STRATEGI KONSELOR DALAM MENANGANI SISWA BERMASALAH PADA PROSES BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (Kajian Pragmatik).

(1)

STRATEGI KONSELOR DALAM MENANGANI SISWA BERMASALAH

PADA PROSES BIMBINGAN DAN KONSELING

DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

(Kajian Pragmatik)

TESIS

diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora di Bidang Linguistik

oleh

R. ARYATI VIRNA 1102715

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Strategi Konselor dalam Menangani Siswa Bermasalah pada Proses Bimbingan dan Konseling di SMK (Kajian

Pragmatik)“ beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri dan saya tidak melakukan plagiarisme atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menerima tindakan atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila ditemukan pelanggaran akademik dalam karya saya ini atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 7 Juli 2015 Pembuat pernyataan,


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL PENELITIAN

STRATEGI KONSELOR DALAM MENANGANI SISWA BERMASALAH PADA PROSES BIMBINGAN DAN KONSELING

DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (Kajian Pragmatik)

Nama Peneliti : R. Aryati Virna

NIM : 1102715

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Pembimbing 1

Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D NIP.196711161992031001

Pembimbing 2

Dadang Sudana, M.A., Ph.D NIP.196009191990031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Linguistik

Dadang Sudana, M.A., Ph.D NIP.196009191990031001


(4)

Strategi Konselor dalam Menangani Siswa Bermasalah pada Proses Bimbingan dan Konseling di SMK

(Kajian Pragmatik)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi konselor dalam menangani siswa bermasalah pada proses bimbingan dan konseling dilihat berdasarkan tindak tuturnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data penelitian berupa tuturan percakapan antara konselor dengan empat siswa yang dianggap bermasalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konselor lebih banyak menggunakan tindak tutur direktif. Terdapat 4 hal yang mendasari tindak tutur konselor dalam proses BK yakni membangun hubungan dengan siswa yang mengalami masalah, memperjelas dan mendefinisikan masalah yang dialami siswa, membuat alternatif bantuan untuk meyelesaikan masalah yang dialami siswa dan mendorong siswa agar berubah menjadi lebih baik. Keempat strategi tindak tutur tersebut membuktikan bahwa realisasi dalam pemilihan tuturan dari konselor sangat penting dan berkaitan erat dengan keberhasilan tuturan untuk mendapatkan respon positif dari siswa.

Kata kunci: Tindak tutur, Percakapan dalam proses Bimbingan dan Konseling, Pola tindak tutur


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Rumusan Masalah ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 6

1.7 Definisi Operasional ... 7

BAB II KONSELING DAN TINDAK TUTUR ... 8

2.1 Definisi dan Tahapan Konseling ... 8

2.1.1 Tahap Awal ... 9

2.1.2 Tahap Pertengahan ... 9


(6)

2.2 Tindak Tutur dalam Pragmatik ... 10

2.3 Komponen Tindak Tutur ... 13

2.3.1 Penutur dan Mitra Tutur ... 14

2.3.2 Tuturan ... 15

2.3.3 Konteks Tuturan ... 16

2.4 Klasifikasi Tindak Tutur ... 16

2.5Jenis Tindak Tutur (JTT) ... 18

2.6Illocutionary Force Indicating Divices (IFID) ... 21

2.7Tuturan Konselor ... 22

2.8Respon Siswa sebagai Tindak Ilokusi Konselor ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ………... 26

3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian ... 27

3.3 Prosedur Pengumpulan Data ... 28

3.4 Prosedur Pengolahan Data ... 30

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Realisasi Tindak Tutur Konselor dalam Proses BK di Sekolah ... 35

4.1.1 Penggunaan Jenis Tindak Tutur Asertif ... 36

4.1.1.1 JTT Asertif dalam Bentuk Menyatakan ... 38

4.1.1.2 JTT Asertif dalam Bentuk Memberitahu ... 39

4.1.1.3 JTT Asertif dalam Bentuk Menunjukkan ... 40

4.1.1.4 JTT Asertif dalam Bentuk Melaporkan ... 41


(7)

4.1.2 Penggunaan Jenis Tindak Tutur Direktif ... 43

4.1.2.1 JTT Direktif dalam Bentuk Bertanya ... 45

4.1.2.2 JTT Direktif dalam Bentuk Perintah ... 47

4.1.2.3 JTT Direktif dalam Bentuk Menyarankan ... 48

4.1.2.4 JTT Direktif dalam Bentuk Menasehati ... 49

4.1.2.5 JTT Direktif dalam Bentuk Meminta ... 50

4.1.2.6 JTT Direktif dalam Bentuk Mengajak ... 52

4.1.2.7 JTT Direktif dalam Bentuk Menekan ... 53

4.1.2.8 JTT Direktif dalam Bentuk Mengarahkan ... 54

4.1.3 Penggunaan Jenis Tindak Tutur Komisif ... 55

4.1.3.1 JTT Komisif dalam Bentuk Berjanji ... 56

4.1.3.2 JTT Komisif dalam Bentuk Tawaran ... 57

4.1.3.3 JTT Komisif dalam Bentuk Harapan ... 58

4.1.4 Penggunaan Jenis Tindak Tutur Ekspresif ... 58

4.1.4.1 JTT Ekspresif dalam Bentuk Memberi Selamat .. 59

4.1.4.2 JTT Ekspresif dalam Bentuk Bergurau ... 60

4.1.4.3 JTT Ekspresif dalam Bentuk Kesedihan ... 60

4.1.4.4 JTT Ekspresif dalam Bentuk Terkejut ... 60

4.1.4.5 JTT Ekspresif dalam Bentuk Kebanggaan ... 61

4.1.4.6 JTT Ekspresif dalam Bentuk Kesenangan ... 61

4.1.4.7 JTT Ekspresif dalam Bentuk Berterima Kasih... 62

4.1.4.8 JTT Ekspresif dalam Bentuk Meminta Maaf ... 62


(8)

4.1.5.1 JTT Deklaratif dalam Bentuk Memutuskan ... 63

4.2 Hal-hal yang Mendasari Tuturan konselor dalam Proses BK ... 64

4.2.1 Membangun Hubungan ... 64

4.2.2 Memperjelas dan Mendefinisikan Masalah ... 67

4.2.3 Membuat Alternatif Bantuan Menyelesaikan Masalah ... 68

4.2.3 Mendorong Siswa Agar Berubah Lebih Baik ... 70

4.3 Daya Ilokusi Konselor dalam Proses BK ... 71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………. 77

5.1 Simpulan ... 77

5.2 Saran-saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 85


(9)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta definisi operasional.

