PENDAHULUAN Formulasi Lotion Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.).
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi menularkan virus dengue ke
tubuh manusia melalui gigitannya, karena itu dianggap sebagai arbovirus yaitu
virus yang ditularkan melalui antropoda (WHO, 1999). Sampai saat ini belum ada
vaksin yang tersedia untuk mencegah demam dengue, karena itu perlindungan
kulit, dan pemberantasan vektor nyamuk merupakan cara untuk mencegah
penyebaran penyakit (Soedarto, 2012). Sebagai upaya pencegahan terhadap
gigitan nyamuk sediaan dalam bentuk lotion, gel, spray anti nyamuk praktis
digunakan dengan cara diaplikasikan pada permukaan kulit tubuh.
Sediaan anti nyamuk yang beredar di pasaran saat ini mengandung bahan
aktif N,N-diethyl-m-toluamide (DEET) yang merupakan senyawa kimia sintetik
dengan konsentrasi 10-15%. Penggunaan DEET dalam jangka waktu panjang
dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti gejala hipersensitifitas,
iritasi, urtikaria bahkan dapat juga menyebabkan kanker (Qiu et al., 1998 cit
Lukman et al., 2012) karena efek negatif yang ditimbulkan DEET, maka dibuat
sediaan anti nyamuk dari bahan alam sebagai alternatif (Kardinan & Dhalimi,
2010). Salah satu bahan alam yang bisa digunakan yaitu nilam, minyak atsiri dari
nilam yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukan kandungan patchouli
alkohol sebesar 22,62% (Gokulakrishnan, 2013) sehingga memiliki aktivitas anti
nyamuk (Jantan, 1999).
Menurut Guenther (1987) minyak atsiri memiliki sifat yang mudah
menguap dan apabila diaplikasikan secara langsung pada kulit kurang efektif,
maka minyak atsiri nilam diformulasikan dalam sediaan lotion untuk
memudahkan konsumen dalam mengaplikasikan minyak atsiri nilam sebagai anti
nyamuk dan untuk menjaga kestabilan minyak atsiri dalam penyimpanan.
Lotion sering digunakan oleh masyarakat karena praktis dan harganya
relatif terjangkau. Lotion adalah sediaan yang berupa suspense, emulsi atau
larutan dengan atau tanpa zat aktif di dalamnya, digunakan secara topikal yang
1
2
konsistensinya memungkinkan merata dengan cepat pada permukaan kulit saat
pemakain sehingga cepat kering dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen
zat aktif pada permukaan kulit (Ansel, 1989). Pada waktu penyimpanan mungkin
terjadi pemisahan. Dapat ditambah zat warna, pengawet dan pewangi yang cocok.
Penambahan salah satu fase seperti penambahan konsentrasi minyak atsiri dalam
sediaan dapat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan (DepKes RI, 1979).
Menurut Lachman et al., (1994) lotion yang berbentuk emulsi cair terdiri dari fase
minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator. Emulgator merupakan
komponen yang penting untuk memperoleh emulsi yang stabil (Anief, Moh.,
2007). Penambahan setil alkohol dalam formula pembuatan lotion dapat
meningkatkan stabilitas sediaan (Unvala, 2009).
Mekanisme penolakan nyamuk terjadi saat lotion yang mengandung
minyak atsiri dioleskan pada permukaan kulit dan karena pengaruh suhu tubuh
minyak atsiri menguap (Ekowati et al., 2013). Minyak atsiri nilam mengandung
patchouli alkohol, aromanya tertangkap oleh reseptor kimia yang dimiliki nyamuk
karena nyamuk tidak menyukai baunya kemudian menghindar dengan sendirinya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui aktivitas sediaan lotion minyak atsiri nilam sebagai anti nyamuk dan
mendapatkan sediaan lotion yang stabil dengan konsentrasi minyak atsiri yang
optimum.
B.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap aktivitas anti nyamuk setelah diformulasikan menjadi sediaan
lotion?
2.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan lotion?
3
C.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1.
Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap aktivitas anti nyamuk setelah diformulasikan menjadi sediaan
lotion.
2.
Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan lotion.
D.
