EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENYAKITGASTROENTERITIS PASIEN RAWAT INAP RUMAH Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Penyakit Gastroenteritis Pasien Rawat Inap Rsud Dr. Soedomo Trenggalek Tahun 2013.

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENYAKIT

GASTROENTERITIS PASIEN RAWAT INAP RUMAH

SAKIT “X” TRENGGALEK TAHUN 2013

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

ULFA WALIYATUL MUFIDAH

K100100012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(2)

(3)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENYAKIT GASTROENTERITIS PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT “X” TRENGGALEK TAHUN 2013

EVALUATION OF THE USE OF ANTIBIOTICS IN DISEASE PATIENTS GASTROENTERITIS INPATIENT HOSPITAL “X” TRENGGALEK YEAR 2013

Ulfa Waliyatul Mufidah*, Suharsono dan Nurul Mutmainah Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl.Ahmad Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102 Email : ulfamufidah@gmail.com

ABSTRAK Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi seperti bakteri dan virus. Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba dan membunuh atau menghambat perkembangan bakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan antibiotik pada penyakit gastroenteritis pasien rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek tahun 2013. Penelitian dilakukan secara non eksperimental, dengan rancangan metode deskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medis sebanyak 92 pasien dengan teknik sampling purposive sampling. Alat yang digunakan yaitu lembar pengumpulan data dan bahan diambil dari data rekam medik yang berisi data-data pasien gastroenteritis. Analisis data menggunakan metode retrospektif dan dievaluasi penggunaan antibiotik meliputi parameter tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ceftriaxone merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan yaitu sebesar 44%. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik 100% tepat indikasi, 100% tepat pasien, 85,4% tepat obat, dan 85,4% tepat dosis.

Kata kunci : Antibiotik, Gastroenteritis

ABSTRACT

Gastroenteritis is inflammation the mucous membrane of the digestive tract that in the stomach, small intestine and colon. It can be caused by a variety of infectious agents such as bacteria and viruses. Antibiotics are drugs that are used to attack microbial infection and kill or inhibit the growth of bacteria. The purpose of this study to determine the use of antibiotics in gastroenteritis disease at one hospital “X” Trenggalek in 2013. The study used non-experimental method. The study used 92 medical records of patients with purposive sampling technique. The instrument that used is the data collection sheets and the medical records of gastroenteritis patient as the material. The data analysis with retrospectively method. The results showed that ceftriaxone is the most used amount 44%. In this study found that the used of antibiotic is 100% right indication, 100 % right patient, right drug 85.4 %, and 85.4 % correct dose.


(4)

PENDAHULUAN

Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan kadang disertai demam dan nyeri abdomen (Beers H. et. al, 2004). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi seperti bakteri dan virus (Heartling et al, 2010). Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah padat. Pada keadaan diare terjadi suatu perubahan dalam buang air besar, baik frekuensi yang menjadi lebih sering maupun konsistensinya yang berubah menjadi cair. Diare dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit (Sofwan, 2010). Bakteri adalah penyebab utama terjadinya diare. Bakteri penyebab terjadinya diare seperti Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus, dan Escherichia (Dipiro et al, 2008).

Klasifikasi diare dibagi menjadi 3 bagian yaitu diare akut, disentri dan diare persisten. Diare akut adalah terjadinya buang air besar dengan konsistensi encer sebanyak tiga kali atau lebih selama 24 jam, disentri ditunjukkan dengan terjadinya tinja berdarah, berlendir, dan berwarna, dan diare persisten merupakan diare yang terjadi lebih dari 14 hari (WGO, 2008). Diare disebabkan oleh bakteri, racun, bahan kimia, parasit, dan virus.

Pengobatan rasional adalah penggunaan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis pasien dalam jumlah dan massa yang memenuhi dan dengan biaya yang terendah (Sadikin, 2011). Kriteria pengobatan rasional meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis (Kemenkes RI, 2011).

Antibiotik banyak digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Ditemukan 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat kepada pasien yang sebenarnya tidak membutuhkan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang cukup sering menyebabkan resistensi bakteri (Kemenkes RI, 2011). Resistensi bakteri dapat disebabkan karena penggunaan antibiotik yang tidak sesuai, dosis yang tidak tepat, atau penyalahgunaan antibiotik (Kemenkes RI, 2011). Antibiotik adalah zat yang dihasilkan dari suatu mikroba, terutama jamur yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia ditentukan harus mempunyai sifat toksisitas yang selektif semaksimal mungkin. Yang artinya, obat harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis untuk manusia (Setiabudi, 2007).

Menurut Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 6thtahun 2005 pemberian antibiotik pada diare.