1.1Latar Belakang Masalah

Dalam kegiatan kemasyarakatan, manusia sangat bergantung pada penggunaan bahasa. Pemikiran setiap individu memungkinkan untuk disampaikan kepada individu lain menggunakan bahasa, sehingga terjalin suatu komunikasi. Sebagai ilustrasi, orang Batak tidak akan memahami apa yang ingin disampaikan orang Sunda jika ia tidak memiliki pengetahuan bahasa Sunda, begitu pun sebaliknya. Hal ini menunjukkan komunikasi melalui bahasa hanya mungkin terjadi apabila antara penutur dan mitra tutur memiliki pengetahuan atau pemahaman yang sama terhadap suatu bahasa tertentu. Bahasa tersebut digunakan dalam komunikasi dengan satu pokok tuturan, dalam waktu dan tempat, serta situasi tertentu.

Teori tindak tutur awalnya digagas oleh Austin (1962) dalam How to Do Things with Words. Dalam pembahasannya, Austin mengemukakan bahwa sebuah kalimat yang diujarkan dapat dipandang sebagai suatu tindakan (act). Dalam mengucapkan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan sesuatu dengan pengucapan tuturan itu saja, tetapi juga menindakkan sesuatu dalam kalimat yang diucapkannya (Purwo, 1990: 19). Hal serupa diungkapkan Johnstone


(10)

(dalam Pringganti, 2013: 4), yaitu “when you say something you are doing something; talking is an action on several levels”.

Tindak tutur (speech act) menempati posisi sentral dalam pragmatik dan menjadi dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lainnya, seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan. Kajian pragmatik yang tidak mendasarkan analisisnya pada tindak tutur bukanlah kajian pragmatik dalam arti yang sebenarnya (Rustono, 1999: 33). Dari pernyataan tersebut, analisis tindak tutur dinilai mampu menjelaskan fenomena pemakaian bahasa dalam segala bidang.

Kajian linguistik dalam ranah pendidikan dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Dalam proses pendidikan, guru Bimbingan dan Konseling (BK) diharapkan mampu memberikan dukungan pada proses belajar-mengajar di sekolah. Bimbingan dan konseling memiliki pengertian yang khas. Dengan bimbingan dan konseling tersebut, siswa akan melakukan aktivitas belajar sesuai dengan apa yang telah ditentukan, atau telah diatur dalam suatu aturan (norma), atau dalam kata lain siswa bersikap disiplin. Moeliono (1993: 208) pernah mengemukakan bahwa disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma.

Kegiatan BK tidak dilaksanakan sebagaimana kegiatan belajar-mengajar (KBM) yang dilakukan guru bidang studi lainnya di kelas. Kegiatan BK merupakan kegiatan pelayanan ahli dalam konteks mendisiplinkan dan memandirikan peserta didik. (Naskah Akademik ABKIN, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur


(11)

Pendidikan Formal, 2007). Merujuk pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan bagi guru BK ditetapkan menjadi ‘konselor’. Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur sebagaimana yang tercantum pada UU No. 20/2003, pasal 1 ayat 6.

Pada kegiatan BK, siswa dipanggil ke ruangan khusus oleh konselor. Dalam pertemuan tersebut, konselor akan berupaya berkomunikasi dengan siswa yang biasanya memiliki masalah, baik secara pribadi maupun kelompok. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menggali lebih dalam akar permasalahan yang dialami siswa. Ketika siswa mengungkapkan sebab-akibat permasalahannya, konselor berusaha mencari penyelesaian terhadap masalah tersebut. Setelah memahami permasalahannya, konselor menyampaikan pemahaman tersebut kepada siswa. Dengan begitu, siswa diharapkan dapat merespon dengan mengubah sikapnya menjadi lebih baik. Selama proses BK terjalin interaksi dan komunikasi antara seorang guru BK, yang bertindak sebagai konselor, dan siswa. Dalam konteks ini, konselor menjadi seorang penutur, sedang siswa menjadi mitra tutur. Kalimat-kalimat yang dituturkan konselor tentu memiliki ‘tindakan’ yang mengharapkan adanya tanggapan dari siswa. Tindak tutur yang digunakan konselor dari awal pertemuan sampai perbincangan, dapat menunjukkan strategi komunikasi yang khas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan strategi konselor yang direalisasikan melalui tindak tutur berupa efek ilokusi terhadap siswa.


(12)

Penelitian mengenai tindak tutur memang sudah banyak dilakukan. Beberapa penelitian mengenai tindak tutur antara lain sebagai berikut. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2008). Dalam penelitiannya, dibahas penggunaan bentuk direktif siswa dalam percakapan di kelas dan penggunaan bentuk asertif siswa dalam percakapan di kelas. Selain itu, penelitian mengenai tindak tutur juga telah dilakukan oleh Jumadi (2007). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan suatu tindak tutur tidak dapat dilepaskan dengan otoritas yang dimiliki oleh penutur dan kondisi sosial budaya yang melingkupi penggunaan suatu tindak tutur. Kedua penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan, baik dari segi objek maupun subjek penelitian. Karena selama ini, penelitian mengenai kegiatan BK biasanya lebih menekankan pada segi (bidang) psikologi saja. Oleh karena itu, penelitian ini yang berjudul Strategi Konselor dalam Menangani Siswa Bermasalah pada Proses Bimbingan dan Konseling di SMK (Kajian Pragmatik), menarik dan perlu untuk dilakukan dan merujuk penjelasan di atas, karena konselor dapat menjadi motivator bagi siswa untuk dapat meraih kesuksesan.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, masalah yang teridentifikasi yaitu sebagai berikut.

1) Konselor mempunyai sejumlah strategi komunikasi untuk mengajak konseli agar terbuka dalam menyelesaikan yang dialami oleh konseli (siswa).

2) Tuturan konselor dalam proses BK dapat mempengaruhi perkembangan kemandirian dan kedisiplinan siswa.


(13)

3) Klasifikasi tindak tutur berdasarkan ilokusinya yang selama kegiatan BK dapat menunjukkan strategi bertutur, sedangkan ilokusi konselor yang muncul pada anak dapat dijadikan parameter untuk mengetahui keberhasilan konselor dalam menangani permasalahan yang dialami oleh siswa.

1.3Batasan Masalah

Mengingat kompleksnya persoalan di atas, peneliti membatasi beberapa hal, yaitu sebagai berikut.

