PENDAHULUAN Formulasi Sediaan Gel Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dengan Gelling Agent Karbopol Dan Uji Aktivitasnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangbiakan nyamuk sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor
termasuk lingkungan, sosial dan perilaku manusia (Zuhriyah et al., 2013).
Perkembangbiakan nyamuk yang sangat cepat menyebabkan timbulnya berbagai
macam penyakit, salah satunya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam
Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebabkan masalah
kesehatan di indonesia (Sari et al., 2013). Selama periode tahun 2008-2013
jumlah kota yang terjangkit DBD cenderung meningkat. Pada tahun 2013, jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 211.511 kasus dengan jumlah kematian
871 orang (Kemenkes RI, 2013). Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor
penular yang harus diberantas untuk mencegah terjadinya epidemi demam
berdarah (Soedarto, 2012). Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu dengan menggunakan repelan.
Banyak repelan yang beredar saat ini mengandung bahan kimia berbahaya
yang tidak baik untuk kesehatan. Salah satunya yaitu DEET (N,N-diethyl-mtoluamide). DEET dapat menyebabkan ruam, pembengkakan, iritasi, dan kanker
(Patel et al., 2012).
Sebagian orang menggunakan cara tradisional untuk mengusir nyamuk
yaitu dengan menggunakan bagian tanaman seperti kulit batang, daun, dan seluruh
tanaman (Ntonifor et al., 2006). Bahan alam digunakan sebagai bahan utama
repelan karena penggunaannya aman pada kulit. Salah satu bahan alam yang dapat
digunakan sebagai repelan adalah tanaman nilam (Pogostemon cablin B.), bahan
aktif yang digunakan yaitu minyak nilam. Menurut Shinta (2012), minyak nilam
memiliki potensi sebagai penolak nyamuk pada konsentrasi 55% v/v. Kandungan
tertinggi pada minyak nilam yaitu patchouli alcohol (Gokulakrishnan et al., 2013)
Sifat minyak atsiri mudah menguap sehingga tidak efektif apabila
digunakan langsung pada kulit karena akan cepat menghilang pada kulit
(Guanther, 1987). Daya repelan akan semakin rendah jika minyak atsiri mudah
1
2
menguap (Shinta, 2012). Untuk mengatasi hal tersebut maka minyak atsiri nilam
diformulasikan dalam bentuk sediaan gel sehingga dapat digunakan pada kulit dan
bisa digunakan untuk mengusir nyamuk dalam waktu lama.
Basis atau pembawa diperlukan dalam pembuatan sediaan gel. Basis akan
mempengaruhi waktu kontak dan kecepatan pelepasan zat aktif. Senyawa
pembentuk gel antara lain gom alam, karbopol, dan turunan selulosa
(metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa).
Pembuatan sediaan gel pada penelitian ini menggunakan karbopol sebagai
basis atau gelling agent. Karbopol merupakan gelling agent yang bersifat
hidrofilik sehingga mempunyai stabilitas besar, mudah dicuci air, daya sebar pada
kulit baik, dapat dipakai pada bagian tubuh yang berambut dan memiliki
pelepasan obat yang baik (Voigt, 1984). Karbopol mempunyai stabilitas yang baik
pada viskositas tinggi. Konsentrasi gelling agent kurang dari 10% yaitu dalam
kisaran 0,5% - 2% (Allen, 2002).
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh gelling agent karbopol dalam sediaan gel dari minyak atsiri
nilam (Pogostemon cablin B.) terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti dan
mendapatkan sediaan gel yang stabil dengan peningkatan konsentrasi gelling
agent karbopol.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol dalam
sediaan gel dari minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.) terhadap daya
repelan nyamuk Aedes aegypti ?
2.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol
terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel minyak atsiri nilam (Pogostemon
cablin B.) ?
3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui pengaruh peningkatan gelling agent karbopol terhadap aktivitas
repelan sediaan gel dari minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.).
2.
Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol
terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel.
