataputra, U.S (2007) Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi: Alternatif Model
Pembelajaran Kreatif-Demokratis Untuk Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas.
..., dan Budimansyah, (2007) Civic Education: Landasan, Konteks,
Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi PKn SPs
UPI.
Wuryandari G, dkk (2009) Keamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Yadi Ruyadi, (2006) Buku Tugas Mandiri Pendidikan Pancasila. Bandung: CV Maulana Yatim B, (1999). Kepemimpinan Kharismatik. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Yoseph N, (2008) Pembantaian Timor Timur: Horror Masyarakat Internasional. Yogjakarta: Galang Press
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan Amandemennya, (2000). Surabaya: Apollo
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Nasional, (2006). Bandung: Citra Umbara
(3)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Isi Standar
(2006). Bandung: Citra Umbara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2006). Bandung: Citra Umbara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
(2008). Jakarta: Penerbit Fajar Pustaka Mandiri
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan (2011).
Jakarta: Penerbit Fajar Pustaka Mandiri
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Wilayah Negara.
(2010) Jakarta: Asa Mandiri.
C. Makalah, Jurnal, dan Hasil Penelitian
Affandi Idrus (1996) Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda dalam
Pendidikan Politik. Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Anggraeni L (2006) Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Multikultural
dalam Memupuk Nasionalisme, (Studi Kasus di SMA Santo Aloysius Bandung). Tesis Magister Pada Program Pasca sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan
Arianto I, (2006) “Kebangsaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Sekarang”. Budimasyah D dan Syam: Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan
Kewarganegaraan: Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H.A. Kosasih
Djahiri. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI
Budimansyah D (2008) “Revitalisasi Pembelajaran PKn Melalui Praktik Belajar
Kewarganegaraan (Project Cirizen), Acta civicus, Vol.1, No.2, April
2008, Desember 2007, Hal 157-177
..., dan Komalasari, (2008) Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Acta Civicus, Tahun 2008, Volume. 2, Nomor 1. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.
Budimansyah D, (2010) “Tantangan Globalisasi Terhadap Pembinaan Wawasan kebangsaan dan Cinta Tanah Air di Sekolah”. Pembinaan Warga
Negara Yang Baik dan Cerdas (Smart and Good Citizen): Procceding
Seminar Bersama Antara Universitas Pendidikan Indonesia dengan University Pendidikan Sultan Idris di tanjung Malim, Perak Malaysia, 14 April 2010. Hal 1-8
(4)
Remon Bakker, 2012
Cholisin, (2000) Pendidikan di Indonesia dalam Perspektif Demokrasi. Makalah disampaikan dalam Seminar sehari “ Demokrasi di Indonesia: Dulu,
Kini, dan Esok. Universitas Negeri Yogjakarta.
Donillo A, (1992) “Potensi dan Nilai Strategi Batas Antarnegara: Ditinjau dari Aspek
Hukum Perjanjian Internasional”, (Materi dalam Forum Komunikasi
dan Koordinasi Teknis Batas Wilayah dengan Tema “
Mengoptimalkan Peran dan Fungsi Survei Pemetaan dalam Pengelolaan Batas Wilayah)”. Bakosurtanal Bekerjasama dengan
Depdagri, Forum Komunikasi dan Koordinasi Teknis Batas Wilayah. Bogor.
Fachrurazzi D, dkk (2002) Kajian Akademik Masalah Batas Daratan Indonesia-Timor
Leste (Materi Dalam Forum Komunikasi dan Koordinasi Teknis
Batas Wilayah dengan Tema “ Mengoptimalkan Peran dan Fungsi
Survey Pemetaan Dalam Pengelolaan Batas Wilayah”). Bogor:
Bakorsurtanal Bekerjasama dengan DEPDAGRI, Forum Komunikasi Teknis Batas Wilayah.
Makagiansar, M. (1992) The Impact of Globalization on Education, Keynote Speech
International Conference on Education for Developing the Quality of Human Resuorces for the 21st Century: A Global Chalange. Jakarta: Makalah Seminar Pusat Informatika Balitbang-Dikbud.