1) Penelitian ini mengkhususkan pada strategi bertutur konselor yang direalisasikan dengan jenis tindak tutur saja. Teori yang digunakan yaitu jenis tindak tutur yang digunakan oleh Searle (1979).

2) Data yang digunakan penelitian ini berasal dari kegiatan seorang konselor di salah satu SMK di Bandung yang telah ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, serta empat siswa dengan permasalahan yang berbeda.

3) Untuk melihat tingkat keberhasilan, penelitian ini menganalisis ilokusi tindak tutur konselor yang kemudian direspon siswa sebagai wujud realisasi perlokusinya.

1.4Rumusan Masalah

Masalah-masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.

1) Bagaimana realisasi tindak tutur konselor dalam menangani siswa bermasalah pada proses BK di sekolah?


(14)

2) Apa yang mendasari tindak tutur konselor dalam menangani siswa bermasalah pada proses BK di sekolah?

3) Bagaimana daya (efek) ilokusi konselor terhadap siswa yang menjalani proses BK di sekolah?

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1) mendeskripsikan realisasi tindak tutur sebagai strategi bertutur konselor dalam menangani siswa bermasalah pada proses BK di sekolah

2) mendeskripsikan alasan (hal-hal) yang mendasari tindak tutur konselor dalam menangani siswa bermasalah pada proses BK di sekolah

3) mendeskripsikan daya (efek) ilokusi konselor terhadap siswa sebagai parameter keberhasilan proses BK di sekolah

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dilihat dari segi teoritis diharapkan mampu memperkaya wawasan subteori yang beririsan dengan ilmu pragmatik terutama yang berkaitan dengan tindak tutur .

Berdasarkan dari segi praktis, memberi sumbangan saran dan pemikiran bagi guru, khususnya konselor, dalam menangani siswa bermasalah di SMK.

Dari kepustakaan, diharapkan dapat menjadi salah satu karya tulis ilmiah yang menambah koleksi pustaka yang bermanfaat bagi para linguis dan pendidik khususnya, serta masyarakat pada umumnya.


(15)

Bagi perkembangan dunia pendidikan, membantu guru dalam upaya membantu siswa untuk mandiri serta mampu mengatasi berbagai permasalahan yang menimpa dirinya.

1.7Definisi Operasional

Untuk mengetahui semua cakupan masalah, penelitian ini perlu merumuskan definisi operasional yang meliputi hal-hal berikut ini.

1) Proses BK adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2) Konselor adalah orang yang mengontrol dalam proses pelaksanaan konseling. 3) Strategi konselor merupakan upaya konselor melakukan proses BK ditinjau

dari aspek tindak tuturnya.

4) Realisasi tindak tutur konselor adalah maksud yang ingin disampaikan konselor terhadap mitra tutur.

5) Siswa yang menjalani konseling adalah siswa yang dianggap bermasalah dalam sikap, baik secara pribadi maupun kelompok.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis penelitian, data dan sumber data, pengembangan instrumen, prosedur pengumpulan data, dan prosedur pengolahan data. Kelima hal tersebut dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

3.1Jenis Penelitian

Berdasarkan cara dan prosedur analisis datanya, penelitian ini dilakukan melalui metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif karena berusaha menggambarkan tuturan yang digunakan oleh konselor. Tuturan konselor tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1979). Klasifikasi tindak tutur tersebut dimaksudkan untuk mendeskripsikan strategi komunikasi konselor dalam menangani siswa bermasalah.

Selanjutnya penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik yang memfokuskan pada teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1979) mulai dari jenis tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi sampai dengan IFID. Sebagaimana diketahui bahwa dalam penelitian pragmatik, sebuah tuturan akan selalu memiliki makna yang mengimplikasikan pada suatu tindakan dan konteks dari mitra tutur. Tuturan yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah tuturan yang disampaikan konselor pada saat proses BK. Sementara mitra tutur dalam konteks ini adalah siswa yang sedang memiliki masalah.


(17)

3.2Data dan Sumber Data

Berdasarkan sumber data yang diambil, penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) karena data berupa teks lisan yaitu percakapan yang terjadi pada proses interaksi (tindak tutur) dalam layanan bimbingan dan konseling antara konselor (guru BK) dengan konseli (siswa). Jadi, secara garis besar penelitian ini menggunakan empat sumber data, yakni konselor, wali kelas, orang tua, dan siswa.

Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah menengah kejuruan negeri di Bandung. Alasan penentuan sekolah tersebut adalah ditemukannya latar belakang siswa yang berbeda-beda sehingga menimbulkan permasalahan pribadi siswa yang berbeda-beda pula. Untuk menghadapi masalah yang beragam tersebut memerlukan strategi khusus untuk menanganinya.

Adapun yang menjadi sumber data utama dalam penelitian ini adalah konselor dan siswa. Sumber data pertama adalah seorang perempuan dengan usia 47 tahun. Pendidikan terakhir yaitu S1 Pendidikan Bimbingan dan Konseling. Alasan diambilnya data dari konselor tersebut sebab berdasarkan observasi awal konselor tersebut dianggap paling berhasil dalam menangani perubahan sikap pada siswa yang bermasalah. Hal ini juga berarti konselor tersebut memiliki strategi komunikasi khusus dalam dunia konseling yang baik.

Sumber data yang kedua adalah siswa. Pada tahapan ini, empat siswa untuk dijadikan sumber data, dengan kasus yang bervariasi. Keempat siswa tersebut, yakni 1) siswa perempuan berinisial G usia 17 tahun. Alasan diambilnya data dari siswa tersebut karena prestasi belajarnya yang terus menurun akibat


(18)

salah pergaulan; 2) siswa laki-laki berinisial P usia 16 tahun. P dianggap bermasalah karena sering membolos dengan alasan tidak nyaman di sekolah. Selain itu, P memiliki masalah dengan teman satu kelas dan salah seorang guru bidang studi; 3) siswa laki-laki berinisial I usia 18 tahun. I merupakan siswa yang pernah mengulang akibat jarang masuk sekolah. Menjelang ujian nasional, I kembali bermasalah dengan kehadiran, alasannya kurang mendapat perhatian dari orang tua; 4) siswa laki-laki berinisial B usia 17 tahun. B termasuk siswa yang rajin dan ceria, namun belakangan B berubah menjadi pemurung. Berdasarkan informasi dari teman terdekatnya, B memiliki masalah dengan ayahnya.