D. Tinjauan Pustaka
Tanaman nilam disebut “patchouly” yang berasal dari kata “pacholi” yaitu
sejenis tanaman yang tumbuh di tanah Hindustan. Tanaman nilam merupakan
tanaman semak dan termasuk dalam famili Labiatae (Ketaren, 1985). Dari
berbagai jenis tanaman nilam, yang paling banyak dibudidayakan yaitu nilam
aceh karena memiliki kualitas minyak yang tinggi. Kadar minyak nilam aceh yaitu
> 2,5% (Nuryani et al ., 2005). Nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan
tanaman yang menghasilkan minyak atsiri dan berbau harum yang biasanya
digunakan untuk parfum (Sastrohamidjojo, 2004). Manfaat lain dari minyak atsiri
nilam yaitu sebagai bahan baku pembuatan parfum, aromaterapi, wewangian,
kosmetik dan produksi dupa (Ramya et al., 2013). Bentuk daun tanaman nilam
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman nilam (Pogostemon cablin B.)(Ramya, 2013)
Semua bagian tanaman nilam dapat menghasilkan minyak nilam. Minyak
pada bagian akar dan batang memiliki berat jenis yang tinggi tapi memiliki
4
rendemen yang rendah dibandingkan dengan minyak pada bagian daun (Ketaren,
1985). Minyak bagian daun lebih banyak dibandingkan minyak pada bagian
batang tanaman nilam (Halimah, 2011). Faktor yang mempengaruhi mutu minyak
nilam yaitu tinggi tempat penanaman tanaman nilam dan intensitas cahaya.
(Nuryani et al ., 2005). Tanaman nilam yang tumbuh di dataran tinggi memiliki
kandungan minyak nilam yang rendah namun mangandung patchouli alkohol
tinggi (Nuryani, 2006).
Standar mutu minyak nilam di seluruh dunia berbeda-beda. Hal tersebut
disebabkan karena setiap negara penghasil mempunyai standar mutu minyak
nilam sendiri. Standar mutu minyak nilam dari Indonesia dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Standar mutu minyak nilam (SNI, 2006)
Karakteristik
Syarat
Warna
Kuning muda sampai merah kecoklatan
Bobot jenis 25˚/25˚C
0,950 – 0,975
Indeks bias
1,507 – 1,515
Minyak atsiri dapat diperoleh dengan penyulingan. Penyulingan dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu penyulingan dengan air dan uap, dengan air, dan
dengan uap (Guenther, 1987). Minyak atsiri nilam didapatkan dari penyulingan air
dan uap (water and steam destilation) menggunakan alat ketel (Gokulakrishnan et
al., 2013). Pada penyulingan air dan uap, bahan diletakkan di atas saringan yang
berlubang. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air tidak jauh di bawah
saringan. Air dipanaskan dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah
(Guenther, 1987). Minyak nilam yang dihasilkan mengandung berbagai senyawa.
Minyak nilam mengandung seskuiterpen dan seskuiterpen teroksigenasi
(Murugan et al., 2013). Menurut penelitian Gokulakrishnan et al. (2013), minyak
nilam mengandung 15 senyawa yang dianalisis menggunakan GC-MS.
Kandungan utama minyak nilam yaitu
-patchoulene (12,88%), α-guaiene
(15,44%), -patchoulene (11,72%), α-bulnesene (19,49%) dan patchouli alcohol
(22,62%). Dari 15 senyawa,10 senyawa yang terkandung dalam minyak nilam
memiliki konsentrasi kecil yaitu 0,22%-3,58%. Senyawa tersebut yaitu α-pinene
(0,46%),
t- -elemenone (2,74%),
-bisabolene (0,22%), δ-elemene (1,32%),
5
eremophilene (1,36%),
- caryophillene (2,53%), α-patchoulene (3,58%),
farnesol (1,55%), aromadendrene oxide (1,57%), nonadekane (1,48%). Patchouli
alcohol merupakan seskuiterpen alkohol yang diisolasi dari minyak nilam
(Halimah, 2011). Senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi sebagai penolak
nyamuk.
Demam berdarah merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah
tropis dan sub-tropis yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Ratnasari et al.,
2014). Aedes aegypti juga dikenal sebagai Stegomiya aegypti. Nyamuk Aedes
aegypti memiliki warna belang putih keperakan pada tubuhnya dan terdapat
gelang putih pada pangkal kaki (Iskandar, 1985).
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue (DEN). Terdapat
empat serotipe virus DEN yaitu virus dengue-1 (DEN1), virus dengue-2 (DEN2),
virus dengue-3 (DEN3), dan virus dengue-4 (DEN4). Manusia merupakan sumber
infeksi primer pada dengue. Manusia yang mengandung virus dengue pada
darahnya (viremia) dapat menularkan virus ke nyamuk yang menghisap darahnya.