(5)

Tabel 1. Antibiotik pada Terapi Diare

Patogen Obat Pilihan Pertama Obat Alternatif

Enteroxigenic (seperti: Cholera) Diare Vibrio cholera

O1 atau O139

Doxycline 300 mg p.o 1x sehari, tetracycline 500 mg p.o 4 jam sekali selama 3 hari, atau trimethoprim-sulfamethoxazole DS (double strenght) tablet 2x sehari selama 3 hari, norfloxacin 400 mg p.o 2x sehari selama 3 hari, atau ciprofloxacin 500 mg p.0 2x sehari selama 3 hari atau 1 g p.o 1x sehari

Cloramphenicol 50 mg/kg i.v setiap 6 jam sekali, erythromycin 250-500 mg p.o setiap 6-8 jam dan furazolidone

Enteroxigenic E. Coli

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg 3x sehari selama 10 hari

Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) methoxazole tablet setiap 12 jam

C. difficile Metronidazole 250 mg 4x sehari dan 500 mg 3x sehari selama 10 hari

Voncomycin 125 mg p.o 4x sehari selama 10 hari, bacitracin 20.000-25.000 unit untuk 4x sehari selama 7-10 hari

Invasive (seperti: Disentri) Diare Shigella Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) 2x

sehari selama 3-5 hari

Ofloxacin 300 mg, norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg 2x sehari selama 3 hari, atau nalidixic acid 1 g/hari selama 5 hari, azithromycin 500 mg p.o 1x sehari, kemudian 250 mg 1x sehari selama 4 hari p.o

Salmonella

1.Nontyphoidal Trimethoprim-sulfametoxazole DS (double strenght) 2x, ofloxacin 300mg, norfloxacin 400 mg, or ciprofloxacin 500 mg 2x sehari selama 5 hari, atau ceftriaxone 2 g i.v sehari atau cefotazime 2 g 3x sehari selama 5 hari i.v ofloxacin 300mg, norfloxacin 400 mg, or ciprofloxacin 500 mg 2x sehari selama 5 hari, atau ceftriaxone 2 g i.v sehari atau ofloxacin 300mg

Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari, dilanjutkan dengan 500 mg oral 1x sehari selama 6 hari

2.Enteric fever Ciprofloxacin 500 mg Azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari,

dilanjutkan dengan 500 mg 1x sehari selama 5 hari, atau cefixime, cefotaxime, dan Cefuroxime, atau chloramphenicol 500 mg 4x sehari p.o atau i.v selama 14 hari

3.Campylobact er

Erythromycin 500 mg oral 2x sehari selama 5 hari, azithromycin 1000 mg p.o 1x sehari dilanjutkan dengan 500 mg/hari atau clarithromycin 500 mg p.o 2x sehari

Ciprofloxacin 500 mg atau norfloxacin 400 mg/hari 2x sehari selama 5 hari

4.Yersinia Terapi kombinasi dengan doxycycline, aminoglycosides, trimethoprim-sulfomethoxazole DS (double strenght) atau floroquinolone

Treveller Diare Prophylaxis

Treatment

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o/hari (di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan) trimethoprim-sulfamethoxazole DS (double strenght) tablet p.o 1x sehari (Mexico)

Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg p.o 2x sehari selama 3 hari atau trimethoprim-sulfamethoxazole DS (double strenght) tablet oral 2x sehari selama 3 hari (Mexico) atau azithromicin 500 mg oral 1x sehari selama 3 hari (hanya untuk area yang memiliki pravalensi tinggi terhadap resisten quinolone-campylobacter, seperti di Thailand

(Dipiro et al., 2005) METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian : Penelitian dilakukan secara non-eksperimental (observasional). Data diperoleh dari penelusuran data kartu rekam medik secara retrospektif dengan menelusuri catatan pengobatan yang diberikan pada pasien gastroenteritis di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek.


(6)

Populasi dan sampel : Populasi terdiri dari pasien dewasa (17-65 tahun) yang terdiagnosa gastroenteritis dan sampel terdiri dari populasi terpilih untuk dijadikan sampel.

Metode pengambulan sampel : Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Alat dan bahan : Alat yang digunakan yaitu lembar pengumpulan data. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data rekam medik yang berisi data-data pasien penderita gastroenteritis.

Analisis data : Hanya terdapat 41 pasien yang memiliki data lengkap sehingga dapat digunakan untuk evaluasi. Data dikelompokkan dan dianalisa dengan metode deskriptif secara retrospektif meliputi diagnosis penyakit, umur, jenis kelamin, lama perawatan, kondisi pulang, jenis antibiotik, jenis bakteri penyebab, cara pemberian, tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelusuran data menggunakan data pasien gastroenteritis yang menggunakan antibiotik di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek tahun 2013. Sampel diambil dengan metode purposive sampling dengan kriteria pasien dewasa (17-65 tahun) menderita gastroenteritis yang menggunakan antibiotik. Data diperoleh dari hasil rekam medik. Dari 92 pasien yang dipilih dapat dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin, diagnosis, penggunaan antibiotik, cara pemberian obat, lama perawatan, dan kondisi pulang pasien. Hasil penelitian ini juga dievaluasi berdasarkan ketepatan pemberian antibiotik, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.

A.Karakteristik Pasien

Tabel 2 menunjukan karakteristik pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, diagnosis, lama perawatan, dan keadaan pulang.