TINJAUAN PUSTAKA
Nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan tanaman asal Filipina, berupa
tumbuhan semak yang mempunyai tinggi sekitar 0,5-1 meter, bercabang banyak
dan bertingkat mengitari batang, serta berbulu. Batangnya berkayu berwarna
keunguan, berbentuk persegi empat dengan diameter 10-20 cm. Daunnya
berwarna hijau, berbentuk bulat lonjong dengan panjang 10 cm, lebar 8 cm,
ujungnya agak meruncing dan tangkai daunnya berwarna kemerahan berukuran
sekitar 4 cm (Daniel, 2012). Nilam adalah salah satu jenis tanaman yang dapat
menghasilkan minyak atsiri.
Minyak atsiri dari suatu tanaman didapatkan dengan cara penyulingan.
Ada berbagai macam metode penyulingan, salah satu metode penyulingan yang
digunakan untuk penyulingan nilam adalah penyulingan air dan uap. Penyulingan
air dan uap menurut Guenther (1987) dilakukan dengan cara menempatkan bahan
tanaman di atas saringan ketel suling. Bagian bawah ketel suling diisi air, sedikit
di bawah di mana bahan ditempatkan. Air dipanaskan dengan berbagai cara yaitu
uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari penyulingan ini
adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan
yang disuling tidak berhubungan langsung dengan air panas tetapi dengan uap.
Minyak nilam dapat dimanfaatkan sebagai antiserangga, antibiotik, anti
radang, antiseptik, anti jamur, anti jerawat, anti eksim dan kulit pecah-pecah,
membantu mengurangi kegelisahan dan depresi, membuat tidur lebih nyenyak dan
meningkatkan gairah seksual. (Daniel, 2012). Kandungan utama minyak atsiri
4
nilam adalah patchouli alkohol (C15H26), senyawa ini yang bertanggung jawab
menyebabkan minyak atsiri nilam memiliki bau harum (Sastrohamidjojo, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan Halimah & Zetra (2011) minyak nilam
mengandung beberapa senyawa antara lain -pinene, δ-elemene, -patchoulene,
seychellene, caryophylene, α-patchoulene, α-guaine,
-selinene, asam palmitat
dan komponen senyawa terbesarnya adalah patchouli alkohol. Berdasarkan
penelitian Gokulakrishnan (2013) senyawa kimia nilam yang dianalisis
menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa kandungan kimia dari minyak nilam
adalah α-pinene (0,46 %); t- -elemenon (2,74 %);
-bisabolene (0,22 %); α-
bulnesen (19,49 %); δ-elemene (1,32 %); eremophilene (1,36 %);
-patchoulene
(12,88 %); -caryophyllene (2,53%); α-guaiene (15,44 %); α-patchoulene (3,58
%); -patchoulene (11,72%,); farnesol (1,55 %); aromadendrene oxide (1,57 %);
nonadecane (1,48%) dan patchouli alkohol (22,62 %). Dari 15 kandungan kimia
minyak nilam, lima diantaranya memiliki konsentrasi lebih besar, yaitu αbulnesen,
-patchoulene, α-guaiene,
- patchoulene, dan patchouli alkohol.
Besarnya konsentrasi patchouli alkohol akan mempengaruhi besar kecilnya
aktivitas repellent minyak nilam.
Nyamuk merupakan vektor penting dari beberapa penyakit tropis,
termasuk malaria, demam berdarah, dan berbagai penyakit virus lainnya (WHO,
1999). Nyamuk mengalami metamorfosa yang sempurna dimulai dari telur
menjadi larva, kemudian menjadi pupa dan dewasa. Telur dari nyamuk Aedes
aegypti diletakkan disepanjang tepi air. Masa inkubasi telur berlangsung selama
beberapa hari, kemudian menetas menjadi larva. Larva mengalami empat kali
pergantian kulit dan segera berubah menjadi pupa selama dua sampai tiga hari,
dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk jantan tidak mengisap darah
melainkan mengisap madu atau cairan lain dari tumbuhan. Nyamuk betina
umumnya mengisap darah sebelum bertelur agar reproduksi dapat berlangsung
(Soedarto, 2012). Nyamuk Aedes menggigit terutama di pagi atau sore hari.
sebagian besar spesies menggigit dan beristirahat di luar ruangan tetapi di daerah
tropis Aedes aegypti berkembang biak dan menggigit di dalam dan sekitar rumah
(WHO, 1999).