Viremia terjadi 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam. Virus yang
menginfeksi nyamuk akan berkembangbiak di midgut nyamuk dan menginfeksi
kelenjar ludah nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti dapat menularkan dengue ke
hospes lainnya setelah masa inkubasi 8-12 hari (Soedarto, 2012).
Salah satu metode perlindungan pribadi yang diperlukan untuk
menghindari dari gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu repelan. Durasi penggunaan
repelan pada kulit yaitu 15 menit sampai 10 jam. Durasi dan efektivitas repelan
tergantung pada jenis repelan (bahan aktif dan formulasi) dan sensitivitas
serangga terhadap repelan. Setiap spesies serangga memiliki kepekaan yang
berbeda-beda (WHO, 1997). Waktu standar repelan memberikan perlindungan
yaitu > 2 jam (Phasomkusolsil et al., 2010).
Repelan tradisional sudah sangat populer karena dianggap aman daripada
repelan dari bahan sintesis (Maia et al., 2011). Repelan tradisional banyak
digunakan karena terjangkau, mudah didapatkan, dan sangat efektif (Ntonifor et
al., 2006). Minyak dari tanaman alam digunakan dengan mengoleskan pada kulit
dan pakaian namun efek perlindungannya sangat singkat karena mudah menguap.
6
Repelan modern berasal dari bahan-bahan kimia. Salah satu nya yaitu
DEET (N,N-diethyl-m-toluamide). DEET merupakan cairan berminyak yang
tidak berwarna dan tidak terlalu bau. DEET memiliki efek perlindungan yang
lebih lama yaitu 12 jam (WHO, 1997). DEET dapat menimbulkan iritasi pada
kulit terutama jika terkena sinar matahari (Maia et al., 2011).
Gel merupakan sistem setengah padat yang tersusun baik dari dispersi
partikel anorganik kecil atau molekul organik besar yang diresapi oleh cairan
(Ansel, 1989). Gel minimal terdiri dari 2 fase yaitu fase padat dan fase cair yang
disebut liogel atau fase padat dan fase gas yang disebut serogel (Voight, 1984).
Dasar gel dapat dibedakan menjadi 2 yaitu dasar gel hidrofobik (koloid
liofobik) dan dasar gel hidrofilik (koloid liofilik). Koloid liofobik terdiri dari
partikel anorganik. Bahan liofobik tidak secara spontan menyebar namun harus
dirangsang dengan prosedur khusus. Koloid liofilik merupakan molekul organik
besar dan dapat dilarutkan dengan molekul dari fase pendispersi. Bahan liofilik
mudah tersebar setelah ditambah fase pendispersi dan membentuk dispersi koloid
(Ansel, 1989).
Bahan pembentuk gel yang ideal harus inert, aman dan tidak bereaksi
dengan komponen lain. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi
dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan. Contoh polimer seperti
MC (Metyl Cellulose) dan HPMC (Hidroxy Propyl Metyl Cellulose) dapat terlarut
pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada
peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel (Lachman & Kanig,
1994). Polimer sintetik seperti karbopol juga banyak digunakan dalam bidang
farmasi dan kosmetik.
Karbopol merupakan alil pentaeritriol, polimer asam berbasis akrilik yang
mempunyai berat molekul tinggi (Allen, 2002). Pemerian dari karbopol yaitu
serbuk berwarna putih, asam, higroskopis, sedikit berbau khas. Konsentrasi
karbopol sebagai gelling agent yaitu 0,5%-2%. Karbopol larut dalam air, gliserin,
dan etanol. Serbuk karbopol harus disimpan pada tempat yang kedap udara,
wadah tahan korosi dan tidak lembab (Draganoiu et al., 2009). Struktur dari
gelling agent karbopol dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Struktur karbopol (Draganoiu et al., 2009)
Penetral ditambahkan untuk mengentalkan gel setelah karbopol tersebar.