Tabel 2. Karakteristik Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X”Trenggalek Tahun 2013

Keterangan Jumlah Pasien Persentase (%) Usia

Remaja (17 tahun) 2 4,9

Dewasa (>18 tahun-65 tahun) 39 95,1

Jenis kelamin

Laki-laki 11 26,8

Perempuan 30 73,2

Diagnosis

GE 14 34,1

GEA 16 39

GEDS 11 26,8

Lama perawatan (hari)

1-3 18 44

4-5 22 53,7

>5 1 2,4

Keadaan pulang

Sembuh 28 68,3


(7)

Dari Tabel 2, diketahui usia dewasa lebih banyak terkena gastroenteritis. Didapatkan hanya ada 2 pasien yang termasuk kategori remaja (4,9%) dan 39 pasien kategori dewasa (95,1%). Pada penelitian karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin untuk kasus gastroenteritis yang dirawat di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek tahun 2013 didapatkan hasil pasien laki-laki sebanyak 11 pasien (26,8%) dan pasien perempuan sebanyak 30 pasien (73,2%). Dilihat dari persentase di atas dapat disimpulkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dengan selisih hampir separuh dari jumlahnya. Persentase diagnosis pada pasien gastroenteritis yang dirawat di rumah sakit “X” tahun 2013 adalah gastroenteritis sebanyak 14 pasien (34,1%), gastroenteritis akut sebanyak 16 pasien (39%), dan gastroenteritis dengan dehidrasi sebanyak 11 pasien (26,8%). Persentase diagnosis terbesar adalah pada gastroenteritis akut yaitu sebesar 39%. Lama perawatan pada kasus ini dilihat dari pasien gastroenteritis di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek mulai dirawat sampai diizinkan pulang. Data yang diperoleh adalah lama perawatan 1-3 hari sebanyak 18 pasien (44%), lama perawatan 4-5 hari sebanyak 22 pasien (53,7%), dan lama perawatan >5 hari sebanyak 1 pasien (2,4%). Persentase kondisi pulang sembuh sebanyak 28 pasien (68,3%) dan keadaan pulang membaik sebanyak 13 pasien (31,7%). Kondisi pulang sembuh yang dimaksudkan adalah pasien sudah diizinkan pulang oleh dokter dengan keadaan yang dinyatakan sudah sembuh tanpa pasien meminta pulang, sedangkan kondisi pulang membaik adalah pasien menginginkan pulang karena merasa kondisi sudah membaik sehingga diizinkan pulang oleh dokter (Sadikin, 2011).

B.Karakteristik Obat

Evaluasi penggunaan antibiotik pada penyakit gastroenteritis di rumah sakit “X” Trenggalek pada tahun 2013 didapatkan 41 pasien yang mempunyai data lengkap untuk dapat dijadikan bahan evaluasi dan 51 pasien mempunyai data kurang lengkap yaitu tidak ada jenis bakteri penyebab sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pasien secara jelas.

Pengobatan menggunakan antibiotik dapat mempersingkat durasi penyakit dan mengeluarkan organisme penyebab penyakit (Dipiro et al., 2005). Dari Tabel 3 didapatkan hasil penelitian penggunaan antibiotik cefotaxime sebanyak 9 pasien (22%), antibiotik ceftriaxone sebanyak 18 pasien (44%), antibiotik ciprofloxacin sebanyak 11 pasien (26,8%), dan antibiotik cotrimoxazole sebanyak 3 pasien (7,3%). Cotrimoxazole merupakan kombinasi antibiotik trimetoprim dan sulfametoxazole. Pada pasien gastroenteritis sering ditemukan keluhan mual dan muntah. Untuk mengatasi mual dan muntah di rumah sakit Dr. Soedomo digunakan obat ondansetron dan metoklopamide.


(8)

Diketahui penggunaan ondansetron sebanyak 17 pasien (41,5%) dan metoklopamide sebanyak 24 pasien (58,3%).

Tabel 3. Karakteristik Obat pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2013

Kelas Terapi Nama Obat Jumlah Persentase (%)

Antibiotik Cefotaxime 9 22

Ceftriaxone 18 44

Ciprofloxacin 11 26,8

Cotrimoxazole 3 7,3

Mual – muntah Ondansetron 17 41,5

Metoklopramide 24 58,3

Analgetik-antipiretik Paracetamol 8 19,5

Metamizole Na 33 80,5

Infus RL 500 8 19,5

RL 20 3 7,3

RL 30 24 58,3

RL 60 6 14,6

Anti diare Attapulgit 12 29,3

Neo diaform 9 22

Loperamide 5 12,2

Vitamin Alinamin F 9 22

Curcuma 4 9,8

Gastritis Ranitidin 41 100

Analgetik-antipiretik yang digunakan pada penelitian ini adalah paracetamol dan metamizole Na dengan persentase berturut-turut 19,5 dan 80,5. Jenis infus yang digunakan meliputi infus RL 500 sebanyak 19,5%, infus RL 20 sebanyak 7,3%, infus RL 30 sebanyak 58,3, dan infus RL 60 sebanyak 14,6%.