Mahpudz A (2006) Wawasan Nusantara: Landasan Pembinaan Nasionalisme Indonesia
dan Pendidikan Kewarganegaraan: Budimasyah D dan Syam: Pendidikan Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan: Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H.A. Kosasih
Djahiri. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI
Poetranto T (2008) Strategi Penanganan Wilayah Perbatasan. Buletin Puslitbang Strahan Balitbang Dephan.(Hal 4-6)
Ruyadi Yadi, (2008) Pendidikan Multikultural: Konsep dan Strategi Implementasi di
Persekolahan. Acta Civicus, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan,
Volume 2, Nomor 1. Oktober 2008, (Hal 54-75)
Sapriya, (2006) Perspektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan
dalam Pembangunan karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis PKn dalam Konteks Pendidikan IPS). Disertasi SPS UPI:
Tidak diterbitkan
Sophiah, P (2008) Pengaruh Aplikasi Pembelajaran PKn Berbasis Portofolio Terhadap
Pengembangan Budaya Kewarganegaraan, (Civic Culture). Jurnal
(5)
Sumardiman A, (1992) Aspek Yuridis Dalam Penataan Batas Negara. Makalah
disampaikan pada pertemuan Forum Komunikasi dan Koordinasi Teknis Batas Wilayah, diselenggarakan oleh Depdagri dan
Bakosurtanal, Bogor 8-9 Juli 2002
Supardan D (2008) Peluang Pendidikan dan Hubungan Antaretnik: Perspektif Pendidikan
Kritis-Poskolonialis. Acta Civicus, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 2, Nomor 1. Oktober 2008. (Hal, 17-38) Suryadi A, (2009) Pendidikan Kewarganegaraan menyongsong masa Depan Bangsa
Tahun 2025. Acta civicus, Jurnal Pendidikan kewarganegaraan,
Volume 3, Nomor 1, Oktober 2009. Hal 1-15
Wahab A. A, (2006) Pengembangan Konsep dan Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Baru Indonesia bagi terbinanya Warga negara Multidimensional Indonesia: Budimasyah D dan Syam: Pendidikan
Nilai Moral Dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan: Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H.A. Kosasih Djahiri. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.
Winataputra, U.S. (2001) Jati diri pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana
Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: Tidak diterbitkan.
D. Sumber dari Internet
Azra A, (2012) Menggelorakan Nasionalisme dan semangat ke-Indonesiaan. [Online]. Tersedia: http://www.set.neg.go.id)
Banks J.A, (2008) “ Diversity Group Identity, and Citizenship Education in a Global
age”. Educational research Association, Vol. 37, No.3, April 2008, p.p 129-139. [Online]. Tersedia:http://www.yahoo.com
Barber B (1992) Me World Power Versus The Forces of Jihad and Unity Versus
Disversity. Jurnal Universitas Paramadina Vol 1 dalam [Online].
Tersedia: http://www.yahoo.com
Bahtiar H, (2010) Tantangan Generasi Muda Indonesia. [Online]. Tersedia:
http://www.yahoo.com/tantangangenerasimuda
indonesia.blogspot.archive.html.
Benedict A, (1983). “Imagined Communities”, (Komunitas-Komunitas Terbayang. Yogjakarta: Kerjasama Insist dan Pustaka Pelajar. Muhammad Arifin, (2007). [Online]. Tersedia: http://www.yahoo.html
Berger, (1988). “ The Capitalis Revolution”. [Online]. Tersedia: Jurnal Universitas Paramadina Vol I dalam (www.yahoo.com)
(6)
Remon Bakker, 2012
Diamond dan Mc Donald, (1997) Global Village. [Online]. Tersedia: Jurnal Universitas Paramadina Vol I dalam (www.yahoo.com)
The 21st Century: Setting the Context”. Dalam Cogan dan Derricott R, “ Citizenship for the 21st Century: An Introduction Perspectives on Education.”
London: Cogan Page Ltd. [Online[. Tersedia:
http://id.wikipedia/org/wiki/citizenshipedu
Deeley N, (2001) The International Boundaries of East Timor, Bounary and Territory
Brieffing Vol 3, No. 5. Internasional Boundaries Research Unit,
University of Durham. [Online]. Tersedia: http://www.yahoo.com
Dwi Agus Susilo dan Suratman, (2011) Optimisme Generasi muda Bangsa Indonesia. [Online]. Tersedia: http://generasimudabangsa.com.html. Diakses Tanggal 7 Februari 2011
Giddens A, (1999) “Modernity is a rick culture”. [Online]. Tersedia: www.ginanjar.com
Kartasasmita, G (1997) Membangun kepeloporan dan Kepimpinan Generasi Muda
Indonesia. (www.ginanjar.com)
Kartodirdjo S, (1999) Prinsip Nasionalisme Indonesia. dalam Muhammad Arifin,
http://www.yahoo.com/nasionalisme.html.
Kristof, (1982) The Nature of frontier and Boundaries, AAAG. Vol 49 Number 09 on
http://www.yahoo.com
Lee A, (2005) Menuntut Tanggung Jawab Negara “. [Online]. Tersedia:
http://www.kompas.com , diakses Tanggal 30 Oktober 2005
Plamenatz, (2010) Nation and Nationalism. [Online]. Tersedia:
http://dunia-filsafat.epistemologi-nasionalisme.html. diakses 12 Tanggal Mei 2010
Rees R.J, (1999) Report on Timor Border, Derectorate of Strategic Military Geographic
Information, Australian Defence Headquaeter.http://www.yahoo.com
Suhelmi, A (2009). Kebangkitan Nasionalisme Indonesia: suatu refleksi Sejarah [Online] Tersedia: http://www.cidesonline.org.id diakses tanggal 25 Oktober 2009
Sumantri E (2003). Upaya Membangkitkan Nasionalisme Melalui Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://www.setneg.go.id diakses tanggal diakses Tanggal 14 Agustus 2012.