Sodium hidroksida atau potassium hidroksida digunakan sebagai pengental jika
dispersi karbopol mengandung kurang dari 20% etanol. Triethanolamin digunakan
jika resin karbopol mengandung lebih dari 50% etanol. pH sangat penting dalam
menentukan viskositas gel. Penambahan bahan penetralisasi yang berlebih
menyebabkan berkurangnya viskositas yang tidak dapat dikembalikan dengan
menambahkan asam. Viskositas maksimum terjadi pada pH 7, namun viskositas
dapat diterima pada pH 4,5 atau 5 sampai pH 11 (Allen, 2002).
E. Landasan Teori
Menurut Shinta (2012), minyak atsiri nilam pada konsentrasi 55% v/v
yang diperoleh dengan menambahkan 5,5 ml minyak atsiri dengan 10 ml pelarut
oleum ricini mempunyai daya repelan selama 3 jam terhadap nyamuk Aedes
aegypti sebesar 97%. Daya repelan tergantung dari konsentrasi minyak atsiri yang
digunakan dan lamanya pemaparan pada kulit.
Kandungan tertinggi pada minyak nilam yaitu patchouli alcohol
(Gokulakrishnan et al., 2013). Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol
yang diisolasi dari minyak nilam (Halimah, 2011).
Menurut Yuliani (2005), formulasi gel repelan minyak atsiri akar wangi
dengan variasi gelling agent karbopol akan mempengaruhi viskositas dan daya
repelan gel. Semakin tinggi konsentrasi karbopol maka viskositas akan meningkat
dan efek repelan gel juga meningkat. Jika gel semakin kental maka minyak atsiri
akan terperangkap dalam gel sehingga gel akan melepaskan minyak atsiri
perlahan-lahan dan efek repelan gel akan terjadi lebih lama. Menurut Agustina
(2013), semakin tinggi viskositas emulgel maka daya sebar akan semakin rendah.
8
F. Hipotesis
1. Semakin besar konsentrasi gelling agent karbopol dalam sediaan gel dari
minyak atsiri nilam menghasilkan aktivitas repelan yang semakin lama
terhadap nyamuk Aedes aegypti.
2. Peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol dalam sediaan gel minyak
atsiri nilam akan menurunkan daya sebar, serta meningkatkan viskositas dan
daya lekat.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangbiakan nyamuk sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor
termasuk lingkungan, sosial dan perilaku manusia (Zuhriyah et al., 2013).
Perkembangbiakan nyamuk yang sangat cepat menyebabkan timbulnya berbagai
macam penyakit, salah satunya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam
Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebabkan masalah
kesehatan di indonesia (Sari et al., 2013). Selama periode tahun 2008-2013
jumlah kota yang terjangkit DBD cenderung meningkat. Pada tahun 2013, jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 211.511 kasus dengan jumlah kematian
871 orang (Kemenkes RI, 2013). Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor
penular yang harus diberantas untuk mencegah terjadinya epidemi demam
berdarah (Soedarto, 2012). Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu dengan menggunakan repelan.
Banyak repelan yang beredar saat ini mengandung bahan kimia berbahaya
yang tidak baik untuk kesehatan. Salah satunya yaitu DEET (N,N-diethyl-mtoluamide). DEET dapat menyebabkan ruam, pembengkakan, iritasi, dan kanker
(Patel et al., 2012).
Sebagian orang menggunakan cara tradisional untuk mengusir nyamuk
yaitu dengan menggunakan bagian tanaman seperti kulit batang, daun, dan seluruh
tanaman (Ntonifor et al., 2006). Bahan alam digunakan sebagai bahan utama
repelan karena penggunaannya aman pada kulit. Salah satu bahan alam yang dapat
digunakan sebagai repelan adalah tanaman nilam (Pogostemon cablin B.), bahan
aktif yang digunakan yaitu minyak nilam. Menurut Shinta (2012), minyak nilam
memiliki potensi sebagai penolak nyamuk pada konsentrasi 55% v/v. Kandungan
tertinggi pada minyak nilam yaitu patchouli alcohol (Gokulakrishnan et al., 2013)
Sifat minyak atsiri mudah menguap sehingga tidak efektif apabila
digunakan langsung pada kulit karena akan cepat menghilang pada kulit
(Guanther, 1987). Daya repelan akan semakin rendah jika minyak atsiri mudah
1
2
menguap (Shinta, 2012). Untuk mengatasi hal tersebut maka minyak atsiri nilam
diformulasikan dalam bentuk sediaan gel sehingga dapat digunakan pada kulit dan
bisa digunakan untuk mengusir nyamuk dalam waktu lama.