Pada pengobatan gastroenteritis di rumah sakit ini digunakan obat anti diare seperti attapulgit, neo diaform, dan loperamid. Dari ketiga obat tersebut yang paling banyak digunakan adalah attapulgit sebanyak 29,3%. Diberikan juga vitamin seperti curcuma (9,8%) dan alinamin F (22%). Untuk pengobatan gastritis digunakan ranitidin.

Di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trengggalek pemberian antibiotik dilakukan dengan dua cara, oral dan intravena. Dari Tabel 4 diketahui bahwa cara pemberian antibiotik di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek dilakukan dengan cara intravena sebanyak 32 pasien (78%) dan cara oral sebanyak 9 pasien (22%).

Tabel 4. Cara Pemberian Antibiotik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2013

Cara pemberian Jumlah Persentase (%)

Intavena 32 78

Oral 9 22

Jumlah 41 100

Pemberian secara intravena diberikan kepada orang yang susah menelan seperti tidak sadar, mengalami muntah, sering batuk, sedangkan secara oral diberikan kepada pasien yang mampu menelan obat. Pemberian obat secara intravena lebih efektif


(9)

dibandingkan oral karena perlakuan intravena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi darah sehingga proses masuknya obat lebih cepat (Sadikin, 2011).

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik 1. Tepat Indikasi dan Tepat Pasien

Pemilihan antibiotik berdasarkan pertimbangan empiris, yaitu apabila ditemukan adanya tanda-tanda terjadinya infeksi bakteri (Tjay dan Rahardja, 2007). Pada penelitian ini tidak semua pasien mendapatkan terapi antibiotik yang tepat. Antibiotik diberikan kepada pasien gastroenteritis yang menunjukkan adanya infeksi bakteri yang ditandai dengan konsistensi tinja cair, berlendir dan berdarah (WGO, 2012). Berdasarkan kriteria empiris tersebut pada Tabel 5 didapatkan hasil 100% tepat indikasi pemberian antibiotik pada pasien gastroenteritis.

Tabel 5. Data Evaluasi Tepat Indikasi dan Tepat Pasien pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2014

Jenis Ketepatan Jumlah Pasien Persentase (%) Tepat Indikasi

Tepat 41 100

Tidak tepat 0 0

Tepat Pasien

Tepat 41 100

Tidak tepat 0 0

Tepat pasien yang dimaksud pada penelitian ini adalah antibiotik yang digunakan tidak ada kontraindikasi dengan kondisi pasien. Kriteria ketepatan pasien adalah kesesuaian antara kondisi khusus pasien yang dilihat dari umur pasien dengan pengobatan yang didapat selama proses terapi (Cakrawadi et al, 2011).

2. Tepat Obat

Ketepatan obat yang digunakan harus sesuai diagnosis gastroenteritis dan acuan

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 6th tahun 2005. Pemilihan obat ditetapkan setelah dilakukan diagnosis dengan benar serta merupakan obat pilihan utama.

Pilihan obat yang digunakan adalah cotrimoxazole, cefotaxime, ceftriaxone, dan ciprofloxacin. Keempat obat tersebut merupakan pilihan obat utama di dalam acuan

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 6th tahun 2005. Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa antibiotik yang digunakan merupakan obat pilihan utama pada pasien gastroenteritis. Pada data ketepatan obat dari 92 pasien hanya 41 pasien yang mempunyai data jenis bakteri penyebab sehingga dapat dinilai ketepatan penggunaan obat. Dari data Tabel 4 didapatkan 35 pasien mendapat terapi tepat obat dan 6 pasien mendapatkan terapi tidak tepat obat. Penilaian ketepatan obat dapat dilihat dari bakteri penyebabnya.


(10)

Tabel 6. Ketepatan Obat pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2013

Bakteri Antibiotik Jumlah Keterangan Persentase (%) TO ≠TO

Salmonella Cefotaxime 9 TO - 22

Salmonella Ceftriaxone 13 TO - 31,7

Salmonella Ciprofloxacin 3 TO - 7,3

Shigella Ciprofloxacin 1 TO - 2,4

Shigella Cotrimoxazole 3 TO - 7,3

Shigella Ceftriaxone 6 - ≠TO 14,6

E.Coli Ciprofloxacin 6 TO - 14,6

Keterangan: TO: Tepat Obat ≠ TO: Tidak Tepat Obat 3. Tepat Dosis

Ketepatan dosis pemberian sangat diperlukan dalam terapi. Untuk mengetahui ketepatan penggunaan obat dapat dianalisis berdasarkan dosis antibiotik yang diberikan dan frekuensi pemberian pada pasien gastroenteritis di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek. Pemberian antibiotik harus sesuai dengan standar pengobatan agar tercapai target kesembuhan secara maksimal.

Tabel 7. Data Evaluasi Tepat Dosis pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2014

Jenis antibiotik Jumlah Dosis pemberian Dosis standard Keterangan

Cefotaxime 6 3x2 g 3x2 g Tepat

3 2x2 g 3x2 g Tidak tepat

Ceftriaxone 19 2x1 g 2x1g Tepat

Ciprofloxacin 10 2x500 mg 2x500 mg Tepat

Cotrimoxazole 3 2x960 mg 2x960 mg Tepat

Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa dari semua antibiotik yang diberikan ada yang pemberiannya kurang tepat yaitu pada antibiotik cefotaxime 2 g yang seharusnya diberikan 3x sehari hanya diberikan 2x sehari. Untuk jenis antibiotik yang lain dosis pemberiannya sudah tepat sesuai dengan dosis standart terapi (Dipiro et al, 2005).