5
Repellent atau yang biasa disebut sediaan anti nyamuk merupakan bahan
yang digunakan secara langsung dengan cara menggosokkan pada tubuh atau
menyemprotkan pada pakaian, mempunyai kemampuan untuk menjauhkan
manusia dari gigitan atau gangguan serangga, contohnya DEET, repellent alam:
minyak sereh, minyak eukaliptus (KemenKes RI, 2012). Proses penolakan
nyamuk karena penggunaan repellent yaitu minyak atsiri yang dioleskan merata
pada tangan meresap ke pori-pori kulit, kemudian minyak atsiri akan menguap ke
udara karena panas tubuh. Bau dari minyak atsiri akan terdeteksi oleh reseptor
kimia yang terdapat pada antena nyamuk dan diteruskan ke impuls saraf. Bau dari
minyak atsiri ini tidak disukai nyamuk sehingga otak nyamuk akan
mengekspresikan untuk menghindar dari sumber bau. (Shinta, 2012).
Menurut Lachman et al., (1994) lotion merupakan sediaan yang
berbentuk emulsi cair terdiri dari fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh
emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya. Lotion
digunakan untuk pemakaian topikal sebagai pelindung. Konsistensinya cair
sehingga cepat dalam pemakaian, merata pada permukaan kulit, mudah menyebar,
cepat kering setelah dioleskan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan
kulit. Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan lotion terdiri dari fase
air dan fase minyak. Fase air yang terdiri dari disodium EDTA, aquadest,
karbopol,
propilen
glikol,
gliserin,
metilparaben,
propilparaben,
dan
triethanolamine (99%). Fase minyak terdiri dari minyak nilam, mineral oil, asam
stearat, dimethicone, gliseril monostearat dan setil alkohol. Disodium EDTA
digunakan sebagai chelating agent atau agen pengkelat, penggunaannya antara
0,005 dan 0,1% b/v (Shah dan Thassu, 2009). Agen pengkelat ditambahkan
dengan tujuan dapat membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapat
dalam sediaan, pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah
yang kurang baik (Fahmi, Farida et al, 2014). Karbopol atau carbomer dalam
formulasi sediaan lotion digunakan sebagai rheologi modifier (Draganoui et al.,
2009), karena jumlah air lebih dalam formula lotion dari 50% sehingga
menyebabkan konsistensi sediaan encer, maka perlu ditambahkan rheologi
modifier seperti karbopol yang dapat membentuk suatu sediaan yang agak kental,
6
mudah menempel pada kulit dan tdak mudah hilang dari permukaan kulit.
Propilen glikol berfungsi sebagai humektans, konsentrasi yang digunakan ≈15%
(Weller, 2009). Gliserin dalam formula ini berfungsi sebagai humektan. Dalam
formulasi sediaan farmasi topikal dan kosmetik gliserin sering digunakan sebagai
humektan dan emollient (Núnez dan Medina, 2009). Propilen glikol
dikombinasikan dengan gliserin karena kemampuan gliserin menyerap lembab
dibandingkan propilen glikol lebih besar (Lachman et al., 1994). Propilparaben
digunakan sebagai antimikroba atau pengawet dalam sediaan kosmetik. Dapat
digunakan sendiri maupun dalam kombinasi ester paraben yang lain atau dengan
antimikroba yang lain. Propilparaben efektif pada kisaran pH 4-8 dan memiliki
spektrum aktivitas antimikroba yang luas, walaupun paling efektif terhadap ragi
dan jamur. Untuk formulasi sediaan topikal konsentrasi propilparaben yang
digunakan 0,01-0,6% (Haley, 2009). Sama halnya dengan propilparaben,
metilparaben juga digunakan sebagai pengawet. Dapat digunakan sendiri maupun
kombinasi, untuk formulasi sediaan topikal konsentrasi metilparaben yang
digunakan 0,02-0,3% (Haley, 2009). Aktifitas pengawet menurun seiring dengan
naiknya pH karena pembentukan senyawa fenolat yang anion. Aktivitas
antimikroba meningkat seiring dengan meningkatnya panjang rantai alkil.