Basis atau pembawa diperlukan dalam pembuatan sediaan gel. Basis akan
mempengaruhi waktu kontak dan kecepatan pelepasan zat aktif. Senyawa
pembentuk gel antara lain gom alam, karbopol, dan turunan selulosa
(metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa).
Pembuatan sediaan gel pada penelitian ini menggunakan karbopol sebagai
basis atau gelling agent. Karbopol merupakan gelling agent yang bersifat
hidrofilik sehingga mempunyai stabilitas besar, mudah dicuci air, daya sebar pada
kulit baik, dapat dipakai pada bagian tubuh yang berambut dan memiliki
pelepasan obat yang baik (Voigt, 1984). Karbopol mempunyai stabilitas yang baik
pada viskositas tinggi. Konsentrasi gelling agent kurang dari 10% yaitu dalam
kisaran 0,5% - 2% (Allen, 2002).
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh gelling agent karbopol dalam sediaan gel dari minyak atsiri
nilam (Pogostemon cablin B.) terhadap aktivitas nyamuk Aedes aegypti dan
mendapatkan sediaan gel yang stabil dengan peningkatan konsentrasi gelling
agent karbopol.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol dalam
sediaan gel dari minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.) terhadap daya
repelan nyamuk Aedes aegypti ?
2.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol
terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel minyak atsiri nilam (Pogostemon
cablin B.) ?
3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui pengaruh peningkatan gelling agent karbopol terhadap aktivitas
repelan sediaan gel dari minyak atsiri nilam (Pogostemon cablin B.).
2.
Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol
terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel.
D. Tinjauan Pustaka
Tanaman nilam disebut “patchouly” yang berasal dari kata “pacholi” yaitu
sejenis tanaman yang tumbuh di tanah Hindustan. Tanaman nilam merupakan
tanaman semak dan termasuk dalam famili Labiatae (Ketaren, 1985). Dari
berbagai jenis tanaman nilam, yang paling banyak dibudidayakan yaitu nilam
aceh karena memiliki kualitas minyak yang tinggi. Kadar minyak nilam aceh yaitu
> 2,5% (Nuryani et al ., 2005). Nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan
tanaman yang menghasilkan minyak atsiri dan berbau harum yang biasanya
digunakan untuk parfum (Sastrohamidjojo, 2004). Manfaat lain dari minyak atsiri
nilam yaitu sebagai bahan baku pembuatan parfum, aromaterapi, wewangian,
kosmetik dan produksi dupa (Ramya et al., 2013). Bentuk daun tanaman nilam
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman nilam (Pogostemon cablin B.)(Ramya, 2013)
Semua bagian tanaman nilam dapat menghasilkan minyak nilam. Minyak
pada bagian akar dan batang memiliki berat jenis yang tinggi tapi memiliki
4
rendemen yang rendah dibandingkan dengan minyak pada bagian daun (Ketaren,
1985). Minyak bagian daun lebih banyak dibandingkan minyak pada bagian
batang tanaman nilam (Halimah, 2011). Faktor yang mempengaruhi mutu minyak
nilam yaitu tinggi tempat penanaman tanaman nilam dan intensitas cahaya.
(Nuryani et al ., 2005). Tanaman nilam yang tumbuh di dataran tinggi memiliki
kandungan minyak nilam yang rendah namun mangandung patchouli alkohol
tinggi (Nuryani, 2006).
Standar mutu minyak nilam di seluruh dunia berbeda-beda. Hal tersebut
disebabkan karena setiap negara penghasil mempunyai standar mutu minyak
nilam sendiri. Standar mutu minyak nilam dari Indonesia dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Standar mutu minyak nilam (SNI, 2006)
Karakteristik
Syarat
Warna
Kuning muda sampai merah kecoklatan
Bobot jenis 25˚/25˚C
0,950 – 0,975
Indeks bias
1,507 – 1,515
Minyak atsiri dapat diperoleh dengan penyulingan. Penyulingan dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu penyulingan dengan air dan uap, dengan air, dan
dengan uap (Guenther, 1987). Minyak atsiri nilam didapatkan dari penyulingan air
dan uap (water and steam destilation) menggunakan alat ketel (Gokulakrishnan et
al., 2013). Pada penyulingan air dan uap, bahan diletakkan di atas saringan yang
berlubang. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air tidak jauh di bawah
saringan. Air dipanaskan dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah
(Guenther, 1987). Minyak nilam yang dihasilkan mengandung berbagai senyawa.