Tabel 8. Data Evaluasi Tepat Frekuensi dan Durasi pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2014

Jenis

Antibiotik Jumlah

Frekuensi Pemberian

Durasi Pemberian

(hari)

Standar Keterangan Frekuensi Pemberian Durasi Pemberian (hari) F D

Cefotaxime 1 3x2g 2 3x2 g 5 √ -

5 3x2 g 5 3x2 g 5 √ √

1 2x2 g 3 3x2 g 5 - -

2 2x2 g 5 3x2 g 5 - √

Ceftriaxone 8 2x1 g 3 2x1 g 5 √ -

4 2x1 g 5 2x1 g 5 √ √

6 2x1 g 4 2x1 g 5 √ -

Ciprofloxacin 7 2x500 mg 4 2x500 mg 5 √ -

3 2x500 mg 5 2x500 mg 5 √ √

Cotrimoxazole 1 2x960 mg 3 2x960 mg 3-5 √ √

1 2x960 mg 4 2x960 mg 3-5 √ √

1 2x960 mg 2 2x960 mg 3-5 √ -


(11)

Dilihat dari Tabel 8, evaluasi tepat frekuensi dan durasi pemberian untuk jenis antibiotik cefotaxime sebanyak 5 pasien, ceftriaxone sebanyak 4 pasien, ciprofloxacin sebanyak 3 pasien, dan cotrimoxazole sebanyak 2 pasien.

Dapat disimpulkan bahwa terapi pemberian obat yang durasi pemberiannya kurang masih banyak terjadi karena data yang diambil hanya melihat data rekam medik. Hal ini dapat disebabkan obat dilanjutkan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penggunaan antibiotik untuk pasien gastroenteritis di rumah sakit “X” Trenggalek paling banyak adalah ceftriaxone sebesar 44%. Ditemukan penggunaan antibiotik 100% tepat indikasi, 100% tepat pasien, 85,4% tepat obat, dan 85,4% tepat dosis.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien gastroenteritis dengan data-data yang lebih lengkap seperti pemeriksaan laboratorium pasien mengenai penyakit penyerta dan sensitifitas bakteri penyebab.

DAFTAR ACUAN

Beers et. al., 2004. The Merck Manual of Medical Information 2nd ed. USA : Merck & Co

Cakrawardi, Elly, W., & Bachtiar, S., 2011, Pola Penggunaan Antibiotik pada Gastroenteritis Berdampak Diare Akut Pasien Anak Pasien Rawat Inap di Badan Layanan Umum Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Selama Tahun 2009, Majalah Farmasi dan Farmakologi, vol. 15, No. 2, Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin, Makassar.

Depkes RI, 2011, Buku Saku Petugas Kesehatan, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Dipiro, J., T, 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th Ed, 651, McGraw Hill.

Dipiro, J., T, 2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th Ed, 2082, McGraw Hill.

Hartling, L., Bellemare, S., Wiebe, N., Russell, K. F., Klassen, T. P., & Craig, W. R., 2010, Oral Versus Intravenous Rehydration for Treating Dehydration Due to Gastroenteritis in Children (Review), The Cochrane Collabration, hal. 2.

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


(12)

Martin, S. & Jung, R., 2005, Gastrointestinal Infection and Enterotoxigenic Poisonings dalam Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M., Pharmacotherapy A Pathophysioligic Approach, 6th Ed, 2038, McGraw Hill.

Prasetyaningsih, Efi, 2010, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Tahun 2009, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Sadikin, Z., D., J., 2011, Penggunaan Obat Rasional, J Indon Med Assoe, Vol. 61, No. 4, Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Setiabudi, R., 2007, Pengantar Antimikroba, Dalam: Ganiswara, Sulistia, editor, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Sofwan, R., 2010, Cara Cepat Atasi Diare Pada Anak, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Sugiyono., 2001, Statistik Nonparametrik untuk Penelitian. Bandung: Alfa-beta.

Tjay, H., T., & Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi VI, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia, Jakarta.

WGO, 2008, World Gastroenterology Organization Practice Guideline: Acute Diarrhea, hal.8, World Gastroenterology Organization.

WGO, 2012, World gastroenterology Organization Global Guidelines: Acute Diarrhea in Adults and Children, World Gasroenterology Organization.