3.3Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dibagi ke dalam tiga tahap yaitu observasi, penyebaran angket, dan perekaman. Penggunaan observasi sebagai instrumen pertama berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh Meleong (2001) dan Gunarwan (2002). Observasi ini dilakukan hanya untuk melakukan pengamatan terkait penentuan subjek penelitian. Kegiatan observasi penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu observasi awal, observasi lanjutan, dan observasi akhir. Dalam observasi awal, peneliti melakukan pengenalan terhadap sekolah yang dipilih, mendapat informasi untuk penentuan siswa bermasalah yang kemudian diteliti. Penentuan siswa bermasalah tersebut berdasarkan pertimbangan dari konselor untuk dilakukan pengambilan data. Kemudian observasi lanjutan, dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang situasi dalam proses BK serta konselor yang akan dijadikan sampel penelitian. Selanjutnya observasi akhir,


(19)

untuk mengecek kembali jika data masih kurang. Tahap observasi ini dipadukan pula dengan pencatatan langsung, sebagai laporan dari hasil observasi.

Tahap kedua yaitu penyebaran angket. Angket dalam penelitian ini berupa kuisioner sederhana yang digunakan untuk memperoleh informasi dari wali kelas. Informasi ini berguna untuk mendukung pemaparan dalam latar belakang masalah. Angket diisi oleh wali kelas untuk melengkapi penentuan konselor yang dianggap paling berhasil dalam menangani siswa bermasalah. Di bawah ini adalah angket yang digunakan.

Tabel 3.1 Angket

No Angket : Nama Responden :

1. Konselor manakah yang dianggap paling berhasil dalam menangani siswa bermasalah?

Alasannya ...

2. Bagaimanakah perilaku siswa setelah melaksanakan proses bimbingan konseling?

Tahap terakhir yaitu dengan perekaman. Perekaman ini diambil secara langsung oleh peneliti. Rekaman ini dilakukan pada saat proses konseling antara konselor dengan siswa berlangsung. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengambil gambaran yang muncul secara langsung pada saat proses bimbingan konseling. Dalam rekaman ini akan diketahui tindak tutur konselor dalam menangani siswa bermasalah. Rekaman ini dijadikan sebagai sumber data utama dalam penganalisisan. Pengambilan data ini dilakukan empat kali, yaitu terhadap siswa yang berinisial G, P, I, dan B.


(20)

3.4Prosedur Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data dibagi menjadi beberapa tahap yang tersusun secara struktural. Berikut ini tahapan pengolahan data.

Tahap 1, proses transkripsi dari sumber data berbentuk rekaman. Rekaman tersebut ditranskripsikan menjadi bentuk tulisan. Transkripsi ini hanya berbentuk tulisan yang terdiri atas deretan kata-kata dalam bentuk kalimat ditambah dengan penanda gramatikal jika diperlukan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Leech (1983) bahwa pengotak-ngotakan tuturan di dalam analisis pragmatik tidaklah tepat sebab akan membuntukan maksud dari penutur. Sebuah kajian pragmatik, khususnya tindak tutur, membutuhkan bentuk tuturan berupa kalimat yang utuh agar diketahui konteks dari tuturan itu dan secara tidak langsung diketahui pula maksud tuturannya sehingga dapat mempermudah dalam proses penganalisisan.

Contoh:

Wa’alaikum salam warahmatullahi wa barokatuh. Apa kabar G? Silahkan duduk! Mungkin G bingung ya kenapa ibu panggil ke sini? (Tuturan konselor pada data 1).

Tahap 2 yaitu proses klasifikasi. Pada tahap ini, tuturan konselor yang telah ditranskripsi dikelompokkan berdasarkan jenis tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif, berserta masing-masing ilokusinya. Seperti pada tabel analisis di bawah ini.

Tabel 3.2

Klasifikasi Tuturan Konselor Berdasarkan Jenis Tindak Tutur

No. Wujud Tuturan Jenis Tindak Tutur Ilokusi

A1 Wa’alaikum salam

warahmatullahi wa barokatuh.

Ekspresif dalam bentuk

memberi selamat Menjawab salam.


(21)

bertanya.

A3 Silahkan duduk! Direktif dalam bentuk

perintah. Mempersilahkan duduk.

A4 Mungkin G bingung ya kenapa ibu panggil ke sini?

Direktif dalam bentuk bertanya.

Meminta perhatian siswa.

Tabel 3.3

Frekuensi Kemunculan Tuturan Konselor Berdasarkan Jenis Tindak Tutur

JTT Ilokusi frekuensi % Contoh

1. Asertif

Memberi tahu  Memberi informasi proses bimbingan dan konseling

22

Menyatakan  Memberi perhatian 7

Menunjukkan  Memberi ilustrasi 4

Tabel analisis ini terbagi ke dalam dua bagian. Tabel 3.2, digunakan untuk mengelompokkan tuturan konselor yang ditranskripsi ke dalam bentuk tulisan. Pengelompokkan tersebut berdasarkan wujud tuturan tiap-tiap kalimat, jenis-jenis tindak tutur, serta ilokusi dari tuturan tersebut. Tabel 3.3 digunakan untuk penghitungan jenis tindak tutur yang muncul. Tabel ini berguna untuk menguatkan hasil analisis dan melihat karakteristik strategi komunikasi yang muncul dari tuturan konselor berdasarkan jenis tindak tutur. Tentunya hal ini diperbolehkan sebagaimana yang diungkapkan Mahsun (2005: 233) pada hakikatnya dalam analisis kualitatif tidak tertutup kemungkinan pemanfaatan data kuantitatif. Penggunaan data kuantitatif sekaligus memperkaya analisis kualitatif itu sendiri.

Untuk menentukan jenis tindak tutur dan ilokusinya, bentuk gramatikal tuturan terlebih dahulu diperhatikan secara seksama. Penentuan bentuk gramatikal di sini berdasarkan sintaksis yakni kalimat berita, kalimat perintah, dan kalimat tanya. Kajian ini lebih menitikberatkan pada kajian pragmatik yakni berkaitan dengan isi dan maksud penutur. Selain itu dalam menentukan bentuk, secara


(22)

sepintas pun akan lebih mudah ditentukan. Analisis bentuk ini hanya sebagai penguat data dalam pembahasan. Selanjutnya, data hasil klasifikasi tersebut dihitung berdasarkan jenis tindak tutur yang muncul pada tuturan konselor yang nantinya akan memberi pertimbangan dalam proses analisis.