Aktifitas tersebut dapat terjadi dengan menggunakan kombinasi paraben yang
memiliki efek sinergis, seperti kombinasi dari metil, etil, propil, atau butilparaben.
Aktifitas antimikroba juga meningkat dengan penambahan eksipien lain seperti:
propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol, dan asam edetic. Penggunaan
kombinasi metylparaben dan propilparaben adalah 0,18% dan 0,02% (Haley,
2009). Mineral oil digunakan sebagai emolien. Dalam formulasi sediaan lotion
konsentrasi mineral oil yang digunakan 1,0-20,0% (Sheng, 2009). Asam stearat
dalam formulasi sediaan topikal digunakan sebagai pengemulsi dan agen pelarut
(Allen, 2009). Gliseril stearat atau gliseril monostearat dalam formula ini
digunakan sebagai co-emulsifier, dalam formulasi sediaan farmasi dan kosmetik
gliseril stearat bertindak sebagai stabilizer yang efektif. Sebagai pelarut senyawa
polar dan nonpolar yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air (Taylor, 2009). Setil alkohol digunakan sebagai zat pengemulsi dan
7
dapat meningkatkkan stabilitas sediaan (Unvala, 2009). Penambahan zat-zat polar
bersifat lemak, seperti setil alkohol dan gliseril monostearat, akan menstabilkan
emulsi minyak dalam air (Lachman et al., 1994). Triethanolamine apabila
dicampur dengan asam lemak, seperti asam stearat atau asam oleat dengan
perbandingan yang tepat akan membentuk sabun anionik dengan pH sekitar 8,
yang dapat digunakan sebagai pengemulsi untuk menghasilkan sediaan yang halus
dan emulsi minyak dalam air yang stabil. Konsentrasi triethanolamin yang
digunakan untuk emulsifikasi 2-4% v/v dan 2-5 kali dari asam lemak (Goskonda,
2009).
E.
LANDASAN TEORI
Minyak nilam mengandung patchouli alkohol sehingga memiliki
aktivitas repellent yang cukup tinggi (Jantan, 1999). Pada penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Sulantari (2007) pengujian potensi anti nyamuk minyak atsiri
Nilam terhadap nyamuk Aedes aegypti pada konsentrasi 55% v/v yang diperoleh
dengan menambahkan 5,5 ml minyak atsiri nilam dalam pelarut 10 ml oleum
ricini, menunjukan hasil yang baik, karena diperoleh daya repellent-nya pada jam
ketiga 97,6%, sedangkan untuk jam ke 4, ke 5 dan ke 6 potensi daya repellent
akan menurun yaitu 91,2%; 88,4% dan 79,2%.
Minyak atsiri jika diformulasikan dengan baik menjadi sediaan lotion
masih memiliki aktivitas repellent, seperti pada penelitian Kardinan & Dhalimi
(2010) minyak atsiri adas setelah diformulasikan menjadi sediaan lotion masih
memiliki aktivitas repellent sebesar 60% - 67%. Menurut penelitian lain Ridwan
(2012) formulasi losio ekstrak nilam memiliki daya proteksi terhadap gigitan
nyamuk sebesar 65,76% selama 6 jam. Besarnya aktivitas repellent berbanding
lurus dengan jumlah minyak atsiri yang digunakan dalam formula, Ekowati, dkk
(2013) telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa semakin besar konsentrasi
minyak atsiri kulit buah jeruk nipis yang digunakan dalam formula sediaan lotion,
maka persentase daya tolak nyamuk yang diperoleh semakin besar dan efektivitas
menolak nyamuknya semakin lama.
8
Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam formula juga
berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan seperti pada penelitian Caesar (2014)
yang menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri adas yang
digunakan dalam formula lotion, menyebabkan viskositasnya semakin rendah
yang berkaitan dengan daya lekat yang juga semakin kecil serta daya sebar yang
semakin besar.
F.