Minyak nilam mengandung seskuiterpen dan seskuiterpen teroksigenasi
(Murugan et al., 2013). Menurut penelitian Gokulakrishnan et al. (2013), minyak
nilam mengandung 15 senyawa yang dianalisis menggunakan GC-MS.
Kandungan utama minyak nilam yaitu
-patchoulene (12,88%), α-guaiene
(15,44%), -patchoulene (11,72%), α-bulnesene (19,49%) dan patchouli alcohol
(22,62%). Dari 15 senyawa,10 senyawa yang terkandung dalam minyak nilam
memiliki konsentrasi kecil yaitu 0,22%-3,58%. Senyawa tersebut yaitu α-pinene
(0,46%),
t- -elemenone (2,74%),
-bisabolene (0,22%), δ-elemene (1,32%),
5
eremophilene (1,36%),
- caryophillene (2,53%), α-patchoulene (3,58%),
farnesol (1,55%), aromadendrene oxide (1,57%), nonadekane (1,48%). Patchouli
alcohol merupakan seskuiterpen alkohol yang diisolasi dari minyak nilam
(Halimah, 2011). Senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi sebagai penolak
nyamuk.
Demam berdarah merupakan penyakit yang banyak ditemukan di daerah
tropis dan sub-tropis yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Ratnasari et al.,
2014). Aedes aegypti juga dikenal sebagai Stegomiya aegypti. Nyamuk Aedes
aegypti memiliki warna belang putih keperakan pada tubuhnya dan terdapat
gelang putih pada pangkal kaki (Iskandar, 1985).
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue (DEN). Terdapat
empat serotipe virus DEN yaitu virus dengue-1 (DEN1), virus dengue-2 (DEN2),
virus dengue-3 (DEN3), dan virus dengue-4 (DEN4). Manusia merupakan sumber
infeksi primer pada dengue. Manusia yang mengandung virus dengue pada
darahnya (viremia) dapat menularkan virus ke nyamuk yang menghisap darahnya.
Viremia terjadi 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam. Virus yang
menginfeksi nyamuk akan berkembangbiak di midgut nyamuk dan menginfeksi
kelenjar ludah nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti dapat menularkan dengue ke
hospes lainnya setelah masa inkubasi 8-12 hari (Soedarto, 2012).
Salah satu metode perlindungan pribadi yang diperlukan untuk
menghindari dari gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu repelan. Durasi penggunaan
repelan pada kulit yaitu 15 menit sampai 10 jam. Durasi dan efektivitas repelan
tergantung pada jenis repelan (bahan aktif dan formulasi) dan sensitivitas
serangga terhadap repelan. Setiap spesies serangga memiliki kepekaan yang
berbeda-beda (WHO, 1997). Waktu standar repelan memberikan perlindungan
yaitu > 2 jam (Phasomkusolsil et al., 2010).
Repelan tradisional sudah sangat populer karena dianggap aman daripada
repelan dari bahan sintesis (Maia et al., 2011). Repelan tradisional banyak
digunakan karena terjangkau, mudah didapatkan, dan sangat efektif (Ntonifor et
al., 2006). Minyak dari tanaman alam digunakan dengan mengoleskan pada kulit
dan pakaian namun efek perlindungannya sangat singkat karena mudah menguap.
6
Repelan modern berasal dari bahan-bahan kimia. Salah satu nya yaitu
DEET (N,N-diethyl-m-toluamide). DEET merupakan cairan berminyak yang
tidak berwarna dan tidak terlalu bau. DEET memiliki efek perlindungan yang
lebih lama yaitu 12 jam (WHO, 1997). DEET dapat menimbulkan iritasi pada
kulit terutama jika terkena sinar matahari (Maia et al., 2011).
Gel merupakan sistem setengah padat yang tersusun baik dari dispersi
partikel anorganik kecil atau molekul organik besar yang diresapi oleh cairan
(Ansel, 1989). Gel minimal terdiri dari 2 fase yaitu fase padat dan fase cair yang
disebut liogel atau fase padat dan fase gas yang disebut serogel (Voight, 1984).