Tahap 3 yaitu proses identifikasi. Dari hasil klasifikasi tersebut kemudian diidentifikasi atau dipaparkan kembali dengan mendeskripsikan hasilnya. Untuk menganalisis wujud tuturan di atas, terdapat enam indikator yang telah ditentukan pada bab 2 berdasarkan pandangan dari para ahli. Pertama, tuturan dideskripsikan berdasarkan bentuk gramatikal; kedua, tuturan diidentifikasi berdasarkan alasan dimasukkannya ke dalam jenis tindak tutur tertentu; ketiga, melihat persentase kemunculan jenis tindak tutur; keempat mengidentifikasi pilihan kata (diksi), intonasi –ditandai dengan gramatikal tanda tanya (?), tanda seru (!), ataupun titik (.) berdasarkan informasi yang muncul dalam rekaman–, jeda –yakni berhentinya penutur dalam mengujarkan kata-katanya. Jika jedanya cukup lama maka itu menandakan pergantian kalimat, jika sebentar maka itu dapat menggunakan tanda koma (,)– yang tentunya masuk ke dalam salah satu analisis IFID; kelima, melihat keruntutan pesan yang disampaikan; keenam interaksi konselor untuk merangsang siswa agar mau berbicara terbuka dan efek dari tuturan yang disampaikan konselor (ilokusi). Keenam indikator ini akan memunculkan karakteristik dari tuturan konselor. Dari karakteristik tersebut, akan diambil karakteristik yang dominan dan akan menjadi bahan analisis untuk mengetahui efek berpeluang tidaknya siswa menunjukkan perubahan. Seperti pada contoh tabel di bawah ini.

Tabel 3.4


(23)

No Wujud Tuturan Jenis Tindak Tutur Ilokusi A7 Ibu selaku Konselor akan membantu

menyelesaikan permasalahan G atau apapun yang akan G ceritakan kepada Ibu.

Komisif dalam bentuk berjanji.

Memberi informasi.

A8 Misalnya, ada nih siswa yang mau lulus.

Asertif dalam bentuk menunjukkan.

Memberi ilustrasi.

Dilihat dari bentuk gramatikalnya tuturan di atas merupakan kalimat berita. Pada tuturan A7 konselor menunjukkan sikap terbuka dengan menggunakan JTT komisif dalam bentuk berjanji. Hal ini digunakan sebagai strategi bertutur konselor agar siswa percaya terhadap kerahasiaan permasalah pribadi yang dimilikinya. Konselor tidak langsung bertanya permasalah yang dihadapi siswa, akan tetapi mengikat perjanjian terlebih dahulu agar proses konseling lebih nyaman dan leluasa. Pada tuturan A8 konselor menggunakan JTT asertif dalam bentuk menunjukkan. Hal ini digunakan untuk memberi informasi tentang fungsi keberadaan konselor di sekolah. Hal ini dapat sekaligus menutup pemikiran bahwa tidak selamanya siswa yang bermasalah dipanggil untuk proses bimbingan konseling.

Selanjutnya, untuk mengetahui efek dari strategi tuturan yang digunakan konselor terhadap siswa (ilokusi). Dalam hal ini peneliti melihat respon tuturan yang muncul dari siswa ketika konselor memberikan arahan. Misalnya pada contoh analisis di bawah ini.

TS : “Iya Bu, mulai sekarang saya akan berusaha untuk lebih rajin lagi sekolahnya”.

Pada tuturan di atas, terlihat bahwa siswa memahami terhadap apa yang diinginkan oleh konselor. Penanda “Iya Bu..” merupakan JTT deklaratif dalam bentuk memutuskan. Dalam konteks itu siswa menyetujui terhadap saran dari


(24)

konselor. Hal ini ditambah dengan penanda “saya akan berusaha..’ yang merupakan JTT komisif dalam bentuk berjanji yang menunjukkan kesungguhan dari siswa untuk mau berubah. Berdasarkan tuturan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi komunikasi yang digunakan oleh konselor dapat dikatakan berhasil karena siswa menunjukkan keinginannya untuk berubah.

Tahap 4 yaitu proses evaluasi. Tahap ini, dilakukan untuk memonitor kembali hasil analisis yang dirasa masih kurang. Kemudian, menarik garis merah hasil dari temuan dan pembahasan penelitian ini yang dipaparkan ke dalam bentuk kesimpulan.


(25)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini membahas strategi komunikasi guru BK (konselor) dalam menangani siswa bermasalah dilihat dari tindak tuturnya. Selain itu telah dibahas juga mengenai bentuk ilokusi konselor serta respon siswa sebagai wujud realisasi perlokusinya. Temuan dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya melahirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian.

5.1 Simpulan

Kesimpulan pertama merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian mengenai realisasi tindak tutur yang dirumuskan oleh konselor dalam menangani siswa bermasalah berdasarkan jenis tindak tuturnya. Pada dasarnya konselor menggunakan kelima jenis tindak tutur seperti dalam teori Searle. Diketahui bahwa jenis tindak tutur yang paling banyak digunakan konselor yaitu direktif kemudian asertif, ekspresif, komisif dan deklaratif. Kelima jenis tindak tutur ini sangat dimanfaatkan berdasarkan fungsi dari masing-masing JTT. Tampaknya konselor menyadari bahwa sebuah tuturan memiliki kekuatan untuk membuat orang lain bertindak (Austin, 1962 dan Searle, 1979).

Hal-hal yang mendasari tindak tutur konselor tersebut sesuai dengan tahapan dalam teori BK yakni tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir. Sebagai tahap awal, konselor berupaya membangun hubungan konseling dengan siswa yang mengalami masalah. Pada tahapan ini JTT yang digunakan konselor adalah JTT ekspresif yang digunakan untuk membangun kondisi psikologis agar


(26)

merasa nyaman ketika berada di ruangan BK. Selain itu konselor menggunakan JTT asertif dalam bentuk memberi informasi mengenai fungsi keberadaan BK di sekolah. Sesekali konselor menggunakan JTT direktif berupa pertanyaan-pertanyaan yang ringan yang digunakan hanya untuk sekedar membangun kedekatan antara siswa dengan konselor. Dalam kasus tertentu konselor menggunakan JTT asertif untuk memberi informasi alasan pemanggilan siswa tersebut ke ruangan BK.