HIPOTESIS
Lotion minyak atsiri nilam memiliki aktivitas anti nyamuk. Peningkatan
konsentrasi minyak atsiri nilam dalam formulasi dapat menaikan aktivitas anti
nyamuk dan mempengaruhi sifat fisik sediaan meliputi viskositas dan daya lekat
yang semakin menurun dan daya sebar yang semakin besar.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi menularkan virus dengue ke
tubuh manusia melalui gigitannya, karena itu dianggap sebagai arbovirus yaitu
virus yang ditularkan melalui antropoda (WHO, 1999). Sampai saat ini belum ada
vaksin yang tersedia untuk mencegah demam dengue, karena itu perlindungan
kulit, dan pemberantasan vektor nyamuk merupakan cara untuk mencegah
penyebaran penyakit (Soedarto, 2012). Sebagai upaya pencegahan terhadap
gigitan nyamuk sediaan dalam bentuk lotion, gel, spray anti nyamuk praktis
digunakan dengan cara diaplikasikan pada permukaan kulit tubuh.
Sediaan anti nyamuk yang beredar di pasaran saat ini mengandung bahan
aktif N,N-diethyl-m-toluamide (DEET) yang merupakan senyawa kimia sintetik
dengan konsentrasi 10-15%. Penggunaan DEET dalam jangka waktu panjang
dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti gejala hipersensitifitas,
iritasi, urtikaria bahkan dapat juga menyebabkan kanker (Qiu et al., 1998 cit
Lukman et al., 2012) karena efek negatif yang ditimbulkan DEET, maka dibuat
sediaan anti nyamuk dari bahan alam sebagai alternatif (Kardinan & Dhalimi,
2010). Salah satu bahan alam yang bisa digunakan yaitu nilam, minyak atsiri dari
nilam yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukan kandungan patchouli
alkohol sebesar 22,62% (Gokulakrishnan, 2013) sehingga memiliki aktivitas anti
nyamuk (Jantan, 1999).
Menurut Guenther (1987) minyak atsiri memiliki sifat yang mudah
menguap dan apabila diaplikasikan secara langsung pada kulit kurang efektif,
maka minyak atsiri nilam diformulasikan dalam sediaan lotion untuk
memudahkan konsumen dalam mengaplikasikan minyak atsiri nilam sebagai anti
nyamuk dan untuk menjaga kestabilan minyak atsiri dalam penyimpanan.
Lotion sering digunakan oleh masyarakat karena praktis dan harganya
relatif terjangkau. Lotion adalah sediaan yang berupa suspense, emulsi atau
larutan dengan atau tanpa zat aktif di dalamnya, digunakan secara topikal yang
1
2
konsistensinya memungkinkan merata dengan cepat pada permukaan kulit saat
pemakain sehingga cepat kering dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen
zat aktif pada permukaan kulit (Ansel, 1989). Pada waktu penyimpanan mungkin
terjadi pemisahan. Dapat ditambah zat warna, pengawet dan pewangi yang cocok.
Penambahan salah satu fase seperti penambahan konsentrasi minyak atsiri dalam
sediaan dapat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan (DepKes RI, 1979).
Menurut Lachman et al., (1994) lotion yang berbentuk emulsi cair terdiri dari fase
minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator. Emulgator merupakan
komponen yang penting untuk memperoleh emulsi yang stabil (Anief, Moh.,
2007). Penambahan setil alkohol dalam formula pembuatan lotion dapat
meningkatkan stabilitas sediaan (Unvala, 2009).
Mekanisme penolakan nyamuk terjadi saat lotion yang mengandung
minyak atsiri dioleskan pada permukaan kulit dan karena pengaruh suhu tubuh
minyak atsiri menguap (Ekowati et al., 2013). Minyak atsiri nilam mengandung
patchouli alkohol, aromanya tertangkap oleh reseptor kimia yang dimiliki nyamuk
karena nyamuk tidak menyukai baunya kemudian menghindar dengan sendirinya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui aktivitas sediaan lotion minyak atsiri nilam sebagai anti nyamuk dan
mendapatkan sediaan lotion yang stabil dengan konsentrasi minyak atsiri yang
optimum.
B.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap aktivitas anti nyamuk setelah diformulasikan menjadi sediaan
lotion?
2.
Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan lotion?
3
C.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1.
Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap aktivitas anti nyamuk setelah diformulasikan menjadi sediaan
lotion.
2.
Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam
terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan lotion.
D.