Dasar gel dapat dibedakan menjadi 2 yaitu dasar gel hidrofobik (koloid
liofobik) dan dasar gel hidrofilik (koloid liofilik). Koloid liofobik terdiri dari
partikel anorganik. Bahan liofobik tidak secara spontan menyebar namun harus
dirangsang dengan prosedur khusus. Koloid liofilik merupakan molekul organik
besar dan dapat dilarutkan dengan molekul dari fase pendispersi. Bahan liofilik
mudah tersebar setelah ditambah fase pendispersi dan membentuk dispersi koloid
(Ansel, 1989).
Bahan pembentuk gel yang ideal harus inert, aman dan tidak bereaksi
dengan komponen lain. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi
dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan. Contoh polimer seperti
MC (Metyl Cellulose) dan HPMC (Hidroxy Propyl Metyl Cellulose) dapat terlarut
pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada
peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel (Lachman & Kanig,
1994). Polimer sintetik seperti karbopol juga banyak digunakan dalam bidang
farmasi dan kosmetik.
Karbopol merupakan alil pentaeritriol, polimer asam berbasis akrilik yang
mempunyai berat molekul tinggi (Allen, 2002). Pemerian dari karbopol yaitu
serbuk berwarna putih, asam, higroskopis, sedikit berbau khas. Konsentrasi
karbopol sebagai gelling agent yaitu 0,5%-2%. Karbopol larut dalam air, gliserin,
dan etanol. Serbuk karbopol harus disimpan pada tempat yang kedap udara,
wadah tahan korosi dan tidak lembab (Draganoiu et al., 2009). Struktur dari
gelling agent karbopol dapat dilihat pada Gambar 2.
7
Gambar 2. Struktur karbopol (Draganoiu et al., 2009)
Penetral ditambahkan untuk mengentalkan gel setelah karbopol tersebar.
Sodium hidroksida atau potassium hidroksida digunakan sebagai pengental jika
dispersi karbopol mengandung kurang dari 20% etanol. Triethanolamin digunakan
jika resin karbopol mengandung lebih dari 50% etanol. pH sangat penting dalam
menentukan viskositas gel. Penambahan bahan penetralisasi yang berlebih
menyebabkan berkurangnya viskositas yang tidak dapat dikembalikan dengan
menambahkan asam. Viskositas maksimum terjadi pada pH 7, namun viskositas
dapat diterima pada pH 4,5 atau 5 sampai pH 11 (Allen, 2002).
E. Landasan Teori
Menurut Shinta (2012), minyak atsiri nilam pada konsentrasi 55% v/v
yang diperoleh dengan menambahkan 5,5 ml minyak atsiri dengan 10 ml pelarut
oleum ricini mempunyai daya repelan selama 3 jam terhadap nyamuk Aedes
aegypti sebesar 97%. Daya repelan tergantung dari konsentrasi minyak atsiri yang
digunakan dan lamanya pemaparan pada kulit.
Kandungan tertinggi pada minyak nilam yaitu patchouli alcohol
(Gokulakrishnan et al., 2013). Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol
yang diisolasi dari minyak nilam (Halimah, 2011).
Menurut Yuliani (2005), formulasi gel repelan minyak atsiri akar wangi
dengan variasi gelling agent karbopol akan mempengaruhi viskositas dan daya
repelan gel. Semakin tinggi konsentrasi karbopol maka viskositas akan meningkat
dan efek repelan gel juga meningkat. Jika gel semakin kental maka minyak atsiri
akan terperangkap dalam gel sehingga gel akan melepaskan minyak atsiri
perlahan-lahan dan efek repelan gel akan terjadi lebih lama. Menurut Agustina
(2013), semakin tinggi viskositas emulgel maka daya sebar akan semakin rendah.
8
F. Hipotesis
1. Semakin besar konsentrasi gelling agent karbopol dalam sediaan gel dari
minyak atsiri nilam menghasilkan aktivitas repelan yang semakin lama
terhadap nyamuk Aedes aegypti.
2. Peningkatan konsentrasi gelling agent karbopol dalam sediaan gel minyak
atsiri nilam akan menurunkan daya sebar, serta meningkatkan viskositas dan
daya lekat.