Tahap pertengahan yakni tahap memperjelas dan mendefinisikan masalah yang dialami siswa. Pada tahapan ini konselor menggunakan JTT secara bergantian. Konselor mulai menggunakan JTT asertif dalam bentuk memberitahu, JTT direktif dalam bentuk bertanya untuk memberi perhatian, JTT ekspresif untuk menunjukkan sikap senang dan terbuka, bahkan JTT komisif untuk memberikan jaminan bahwa kasus siswa tersebut merupakan suatu rahasia yang tidak bisa dibicarakan ke sembarang orang. Strategi tersebut juga hampir sama digunakan pada tahap pertama pada saat mengajak siswa untuk terbuka. Namun, sedikit yang membedakannya bahwa tahap keempat ini konselor lebih banyak menggunakan JTT direktif dalam bentuk bertanya untuk memancing siswa lebih terbuka. Pada tahapan yang sama konselor berupaya membuat alternatif bantuan untuk menyelesaikan masalah yang dialami siswa. Dalam hal ini konselor menggunakan JTT asertif dalam bentuk menunjukkan, melaporkan, dan mengilustrasikan untuk memberi pandangan lain yang lebih positif. Konselor juga menggunakan JTT ekspresif untuk membangun rasa percaya diri terhadap siswa juga untuk memotivasi siswa agar ia mau menyelesaikan persoalannya.


(27)

Tahap selanjutnya yakni tahap akhir. Tahapan ini digunakan konselor untuk mendorong siswa yang mengalami masalah agar berubah menjadi lebih baik. Biasanya JTT komisif dalam bentuk berjanji dan JTT direktif dalam bentuk bertanya digunakan oleh konselor untuk kembali meyakinkan bahwa apa yang telah disampaikan oleh siswa tersebut harus segera dikerjakan.

Kesimpulan ketiga berupa hasil analisis terhadap ilokusi konselor dengan respon siswa. Penelitian ini menemukan bahwa respon siswa terhadap tindak tutur konselor menunjukkan dampak positif. Walaupun konselor harus kembali membangun strategi bertutur dengan pergantian JTT. Teori respon dispreferred yang disampaikan oleh Bara (2010) digunakan oleh siswa. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa konselor telah berhasil menjalin kerjasama dengan siswa dalam proses konselingnya. Sehingga dalam tahap akhir prose BK, siswa membuat keputusan secara deklaratif bahwa ia akan berubah ke arah yang lebih baik.

Kesimpulan selanjutnya yakni ada sedikit perbedaan dalam hal ini mengenai isu kesantunan yang diusung oleh Aziz (2012), dalam proses konseling ternyata tidak selamanya yang menggunakan Indirect speech act adalah siswa yang powernya lebih rendah dibandingkan dengan guru. Konselor adakalanya harus menggunakan Indirect speech act walaupun sedikit mengancam wajahnya dan ini merupakan strategi untuk mendekatkan konselor dengan siswa supaya siswa merasa percaya sehingga pada akhirnya mau terbuka.

Hasil penelitian di atas menyimpulkan bahwa agar proses BK berhasil dan terjadi komunikasi yang efektif, berkesan, dan terlaksanan dengan baik ditentukan


(28)

oleh keragaman JTT yang dipakai konselor sesuai konteks dan permasalahannya. Realisasi dan pemilihan strategi tindak tutur oleh konselor sangat penting dan berkaitan erat dengan keberhasilan tuturan untuk mendapatkan respon positif dari siswa. Kesesuaian strategi dan konteks dalam realisasi tindak tutur mampu mengakomodasi persamaan persepsi antara konselor dengan siswa. Selanjutnya, betapapun power yang dimiliki oleh setiap guru dan konselor terhadap muridnya, akan tetapi hendaknya guru dan konselor tidak boleh mengabaikan untuk membangun kepercayaan, sikap terbuka, dan kedekatan dengan siswa sehingga tercipta komunikasi yang lebih baik, dan tujuan-tujuan komunikasi pun dapat tercapai.

5.2 Saran-saran

Penelitian ini diharapkan membawa manfaat untuk kehidupan masyarakat pada umumnya dan dunia pendidikan khususnya. Oleh karena itu, atas dasar hasil penelitian ini, penulis memberikan saran dan harapan kepada pihak-pihak terkait terutama para peneliti bahasa, guru, dan pelaku pendidikan lainnya.

Pertama, bagi para peneliti bahasa, penelitian ini membutuhkan penelitian lanjutan yang dapat memberikan hasil penelitian yang lebih mendalam dan akurat, serta memberikan kebermanfaatan yang lebih luas.

Kedua, untuk para guru dan konselor, perlu disadari bahwa bahasa merupakan media utama dalam interaksi dengan siswa di sekolah. Guru dan konselor harus lebih pandai dan lebih bijak dalam menentukan strategi apa yang sesuai dan efektif dalam berkomunikasi dengan siswa. Ketepatan strategi tindak


(29)

tutur dalam berkomunikasi dengan siswa sangat menentukan keberhasilan dalam tujuan-tujuan komunikasi di sekolah.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Allan, Keith. 1998. Meaning and Spech Act. Linguistics Department, Monash University.

Tersedia: http://www.arts.monash.edu.au/ling/speech_acts_allan.html Antom, M. Moeliono. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Arifin. 2008. Penggunaan Tindak Tutur Siswa dalam Percakapan di Kelas. Tersedia: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/989 Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan

Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN

Austin, J.L.1962. How to do things with words. Cambridge: Harvard University Press. Education.

Aziz, E. Aminudin. 2012. Gaya Ki Sunda Menyatakan “TIDAK” Telaah Sosiolinguistik terhadap Variabel Sosial yang Mempengaruhi Realisasi Kesantunan dalam Pertuturan Menolak oleh Orang Sunda.

Tersedia: http://www.aminudin.staf.upi.edu

Aziz, E. Aminudin dan I. Lukmana. 2012. Kewajaran Komunikasi Pembelajaran Bahasa Inggris dalam Realisasi Pertuturan.

Tersedia: http://www.aminudin.staf.upi.edu

Bachari, Andika Duta. 2007.Mengungkap Bentuk Fatis dalam B. Sunda. Jakarta: Jurnal LINGUISTIK INDONESIA, Tahun ke 25, Nomor 2, Agustus 2007. Bara, Bruno. G. 2010. Cognitive Pragmatics: The Mental Process of

Communication. Massachusetts: Massachusetts Institute of Technology. Cruse, Alan. 2006. A Glosary of Semantics and Pragmatics. Edinburgh, Inggris:

Edinburgh University Press.