(1)

Dari Tabel 2, diketahui usia dewasa lebih banyak terkena gastroenteritis. Didapatkan hanya ada 2 pasien yang termasuk kategori remaja (4,9%) dan 39 pasien kategori dewasa (95,1%). Pada penelitian karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin untuk kasus gastroenteritis yang dirawat di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek tahun 2013 didapatkan hasil pasien laki-laki sebanyak 11 pasien (26,8%) dan pasien perempuan sebanyak 30 pasien (73,2%). Dilihat dari persentase di atas dapat disimpulkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding laki-laki dengan selisih hampir separuh dari jumlahnya. Persentase diagnosis pada pasien gastroenteritis yang dirawat di rumah sakit “X” tahun 2013 adalah gastroenteritis sebanyak 14 pasien (34,1%), gastroenteritis akut sebanyak 16 pasien (39%), dan gastroenteritis dengan dehidrasi sebanyak 11 pasien (26,8%). Persentase diagnosis terbesar adalah pada gastroenteritis akut yaitu sebesar 39%. Lama perawatan pada kasus ini dilihat dari pasien gastroenteritis di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek mulai dirawat sampai diizinkan pulang. Data yang diperoleh adalah lama perawatan 1-3 hari sebanyak 18 pasien (44%), lama perawatan 4-5 hari sebanyak 22 pasien (53,7%), dan lama perawatan >5 hari sebanyak 1 pasien (2,4%). Persentase kondisi pulang sembuh sebanyak 28 pasien (68,3%) dan keadaan pulang membaik sebanyak 13 pasien (31,7%). Kondisi pulang sembuh yang dimaksudkan adalah pasien sudah diizinkan pulang oleh dokter dengan keadaan yang dinyatakan sudah sembuh tanpa pasien meminta pulang, sedangkan kondisi pulang membaik adalah pasien menginginkan pulang karena merasa kondisi sudah membaik sehingga diizinkan pulang oleh dokter (Sadikin, 2011).

B.Karakteristik Obat

Evaluasi penggunaan antibiotik pada penyakit gastroenteritis di rumah sakit “X” Trenggalek pada tahun 2013 didapatkan 41 pasien yang mempunyai data lengkap untuk dapat dijadikan bahan evaluasi dan 51 pasien mempunyai data kurang lengkap yaitu tidak ada jenis bakteri penyebab sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pasien secara jelas.

Pengobatan menggunakan antibiotik dapat mempersingkat durasi penyakit dan mengeluarkan organisme penyebab penyakit (Dipiro et al., 2005). Dari Tabel 3 didapatkan hasil penelitian penggunaan antibiotik cefotaxime sebanyak 9 pasien (22%), antibiotik ceftriaxone sebanyak 18 pasien (44%), antibiotik ciprofloxacin sebanyak 11 pasien (26,8%), dan antibiotik cotrimoxazole sebanyak 3 pasien (7,3%). Cotrimoxazole merupakan kombinasi antibiotik trimetoprim dan sulfametoxazole. Pada pasien gastroenteritis sering ditemukan keluhan mual dan muntah. Untuk mengatasi mual dan muntah di rumah sakit Dr. Soedomo digunakan obat ondansetron dan metoklopamide.


(2)

Diketahui penggunaan ondansetron sebanyak 17 pasien (41,5%) dan metoklopamide sebanyak 24 pasien (58,3%).

Tabel 3. Karakteristik Obat pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2013

Kelas Terapi Nama Obat Jumlah Persentase (%)

Antibiotik Cefotaxime 9 22

Ceftriaxone 18 44

Ciprofloxacin 11 26,8

Cotrimoxazole 3 7,3

Mual – muntah Ondansetron 17 41,5

Metoklopramide 24 58,3

Analgetik-antipiretik Paracetamol 8 19,5 Metamizole Na 33 80,5

Infus RL 500 8 19,5

RL 20 3 7,3

RL 30 24 58,3

RL 60 6 14,6

Anti diare Attapulgit 12 29,3

Neo diaform 9 22

Loperamide 5 12,2

Vitamin Alinamin F 9 22

Curcuma 4 9,8

Gastritis Ranitidin 41 100

Analgetik-antipiretik yang digunakan pada penelitian ini adalah paracetamol dan metamizole Na dengan persentase berturut-turut 19,5 dan 80,5. Jenis infus yang digunakan meliputi infus RL 500 sebanyak 19,5%, infus RL 20 sebanyak 7,3%, infus RL 30 sebanyak 58,3, dan infus RL 60 sebanyak 14,6%.

Pada pengobatan gastroenteritis di rumah sakit ini digunakan obat anti diare seperti attapulgit, neo diaform, dan loperamid. Dari ketiga obat tersebut yang paling banyak digunakan adalah attapulgit sebanyak 29,3%. Diberikan juga vitamin seperti curcuma (9,8%) dan alinamin F (22%). Untuk pengobatan gastritis digunakan ranitidin.

Di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trengggalek pemberian antibiotik dilakukan dengan dua cara, oral dan intravena. Dari Tabel 4 diketahui bahwa cara pemberian antibiotik di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek dilakukan dengan cara intravena sebanyak 32 pasien (78%) dan cara oral sebanyak 9 pasien (22%).

Tabel 4. Cara Pemberian Antibiotik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2013

Cara pemberian Jumlah Persentase (%)

Intavena 32 78

Oral 9 22

Jumlah 41 100

Pemberian secara intravena diberikan kepada orang yang susah menelan seperti tidak sadar, mengalami muntah, sering batuk, sedangkan secara oral diberikan kepada pasien yang mampu menelan obat. Pemberian obat secara intravena lebih efektif


(3)

dibandingkan oral karena perlakuan intravena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi darah sehingga proses masuknya obat lebih cepat (Sadikin, 2011).