TINJAUAN PUSTAKA
Nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan tanaman asal Filipina, berupa
tumbuhan semak yang mempunyai tinggi sekitar 0,5-1 meter, bercabang banyak
dan bertingkat mengitari batang, serta berbulu. Batangnya berkayu berwarna
keunguan, berbentuk persegi empat dengan diameter 10-20 cm. Daunnya
berwarna hijau, berbentuk bulat lonjong dengan panjang 10 cm, lebar 8 cm,
ujungnya agak meruncing dan tangkai daunnya berwarna kemerahan berukuran
sekitar 4 cm (Daniel, 2012). Nilam adalah salah satu jenis tanaman yang dapat
menghasilkan minyak atsiri.
Minyak atsiri dari suatu tanaman didapatkan dengan cara penyulingan.
Ada berbagai macam metode penyulingan, salah satu metode penyulingan yang
digunakan untuk penyulingan nilam adalah penyulingan air dan uap. Penyulingan
air dan uap menurut Guenther (1987) dilakukan dengan cara menempatkan bahan
tanaman di atas saringan ketel suling. Bagian bawah ketel suling diisi air, sedikit
di bawah di mana bahan ditempatkan. Air dipanaskan dengan berbagai cara yaitu
uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari penyulingan ini
adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan
yang disuling tidak berhubungan langsung dengan air panas tetapi dengan uap.
Minyak nilam dapat dimanfaatkan sebagai antiserangga, antibiotik, anti
radang, antiseptik, anti jamur, anti jerawat, anti eksim dan kulit pecah-pecah,
membantu mengurangi kegelisahan dan depresi, membuat tidur lebih nyenyak dan
meningkatkan gairah seksual. (Daniel, 2012). Kandungan utama minyak atsiri
4
nilam adalah patchouli alkohol (C15H26), senyawa ini yang bertanggung jawab
menyebabkan minyak atsiri nilam memiliki bau harum (Sastrohamidjojo, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan Halimah & Zetra (2011) minyak nilam
mengandung beberapa senyawa antara lain -pinene, δ-elemene, -patchoulene,
seychellene, caryophylene, α-patchoulene, α-guaine,
-selinene, asam palmitat
dan komponen senyawa terbesarnya adalah patchouli alkohol. Berdasarkan
penelitian Gokulakrishnan (2013) senyawa kimia nilam yang dianalisis
menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa kandungan kimia dari minyak nilam
adalah α-pinene (0,46 %); t- -elemenon (2,74 %);
-bisabolene (0,22 %); α-
bulnesen (19,49 %); δ-elemene (1,32 %); eremophilene (1,36 %);
-patchoulene
(12,88 %); -caryophyllene (2,53%); α-guaiene (15,44 %); α-patchoulene (3,58
%); -patchoulene (11,72%,); farnesol (1,55 %); aromadendrene oxide (1,57 %);
nonadecane (1,48%) dan patchouli alkohol (22,62 %). Dari 15 kandungan kimia
minyak nilam, lima diantaranya memiliki konsentrasi lebih besar, yaitu αbulnesen,
-patchoulene, α-guaiene,
- patchoulene, dan patchouli alkohol.
Besarnya konsentrasi patchouli alkohol akan mempengaruhi besar kecilnya
aktivitas repellent minyak nilam.
Nyamuk merupakan vektor penting dari beberapa penyakit tropis,
termasuk malaria, demam berdarah, dan berbagai penyakit virus lainnya (WHO,
1999). Nyamuk mengalami metamorfosa yang sempurna dimulai dari telur
menjadi larva, kemudian menjadi pupa dan dewasa. Telur dari nyamuk Aedes
aegypti diletakkan disepanjang tepi air. Masa inkubasi telur berlangsung selama
beberapa hari, kemudian menetas menjadi larva. Larva mengalami empat kali
pergantian kulit dan segera berubah menjadi pupa selama dua sampai tiga hari,
dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk jantan tidak mengisap darah
melainkan mengisap madu atau cairan lain dari tumbuhan. Nyamuk betina
umumnya mengisap darah sebelum bertelur agar reproduksi dapat berlangsung
(Soedarto, 2012). Nyamuk Aedes menggigit terutama di pagi atau sore hari.
sebagian besar spesies menggigit dan beristirahat di luar ruangan tetapi di daerah
tropis Aedes aegypti berkembang biak dan menggigit di dalam dan sekitar rumah
(WHO, 1999).