D’Andrade, Roy. 2008. A Study of Personal and Cultural Values: American, Japanese, and Vietnamese. New York: Palgrave Macmillan.

Firdaus, Yosi Jannatul.dkk. 2012. Tindak Tutur Direktif Ibu Rumah Tangga Nelayan kepada Anaknya di Kelurahan Gates Nan XX Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. UNP Padang: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1 No. 1 September 2012; Seri B 87 – 166.


(31)

Gunarwan, A. 1996. ‘Kepatutan Ujaran di dalam Pengajaran Bahasa Indonesia

sebagai Bahasa Asing: Implikasinya bagi Pengajar’. Depok : UI.

Hasanudin. 2011. Peran Guru dalam Bimbingan dan Konseling. Bima: STKIP Taman Siswa Bima.

Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hymes, D. H. 1974. Language in Culture and Society. A Reader in Linguistics and Anthropology. New York: Harper International Edition.

Jumadi. 2007. Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Guru. Jakarta: Jurnal Didaktika Vol. 8 No. 3. Tersedia: http://www.lib.balaibahasa.org

Krisnawati, Ekaning. 2011. Pragmatic Competence in The Spoken English Classroom. Bandung: CONAPLIN JOURNAL Vol. 1 no. 1

Leech, Geoffrey.1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.

Levinson, Stephen. C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Linston & Geary. 2009. An Exploration of the efficacy of the University of Limerick Graduate Diploma in Guidance and Counselling; Using Past Experience to Inform Future Practice. Ireland: Paper presented at the British Educational Research Association New Researchers/Student Conference. University of Manchester, 2-5 September 2009.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa. Martinez-Flor, Alicia. 2005. A Theoretical Review of the Speech Act of

Suggesting: Towards a Taxonomy for its Use in FLT. Jaume: Jaume 1 university.

Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya. Moon, Kyunghye. 2002. Speech Act Study: Differences Between Native and

Nonnative Speaker Complaint Strategies. America: American University. Nadar, FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Olshtain, Elite dan A. Cohen. 1990. The learning of Complex Speech Act

behavior. TESL Canada Journal.Vol 7. No.2.


(32)

: Rineka Cipta.

Pringganti, Agustina. 2013. Analisis Tindak Tutur Ilokusi pada Cerpen “Ilona” Karya Leila S. Chudori. FIPB: Universitas Indonesia.

Tersedia:

http://www.academia.edu/4153329/ANALISIS_TINDAK_TUTUR_ILOK USI_PADA_CERPEN_ILONA_KARYA_LEILA_S._CHUDORI

Purwo, Bambang K. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rahmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press. Searle, John R. 1979. Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech

Acts. Cambridge: Cambridge University Press.

Siswoyo, Dwi. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Trosborg, Anna. 1994. Interlangguage Prgmatics: Requests, Complaints And Apologies. Berlin: Walter De Gruyter.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung:


(1)

Tahap selanjutnya yakni tahap akhir. Tahapan ini digunakan konselor untuk mendorong siswa yang mengalami masalah agar berubah menjadi lebih baik. Biasanya JTT komisif dalam bentuk berjanji dan JTT direktif dalam bentuk bertanya digunakan oleh konselor untuk kembali meyakinkan bahwa apa yang telah disampaikan oleh siswa tersebut harus segera dikerjakan.

Kesimpulan ketiga berupa hasil analisis terhadap ilokusi konselor dengan respon siswa. Penelitian ini menemukan bahwa respon siswa terhadap tindak tutur konselor menunjukkan dampak positif. Walaupun konselor harus kembali membangun strategi bertutur dengan pergantian JTT. Teori respon dispreferred yang disampaikan oleh Bara (2010) digunakan oleh siswa. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa konselor telah berhasil menjalin kerjasama dengan siswa dalam proses konselingnya. Sehingga dalam tahap akhir prose BK, siswa membuat keputusan secara deklaratif bahwa ia akan berubah ke arah yang lebih baik.

Kesimpulan selanjutnya yakni ada sedikit perbedaan dalam hal ini mengenai isu kesantunan yang diusung oleh Aziz (2012), dalam proses konseling ternyata tidak selamanya yang menggunakan Indirect speech act adalah siswa yang powernya lebih rendah dibandingkan dengan guru. Konselor adakalanya harus menggunakan Indirect speech act walaupun sedikit mengancam wajahnya dan ini merupakan strategi untuk mendekatkan konselor dengan siswa supaya siswa merasa percaya sehingga pada akhirnya mau terbuka.

Hasil penelitian di atas menyimpulkan bahwa agar proses BK berhasil dan terjadi komunikasi yang efektif, berkesan, dan terlaksanan dengan baik ditentukan


(2)

oleh keragaman JTT yang dipakai konselor sesuai konteks dan permasalahannya. Realisasi dan pemilihan strategi tindak tutur oleh konselor sangat penting dan berkaitan erat dengan keberhasilan tuturan untuk mendapatkan respon positif dari siswa. Kesesuaian strategi dan konteks dalam realisasi tindak tutur mampu mengakomodasi persamaan persepsi antara konselor dengan siswa. Selanjutnya, betapapun power yang dimiliki oleh setiap guru dan konselor terhadap muridnya, akan tetapi hendaknya guru dan konselor tidak boleh mengabaikan untuk membangun kepercayaan, sikap terbuka, dan kedekatan dengan siswa sehingga tercipta komunikasi yang lebih baik, dan tujuan-tujuan komunikasi pun dapat tercapai.

5.2 Saran-saran

Penelitian ini diharapkan membawa manfaat untuk kehidupan masyarakat pada umumnya dan dunia pendidikan khususnya. Oleh karena itu, atas dasar hasil penelitian ini, penulis memberikan saran dan harapan kepada pihak-pihak terkait terutama para peneliti bahasa, guru, dan pelaku pendidikan lainnya.

Pertama, bagi para peneliti bahasa, penelitian ini membutuhkan penelitian

lanjutan yang dapat memberikan hasil penelitian yang lebih mendalam dan akurat, serta memberikan kebermanfaatan yang lebih luas.

Kedua, untuk para guru dan konselor, perlu disadari bahwa bahasa

merupakan media utama dalam interaksi dengan siswa di sekolah. Guru dan konselor harus lebih pandai dan lebih bijak dalam menentukan strategi apa yang sesuai dan efektif dalam berkomunikasi dengan siswa. Ketepatan strategi tindak


(3)

tutur dalam berkomunikasi dengan siswa sangat menentukan keberhasilan dalam tujuan-tujuan komunikasi di sekolah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Allan, Keith. 1998. Meaning and Spech Act. Linguistics Department, Monash University.