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik 1. Tepat Indikasi dan Tepat Pasien

Pemilihan antibiotik berdasarkan pertimbangan empiris, yaitu apabila ditemukan adanya tanda-tanda terjadinya infeksi bakteri (Tjay dan Rahardja, 2007). Pada penelitian ini tidak semua pasien mendapatkan terapi antibiotik yang tepat. Antibiotik diberikan kepada pasien gastroenteritis yang menunjukkan adanya infeksi bakteri yang ditandai dengan konsistensi tinja cair, berlendir dan berdarah (WGO, 2012). Berdasarkan kriteria empiris tersebut pada Tabel 5 didapatkan hasil 100% tepat indikasi pemberian antibiotik pada pasien gastroenteritis.

Tabel 5. Data Evaluasi Tepat Indikasi dan Tepat Pasien pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2014

Jenis Ketepatan Jumlah Pasien Persentase (%) Tepat Indikasi

Tepat 41 100

Tidak tepat 0 0

Tepat Pasien

Tepat 41 100

Tidak tepat 0 0

Tepat pasien yang dimaksud pada penelitian ini adalah antibiotik yang digunakan tidak ada kontraindikasi dengan kondisi pasien. Kriteria ketepatan pasien adalah kesesuaian antara kondisi khusus pasien yang dilihat dari umur pasien dengan pengobatan yang didapat selama proses terapi (Cakrawadi et al, 2011).

2. Tepat Obat

Ketepatan obat yang digunakan harus sesuai diagnosis gastroenteritis dan acuan

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 6th tahun 2005. Pemilihan obat ditetapkan setelah dilakukan diagnosis dengan benar serta merupakan obat pilihan utama.

Pilihan obat yang digunakan adalah cotrimoxazole, cefotaxime, ceftriaxone, dan ciprofloxacin. Keempat obat tersebut merupakan pilihan obat utama di dalam acuan

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 6th tahun 2005. Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa antibiotik yang digunakan merupakan obat pilihan utama pada pasien gastroenteritis. Pada data ketepatan obat dari 92 pasien hanya 41 pasien yang mempunyai data jenis bakteri penyebab sehingga dapat dinilai ketepatan penggunaan obat. Dari data Tabel 4 didapatkan 35 pasien mendapat terapi tepat obat dan 6 pasien mendapatkan terapi tidak tepat obat. Penilaian ketepatan obat dapat dilihat dari bakteri penyebabnya.


(4)

Tabel 6. Ketepatan Obat pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2013

Bakteri Antibiotik Jumlah Keterangan Persentase (%)

TO ≠TO

Salmonella Cefotaxime 9 TO - 22

Salmonella Ceftriaxone 13 TO - 31,7

Salmonella Ciprofloxacin 3 TO - 7,3

Shigella Ciprofloxacin 1 TO - 2,4

Shigella Cotrimoxazole 3 TO - 7,3

Shigella Ceftriaxone 6 - ≠TO 14,6

E.Coli Ciprofloxacin 6 TO - 14,6

Keterangan: TO: Tepat Obat ≠ TO: Tidak Tepat Obat

3. Tepat Dosis

Ketepatan dosis pemberian sangat diperlukan dalam terapi. Untuk mengetahui ketepatan penggunaan obat dapat dianalisis berdasarkan dosis antibiotik yang diberikan dan frekuensi pemberian pada pasien gastroenteritis di instalasi rawat inap rumah sakit “X” Trenggalek. Pemberian antibiotik harus sesuai dengan standar pengobatan agar tercapai target kesembuhan secara maksimal.

Tabel 7. Data Evaluasi Tepat Dosis pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2014

Jenis antibiotik Jumlah Dosis pemberian Dosis standard Keterangan

Cefotaxime 6 3x2 g 3x2 g Tepat

3 2x2 g 3x2 g Tidak tepat

Ceftriaxone 19 2x1 g 2x1g Tepat

Ciprofloxacin 10 2x500 mg 2x500 mg Tepat

Cotrimoxazole 3 2x960 mg 2x960 mg Tepat

Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa dari semua antibiotik yang diberikan ada yang pemberiannya kurang tepat yaitu pada antibiotik cefotaxime 2 g yang seharusnya diberikan 3x sehari hanya diberikan 2x sehari. Untuk jenis antibiotik yang lain dosis pemberiannya sudah tepat sesuai dengan dosis standart terapi (Dipiro et al, 2005).