5
Repellent atau yang biasa disebut sediaan anti nyamuk merupakan bahan
yang digunakan secara langsung dengan cara menggosokkan pada tubuh atau
menyemprotkan pada pakaian, mempunyai kemampuan untuk menjauhkan
manusia dari gigitan atau gangguan serangga, contohnya DEET, repellent alam:
minyak sereh, minyak eukaliptus (KemenKes RI, 2012). Proses penolakan
nyamuk karena penggunaan repellent yaitu minyak atsiri yang dioleskan merata
pada tangan meresap ke pori-pori kulit, kemudian minyak atsiri akan menguap ke
udara karena panas tubuh. Bau dari minyak atsiri akan terdeteksi oleh reseptor
kimia yang terdapat pada antena nyamuk dan diteruskan ke impuls saraf. Bau dari
minyak atsiri ini tidak disukai nyamuk sehingga otak nyamuk akan
mengekspresikan untuk menghindar dari sumber bau. (Shinta, 2012).
Menurut Lachman et al., (1994) lotion merupakan sediaan yang
berbentuk emulsi cair terdiri dari fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh
emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya. Lotion
digunakan untuk pemakaian topikal sebagai pelindung. Konsistensinya cair
sehingga cepat dalam pemakaian, merata pada permukaan kulit, mudah menyebar,
cepat kering setelah dioleskan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan
kulit. Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan lotion terdiri dari fase
air dan fase minyak. Fase air yang terdiri dari disodium EDTA, aquadest,
karbopol,
propilen
glikol,
gliserin,
metilparaben,
propilparaben,
dan
triethanolamine (99%). Fase minyak terdiri dari minyak nilam, mineral oil, asam
stearat, dimethicone, gliseril monostearat dan setil alkohol. Disodium EDTA
digunakan sebagai chelating agent atau agen pengkelat, penggunaannya antara
0,005 dan 0,1% b/v (Shah dan Thassu, 2009). Agen pengkelat ditambahkan
dengan tujuan dapat membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapat
dalam sediaan, pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah
yang kurang baik (Fahmi, Farida et al, 2014). Karbopol atau carbomer dalam
formulasi sediaan lotion digunakan sebagai rheologi modifier (Draganoui et al.,
2009), karena jumlah air lebih dalam formula lotion dari 50% sehingga
menyebabkan konsistensi sediaan encer, maka perlu ditambahkan rheologi
modifier seperti karbopol yang dapat membentuk suatu sediaan yang agak kental,
6
mudah menempel pada kulit dan tdak mudah hilang dari permukaan kulit.
Propilen glikol berfungsi sebagai humektans, konsentrasi yang digunakan ≈15%
(Weller, 2009). Gliserin dalam formula ini berfungsi sebagai humektan. Dalam
formulasi sediaan farmasi topikal dan kosmetik gliserin sering digunakan sebagai
humektan dan emollient (Núnez dan Medina, 2009). Propilen glikol
dikombinasikan dengan gliserin karena kemampuan gliserin menyerap lembab
dibandingkan propilen glikol lebih besar (Lachman et al., 1994). Propilparaben
digunakan sebagai antimikroba atau pengawet dalam sediaan kosmetik. Dapat
digunakan sendiri maupun dalam kombinasi ester paraben yang lain atau dengan
antimikroba yang lain. Propilparaben efektif pada kisaran pH 4-8 dan memiliki
spektrum aktivitas antimikroba yang luas, walaupun paling efektif terhadap ragi
dan jamur. Untuk formulasi sediaan topikal konsentrasi propilparaben yang
digunakan 0,01-0,6% (Haley, 2009). Sama halnya dengan propilparaben,
metilparaben juga digunakan sebagai pengawet. Dapat digunakan sendiri maupun
kombinasi, untuk formulasi sediaan topikal konsentrasi metilparaben yang
digunakan 0,02-0,3% (Haley, 2009). Aktifitas pengawet menurun seiring dengan
naiknya pH karena pembentukan senyawa fenolat yang anion. Aktivitas
antimikroba meningkat seiring dengan meningkatnya panjang rantai alkil.