Tersedia: http://www.arts.monash.edu.au/ling/speech_acts_allan.html Antom, M. Moeliono. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Arifin. 2008. Penggunaan Tindak Tutur Siswa dalam Percakapan di Kelas. Tersedia: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/989 Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan

Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN

Austin, J.L.1962. How to do things with words. Cambridge: Harvard University Press. Education.

Aziz, E. Aminudin. 2012. Gaya Ki Sunda Menyatakan “TIDAK” Telaah Sosiolinguistik terhadap Variabel Sosial yang Mempengaruhi Realisasi Kesantunan dalam Pertuturan Menolak oleh Orang Sunda.

Tersedia: http://www.aminudin.staf.upi.edu

Aziz, E. Aminudin dan I. Lukmana. 2012. Kewajaran Komunikasi Pembelajaran

Bahasa Inggris dalam Realisasi Pertuturan.

Tersedia: http://www.aminudin.staf.upi.edu

Bachari, Andika Duta. 2007.Mengungkap Bentuk Fatis dalam B. Sunda. Jakarta: Jurnal LINGUISTIK INDONESIA, Tahun ke 25, Nomor 2, Agustus 2007. Bara, Bruno. G. 2010. Cognitive Pragmatics: The Mental Process of

Communication. Massachusetts: Massachusetts Institute of Technology.

Cruse, Alan. 2006. A Glosary of Semantics and Pragmatics. Edinburgh, Inggris: Edinburgh University Press.

D’Andrade, Roy. 2008. A Study of Personal and Cultural Values: American,

Japanese, and Vietnamese. New York: Palgrave Macmillan.

Firdaus, Yosi Jannatul.dkk. 2012. Tindak Tutur Direktif Ibu Rumah Tangga

Nelayan kepada Anaknya di Kelurahan Gates Nan XX Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. UNP Padang: Jurnal Pendidikan Bahasa dan


(5)

Gunarwan, A. 1996. ‘Kepatutan Ujaran di dalam Pengajaran Bahasa Indonesia

sebagai Bahasa Asing: Implikasinya bagi Pengajar’. Depok : UI.

Hasanudin. 2011. Peran Guru dalam Bimbingan dan Konseling. Bima: STKIP Taman Siswa Bima.

Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hymes, D. H. 1974. Language in Culture and Society. A Reader in Linguistics

and Anthropology. New York: Harper International Edition.

Jumadi. 2007. Representasi Kekuasaan dalam Tindak Tutur Guru. Jakarta: Jurnal Didaktika Vol. 8 No. 3. Tersedia: http://www.lib.balaibahasa.org

Krisnawati, Ekaning. 2011. Pragmatic Competence in The Spoken English

Classroom. Bandung: CONAPLIN JOURNAL Vol. 1 no. 1

Leech, Geoffrey.1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.

Levinson, Stephen. C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Linston & Geary. 2009. An Exploration of the efficacy of the University of

Limerick Graduate Diploma in Guidance and Counselling; Using Past Experience to Inform Future Practice. Ireland: Paper presented at the

British Educational Research Association New Researchers/Student Conference. University of Manchester, 2-5 September 2009.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa. Martinez-Flor, Alicia. 2005. A Theoretical Review of the Speech Act of

Suggesting: Towards a Taxonomy for its Use in FLT. Jaume: Jaume 1

university.

Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya. Moon, Kyunghye. 2002. Speech Act Study: Differences Between Native and

Nonnative Speaker Complaint Strategies. America: American University.

Nadar, FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Olshtain, Elite dan A. Cohen. 1990. The learning of Complex Speech Act

behavior. TESL Canada Journal.Vol 7. No.2.


(6)

: Rineka Cipta.

Pringganti, Agustina. 2013. Analisis Tindak Tutur Ilokusi pada Cerpen “Ilona”

Karya Leila S. Chudori. FIPB: Universitas Indonesia.

Tersedia:

http://www.academia.edu/4153329/ANALISIS_TINDAK_TUTUR_ILOK USI_PADA_CERPEN_ILONA_KARYA_LEILA_S._CHUDORI

Purwo, Bambang K. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rahmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press. Searle, John R. 1979. Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech

Acts. Cambridge: Cambridge University Press.

Siswoyo, Dwi. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Trosborg, Anna. 1994. Interlangguage Prgmatics: Requests, Complaints And

Apologies. Berlin: Walter De Gruyter.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung:


Dokumen yang terkait

Kontribusi layanan bimbingan dan konseling dalam membina disiplin belajar siswa pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 59 Jakarta

0 16 172

Kontribusi konselor terhadap siswa bermasalah di Sekolah Menengah Umum Negeri 68 Jakarta

0 5 104

Metode bimbingan dan penyuluhan dalam menangani siswa/bermasalah di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Al-Madinah, Bogor

1 36 87

PERANAN BIMBINGAN KONSELING DALAM PENINGKATAN KUALITAS IBADAH SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH Peranan Bimbingan Konseling Dalam Peningkatan Kualitas Ibadah Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah Delanggu Klaten Tahun Pelajaran 2014/20

0 4 16

PERANAN BIMBINGAN KONSELING DALAM PENINGKATAN KUALITAS IBADAH SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH Peranan Bimbingan Konseling Dalam Peningkatan Kualitas Ibadah Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah Delanggu Klaten Tahun Pelajaran 2014/20

0 6 17

FUNGSI BIMBINGAN KONSELING ISLAMI DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA DI SEKOLAH MENENGAH Fungsi Bimbingan Konseling Islami dalam Pembinaan Akhlak Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah Delanggu Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 1 18

KOMUNIKASI KONSELING GURU BIMBINGAN KONSELING (BK) DALAM MENANGANI MURID BERMASALAH PADA SEKOLAH MENENGAH DI KARAWANG.

0 0 1

STRATEGI KONSELOR DALAM MENANGANI SISWA BERMASALAH PADA PROSES BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (Kajian Pragmatik) - repository UPI T LIN 1102715 Title

0 0 3

Strategi Bimbingan dan Konseling Karier Bermutu pada Sekolah Menengah Kejuruan Syuhada Banjarmasin | Jarkawi | Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling 866 4148 2 PB

0 0 9

EVALUASI KINERJA KONSELOR DALAM PROSES KONSELING DAN RISET KONSELING DI SEKOLAH | Ardimen | JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling 1414 2717 1 SM

0 0 16