Tabel 8. Data Evaluasi Tepat Frekuensi dan Durasi pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Trenggalek Tahun 2014

Jenis

Antibiotik Jumlah

Frekuensi Pemberian

Durasi Pemberian

(hari)

Standar Keterangan

Frekuensi Pemberian Durasi Pemberian (hari) F D

Cefotaxime 1 3x2g 2 3x2 g 5 √ -

5 3x2 g 5 3x2 g 5 √ √

1 2x2 g 3 3x2 g 5 - -

2 2x2 g 5 3x2 g 5 - √

Ceftriaxone 8 2x1 g 3 2x1 g 5 √ -

4 2x1 g 5 2x1 g 5 √ √

6 2x1 g 4 2x1 g 5 √ -

Ciprofloxacin 7 2x500 mg 4 2x500 mg 5 √ -

3 2x500 mg 5 2x500 mg 5 √ √

Cotrimoxazole 1 2x960 mg 3 2x960 mg 3-5 √ √

1 2x960 mg 4 2x960 mg 3-5 √ √

1 2x960 mg 2 2x960 mg 3-5 √ -


(5)

Dilihat dari Tabel 8, evaluasi tepat frekuensi dan durasi pemberian untuk jenis antibiotik cefotaxime sebanyak 5 pasien, ceftriaxone sebanyak 4 pasien, ciprofloxacin sebanyak 3 pasien, dan cotrimoxazole sebanyak 2 pasien.

Dapat disimpulkan bahwa terapi pemberian obat yang durasi pemberiannya kurang masih banyak terjadi karena data yang diambil hanya melihat data rekam medik. Hal ini dapat disebabkan obat dilanjutkan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penggunaan antibiotik untuk pasien gastroenteritis di rumah sakit “X” Trenggalek paling banyak adalah ceftriaxone sebesar 44%. Ditemukan penggunaan antibiotik 100% tepat indikasi, 100% tepat pasien, 85,4% tepat obat, dan 85,4% tepat dosis.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien gastroenteritis dengan data-data yang lebih lengkap seperti pemeriksaan laboratorium pasien mengenai penyakit penyerta dan sensitifitas bakteri penyebab.

DAFTAR ACUAN

Beers et. al., 2004. The Merck Manual of Medical Information 2nd ed. USA : Merck & Co

Cakrawardi, Elly, W., & Bachtiar, S., 2011, Pola Penggunaan Antibiotik pada Gastroenteritis Berdampak Diare Akut Pasien Anak Pasien Rawat Inap di Badan Layanan Umum Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Selama Tahun 2009, Majalah Farmasi dan Farmakologi, vol. 15, No. 2, Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin, Makassar.

Depkes RI, 2011, Buku Saku Petugas Kesehatan, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Dipiro, J., T, 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th Ed, 651, McGraw Hill.

Dipiro, J., T, 2005, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th Ed, 2082, McGraw Hill.

Hartling, L., Bellemare, S., Wiebe, N., Russell, K. F., Klassen, T. P., & Craig, W. R., 2010, Oral Versus Intravenous Rehydration for Treating Dehydration Due to Gastroenteritis in Children (Review), The Cochrane Collabration, hal. 2.

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


(6)

Martin, S. & Jung, R., 2005, Gastrointestinal Infection and Enterotoxigenic Poisonings dalam Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M., Pharmacotherapy A Pathophysioligic Approach, 6th Ed, 2038, McGraw Hill.

Prasetyaningsih, Efi, 2010, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gastroenteritis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Tahun 2009, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Sadikin, Z., D., J., 2011, Penggunaan Obat Rasional, J Indon Med Assoe, Vol. 61, No. 4, Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Setiabudi, R., 2007, Pengantar Antimikroba, Dalam: Ganiswara, Sulistia, editor, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Sofwan, R., 2010, Cara Cepat Atasi Diare Pada Anak, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Sugiyono., 2001, Statistik Nonparametrik untuk Penelitian. Bandung: Alfa-beta.

Tjay, H., T., & Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi VI, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia, Jakarta.

WGO, 2008, World Gastroenterology Organization Practice Guideline: Acute Diarrhea, hal.8, World Gastroenterology Organization.

WGO, 2012, World gastroenterology Organization Global Guidelines: Acute Diarrhea in Adults and Children, World Gasroenterology Organization.


Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH RAWAT INAP DI RSUD Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014.

0 3 12

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Dewasa Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Pada Tahun 2014.

1 10 16

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENYAKIT GASTROENTERITIS PASIEN RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Penyakit Gastroenteritis Pasien Rawat Inap Rsud Dr. Soedomo Trenggalek Tahun 2013.

0 3 11

PENDAHULUAN Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Penyakit Gastroenteritis Pasien Rawat Inap Rsud Dr. Soedomo Trenggalek Tahun 2013.

0 3 8

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Sayidiman Magetan Tahun 2014.

1 28 17

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN GASTROENTERITIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gastroenteritis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta Periode Januari – Juni 2013.

0 2 11

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN GASTROENTERITIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gastroenteritis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta Periode Januari – Juni 2013.

0 4 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH PASIEN RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Penyakit Infeksi Saluran Kemih Pasien Rawat Inap Di RS “X” Klaten Tahun 2012.

0 2 13

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN PEDIATRI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Untuk Penyakit Diare Pada Pasien Pediatri Rawat Inap Di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri Tahun 2011.

0 3 10

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN PEDIATRI RAWAT INAP Evaluasi Penggunaan Antibiotik Untuk Penyakit Diare Pada Pasien Pediatri Rawat Inap Di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri Tahun 2011.

0 1 17