Aktifitas tersebut dapat terjadi dengan menggunakan kombinasi paraben yang
memiliki efek sinergis, seperti kombinasi dari metil, etil, propil, atau butilparaben.
Aktifitas antimikroba juga meningkat dengan penambahan eksipien lain seperti:
propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol, dan asam edetic. Penggunaan
kombinasi metylparaben dan propilparaben adalah 0,18% dan 0,02% (Haley,
2009). Mineral oil digunakan sebagai emolien. Dalam formulasi sediaan lotion
konsentrasi mineral oil yang digunakan 1,0-20,0% (Sheng, 2009). Asam stearat
dalam formulasi sediaan topikal digunakan sebagai pengemulsi dan agen pelarut
(Allen, 2009). Gliseril stearat atau gliseril monostearat dalam formula ini
digunakan sebagai co-emulsifier, dalam formulasi sediaan farmasi dan kosmetik
gliseril stearat bertindak sebagai stabilizer yang efektif. Sebagai pelarut senyawa
polar dan nonpolar yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak atau minyak
dalam air (Taylor, 2009). Setil alkohol digunakan sebagai zat pengemulsi dan
7
dapat meningkatkkan stabilitas sediaan (Unvala, 2009). Penambahan zat-zat polar
bersifat lemak, seperti setil alkohol dan gliseril monostearat, akan menstabilkan
emulsi minyak dalam air (Lachman et al., 1994). Triethanolamine apabila
dicampur dengan asam lemak, seperti asam stearat atau asam oleat dengan
perbandingan yang tepat akan membentuk sabun anionik dengan pH sekitar 8,
yang dapat digunakan sebagai pengemulsi untuk menghasilkan sediaan yang halus
dan emulsi minyak dalam air yang stabil. Konsentrasi triethanolamin yang
digunakan untuk emulsifikasi 2-4% v/v dan 2-5 kali dari asam lemak (Goskonda,
2009).
E.
LANDASAN TEORI
Minyak nilam mengandung patchouli alkohol sehingga memiliki
aktivitas repellent yang cukup tinggi (Jantan, 1999). Pada penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Sulantari (2007) pengujian potensi anti nyamuk minyak atsiri
Nilam terhadap nyamuk Aedes aegypti pada konsentrasi 55% v/v yang diperoleh
dengan menambahkan 5,5 ml minyak atsiri nilam dalam pelarut 10 ml oleum
ricini, menunjukan hasil yang baik, karena diperoleh daya repellent-nya pada jam
ketiga 97,6%, sedangkan untuk jam ke 4, ke 5 dan ke 6 potensi daya repellent
akan menurun yaitu 91,2%; 88,4% dan 79,2%.
Minyak atsiri jika diformulasikan dengan baik menjadi sediaan lotion
masih memiliki aktivitas repellent, seperti pada penelitian Kardinan & Dhalimi
(2010) minyak atsiri adas setelah diformulasikan menjadi sediaan lotion masih
memiliki aktivitas repellent sebesar 60% - 67%. Menurut penelitian lain Ridwan
(2012) formulasi losio ekstrak nilam memiliki daya proteksi terhadap gigitan
nyamuk sebesar 65,76% selama 6 jam. Besarnya aktivitas repellent berbanding
lurus dengan jumlah minyak atsiri yang digunakan dalam formula, Ekowati, dkk
(2013) telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa semakin besar konsentrasi
minyak atsiri kulit buah jeruk nipis yang digunakan dalam formula sediaan lotion,
maka persentase daya tolak nyamuk yang diperoleh semakin besar dan efektivitas
menolak nyamuknya semakin lama.
8
Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam formula juga
berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan seperti pada penelitian Caesar (2014)
yang menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri adas yang
digunakan dalam formula lotion, menyebabkan viskositasnya semakin rendah
yang berkaitan dengan daya lekat yang juga semakin kecil serta daya sebar yang
semakin besar.
F.
HIPOTESIS
Lotion minyak atsiri nilam memiliki aktivitas anti nyamuk. Peningkatan
konsentrasi minyak atsiri nilam dalam formulasi dapat menaikan aktivitas anti
nyamuk dan mempengaruhi sifat fisik sediaan meliputi viskositas dan daya lekat
yang semakin menurun dan daya sebar yang semakin besar.